Berpikir Unitasking, Bukan Multitasking Oleh Yusuf Wibisono. ilmuiman.net (c) 2016. *** Pengantar Bismilahhirohmannirohiim. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Salawat dan Salam untuk rasul Allah, Muhammad saw. E-book ini, bagian dari serangkaian tulisan tentang berpikir. Diharapkan, bila kita bisa berpikir lebih benar, maka kita bisa menjadi lebih kompeten, lebih banyak berbuat kebajikan dan akhlaknya lebih baik. *** Sesuai Kodrat Manusia Secara fisik, manusia banyak keterbatasannya. Buktinya, si Udin, palanya peang! Eh, ini bukan mau mencela orang, ding. Sorry. Ini tentang kodrat manusia. Dalam penglihatan jauh, kita tidak bisa seperti elang. Malam hari, mata kita tidak setajam macan kumbang. Penciuman kita, juga tidak sebaik anjing pelacak. Telinga kita, tidak bisa berfungsi sebagai radar sebaik kelelawar. Indera kita, juga tidak bisa melacak infra merah seperti ular. Seterusnya. Demikian pula, otak manusia ada batas kemampuannya. Nomer telepon sendiri saja kadang kita lupa, jaman sekarang. Ada sih orang yang lebih menonjol kemampuannya dari orang lain. "Wah, hebat ya. Si Euis itu. Ngurus suami, ngurus anak. Kariernya juga nanjak terus. Sekarang malah ngambil program doktor sekalian! Cuma sayang aja berat badannya satu kwintal lebih!" Eh malah ngurusin berat badan. Sorry. Di dunia modern, orang yang sanggup kerja multi-tasking sering dipuji. Tapi, janganlah kita terobsesi ke sana. Karena, berdasarkan penelitian-penelitian terakhir, kita mesti nyadar, bahwa kodratnya: otak manusia itu,.. optimalnya, berpikir secara uni-tasking. Satu-satu. Bukan paralel. Lho? Bukannya di antara mahluk, manusia itu punya akal pikiran termaju? Mestinya, otaknya paling mumpuni untuk kerja multi-tasking dan paralel processing, kan? Ternyata situasinya tidak demikian. Wallahualam. Bisa juga.. justru karena kita optimalnya berpikir serial, satu-satu, uni-tasking,.. fokus, maka kita ini jadi hebat. Dimana-mana, yang sukses itu adalah yang 'satu komando'. Iya, kan? Masih belum yakin?
Saat bayi belajar berjalan. Dia tertatih. Karena apa? Karena dia mesti melakukan banyak hal bersamaan. Antara menggerakkan kaki untuk melangkah, dan menjaga keseimbangan tubuh. Kadang, saking memikir cara berjalan tanpa jatuh itu, tangannya nylekuwer tanpa sadar, seperti orang sedang menari. Saat anak belajar naik sepeda, dia serba error. Karena apa? Karena dia mesti mensinkronkan antara menjaga keseimbangan, mengatur stang, mengatur pedal, dan seterusnya. Saat belajar ngamen, orang mesti mensinkronkan antara tangan kanan yang memetik gitar, jemari kiri yang mengatur kunci-kunci gitar, dan mulutnya yang bernyanyi. Terus mikir mintain duit sama orang. Sambil mata lirak-lirik siapa tahu di sekeliling ada yang bening! Modus bener nih tukang ngamen. Saat belajar mobil, kita juga mesti mensinkronkan antara menginjak kopling, rem, gas, pegang persneling, pegang setir, dan mata-telinga yang mesti memonitor apa yang terjadi dan apa yang ada di sekeliling. ..Dan.. karena by desain otak manusia kurang optimal untuk multi-tasking, maka untuk yang seperti itu, kita perlu melatih diri intensif, dan menata ulang otak kita. Karena apa? Secara aslinya,.. otak manusia itu optimalnya adalah untuk berpikir uni-tasking. Bukan multitasking. *** Kita Tahu Itu Terbaik Sepanjang segala sesuatunya masih multi tasking, terdiri dari task-task terpisah.. kita akan gumyur, dan refleks kita tidak sinkron. Diri dan otak kita.. biasanya terus akan bekerja keras, melakukan 'uni-tasking-isasi', atau 'serialisasi'. Agar banyak aktivitas.. dipersepsi oleh otak sebagai satu pekerjaan. Agar yang paralel, dipersepsi oleh otak sebagai serial. Sistem kita akan kerja keras mengadaptasikan.. Bukan lagi, langkah kanan, langkah kiri, gerak tangan, dan jaga keseimbangan, tapi menjadi satu hal: berjalan. Bukan lagi kaki begini, tangan begini, postur begini, mulut begini. Tapi menjadi satu hal: bersepeda. Atau menyupir. Atau main gitar. Main piano. Seterusnya. Bukan lagi kerja mencuci, menyetrika, memasak, jaga pintu, ngurus anak. Tapi berubah jadi satu pekerjaan: mengurus rumah tangga. Toh sampai batas tertentu, kodrat tidak bisa dilawan. Kalau dipaksain juga, tidak akan efisien.
Contoh-contoh lagi... Kalau kita membaca tiga buku. Mana lebih efisien? Kita baca satu-satu, sampai selesai? Atau kita baca simultan? Buka tiga-tiganya sekaligus! Sehalaman demi sehalaman, simultan. Itu gila! Bisa-bisa kalau kita baca sekaligus tiga,.. nggak selesaiselesai kita membaca. Atau kalau selesai pun, pemahamannya tidak mendalam. Sedang sholat di kiri ada orang nyanyi dangdut, di kanan orang beradu mulut. Mau khusyuk juga susah. Bisa-bisa bacaan kita berubah jadi syair dangdut. Ibu-ibu sedang mikir panik. Anaknya tiga hari nggak pulang-pulang.. makan pun sendok masuk hidung. Masak bisa gosong. Nyetrika bisa angus. Kalau mesti sambil persiapan ujian atau belajar ngaji, konsentrasi juga buyar. Kalau mesti sambil merapihkan laporan kuangan.. juga bisa nggak selesai-selesai. Tapi kalo tiba-tiba ada yang ngasih duit seratus juta.. cepet sih, langsung bilang ho-oh! Si Ucok juga sama. Selagi dia galau karena diputusin oleh si Butet.. Belajar nggak konsen. Pidato ngelantur. Pake celana.. bisa kebalik. Kacamata sudah dipake, masih dicariin. Itu kejadian. Eh, tapi kalo tiba-tiba ada yang ngasih duit dari dua arah. Yang satu dolar segepok. Satu lagi rupiah sekarung. Cepet saja langsung dia terima, bahkan yang ngasihin pun cincin dan arlojinya bisa pindah juga ke tangan Ucok! Bakat alam kalau itu.... Sudah agak panjang. Jadi disingkat saja. Yang paling efisien untuk kita, selama kita ini manusia, dan bukannya siluman uler,.. adalah berusaha sebaik-baiknya untuk berpikir secara serial, uni tasking. Kalau tidak percaya, silakan saja googling internet. Dunia psikologi dan ilmu pikir.. banyak membahas pentingnya pemahaman uni-tasking ini. Bahkan, di Quran, ada hints juga. Di surah Alam-Nasyroh (QS-94:8): "..Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain..." Subhanallah. Allah sebagai yang menciptakan manusia, memberi tahu bahwa itulah yang terbaik untuk manusia. Jangan satu urusan belum tuntas, ditinggal dan dislimur kemana-mana. Dan kalau mengerjakan.. harus sungguh-sungguh. Fokus. Konsentrasi. Khusyuk. All-out. *** Beberapa Tips Nah, jadi, kesimpulannya. Berusahalah uni-tasking. Bukan multi-tasking. Beberapa contoh. Tips. Bisa saya berikan di sini untuk generasi muda.
(a) Pertama: Konsentrasi, khusyuk. Ya. Kalau belajar atau berkarya, fokuslah, konsentrasi, khusyuk. Sedapat mungkin jangan disambi apa-apa. Bisa sih, belajar atau berkarya sambil makan. Sambil nyanyi. Sambil chatting. Sambil denger musik. Atau sambil jungkir balik jengkelitan sekalipun. Tapi jadi kurang efisien kerja otak kita. Keseleo baru nyaho! Para guru kita sering mengutip dari kitab suci (QS2:45, Al Baqoroh) sering ajarkan: "..Dan mintalah pertolongan dengan sabar (strong secara substansial) dan salat (strong secara spiritual). Dan sesungguhnya yang demikian itu amat berat, kecuali bagi mereka yang khusyuk." Suatu hints lagi untuk penajaman fokus, jangan paralel kemana-mana. (b) Kedua: Uni-tasking-kan Segala urusan. Kalau mau jago dalam sesuatu bidang,.. flow of thinking, atau aliran pikiran kita, doronglah supaya intensif di situ. Kalau mau hafal lagu atau ayat, lakukan drill. Terus. Dan terus. Sampai bisa. Kalau mau fasih bahasa Inggris, lebih cepat tentu belajarnya di London sana yang ketemunya orang ngomong Inggris terus. Kalau bisa serumahnya juga sama orang Inggris. Yang cantik sekalian! Walah, jadi modus. Daripada kalau belajarnya di Cikajang, Garut. Dalam pembelajaran sudah intensif, eh sedikit-sedikit, kesela obrolan bahasa Sunda. Pecah lagi flow of thinkingnya. malah sibuk ngurus embe! (c) Ketiga: Jauhkan Pemecah Konsentrasi. Jangan ada distraktor atau 'pengganggu' yang nancep. Pas belajar fisika-kimia-biologi-matematika intensif. Pas main game tapi juga intensif. Eh, dalam game itu ada misi yang nggak sukses-sukses juga, dan amat bikin penasaran. Jadinya,.. pas bengong atau pas ngimpi, yang kebayang-bayang game-nya daripada belajarnya. Dipastikan efisiensi belajarnya menurun. Kondisikan segala sesuatu kondusif untuk ber-unitasking. Kita bisa amati, anak kecil yang bersih dari 'pengganggu' di pikirannya, cenderung lebih mudah belajar dari pada orang tua yang banyak pikiran. Dan juga dasarnya cepat beradaptasi. Lihatlah bagaimana sorot mata anak kecil saat melihat sesuatu yang menarik, atau kita ajak ngobrol. Matanya berbinar-binar penuh rasa ingin tahu. Karena apa? Nggak mikirin hutang! "Cicilan kredit panci, belum lunas! KPR. Leasing mobil..." Dia nggak mikir ke sana. (d) Keempat: Hindari Kerja Paralel. Off, course. Kalau kebentur banyak pekerjaan sekaligus. Tuntaskan sedapat mungkin, satu demi satu. Serial. Jangan biarkan paralelisme menurunkan efisiensi daya pikir. Dan juga jangan biarkan segala sesuatu tidak tuntas, karena itu akan jadi ganjalan di dalam kepala,.. yang memecah konsentrasi untuk pekerjaan berikutnya. (e) Kelima: Senantiasa Coba Uni-tasking-isasi. Kalau kerja paralel atau multi-tasking tak terhindarkan.. maka lakukanlah 'serialisasi' atau 'unitaskingisasi' seperti butir-butir di atas itu, yaitu dengan trial-and-error, drill-intensif, seperti itu. Sampai.. refleks kita menetap.. dan otak kita bukan lagi memandang lima aktivitas: berupa gerakan kaki kiri, gerakan kaki kanan, gerak tangan kiri, gerak tangan kanan, dan pengaturan nafas.. tapi ini adalah satu aktivitas: berenang. Contohnya itu.
(f) Keenam: Keep It Simple. Sederhanakanlah segala sesuatu. Kenyataan hidup: Separah-parahnya multi-tasking, adalah tasking yang multinya gak kira-kira. Kalau multi tasking cuma tiga task.. okelah. Setelah kita adaptasi, kita bisa. Jadi, kalau bisa.. segala sesuatu itu dibikin as easy as one two three. Jangan dibikin ruwet. (g) Ketujuh: Latih dirilah.. Berevolusilah, terus dan terus. Bukan terus berevolusi jadi monyet atau kadal, tapi untuk bisa jadi pembelajar yang efisien, dengan prinsip unitasking. Untuk tiap-tiap hal, tangkaplah, pahamilah esensinya. Benang merahnya. Jangan asal tubruk. Jangan kewalahan menghadapi berbagai fenomena. Karena pada dasarnya.. segenap alam semesta ini.. saling terkait sebagai satu kesatuan. Beradaptasilah. Dan adaptasikanlah situasinya. Begitu kita pahami benang merahnya, segala sesuatu jadi kelihatan sebagai satu paket. Sehingga berurusan dengannya.. itu adalah uni-tasking. Secara kodratnya, yang jago manjat, gelantungan, itu monyet. Tapi manusia yang beradaptasi, dia juga bisa jadi pemanjat yang lumayan. Maling jemruan, bat-bet,.. bisa dapet banyak! Tapi,.. ya sampai kapan pun manusia tidak bisa menyamai monyet, kecuali saat meringisnya. Maka, situasinya perlu dikondisikan. Disiapkan tali-tali, tangga, seterusnya. (h) Kedelapan: Tetapkan Prioritas-prioritas. Hidup adalah pilihan. Jangan napsu untuk bisa semua. Dapat semua. Disiplinlah merencanakan dan merencanakan. Senantiasa teroganisir. Hindarilah situasi chaos. Jangan sampai, tiap detik.. hidup kita keganggu gadget, misalnya. Optimalkanlah alat dan fasilitas, agar mendukung unitasking, dan bukannya memaksa multi-tasking. Mobil, dibuat otomatis agar pedalnya berkurang, dan tugas mindah-mindah perseneling berkurang. Manusia jadi nyaman. Efisien. Dan bukannya.. fasilitas layar tablet di mobil itu untuk kita ber-multi-tasking. Nyupir sambil chatting dan browsing internet. Jdar! Gampang tubrukan. Dengan windows, komputer bisa buka banyak program sekaligus,.. tapi pola kerja kita jangan jadi chaos. Chaos singlet! Justru, kalau bisa.. email account lima, dihimpun di satu titik, supaya meriksanya bisa 'uni-tasking'. Ada komputer, ada gadget, ada wearables, ada internetof-things,.. jangan bikin kita jadi 'multi-tasker'. Tapi kalau bisa, kita pilih satu yang utama. Misalnya gadget. Terus daily-work.. intensifnya di situ, yang lain sesekali. Atau.. yang utama itu komputer. Gadget itu pada jadwal-jadwat tertentu saja. Begitu jadi boss, tamu, relasi, pasti banyak. Jangan biarkan semua seenaknya menginterupsi. Unitasking-kan! Tiap-tiap tamu, semua mesti antri lewat sekertaris. Misalnya begitu. Kerja boss jadi lebih efisien. Kecuali kalo mertua dateng. Bablas nggak papa. Kalo enggak. Urusan panjang. (i) Kesembilan: Jangan malas. Kemalasan menimbulkan banyak isu menumpuk di kepala. Dan terus menumpuk. Terus jadi terburu-buru. Terus jadi parno. Jadinya laten memecah konsentrasi. Dan pada satu titik, kalau ditumpuk, seringkali semua terus mesti dikerjakan berbarengan secara.. multi-tasking! Dan begitu juga, kalau rajin,
jangan kelewat rajin. Pada satu titik.. daya pikir kita juga akan kewalahan, karena kita kehilangan fokus, dan terpaksa.. multi-tasking! Yang itu tidak sesuai dengan kodrat kita. (j) Kesepuluh: Banyak istigfar. Let it goes. Move on. Kalo capek, lahir atau batin. Istirahat. Move on lagi. Jangan penasaran-penasaran dipendam terus. Kosongkan, bersihkan diri kita, banyak-banyak juga memaafkan. Jangan mendendam. Jangan garagara orang nggak ngerti salah ngomong, terus dibilang menista Quran. Demo. Sudahlah. Tumpukan beban di kepala.. itu bikin kita multi-tasking all-the time. Tidak efisien. Kurang tajam, kurang akurat. Bikin lambat. Bikin stress. Tidak sesuai kodrat. (k) Kesebelas: Pelihara 'Burning Desire'. Peliharalah kegigihan dan tekad untuk mencapai impian yang dicita-citakan. Senantiasa ada 'burning desire' di dalam hati.. sehingga flow of thinking kita tidak pernah terlepas dari itu. Tekunilah apa yang memang ingin dikuasai. Belajar dan berkaryalah dengan penuh dedikasi. Nanti, flow of thinking-nya akan lebih dapet. Uni-tasking-isasinya terjadi secara alami. Anak yang keranjingan basket, atau keranjingan nge-band, flow of thinkingnya ke sana terus. Ngimpinya aja ke sono! Sampai lupa makan. Lupa tidur. Lupa mandi. Tapi kalau dikasih duit.. inget sih. (l) Keduabelas: Yakinilah bahwa efisiensi berpikir itu penting. *** Penutup Ada contoh mahluk lain. Bukan manusia. Jin juga bukang. Tapi dari bangsa kadal, yaitu bunglon. Bunglon ini dianugerahi otak berbeda dari manusia. Dan dia bisa berpikir paralel. Matanya, yang kiri dan kanan, masing-masing bisa bergerak independen, dan bisa terfokus kepada dua hal yang berbeda secara paralel. Kalau mau sama juga bisa. Dan dengan dua mata independen, otaknya pun, konon paralel juga berprosesnya. Satu sisi, sedang coba bersiasat bagaimana lidahnya bisa mencaplok mangsa. Berbareng dengan itu, sisi otak yang lain bersiasat, menghindar agar dirinya tidak dicaplok oleh predator. Satu, tapi jadi seperti dua. Subhanallah. Luar biasa, iya kan? Sampai kiyer, manusia tidak akan pernah bisa seperti itu dalam berpikir paralel! Karena manusia adalah.. manusia! Kalo bisa paralel, unik juga. Satu sisi kepala mikir bagaimana sukses ngecengin si Euis. Saya sisi lain, mikir bagaimana menghindari debt kolektor. Ada batu, nggak nyadar. Dzig! Byur! Kecemplung sumur! Lha, paralelnya cuma bisa dua! Padahal urusan di dunia ini kan banyak. Jadi, kalo paralel cuma bisa dua, tiga, atau empat.. ternyata nggak optimal juga bagi manusia. Bagi bunglon sih mungkin cukup. Begitulah.. Setelah ini, kapan saja kita berpikir bahwa kita ini jago multi-tasking.. ingatlah lagi: kita ini manusia. Bukan bunglon. Kalau masih belum percaya juga. Dan
masih meyakini bahwa diri kita jagoan multi-tasking.. segera ngaca, bercermin. Janganjangan,.. diri kita ini manusia kadal jenis tertentu? Wallahualam bisawab. Yang terbaik untuk kita adalah unitasking. Bukan multitasking. Terima kasih. (ilmuiman.net / Selesai)