Akta Kimindo Vol. 1 No. 2 April 2006: 73-78
AKTA KIMIA
INDONESIA
Biohydrogen Production: Prospects And Limitations To Practical Application* Mahyudin AR** dan Koesnandar Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Bioindustri BPPT Gedung 2 BPPT, Lantai 15, Jl. M.H. Thamrin No. 8 Jakarta Pusat
ABSTRAK Gas hidrogen (H2) mempunyai gravimetrik densitas energi yang paling tertinggi diantara beberapa bahan bakar dan cocok terhadap elektrokimia dan proses pembakaran untuk konversi energi tanpa menghasilkan emisi karbon yang memberikan konstribusi pada polusi lingkungan dan perubahan iklim. Sekarang ini sebagian besar H2 diproduksi dengan cara elektrolisa air atau perubahan dari metan. Teknologi produksi H2 secara bio (Bio- H2) memberikan pendekatan yang lebar terhadap produksi H2 termasuk Biofotolisis langsung, biofotolisis tidak langsung, foto fermentasi dan fermentasi gelap. Fermentasi tanpa menggunakan cahaya ini merupakan salah satu energi bersih masa depan untuk menuju sasaran tanpa limbah dikarenakan dapat dipakainya limbah pertanian dan limbah industri sebagai substrat mikroorganisma. Meskipun ditulisan ini tidak jelas, laju produksi H2 dari variasi sistem bio- H2 dibandingkan dengan unit standarisasi produksi H2 dan kemudian perhitungan terhadap ukuran dari sistem bio-H2 yang dibutuhkan berbagai variasi ukuran untuk Fuel cell tenaga Proton Exchange Membrane (PEM). Kata kunci: Bio- H2 , Sistem fermentasi dan PEM. ABSTRACT Hydrogen gas (H2) has the highest gravimetric energy density of any known fuel and is compatible with electrochemical and combustion processes for energy conversion without producing carbon-based emissions that contribute to environmental pollution and climate change. Currently, H2 is produced, almost exclusively, by electrolysis of water or by steam reformation of methane. Biological production of H2 (BioH2) technologies provide a wide range of approaches to generate hydrogen, including direct biophotolysis, indirect biophotolysis, photo-fermentations, and dark-fermentation. Dark fermentation is one of future clean energy for the zero-waste goal because it is applicable for agriculture or industrial waste as a substrate for microorganisms. However, it is unclear. in this paper, H2 production rates of various bio - H2 systems are compared by standarizing the units of H2 production and then by calculating the size of bio- H2 systems that would be required to power proton exchange membrane (PEM) fuel cells of various sizes. Keywords: Bio- H2, fermentation system, and PEM PENDAHULUAN Desakan untuk meninggalkan minyak bumi sebagai sumber pengadaan energi nasional saat ini terus bergulir oleh berbagai pihak, termasuk dari pemerintah sendiri. Langkah tersebut diperlukan agar Indonesia keluar dari krisis energi yang berkelanjutan. Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT), institusi yang bertugas mencari terobosan-terobosan baru Makalah ini disajikan pada Seminar Nasional Kimia VII, di Surabaya 9 Agustus 2005 ** Corresponding author Phone: (021) 3169530; Fax: (021) 3169510; e-mail:
[email protected] *
© Kimia ITS – HKI Jatim
untuk menghadapi masalah yang berkembang telah menyarankan berbagai cara dalam pengadaan energi nasional. Sejumlah cara mengatasi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak bumi untuk pengadaan energi nasional sudah diluncurkan, seperti mengganti minyak bumi dengan batu bara cair, dan energi terbarukan lainnya misalnya. Dilaporkan pula di abad 21 dan cadangan minyak bumi habis tahun 2010, maka ironisnya Indonesia yang dikenal sebagai pengekspor minyak bumi akan menjadi Negara pengimpor bahan bakar minyak 10 tahun mendatang. Hal ini disebabkan produksi dalam negeri tidak dapat 73
Mahyudin dan Kusnandar-Biohydrogen production: prospects and limitations to practical Application
lagi memenuhi permintaan pasar yang meningkat ditambah lagi dengan cepatnya pertumbuhan penduduk dan industri. Sebagai gambaran produksi minyak bumi naik 1,3 juta ke 6,5 juta ton tahun 1958 ke 20 juta ton 2007 dimana Indonesia sendiri hanya memiliki 7 juta ton. (Elizabet, 2001) Selama kita ini masih bergantung pada ketersediaan bahan bakar fosil., penggunaan bahan bakar ini menyisakan sejumlah persoalan lainnya yang lebih serius terhadap perubahan iklim global, kerusakan lingkungan, dan masalah kesehatan (Bockris, 2002). Untuk antisipasi kedepan dalam memenuhi pasokan akan kebutuhan energi, maka salah satu tantangan adalah mencari alternatif energi terbarukan yang ramah lingkungan misalnya: bioetanol, bio-diesel bio-hidrogen (Bio-H2), bio-butandiol (BioBD)(Chang et. al., 2002). Sekali pun belum terealisasi selama lebih dari 30-an tahun, penggunaan Hidrogen (H2) sebagai energi masa depan menarik banyak perhatian, tidak saja dari kalangan ilmuan tapi juga dari para politisi dunia. H2 dikenal luas sebagai sumber energi yang bersih dan efisien. Secara gravimetri, H2 memiliki densitas energi tertinggi dari semua jenis bahan bakar yang pernah dikenal. Gas ini memiliki kandungan energi tertinggi (143 Gjton-1) per unitnya (Boyles, 1984), kompatibel dengan proses elektrokimia, dan satu-satunya bahan bakar tidak terikat secara kimia dengan karbon. Dengan demikian, pembakaran H2 tidak akan menimbulkan efek rumah kaca, penipisan lapisan ozon atau hujan asam. Karena dari proses pembakaran tersebut di udara hanya menyisakan uap air dan energi panas (Bolton, 1996). H2 dapat dihasilkan melalui proses elektrolisis air, reformasi thermokatalitik terhadap senyawa organik yang kaya dengan kandungan H2, dan proses-proses biologi. Saat ini, sekitar 95 % dari produksi H2 secara komersial, berasal dari bahan baku mengandung karbon, terutama dari fosil (Elam et.al, 2003) seperti gas alam atau batu bara; selebihnya melalui elektrolisis air. Reformasi terhadap gas alam, gasifikasi batu bara dan elektrolisis air membutuhkan energi yang sangat banyak dan tidak ramah lingkungan. Lagipula, cadangan minyak bumi dunia semakin menipis karena laju eksploitasinya sudah mencapai tingkat yang sangat mengkhawatirkan.
74
Proses produksi H2 secara biologi (bio-H2) dapat dilangsungkan pada tekanan dan suhu normal, karenanya butuh energi lebih sedikit daripada cara kimia atau elektrokimia. Produksi bio-H2 biasanya melibatkan mikroorganisme atau enzim (Hawkes, et al., 2002). Sejumlah spesies mikroba dari berbagai taksa dan tipe fisiologi mampu menghasilkan bio-H2. Ini era paling menarik dalam pengembangan teknologi karena memungkinkan dihasilkan dari bahan-bahan organik yang dapat diperbaharui. Bioteknologi menyediakan berbagai pendekatan, misalnya : biofotolisis langsung, biofotolisis tak-langsung, foto-fermentasi, dan fermentasi gelap (Das, 2001; Hallenbeck, 2002). SISTEM BIO-H2 a. Biofotolisis Langsung Bio-H2 dari air melalui fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari sebagai sumber energi, dengan reaksi berikut : 2H2O
energi cahaya
2H2 + O2
(1)
Kondisi anaerob, mikroalga hijau menggunakan Bio-H2 sebagai donor elektron diproses fiksasi CO2 maupun pelepasan gas Bio-H2 dengan waktu beberapa menit sampai beberapa jam inkubasi pada kondisi gelap untuk menginduksi sintesis dan/atau aktifasi enzim yang terlibat dalam metabolisme Bio-H2. H2-ase menggabungkan proton (H+) di dalam medium dengan elektron (hasil reduksi ferredoksin) guna membentuk dan melepaskan gas H2. Sintesis Bio-H2 memungkinkan aliran elektron berlangsung secara terus-menerus melalui rantai transpor elektron membentuk ATP (Ghiradi, et al., 2000). H2O dioksidasi dan O2 dilepaskan algae selama fotosintesis. Dari energi cahaya yang diserap fotosistem II (PSII), dihasilkan elektron yang ditransfer ke ferredoksin. Oleh fotosistem I (PSI) energi diserap dan elektron kemudian diterima secara langsung oleh H2-ase dapat-balik dari ferredoksin tereduksi guna menghasilkan H2 (Adams, 1998). Enzim H2-ase bertanggungjawab dalam pelepasan H2 yang sangat sensitif O2, dimana produksi H2 dan O2 harus dipisahkan secara temporal dan/atau parsial.
© Kimia ITS – HKI Jatim
Akta Kimindo Vol. 1 No. 2 April 2006: 73-78
Tabel 1. Sekilas produksi Bio-H2 dengan proses mikroba Proses Mikroba Direct Biophotolysyis Photofermentation Indirect Biophotolysis Water gas shift Reaction
Reaksi Umum 2 H2O + cahaya Æ 2H2 + O2 CH3COOH+2H2O+ chy Æ 4H2 + CO2 12 H2O + light Æ 12H2 + 6O2 CO + H2O Æ CO2 + H2
Two phase Fermentation
C6H12O6 + 2H2O Æ 4 H2 + 2CO2+2CH3COOH CH3COOH Æ CH4 + CO2 C6H12O6 + 6 H2O Æ 12 H2 + 6 CO2
High-yield dark
Caranya, CO2 difiksasi kedalam substrat yang kaya H2 selama fotosintesis normal (Fase I) diikuti dengan pembentukan H2 karena adanya cahaya ketika mikroalga diinkubasikan pada kondisi anaerob (fase 2). Fase 2 dicapai dengan menginkubasikan mikroalga dalam medium tanpa kandungan sulfur (Ghiradi, et al., 2000). Jika Alga hijau Chlamydomonas reinhardii kekurangan S anorganik, laju sintesis O2 dan fiksasi CO2 menurun secara drastis selama 24 jam . Turunnya aktifitas ini karena protein D1 pada reaksi PSII dibutuhkan lebih banyak untuk mengoksidasi H2O (Dunn, et al., 2002). Sementara kemampuan fotosintesis menurun, respirasi terus berlangsung, dan sekitar 22 jam setelah berkurangnya sulfur, biakan C. reinhardii ditempatkan pada kondisi aerob dan terang, dan H2 mulai disintesis (Ghiradi, et al., 2000). Laju produksi H2 oleh C. reinhardii menurut laporan Park, et al. (2002) adalah sebesar 7.95 mmol H2/l biakan setelah 100 jam atau sekitar 0.07 mmol H2/(l x h). b. Biofotolisis Tak-Langsung Sianobakteri juga mampu mensintesis dan melepaskan gas H2 : 12H2O + 6H2O
energi cahaya
6H12O6 + 12H2O
energi cahaya
6H12O6 + 6CO2 12H2 + 6CO2
Sianobakteri (alga hijau-biru, atau cyanophyte) merupakan mikroorganisme fotoautotrof yang menjadi pionir dalam sejarah pembentukan bumi (Fascetti, 2002). Sianobakteri memiliki pigmen fotosintetik chl a, karotenoid, dan fikobiliprotein dan dapat melakukan fotosintesis oksigenik. Secara morfologi, sianobakter dapat dikelompokkan ke dalam spesies-spesies uniselular. Pada sianobakteri berbentuk filamen, sel vegetatifnya berkembang menjadi sel yang termodifikasi secara struktural dan fungsional terspesialisasi, seperti akinet (sel dalam bentuk istirahat) atau heterosis (sel yang mampu melakukan fiksasi nitrogen (Ghiraldi., 2000). Nutrisi bagi sianobakteri sederhana yaitu udara (N2 dan O2), air, garam mineral, dan cahaya . © Kimia ITS – HKI Jatim
Mikroba Mikroalga Purple bacteria Alga, Cyanobakteri Fermentatif bakteri Photosintetik bakteri Fermentative Methanogenik Fermentatif Fermentation
Pada sianobakteri, enzim yang terlibat langsung dalam metabolisme H2 dan sintesis H2, adalah nitrogenase yang mengkatalisis produksi H2 sebagai produk samping dari reduksi nitrogen menjadi amonia, H2-ase yang mengkatalisis oksidasi H2 yang disintesis oleh nitrogenase, dan H2-ase dua-arah yang memiliki kemampuan oksidasi dan sintesis H2 (Tamagrini et.al., 2002).. Laju produksi H2 pada sianobakter non-fiksasi nitrogen dari 0,02 μ mol H2 /mg klorofil /jam (Synechococcus PCC 6307) sampai 0,4 μ mol H2 /mg klorofil/jam (Aphanocapsa montana) (Howarth dan Codd, 1985). Laju ini sangat rendah dibandingkan dengan sianobakteri heterosistis yakni mulai dari 0,17 μ mol H2 /mg klorofil/jam (Nostoc linckia IAM M-14) sampai 4,2 μ mol H2 /mg klorofil /jam (Anabaena variabilis IAM M-58) (Ghiradi, et al., 2000). Karena laju produksi H2 dari spesies dan galur Anabaena lebih tinggi, kelompok ini menjadi subyek penelitian yang lebih intensif. Galur mutan A.variabilis memperlihatkan laju produksi H2 lebih tinggi dibandingkan galur tipe liarnya. Sebagai contoh, A. variabilis PK 84 menghasilkan H2 pada laju 6,91 nmol/μg protein/jam (dalam 350 ml biakan). Bila A. variabilis PK 84 dibiakan pada kondisi kekurangan nitrogen, laju sintesis H2 menjadi 12,6 nmol/μg protein/jam (dalam 350 ml biakan). Konsentrasi protein total dalam biakan adalah sebesar 28,2 μg/ml biakan (Ghiradi, et al., 2000). Dengan asumsi tidak ada perubahan pada volume biakan, maka 1 l biakan akan mengandung 28.200 μg protein dan menghasilkan 355.320 nmol H2/jam atau sekitar 0,355 mmol H2/(l x jam). c.
Foto-Fermentasi H2 dihasilkan oleh bakteri non-sulfur ungu melalui katalisis nitrogenase bila bakteri ini dibiakkan dalam keadaan kekurangan sumber nitrogen dengan menggunakan cahaya sebagai sumber energi dan senyawa tereduksi (asamasam organik) sebagai sumber karbon. 6H12O6 + 12 H2O
energi cahaya
12 H2 + 6CO2
Bakteri, berpotensi untuk mengubah energi cahaya menjadi H2 dengan menggunakan 75
Mahyudin dan Kusnandar-Biohydrogen production: prospects and limitations to practical Application
substrat berupa senyawa organik dari limbah (Ghiradi, et al., 2000).baik dalam proses batch, biakan sinambung (Fascetti dan Todini, 1995), dalam gel agar (Vincenzini et.al., 1986), pada gelas berpori(Ghiradi, et al., 2000), gelas yang diaktivasi(Ghiradi, et al., 2000).. atau pada busa polyurethane (Fed.erov et.al. 1998). Umumnya laju produksi H2 oleh sel yang terimmobilisasi atau terikat pada suatu matriks umumnya tinggi dibandingkan dengan sel hidup bebas. Biakan sinambung Rhodopseudomonas capsulata, dan Rhodobacter spheroides menghasilkan H2 pada laju 40-50 ml H2/l biakan/jam (Arik et.al.,1996), 80-100 ml H2/l biakan/jam (Ghiradi, et al., 2000).Biakan sinambung Rhodospirilum rubrum menghasilkan H2 pada laju 180 ml H2/l biakan/jam (Zurrer et.al.,1982). Biakan Rb.spheroides teriimmobilisasi pada gelas berpori menghasilkan H2 laju 1,3 l H2/l biakan terimmobilisasi/ jam) (Ghiradi, et al., 2000).Laju produksi H2 Rb.spheroides GL 1 terimmobilisasi pada gelas yang diaktivasi ialah 3.6 – 4.0 ml H2/ml/jam(Ghiradi, et al., 2000).Jika sistem biakan Rb.spheroides gelas berpori diperbesar skalanya sesuai dengan laju sintesis H2, akan diperoleh laju 3,6 – 4,0 l H2/biakan /jam atau setara dengan 0,145 mmol H2/(l x jam) sampai 161 mmol H2/(l x jam). d.
Sintesis H2 Reaksi Pergeseran Air-Gas Rhodospirilillaceae (bakteri heterotrof tumbuh tanpa cahaya dengan CO sumber karbon satu-satunya, membentuk ATP, diikuti lepasnya H2 dan CO2 (Champine dan Uffen, 1987). Oksidasi CO menjadi CO2 dan lepasnya H2 terjadi melalui suatu reaksi pergeseran air-gas : CO(g) + H2O(l)
CO2 (g) + H2 (g) ΔGo = - 20 kj/mol
Reaksi diperantarai oleh protein yang terkoordinir lintasan enzimatik, dan reaksi berlangsung pada tekanan dan suhu rendah. Dari segi thermodinamika, reaksi ini cocok untuk oksidasi CO dan sintesis H2 karena kesetimbangan sangat tergantung terhadap reaksi sebelah kanan CO2 dan H2 dihasilkan selama produksi CO (Uffen, 1983). Penggunaan CO 1,34 gr CO/ H2/g bobot sel kering atau 48 mmol CO/ H2/g nilai OD 660 sebesar 2.0 atau setara dengan 2.0 gram R.gelatinius CBS. Dengan demikian laju produksi H2 ialah sekitar 96 mmol H2/2.0 g bobot kering sel atau 96 mmol H2(l x jam). e.
Fermentasi Gelap H2 dihasilkan bakteri anaerob bila dibiakkan dalam kondisi gelap dengan substrat kaya karbohidrat. Reaksi fermentasi berlangsung pada suhu mesofil (25-40 oC), termofil (40 – 65oC),
76
termofil ekstrem (65 – 80oC) dan hypertermofil (>80oC). Pada sistim fotolisis langsung dan taklangsung menghasilkan H2 yang murni, sedangkan proses fermentasi ini dihasilkan suatu campuran biogas dengan kandungan utama H2 dan karbon dioksida (CO2). Boleh jadi terdapat sejumlah kecil metana (CH4, CO dan H2S. Spesies Entrobacter, Baccillus, dan Clostridium merupakan bakteri yang diketahui mampu menghasilkan H2 melalui fermentasi. Substrat yang paling banyak digunakan ialah glukosa, isomer heksosa, gliserol, pati atau selulosa, menghasilkan H2 dengan jumlah beragam, tergantung kepada fermentasi dan produk akhirnya. Bila asam asetat sebagai produk akhir, diperoleh 4 mol H2/mol glukosa : C6H12O6+2H2O
2CH3COOH + 4H2 +2CO2
Bila butirat sebagai produk akhir, diperoleh 2 mol H2/mol glukosa : C6H12O6 + 2H2O
CH2CH2CH2COOH + 2H2 + 2CO2
Sejumlah biakan murni dari spesies Clostridium mampu mendegradasi pati tanpa perlakuan awal, sementara biakan murni Enterobacter mampu mendegradasi pati terlarut (Rachman, 1995). H2 dihasilkan Clostridium dengan laju yang tinggi bila silosa yang digunakan sebagai substrat, misalnya pada galur murni Clostridium (spesies No.2) dibiakan secara sinambung pada pH 6.0 (Rachman., 1995). Studi terhadap berbagai substrat alami menunjukkan bahwa laju pembentukan H2 sangat beragam terhadap substrat tertentu (Ghiradi, et al., 2000).Dengan menggunakan silosa 3% sebagai substrat, biakan murni Clostridium sp. No.2 mampu menghasilkan H2 dengan laju tertinggi 21.03 mmol H2/(l x jam) dan dengan laju konversi 2.36 mol H2/mol silosa (Ghiradi, et al., 2000). Fermentasi terhadap limbah organik biasanya dilangsungkan tanpa sterilisasi, dengan biakan campuran yang diperkaya. Laju produksi H2 menggunakan biakan campuran yang didominasi Clostridium dan larutan pati terlarut sebagai substrat ialah sebesar 1600 l H2/m3/hari (66.7 ml H2/ l biakan) dan laju konversi 2.4 mol H2 per mol heksosa (Lay et al., 2000). Populasi bakteri campuran, didominasi Clostridium, dibiakkan dalam bioreaktor teraduk 200 rpm dengan semburan gas Argon untuk mengusir fase gas H2 pada suhu thermofil (60 oC) dan dengan menggunakan limbah pabrik gula sebagai substrat, maka dihasilkan gas H2 dengan laju 198 mmol H2/ l biakan dan dengan laju konversi sebesar 2.52 mol H2/mol glukosa (Rachman, 1995). © Kimia ITS – HKI Jatim
Akta Kimindo Vol. 1 No. 2 April 2006: 73-78
Perbandingan beberapa strain superior produksi H2. Terlihat pada Tabel 2, perbandingan kemampuan beberapa strain produksi H2, Enterobacter aerogenes dengan inkubasi 38 oC yang berarti butuh energi lebih kecil dibandingkan strain berinkubasi lebih tinggi. Sedangkan dibanding dengan Clostridium Spp. yang laju produksi dan yield serta suhu inkubasii sama tetapi penanganannya lebih sulit (strict anaerob), maka E. aerogenes lebih menjanjikan untuk kedepan sebagai strain produksi H2 bila industrinya berdiri. Biologi sistem produksi listrik Microbial fuel cells (MFCs) telah disarankan sebagai alternatif kelanjutan produksi bio-H2 seperti ( Logan, 2004), bahkan diketemukan bahwa dengan kultur campuran dihasilkan energi listerik enam kali lebih tinggi dibanding dengan kultur murni (Ppark 2002), KESIMPULAN Dari analisis yang diuraikan di atas, secara keseluruhan dapat kami simpulkan sebagai berikut : 1. H2 culup potensial sebagai substitusi alternatif bahan bakar minyak bumi, peranannya yang ramah lingkungan dan proses produksi bisa dengan proses kimia dan biologi 2. Dibanding beberapa proses, maka biohidrogen mempunyai nilai tambah antara lain : • Penggunaaan limbah industri dan limbah pertanian ( Zero waste ) • Penanganan proses lebih sederhana dan biaya produksi lebih murah • Kekayaan mikroba Indonesia • Perkembangan Microbial Fuel Cell ( MFC ) seperti : USA, Jerman, Jepang dll DAFTAR PUSTAKA Adams MWW,Stiefel EI (1998), Biological H2 : not so elementary, Science, 282 :1842-1843. Arik T, Gunduz U, Yucel M, Turker L, Sediroglu V, Eroglu I. Photoproduction of H2 by Rhodobacter sphaeroides OU001, In: Viroglu TN, Winter CJ, Baselt JP, Kreysa G,editors, Proceedings of the 11th World H2 Energy Conference, Stuttgart, Germany. Frankfurt: Scon & Wetzel GmbH, 1996.p. 2417-26 Bolton JR, Solar photoproduction of H2, Sol Energy 1996;57:37-50.Bockris, J.O.’M. 2002, The origin of ideas on a H2 economy and its solution to the decay of the enfironmant, Int J H2 Energy 27:731-740
© Kimia ITS – HKI Jatim
Boyles D (1984), Bioenergy TechnologiyThermodunamics and cost, Wiley, New York. ChangJ-S,Lee K-S, Lin P-J. 2002, Biohydogen production with fixed-bed bioreaktor, Int J Hydrogen Energy 27 : 167-174. Das D, Veziroglu TN. 2001. Hydrogen production by biological procesess a survey of literatur. Int J Hydrogen Energy 26 : 13 – 28 Dunn S. Hydrogen futures: toward a sustainable energy sistem.Int J Hydrogen Energy 2002;27:235-64 Elam,C.C,Gregoire–Pedro, .E,Sandrock G,Luzzi A, Linblad P,Hagen,E-F. 2003. Realizing the H2 future:the International Energy Agency’s efforts to advance H2 energy technologies. Int J Hydrogen Energy 28 : 601– 607 Elisabeth, J dan T. Haryati. 2001. Biodiesel Sawit. http: //www.kompas.com/ kompas %2Dcetak/0110/02/iptek/biod32.htm Fabiano B, Perego P. 2002. Thermodinamik study and optimasion hydrogen prroduction by Enterobacter aerogens. Int J Hydrogen Energy 27 : 149 – 156. Fascetti E, Todini O. 1995. Rhodobacter sphaeroides RV cultivation and H2 production in a one-and two-stage chemostat. Appl Microbiol Biotechnol 22:300-305 Fedorov AS, Tsygankov AA, Rao KK, Hall DO. H2 phooproduction by Rhodobacter sphaeroides immobilised on polyurethane foam. Biotechnol Lett Ghirardi ML, Zhang L, Lee JW, Flynn T, Seibert M,Greenbaum E, Melis A. Microalgae: a green source of renewable Hydrogen. Trends Biotechnol 2000;18:506-11 Hallenbeck PC, Benemann JR. 2002. Biological production : Fundamentals and limiting proceses. Int J Hydrogen Energy 27 : 1185 – 1193. Hawkes FR, Dindale R, Hawkes DL, Hussy I. 2002. Suistainable fermentative bio-H2 : challenges for process optimization. . Int J Hydrogen Energy 27 : 1339 – 1337. Logan, B.E. (2004) Extracting hydrogen and electricity from renewable resources: a roadmap for establishing sustainable processes. Environ. Sci. Technol. 38, 160A–167A Park, D.H. and Zeikus, J.G. (2002) Impact of electrode composition on electricity generation in a single-compartment fuel cell using Shewanella putrefaciens. Appl. Microbiol. Biotechnol. 59, 58–61 Rachman, M A. 1995. Peningkatan Produksi Gas Hidrogen Pada Fermentasi Glukosa Oleh Enterobacter Aerogenes. Bioteknologi Biomasa BPPT. Jakarta
77
LAMPIRAN Tabel 2. Perbandingan kemampuan beberapa strain produksi H2 Yield Produksi H2
Jenis Mikroba
Temperatur Inkubasi (oC)
Substrat
Laju Produksi H2 Mmol/l.jam
Termotoga Elfii
65
Glukosa
3,3
Mol/mol substrat 3
Caldi Sacharolyticus
70
Glukosa, sukrosa
8-25
2,7-3,3
70
Pati
27
3,7
37
Glukosa, silosa
7-31
1,4-2,0
37
Glukosa
21-31
0,6-1,0
37
Glukosasukrosa
26-30
1,7-2,0
C. Sacharolyticus Clostridium Spp Enterobakter aerogenes Lumpur aktif
Tabel 3. Laju alir H2 yang dibutuhkan untuk PEM Laju alir H2 yang dibutuhkan UKURAN PEM 1,0
g/jam 49
Mol/jam 24
2,0
73
36
2,5
121
60
5,0
243
120