BERKEMBANG WACANA HAPUS IZIN DPR BAGI BUMN UNTUK GO PUBLIC
tempo.co
Adanya kewajiban BUMN untuk melapor ke DPR bila akan melaksanaan penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) i dinilai pengamat hukum bisnis Ricardo Simanjuntak tidak benar. Menurut dia, berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) maka perusahaan pelat merah yang ingin menjual saham ke publik tidak perlu izin DPR. “Tidak perlu (izin) DPR karena bukan perusahaan negara. Dana untung rugi dari perseroan atau PT tidak tergantung dari APBN,” ujar Ricardo. Lebih lanjut dia mengatakan, DPR hanya bisa melakukan pemeriksaan dari kinerja yang disampaikan Kementerian BUMN, tetapi tidak harus mengatur BUMN yang segera go public. ii Menurut dia, keharusan untuk meminta izin kepada DPR dalam hal IPO itu harus dihilangkan. “Itu karena perseroan bukan milik negara, sehingga Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN mestinya harus ditiadakan,” tukasnya. Ricardo menambahkan, pemerintah pada dasarnya berusaha menjalankan BUMN sebagai alat produksi. “BUMN sebagai pencari uang negara, pelayan publik, dan lain-lain. Kemudian sekarang mengalami perkembangan atau mengadaptasi globalisasi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, yang disebutkan bahwa perusahaan milik negara itu berubah menjadi PT, jadi perusahaan terpisah dari negara secara total,” katanya. Koordinator Investigasi dan Advokasi Seknas FITRA, Uchok Sky Khadafi, menilai bahwa kesulitan perusahaan BUMN melakukan penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) salah satu hambatannya berasal dari DPR. “Saya tidak heran kalau DPR mempersulit. Itu sudah jadi lahan bisnis mereka sejak lama. Apalagi ini menyangkut BUMN,” ujar dia kemarin. Meski begitu, Uchok mengatakan adalah wajar apabila DPR harus dilibatkan dalam pelaksanaan IPO BUMN. Pasalnya menyangkut keuangan negara. “Memang kebijakan IPO harus melalui persetujuan DPR. Itu hak mereka untuk melakukan pengawasan, karena sudah ada payung hukumnya di Undang-Undang Keuangan Negara. Namun, jangan sampai itu dijadikan alat ‘sapi perah’ untuk mempolitisasi kebijakan serta mencari-cari kesalahan,” tandasnya. Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum
Page 1
Dia menambahkan, IPO berujuan untuk menambah modal perusahaan agar bisa mengembangkan bisnisnya. Dengan melepas saham, perusahaan bisa mendapatkan dana segar. Terlebih lagi laporan keuangan perusahaan pelat merah semakin transparan dan terbuka. “Akan tetapi harus diperhatikan lagi BUMN yang ingin IPO seperti apa kondisinya. Karena masih banyak BUMN yang memiliki banyak persoalan-persoalan internal yang harus dibenahi,” tukas Uchok. Sementara itu, Ketua Komisi VI DPR RI, Airlangga Hartarto menambahkan, saat ini sebenarnya ada banyak BUMN yang menarik untuk dilepas ke pasar. Menurut dia, BUMN yang menarik untuk IPO antara lain BUMN Perkebunan, BUMN Pupuk, serta BUMN Infrastruktur. “Sayang, BUMN di sektor yang menarik seperti perkebunan kelapa sawit, belum ada yang disiapkan ke pasar modal. BUMN pupuk atau infrastruktur seperti Angkasa Pura dan Pelindo (juga) menarik,” ungkap dia. Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan yang mengaku kesulitan memperbanyak jumlah BUMN yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) karena sulitnya memperoleh izin untuk melaksanakan IPO. “Kami sudah masukkan beberapa BUMN untuk IPO. Tapi persoalannya memang sebagian besar ada di izin,” ujar Dahlan. Dia menuturkan, BUMN akan mendapat nilai positif bila menjadi perusahaan terbuka. Perusahaan BUMN, menurut dia, akan lebih transparan, mudah memperoleh dana murah, serta bisa mengembangkan pasar modal. Selama ini, proses IPO di BUMN memang lebih sulit dilakukan dibandingkan dengan swasta, karena adanya proses persetujuan politik yang berbelit. Dahlan mengatakan bahwa dengan menjadikan BUMN sebagai perusahaan go public, maka akan mengurangi risiko munculnya tindak pidana korupsi di BUMN tersebut. "BUMN agar go public. Sehingga tekanan politik atau pihak yang tidak bertanggung jawab bisa berkurang," kata Dahlan dalam diskusi media "Peran dan Komitmen BUMN/BUMD dalam Memerangi Praktik Bisnis yang Koruptif, di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta, beberapa waktu lalu. Dahlan mengatakan dengan BUMN go public, perusahaan tersebut bukan lagi milik negara sepenuhnya dan harus bersaing dengan perusahaan swasta lainnya. "Go public juga menjadi langkah yang lebih baik daripada harus menjual BUMN kepada asing, atau pihakpihak yang berminat mengambil alih," tambah dia. Pada 2012 ini, sejatinya Kementerian BUMN ingin melakukan sejumlah privatisasi di perusahaan pelat merahnya. Mulai dari PT Semen Baturaja; right issue atau pelepasan saham lagi ke publik bagi BTN dan Kimia Farma; serta strategic sales atau penjualan seluruh saham negara ke investor untuk PT INTI, PT Industri Sandang Nusantara, dan PT Inglas. BUMN juga melaksanakan program tahunan privatisasi sebelumnya, yakni PT Waskita Karya yang sudah direncanakan sejak 2008, serta PT Primasima, Sarana Karya, dan Kertas Padalarang yang sudah direncanakan sejak 2010. Kementerian BUMN juga Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum
Page 2
mengajukan tambahan Program Tahunan Privatisasi 2012, yakni IPO Perum Pegadaian Sumber: www.neraca.co.id, 23 Juli 2012 www.liputan6.com, 5 Juni 2012 Catatan: Berdasarkan peraturan perundang-undangan, keuangan BUMN saat ini termasuk dalam lingkup keuangan negara. Hal ini misalnya disebutkan dalam Penjelasan UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, bahwa keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara juga menyebutkan bahwa keuangan negara meliputi juga kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah. Selama ini, BUMN menjadi salah satu penyumbang terbesar pendapatan negara. Namun demikian, dalam operasionalnya, BUMN sering mengalami hambatan birokrasi yang rumit. Kendala dalam hal birokrasi misalnya, untuk melakukan privatisasi BUMN harus didahului dengan tindakan seleksi atas perusahaanperusahaan dan mendasarkan pada kriteria yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah. Terhadap perusahaan yang telah diseleksi dan memenuhi kriteria yang telah ditentukan, setelah mendapat rekomendasi dari Menteri Keuangan, selanjutnya disosialisasikan kepada masyarakat serta dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Privatisasi dapat dilakukan apabila ada persetujuan dari DPR terhadap RAPBN yang di dalamnya terdapat target penerimaan negara dari hasil privatisasi. Untuk mengeluarkan dana sejumlah tertentu, BUMN harus mendapat izin dari komisaris, Menteri BUMN, Menteri Keuangan, dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Untuk pengadaan barang/jasa, BUMN harus melalui proses tender berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/jasa Pemerintah, yang butuh waktu panjang. Di samping itu, dalam pengadaan barang/jasa, BUMN juga harus memenuhi ketentuan Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara. Padahal, kedua produk hukum tersebut banyak perbedaanya, dan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-05/MBU/2008 tersebut tidak menjadikan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 sebagaimana diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagai konsideran. Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum
Page 3
Kendala birokrasi juga muncul dalam hal pembinaan BUMN. Saat ini, BUMN berada di bawah pembinaan Kementerian Negara BUMN, yang notabene merupakan organ birokrasi yang terbiasa bersifat birokratis. Hal ini tidak cocok dengan BUMN yang merupakan korporasi yang diharuskan bekerja secara cepat. Kementerian BUMN juga harus menjalankan dua peran yaitu sebagai birokrasi pemerintah dan sebagai organ korporasi. Saat ini jumlah Pegawai di Kementerian BUMN relatif masih kurang dibandingkan dengan beban kerja yang ada. Sebagai organ korporasi, Menteri Negara BUMN bertindak selaku RUPS dalam hal seluruh saham Persero dimiliki oleh negara, dan bertindak selaku pemegang saham pada Persero dan Perseroan Terbatas dalam hal tidak seluruh sahamnya dimiliki oleh negara. Meskipun Menteri BUMN bertindak selaku RUPS, namun untuk kebijakan korporasi, Menteri BUMN tetap memiliki batasan tertentu. Misalnya untuk pendirian BUMN, atau penyertaan modal BUMN harus izin Menteri Keuangan dan dilaksanakan setelah penerbitan Peraturan Pemerintah. Untuk penggabungan, peleburan dan pengambilalihan BUMN, Menteri Negara BUMN harus terlebih dahulu mengajukan usulan kepada Presiden disertai dengan
dasar
pertimbangan
setelah
dikaji
bersama
dengan
Menteri
Keuangan.
Penggabungan, peleburan dan pengambilalihan BUMN tersebut dilaksanakan oleh Menteri Negara BUMN setelah diterbitkannya Peraturan Pemerintah mengenai penggabungan, peleburan dan pengambilalihan BUMN yang bersangkutan. Dalam hal kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, selain harus tunduk pada regulasi yang dikeluarkan oleh Menteri Negara BUMN, BUMN juga harus tunduk pada regulasi yang dikeluarkan oleh kementerian teknis. Dalam hal kepatuhan terhadap regulasi kementerian teknis, BUMN akan mendapat perlakuan yang sama dengan semua pelaku usaha lainnya, baik swasta maupun BUMN. Hal ini sedikit banyak merugikan BUMN karena BUMN yang dibebani berbagai kewajiban, ternyata tidak diberi keistimewaan perlakuan, sehingga upaya untuk bersaing dengan swasta semakin berat. Selanjutnya, untuk melakukan penghapusan piutang Bank BUMN sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) per penanggung utang, direksi BUMN harus mengusulkan penghapusan kepada Menteri Keuangan, melalui Direktur Jenderal. Karena proses panjang tersebut, maka piutang BUMN terus dicadangkan tiap tahun. Hal ini berbeda dengan swasta yang dengan mudah bisa melakukan penghapusan piutang sehingga swasta dapat mengurangi nilai kerugian. Proses berbelit-belit juga terjadi dalam hal penghapusan aktiva tetap pada BUMN. Untuk penghapusbukuan dan pemindahtanganan aktiva tetap BUMN, harus didasarkan harga yang sama atau lebih tinggi dari harga minimum yang ditetapkan oleh Tim Penaksir Harga atau perusahan penilai atau Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). Apabila nilai jual lebih rendah dari harga minimum tersebut, maka direksi BUMN perlu meminta pendapat terlebih dahulu kepada Kejaksaan Agung/Kejaksaan Tinggi setempat dan/atau Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Birokrasi yang rumit ini menjadikan BUMN tidak bergerak cepat seperti swasta. Padahal kecepatan pengambilan kebijakan merupakan faktor penting di dunia usaha. Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum
Page 4
i
Berdasarkan Pasal 1 Angka 15 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Penawaran Umum adalah kegiatan penawaran Efek yang dilakukan oleh Emiten untuk menjual Efek kepada masyarakat berdasarkan . ii Dengan melakukan penawaran umum, maka BUMN akan menjadi Perusahaan Terbuka (go public). Hal ini sesuai Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum
Page 5