BERKAITAN DENGAN RENCANA PEROLEHAN TANAH
Hal-hal yang harus diperhatikan
1. 2. 3. 4.
Jenis penggunaan Tanah (Proyek)-nya Status Tanah yang Tersedia Respon/Kesediaan Pemilik Tanahnya Letak/Lokasi tanah dan RTRW setempat
1. JENIS PROYEKNYA
Yaitu apa yang direncanakan untuk dibangun atau apa yang akan dibangun, misalnya yang akan dibangun itu adalah perumahan, pelabuhan udara atau pelabuhan laut dan sebagainya. Dengan demikian masalah proyek ini erat kaitannya dengan masalah LOKASI dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW).
A.
KEPERLUAN PERORANGAN
Hak yang diberikan kepada perorangan adalah Hak Milik. Kalau tanah itu untuk pertanian, ada pembatasan luasnya menurut Pasal 17 UUPA, yang peraturan pelaksananya UU No. 56/Prp/1960 tentang Landreform. Sedangkan untuk perumahan belum ada pembatasannya (Pasal 12 UU 56/Prp/1960)
B. KEPERLUAN PERUSAHAAN Untuk keperluan usaha tidak diberikan Hak Milik, tetapi dapat diberikan dengan :
Hak Guna Usaha, dengan jangka waktu 35 tahun dapat diperpanjang 25 tahun; Hak Guna Bangunan, dengan jangka waktu 30 tahun dan dapat diperpanjang 20 tahun; Hak Pakai, dengan jangka waktu 25 tahun dapat diperpanjang 20 tahun; Hak Pengelolaan (BUMN, BUMD)
C. KEPERLUAN KHUSUS
Untuk instansi pemerintah, misalnya Departemen, Jawatan, Instansiinstansi lainnya di kota, atau membangun kantor kepala desa di desa, dengan Hak Pakai. Hak Pakai ini dimaksudkan untuk keperluan membangun kantor bagi kegiatan sehari-hari.
Untuk perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh Negara, misalnya Perum/Pesero, Perjan, Perusahaan Daerah, juga diberikan Hak Pengelolaan (umpamanya bagi industrial estate, bonded ware house). Sedangkan untuk perusahaan Perkebunan Negara, tidaklah dengan Hak Pengelolaan tetapi dengan Hak Guna Usaha.
Untuk kegiatan keagamaan, hak yang tersedia adalah Hak Pakai (pasal 49 ayat 2 UUPA) dengan jangka waktu tidak terbatas.
Untuk perwakilan negara asing, misalnya untuk kantor kedutaan dan/atau rumah kediaman kepala perwakilan asing, diberikan Hak Pakai secara cuma-cuma dan jangka waktunya pun tidak terbatas (=selama digunakan).
2. Status Tanah yang Tersedia
Kemungkinan status tanah yang tersedia: 1. Tanah Negara 2. Tanah Hak Perorangan: sudah bersertipikat bekas hak milik adat yang belum bersertipikat 3. Tanah Hak Pengelolaan 4. Tanah Hak Ulayat
(1) Segi fisik terdiri dari:
Letak tanahnya yang menyangkut masalah yurisdiksi Luas tanahnya, dalam hal ini perlu diteliti ukuran yang tepat Batas-batas tanahnya untuk mencegah konflik dengan tanah yang bersebelahan
(2) Segi yuridis yang meliputi:
Status tanahnya, apakah tanah itu tanah negara atau tanah hak-hak pribadi tertentu. Status subyeknya, siapakah pemilik atau pemegang hak atas tanah Hak-hak pihak ketiga yang membebani Perbuatan hukum/peristiwa hukum yang telah terjadi Apakah ada penguasaaan ilegal diatasnya
TANAH HAK YANG SUDAH DIDAFTAR
TANAH HAK YANG BELUM DIDAFTAR
Sertipikat Hak Tanah yang memuat data yuridis dan data fisik atas bidang tanah yang bersangkutan.
Bagian tanah-tanah bekas hak Indonesia, antara lain bekas Hak Milik Adat, yang dianggap sebagai tanda buktinya (sebelum UUPA) ialah berupa tanda bukti pembayaran pajak (Petuk Pajak), antara lain: 1. Pajak hasil bumi/”landrente” (bagi Hak Milik Adat di desa-desa), disebut dengan istilah: - Girik (Jawa Barat); - Ketitir (di Jawa Tengah dan Timur); - Pipil (di Bali dan NTB) 2. Verponding Indonesia (bagi Hak Milik Adat di kota-kota besar)
Di dalam sertipikat hak atas tanah terdapat: 1.Salinan Buku Tanah (berisi data yuridis) 2.Surat Ukur (berisi data fisik tanah)
Tanda bukti pembayaran pajak tersebut sekarang disebut tanda bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.
3. Respon/Kesediaan Pemilik Tanahnya
Kemungkinan Respon/Sikap Pemilik Tanah yang tanahnya akan diambil-alih/digunakan pihak lain: 1. Setuju Tanpa syarat apapun 2. Setuju tetapi ada syarat-syarat tertentu, misal:
jumlah ganti kerugian bentuk ganti kerugian jaminan pembayaran jaminan kelangsungan usaha
3. Tidak Setuju tanpa alasan apapun 4. Menentang/over-reactive
FAKTOR-FAKTOR YG MENJADI PENENTU KESEPAKATAN SEKALIGUS POTENSIAL MEMICU TIMBULNYA SENGKETA TANAH
NILAI DAN JUMLAH GANTI KERUGIAN LETAK TANAH BATAS-BATAS TANAH LUAS TANAH OKUPASI ILLEGAL DAN PENGUASAAN FISIK OLEH BUKAN PEMILIK
4.Letak/Lokasi tanah dan RTRW setempat
Apakah
rencana pembangunan mendahului tata ruang? ; atau Apakah rencana pembangunan mengikuti tata ruang?
ZONASI-Perencanaan Tata Ruang Wilayah (UU Nomor 26 tahun 2007)
Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang. Rencana umum tata ruang disusun berdasarkan pendekatan wilayah administratif dengan muatan substansi mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang. Rencana rinci tata ruang disusun berdasarkan pendekatan nilai strategis kawasan dan/atau kegiatan kawasan dengan muatan substansi yang dapat mencakup hingga penetapan blok dan subblok peruntukan. Penyusunan rencana rinci tersebut dimaksudkan sebagai operasionalisasi rencana umum tata ruang dan sebagai dasar penetapan peraturan zonasi. Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. Rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota dan peraturan zonasi yang melengkapi rencana rinci tersebut menjadi salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang sehingga pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai dengan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang.
Fungsi Ijin Lokasi dalam kaitannya dengan
Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan pula melalui perizinan pemanfaatan ruang, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Perizinan pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai upaya penertiban pemanfaatan ruang sehingga setiap pemanfaatan ruang harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang. Izin pemanfaatan ruang diatur dan diterbitkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masingmasing. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi adminstratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana denda.
Pola Insentif-Disinsentif
Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun oleh pemerintah daerah. Bentuk insentif tersebut, antara lain, dapat berupa: 1. 2. 3. 4.
keringanan pajak, pembangunan prasarana dan sarana (infrastruktur), pemberian kompensasi, kemudahan prosedur perizinan, dan pemberian penghargaan.
Pola Insentif-Disinsentif Disinsentif dimaksudkan sebagai perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, dan/atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, yang antara lain dapat berupa : 1. pengenaan pajak yang tinggi, pembatasan 2. penyediaan prasarana dan sarana, serta pengenaan 3. kompensasi dan penalti.
Pengenaan Sanksi
Pengenaan sanksi, yang merupakan salah satu upaya pengendalian pemanfaatan ruang, dimaksudkan sebagai perangkat tindakan penertiban atas pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Dalam Undang-Undang ini pengenaan sanksi tidak hanya diberikan kepada pemanfaat ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi dikenakan pula kepada pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
Keperluan Perorangan (NON-komersial)
Keperluan Perusahaan (Komersial-bisnis)
Perolehan Tanah secara langsung (Pemindahan Hak-Jual Beli)
Harus memperoleh Ijin Lokasi (PMNA/K.BPN No.2./1999)
Ijin Lokasi Ijin Lokasi adalah Ijin peruntukkan penggunaan tanah yang wajib dimiliki oleh perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal, yang berlaku pula sebagai ijin pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah, guna keperluan usaha penanaman modal
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Negara No. 2 Tahun 1999 Izin Lokasi yg dapat dimiliki setiap perusahaan tidak lebih dari luasan sebagai berikut: Pengembangan perumahan dan pemukiman: 1)kawasan perumahan-pemukiman: 1 provinsi : 400 Ha. seluruh Indonesia : 4.000 Ha. 2)kawasan resort perhotelan : 1 provinsi : 200 Ha. seluruh Indonesia : 2.000 Ha. Kawasan Industri : 1 provinsi : 200 Ha. seluruh Indonesia : 2.000 Ha. Perkebunan besar dengan HGU: 1) komoditas tebu : 1 provinsi : 60.000 Ha. seluruh Indonesia : 150.000 Ha. 2) komoditas lainnya : 1 provinsi : 20.000 Ha. seluruh Indonesia : 100.000 Ha. Tambak: 1) di Pulau Jawa : 1 provinsi : 100 Ha. seluruh Indonesia : 1.000 Ha. 2) di luar Pulau Jawa : 1 provinsi : 200 Ha. seluruh Indonesia : 2.000 Ha. Jangka waktu izin lokasi seluas s/d 25 Ha : 1 tahun. Jangka waktu izin lokasi seluas 25 s/d 50 Ha : 2 tahun. Jangka waktu izin lokasi seluas lebih 50 Ha : 3 tahun. Dan dapat diperpanjang 1 tahun , apabila perolehan tanah telah mencapai lebih dari 50% dari luas tanah yang ditunjuk dalam izin lokasi tersebut.
Izin Lokasi tidak diperlukan dan dianggap sudah dipunyai oleh perusahaan yang bersangkutan dalam hal:
Tanah yang akan diperoleh merupakan pemasukan (inbreng) daripada pemegang saham. Tanah yang akan diperoleh merupakan tanah yang sudah dikuasai oleh perusahaan lain dalam rangka melanjutkan pelaksanaan sebagian atau seluruh rencana penanaman modal perusahaan lain tersebut dan untuk itu telah diperoleh persetujuan dari Instansi yang berwenang. Tanah yang akan diperoleh diperlukan dalam rangka melaksanakan usaha industri dalam suatu kawasan industri. Tanah yang akan diperoleh berasal dari otorita atau badan penyelenggara pengembangan suatu kawasan sesuai dengan rencana tata ruang pengembangan kawasan tersebut.
Izin Lokasi tidak diperlukan dan dianggap sudah dipunyai oleh perusahaan yang bersangkutan dalam hal:
Tanah yang akan diperoleh diperlukan untuk perluasan usaha yang sudah berjalan dan untuk perluasan itu telah diperoleh izin perluasan usaha sesuai ketentuan yang berlaku, sedangkan letak tanah tersebut berbatasan dengan lokasi usaha yang bersangkutan. Tanah yang diperlukan untuk melaksanakan rencana penanaman modal tidak lebih dari 25 Ha untuk usaha pertanian atau tidak lebih dari 10.000 m2 untuk usaha bukan pertanian. Tanah yang akan dipergunakan untuk melaksanakan rencana penanaman modal adalah tanah yang sudah dipunyai oleh perusahaan yang bersangkutan. dengan ketentuan bahwa tanah-tanah tersebut terletak di lokasi yang menurut rencana tata ruang wilayah yang berlaku diperuntukkan bagi penggunaan yang sesuai dengan rencana penanaman modal yang bersangkutan.
Kewenangan Pemberian Hak-Hak atas Tanah Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Negara No. 3 Tahun 1999:
1. Hak Guna Usaha (HGU) diberikan oleh:
Kepala BPN: untuk luas tanah lebih dari 200 Ha; Ka.Kantor Wilayah BPN Provinsi: untuk luas sampai dengan 200 Ha.
2. Hak Guna Bangunan (HGB) diberikan oleh:
Kepala BPN: untuk luas lebih dari 15 Ha; Ka.Kantor Wilayah BPN Provinsi: untuk luas lebih dari 2000 m2 sampai dengan 15 Ha; Ka.Kantor Wilayah BPN Kabupaten/Kota: untuk luas sampai dengan 2000 m2.
3. Hak Pakai (HP) Pertanian diberikan oleh:
Ka.Kantor Wilayah BPN Provinsi: untuk luas lebih dari 2 Ha; Ka.Kantor Wilayah BPN Kabupaten/Kota: untuk luas sampai dengan 2 Ha.
4. Hak Pakai (HP) Non Pertanian diberikan oleh:
Kepala BPN: untuk luas lebih dari 15 Ha; Ka. Kantor Wilayah BPN Provinsi: untuk luas lebih dari 2000 m2 sampai dengan 15 Ha; Ka. Kantor Wilayah BPN Kabupaten/Kota: untuk luas sampai dengan 2000 m2.