“BIO-NANO SURF” APLIKASI DETERJEN BERBASIS NANOTEKNOLOGI DARI EKSTRAK GETAH BIDURI (Calotropis gigantea) SEBAGAI ALTERNATIF DETERJEN RAMAH LINGKUNGAN “BIO-NANO SURF” APPLICATION OF DETERGENT BASED ON NANOTECHNOLOGY FROM BIDURI SAP EXTRACT (Calotropis gigantea) AS ALTERNATIVE AN ENVIRONMENTALLY FRIENDLY DETERGENT Devy Setyana1, Nur Hidayat2, Arie Febrianto Mulyadi3 1Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian FTP UB 2,3 Staf Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian FTP UB *Email:
[email protected] ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan formulasi “Bio-Nano Surf” (kombinasi getah biduri dan HCl) yang paling efisien dalam menetralkan kalsium oksalat, mengetahui pengaruh nanateknologi terhadap efektifitas daya deterjensi pada “Bio-Nano Surf” dan mengetahui tingkat cemaran “Bio-Nano Surf“. Pembuatan formulasi deterjen ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor yaitu konsentrasi HCl (1%, 0.8%, 0,6%) dan konsentrasi getah biduri (10%, 20%, 30%). Tahap pengujian kombinasi terbaik didasarkan pada parameter penurunan kalsium oksalat, kadar enzim protease dan saponin tertinggi serta daya efektifitas dalam membersihkan noda. Dari pengujian tersebut didapatkan tiga perlakuan terbaik yaitu getah biduri 10%+HCl 1%, getah biduri 20%+HCl 1% dan getah biduri 30%+HCl 1%. Tiga sampel terbaik diuji deterjensi sehingga didapatkan satu perlakuan terbaik yaitu getah biduri 30%+HCl 1%. Sampel tersebut dinanofikasi dan didapatkan ukuran partikel sebesar 800 nanometer. Sampel sesudah nanofikasi mempunyai daya deterjensi lebih tinggi dibandingkan sebelum nanofikasi. Selain itu sampel setelah nanofikasi (“Bio-Nano Surf”) belum memiliki tingkat deterjensi yang lebih tinggi dari deterjen komersial merk X. Hasil pengujian tingkat cemaran “Bio-Nano Surf” memiliki tingkat cemaran yang lebih rendah dibandingkan dengan deterjen komersial yaitu dengan nilai COD 160 mg/l, BOD 65 mg/l, TSS 45 mg/l dan dengan pH 6,5. Kata Kunci : Cemaran , Deterjen, Getah Biduri, HCl, Nanoteknologi
ABSTRACT The purpose of this study is to obtain formulations "Bio-Nano Surf" (combination of biduri sap and HCl) were the most efficient in neutralizing calcium oxalate, determine the effect of the effectiveness nanateknologi detergency on "Bio-Nano Surf" and determine the level of contamination "Bio Nano Surf ". Making this detergent formulations using completely randomized design (CRD) with two factors, namely the concentration of HCl (1%, 0.8%, 0.6%) and biduri sap concentration (10%, 20%, 30%). The testing phase is based on the best combination of parameters decrease in calcium oxalate, protease enzyme levels and the highest saponin and power effectiveness in cleaning the stain. From these tests obtained three best treatment that biduri sap 10% + 1% HCl, biduri sap 20% + 1% HCl and 30% biduri sap + HCl 1%. Three samples were tested detergency best to obtain the best treatment that is biduri sap 30% + 1% HCl. The samples obtained dinanofikasi and particle size of 800 nanometers. Samples after nanofication have detergency higher than before nanofication. In addition, the sample after nanofication ("Bio-Nano Surf") yet has a higher detergency level of commercial detergent brand X. The test results contaminant level "Bio-Nano Surf" have lower levels of contaminants than commercial detergent that is the value of COD 160 mg/l, BOD 65 mg/l, TSS 45 mg/l and a pH of 6.5. Keywords: Biduri Sap, Contamination, Detergent, HCl, Nanotechnology
PENDAHULUAN Deterjen merupakan salah satu produk pembersih yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Menurut data Indonesian Commercial Newsletter, total konsumsi deterjen untuk wilayah Indonesia pada tahun 2010 mencapai 449.100 ton dan diperkirakan akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk di Indonesia setiap tahun (Hie, 2010). Namun kandungan berbagai bahan bahan aktif berbahaya seperti surfaktan Alkil Benzena Sulfonat (ABS) dan Linear Alkil Sulfonat (LAS) pada deterjen menimbulkan dampak negatif bagi makhluk hidup dan lingkungan karena sulit diuraikan oleh mikroorganisme sehingga dapat mencemari lingkungan khususnya air sungai (Radiansyah, 2011). Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan suatu inovasi deterjen yang berbahan baku aman serta tidak berbahaya bagi lingkungan. Salah satu alternatif bahan tersebut adalah tanaman biduri. Tanaman biduri merupakan tanaman lokal Indonesia yang ketersediaannya cukup melimpah karena mudah tumbuh dan tidak bersifat musiman serta pemanfaatannya yang masih minim bahkan dianggap sebagai hama bagi sebagian besar masyarakat. Padahal biduri mempunyai kandungan saponin dan enzim protease yang berpotensi sebagai bahan baku deterjen alami. Saponin adalah jenis glikosida yang dapat membentuk buih dalam air serta dapat mengangkat kotoran dan dapat menurunkan tegangan air, sedangkan enzim protease adalah enzim yang dapat merombak protein, dimana keberadaan enzim protease dapat membantu kinerja dari saponin dalam membersihkan noda karena kemampuannya dalam memecah molekul protein yang merupakan salah satu komponen utama kotoran pada baju. Kandungan kedua zat ini cukup melimpah pada getah biduri dimana kandungan saponin sebesar 12 % (Witono, 2009) dan enzim protease sebesar 75 - 80% (Witono, dkk., 2006). Selain itu, getah biduri juga mengandung kalsium oksalat (Nakata, 2003) yang dapat menimbulkan rasa gatal dan iritasi pada kulit, sehingga dibutuhan
proses tirtrasi untuk menetralkan kalsium oksalat menggunakan larutan HCl dengan konsentrasi aman, yakni 0.2 – 1 % (Stenis, 1992). Kombinasi saponin dan enzim protease yang terdapat dalam getah tanaman biduri dengan penambahan proses netralisasi kalisum oksalat diduga mampu menjadi alternatif deterjen alami yang ramah lingkungan, untuk itu dibutuhkan sebuah sentuhan teknologi untuk lebih meningkatkan kualitas dari deterjen getah biduri, salah satunya dengan nanoteknologi. Nanoteknologi merupakan suatu teknologi rekayasa material molekul yang berskala nanometer. Penerapan nanoteknologi pada detergen getah biduri akan mengubah partikel detergen menjadi ukuran nano sehingga mampu meningkatkan daya pembersih dari detergen. Pengembangan getah biduri dengan kombinasi HCl berbasis nanoteknologi sebagai detergen “Bio-Nano Surf” diharapkan mampu menjadi solusi detergen yang aman dan ramah lingkungan. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian utama dilaksanakan di Laboratorium Biokimia, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Pengujian kadar kalsium oksalat dan aktivitas enzim protease dilakukan di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya. Pengujian saponin di Laboratorium Teknologi Air Jurusan Teknik Kimia Institut Sepuluh November (ITS). Pengujian tingkat cemaran dilakukan di Laboratorium Pengolahan Air, Jasa Tirta Malang. Proses nanofikasi di Laboratorium Fisiologi Hewan Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya, dan pengujian ukuran pertikel sampel di Laboratorium Sentral Ilmu Hayati Universitas Brawijaya. Penelitian dilaksanakan selama bulan Maret – September 2014.
Bahan dan Alat
Mulai
Bahan utama yang digunakan adalah getah biduri (Colatropis gigantea) yang diperoleh dari kebun perumahan Villa Puncak Tidar Kota Malang, HCl, metyl orange, aquades, deterjen komersial, kain, KMnO4 dan noda coklat. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah pisau, tabung reaksi, pipet, erlenmeyer, timbangan analitik, buret. Nanofikasi menggunakan freeze dying, colorimeter, dan Scanning Electrom Microscopy (SEM). Rancangan Penelitian Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang tersusun secara faktorial dengan 2 faktor yaitu konsentrasi HCl dan konsentrasi getah biduri. Faktor I (konsentrasi HCl) terdiri dari 3 level dan faktor II (konsentrasi getah biduri) terdiri dari 3 level, sehingga diperoleh 9 kombinasi perlakuan masing-masing diulang sebanyak 3 kali, faktor tersebut adalah: Faktor I : konsentrasi getah biduri B1 : 10 % B2 : 20 % B3 : 30 % Faktor II: konsentrasi HCl H1 : 1% H2 : 0.8% H3 : 0,6% Dari kedua faktor tersebut diperoleh kombinasi perlakuan pada Tabel 1. Tabel 1. Kombinasi Rancang Acak Lengkap B/H Getah Biduri B1 B2 B3 Pelaksanaan
Konsentrasi HCl H1 H2 H3 B1H1 B1H2 B1H3 B2H1 B2H2 B2H3 B3H1 B3H2 B3H3
Berikut alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Getah biduri
Aquades
Diencerkan
Getah Biduri 10%, 20%, 30%
HCl 0,6%, 0,8%, 1,0%
Dititrasi
9 sampel deterjen
Pengujian - Kadar Kalsium Oksalat - Aktifitas Enzim Protease - Kadar Saponin
3 sampel deterjen terbaik dari masing-masing konsentrasi getah biduri
Diuji deterjensi
1 sampel deterjen terbaik
Dinanofikasi
- Pengujian ukuran partikel dengan SEM - Pengujian daya deterjensi - Pengujian tingkat cemaran
“Bio-Nano Surf”
Selesai
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian Parameter Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kandungan kalsium oksalat, aktivitas enzim protease dan kandungan saponin pada proses pretreatment yaitu titrasi HCl dengan getah biduri, sehingga pengujian yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengujian kadar kalsium oksalat (Sudarmadji, dkk., 1997), pengujian aktivitas enzim protease (Walter, 1984) dan pengujian kadar saponin (Sudarmadji, dkk., 1997) pada bahan getah biduri sebelum dan sesudah dilakukan proses titrasi HCl. Tiga perlakuan terbaik adalah perlakuan dengan kandungan kadar kalsium oksalat terendah, aktivitas enzim protease tertinggi dan kandungan saponin tertinggi pada masing – masing konsentrasi getah biduri. Dimana hasil perlakuan tersebut akan diuji lanjut dengan pengujian daya deterjensi untuk menentukan 1 perlakuan terbaik. Perlakuan terbaik selanjutnya akan dinanofikasi dan diuji struktur pemukaannya menggunakan uji Scanning Electron Microscopy (SEM) untuk mengetahui ukuran partikel. Hasil proses nanofikasi dan SEM akan diuji lanjut dengan pengujian daya deterjensi dan
tingkat cemarannya potensinya sebagai ramah lingkungan.
untuk mengetahui alternatif deterjen
Analisa Data Data yang diperoleh dari pengujian kadar kalsium oksalat, aktivitas enzim protease dan saponin dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dua arah (Two way Analysis of Variance = Two way ANOVA) dengan metode RAL. Analisis dilakukan di awal maupun diakhir proses, yaitu analisis perubahan kandungan getah biduri sebelum dan sesudah proses pretreatment menggunakan titrasi HCl. Apabila terdapat beda nyata pada analisis ragam (ANOVA), maka dilakukan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf nyata 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Kalsium Oksalat Hasil pengujian kadar kalsium oksalat dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Pengujian Kadar Kalsium Oksalat Jenis Sampel Perlakuan
Kadar Kalsium Oksalat (%) 0,015 0,055 0,077 0,03 0,042 0,048 0,087 0,112 0,135
Notasi
B1H1 (Biduri 10%+HCl 1%) A B1H2 (Biduri 10%+HCl 0,8%) E B1H3 (Biduri 10%+HCl 0,6%) F B2H1 (Biduri 20%+HCl 1%) B B2H2 (Biduri 20%+HCl 0,8%) C B2H3 (Biduri 20%+HCl 0,6%) D B3H1 (Biduri 30%+HCl 1%) G B3H2 (Biduri 30%+HCl 0,8%) H B3H3 (Biduri 30%+HCl 0,6%) I Keterangan: - Nilai yang didampingi huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata (α = 0,05) - Hasil dalam tabel merupakan rata – rata 3 kali pengulangan - Kontrol biduri murni 10% sebesar 0,087%, biduri murni 20% sebesar 0,558% dan biduri murni 30% sebesar 3,532%
Pada Tabel 2. memperlihatkan bahwa kalsium oksalat pada bahan perlakuan mengalami penurunan setelah dilakukan titrasi dengan HCl baik pada kosentrasi 1% (H1), 0,6% (H2) maupun 0,6% (H3). Namun penambahan HCl 1% pada setiap konsentrasi getah biduri menunjukkan hasil kadar kalsium oksalat yang paling
rendah yaitu pada B1H1, B2H1 dan B3H1. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi HCl maka semakin sedikit kadar kalsium oksalat. Hal ini dikarenakan HCl akan terionisasi di dalam air menjadi ion H+ dan Cl-. Ion H+ akan berikatan dengan kalsium oksalat membentuk asam oksalat dan endapan kalsium klorida yang larut dalam reaksi air dengan reaksi berikut: CaC2O4 + 2HCl H2C2O4 + CaCl2 (Chotimah dan Fajarani, 2013). Aktivitas Enzim Protease Hasil pengujian aktivitas enzim protease dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Pengujian Aktivitas Enzim Protease Jenis Sampel Perlakuan
Aktivitas Enzim Protease (µgtirosin g-1menit-1) 65,92 64,06 59,25 70,17 68,17 63,42 80,83 75,50 71,08
Notasi
B1H1 (Biduri 10%+HCl 1%) D B1H2 (Biduri 10%+HCl 0,8%) C B1H3 (Biduri 10%+HCl 0,6%) A B2H1 (Biduri 20%+HCl 1%) F B2H2 (Biduri 20%+HCl 0,8%) E B2H3 (Biduri 20%+HCl 0,6%) B B3H1 (Biduri 30%+HCl 1%) I B3H2 (Biduri 30%+HCl 0,8%) H B3H3 (Biduri 30%+HCl 0,6%) G Keterangan: - Nilai yang didampingi huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata (α = 0,05) - Hasil dalam tabel merupakan rata – rata 3 kali pengulangan - Kontrol biduri murni 10% sebesar 58,33 µgtirosin g1menit-1, biduri murni 20% sebesar 61,42 µgtirosin g1menit-1dan biduri murni 30% sebesar 67,67 µgtirosin g-1menit-1
Tabel 3. memperlihatkan bahwa aktivitas enzim protease pada bahan perlakuan mengalami peningkatan setelah dilakukan penambahan HCl baik pada kosnsentrasi 1% (H1), 0,6% (H2) maupun 0,6% (H3). Namun aktivitas paling tinggi ditunjukkan pada penambahan HCl 1% pada setiap konsentrasi getah biduri yaitu pada B1H1, B2H1 dan B3H1. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi HCl maka semakin tinggi aktivitas enzim protease. Hal tersebut dikarenakan larutan HCl adalah buffer yang sesuai untuk optimasi aktivitas enzim protease (Balqis, 2007).
Kadar Saponin Hasil pengujian kadar dilihat pada Tabel 4.
saponin
dapat
Tabel 4. Hasil Pengujian Kadar Saponin Jenis Sampel Perlakuan
Kadar Saponin (mgKOH/ g) 11,78 11,24 11,09 12,03 11,47 11,32 12,42 12,15 11,36
Notasi
B1H1 (Biduri 10%+HCl 1%) E B1H2 (Biduri 10%+HCl 0,8%) B B1H3 (Biduri 10%+HCl 0,6%) A B2H1 (Biduri 20%+HCl 1%) G B2H2 (Biduri 20%+HCl 0,8%) F B2H3 (Biduri 20%+HCl 0,6%) C B3H1 (Biduri 30%+HCl 1%) H B3H2 (Biduri 30%+HCl 0,8%) G B3H3 (Biduri 30%+HCl 0,6%) C Keterangan: - Nilai yang didampingi huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata (α = 0,05) - Hasil dalam tabel merupakan rata – rata 3 kali pengulangan - Kontrol biduri murni 10% sebesar 11,69 mgKOH/g, biduri murni 20% sebesar 11,97 mgKOH/g dan biduri murni 30% sebesar 12,30 mgKOH/g
Tabel 4. memperlihatkan bahwa kadar saponin tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan HCl 1% pada masing – masing konsentrasi getah sebab memiliki saponin yang lebih tinggi. Dapat dilihat pula kadar saponin mengalami peningkatan setelah dilakukan penambahan HCl 1% namun mengalami penurunan pada HCl 0,8% dan 0,6%. Dengan demikian dari hasil perlakuan pada masing – masing kombinasi getah biduri maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan terbaik pada kombinasi getah biduri dengan HCl 1% yaitu pada B1H1, B2H1 dan B3H1. Dapat dilihat pula pada setiap perlakuan pemberian variasi HCl pada masing – masing konsentrasi getah biduri, hanya HCl 1% yang memberikan pengaruh kenaikan kadar saponin. Namun kenaikan dan penurunan saponin tidak berbeda jauh karena kandungan saponin masih berkisan antara rentan 11–12 mgKOH/g dimana hal tersebut sesuai dengan pernyataan Witono (2009) bahwa kandungan saponin pada biduri berkisar antara 11–12%. Berdasarkan hasil pada hasil pengujian didapatkan 3 kombinasi terbaik yang dipilih berdasarkan kadar kalsium oksalat terendah, aktivitas enzim protease tertinggi dan kadar saponin tertinggi. Dimana
didapatkan 3 hasil terbaik yaitu getah biduri 10% + HCl 1% (B1H1), getah biduri 20% + HCl 1% (B2H1), dan getah biduri 30% + HCl 1% (B3H1). Ketiga formulasi tersebut akan diuji deterjensi untuk mementukan 1 perlakuan terbaik. Hasil Uji Deterjensi Hasil pengujian deterjensi dapat dilihat pada Gambar 2 dan Tabel 5. A
B 1 1 2 2 3 3
Gambar 2. Kain Sebelum dan Sesudah Dicuci Keterangan: - A= Kain diberi noda coklat 0,5 gram sebelum dicuci - B= Kain setelah di cuci - 1= kain dicuci dengan getah biduri 10% + HCl 1% - 2= kain dicuci dengan getah biduri 20% + HCl 1% - 3= kain dicuci dengan getah biduri 30% + HCl 1%.
Tabel 5. Hasil Pengujian Tingkat Keputihan Kain dan Air Bekas Cucian pada Uji Deterjensi Sampel
Tingkat Keputihan Kain
HCl 1% + biduri 10% L = 40,4 HCl 1% + biduri 20% L = 41,8 HCl 1% + biduri 30% L = 43,7 Keterangan: L = Tingkat Keputihan
Tingkat Keputihan Air Bekas Cucian L = 63,2 L = 61,8 L = 60,6
Tabel 5. menunjukkan bahwa pada tingkat keputihan kain bekas cucian nilai L paling tinggi adalah pada getah biduri 30% dan HCl 1% (B3H1) yaitu nilai L sebesar 43,7 yang menandakan tingkat keputihan dari kain tersebut. Semakin tinggi nilai L maka semakin tinggi tingkat keputihannya. Pada hasil tingkat keputihan air bekas cucian dapat dilihat nilai L terendah adalah pada sampel getah biduri 30% dan HCl 1% yaitu nilai L sebesar 60,6 yang menandakan air bekas cucian sampel tersebut lebih keruh. Berdasarkan hasil tersebut dapat
diketahui bahwa perlakuan B3H1 merupakan perlakuan terbaik sebab mampu menghilangkan noda lebih tinggi. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa perlakuan B3H1 merupakan perlakuan terbaik sebab mampu menghilangkan noda lebih tinggi. Hal tersebut dapat terjadi karena pada biduri 30% memiliki aktivitas enzim protease dan kadar saponin yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suhartono (1989) yaitu enzim protease dapat sebagai aditif dari deterjen yang berfungsi untuk meningkatkan efektivitas daya pembersih deterjen. Menurut Flider (2001) saponin memiliki kegunaan seperti surfaktan, yakni dapat mengangkat kotoran dan dapat menurunkan tegangan air. Hasil Nanofikasi Proses nanofikasi, perlakuan terbaik yaitu getah biduri 30% + HCl 1% (B3H1) dijadikan sampel untuk didapatkan produk dalam bentuk serbuk dengan partikel berukuran nanometer. Produk hasil proses nanofikasi menggunakan freeze drying dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Hasil Nanofikasi Menggunkan Freeze Drying Hasil produk setelah nanofikasi berbentuk bubuk dan diidapatkan randemen produk yaitu sebanyak 70% yang didapatkan dari perhitungan berikut: Randemen = = = Setelah mengalami proses nanofikasi, sampel dalam keadaan kering di uji menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) untuk mengetahui berapa ukuran partikel pada sampel. Adapun hasil uji SEM dapat dilihat pada Gambar 4.
I
I 4000x
I
I 6000x
700 µm
SEBELUM NANOFIKASI (700 µm)
SETELAH NANOFIKASI (800nm)
Gambar 4. Hasil SEM Getahnm) Biduri
Berdasarkan hasil SEM yang telah dilakukan, didapatkan ukuran partikel setelah proses nanofikasi mencapai 800 nanometer dimana sebelum nanofikasi ukurannya 700 mikrometer. Dari hasil uji ini dapat dikatakan bahwa nanofikasi menggunakan freeze drying yaitu pengecilan partikel melalui pendekatan suhu minus yang mengubah bahan menjadi kristal – kristal es yang sangat kecil mampu mengubah partikel berskala nanometer. Hal ini sesuai dengan Abdelwahed et al (2006) bahwa nanopartikel dapat dihasilkan dari proses freeze drying karena freeze drying akan mengubah bongkahan es yang besar menjadi kristal – kristal es yang kecil melalui sublimasi sehingga kadar air berkurang dan terbentuk inti – inti kristal partikel yang kecil. Namun pada hasil pengujian ini tidak semua sampel berubah menjadi ukuran nanometer sebab ada molekul – molekul yang masih berukuran mikro. Oleh karena itu diperlukan proses nanofikasi lebih lanjut untuk mengubah semua partikel getah menjadi nanometer. Hasil Pengujian Daya Deterjensi Setelah Nanofikasi Setelah didapatkan getah biduri dalam bentuk bubuk (“Bio-Nano Surf”) dilakukan uji deterjensi untuk mengetahui kemampuannya dalam menghilangkan noda. Pengujian ini akan dibandingkan antara sampel sebelum dan sesudah nanofikasi. Berikut hasil uji deterjensi sebelum dan sesudah nanofikasi dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Pengujian Daya Deterjensi Sebelum dan Sesudah Nanofikasi Jenis Pembersih
“Bio-Nano Surf”
Tingkat Keputihan Kain Setelah Dicuci L = 49,8
Deterjen Komersial L = 59,1 Merek X Keterangan: L = Tingkat Keputihan
Tingkat Keputihan Air Bekas Cucian L = 25,3 L = 20,8
Tabel 6. dapat diketahui bahwa getah biduri yang mengalami proses nanofikasi mempunyai daya deterjensi lebih tinggi daripada sebelum dinanofikasi. Hal ini ditunjukkan pada hasil pengujian bahwa derajat keputihan kain setelah nanofikasi pada deterjen getah biduri lebih tinggi dibandingkan sebelum nanofikasi. Selain itu getah biduri sesudah dinanofikasi memiliki tingkat keputihan air bekas cucian yang lebih rendah yang menandakan bahwa air bekas cucian lebih keruh. Dengan demikian dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa nanofikasi memberikan efek pada daya deterjensi yaitu dapat meningkatkan daya deterjensi. Hal ini sesuai dengan Dormund (2005) bahwa nanofikasi dapat mengubah sifat dasar pada suatu molekul dengan memperbesar luas permukaan sehingga berpengaruh pada meningkatnya kemampuan dari molekul tersebut sehingga berguna untuk aplikasi baru. Dalam hal ini semakin besar luas permukaan maka akan semakin mudah partikel masuk ke dalam serat kain paling kecil sehingga mampu meningkatkan daya deterjensinya. Selanjutnya pada uji ini kemampuan deterjensi getah biduri setelah proses nanofikasi (“Bio-Nano Surf”) akan dibandingkan dengan deterjen komersial merek X. Pengujian pada masing – masing sampel menggunakan perlakuan yang sama yaitu, masing-masing deterjen yang digunakan sebesar 1 gram, noda coklat 0,5 gram dan air sebesar 400 ml dengan waktu perendaman 5 menit dan pengucekan 1 menit. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Pengujian Daya Deterjensi Jenis Pembersih
B3H1 Sebelum Nanofikasi B3H1 Sesudah Nanofikasi
Tingkat Keputihan Kain Setelah Dicuci L = 43,7
Tingkat Keputihan Air Bekas Cucian L = 60,6
L = 49,8
L = 25,3
“Bio-Nano Surf” Komersial Merk X
dengan
Deterjen
Keterangan: L = Tingkat Keputihan
Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 7. dapat dilihat bahwa nilai tingkat keputihan kain pada hasil cucian deterjen komersial merk X lebih tinggi daripada “Bio-Nano Surf” yaitu 59,1 pada deterjen komersial merk X dan 49,8 pada “Bio-Nano Surf”. Jika dilihat dari tingkat keputihan air bekas cucian, air perendaman deterjen komersial merk X lebih keruh daripada “Bio-Nano Surf” yang dapat dilihat pada Gambar 4.8. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai derajat keputihan pada deterjen komersial merk X lebih rendah yaitu 20,8 sedangkan “Bio-Nano Surf” 25,3. Dimana semakin tinggi nilai L maka semakin putih dan sebaliknya semakin kecil nilai L menunjukkan semakin rendah tingkat keputihannya. Maka dari hasil pengujian tersebut dapat dikatakan bahwa deterjen komersial merk X lebih banyak menyerap noda daripada “Bio-Nano Surf”. Hal ini dikarenakan surfaktan yang digunakan pada deterjen komersial cukup tinggi dibandingkan deterjen “Bio-Nano Surf”. Menurut Hidayati (2007), surfaktan yang banyak digunakan pada deterjen komersial pada umumnya adalah Alkyl Benzene Sulfonat (ABS) dan Linier Alkyl Sulfonat (LAS) yang berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Dimana menurut Widiastuti, dkk (2010) komponen surfaktan yang digunakan pada deterjen komersial berkisar antara 20 - 30%. Hasil Pengujian Tingkat Cemaran Pengujian tingkat cemaran dilakukan berdasarkan parameter pada baku mutu limbah deterjen yang dilakukan untuk mengetahui tingkat cemaran air limbah “Bio-Nano Surf” dibandingkan dengan
deterjen komersial merek X. Pemilihan deterjen merk X didasarkan karena produk deterjen merk X merupakan salah satu produk deterjen yang laris dipasaran. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai Chemical Oxygen Demand (COD), Biological Oxygen Demand (BOD), Total Suspended Solid (TSS) dan pH. Hasil pengujian tingkat cemaran dapat dilihat pada Gambar 5. 195
Nil ai Ce mar an (mg /l)
180 160
65
79 75
70
60
45
Jenis Cemaran
Gambar 5. Hasil Pengujian Tingkat Cemaran (COD, BOD, TSS) Selain pada Gambar 5. didapatkan pula hasil pengujian pH pada “Bio-Nano Surf” sebesar 6,5 dan pH deterjen merk X 9,8. Dimana diketahui deterjen merk X melebihi dari pH standar baku mutu limbah deterjen yang seharusnya antara 6 – 9. Selanjutnya berdasarkan Gambar 4.9 yaitu hasil analisa limbah cair masing – masing sampel, diketahui bahwa limbah deterjen komersial merek X melampaui baku mutu limbah deterjen berdasarkan Kepmen LH 51/MenLH/10/1995 BAPEDAL 1999. Pada “Bio-Nano Surf” dapat diketahui bahwa nilai baku mutu limbah “Bio-Nano Surf” lebih rendah dari batas maksimum ketetapan baku mutu limbah deterjen dibandingkan deterjen komersial merek X. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa “Bio-Nano Surf” memiliki tingkat cemaran yang lebih rendah dibandingkan dengan deterjen komersial sehingga “Bio-Nano Surf” mampu menjadi alternatif deterjen yang ramah lingkungan. Hal ini disebabkan karena deterjen komersial lebih banyak menyerap noda dibandingakan “Bio-Nano Surf. Selain itu “Bio-Nano Surf” juga memiliki surfaktan yang lebih sedikit
dibandingkan dengan deterjen komersial merek X yang banyak mengandung surfaktan kimia. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yazid, dkk (2012) bahwa banyaknya surfaktan akan mempengaruhi kualitas limbah yang dihasilkan. KESIMPULAN Dari penelitian dapat disimpulkan yaitu: 1. Formulasi deterjen terbaik yaitu dengan kombinasi getah biduri 30% dan HCl 1%. 2. Nanoteknologi dengan freeze drying mampu mengubah pertikel menjadi berukuran nanometer sehingga memberikan pengaruh yaitu dapat meningkatkan daya deterjensi “BioNano Surf”. 3. “Bio-Nano Surf” memiliki tingkat cemaran yang lebih rendah dibandingkan dengan deterjen komersial yaitu dengan nilai COD 160 mg/l, BOD 65 mg/l, TSS 45 mg/l dan dengan pH 6,5. DAFTAR PUSTAKA Abdelwahed, W., Degobert, G., Stainmesse, S., Fessi, H., 2006. Freeze-Drying of Nanoparticles: Formulation, Process and Storage Considerations. Journal Science Direct 58 (15): 1688 – 1713 Balqis, U. 2007. Purifikasi dan Karakterisasi Protease dari Ekskretori/Sekretori Stadium L3 Ascaridia galli dan Pengaruhnya Terhadap Pertahanan dan Gambaran Histopatologi Usus Halus Ayam Petelur. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor Chotimah, S., dan Fajarini, D. T. 2013. Reduksi Kalsium Oksalat dengan Perebusan Menggunakan Larutan NaCl dan Penepungan untuk Meningkatkan Kwalitan Sente (Alocasia macrorrhiza) sebagai Bahan Pangan. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri 2 (3): 76 – 83 Dormund, I. G., 2005. Synthetic Nanopartecles. Behalf of the Federal Environmental Agency. Paris.
Flider, F. J., 2001. Commercial Considerations and Markets For Naturally Derived Biodegradable Surfactants. Inform 12 (12): 1161–1164. Hidayati S. 2007. Kaman Proses Pembuatan Surfaktan Anionik Berbasis Ester Asam Lemak C16 dalam Minyak Kelapa Sawit. Skripsi. Universitas Negeri Lampung. Bandar Lampung Hie, B. 2010. Adsorpsi Surfaktan Kationik. Skripsi. Universitas Indonesia. Jakarta Nakata, P. A., 2003. Advances in Our Understanding of Calcium Oxalate Crystal Formation and Function in Plant. Journal Plant Science: 164 (54): 901 – 909 Radiansyah. 2011. Dampak Kandungan Deterjen dalam Tanah Terhadap Makhluk Hidup (Hewan dan Tumbuhan). Jurnal Riset Daerah 7 (3): 243 – 250 Stenis, T., 1992. Flora. Pradnya Paramita. Jakarta Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi., 1997. Prosedur Analisa Bahan Pangan dan Pertanian Edisi II. Liberty. Yogyakarta
Suhartono, M. T., 1989. Enzim dan Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Walter, H. E., 1984. Methods of Enzymatic Analysis. Bergmeyer HU (ed). Verlag Chemie Florida. Widiastuti F., Hakiki DN., Hidayat N. 2010. Pemanfaatan Surfaktan Metil Ester Sulfonat (Mes) Jarak Pagar Sebagai Deterjen dengan Daya Deterjensi Tinggi, Renewable, dan Biodegradable. PKMP: Institut Pertanian Bogor. Bogor Witono, Y., Am, A., Subagiyo, A., Widjanarko, S. B., 2006. Pemurnian Parsial Enzim Protease dari Getah Tanaman Biduri (Calotropis gigantae) Menggunakan Amonium Sulphat. Jurnal Teknologi Pertanian 7 (1): 20 – 26 Witono, Y. 2009. Spesifitasi dan Stabilitas Enzim Protease dari Tanaman Biduri (Calotropis gigantea). Prosiding Seminar Nasional Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana. Bali. pp. 245 – 251 Yazid, F. R., Syafrudin., Samudro, G., 2012. Pengaruh Variasi Konsentrasi dan Debit Pada Pengolahan Air Artificial (Campuran Grey Water dan Black Water) Menggunakan Reaktor UASB. Jurnal Presipitasi 9 (01): 1907 - 1870