Tinjauan Pustaka
BIAKAN PRIMER KERATINOSIT DARI KULIT MANUSIA DAN PENYUSUNAN KULIT EKUIVALEN Yohanes Widodo Wirohadidjojo Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Gadjah Mada/RSUP dr. Sardjito Yogyakarta
ABSTRAK Para dokter spesialis kulit dan bedah plastik sering dihadapkan pada ulkus luas yang membutuhkan transplantasi kulit dari kulit pasien. Seringkali sisa kulit yang tersedia tidak cukup luas untuk menutupi luka atau pengambilan donor akan menyisakan parut yang mengganggu fu ngsi d an estetika pasien . Dewa sa ini, tekn olo gi bia kan se l d an jaring an telah mampu mengembangkan sejumput kulit atau beberapa helai rambut menjadi kulit ekuivalen berukuran luas sehingga dapat digunakan sebagai transplan pengganti tandur kulit konvesional. Isolasi dan biakan keratinosit kulit manusia dapat dilakukan dengan teknologi biakan eksplan kulit atau rambut, atau melalui isolasi enzimatik. Biakan keratinosit dapat dilakukan menggunakan media rendah kalsium maupun berkadar kalsium tinggi. Selanjutnya, matriks dermal dapat disusun dari biakan fibroblas pasca mitosis dalam kolagen tipe I atau bahan lain sebagai komponen penyusun dermis kulit ekuivalen dermal. Biakan keratinosit di atas matriks dermal pada fase medium-udara akan menghasilkan kulit ekuivalen yang siap ditranplantasikan pada dasar ulkus. Teknologi penyusunan kulit ekuivalen telah berkembang pesat dan seyogyanya dikuasai para spesialis kulit dan kelamin, spesialis bedah plastik, dan spesialis lain yang menangani luka dan ulkus yang luas.(MDVI 2012; 39/3:141 - 148) Kata kunci: Isolasi enzimatik, eksplan, biakan keratinosit, matriks dermal, kulit ekuivalen, transplantasi.
ABSTRACT Dermatologists, as well as plastic surgeons are often facing extensive ulcers which require extensive skin grafting harvested from the patient’s skin. In fact, the remnant normal skin is often not enough or extensive harvesting skin may cause extensive scarring. Recently, tissue and cellular culture technology has been developed and a small size skin can be expanded into large equivalent skin in the laboratory. These technologies can be applied to replace conventional skin grafting to treat extensive ulcer. Human skin keratinocytes isolation and cultivation can be performed by skin-hair explants or enzymatic digestion technique. Human skin keratinocytes cultivation can be performed with high calcium media as well as low calcium ones. Dermal matrix can be reconstructive either from post mitotic human skin fibroblast cultivation in type I collagen, or other materials as component of human skin dermal equivalent. Seeding human keratinocyte onto air surface of dermal matrix may produce human skin equivalent and is ready to be transferred onto wound bed. In vitro experiment has been able to produce human skin equivalent and this technology should be possessed by dermatologists, plastic surgeons, and other specialties whom are responsible to handle extensive wound or ulcer. (MDVI 2012; 39/3:141 - 148) Key words: Enzimatic digestion, explants, keratinocytes cultivation, dermal matrix, skin equivalent, transplantation. Korespondensi : Jln Farmako, Sekip-Utara - Yogyakarta Telpon: 0274 - 560700 Email: widiokarsono@ yahoo.com
141
Yohanes Widodo Wirohadidjojo
Biakan primer keratinosit dari kulit manusia dan penyusunan kulit ekuivalen
PENDAHULUAN
Isolasi dan biakan keratinosit
Dalam dermatologi klinis modern, berbagai masalah klinis mulai diatasi dengan pendekatan selular, misalnya dalam pengobatan luka bakar dan ulkus luas, transplantasi kulit autolog mulai diganti dengan transplantasi kulit ekuivalen autolog.1-3 Berbeda dengan transplantasi kulit yang membutuhkan donor yang luas, transplantasi kulit ekuivalen dapat dilakukan dengan sejumput kulit berukuran kecil,1,2 atau bahkan dari lapisan luar akar rambut,3,4 yang kemudian dibiakan, disusun ulang menjadi organ atau jaringan kulit, dan ditransplantasikan. Kelebihan lain kulit ekuivalen dalam transplantasi kulit adalah kulit ini sangat tipis dan jika ditransplantasikan pada dasar ulkus yang miskin nutrisi, survival rate nya diharap lebih baik dibandingkan dengan split-thickness skin graft atau mesh graft yang merupakan cara baku konvensional untuk mengobati ulkus kronik yang luas.5 Kulit ekuivalen memiliki sifat biologis mirip kulit asli, yaitu jaringan hidup yang bereaksi terhadap trauma melalui kemampuan penyembuhan diri karena sel-selnya mampu berproliferasi, bermigrasi, dan melepaskan berbagai sitokin.6 Bahkan dengan penambahan growth factor (GF) tertentu, kulit ekuivalen dapat membentuk kelenjar keringat. 7 Berdasarkan sifat-sifat tersebut, kulit ekuivalen tidak saja digunakan untuk pengobatan luka bakar dan ulkus luas, tetapi juga mulai digunakan dalam riset dermatologi, apalagi adanya pembatasan penggunaan hewan percobaan dalam riset kosmetik. Dewasa ini para ahli mulai menggunakan kulit ekuivalen sebagai pengganti kulit binatang untuk menguji sifat iritasi8 dan sensitisasi9 kosmetik dan sabun kecantikan. Teknologi pembuatan kulit ekuivalen merupakan terapan teknik biakan fibroblas manusia, teknik pembuatan ekuivalen dermis atau matriks dermis, dan teknologi biakan keratinosit. Dalam makalah ini akan diuraikan prinsip-prinsip dasar melakukan biakan keratinosit, membuat ekuivalen dermis, atau matriks dermis dan teknologi pembuatan kulit ekuivalen.
Untuk membuat kulit ekuivalen (KE) dibutuhkan keratinosit yang mampu berproliferasi secara baik. Sepanjang membran basalis, di sekitar kelenjar sebasea, dan di lapisan luar akar rambut, sel epidermis tersusun oleh sel punca epidermal, transient amplifying cells, dan sel basal nonproliferatif.10,11 KE yang disusun dari transient amplifying cells tumbuh lebih cepat dibandingkan yang disusun oleh sel epidermis lainnya, tetapi KE yang disusun dari sel punca epidermal tumbuh lebih kontinyu dan mengekspresikan gen reporter lebih lama dibandingkan sumber lain.10 Ekspresi gen reporter merupakan petanda bahwa sel tersebut aktif mentranskripsi DNA. Untuk memisahkan sel punca epidermal dari sel epidermis lainnya ternyata sangat mudah. Sel epidermis yang melekat pada disc yang dilapisi kolagen tipe IV pada masa inkubasi selama 30 menit adalah sel-sel punca epidermal.11 Keratinosit dan sel epidermis lainnya membutuhkan waktu inkubasi lebih lama, sampai 48 jam, jika kulit donor yang tersedia tidak cukup luas, sel-sel tersebut dapat diambil dari lapisan luar akar rambut.3,12
Metode eksplan Cara paling mudah untuk mengisolasi dan membiakkan keratinosit adalah dengan biakan eksplant jaringan. Teknik ini biasanya digunakan oleh para peneliti oftalmologi unuk memperoleh keratinosit dari limbus kornea,13 meskipun dilakukan juga oleh sekelompok peneliti dermatologis menggunakan potongan kulit manusia14. Kulit atau akar rambut yang diperoleh dalam keadaan suci hama, dapat langsung dibiakkan pada piring petri yang terbuat dari polistiren. Kulit dipotong menjadi bagian kecil berukuran sekitar 4 mm2, berbentuk trapesium, dengan bagian epidermis lebih panjang daripada dermis. Selanjutnya, bagian dermis kulit dipotong sebanyak mungkin dan hanya disisakan bagian papila dermis.
F
K E Gambar 1. Pertumbuhan keratinosit (K) dari eksplan kulit (E) dan akar rambut. Pada eksplan kulit, tampak juga pertumbuhan fibroblas (F)
142
MDVI
Potongan tersebut diletakan di dasar petri, ditetesi satudua tetes medium DMEM lengkap (Dulbecco’s minimal essential medium + 10% fetal bovine serum + 2,5 ug/mL amfoterisin-B + 100 IU/mL penisilin +100 ug/mL streptomisin) dan diinkubasi selama 2 jam pada suhu 370C dan kadar CO2 5 %. Hal serupa dilakukan untuk lapisan luar akar rambut. Jika jaringan sudah menempel pada dasar petri, tambahkan medium dengan hati-hati, jangan sampai jaringan yang ditanam terapung naik. Banyak ahli yang menggunakan gelas penutup preparat sterilk untuk mencegah jaringan mengapung. Medium diganti setiap tiga hari. Pertumbuhan keratinosit mulai dapat dilihat pada minggu ke-2 dan pertumbuhan berdiameter 2 cm dari pusat eksplan pada minggu ke-4 (gambar 1). Selain keratinosit, kadang juga dijumpai pertumbuhan fibroblas. Keratinosit yang tumbuh adalah keratinosit yang berdiferensiasi karena DMEM berkadar kalsium cukup tinggi. Agar diperoleh biakan keratinosit yang tidak berdiferensiasi, secara bertahap medium dicampur dengan MCDB 153 atau Ham F-12, atau keratinocytes defined medium, keratinocyte growth medium, dan media lainnya yang rendah kalsium; mulai dari pengenceran 1:1, 1:2, 1:4, dan diakhiri dengan salah satu medium di atas yang mengandung kalsium rendah. Jika pertumbuhan keratinosit sudah mencapai 60 % dari luas petri, keratinosit siap dipanen.
Metode suspensi sel Pada prinsipnya, epidermis dipisahkan dari dermis, sel basal epidermis dibuat menjadi suspensi sel agar cepat membiak. Metode suspensi sel membutuhkan berbagai enzim untuk melepaskan epidermis dari dermis dan melepaskan sel basal dari epidermis.
Pemilihan enzim Enzim yang biasa digunakan untuk melepaskan epidermis dari dermis adalah adalah tripsin, dispase, dan pronase. Tripsin diperoleh dari pankreas semua mamalia, tetapi yang banyak digunakan adalah tripsin dari pankreas babi. Dispase diperoleh dari bakteri Bacillus polymixa, dan pronase dari jamur Sreptomyces gryseus. Ketiga enzim tersebut merupakan protease dengan karakteristik berbedabeda.
Tripsin Tripsin bekerja memutuskan ikatan karboksil antara asam amino lisin dan arginin, berkerja maksimum pada pH 7.5-8.5,15 dan suhu 370C.16 Kedua asam amino tersebut merupakan penyusun cadherin dan berbagai protein penting keratinosit. Enzim ini juga sering digunakan untuk melepaskan keratinosit dari piring biakan untuk membentuk
143
Vol. 39 No. 3 Tahun 2012; 141 - 148
suspensi sel bagi biakan selanjutnya. Inkubasi terlalu lama akan merusak komponen protein penting intraselular sehingga dapat merusak sel. Waktu inkubasi biasanya bergantung pada kadar tripsin yang digunakan dan target jaringan yang dicerna. Untuk melepaskan epidermis dari dermis biasanya digunakan tripsin 70 mg/ml selama 3 menit dalam suhu 370C, seperti yang digunakan untuk melepaskan epidermis pada terapi vitiligo,17 atau tripsin 2,5 mg/ml dalam 370C selama satu jam atau 40C selama 24 jam.18 Untuk menghentikan aktivitas tripsin dapat digunakan inhibitor berupa 1antitripsin yang terdapat dalam serum19 atau susu kedelai.20
Dispase Dispase bekerja memotong ikatan antara asam amino leusin dengan fenilalanin yang banyak dijumpai pada protein penyusun hemidesmosom. Berbeda dengan tripsin, enzim ini tidak berbahaya bagi sel dan dapat mencegah terbentuknya gumpalan sel.21 Berdasarkan sifatnya tersebut, enzim ini sering digunakan untuk melepaskan epidermis dari komponen dermis pada isolasi keratinosit.18 Untuk membuat suspensi keratinosit tunggal masih dibutuhkan pencernaan dengan tripsin. Heymer dkk. (2009) menggabungkan dispase dengan kolagenase dalam produk dagang liberase. Gabungan tersebut ternyata berhasil memperoleh suspensi keratinosit dengan satu langkah inkubasi enzimatik dan banyaknya keratinosit sehat yang diisolasi ternyata seimbang dibandingkan dengan metode pencernaan enzimatik dua tahap.22
Pronase Pronase merupakan protease nonspesifik, memutus setiap ikatan karboksil antara asam amino penyusun protein menjadi potongan asam amino tunggal. Enzim ini bekerja optimal pada pH 7-8 dan suhu 400-600C. Karena sifatnya yang nonspesifik, enzim ini sering digunakan untuk berbagai keperluan, misalnya isolasi plasmid DNA, 23 memecah jaringan untuk biakan sel24, dan bahkan untuk meningkatkan ekspresi laminin pada pulasan imunohistokimia sediaan tumor payudara.25
Teknik pemisahan epidermis dari dermis. Disinfeksi sampel kulit dilakukan dengan povidon iodin 10% selama 30 menit, povidon iodin dibuang, kulit dicuci dengan larutan garam fisiologis steril sampai larutan cucian tampak jernih. Selanjutnya lemak dan dermis bagian bawah dibuang, kulit dipotong-potong berukuran sekitar 1 cm2 (gambar 2) Tergantung pada jenis enzim yang digunakan, kulit manusia direndam dalam enzim tersebut, misalnya jikamenggunakan dispase, maka kulit direndam dengan 2.5
Yohanes Widodo Wirohadidjojo
Biakan primer keratinosit dari kulit manusia dan penyusunan kulit ekuivalen
A
B
C
Gambar 2. Kulit dipotong-potong (A), pelepasan epidermis setelah tripsinasi (B), dan pengerokan lapisan basal epidermis (C)
unit/ml dispase dan di inkubasi selama 30 menit dalam temperatur 370C.18 Dibawah inverted microscope, diamati pelepasan epidermis dari dermis. Epidermis kemudian dipisahkan dari dermis dengan menggunakan dua buah pinset (gambar 2).
Membuat suspensi keratinosit Untuk mendapatkan suspensi keratinosit, epidermis yang telah lepas di cerna dengan tripsin EDTA 0,2% dan 0,05% berturutan pada suhu 370C masing-masing selama 10 menit. Pada tahap akhir, epidermis dikerok di bagian basal (gambar 2), tripsin dinetralkan dengan 10% bovine serum, keratinosit dipisahkan dengan sentrifugasi 100 g selama 10 menit, dan endapan sel diresuspensi dengan medium sehingga diperoleh konsentrasi sel 3 x 106 per flask atau 5 x 104/cm2.
Suspensi keratinosit dari akar rambut Jika sumber keratinosit berasal dari lapis luar akar rambut, akar rambut langsung dapat di dicerna dengan 0,1% tripsin-0,02% EDTA selama 3 menit3,12 dan keratinosit dapat langsung diisolasi dengan sentrifugasi seperti disebutkan di atas. Sentrifugasi 100 g selama sepuluh menit dapat memisahkan keratinosit dan korneosit yang ikut terlepas selama proses enzimatik. Keratinosit akan mengendap, sedangkan korneosit masih terapung di dalam medium. Jika sentrifugasi terlalu lama, kedua bahan tersebut akan diendapkan bersama sehingga tidak terpisahkan. Berikut gambar yang diperoleh dari Laboratorium Riset Ilmu Kesehatan kulit dan Kelamin FK-UGM Yogyakarta.
Gambar 3. Digesti enzimatik lapis luar akar rambut (Tampak keratinosit dan korneosit yang lepas dari akar rambut dan batang rambut).
kolagen tipe IV untuk perlekatan keratinosit di dasar petri, menurunkan kadar kalsium dalam DMEM dan fetal bovine serum, sekaligus sebagai penyuplai epidermal growth
Biakan keratinosit Rheinwald dan Green (1975) berhasil membiakkan keratinosit manusia menggunakan fibroblas pasca mitotik, yaitu fibroblas tikus 3T3 atau fibroblas manusia yang diterapi dengan mitomisin C 10ug/mL selama 2 jam, sebagai feeder layer26 (gambar 4). Fibroblas berperan menyediakan
Gambar 4. Pertumbuhan keratinosit (K) pada feeder layer (F).
(Feeder selanjutnya dilepas dengan tripsinasi singkat )
144
MDVI
factor (EGF). Teknik tersebut dipandang bertele-tele sehingga para ahli mengembangkan media tanpa serum dan berkadar kalsium rendah.Fibroblas ini berperan dalam menyediakan kolagen tipe IV untuk perlekatan keratinosit di dasar petri, menurunkan kadar kalsium dalam DMEM dan fetal bovine serum, sekaligus sebagai penyuplai epidermal growth factor (EGF). Teknik tersebut dipandang berteletele, sehingga para ahli mengembangkan media tanpa serum dan berkadar kalsium rendah. Medium bebas serum yang pertama kali dikembangkan untuk pertumbuhan keratinosit adalah MCDB( Molecular Cellular Developmental Biology)-153. Medium ini diperkaya dengan dialyzed fetal bovine serum protein, elemen mikro, hormon dan GF. Berdasarkan formula MCDB-153, banyak dikembangkan media baru yang dikenal sebagai keratinocytes defined medium (KDM), dan keratinocyte growth medium (KGM). Medium kuno yang masih sering digunakan adalah Ham'sF12/DMEM: 1:3.18 Formanek dkk. (1996) menemukan bahwa hormon dan GF terbaik untuk pertumbuhan keratinosit adalah kombinasi epidermal growth factor (EGF ) 10 ng/mL, hidrokortison 5ug/mL, dan insulin 5ug/mL27. Di Bagian Kulit FK-UGM, yang digunakan adalah hidrokortison dari obat tetes mata dan untuk sumber insulin adalah Humulin ®. Kedua bahan tersebut mudah dicari di apotik. Untuk memperoleh EGF dapat diperoleh dari Invitrogen ® dalam bentuk rekombinan, atau jika menggunakan media jadi, biasanya telah disertakan sebagai suplemen media keratinosit. Untuk menghemat biaya, EGF dapat diisolasi dari kelenjar submandibular secara mudah karena protokol isolasi EGF dari kelenjar submandibular tikus dapat dijumpai di berbagai publikasi,28 atau diisolasi dari air susu manusia.29 Penelitian lain menunjukkan bahwa saliva orang dewasa dan anak baru lahir juga kaya dengan EGF30, meskipun untuk memperoleh kadar GF yang cukup (10 ng/mL) dibutuhkan peningkatan kadar melalui teknologi presipilasi protein. Medium biasanya diganti setiap tiga hari
Gambar 5. Pertumbuhan keratinosit dalam media bebas serum
145
Vol. 39 No. 3 Tahun 2012; 141 - 148
dan subkultur dilakukan bila pertumbuhan keratinosit telah mencapai konfluensi 60% (gambar 5) Subkultur dilakukan dengan memanen biakan keratinosit konfluen dengan tripsinasi 0,25% dalam suhu 370C selama 3 sampai 5 menit, selanjutnya tripsin dinetralkan dengan media mengandung bovine serum 10%. Pelet keratinosit harus dicuci bersih dengan larutan garam buffer fosfat supaya sisa serum terbuang. Bovine serum, banyak mengandung fibroblast growth factor (FGF) yang akan memacu pertumbuhan melanosit dan sel dendritik epidermal yang ikut terambil dalam proses enzimatik epidermis (gambar 6). Biakan keratinosit perlakuan ke-3 biasanya telah bebas dari kontaminan tersebut.
Gambar 6. Biakan keratinosit dengan kontaminasi sel dendritik
Menyusun jaringan ekuivalen epidermis Untuk membuat jaringan ekuivalen epidermis, keratinosit harus dapat dibiakkan dalam lapis jamak dan dapat menyusun diri mulai dari keratinosit yang tidak berdiferensiasi di lapisan paling bawah sampai lapisan yang berdiferensiasi sebagai penghasil keratin dan lemak permukaan yang berperan sebagai lapisan pelindung dan penghalang pada kulit.31 Agar sifat-sifat yang diinginkan tersebut dapat terwujud, keratinosit harus dibiakkan pada matriks khusus mirip membran basalis, yaitu membran tempat keratinosit melekat dan berfungsi sebagai sawar yang membatasi difusi cairan ekstrasel dari dermis ke lingkungan hidup keratinosit.31-33 Para peneliti berhasil mengembangkan matriks yang terbuat dari gel kolagen, campuran kolagen tipe I, III, dan IV yang diisolasi dari membran amnion plasenta manusia,34 kolagen-glikosaminoglikan dari chitosan yang diisolasi dari kulit udang atau kepiting, 35 dan membran polikaprolakton sintetik.36 Kelemahan utama bahan tersebut adalah keterbatasan produksi dalam skala besar dan belum dijual di pasar sehingga hanya dapat diperoleh dari kerjasama antar laboratorium..
Yohanes Widodo Wirohadidjojo
Biakan primer keratinosit dari kulit manusia dan penyusunan kulit ekuivalen
Ekuivalen dermis dan matrik dermis Sebelum penemuan di atas, cara lain yang lebih sederhana adalah menggunakan ekuivalen dermis yang dibuat dari kolagen tipe I yang diisi fibroblas autolog yang dipaksa masuk ke fase pasca mitotik dengan menginkubasi dalam medium yang mengandung mitomisin–C 10ug/mL selama 2 jam sebagai ekuivalen dermis (gambar 6). Setelah mitomisin dicuci bersih, fibroblas dipanen dan dibiakkan dengan mencampur dengan larutan kolagen tipe I yang diambil dan dimurnikan dari ekor tikus atau kolagen komersial. Campuran tersebut dibiakkan selama 48-72 jam agar ekuivalen dermis terbentuk. Selanjutnya keratinosit disebar di atas ekuivalen dermis (gambar 7) agar keratinosit terpajan udara sehingga keratinosit tumbuh seperti di habitat aslinya. Fibroblas pasca mitosis tersebut bersama dengan keratinosit akan melepaskan kolagen tipe IV, integrin, laminin, dan protein lain pada permukaan ekuivalen dermis untuk menyusun membran basalis.36 Selain itu dapat juga dibiakkan dalam gel fibroin sutra yang dibuat berikatan silang dalam asam format sebagai pengganti kolagen tipe 1 yang diisolasi dari ekor tikus.37 Kehawatiran adanya pengaruh fibroblas pasca mitotik terhadap penyembuhan luka mendorong para ahli mengembangkan dermis kadaver sebagai matriks dermis untuk pembuatan kulit ekuivalen. Dengan menginkubasi kulit kadaver pada larutan dispase (2,5 mg/ml) selama 12 jam, epidermis kadaver dapat diangkat dan dermis yang tersisa diinkubasi lagi dengan triton x-100 selama 12 jam diikuti dengan dispase selama 4 jam. Inkubasi tersebut akan menghilangkan seluruh komponen sel dari dermis kadaver.
Keratinosit pasien selanjutnya disebarkan di atas matriks nonselular dermis kadaver tadi, dibiakkan selama 24 jam, kemudian graft dermal-keratinosit ditransplantasikan pada pasien. Hasilnya, ulkus berukuran 1x 1 cm dapat disembuhkan dalam waktu 2 minggu pasca transplantasi.38 Peneliti lain mengembangkan dermis mati sebagai matriks. Kulit pasien diambil dengan alat biopsi plong, direndam dalam larutan garam fosfat buffer dengan suhu 370C selama 7-10 hari, diselingi dengan pendinginan sampai -200C, dan kembali dipanaskan ke 370C sekali setiap hari. Setelah 10 hari, sel epidermis dan dermis akan mati, epidermis mengelupas dan meninggalkan jaringan dermis mati. 39 Selanjutnya, suspensi keratinosit disebarkan di atas dermis mati untuk membentuk kulit ekuivalen.
Transplantasi kulit ekuivalen Transplantasi kulit ekuivalen tidak sulit dilakukan. Kulit ekuivalen yang diperoleh dari laboratorium sebaiknya dibawa dengan wadah steril, misalnya cawan petri steril, dibasahi dengan larutan garam fosfat buffer. Ulkus yang dapat menerima transplantasi adalah ulkus yang bersih dari jaringan nekrotik dan dasar terdapat granulasi sehat. Transplantasi dilakukan cukup dengan meletakkan kulit ekuivalen pada dasar ulkus, dibasahi larutan garam steril, ditutup kain kasa berantibiotik, dan terakhir ditutup plastik atau membran oklusif lainnya. Biasanya epitelisasi akan terjadi dalam 1-2 minggu pasca transplantasi.
PENUTUP Pembuatan kulit ekuivalen untuk pengobatan luka yang
Gambar 6. Ekuivalen dermis
146
MDVI
Vol. 39 No. 3 Tahun 2012; 141 - 148
A
B
Gambar 7. Pembuatan kulit ekuivalen 12 A : keratinosit disebarkan di atas jaringan ekuivalen dermis; B : transplantasi kulit ekuivalen pada dasar ulkus.
luas sudah dikembangkan oleh para ahli. Teknologi tersebut tidak sulit dan selayaknya para spesialis kulit dan spesialis bedah plastik menguasai teknologi tersebut. Dengan demikian pengobatan ulkus luas secara konvensional, terutama bila tidak tersedia donor kulit yang cukup, dapat dilakukan dan pasien tidak memerlukan biaya besar untuk rawat inap berjangka lama.
DAFTAR PUSTAKA 1. Fahey C. Experience with a new human skin equivalent for healing venous leg ulcers. J Vas Nurs. 1998; 6: 11-5. 2. Alvarez OM, Fahey CB, Auletta MJ, Obregón AF. A novel treatment for venous leg ulcers. J Foot Angkle Surg. 1998; 37: 319-24. 3. Limat A, Hunziker T. Use of epidermal equivalents generated from follicular outer root sheath cells in vitro and for autologous grafting of chronic wounds. Cells Tissues Organs. 2002; 172: 79-85. 4. Tausche AK, Skaria M, Böhlen L, Liebold K, Hafner J, Friedlein H, Meurer M, Goedkoop RJ, Wollina U, Salomon D, Hunziker T, An autologous epidermal equivalent tissueengineered from follicular outer root sheath keratinocytes is as effective as split-thickness skin autograft in recalcitrant vascular leg ulcers. Wound Repair Regen. 2003; 11: 248-52. 5. Kirsner RS, Falanga V, Eaglstein WH. The biology of skin grafts. Arch. Dermatol. 1993; 29: 481-3. 6. Vincent Falanga V, Isaacs C, Paquette D, Downing G, Kouttab N, Butmarc J, Badiavas E, Hardin-Young J. Wounding of bioengineered Skin: Cellular and Molecular Aspect After Injury. J Invest Dermatol. 2002; 119: 653-60. 7. Shikiji T, Minami M, Inoue T, Hirose K, Oura H, Arase S. Keratinocytes can differentiate into eccrine sweat ducts in vitro: involvement of epidermal growth factor and fetal bovine serum. J Dermatol Sci. 2003; 33: 141-50. 8. Bernhofer LP, Barkovic S, Appa Y, Martin KM. IL-1? and IL-1ra secretion from epidermal equivalents and the prediction of the irritation potential of mild soap and surfactant-based consumer products. Toxicol. 1999; 13: 231-9. 9. Dos Santos GG, Spiekstra SW, Sampat-Sardjoepersad SC,
147
Reinders J, Scheper RJ, Gibbs S. A potential in vitro epidermal equivalent assay to determine sensitizer potency. Toxicol. 2011; 25: 347-57. 10. Dunnwald M, Chalkley AT, Alexandrunas D, Fishbaugh J, Bickenbach JR. Isolating a pure population of epidermal stem cells for use in tissue engineering. Exp Dermatol. 2001: 10: 45-54 11. Kim DS, Cho HJ, Choi HR, Kwon SB, Park KC. Isolation of human epidermal stem cells by adherence and the reconstruction of skin equivalents. Cell Mol Life Sci. 2004; 61: 2774-81 12. Limat A, Mauri D, Hunziker T. Successful treatment of chronic leg ulcers with epidermal equivalents generated from cultured autologous outer root sheath cells. J Invest Dermatol. 1996; 107: 128-35. 13. Kim HS, Song XJ, de Paiva CS, Chen Z, Pflugfelder SC, Quan Li D. Phenotypic characterization of human corneal epithelial cells expanded ex vivo from limbal explant and single cell cultures. Exp Eye Res. 2004; 79: 41-9. 14. Forsberg S, Rollman O. Re-epithelialization from human skin explant cultures is promoted by ligand-activated HER3 receptor. J Dermatol Sci. 2010; 59: 7-15. 15. Koutsopoulos S, Patzsch K, Bosker W, Norde W. Adsorption of trypsin on hydrophilic and hydrophobic surfaces. Langmuir. 2007; 23; 2000-14. 16. Hajkova D, Rao KC, Miyagi M. pH dependency of the carboxyl oxygen exchange reaction catalyzed by lysyl endopeptidase and trypsin. J Proteome Res. 2006; 5: 166773 17. Goh BK, Chua XM, Chong KL, de Mil M, van Geel NA, Simplified cellular grafting for treatment of vitiligo and piebaldism: the "6-well plate" technique. Dermatol Surg. 2010; 36: 203-7 18. Freshney RI. Culture of animal cells. A manual of basic technique. Edisi ke-4. New York: Willey-Liss. 2000: 346-48. 19. Creighton T. Homology of protein structures: Proteinase inhibitors. Nature. 1975; 255: 743-5 20. DeLarco J, Liener I. The involvement of an arginine residue of trypsin in its interaction with the Kunitz soybean trypsin inhibitor. Biochim Biophys Acta. 1973; 303: 274-9 21. Alvarez V, von der Weid I, Seldin L, Santos A. Influence of growth conditions on the production of extracellular
Yohanes Widodo Wirohadidjojo
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
Biakan primer keratinosit dari kulit manusia dan penyusunan kulit ekuivalen
proteolytic enzymes in paenibacillus peoriae NRRL BD-62 and paenibacillus polymyxa SCE2. Lett Appl Microbiol. 2006; 43: 625-30. Heymer A, Jany C, Kaufmann M. Isolation keratinocytes and fibroblasts from human foreskin by one step enzyme incubation using liberase research grade product. Biochem. 2009; 2: 12-4 Currier TC, Nester EW. Isolation of covalently closed circular DNA of high molecular weight from bacteria. Anal Biochem. 1976; 76: 431-41 Sell DR, Strauch CM, Shen W, Monnier VM. 2-aminoadipic acid is a marker of protein carbonyl oxidation in the aging human skin: effects of diabetes, renal failure and sepsis. Biochem J. 2007; 404: 269-77. Chia J, Kusuma N, Anderson R, Parker B, Bidwell B, Zamurs L, dkk. Evidence for a role of tumor-derived laminin-511 in the metastatic progression of breast cancer. Am J Pathol. 2007 June; 170: 2135-48 Lenoir Viale MC. Reconstruction of human skin epidermis in vitro. Dalam: Shaw AJ, editor. Epithelial Cell Culture. New York: Oxford University Press; 2002. h.179-99. Formanek M, Millesi W, Willheim M, Scheiner O, KornfehlJ. Optimized growth medium for primary culture of human oral keratinocytes.. Int Oral Maxillofac Surg. 1996; 25:157-60 Schaudies RP, Savage CR Jr. Isolation of rat epidermal growth factor (r-EGF): Chemical, biological and immunological comparisons with mouse and human EGF. Comp Biochem. 1986; 84: 497-505. Petrides PE, Hosang M, Shooter E, Esch FS, Böhlen P. Isolation and characterization of epidermal growth factor from human milk. FEBS Lett. 1985; 187: 89-95. Gupta A, Lakhoo K, Pritchard N, Herbert M. Epidermal
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
growth factor in neonatal saliva. Euro J Ped. Surg. 2008; 18: 245-8 Segal N, Andriani F, Pfeiffer L, Kamath P, Lin N, Satyamurthy K, dkk. The basement membrane microenvironment directs the normalization and survival of bioengineered human skin equivalents. Matrix Biol. 2008; 27: 163-70. Ajani G, Sato N, Mack JA, Maytin EV. Cellular responses to disruption of the permeability barrier in a 3-dimensional organotypic epidermal model. Exp Cell Res. 2007; 313: 300515. Tinois E, Faure M, Chatelain P, Vallier P, Schmitt D. Growth and differentiation of human keratinocytes on extracellular matrix. Arch Dermatol Res. 1987; 279: 241-6. Tiollier J, Dumas H, Tardy M, Tayot JE. Fibroblast behaviour on gels of type I, III and IV human placental collagens. Exp Cell Res. 1990; 191: 95-104. Shahabeddin L, Berthod F, Damour O, Collombel C. Characterization of skin reconstructed on a chitosan-crosslinked collagen-glycosaminoglycan matrix. Skin Pharmacol. 1990; 3: 107-14. Khor HL, Ng KW, Htay AS, Schantz JT, Teoh SH, Hutmacher DW. Preliminary study of a polycaprolactone membrane utilized as epidermal substrate. J Mat Sci Mat Med. 2003; 14: 113-20. Dal-Pra I, Chiarini A,Boschi A, Freddi G, Armato U. Novel dermo-epidermal equivalents on silk fibroin-based formic acidcrosslinked three-dimensional nonwoven devices with prospective applications in human tissue engineering/ regeneration/repair. Int J Mol Med. 2006; 18: 241-7. Gustafson CJ, Kratz G. Cultured autologous keratinocytes on a cell-free dermis in the treatment of full-thickness wounds. Burns. 1999; 25: 331-5.
148