Berita Utama - Edisi 22 April 2002
Hamzah Ajak Zainuddin Pulang Kembali ke PPP JAKARTA, (Pikiran Rakyat).Kode: 11b Ribuan massa Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Minggu (21/4) menyemut di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Massa yang datang dari berbagai daerah di Jakarta, Jawa Barat dan Banten itu tumpah ruah ke Jakarta untuk memperingati hari lahir PPP ke-29 sekaligus menggelar rapat akbar. Ketua Umum PPP, Hamzah Haz, dalam pidato politiknya mengajak warga PPP yang telah membentuk PPP Reformasi untuk kembali bergabung dalam partainya, termasuk pimpinan PPP Reformasi KH Zainuddin MZ. Dai sejuta umat KH Zainuddin MZ adalah salah seorang Ketua PPP sebelum mendeklarasikan PPP Reformasi. "Saya berharap, mudah-mudahan kawan-kawan kita yang berada di PPP Reformasi yang dipimpin KH Zainuddin MZ bisa pulang kembali bersatu dalam PPP saja. Mari kita wujudkan ukhuwah islamiyah di lingkungan kita," ajak Hamzah Haz yang juga Wakil Presiden itu. Menurutnya, tidak ada satu kiai pun yang tidak ingin menciptakan ukhuwah islamiyah. Bila ada kiai yang tidak menciptakan ukhuwah di lingkungan umatnya, maka ia bukanlah seorang kiai. Walaupun belum tentu ajakannya mendapat respon dari anggota PPP Reformasi, tapi Hamzah meminta supaya anggota PPP tidak memusuhi anggota PPP Reformasi yang ingin kembali ke pangkuan partai berlambang Ka'bah ini. Hamzah yakin bahwa munculnya PPP Reformasi tidak akan membuat PPP rontok. "Ketika ada yang menamakan dirinya PPP juga bukan yang asli ini, dikatakan PPP yang asli akan rontok. Namun DPW PPP DKI hari ini membuktikan hal itu tak terjadi," katanya gembira melihat sambutan warga PPP yang memenuhi Gelora Bung Karno itu. Dalam kesempatan itu, Hamzah Haz juga membantah jika disebutkan bahwa pembentukan PPP Reformasi sebagai akibat pelanggaran konstitusi yang dilakukan PPP yang memundurkan muktamar PPP pada 2004 nanti. "Itu tidak benar, Saudara. PPP selalu dinamis melihat perkembangan. Penundaan itu sesuai dengan perkembangan di masyarakat," tuturnya. Sementara mengenai tuntutan pemisahan jabatan antara pejabat negara, pejabat pemerintahan dengan pimpinan partai politik, menurut Hamzah, hal itu baru dapat dilakukan jika ada undang-undang yang mengatur hal tersebut. Ia menilai pihakpihak yang meminta dihilangkannya rangkap jabatan tersebut adalah pihak-pihak yang tidak memiliki massa. "Orang yang meminta tidak punya massa di bawahnya. Jadi kenapa harus dipisahkan," ujarnya. "Saya mengatakan ini, bukan saya tidak setuju. Mari jika itu berdasarkan undangundang, kita bukan organisasi anak sekolahan. Kita harus realistis, pemimpin harus mampu berkomunikasi dengan rakyatnya, karena itu menjadi prinsip PPP," tambah Hamzah Haz Ajakan ishlah
Di tempat yang sama, Sekjen PPP Alimarwan Hanan menilai, ajakan Hamzah Haz supaya anggota PPP Reformasi bergabung kembali dengan PPP, sebagai ajakan untuk ber-ishlah. "Itu adalah ajakan untuk ber-istiqomah dengan PPP. Kita lihat saja respon mereka," kata Alimarwan. Perihal isu bahwa PPP akan melakukan gugatan secara hukum kepada PPP Reformasi yang memakai lambang sama, Alimarwan membantahnya. Ia menilai, isu itu muncul karena anggota PPP tidak ingin ada partai lain yang memakai nama dan lambang yang sama dengan PPP. "Kita tidak akan menggugat. Wacana itu muncul karena ada aspirasi sejumlah warga PPP yang tidak ingin ada partai lain yang memakai nama dan lambang yang sama dengan PPP. Warga PPP mengimbau, kalau ada partai lain, tidak usah memakai embel-embel PPP-lah," tutur Alimarwan. Tentang lambang dan nama PPP yang digunakan PPP Reformasi, Alimarwan mengatakan bahwa hal itu merupakan wewenang Komisi Pemilihan Umum. "Kalau urusan lambang itu urusan KPU. Ada hak-hak paten di sana. Kalau menyangkut penegakan hukum, terserah penegak hukum," tambahnya. Tentang keinginan supaya muktamar tetap dilaksanakan tahun 2003, Alimarwan mengatakan bahwa sampai detik ini belum ada satu pun wilayah atau cabang PPP yang mengusulkan agar muktamar PPP diajukan untuk mengganti kepengurusan DPP. "Saya kira tidak perlu diubah jadwal yang telah ditetapkan hasil Mukernas di Jakarta 2001 lalu. Kita tetap akan melaksanakan muktamar pada 2004 nanti dan Rapimnas PPP akan tetap dilaksanakan pada Juni 2002 ini," tuturnya.(A-83/A-84/A-109)***
Gus Dur: Yang Berpoligami Tidak Mengerti Kitab Suci Senin, 22 April 2002 Kode: 2 YOGYAKARTA (Waspada): Mantan presiden Abdurrahman Wahid menyatakan yang melakukan poligami adalah orang yang tidak mengerti kitab suci. "Karena kalau disebutkan poligami boleh dilakukan asal adil, dan yang menentukan adil tidaknya itu seharusnya adalah sang objek yaitu si perempuan," ujar Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada acara peringatan Hari Kartini di Yogyakarta, Minggu (21/4) malam. Dalam acara itu Gus Dur didampingi isterinya Shinta Nuriyah yang membacakan tulisan bertajuk "Kartini dan poligami", serta mantan Menteri Pertahanan pada masa pemerintahan Gus Dur, Mahfud MD. Dalam makalah yang mengupas pahlawan emansipasi Indonesia itu, Shinta Nuriyah mengatakan yang harus dilakukan adalah meletakkan Kartini sebagai manusia biasa, karena selama ini secara tidak langsung masyarakat mengagungkan Kartini seperti setengah dewi sehingga kehilangan keberanian untuk mengkaji dia secara wajar. "Kita bahkan tidak berani mengkaji dan mengkritisi pandangan tentang mengapa Kartini selalu diperingati secara seremonial seperti mengenakan baju daerah, merangkai bunga, memasak dan lomba sanggul, itu menggambarkan kita belum tahu arti perjuangan Kartini," ujar isteri Gus Dur itu. Ia mengatakan, masyarakat harus melihat Kartini sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kegetiran dan kepahitan, antara lain ia dipaksa untuk menghentikan mimpi mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi, ia tidak mampu menghadapi persekutuan lelaki maupun menghadapi gundik, selir dan poligami.
"Kartini menjadi korban konspirasi budaya patriarki, itu budaya Jawa yang feodal dan kepicikan dalam memahami agama. Hingga kini masih banyak perempuan mengalami hidup seperti Kartini yaitu menjalami poligami dan perselingkuhan, yang berubah hanya bungkusnya saja," paparnya. Shinta yang selama ini aktif memperjuangkan hak-hak perempuan itu juga mengungkapkan bahwa bagi perempuan, poligami adalah cermin subordinasi perempuan dari kaum laki-laki dan pengesahan perempuan sebagai alat pemuas laki-laki. "Berdasarkan survai sebagian besar poligami adalah untuk memenuhi kepuasan seksual," tegasnya. Pembicara lain dalam acara yang digelar oleh Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerbitan Yogyakarta (LP3Y) itu, Siti Ruhaeni Dzuhayatin menyampaikan catatan yang belum terungkap dalam buku "Habis Gelap Terbitlah Terang". Dalam catatan yang diberi judul "Masih ada ruang kosong" itu, Siti Ruhaini Dzulhayatin menyampaikan pandangan Kartini terhadap poligami. "Banyak rekan-rekan aktivis ingin menganulir status Kartini sebagai pahlawan nasional karena mereka menganggap Kartini tidak melawan poligami. Kepada mereka saya ingin mempertanyakan, bukankah setiap pejuang tidak selalu menikmati apa yang mereka perjuangkan dan kami menganggap Kartini tidak pernah menyerah melawan poligami," katanya.(ant)
Hamzah Haz Bujuk Zainuddin MZ 'Pulang Kandang' * PPP R: Setelah Pemilu 2004 Senin, 22 April 2002 Kode: 11a JAKARTA (Waspada): Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Hamzah Haz tak kehabisan akal dalam upayanya mempertahankan keutuhan partai berlambang Ka'bah. Di hadapan sekitar 50 ribu massa PPP dalam peringatan Harlah ke-29 PPP dan penyambutan 1 Muharram 1423 H di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (21/4), menyampaikan bujukan agar seterunya KH Zainuddin MZ yang merupakan deklarator dan pendiri PPP Reformasi untuk 'pulang kandang.' "Saya harapkan mudah-mudahan teman-teman kita yang saat ini berada di PPP Reformasi di bawah pimpinan Zainuddin MZ kembali ke PPP. Mereka jangan dimusuhi," kata Hamzah Haz. Hamzah kemudian juga menyatakan mudah-mudahan Zainuddin MZ terbetik hatinya dalam menjalin kembali Ukhuwah Islamiyah, karena setiap kiai pasti menginginkan terciptanya ukhuwah dimaksud. "Kalau ada kiai yang tak ingin menciptakan Ukhuwah Islamiyah bukan kiai namanya," katanya. Ia menyatakan PPP yang dipimpinnya merupakan partai yang asli yang didirikan oleh empat parpol Islam yakni Partai Nahdlatul Ulama, Muslimin Indonesia, Syarekat Islam dan Persatuan Tarbiah Islamiyah (Perti) pada 5 Januari 1973. Tanda gambar Ka'bah sebagai lambang PPP, katanya, juga merupakan pemberian para ulama pada waktu itu dan bukan dikarang-karang hasil musyawarah perorangan sebagaimana tanda gambar PPP Reformasi. Peringatan Harlah ke-29 PPP di Stadion Bung Karno itu seolah menandingi deklarasi PPP Reformasi di tempat yang sama pada beberapa pekan lalu, yang juga dihadiri puluhan ribu massa. "Ketika ada PPP Reformasi yang mendeklarasikan diri di tempat ini dikatakan PPP akan rontok. Tetapi Alhamdulillah PPP mampu menghadirkan puluhan ribu massa saat ini," katanya. Ia juga membantah anggapan PPP merupakan partai Orde Baru (Orba). Hamzah Haz menegaskan selama pemerintahan Orba, PPP selalu dipinggirkan dan tidak ada kader-kadernya yang menjadi pejabat negara, bahkan ketingkat Ketua RW sekalipun.
Namun saat ini, katanya, kader PPP telah banyak yang menempati jabatan-jabatan sebagai Ketua DPRD, Bupati, Walikota, Wakil Gubernur, Menteri dan bahkan Wapres. "Kalau dibilang PPP adalah Orba, maka mereka tidak mengerti perjuangan PPP sebenarnya," katanya. Hamzah juga menegaskan kalau ada pihak-pihak yang ingin mengaduk-aduk atau menghancurkan PPP maka Allah akan memberikan perlindungan kepada PPP. Setelah 2004 Menanggapi permintaan itu Ketua PPP Reformasi Zainal Maarif menyatakan pihaknya menyambut baik. Menurut dia, ada peluang PPP Reformasi akan bergabung dengan PPP setelah 2004. "Kalau memang PPP melakukan reformasi besar-besaran dan melakukan kaderisasi dengan baik, tidak tertutup kemungkinan PPP Reformasi akan bergabung dengan PPP atau PPP yang bergabung dengan kita," kata Zainal di Jakarta, Minggu. Menurut dia, kecil kemungkinan PPP Reformasi akan bergabung kembali dengan PPP sebelum 2004. Tapi, kata dia, hal itu tergantung dengan apa yang dilakukan PPP. "Seandainya PPP mau menggelar muktamar tahun 2003 dan lebih reformis, tentu ini akan bisa menarik massa. Sekarang kan banyak massa yang mengambang. Ya alhamdulillah, sebagai partai baru, para generasi muda mau bergabung dengan kita," tukasnya. Menurut dia, seharusnya setiap partai politik harus jujur terhadap massanya. "Seperti kita, kalau memang mereka melihat citra partai ini jelek, kita tidak segan meminta untuk meninggalkannya. Semua partai jangan sampai fanatik terhadap individu atau partai. Kita juga akan jujur terhadap itu. Tetapi, kalau baik, ikutilah," ungkapnya. Menurut dia, selain itu, terbukanya peluang PPP Reformasi kembali ke PPP juga tergantung hasil Pemilu 2004. "Mudah-mudahan pada Pemilu 2004 nanti menjadi pelajaran banyak partai. Kemungkinan akan terjadi akomodasi atau penggabungan partai-partai," jelasnya. Namun mengenai Muktamar, PPP melalui Sekjennya yang juga Menkop Ali Marwan Hanan menegaskan, Muktamar tetap dilaksakan pada 2004.(ant/dtc)
Berita Utama - Edisi 22 April 2002
Massa ”Kepung” Polsek Bebaskan Tiga Kiainya BOGOR, (Pikiran Rakyat).Kode: 2 Jalan Raya kawasan Cisarua, Kabupaten Bogor, semalam kembali mencekam ketika ribuan massa "mengepung" Polsek Cisarua, setelah Sabtu malam ratusan massa membakar dan merusak hotel dan bangunan yang diduga mereka sebagai tempat maksiat. Massa datang ke kantor polisi itu karena mengira ada tiga ulama ditahan di Polres Bogor, berkaitan aksi perusakan pada malam sebelumnya. Menurut keterangan yang dihimpun Pakuan di lokasi kejadian perkara (TKP), massa berdatangan selepas magrib. Mereka langsung melakukan aksi unjuk rasa di depan Mapolsek Cisarua. Massa yang berjumlah ribuan tidak tertampung di halaman, sehingga meluber ke jalan raya. Akibatnya jalan yang arusnya cukup padat itu macet total selama tiga jam. Kendaraan dari arah Bogor ke Cianjur atau sebaliknya tertahan oleh kerumunan massa. Menurut beberapa anggota massa yang datang dari Desa Cilember atau 2 kilo meter dari Mapolsek Cisarua, mereka menuntut agar KH Syaiful Cardi, KH Cucun, dan KH Rahmatullah dibebaskan. Kiai itu sama sekali tidak bersalah, atas kejadian perusakan dan pembakaran hotel serta bangunan yang belakangan digunakan sebagai tempat maksiat pada Sabtu malam.
Sementara itu penjelasan dari pihak kepolisian bahwa para kiai itu tidak ditahan dan hanya dimintai keterangan, tidak membuat massa percaya. Mereka tetap bertahan dan suasana nyaris panas. Para petugas dengan kekuatan 200 personel, terpaksa memberi tembakan peringatan agar massa membubarkan diri. Namun saat itu massa hanya mau beringsut dari tengah jalan dan berada di pinggir jalan. Kapolwil Bogor Kombes Nanan Soekarna disertai Kapolres Bogor AKBP M Taufik, turut serta menenangkan massa. Kedua pejabat kepolisian itu juga dibantu tokoh ulama setempat Habib Sjaugi Gasmir. Mereka meminta agar massa tidak berbuat anarkis. Massa baru bisa tenang dan bubar ketika ketiga ulama yang diisukan ditahan benar-benar hadir di tengah-tengah mereka. Sementara itu Wakapolwil Bogor AKBP Bambang Warsito, nampak sibuk menerima telepon dari Wakapolda Jabar. Dari Mapolda Jabar meminta agar jajaran Polwil Bogor mampu mengendalikan massa. Kapolres Bogor mengatakan, pemanggilan terhadap ketiga kiai tersebut karena ada pengakuan dari 40 orang yang ditahan atas peristiwa perusakan dan pembakaran pada malam sebelumnya, bahwa mereka berbuat makar karena disuruh ketiga kiai itu. Namun para kiai hanya membenarkan bahwa di antara yang dihatan merupakan warga sekampungnya, namun bukan santrinya. Apa yang diungkapkan Kapolres dibenarkan KH Rahmatullah. Ia menyatakan sama sekali tidak pernah menyuruh massa apalagi santrinya membakar dan merusak bangunan di Cisarua. Hanya memang dari 40 tersangka yang ditahan, ada warga Desa Cilember, yakni desa tempat pesantrennya berada. Meski demikian, ia menyatakan bahwa aksi perusakan dan pembakaran merupakan refleksi dari kekesalan masyarakat Cisarua terhadap kondisi daerahnya yang tetap menjadi ajang kemaksiatan, khususnya pelacuran. Hal itu juga menunjukkan tidak adanya komitmen Pemkab Bogor dalam memberantas kemaksiatan. Pemkab tidak peka terhadap aspirasi masyarakatnya. Lebih jauh KH Rahmatullah juga menduga, dengan tetap maraknya kemaksiatan di Cisarua karena adanya politik uang dalam pembangunan di daerah itu. Makanya wajar apabila kegiatan pelacuran tetap berjalan tanpa diganggu gugat. Menurut pengamatan Pakuan, kendaraan kembali bisa berjalan normal sekiar pukul 21.35 WIB. Massa pun mulai berangsur meninggalkan Polsek Cisarua.(D-14/B7)***
Indonesia Siap Gantikan PBB Selesaikan Masalah Palestina Senin, 22 April 2002 Kode: 11a JAKARTA (Waspada): Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Hamzah Haz meminta para pejabat PBB mundur karena tidak bis a menyelesaikan masalah agresi militer Israel ke Palestina secepatnya. Bahkan dengan tegas dia menyatakan Indonesia siap menggantika n peran PBB untuk membantu Palestina. "Kalau PBB tidak mampu maka pejabat PBB lebih baik mundur saja digantikan dengan Indonesia untuk berperan aktif membantu bangsa Palestina yang merdeka dan berdaulat," katanya dalam pidato politik pada peringatan Harlah ke-29 PPP dan 1 Muharram 1423 H di Stadio n Utama, Gelora Bung Karno, Minggu (21/4).
Dalam pidato politiknya juga mengutuk keras agresi militer Israel terhadap bangsa Palestina Hamzah Haz menyampaikan pidato politiknya itu di atas panggung yang berada di pinggir lapangan dan bukan dipodium kehormatan. Karenanya para juru kamera televisi dan fotografer yang semula akan mengambil gambar ke arah podium kehormatan segera berlari ke arah panggung dengan diikuti sejumlah petugas Paspampres, Satgas PPP dan kader PPP lainnya sehingga membuat kerumunan diatas panggung. Acara itu juga berisi doa untuk bangsa Palestina, khususnya kepada mereka yang telah tewas dibantai Israel. Fungsionaris PPP Husein Umar yang diberi kesempatan sebagai pemandu acara itu secara tegas mencap Presiden AS George W Bush dan PM Israel Ariel Sharon sebagai teroris karena telah membantai umat Islam termasuk bangsa Palestina. Husein Umar menyatakan, rakyat Palestina dan umat Islam yang telah gugur dalam pertempuran melawan kezaliman Zionis Israel merupakan para pahlawan. Ia juga meminta kedua orang tersebut dibawa ke Mahkamah Internasional sebagai penjahat perang. Pada kesempatan itu, PPP juga menolak segala macam bentuk perjudian temasuk rencana lokalisasi perjudian di Kepulauan Seribu. Jika Pemda DKI Jakarta bersikeras membuka lokalisasi maka akan berhadapan dengan massa PPP yang menolaknya rencana tersebut, katanya. Husein Umar juga menegaskan, perlunya pembentukan syariat Islam di Indonesia agar umat Islam di Indonesia dapat menjalankan ibadah dengan lebih baik dan khusuk. Acara peringatan Harlah ke-29 PPP diwarnai dengan lagu kasidahan dari penyanyi dangdut Cici Faramida.(ant)
Banyak Rumah Makan Di Medan Memanipulasi Label Halal Senin, 22 April 2002 Kode: 9 MEDAN (Waspada): Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Makanan (LP POM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Medan Dr.H.Delyuzar,SpPA mensinyalir banyak rumah makan yang beroperasi di Medan memanipulasi label halal. "Ini dapat dilihat dari label halal yang dicantumkan sendiri oleh pengusaha rumah makan tersebut tanpa melalui pemeriksaan oleh LP POM MUI," ujar Delyuzar ketika dihubungi Waspada di Medan, Minggu (21/4). Delyuzar mengatakan, berdasarkan pantauannya, terlihat sejumlah rumah makan mencantumkan label halal, sedangkan pihak LP POM MUI Kota Medan merasa tidak pernah memberikan label halal kepada rumah makan itu. Dikhawatirkan rumah makan tersebut menggunakan bahan-bahan maupun proses pembuatannya yang tidak sesuai dengan hukum Islam. Menindaklanjuti kasus tersebut, lanjut Delyuzar, pihak LP POM MUI Kota Medan direncanakan pada Mei mendatang akan turun ke lapangan guna menertibkan label halal tersebut. Tumpang tindih Ketika disinggung tentang produk luar negeri yang mencantumkan label halal, Delyuzar mengatakan, sampai saat ini pihaknya belum melakukan pengecekan di lapangan, apakah label halal itu asli atau dimanipulasi. Delyuzar mengakui, kinerja LP POM MUI tumpang tindih antara MUI Pusat, MUI Sumut dan MUI Kota Medan. Misalnya, ada sebuah produk yang dipasarkan di Medan namun menggunakan label halal dari MUI Pusat atau dari MUI Sumut. "Dengan demikian tidak ada batasan wilayah kerja antara MUI Pusat, MUI Sumut dan MUI Kota Medan," kata Delyuzar. Dia menambahkan, untuk restoran siap saji yang beroperasi di Medan, pihak LP POM MUI Medan akan tetap melakukan pengawasan meski sertifikat halalnya berasal dari MUI Pusat. "Hal ini untuk melihat apakah proses pembuatan produk tersebut sesuai dengan ajaran
Islam atau tidak. Misalnya, hewan yang disembelih sesuai dengan ajaran Islam atau tidak," kata Delyuzar.(m40)
Jawa Barat - Edisi 22 April 2002 Ditandai dengan Berdirinya Mesjid Raya Ciromed
Ciromed Beringsut dari Lembah Hitam Pikiran Rakyat Kode: 2 MASIH belum terhapus dalam ingatan, awal tahun 2000 lalu, masyarakat di sekitar Kampung Ciro-med, Dusun Lebakmaja, Desa Kutamandiri, Kec Tanjungsari, melakukan penyerangan dan pembakaran warung remang-remang (warem). Ekspresi kemarahan warga, yang bermukim di jalur Bandung - Cirebon itu seakan meledak. Warem-warem itu pun dijadikan sarang kegiatan prostitusi. Di tengah kobaran api, beberapa wanita pramu nikmat dan lelaki hidung belang lari tunggang langgang ketakutan. Kemarahan warga yang memuncak saat itu bukan tanpa alasan. Prostitusi di sana, sudah berlangsung puluhan tahun, sehingga kian hari citra Ciromed semakin terpuruk. "Sejak saya menetap di sini, tahun 1985-an, citra Ciromed sudah jelek. Puluhan wanita nakal mangkal di warung-warung dan dengan terbuka mencari lelaki hidung belang. Jadi, kondisi itu memang sudah berlangsung puluhan tahun," tutur Ruspian (45), warga RT 04 RW 08 Dusun Lebakmaja. Menurut Maman (50), warga lainnya yang rumahnya hanya puluhan meter dari lokasi bekas warem yang kini hanya menyisakan pondasinya itu, saking parahnya citra Ciromed di mata masyarakat luar daerah, warga sekitar daerah itu merasa malu dan enggan mengaku berasal dari Ciromed. "Setiap naik angkutan, warga di sini memilih menyebut daerah tujuannya itu Santiong (kuburan Tionghoa). Begitu pun, bila menyebut alamat tinggal. Pokoknya, saking malunya, warga di sini sudah tak mau mengakui daerah Ciromed," tambahnya. Baik Ruspian maupun Maman, kini mengaku bersyukur karena sejak aksi massa dua tahun silam, kegiatan prostitusi tak lagi menjamur, bahkan seakan lenyap. Meski awalnya masih ada satu dua WTS yang kucing-kucingan, kini mereka yakin Ciromed benar-benar sudah steril dari kemaksiatan. Citra buruk daerah Ciromed pun, mulai beringsut positif dengan berdirinya masjid yang cukup megah. Mesjid raya itu berdiri di tepi jalan raya kawasan yang dulu kelam. Daerah yang dulu dianggap daerah hitam, kini menjadi hangat dan terang benderang. ** DENGAN berdiri mesjid megah di Ciromed, seakan ingin menyatakan sesuai pepatah "sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui". Lebih jelasnya, selain memerangi kemasiatan, dengan berdirinya masjid yang diberi nama Masjid Raya Ciromed, diharapkan mampu membangun ahlak masyarakat di sana, sekaligus mengangkat citra Ciromed. Mesjid yang pembangunannya memakan waktu selama hampir dua tahun kini menjadi salah satu pelaksanaan pembangunan di Sumedang yang cukup monumental. Hal itu sebagai bukti kuat komitmen Pemda dan masyarakat dalam memerangi kemaksiatan sekaligus membangun ahlak masyarakat.
Masjid Raya Ciromed berdiri di atas lahan seluas 4.000 m2 sebagai wakaf keluarga dari H Maksum. Luas bangunan mencapai 541 m2, memiliki lima kubah dengan satu kubah pos jaga. Sedangkan fasilitas pendukungnya berupa 21 kran air dan 17 di antaranya untuk wudlu. Di samping kanan-kiri masjid disediakan locker untuk menyimpan alas kaki sandal milik jemaah. Di bagian samping kanan depan agak ke bawah, juga dilengkapi dengan bangunan kios dagang yang akan menyediakan makanan kecil, cindera mata serta alat kebutuhan jemaah. Masjid yang terdiri dua lantai dengan arsitektur semi modern dan ornamen tradisional itu, memiliki daya tampung antara 500 - 700 jemaah. Masjid yang mengakomodasi arsitektur iklim tropika itu, juga memiliki areal parkir cukup luas dengan kapasitas dua puluh kendaraan roda empat, plus dua unit bus. Letak masjid itu sendiri, bila dari arah Bandung, berada sekitar 100 meter sebelah kiri jalan raya. Sehingga selain dapat digunakan oleh masyarakat sekitar, mesjid itu pun bisa dengan leluasa dimanfaatkan oleh para pengguna jalan yang kebetulan melintas di ruas jalan nasional itu untuk menyempatkan menunaikan salat. Selain tampak megah, mesjid yang pada halamannya dilengkapi 10 tiang melukiskan 10 malaikat serta tangga 9 trap menggambarkan Wali Songo itu, terasa asri karena di setiap sudut halaman dan pojok mesjid, banyak ditanami jenis tumbuhan dan rumput gajah. Masjid itu juga memiliki 48 daun jendela dengan hiasan kaca patri dan tiga pintu utama, serta berlantai parkit jati. Sedangkan bagian terasnya dari keramik, dilengkapi dengan 60 titik lampu penerangan, selain 18 titik lampu kecil. Bahkan lampu utama yang menggantung pada atap bagian tengah mesjid, dibuat dengan desain klasik menampilkan susun bintang dengan ornamen khas Sumedang. ** MESJID dengan menghabiskan total biaya sekitar Rp 1,660 miliar (Rp 1,075 miliar fisik bangunan) itu, rencananya akan diresmikan oleh Bupati Sumedang, 26 April 2002, sekaligus menandai puncak kegiatan Hari Jadi ke 424 Kab Sumedang, yang jatuh pada 22 April (hari ini-red). Dana diperoleh selain dari APBD Rp 1,450 miliar, juga berasal dari Banpres Rp 110 juta, kemudian para donatur sekitar Rp 164 juta. "Alhamdulillah masjid ini selesai dibangun. Pembangunan masjid ini akan kita lanjutkan ke daerah Nyalindung yang citranya juga tidak berbeda dengan Ciromed," kata Bupati Sumedang, Drs H Misbach. Menurut rencana, setelah meresmikan pembangunan Mesjid Raya Ciromed, keesokan harinya, 27 April, Bupati Misbach langsung melakukan peletakan batu pertama pembangunan mesjid di Nyalindung. Lahan yang akan digunakan untuk mesjid di daerah itu, merupakan tanah PU Bina Marga Provinsi, dengan kebutuhan luas sekitar 3000 m2. "Kita sudah meminta izin kepada pihak provinsi. Tapi seperti halnya Masjid Raya Ciromed, untuk pembangunan Mesjid Nyalindung, kita pun berharap dukungan dan partisipasi dari masyarakat," tambah Sekda Sumedang Drs RH Dudin Sa'dudin. Sa'dudin berharap, keberadaan Mesjid Raya Ciromed tidak hanya sekadar menghabus citra buruk daerah itu, tapi juga benar-benar dimanfaatkan masyarakat untuk membangun mental dan ahlak mereka. Karenanya, ia berharap selain turut memiliki dan menjaga kondisi lingkungan di sekitar mesjid, masyarakat dapat menjalankan berbagai kegiatan untuk memakmurkan masjid. Ciromed, yang sudah bertahun-tahun menjadi daerah lembah hitam, kini diharapkan
kondisi sosialnya berubah setelah berdiri masjid megah. Sepertinya hal itu juga jadi harapan Rusfian, penduduk sekitar Ciromed itu, "Kami bangga dengan masjid itu. Sekarang masyarakat di sini tidak malu lagi mengaku tinggal di Ciromed. Kami juga siap bersama-sama untuk memakmurkan masjid melalui berbagai kegiatan kerohanian," ucap ayah beranak dua itu.(Hary Mashury/"PR")*** Jawa Barat - Edisi 22 April 2002
Anti Israel Bakar Boneka Ariel dan Bush SUMEDANG, (Pikiran Rakyat).Kode: 7 Gelombang aksi protes menentang mobilisasi militer yang dilakukan zionis Israel terhadap tanah dan warga Palestina, masih berlanjut termasuk di Kota Sumedang, Jumat (19/4). Ratusan massa muslim yang menamakan Masyarakat Mahasiswa Peduli Palestina (MMPP) dari berbagai unsur lembaga dakwah, UKM, dan DKM Unpad, Ikopin, Akper, Unwim dan Unsap, melakukan long march yang diakhiri pembakaran boneka Presiden Ariel Sharon dan George W Bush. Aksi yang dilakukan di bawah guyuran hujan, tidak menyurutkan para peserta long march yang berjumlah sekitar 400-an orang. Di sela-sela aksi, mereka berorasi menyerukan penentangan aksi militer dan pemboikotan barang-barang produk Yahudi dan Amerika. Kegiatan long march yang diawali dari Alun-alun Kota Sumedang itu, berlangsung selama tiga jam, berakhir di Bunderan Dano, Alam Sari sejauh 2 km. Selain membawa poster, bendera, spanduk, dan mengusung dua boneka berwajah Ariel Sharon dan George W Bush, para peserta juga membagi-bagikan daftar jenis dan merk barang produk Yahudi dan Amerika. Jenis barang yang terdaftar dan diserukan untuk dilakukan pemboikotan itu, terdiri sedikitnya 40 jenis. Tidak hanya berwujud pakaian, kosmetik dan makanan, dalam daftar barang tersebut terdapat shampo, pasta gigi, dan sabun mandi. Menurut Koordinator Aksi Firmansyah, melalui aksi moral itu, pihaknya selain mengutuk agresi militer Israel ke Masjid Al-Aqsha, juga mendesak PBB agar mengeluarkan resolusi untuk menarik mundur tentara Israel dan menyeret Ariel Sharon ke Mahkamah Internasional sebagai penjahat perang. Ia juga menyerukan kaum muslimin di Indonesia dan seluruh dunia untuk memutuskan segala bentuk hubungan terhadap Israel, Amerika dan sekutunya. "Kita juga menuntut pemerintah Indonesia untuk turut ambil bagian dalam upaya penyelesaian konflik PalestinaIsrael," tandasnya. Diakui Firmansyah, sejauh ini gelombang aksi penentangan terhadap zionis Israel, belum juga menunjukan tanda-tanda surutnya agresi Israel terhadap pendudukan dan pembantaian muslim Palestina. Namun demikian, pihaknya melihat, hampir semua komponen dan negara di penjuru dunia mulai menunjukan reaksi melalui pernyataan mengutuk dan melakukan embargo. Berjalan kaki Aksi para mahasiswa dibantu unsur ormas dan parpol, diawali dengan orasi dan tabligh akbar, setelah salat Jumat. Mereka kemudian membentuk barisan yang
menutup separuh jalan di sisi kiri. Barisan sepeda motor dan mobil, berada pada barisan depan disusul para peserta yang berjalan kaki, berjalan menuju Taman Telur di pusat Kota. Setelah berhenti beberapa saat sambil berorasi, dilanjutkan menuju Bunderan Dano, Alam Sari. Pada akhir kegiatan, seluruh perserta berkerumun di tugu Adipura yang dikenal pula dengan Bunderan Dano. Dengan antusias, selama sekitar setengah jam, mereka mengekspresikan rasa amarahnya terhadap pimpinan Israel Ariel Sharon dan pimpinan AS Georgo W Bush.(A-98)***
Nusantara - Edisi 22 April 2002
Pemerintah Diminta Tegas terhadap Israel Pernyataan Sikap Muspim PKB Batutulis JAKARTA, (Pikiran Rakyat).Kode: 11b Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (DPP PKB) Batutulis di bawah pimpinan H Matori Abdul Djalil minta pemerintah bersikap tegas terhadap agresi militer Israel di Palestina. Israel harus menarik pasukannya dari tanah Palestina tanpa syarat. Pernyataan itu merupakan salah satu butir pernyataan sikap politik yang dihasilkan dari Musyawarah Pimpinan (Muspim) PKB Batutulis yang ditutup, Sabtu (20/3) dinihari. Muspim berlangsung sejak 18 April dihadiri 31 DPW PKB Batutulis. Selain menyikapi serangan Israel ke Palestina, Muspim juga mengeluarkan sikap terhadap amandemen UUD 1945. Ikhwal amandemen, PKB juga meminta amandemen UUD 1945 dilakukan secara hati-hati dan lebih mengedepankan kepentingan nasional. "PKB tetap konsisten untuk menjaga keutuhan NKRI," ungkap Sekjen PKB Batutulis, Abdul Khaliq Ahmad, kemarin. Mengenai hasil Muspim, Khaliq mengatakan, selain keputusan yang bersifat eksternal, Muspim juga menelurkan keputusan mengenai internal partai. Keputusan itu berisi rumusan program untuk tahun 2002. "Rekrutmen kader untuk ditempatkan di struktur pusat sampai daerah," ujarnya. Ditegaskan, pembinaan daerah di luar Jawa dijadikan prioritas untuk dijadikan konstituen baru. Pengembangan partai diluar Jawa sangat mungkin dan tersimpan potensi besar demi besarnya PKB. Menanggapi restrukturisasi anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa (F-KB) DPR, Khaliq mengatakan dalam Muspim hal tersebut tidak dibahas secara eksplisit. "Dalam rapat masalah itu dianggap tidak terlalu prioritas," tukasnya. Rapat akbar Usai Muspim, Sabtu lalu, PKB mengelar Rapat Akbar di Istana Olahraga Gelora Bung Karno Senayan, dihadiri massa PKB dari berbagai pelosok Jabotabek dan sekitarnya yang dikalim sebanyak 15.000 orang. "Acara ini dilakukan sebagai try out untuk melihat bahwa ternyata kami punya banyak massa dan akan menjadi partai besar. Setelah ini, kami akan melangsungkan Hari Lahir ke-4 di Lampung tanggal 23 Juli 2002," ujar Matori menjawab pertanyaan disela-sela rapat akbar itu.
Berkaitan dengan penataan FKB di DPR, Matori menegaskan, posisi anggota F-KB pasti akan ditata dan akan ada bentuk-bentuk khusus yang akan dilaksanakan. "Tapi kerja saya tidak tergesa-gesa," jelasnya. Soal legalitas partainya, dia juga menegaskan tidak akan ada dua partai dengan nama yang sama sesuai dengan peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU). "Saya yakin yang sah adalah kami," ujarnya. Menjawab pertanyaan, apa benar purnawirawan TNI dan Polri akan diajak bergabung ke partai anda? Matori mengatakan, pihaknya ingin menerima semua pihak. Para purnawirawan sudah terbukti konsisten terhadap NKRI. Dengan hadirnya mereka, maka akan semakin mengukuhkan niat PKB yang menciptakan suasana yang aman dan kondusif berdasarkan Pancasila dan UUD 45. Dikatakan PKB terbuka dan menerima dukungan dari berbagai agama dan daerah. Kami akan tampil dengan isu atau program-program yang menyentuh seluruh kepentingan bangsa dan negara. Tekad kita tetap inklusif, sehingga PKB tetap akan menjadi partai yang besar. Soal amandemen UUD 45, Matori mengajak semua pihak untuk berpikir jernih. "Mari kita berpikir jernih dan hati-hati dalam membangun bangsa yang lebih baik. Jangan sampai karena ketergesaan dan pertimbangan yang kurang matang, lalu menjadi masalah di kemudian hari," ujarnya. Hati-hati itu maksudnya kita minta pada anggota MPR dari fraksi-fraksi untuk menyerap aspirasi yang berkembang dan mempelajarinya. Sehingga dalam mengambil keputusan benar-benar dalam keadaan yang bisa diterima bangsa, jelasnya.(A-109)***
Senin, 22 April 2002
Seribu Demonstran Tuntut Pembebasan Kiai di Mapolsek Cisarua Republika Kode: 2 BOGOR -- Sekitar seribu warga dari empat desa mendatangi Mapolsek Cisarua, Ahad (21/4). Mereka menuntut pembebasan KH Rohmat, pemimpin Pondok Pesantren Al-Ihya, Cilember, Cisarua; dan 41 warga yang ditangkap menyusul aksi pembakaran beberapa bangunan di kawasan Puncak, Sabtu (20/4). Massa menyerang dan membakar sejumlah bangunan yang dianggap sebagai tempat maksiat pada Sabtu pukul 20.00. Sasaran mereka adalah rumah kontrakan milik Ade Sudrajat di Gang Sempit RT 03/02 Desa Kopo, Cisarua, sejumlah bangunan di Gang Gaya Motor, Hotel Budi Luhur (milik H Uju). Massa juga membakar serta menjarah Hotel Karina (milik Yosep), Penginapan Anaria (milik Lili Sugiri), dan merusak Hotel Sulanjana. Mereka juga membakar dan menjarah sejumlah warung milik warga. Di Hotel Sulanjana, penghuni hotel yang sebagian imigran asal Timur Tengah mengaku uang mereka senilai 1.500 dolar AS dan Rp 2 juta dijarah. Demikian halnya sebuah telepon genggam dan sebuah TV. Massa juga merusak mobil milik Polsek Ciawi nopol 8224-VIII, membakar Panther milik tamu
Budi Luhur, Starlet milik tamu Hotel Karina, dan Corona B 1405 AH milik tamu hotel Anaria. Mereka pun menjungkirbalikkan mobil pemadam kebakaran milik Pemerintah Kota Bogor. Sebanyak 41 warga ditangkap. Demikian halnya Kiai Rohmat yang dituduh memprovokasi warga. Menyusul penangkapan tersebut, begitu adzan Maghrib berkumandang kemarin warga berduyun-duyun berkumpul di pinggir Jl Raya Puncak, Desa Cilember, Cisarua, sekitar satu kilometer dari Mapolsek Cisarua. Mereka berasal dari Desa Cilember, Leuwimalang, dan Tugu, Kecamatan Cisarua, ditambah empat truk dari Desa Cigentur, Cianjur. Demonstran menggelar shalat Maghrib berjamaah di depan barikade tersebut. Usai shalat mereka menyampaikan tuntutan pembebasan Kiai Rohmat dan ke-41 warga. "Tiga desa kami membutuhkan Pak Kiai, lepaskan Pak Kiai!" teriak salah seorang demonstran sambil mengacungkan tangan. Negosiasi antara aparat dan beberapa warga dilakukan. Sekitar pukul 20.30 warga mulai kesal, tokoh yang ditunggu tak kunjung tiba. Aksi saling dorong antara demonstran dan aparat terjadi. Polisi mengeluarkan beberapa tembakan. Kapolres Bogor, AKBP Muchamad Taufik, mengatakan ke-41 warga yang ditangkap akan dilepaskan. "Menunggu surat penangguhan penahanan," jelasnya. Sedangkan Kiai Rohmat sudah dilepaskan. "Pak Kiai cuma diperiksa," katanya. Tokoh ulama KH Choirudin Syarif mengungkapkan aksi pembakaran bukan atas perintah dan koordinasi ulama. "Dari 41 yang ditangkap, hanya tujuh yang santri," jelasnya. n c21/kho/c14_
Agama dan Budaya GUS DUR: `YANG BERPOLIGAMI TIDAK MENGERTI KITAB SUCI` Senin, 22 April, 2002 9:20:38 AM Antara Kode: 2 Yogyakarta - Mantan presiden Abdurrahman Wahid menyatakan bahwa yang melakukan poligami adalah orang yang tidak mengerti kitab suci. `Karena kalau disebutkan poligami boleh dilakukan asal adil, dan yang menentukan adil tidaknya itu seharusnya adalah sang objek yaitu si perempuan,` ujar Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada acara peringatan Hari Kartini di Yokyakarta, Minggu malam. Dalam acara tersebut Gus Dur didampingi isterinya Shinta Nuriyah yang membacakan tulisan bertajuk `Kartini dan poligami`, serta mantan Menteri Pertahanan pada masa pemerintahan Gus Dur, Mahfud MD.
BKMT Jangan Hanya Aktif di Kabupaten dan Provinsi Singkil, (Analisa) Senin, 22 April 2002 Kode: 6 Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) di tingkat kecamatan dan desa diminta supaya
berperan lebih aktif. Sebab selama ini, organisasi wanita ini terkesan hanya aktif di tingkat kabupaten dan provinsi. Hal tersebut dikatakan Ketua BKMT Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Ny Mutia Safrida Azwar, dalam pertemuan dengan jajaran BKMT Kabupaten Aceh Singkil, Minggu lalu, di Singkil. Dalam kaitan itu, Ny. Mutia Safrida Azwar yang juga istri Wakil Gubernur NAD, Ir H Azwar Abubakar, menekankan, pentingnya peranan petinggi di setiap kabupaten dalam melakukan pembinaan di tingkat kecamatan hingga ke desa-desa. "Dalam hal ini saya minta setiap bupati dan ibu agar lebih aktif melakukan pembinaan", katanya. Dikatakan, saat ini dan di masa depan, kondisi menuntut BKMT harus mampu mengembangkan peranannya dalam membangun bangsa, tidak hanya terpaku sebagai forum pengajian. Misalnya, sebagai organisasi wanita, BKMT hendaknya ikut berperan mengembangkan wawasan. Bahkan harus mampu melahirkan gagasan-gagasan untuk membangun bangsa, tambahnya. Sehubungan dengan pengembangan peranan tersebut, Ny Mutia Safrida Azwar melihat, sekarang adalah saat yang paling tepat untuk memulainya. "Momentum syariat Islam adalah saat yang paling tepat bagi BKMT untuk berkiprah bagi masa depan", katanya. Ditambahkan, sehubungan dimulainya pelaksanaan syariat Islam di Provinsi NAD, BKMT akan ikut serta mensosialisasikan hingga ke tingkat kecamatan dan desa. Dalam kaitan itu dia mengharapkan BKMT tidak hanya aktif di tingkat kabupaten dan provinsi, tapi juga hingga ke tingkat kecamatan dan desa. Selain itu, katanya, BKMT juga bertekad untuk ikut menyelamatkan generasi yang akan datang dari lilitan kebodohan serta dari ancaman krisis moral. Hendaknya disadari bahwa peranan BKMT semakin penting, dan untuk itu majelis taklim di setiap daerah diimbau untuk mengembangkan jalinan hubungan sesama BKMT di provinsi ini. (ma)
HANCURKAN RMS SELAMATKAN NKRI Sabili Edisi No. 22 bulan April 2002 Kode: 15a Sparatis FKM/RMS membakar simbol-simbol pemerintahan NKRI di Maluku. Bendera RMS dikibarkan dengan pongah. Jangan biarkan mereka menginjak-injak kedaulatan NKRI. Demi keutuhan NKRI, hancurkan segala bentuk gerakan sparatis yang mengganggu keutuhan bangsa! Aksi gerakan Republik Maluku Selatan (RMS) atau Republik Maluku Sarani semakin vulgar. Nafsu memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) membuat mereka jadi gelap mata. Tanpa tedeng aling-aling, mereka mengobarkan api sparatisme ke tengahtengah masyarakat Maluku. Padahal, pemerintah saat ini tengah berjuang keras agar kedua kelompok yang bertikai, baik Islam maupun Kristen, mengakhiri konflik yang berlangsung hampir empat tahun lamanya itu. Beberapa cara dan pendekatan Sparatis FKM/RMS membakar simbol-simbol pemerintahan NKRI di Maluku. Bendera RMS dikibarkan dengan pongah. Jangan biarkan mereka menginjak-injak kedaulatan NKRI. Demi keutuhan NKRI, hancurkan segala bentuk gerakan sparatis sudah ditempuh. Termasuk pertemuan damai Malino II— yang dianggap sejumlah pihak masih diskriminatif. Api sparatisme yang tengah dikobarkan RMS terlihat jelas di lapangan. Hari Sabtu (30/3)lalu,
sejumlah pihak menemukan Bendera RMS dikibarkan di daerah Kuda Mati. Padahal, seperti dimafhumi, negara melarang pengibaran bendera negara lain di wilayah Indonesia. Selain, bendera resmi NKRI, merah putih. Menyusul meledaknya bom di Jl. Yan Paays, Ambon, secepat kilat sekelompok massa dalam jumlah besar mendatangi kantor gubernur. Sambil berteriak yel-yel “Hidup RMS” dan “Mena Moeria” (depan belakang sama-sama tajam), mereka menerobos kantor gubernur kemudian membakarnya dengan bom molotov yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Dalam waktu sekejap, si jago merah melahap habis gedung pemerintah Maluku itu. Padahal, saat kejadian itu, Gubernur Maluku Saleh Latuconsina, kabarnya sedang mengadakan rapat dengan sejumlah stafnya di sana. Dua hari kemudian, saat Mekopolkam, Bambang Yudhoyono, Menko Kesra, Yusuf Kalla beserta sejumlah pejabat baik pusat dan daerah menyaksikan penghancuran senjata rakitan hasil sweeping aparat, sekelompok massa kembali meneriakan yel-yel “Hidup RMS” dan “Mena Moeria”. Nampaknya, bukti-bukti itu masih panjang. Ditemukan pula surat dari Front Kedaulatan Maluku (FKM) yang ditujukan untuk Presiden Megawati. Isinya meminta Presiden Megawati mengakui dan mendukung peringatan Hari Ulang Tahun RMS ke-52, 25 April mendatang. Meskipun Penguasa Darurat Sipil (PDS) di Maluku melarang segala aktivitas FKM, namun Presiden Megawati, hingga kini belum juga memberikan jawaban tegas. Walau Presiden Megawati belum memberi jawaban, FKM yang menurut sejumlah pihak adalah boneka RMS, menyatakan tetap akan merayakan HUT dan mengibarkan bendera RMS. “Kami bukan sparatis. Kami hanya menuntut pengembalian kedaulatan dan kemerdekaan bangsa yang dianeksasi NKRI 50 tahun lalu melalui agresi bersenjata,” kata Ketua Front Kedaulatan Maluku, Alex Manuputty. Pendapat Alex dibenarkan Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI). “Kami tidak melihat adanya sparatisme di Ambon,” kata anggota Majelis Harian PGI, Kumala Setiabrata di selasela menerima kunjungan delegasi Partai Kebangkitan Bangsa, Selasa (9/4) lalu. Pada kesempatan itu pula Kumala menyatakan konflik di Ambon merupakan konflik antar agama, Islam dan Kristen. Pendapat Kumala dibenarkan bosnya di PGI, Natan Setiabudi. “Saya pikir, isu RMS agak dibesar-besarkan,” tegas Ketua PGI itu. Anehnya, pendapat kedua tokoh Kristen di atas berseberangan dengan pendapat tokoh Kristen lainnya. Hengky Hattu, ketua PGI Maluku yang juga salah seorang anggota delegasi Kristen dalam perjanjian damai Malino II, tegas-tegas menyatakan gerakan sparatisme (RMS) benar-benar ada di Ambon. Pernyataan ini dilontarkan saat ia mengadakan pertemuan dengan Menkokesra dan pejabat lainnya. Pendapat Hengky dibenarkan Sekretaris Umum Badan Pekerja Harian (BPH) Gereja Protestan Maluku (GPM), Pendeta SJ Mailoa. Silang pendapat di antara tokoh-tokoh Kristen itu tentu saja memicu keheranan tersendiri bagi masyarakat. Terutama di kalangan pemerintah dan umat Islam. Makanya tidak mengherankan jika muncul pertanyaan, mungkinkah perbedaan ini adalah bagian dari intrik yang sengaja dibuat untuk mengelabui masyarakat? Ketua Umum Pengurus Besar Front Pembela Islam Maluku (FPIM), Husni Putuhena membenarkan. Menanggapi bantahan PGI terhadap eksistensi RMS di Ambon, Putuhena menilai hal ini menunjukkan bahwa gereja terlibat dalam gerakan sparatis di Ambon. “Untuk menghilangkan keterkaitan gereja dengan sparatis itu, PGI kemudian membuat pernyataan demikian,” katanya. Kontan saja Husni menuding Kumala tak mengerti tentang makna sparatisme. “Karena itu, apa yang dilakukan Alex Manuputty dan pendukungnya, dalam kacamata PGI tidak dianggap sebagai gerakan sparatis,” sambungnya. Sementara itu menanggapi pernyataan Pendeta Mailoa dari GPM dan Hengky Hattu, menurut Putuhena hanya semata-mata upaya pembersihan gereja dari gerakan sparatis di Maluku. Husni menambahkan, bukan secara
kebetulan kalau beberapa pentolan FKM seperti ketua FKM, Alex Manuputty, Semmy Waileruni, dan B.N. Tamaelasapal adalah aktivis gereja Maluku. Pendapat Husni dibenarkan Ketua Umum Pengurus Besar Badan Imarah Muslim Maluku (BIMM), Ust. Aly Fauzy. Menurutnya, untuk memelihara nama baik gereja maka dimunculkan FKM dengan tokohnya Alex Manuputty. “Alex hanya menjadi tumbal kegiatan Nasrani di Maluku dalam rangka memisahkan Maluku dari NKRI,” katanya. Ust. Ali menyatakan keterlibatan gereja sangat jelas saat mereka membentuk tim advokasi gereja yang bertugas memonitor perkembangan kasus Maluku. “Namun, tugasnya lebih banyak memutarbalikkan fakta,” katanya. Aksi pengibaran bendera RMS yang melanggar NKRI atau pengeboman serta pembakaran Kantor Gubernur Maluku yang diduga keras dilakukan sparatis RMS patut mendapat porsi yang serius. Menanggapi aksi sparatis ini, sejumlah pihak mencurigai ada udang di balik batu. Mengapa yang menjadi sasarannya adalah Kantor Gubernur Maluku? Mengapa bukan gedung yang lain? Apa keistimewaan Kantor Gubernur dibanding yang lain? “Penghancuran Kantor Gubernur telah lama menjadi target operasi kelompok sparatis. Sebab secara tidak langsung pembakaran kantor itu menunjukkan kepada dunia bahwa pemerintahan Indonesia di Maluku telah bertekuk lutut alias KO,” kata salah seorang cendekiawan Maluku, M Nour Tawainela. Apalagi, sampai berhasil membakar symbol pemerintahan PSD di Maluku. Hal senada dibenarkan Ketua Umum FPIM, Husni Putuhena. Ia menyatakan, bila keadaan Maluku chaos, sparatis RMS akan mengumumkan kepada dunia bahwa pemerintahan di Maluku mengambang. Lalu RMS akan menguasai Ibu Kota Maluku pada 25 April nanti. “Akhirnya intervensi asing akan mudah masuk,” katanya geram. Aksi sparatis RMS membakar kantor gubernur benar-benar skenario jitu. Menurut kontributor SABILI di Maluku, selama ini kantor gubernur dijadikan basis beberapa LSM baik dalam dan luar negeri. Termasuk tempat mengantor para perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). “Mereka menempati beberapa petak kamar di gedung itu,” sambungnya. Masuk akal, jika mereka kemudian membakarnya guna mendapat perhatian internasional. Cerita pembakaran simbol negara ini sebenarnya bukan barang baru. Pada Desember 2001 lalu, Kantor DPRD Kota Ambon juga mengalami nasib serupa. Setelah Kapal Motor California meledak, ratusan massa dengan meneriakan yel-yel “Hidup RMS” mendatangi Kantor DPRD Kota Ambon. Setelah menjebol dan menerobos masuk, massa yang sebagian besar kelompok Nasrani itu membakar gedung rakyat tersebut. Dalam sekejap, api melahap gedung DPRD Maluku. “Kalau hal ini dibiarkan, bukan tidak mungkin aksi pembakaran kantor pemerintah lain akan kembali dilakukan,” kata Sekretaris Forum Silaturahmi Umat Islam Maluku (FSUIM) seperti dikutip situs Laskarjihad.or.id. Lantas, bagaimana tanggapan pemerintah? Gubernur Maluku, Latuconsina selaku Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD) tampak tidak tegas. Meski bukti-buktinya sudah jelas, Latuconsina tak juga mengambil langkah taktis. Malah terkesan memberi angin kepada RMS. Ia pun hanya mampu membuat SK bernomor Kep 6/PDSDM/IV/2002 yang melarang segala aktivitas FKM tanpa mampu memberantasnya. Aksi Menkopolkam Susilo Bambang Yudhoyono juga tak jauh beda. Saat dimintai pendapatnya oleh sebuah stasiun televisi tentang gerakan sparatis di Maluku ini, ia hanya menjawab, “Pemerintah akan menindak tegas kelompok RMS, kalau bukti-buktinya sudah jelas”. Pernyataan Menko Kesra Yusuf Kalla lebih menyesakkan lagi. Kalla menyatakan kelompok garis keras dari kedua kelompok (Kristen dan Islam) harus dilumpuhkan. Bagaimana dengan Ibu Megawati? Beberapa waktu lalu, ia sempat meminta aparat yang berwenang menindak
tegas pihak-pihak yang membakar Kantor Gubernur Maluku itu. Tapi, setelah itu suaranya nyaris tak terdengar lagi. Kontan, sikap tak tegas yang dipertontonkan para pejabat negara ini dikecam banyak pihak. Pernyataan Yusuf Kalla yang menyatakan kelompok garis keras kedua belah pihak harus dilumpuhkan disesalkan Sekretaris Jurusan Dakwah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAI) Ambon, Abdullah Latuapo. Ia menilai pernyataan asal bunyi itu menunjukkan sang menteri tidak mengetahui substansi permasalahan yang terjadi di Maluku. “Yang seharusnya dilumpuhkan adalah gerakan sparatis RMS, bukan umat Islam yang berusaha mempertahankan NKRI!” tandasnya. Sementara tindakan Latuconsina selaku Penguasa Darurat Sipil yang hanya mampu mengeluarkan SK disayangkan Ketua Satgas Amar Ma’ruf Nahi Munkar Muslimin Maluku, Muhammad Attamimy. Ia menilai tindakan pengibaran bendera RMS merupakan upaya merongrong kedaulatan RI. Selain itu, lanjutnya, pengibaran bendera itu adalah test case untuk menguji reaksi aparat. “Saya khawatir, apabila pemerintah membiarkan atau mengulur-ulur waktu menumpas FKM/RMS, akan terjadi pendirian negara di dalam negara. Dan nasib Maluku ke depan sama seperti Timor-Timur,” katanya. Attamimy menegaskan, pemerintah tak perlu khawatir menumpas sparatis RMS karena kaum muslimin, akan mendukung sepenuhnya langkah pemerintah. Attamimy juga yakin umat Islam siap berada di belakang pemerintah dan aparat keamanan. “Kalau perlu, biar kami, kaum Muslimin yang berada di depan untuk memberantas gerakan sparatis itu, “tantangnya. Komandan Laskar Jihad, Ust. Dja’far Umar Thalib angkat bicara. Ia menyesalkan sikap pemerintah yang tak tegas. Padahal pemerintah sangat tahu akar konflik di Maluku. “Saya berkeyakinan konflik ini tidak akan berakhir jika pemerintah masih tutup mata terhadap esensi persoalan Maluku,“ tegasnya. Sikap pemerintah yang memble ini tentu saja mengundang tanda tanya. Kenapa pemerintah tak berani menumpas gerakan sparatis RMS? Muhammad Attamimy menduga pemerintah ditekan dunia internasional. Namun, Ketua Tim Pengacara Muslim (TPM), M Mahendradatta berpandangan cara pemerintah untuk mendapatkan bantuan dunia internasional. “Tapi sampai saat ini dana bantuan itu belum dikeluarkan. Dana itu bukan untuk menyelesaikan kasus Ambon, tapi untuk biaya penangkapan mereka yang dikategorikan AS dan Barat terlibat aksi teroris dan kerap menentang kebijakan AS,” katanya. Bisa jadi, karena faktor di atas sehingga pemerintah tak begitu tegas terhadap RMS. Sikap ini sungguh berbahaya dan kian memberi kesempatan RMS bermain api dan mengobok-obok kedaulatan NKRI. Pemerintah tak perlu lagi mencari bukti, apalagi investigasi. Semuanya sudah cukup. Yang perlu dilakukan saat ini adalah aksi. Atau NKRI akan semakin terpecah belah. Apakah kita mau, nasin Maluku seperti Timor Timur? Tentu saja tidak. Rivai Hutapea
Konflik Ambon: Damai Setengah Hati Sabili Edisi No. 22 bulan April 2002 Kode: 15a Adakah yang lebih indah dari ketulusan? Damai pun hanya jadi slogan bila tanpa ketulusan. Alih-alih menciptakan perdamaian Malino II justru jadi ajang perang baru, menimbulkan
perdebatan sengit Sepintas perjanjian damai Malino II tampak sebagai langkah maju yang dicapai pemerintah. Sayangnya langkah itu terhenti. Mandeg pada tahap sosialisasi, padahal yang terpenting dari perjanjian tersebut adalah sosialisasi perjanjian damai di kedua kelompok yang bertikai. Tapi di lapangan, bara api dendam masih mengepul. Apalagi disinyalir ada pihak-pihak tertentu yang berniat meniup bara menjadi api yang menghanguskan perjanjian Malino II dengan menyertakan orang-orang sortiran masuk ke dalam pertemuan. “Sampai hari ini Malino II masih diperdebatkan bukan pada substansinya saja tapi juga pada keabsahan delegasinya,” ungkap M. Mahendradatta. Ketua Tim Pengacara Muslim (TPM). “Malino II hanya menyertakan orang-orang tunjukkan gubernur, sehingga tidak menampung perwakilan yang sebenarnya,” ujar Mahendradatta yang ditunjuk sebagai kuasa hukum resmi oleh 433 tokoh dan pimpinan ormas Islam di Maluku. Ungkapan senada diucapkan pula oleh Irfan Suryahadi Awwas, “Memang perdamaian yang dikehendaki oleh masyarakat Ambon rupanya berbeda dengan perdamaian dalam skenario pemerintah.” Ketua Majelis Mujahidin Indonesia itu menambahkan, belum adanya sinergi antara aspirasi rakyat tentang perdamaian itu sendiri dan keinginan pemerintah. Menurut pemantauan Mahendradatta, yang berada di Ambon selama dua pekan sebelum ditekennya perjanjian Malino II tidak melihat adanya pertempuran. Rupanya kondisi ini, menurut Mahendradatta, dimanfaatkan dengan langsung meluncurkan program Malino II. Tapi alih-alih perdamaian bertambah kuat, proses damai yang berjalan natural tersebut dirusak oleh peserta Malino II yang tidak merepresentasikan elemen yang ada. Penilaian yang sama datang juga dari pihak Kristen dan ketua Front Kedaulatan Maluku, seperti yang diungkapkan Alex Manuputty. Ketua FKM yang disebut-sebut baju lain dari RMS itu menilai, Malino II tidak representatif. “Sesuatu yang representatif tidak akan menimbulkan dilematik dan polemik, jelas negara memaksakan kehendaknya!” tegas Alex. Selain representasi yang masih dipermasalahkan, kebuntuan yang terjadi juga terjadi akibat lambannya aksi pemerintah menerjemahkan perjanjian damai pada program nyata. Pertemuan Malino II itu akan menjadi simbol yang berarti jika pemerintah tidak menindaklanjutinya dalam bentuk penataan kembali kehidupan di Maluku. Misalnya merehabilitasi sarana dan prasarana publik, penghentian konflik, pemulihan keamanan dan ketertiban, rehabilitasi sosial ekonomi dan pengembalian pengungsi. Kerusuhan yang punya stamina dan napas panjang ini harus dihadapi dengan law enforcement. Negara tidak boleh lemah. Terlepas dari beberapa kelemahan Deklarasi Malino II, pemerintah sendiri belum tegas menerapkan salah satu hasil perjanjian damai, yakni membasmi sparatisme RMS. Dan ini yang disoroti betul oleh Irfan S. Awwas. Menurut Irfan, pemerintah daerah Maluku boleh dikatakan hampir tidak berdaya menjalankan fungsi kepemerintahannya. Irfan melihat bahwa RMS sudah muncul dan tidak peduli dengan ancaman pemerintah RI. Keberanian RMS ini tak terlepas dari ancaman pemerintah yang ternyata hanya tong kosong nyaring bunyinya. Keheranan Irfan bertambah karena dalam kasus pembakaran dan pengeboman kantor gubernur, pemerintah masih berdiam diri. Dan lagi-lagi umat Islam yang ketiban pulung. Ditangkapi dan dituduh terlibat kerusuhan. “Pemerintah sedang defisit harga diri karena RMS!” tegas Irfan. Lebih lanjut Irfan mengatakan, sikap keder pemerintah ini karena campur tangan asing di belakang RMS. Dugaan yang sama diutarakan pula oleh Mahendradatta. “RMS sangat berkepentingan untuk mengundang tentara asing,” paparnya. Dalam pengamatannya RMS berkeinginan agar TNI/Polri tidak berdaya di mata internasional. Mereka mengidam-idamkan proses yang sama dengan yang terjadi di Timtim. “Apakah pemerintah sekarang ini juga ingin menampilkan kreditpoin seperti pemerintahan sebelumnya, dengan cara melepaskan satu
wilayah?” katanya dalam kalimat tanya Apapun ceritanya langkah perdamaian tak boleh terhenti. Berhenti berarti hancur! Musuh sudah jelas di depan mata. Pemerintah memang masih maju mundur menghalau RMS. Jika hal ini terus terjadi, prediksi Irfan tentang kemarahan umat Islam bisa-bisa akan terjadi. Muslim akan marah dengan sikap pemerintah yang tak adil dan berat sebelah. Dan jika umat Islam bergerak, pada saat itulah pemerintah akan menindak. “Saya kira tidak ada jalan lain kecuali umat Islam harus membangun satu visi yang sama dan kekuatan bersama untuk menghadapi skenario global dari kalangan anti Islam.” Eman Mulyatman
MENANTI "VIONIS" AZ-ZAYTUN Sabili Edisi No. 22 bulan April 2002 Kode: 13b Tim peneliti Depag gagal mengungkap kesesatan di Pesantren al-Zaytun. Kelambanan, akan makin menggumpalkan kekecewaan masyarakat dan membuka peluang untuk main hakim sendiri. Umat Islam tampaknya masih harus bersabar, menunggu ancaman Menag Sayid Agil alMunawwar untuk menutup Pesantren al-Zaytun. Agil mengaku, tim yang dibentuk Depag untuk menyelidiki pesantren tersebut gagal menemukan bukti-bukti kesesatan mereka. Karena itu, pihaknya berjanji akan meminta bantuan LIPI, MUI dan polisi. “Pasalnya, sangat sederhana, tim peneliti tak bisa masuk ke dalam,” tandasnya kepada wartawan usai mengikuti Haul al-Marhumin di Pesantren Buntet, Cirebon (13/4). Koordinator Solidaritas Umat Islam untuk Korban al-Zaytun (SIKAT), Umar Abduh melihat, hambatan pihak al-Zaytun itu justru makin mengentalkan semua tuduhan sesat yang dialamatkan kepada mereka. Karenanya, dia meminta Depag agar jangan membuang-buang energi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh SIKAT, LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam) dan TIAS (Tim Investigasi Aliran Sesat) sudah cukup untuk ditindak lanjuti. Sebaliknya, Umar mempertanyakan obyektivitas tim peneliti Depag. Menurutnya, peneliti Depag sebenarnya sudah lama melakukan penelitian di al-Zaytun. Mereka tak mendapat hambatan sama sekali. Buktinya, tim ini telah menyelesaikan penelitian tahap pertama. Hasilnya pun sebulan yang lalu telah dipresentasikan di depan MUI. Kesimpulannya, mereka tak menemukan sejumlah kesesatan yang selama ini diungkap oleh SIKAT, LPPI, TIAS maupun pengaduan sejumlah korban. Karenanya, Umar sempat curiga, jangan-jangan mereka telah “terbeli” oleh Abu Toto alias Syaykh Panji Gumilang. Namun sinyalemen di atas dibantah oleh salah seorang peneliti Depag, Fuaduddin. Menurut Fuad, timnya yang telah bekerja sebelum Ramadhan senantiasa bersikap obyektif. Paradigma yang dipakai adalah pendekatan kultural dengan metode fenomena kualitatif. Fuad malah balik menuding, Umar terlalu memaksakan pendekatan politis. Toh MUI tak menerima begitu saja hasil sementara penelitian tim Depag. Mereka memandang, hasil penelitian tim ini masih memiliki banyak kekurangan yang harus disempurnakan. Jalan keluarnya, MUI dan Depag sepakat membentuk tim bersama. Anggotanya 14 orang, terdiri dari 7 peneliti Depag dan 7 peneliti MUI.
Salah seorang peneliti MUI, Mustafa Ali Ya’qub, MA berjanji akan menempuh pendekatan baru. Di samping melakukan penelitian lapangan, ia juga akan mendatangkan sejumlah saksi. Sedangkan untuk menelusuri penyimpangan akidah, Mustafa berjanji akan menggali sejumlah literatur rujukan al-Zaytun selama ini. Dengan pendekatan tersebut, pakar Ilmu Hadits ini optimis timnya mampu menyingkap sejumlah misteri al-Zaytun. “Untuk menelusuri penyimpangan akidah, kita tak cukup hanya mendatangi dan menanyai mereka. Sebab, berbohong seringkali dipakai sebagai senjata penyelamat. Misalnya ajaran taqiyyah pada aliran Syiah dan Ahmadiyah,” jelasnya. Ketika ditanya tentang hasil penelitian tahap pertama tim Depag yang diragukan sejumlah kalangan, Guru Besar Institut Ilmu al-Qur’an (IIQ) ini mengaku tak tahu menahu. “Anaa bariiun minhu (Saya lepas tangan, red). Yang jelas semua tahu, al-Zaytun kini tengah dipermasalahkan. Mustahil, kalau tanpa masalah. Tak mungkin ada asap kalau tak ada api,” tandasnya. Umar Abduh menyambut baik pendekatan yang ditawarkan oleh Mustafa Ali Ya’qub. Dia berharap tim gabungan ini tidak bersikap apriori terhadap hasil penelitian yang telah ada selama ini. Ia mewanti-wanti, jangan sampai mereka gagal untuk kedua kalinya. Untuk itu, mereka tak cukup melakukan penelitian di lokasi pesantren, tapi harus menelusuri lebih jauh jaringan KW IX di semua teritorial. Sebab, kata Umar, jaringan teritorial inilah yang telah menghalalkan segala cara untuk mem-back up pendanaan al-Zaytun selama ini. Keresahan masyarakat akibat aktivitas KW IX, kata Umar, telah mencapai puncaknya. Ia khawatir, kalau pemerintah terlalu lamban mengusut dan menuntaskannya secara hukum, masyarakat akan bergerak main hakim sendiri. “Di Jakarta dan sejumlah daerah kini masyarakat sudah mulai berani melakukan sweeping,” tambahnya. Kasus penggerebekan sangat dramatis terjadi di Cipinang pekan lalu. Insiden ini berakhir dengan pertukaran sandera di stasiun Pasar Minggu. Suasananya, menurut seorang saksi mata, Jayadi, sangat mencekam. Para aktivitis NII dan keluarga korban sempat saling mengancam untuk membunuh. Masyarakat memang tak menutup mata atas keberhasilan aparat menggerebek sejumlah markas NII di berbagai tempat. Misalnya, penangkapan yang dilakukan Polresta Bandung Tengah (10/4) dan kasus terakhir penangkapan aktivis NII KW IX yang menggunakan jaringan pembantu untuk melakukan pencurian di Pulo Gadung, Jaktim (16/4). Sayangnya, mereka hanya berani menangkap aktivis kelas teri dari tingkat “lurah” ke bawah. Sedangkan tingkat “bupati” ke atas malah cenderung dilindungi. Wajar saja kalau ratusan warga Banten sempat mengultimatum Kapolda Jabar. Mereka mengancam, jika Polda masih enggan menertibkan para aktivis KW IX dan Pesantren alZaytun, akan langsung menyerbu ke Indramayu. Tak hanya itu. Kata Umar, kekesalan Pansus DPRD Indramayu pun kini telah mencapai puncaknya. Mereka merasa dilecehkan oleh Panji Gumilang yang beberapa kali mangkir memenuhi undangan mereka. Akibatnya, mereka mengultimatum, kalau Syaykh Ma’had tetap tak bersahabat, masyarakat akan mendirikan posko sepanjang jalan menuju pesantren. Mereka akan mencegat seluruh pengunjung, untuk disuruh kembali. Nah! Misbah
Lokalisasi Judi: Sutiyoso Coba-Coba! Sabili
Edisi No. 22 bulan April 2002 Kode: 6 Masalah judi sesungguhnya sudah final: dilarang. Tapi Sutiyoso membuka kembali dengan kilah sekadar wacana. Mau ngelawan Undang-undang? Sutiyoso bikin blunder. Di akhir masa jabatan, bukannya dipakai untuk merenung atau memikirkan hal-hal yang positif, eeh malah menyodorkan wacana soal pendirian lokalisasi judi. Kontan, tema usang yang sudah out of date ini kembali menjadi kontroversi. Para pendukung wacana ini pun seolah tutup mata terhadap UU no.7 tahun 1974 yang menyatakan judi sebagai tindak pidana, juga menghina Peraturan Pemerintah no. 9 tahun 1981 yang menandaskan bahwa seluruh wilayah RI harus bebas dari judi. “Ini sekadar wacana yang dilemparkan kepada masyarakat,” kilah Gubernur DKI ini. Anehnya, walau dibilang cuma wacana, namun lha kok demikian gencar. Bahkan menurut Bupati Kepulauan Seribu Abdul Kadir, yang wilayahnya akan digunakan untuk tempat lokalisasi, saat ini sudah banyak pihak yang menyodorkan diri sebagai investor. Kontan saja, ide nyeleneh ini mendapat reaksi keras dari masyarakat Jakarta. Dari jajaran birokrat hingga tukang roti cokelat, semuanya sepakat judi harus disikat. Mendagri Hari Sabarno menyatakan bahwa dalam peraturan Otda memang tidak ada peraturan yang mengatur soal judi. “Yang ada adalah larangan soal judi,” tegas Hari. Kadispen Polda Metro Jaya Kombes Anton Bachrul Alam juga menolaknya. “Yang namanya judi tetap suatu kejahatan, dan kami akan tetap mengejarnya,” demikian Anton dalam suatu wawancara televisi. Anggota DPRD DKI Jaya sendiri terbelah dalam menyikapi hal ini. Ketua DPRD Edy Waluyo mendukung ide Sutiyoso. Namun penolakan tegas datang dari Ketua Fraksi Parta Keadilan Ahmad Heryawan. Heryawan mempertanyakan kemampuan pemprov DKI dalam memantau dampak negatif lokalisasi perjudian ini. Wapres Hamzah Haz lebih hati-hati. Ia menyarankan agar dilakukan pengkajian lebih cermat soal ini sebab Indonesia masyarakatnya kental nuansa relijius. Sesungguhnya, yang namanya judi—apapun bentuknya—tetap dilarang. Undang-Undang (tahun 1974) dan Peraturan Pemerintah (tahun1981), telah menegaskan hal itu. Namun dalam acara dialog di Metro Teve, Selasa malam (16/4) Sutiyoso menyatakan, “Kalau perlu Undang-undangnya direvisi.” Lawan bicara Sutiyoso, Sekjen Partai Keadilan Anis Matta mengomentari Sutiyoso dengan mengatakan, “Saya tak habis pikir, bagaimana bisa pemerintah sekarang berpikir dengan logika pasrah. Jika ada sesuatu yang tidak bisa dibasmi maka hal itu seolah-olah sudah menjadi suatu kewajaran yang dibolehkan.” Anis menambahkan bahwa pemerintah sebenarnya mempunyai kekuasaan yang bisa dipakainya untuk menyikat habis perjudian. Sebenarnya, selain judi, yang harus diselidiki adalah back-mind dari orang-orang yang mengajukan wacana ini. Benarkah mereka hanya sebagai fasilitator, atau jangan-jangan (jangan sampai) malah sebagai inisiator? Na’udzubillah! Rizki Ridyasmara
Senin, 22 April 2002
KOMPAS (Rubrik:10b)
Babak Baru Dinamika Politik Kaum Santri KETUA Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur (Jatim) KH Ali Maschan Moesa pekan lalu ke Banyuwangi, membawa misi merajut kembali perpecahan di kalangan kiai NU. Ada kiai yang mendukung kepengurusan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Banyuwangi, tetapi ada juga yang menolak. Bahkan 32 kiai sepuh menyatakan keluar dari PKB sebagai bentuk protesnya. Perpecahan ini sangat memprihatinkan. Sebab, akan menjadikan roda organisasi NU tidak berjalan secara efektif. Perpecahan di kalangan kiai akan begitu cepat merembet ke massa karena watak kepemimpinan kiai yang solidarity making. Hubungan kiai dengan pengikutnya itu terpintal dalam paradigma sami'na wa atha'na (mendengar dan patuh). Di samping itu, akan mengancam perolehan suara PKB yang merupakan pemenang pemilihan umum (pemilu) di wilayah ujung timur Jatim ini. Praktis sebenarnya para kiai adalah istrumen kampanye PKB sepanjang waktu. Tidak hanya saat musim kampanye pemilu. Yaitu melalui aktivitas sosial kiai seperti pengajian, selametan, yasinan, istighotsah, dan pranata sosial yang lain. Lantaran perbedaan pendapat itu sudah begitu parah, lantas ada upaya agar PWNU Jatim menjadi mediator islah. Tetapi, misi yang diemban Ali Maschan itu gagal. Pengurus PCNU dan kiai sepuh yang diundang dalam acara pelantikan Ikatan Pencak Silat NU Pagar Nusa, tidak ada yang hadir. "Kami tidak ingin perpecahan di kalangan kiai NU berlanjut," kata dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel, Surabaya, ini. Perbedaan pendapat di tubuh NU juga terjadi di daerah lain dengan nuansa politik yang hampir sama. Di Sidoarjo, komunitas kiai NU terbelah antara pendukung Ketua DPC PKB Sidoarjo Syaiful Ilah dengan pendukung Ketua DPRD Sidoarjo Utsman Ihsan. Hal ini bermula dari pencalonan Ketua DPC PKB. Ternyata Syaiful yang menang dengan mengalahkan Utsman. Konflik masih memanas. Masing-masing mencari dukungan para kiai dan pengurus DPP PKB. Alternatif islah dengan cara Utsman diakomodasi dalam struktur DPC PKB, ternyata ditolak Syaiful. Penolakan ini memperparah perbedaan pendapat sampai di tingkat lapisan bawah, termasuk menyentuh lembaga lain di NU seperti Banser. Konflik di Kabupaten Malang bahkan sampai melahirkan DPC NU kembar yaitu pimpinan KH Mahmud Zubaidi di satu pihak, dan pimpinan KH Farichin Muhsan. Ketua PBNU KH Hasyim Muzadi pada akhirnya memang melantik kubu Farichin Muhsan. Tetapi, ternyata konflik tidak selesai. Hal serupa juga terjadi di Lamongan, Situbondo, dan Mojokerto, kendati tingkat intensitasnya tidak sekuat di Sidoarjo, Banyuwangi atau Malang. Di Jatim, provinsi yang menyumbang 25 dari 52 kursi PKB di DPR, juga bersemi benih perpecahan. Bermula dari Musyawarah Wilayah PKB Jatim di Tuban, akhir tahun lalu. Sebagian kiai mempunyai jago sendiri untuk menduduki posisi ketua. Kiai dari Madura menjagokan Wakil Ketua PWNU Jatim KH Nuruddin A Rahman dari Bangkalan. Kiai belahan timur menjagokan KH Hasan Mutawakil Alallah, pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton. KH Hasyim Muzadi mem-back up anggota DPR asal Malang, Sofwan Chudori. Sebagian lagi kiai mendukung Chairul Anam. Sebagian besar pengurus PWNU Jatim bersikap asal bukan Anam (ABA). Pertarungan berlangsung sengit. Pada akhirnya mayoritas kiai berada di kubu ABA dengan menjagokan Hasan Mutawakil. Tiba-tiba KH Abdurrahman Wahid berpihak kepada Anam.
Akhirnya dalam pemilihan suara, Anam tampil sebagai pemenang. Konflik tidak selesai sampai di Muswil. Niat Anam melakukan rekonsiliasi bertepuk sebelah tangan. KH Fawaid As'ad, pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah, Situbondo, menolak bergabung dalam pimpinan Anam. Demikian pula sikap Hasan Mutawakil. Kubu Anam melakukan serangan balik dengan menggagas Muktamar Luar Biasa (MLB) NU untuk melengserkan KH Hasyim Muzadi.
*** FENOMENA perpecahan bukan cuma di Jatim. Munculnya dua PKB, yaitu PKB Kuningan pimpinan Alwi Shihab dan PKB Batutulis pimpinan Matori Abdul Djalil merebakkan perpecahan di NU. Bahkan merembet sampai ke jajaran kiai khos (khusus). Misalnya, KH Dimyati Rois dari Kendal dan KH Makshum Djauhari dari Kediri cenderung berada di kubu Matori. Sedang KH Abdullah Faqih Langitan, KH Abdullah Abbas dari Buntet, jelas ke PKB Alwi. Konflik dalam spektrum NU-PKB ini merupakan fenomena tersendiri. Terlepas dengan konflik lanten kubu Situbondo dengan kubu Cipete yang puncaknya meletus tahun 1984. Sulit pula diletakkan dalam spektrum konflik ideologis NU politik dengan NU kultural. Fenomena konflik di NU berjalan berjajar dengan tingkat intensitas keterlibatannya di politik. Lebih sempit lagi, kalau menyangkut urusan pembagian kekuasaan. Sampai-sampai muncul pemeo: NU itu bisa guyub rukun dan utuh kalau menyangkut Ayat Kursi (suatu ayat di Al Quran yang biasa dibaca secara bersama-sama dalam pelbagai acara seperti selamatan, pengajian, istigotsah). Tetapi pecah tatkala berebut kursi (kekuasaan). Di tahun 1970-an, NU nyaris tercabik dengan konfliknya KH Idham Chalid dengan tokoh muda Subchan ZE. Konflik ini bisa diredam oleh kepemimpinan Rois Aam Syuriyah PBNU KH Bisri Syansuri yang sangat kuat. Di paruh awal dekade 1980-an, merebak konflik kubu Cipete yang dikomandani KH Idham Chalid dengan kubu Situbondo yang berakhir dengan kemenangan kubu Situbondo yang dipelopori KH Achmad Sidiq dan KH Abdurrahman Wahid. Jauh sebelum itu, menjelang Pemilu 1955, NU juga dilanda konflik antara kubu pendukung NU keluar dari Masyumi dan menjadi partai tersendiri, dengan kubu yang tetap ingin NU di Masyumi. Konflik ini sampai menyentuh keluarga pendiri NU Hadratus Syekh KH Hasyim Asy'ari. Putra sulung KH Hasyim Asy'ari, KH Wahid Hasyim yang juga ayahanda KH Abdurrahman Wahid berada di kubu keluar dari Masyumi. Sedang adiknya, KH Karim Hasyim bertahan di Masyumi dengan berpegang fatwa KH Hasyim Asy'ari bahwa hanya ada satu partai Islam yaitu Masyumi. Nuansa konflik diramaikan dengan keterlibatan partai politik dan kekuasaan. Di dekade 1980-an, terjadi konflik yang bertahan di Partai Persatuan Pembangunan (PPP) seperti Hamzah Haz, KH Cholil Bisri dengan yang menggembosi PPP seperti KH Yusuf Hasyim, Mahbub Djunaidi, dan KH Syukran Makmun. Di akhir dekade 1990-an, merebak konflik antara yang pendukung PKB sebagai wadah tunggal politik warga NU, dengan yang di partai lain seperti Partai Nahdlatul Ummat (PNU), Partai Kebangkitan Umat (PKU), dan Partai Suni. Lantaran kentalnya konflik NU berkaitan dengan politik, sampai-sampai ada yang menganggap bahwa NU tak perlu berpolitik sama sekali. Kembali ke Khittah 1926 harus diartikan benar-benar steril dari politik. NU hanya bergerak di kawasan kultural, dakwah, sosial dan pendidikan. Buktinya, ketika NU kembali ke Khittah tahun 1984, sebagai jam'iyah sangat dinamis. Dinamika NU meroket dan mencengangkan dunia internasional melalui gerakan kulturalnya. Bahkan NU yang semula dicap sebagai kelompok muslim tradisionalis dinilai lebih modern dari kalangan muslim modernis. Justru ketika tergoda menfasilitasi berdirinya PKB dan menganggap PKB sebagai satusatunya telor NU, sedang yang lain itu ghairu telor, NU mengalami set back. Pada mulanya memang mencengangkan. Betapa tidak, PKB merupakan partai baru yang masuk kelompok tiga besar perolehan suara pada Pemilu 1999, setelah PDI-P dan Golkar.
Bahkan walau dengan 12 persen suara (Pemilu 1955 dan Pemilu 1971 lebih 18 persen), deklaratornya, KH Abdurrahman Wahid menjadi presiden. Sukses ini seolah menjadi pertanda bahwa dinamika politik NU telah beranjak dari "politik sawah" kepada "politik pascasawah". Terminologi politik sawah berkait dengan corak kultur politik masyarakat petani di pedesaan. Struktur sosial-politiknya hanya membagi dua kelompok yaitu pemimpin dan massa pengikut, yang melahirkan dominasi fungsi kepemimpinan di dalamnya. Interpretasi terhadap realitas dan nilai-nilai hampir sepenuhnya didominasi sang pemimpin. Corak hubungannya sami'na wa atha'na. Posisinya berada di pinggiran. Politik pascasawah merujuk pada perkembangan politik yang mencerminkan kaida-kaidah politik modern seperti yang dipegang masyarakat kosmopolit. Keputusan bukan semata milik para pemimpin tetapi melalui proses dari bawah. Hubungan pemimpin dengan massanya bersifat kontraktual. Lebih mengutamakan pendekatan institusional daripada personal.
*** PERTANDA ini dipertanyakan siginifikansinya tatkala Presiden KH Abdurrahman Wahid dijatuhkan dalam Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) 23 Juli 2001. Segala daya upaya NU untuk menyelamatkan, sia-sia. Lebih menohok, kegagalan KH Abdurrahman Wahid bertahan dianggap sebagai kegagalan politik kaum santri. Sebagai indikator desakralisasi ulama. Betapa tidak, keputusan alim ulama NU di Batuceper yang mengharamkan SI tidak diindahkan sama sekali, termasuk oleh warga NU yang tersebar di partai di luar PKB. Di samping itu, KH Abdurrahman Wahid adalah puncak dari struktur ulama NU. Ia jenius. Dianggap memiliki ilmu ladzuni. Memiliki nasab yang sangat tinggi. Lihat saja, cucu pendiri NU, putra Ketua Umum PB NU pertama. Karismanya luar biasa. Pengikutnya menganggap sebagai waliyullah. Ulah sebagian kecil pengikut Abdurrahman Wahid di Jatim dan sebagian Jawa Tengah yang melakukan anarkisme, menjadi setitik nila merusak susu sebelanga. Memperkuat sebagian pandangan bahwa NU merupakan organisasi tradisional yang radikal. Mencederai gambaran NU sebagai organisasi yang tasamuh (toleran), tamadun (berkeadaban), moderat. Kejatuhan KH Abdurrahman Wahid bisa menjadi parameter tingkat perkembangan dinamika politik NU. Dari sini NU harus melakukan rekonstruksi atau bahkan dekonstruksi, revisi, dan reposisi peran politiknya. Tokoh muda PKB Effendy Chairi malah mempertanyakan relevansi fiqh siyasah NU yang bersumber pada kitab-kitab klasik abad pertengahan. Di samping itu, harus memahami dinamika internal maupun eksternal. Di sisi eksternal, permainan politik cenderung ditentukan kelompok politik kosmopolit. Di sisi internal, ada proses rasionalisasi bahkan sekularisasi yang cukup signifikan. Dampaknya, menuntut perubahan pola kepemimpinan dan kaderisasi. Termasuk berpikir ulang apakah peran politik NU dilakukan melalui PKB seperti sekarang, ataukah NU kembali menjadi partai politik seperti yang pernah digagas KH Yusuf Hasyim, putra bungsu KH Hasyim Asy'ari. Atau pula NU benar-benar steril dari politik praktis. Format politik NU adalah politik garam, memberikan warna dan rasa setiap denyut politik. Yang penting, dinamika politik NU tidak hanya bermain di pinggiran, tukang nyagani kere minggat, tukang dorong mobil mogok tetapi kemudian ditinggal. Tetapi, benar-benar berada di pusat pusaran dinamika perpolitikan Indonesia. (ANWAR HUDIJONO)
Senin, 22 April 2002
KOMPAS (Rubrik:10b)
Maka, KH Hasyim Pun Terancam Lengser SEORANG peserta tiba-tiba berdiri dan melakukan interupsi terhadap Ketua Umum
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi. "Jangan memanggil Pak Dur. Panggil almukarram KH Abdurrahman Wahid," kata peserta itu dengan nada lantang. KH Hasyim tertegun. Peserta lainnya dalam suatu pengajian di Bangil, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, beberapa waktu lalu, ada yang kaget. Tetapi, ada juga yang bertepuk tangan. Setelah suasana mendingin, KH Hasyim memilih mengalah. Dalam pengajian itu, ia tidak lagi menyebut nama KH Abdurrahman Wahid, mantan Ketua Umum PBNU dan mantan presiden, dengan Pak Dur atau Gus Dur, tetapi nama lengkapnya. Ini pertama kali dialami KH Hasyim. Selama ini, dalam pidato maupun berbicara sehari-hari sudah biasa menyebut dengan panggilan Pak Dur atau Gus Dur. Tidak pernah ada yang protes. Apalagi dengan interupsi di suatu pengajian. Kalangan santri begitu kuat memegang teguh tata krama hubungannya dengan kiai, yaitu harus bersifat tawaduk, hormat. Merupakan pantangan seorang santri berbicara dengan kiai dengan kepala mendongak, tetapi harus menunduk. Apalagi sampai berbicara keras dan kasar. Tidak berlebihan kiranya kalau dikatakan bahwa peristiwa ini merupakan indikator bahwa isu konflik KH Abdurrahman Wahid dengan KH Hasyim Muzadi sudah menyentuh lapisan bawah NU. Sebenarnya KH Hasyim Muzadi dalam banyak kesempatan, termasuk kepada para kiai di Pondok Pesantren Langitan, sudah menjelaskan dirinya tidak ada konflik dengan KH Abdurrahman Wahid. Akan tetapi, upaya KH Hasyim itu tampaknya tak membuat reda, bahkan seperti bertepuk sebelah tangan. Peristiwa yang memperkuat indikasi konflik terus bermunculan. Bermula meletus di Hotel Utami Surabaya, akhir Februari 2002. Sejumlah ulama khos (khusus) berkumpul. Kabarnya, perkumpulan tersebut diprakarsai pimpinan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jawa Timur. Pada mulanya, pertemuan itu memang diskenario agar menelurkan komunike yang menuntut pelengseran KH Hasyim Muzadi dari kursi PBNU. Jalur kiai khos ini dilakukan karena kalau melalui jalur konstitusi, sangat sulit. Sesuai Anggaran Dasar dan Angaran Rumah Tangga NU, pelengseran harus melalui keputusan lembaga Syuriyah. Bisa juga atas permintaan lebih 50 persen cabang. Padahal, selama ini tidak ada satu pun cabang yang meminta. Cabang respek terhadap kepemimpinan KH Hasyim Muzadi yang mau melakukan konsolidasi sampai di bawah, bukan hanya di Jawa Timur dan Jawa Tengah, tetapi sampai luar Jawa. Syuriyah juga tidak ada persoalan dengan Tanfidziyah. Hubungan KH Hasyim dengan Rois Aam KH Sahal Mahfudz sangat baik. Di samping itu, forum kiai khos yang merupakan lembaga informal di tubuh NU yang dalam beberapa tahun terakhir ini mencuat, bahkan seolah melebihi supremasi Syuriyah sebagai lembaga tertinggi NU. Mulai dari proses pencalonan KH Abdurrahman Wahid menjadi presiden sampai pertemuan ulama Batuceper yang menolak Sidang Istimewa Maje-lis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang melengserkan Presiden Abdurrahman Wahid. Ternyata mayoritas kiai khos menolak, termasuk KH Abdullah Faqih, pengasuh Pondok Pesantren Langitan yang dianggap sebagai pucuk pimpinannya. Hanya ada beberapa kiai yang mendukung seperti KH Mas Ahmad Subadar, Wakil Rois Syuriyah Pengurus Wilayah
(PW) NU Jatim, KH Chudori dari Jawa Tengah. Lantaran agenda membahas pelengseran KH Hasyim Muzadi gagal dimasukkan, direkayasa sebegitu rupa agar ada peserta yang melontarkan gagasan itu. Kemudian, masalah inilah yang dicuatkan ke luar forum. Ditambahi pernyataan KH Abdurrahman Wahid, mustasyar PBNU, bahwa KH Hasyim Muzadi di-dead line setahun untuk memperbaiki kinerjanya. Di antaranya, tidak membawa NU ke dalam permainan politik. Pernyataan ini diulang-ulang dalam kesempatan berbeda.
*** KH HASYIM membawa NU ke politik? Tudingan ini tentu saja mengagetkannya karena justru sekarang ini sedang menggulirkan proses purifikasi NU sesuai doktrin kembali ke Khittah 1926, yang diputuskan pada Muktamar Situbondo tahun 1984. Sebab, terkesan sejak PBNU menfasilitasi berdirinya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), justru PBNU dituding melakukan politik praktis. Mendukung PKB, dan menganaktirikan warganya yang di partai lain, seperti di Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Umat (PKU), Partai Nahdlatul Ulama (PNU), dan Partai SUNI. Demikian pula ketika Presiden Abdurrahman Wahid berkuasa, PBNU dituding melakukan politik praktis mati-matian mempertahankan Abdurrahman Wahid. Hampir kegiatannya dinilai bernuansa politik defensif. Seperti, saat melakukan istigotshah kubra di Jakarta menjelang Sidang Memorandum II DPR. Ketika massa pendukung Abdurrahman Wahid melakukan aksi merusak dan membakar Kantor Partai Golkar dan PDI-P, fasilitas milik Muhammadiyah dan tempat ibadah baik Islam maupun agama lain di beberapa kota di Jatim dan Jawa Tengah, PBNU jelas yang gena getahnya. Untuk itulah PBNU segera melakukan proses purifikasi dan pencerahan. Segera membangunkan kesadaran dan kejernihan warganya setelah mengalami eforia saat Abdurrahman Wahid berkuasa, maupun masih "sakit hati" akibat dilengserkan. Kepada kiai khos, termasuk Abdurrahman Wahid dan warga NU di Langitan, KH Hasyim menjelaskan langkah-langkahnya. Termasuk menepis tuduhan bahwa dia berangkulan dengan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Hamzah Haz dan bergandengan dengan Ketua Umum PKB Batu Tulis Matori Abdul Djalil. Menurut dia, langkah-langkahnya itu mengemban amanat Muktamar Lirboyo, yaitu agar ngumpulake balung pisah, mengumpulkan tulang yang berserakan. Maksudnya, menghimpun kembali warga NU yang bercerai-berai akibat perbedaan politik. Hamzah dan Matori termasuk warga NU. Di samping itu, NU tetap harus berada di jalur Khittah 1926 yang berarti tidak berpolitik dan menjaga jarak yang sama dengan seluruh organisasi politiki. Sebab, pada kenyataannya, ketika NU terseret pusaran arus politik, hanya membawa madlarat, kerugian. Ibaratnya, kata KH Hasyim di depan pengajian di Lamongan, NU hanya nyangoni kere minggat, memberi bekal pengemis yang minggat. Setelah tujuan politiknya tergapai, NU dengan mudah dilupakan. Dalam istilah lain, NU hanya menjadi tukang dorong mobil mogok. Setelah mobil berjalan, NU ditinggalkan bahkan sempat diludahi.
*** UPAYA penjelasan KH Hasyim tentang posisi NU dan penafian bahwa dirinya konflik dengan KH Abdurrahman Wahid, seperti musafir berteriak di tengah padang pasir. Isu yang mempertajam konflik terus bermunculan. Misalnya, merebak isu bahwa KH Hasyim menyuruh PKB Kuningan pimpinan Alwi Shihab dibubarkan. Isu ini membuat para kiai khos yang diperluas melakukan pertemuan di Pondok Pesantren Futuhiyah Mranggen (Jateng), 9 April lalu. Isu agar PKB bubar itu dianggap perlawanan secara terang-terangan KH Hasyim terhadap KH Abdurrahman Wahid.
Ternyata yang dimaksud KH Hasyim, sebagaimana dijelaskan Alwi Shihab, kalau pada akhirnya pemerintah hanya mengakui PKB Batutulis, PKB Kuningan harus memikirkan langkah berikutnya. Termasuk kemungkinan ganti baju partai. Proses tabayyun, klarifikasi ini tampaknya tidak otomotis mampu menghentikan isu yang menggelinding di lapisan bawah. Yang mengarah kepada krisis kepercayaan terhadap KH Hasyim. Misalnya, disebutkan bahwa KH Hasyim yang juga pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang ini bukan trah atau nasab, keturunan ulama besar. Kiai Muzadi, ayahnya, hanyalah kiai kecil di sebuah desa di Tuban. Ia dianggap berbau "Muslim modernis" karena dia pernah menjadi aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII). Dia juga alumni Pondok Modern Darussalam Ponorogo yang tidak memiliki afiliasi dengan NU. Bahkan, dalam beberapa pandangan, Gontor dianggap lebih dekat dengan Masyumi karena pendirinya, KH Ahmad Sahal, KH Zainudin Fanani, dan KH Imam Zarkasyi pernah aktif di Masyumi. Ia diserupakan dengan Matori, dibesarkan Abdurrahman Wahid, tetapi kemudian ngraman, memberontak. Isu yang mengarah kepada character assasination, pematian karakter. Mas'ud Said, intelektual NU yang juga dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) melihat, sebenarnya persoalan konflik ini asalnya sederhana. Pada satu sisi, PKB minta disusui terus oleh NU, sementara di sisi lain NU ingin melakukan purifikasi diri dalam kerangka Khittah 1926. Dengan demikian, tarik-menarik politik dengan khitah merupakan pengulangan sejarah konflik NU. Di tahun 1980-an, terjadi konflik yang tajam antara kubu NU politik yang disebut Kubu Cipete dengan tokohnya KH Idham Chalid dan Chalid Mawardi, dengan Kubu Situbondo dengan tokohnya KH Achmad Sidiq dan Abdurrahman Wahid. Dalam konflik ini, kubu Situbondo keluar sebagai pemenang. Terbukti dengan kembalinya NU ke Khittah 1926. Namun, persoalan tidak selesai. Perjalanan sejarah NU tetap diwarnai konflik ini sehingga muncullah polarisasi NU politik dan NU kultural. Lantas, tokoh seperti KH As'ad Syamsul Arifin, Mahbub Junaidi, dan KH Yusuf Hasyim memunculkan gagasan Khittah Plus, yaitu NU berdiri atas Khittah, tetapi juga memerankan politik. Muktamar Cipasung merupakan salah satu babak penting perang NU kultural dengan NU politik ketika Abu Hasan menantang Abdurrahman Wahid dalam pencalonan Ketua Umum Tanfidziyah. NU kultural tiba-tiba berbalik ke politik ketika tokoh-tokohnya dengan didukung kalangan NU muallaf (baru), mendirikan PKB. NU benar-benar larut ke dalam kegiatan politik. Tak terkecuali KH Hasyim Muzadi. Manuvernya mendirikan lembaga forum kiai khos, merupakan instrumen untuk berpolitik. NU kultural atau NU khitah tinggal dijaga KH Sahal Mahfudz dan tokoh-tokoh muda seperti Ulil Absar Abdalla. Yang jelas, proses purifikasi NU tetap akan dihadang kepentingan politik. Bisa juga ditimbrungi faktor lain, seperti dalam perebutan koran Duta Masyarakat dan kepentingan sesaat yang lain. Dalam hitungan praktis, proses purifikasi NU akan merugikan PKB. Sebab, dengan disebut "telur NU" dan mendapat dukungan penuh, merupakan alat sosialisasi efektif bagi PKB. Jaringan NU sampai di tingkat kelompok-kelompok pengajian, yasinan merupakan jaringan kampanye yang efektif. Jika konflik ini berlarut-larut, pasti akan merugikan NU. Bahkan, menurut Mas'ud Said, kandidat doktor ilmu politik ini, kerugiannya akan melebihi konflik Cipete-Situbondo. Sebagai aset penting bangsa dan masyarakat, carut-marut NU menjadi sandungan menuju terbinanya bangunan civil society, masyarakat madani. (Ano)
Senin, 22 April 2002
KOMPAS (Rubrik:10b)
NU dan Pluralitas Politik Warga NU Kacung Marijan
Lebih dari satu dekade lalu, ketika ditanya apakah mungkin Nahdlatul Ulama (NU) akan aktif di bidang politik kembali, almarhum Kiai Wahid Zaini menjawab, "Mungkin saja." Lebih jauh Kiai Wahid mengatakan, "Bagi NU, organisasi dan kegiatan itu hanyalah alat untuk mencapai tujuan, yakni kemaslahatan umat yang berhaluan ahlussunnah wal jamaah. Untuk itu, NU bisa memakai kendaraan organisasi sosial keagamaan, bisa juga memakai kendaraan politik." Jawaban almarhum Kiai Wahid seperti memperoleh pembenaran pada tahun 1998. Selang beberapa saat setelah kejatuhan pemerintahan Orde Baru, tidak sedikit warga NU yang mulai kasak-kusuk untuk membentuk partai politik. Bahkan, ada sejumlah kelompok yang sudah tidak sabaran, langsung mendirikan partai politik. Semangat seperti itu tentu berlawanan dengan apa yang terjadi pada awal tahun 1980-an. Sejumlah tokoh muda NU, termasuk Gus Dur, ketika itu, sudah jenuh melihat perilaku politik warga NU. Kegiatan politik warga NU dinilai sudah berlebihan sehingga kurang membawa kemaslahatan bagi warga NU. Kegiatan politik warga NU, bahkan dianggap mengarah kepada pembodohan warga. Akibat terlalu menitikberatkan pada kegiatan politik, kegiatankegiatan lain seperti di bidang pendidikan dan keagamaan menjadi terabaikan. Gayung pun bersambut. Gerakan anak-anak muda NU itu memperoleh respons positif dari sejumlah kiai sepuh yang merasa sering ditinggalkan oleh para politisi NU. Para ulama yang mengadakan musyawarah pada tahun 1983 memutuskan untuk membawa NU kembali kekhitah asalnya, yakni sebagai organisasi yang bergerak di bidang sosial keagamaan belaka. Keputusan ini kemudian dipertegas pada Muktamar NU pada tahun 1984.
*** Bagi NU, memenuhi tuntutan agar kembali aktif di bidang politik, apalagi mendirikan partai politik, tentu saja bukan jawaban yang mudah. Demikian pula kalau tetap bersikukuh memosisikan diri sebagai organisasi sosial keagamaan belaka. Realitasnya, tuntutan agar NU bersedia meluaskan sayapnya, bergerak di bidang politik, begitu kuat. Bahkan, tidak sedikit warga NU yang menuntut agar NU berubah menjadi partai politik. Oleh karena itu, para petinggi NU berusaha mengambil sikap yang bijak. Di satu sisi, mereka ingin tetap membawa NU berada pada rel Khittah 1926 karena hal ini merupakan kerangka bangunan ideal NU yang ingin terus-menerus dicapai. Di sisi lain, NU juga tidak mau menafikan realitas bahwa tuntutan agar NU merambah politik praktis itu juga besar sekali. Kompromi yang dilakukan kemudian adalah NU tetap berperan sebagai organisasi sosial keagamaan. Peran demikian penting dilakukan karena mereka menyadari bahwa di dalam banyak hal, seperti di bidang pendidikan dan ekonomi, warga NU masih tertinggal. Keadaan demikian, bisa jadi, akan bertambah parah manakala NU kembali mengubah orientasinya ke bidang politik semata. Sementara itu, NU juga menyadari, sebagai organisasi yang memiliki massa puluhan juta, tidak akan lepas dari masalah-masalah politik. Bagaimanapun juga, berbagai kebijakan politik akan berpengaruh terhadap organisasi dan massa yang dimiliki. Sementara itu, sebagai bagian dari komunitas politik, NU juga tidak lepas dari kepentingan-kepentingan, di tengah-tengah banyaknya kepentingan yang berusaha untuk mempengaruhi keputusankeputusan politik. Hanya saja, NU tidak ingin mengulangi sejarah: terjebak oleh rutinitas politik semata. Karena itu, yang dilakukan kemudian adalah NU memfasilitasi keinginan warga NU untuk membentuk partai politik. Puncak dari upaya itu adalah dideklarasikannya partai sebuah politik yang didukung oleh mayoritas elite NU: Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Karena itu, PKB kemudian dipahami oleh banyak orang tidak semata-mata partainya warga NU, melainkan juga kendaraan politik NU sendiri.
Meskipun demikian, upaya membangun kendaraan politik ini tidak sepenuhnya berhasil. Hal ini terjadi karena ada kelompok-kelompok yang tidak terakomodasi kepentingannya. Kelompok-kelompok yang tidak terakomodasi ini lantas membentuk partai-partai politik sendiri seperti PKU dan PNU. Ada juga politisi-politisi NU yang tetap berafiliasi dengan partai-partai lama: di PPP dan di Golkar. Adanya pluralitas politik di lingkungan warga NU itu sebenarnya wajar saja terjadi. Secara kultural, NU itu tidak tunggal. NU adalah kumpulan dari para ulama dan pengikutnya yang menganut ajaran ahlussunnah wal jamaah. Secara kelembagaan hal itu termanifestasi ke dalam pesantren-pesantren. Karena itu, meskipun mereka tergabung di dalam jamaah NU, mereka bisa saja memiliki independensi. Dalam konteks independensi itulah kita bisa memahami mengapa terdapat pluralitas afiliasi politik di kalangan warga NU. Pluralitas itu menjadi mengemuka karena belakangan terdapat kecenderungan memudarnya politik aliran. Partai-partai politik tidak lagi secara substansial memperjuangkan aliran politik tertentu, melainkan lebih pada upaya untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan yang bercorak pragmatis. Kecenderungan demikian menjadi salah satu halangan bagi terbangunnya sebuah afiliasi politik yang lebih menyatu bagi warga NU. Secara teoretis, adanya pluralitas di dalam afiliasi politik bagi warga NU merupakan sebuah rahmat yang patut disyukuri. Berbagai afiliasi politik itu bisa menjadi instrumen untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan yang dimiliki oleh warga NU. Dalam taraf tertentu, naiknya Gus Dur menjadi presiden pada 1999 merupakan implikasi dari pluralitas politik warga NU. Naiknya Gus Dur itu bukan semata-mata karena keberhasilan poros tengah. Poros tengah itu sendiri lebih mudah terbangun karena tersebarnya politisi NU di kekuatan-kekuatan politik yang ada di MPR. Meskipun demikian, pluralisme politik di lingkungan NU ini justru sering dipandang secara negatif. Pluralisme itu telah menjadi sumber konflik bagi sesama warga NU. Pemilu 1999 merupakan contohnya. Di Jawa Tengah, suara warga NU terbelah ke dalam dua kekuatan politik besar: PKB dan PPP. Masing-masing kelompok menganggap pilihan politiknya yang paling benar. Konsekuensinya, konflik yang bercorak kekerasan terjadi. Tidak hanya corak afiliasi politiknya saja yang berbelah. Di dalam tubuh PKB, partai politik yang dibidani oleh NU, saat ini juga terbelah: antara kubu Gus Dur-Alwi Shihab dengan kubu Matori. Keduanya sama-sama mengklaim sebagai yang berhak untuk memimpin PKB.
*** Di dalam situasi seperti itu, apa yang seharusnya diambil oleh NU? Argumen almarhum Kiai Wahid Zaini sebenarnya bisa dijadikan pijakan. NU bisa menggunakan instrumen apa saja, apakah organisasi sosial keagamaan ataukah organisasi politik, asalkan dimaksudkan untuk mencapai kemaslahatan umat. Yang menjadi masalah adalah kendaraan manakah yang tepat? Apakah NU yang memosisikan diri sebagai organisasi sosial keagamaan telah cukup efektif untuk mencapai tujuan itu? Sejauh mana partai-partai politik yang dimiliki oleh warga NU memiliki kemaslahatan bagi warga NU? Seperti di singgung di depan, kembalinya NU ke Khittah 1926 pada awal tahun 1980-an didorong oleh fakta bahwa kegiatan-kegiatan sosial keagamaan, pendidikan, dan ekonomi warga NU menjadi terbengkalai karena NU terlalu berat berkiprah di bidang politik. Padahal, kegiatan-kegiatan itu merupakan target pokok di awal berdirinya NU. Secara kuantitatif kita memang tidak mudah untuk mengukur keberhasilan NU setelah kembali ke Khittah 1926. Lembaga-lembaga pendidikan yang dimiliki oleh warga NU, misalnya, masih belum tampak ke permukaan. Begitu pula kondisi perekonomian warga NU. Harus diakui, potret kegiatan sosial ekonomi NU, termasuk di bidang pendidikan, masih tertinggal oleh organisasi keagamaan, semisal, Muhammadiyah. Akan tetapi, ini tidak berarti bahwa kembalinya NU ke Khittah 1926 tidak memiliki manfaat. Sampai menjelang keruntuhan pemerintahan Orde Baru, NU telah menjadi bagian dari civil society yang patut diperhitungkan. NU telah menjadi alternatif ketiga organisasi-organisasi politik tidak mampu menjalankan fungsinya secara baik.
Meskipun saat ini pemerintahan Orde Baru telah runtuh, peran sebuah organisasi keagamaan yang melakukan konsentrasi di luar politik sangat diperlukan. Ketika banyak orang dan organisasi yang tergiur untuk memasuki rana politik, justru dibutuhkan sebuah organisasi yang secara konsisten berusaha memperjuangkan tegaknya civil society. Apalagi kalau diingat, tingkat pendidikan dan ekonomi warga NU masih tergolong rendah. Hanya saja, mengingat NU tidak lepas dari perjuangan untuk menyalurkan kepentingankepentingan politiknya, NU tidak bisa begitu saja bebas dari perjuangan-perjuangan politik. Adanya berbagai saluran politik yang dimiliki oleh warga NU, bisa dijadikan instrumen untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingannya itu. Meskipun demikian, mengingat pluraliatas afiliasi politik warga NU selama ini sering berkonsekuensi negatif, NU tentu saja tidak bisa begitu saja memanfaatkan berbagai instrumen itu. Ketika NU dianggap cenderung dekat dengan afiliasi politik warga NU tertentu, warga NU yang ada di luar itu bisa saja menganggap NU tidak lagi berlaku fair. NU bisa dianggap telah menganaktirikan yang lain. Satu langkah penting yang perlu dilakukan oleh NU adalah bagaimana menjadi jembatan bagi warga NU yang berbeda secara politik itu. Di depan kelompok-kelompok yang berbeda itu, NU secara tegas harus mengatakan bisa saja warga NU memiliki afiliasi politik yang berbeda. Yang penting adalah bagaimana kendaraan politik yang dimiliki itu untuk kemaslahatan warga NU yang berhaluan ahlussunnah wal jamaah itu. Langkah seperti ini penting dilakukan agar NU tidak terjebak oleh perilaku politik yang bersifaat sesaat dan bercorak pragmatis. Memang, pada akhirnya NU tidak lepas dari sebuah pemihakan-pemihakan. Tetapi, pemihakan itu lebih dilakukan karena kelompok yang dipihak dilihat lebih dekat dengan nilainilai dasar yang diperjuangkan oleh NU, bukan oleh kepentingan-kepentingan sesaat. Untuk itu, berilah kesempatan kepada warga NU untuk memberi penilaian, partai-partai mana yang lebih dekat dengan nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan yang dimiliki. * Kacung Marijan Staf pengajar FISIP Universitas Airlangga; Mahasiswa Program Doktor pada the Australian National University, Canberra.
Senin, 22 April 2002
Kompas (Rubrik:)
"Problem Ruang" dalam Relasi Agama-Negara Oleh Rumadi MENJELANG pelaksanaan Syariat Islam di Aceh 1 Muharram 1423 H lalu, Kompas (14/3/2002) menurunkan laporan Kalau Mengunjungi Aceh, Jangan Bercelana Pendek. Tulisan itu amat menarik karena mampu mengilustrasikan beberapa konsekuensi yang akan terjadi di Aceh saat Syariat Islam secara resmi dilaksanakan. Bukan saja kewajiban menjalankan Syariat Islam yang diurusi, tetapi juga urusan mode pakaian, celana pendek, pakaian singlet, jilbab, tulisan Arab di tempat-tempat umum, salon kecantikan dan sebagainya. Segala sesuatu telah disiapkan untuk menghukum siapa yang melanggar "Syariat Islam" itu, termasuk merekrut apa yang mereka sebut sebagai "polisi Syariat", polisi yang secara khusus bertugas mengawasi penegakan Syariat. Menariknya, polisi itu direkrut dari sarjana IAIN dan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI). Itulah makna penegakan Syariat Islam bagi orang Aceh. Sebagai "orang luar" saya merasa, orang Aceh telah banyak kehilangan kebebasan sipilnya (civil liberties), direnggut UU NAD, meski saya tidak menutup kemungkinan bahwa saudarasaudara di Aceh mempunyai perasaan yang berbeda. Bagi orang Aceh barangkali itulah pikirannya untuk menaati agamanya secara kaffah. Sebagai sesama anak bangsa, saya hanya bisa berharap agar tidak terjadi "Talibanisme" gaya baru di Aceh. Tentu saja kita
boleh bertanya, inikah "Syariat Islam"? Tulisan ini tidak berpretensi untuk menjawab pertanyaan itu, tetapi akan ditarik pada masalah lain yang paling krusial saat membincang relasi agama-negara dan Syariat Islam, yaitu "problem ruang", ruang publik (public sphere), di mana keduanya sering ada dalam ketegangan. Ketegangan dua ruang itu senantiasa menjadi problem laten bangsa ini sepanjang sejarah. Perdebatan mengenai dasar negara pada masa-masa awal kemerdekaan, sidang konstituante tahun 1959, hingga isu Piagam Jakarta yang hingga kini belum tuntas, pada dasarnya merupakan perdebatan tentang "ruang". Meski berbagai upaya untuk mencari titik temu telah diupayakan, tetapi karena sifatnya yang laten, tetap saja tidak ada penyelesaian yang memuaskan dan final. Meski dalam kontestasi politik kelompok "nasionalis Islam" kalah, namun semangat untuk memasukkan elemen-elemen Islam ke dalam struktur negara secara formal, atau-pinjam istilah Dr Bahtiar Effendy-melakukan "akomodasi parsial", tidak pernah mati. Bahkan, momentum reformasi, demokratisasi, dan otonomi daerah sekarang ini justru menyuburkan gerakan itu. Dalam konteks demokrasi, tuntutan itu tentu sah-sah saja, namun masalahnya apakah bangsa ini akan terus selalu berkutat pada "pusaran ideologis" yang tak pernah berujung, sementara terlalu banyak problem bangsa yang membutuhkan penyelesaian secara lebih serius. Dalam kaitan ini ada sebuah pernyataan yang sering dikemukakan, agama adalah urusan privat dan negara adalah urusan publik. Negara yang bergerak dalam wilayah publik tidak boleh memaksa dan mengintervensi privasi masyarakatnya, termasuk memaksa untuk taat atau tidak taat kepada agamanya. Betapa pun sederhana, pernyataan demikian memang benar meski masih membutuhkan penjelasan dan elaborasi agar tidak terjebak pada simplifikasi. Dalam konteks itu, pertanyaan yang pertama muncul adalah apa yang dimaksud dengan "ruang privat" dan "ruang publik". Pertanyaan itu penting untuk dijawab bukan saja untuk menghindari kesalahpahaman seperti selama ini terjadi, tetapi juga untuk memberi pemahaman yang lebih proporsional, sehingga konflik dan ketegangan (conflict and tension) dua wilayah itu dapat dicairkan. "Ruang publik" adalah ruang di mana setiap orang tanpa melihat agama, suku, ras maupun golongan dapat melakukan kontestasi secara bebas dan fair. Kata kunci dari ruang publik adalah kesamaan dan kesetaraan pola relasi masing-masing pihak yang terlibat dalam kontestasi itu. Dengan demikian, dalam konteks politis, ruang publik dapat dipahami sebagai ruang untuk warga negara, yakni individu bukan sebagai anggota ras, agama, atau etnis, tetapi sebagai anggota politis atau rakyat (demos). Ruang publik bukanlah institusi atau organisasi, tetapi seperti dikatakan Habermas-lebih sebagai jaringan yang amat kompleks untuk mengomunikasi gagasan, opini, dan aspirasi. Setiap komunitas di mana di dalamnya dibahas norma-norma publik, maka akan menghasilkan ruang publik. Karena itu, dalam negara demokratis akan banyak terdapat ruang publik. Dalam konteks ini, makna ruang publik bisa kabur, penuh kompetisi, bahkan anarkis, meski hal itu tidak berarti tanpa aturan. Kepublikan akan menyeleksi sendiri tema-tema dan alasan-alasan yang rasional dalam masyarakat. (F Budi Hardiman, 2002) Sedangkan "ruang privat" adalah ruang di mana seseorang bisa hidup dalam dirinya sendiri tanpa campur tangan pihak lain. Inilah wilayah "independen" di mana orang bisa secara bebas melakukan pilihan-pilihan (atau juga tidak memilih) atas segala sesuatu. Dalam ruang itu memungkinkan individu untuk mengembangkan dan menyempurnakan dirinya di luar campur tangan institusi luar. Sebagai akibat pemisahan agama dan negara, agama mendapatkan locus-nya di ruang privat. Keprivatan di sini dimaknai sebagai nilai-nilai moral dan negara, agama mendapatkan locus-nya di ruang privat. Keprivatan di sini dimaknai sebagai nilai-nilai moral dan religius. Konsep-konsep seperti makna hidup, keyakinan religius, pandangan hidup, kesempurnaan hidup dan lainnya merupakan wilayah yang harus dikembalikan kepada individu atau kelompok-kelompok di masyarakat. Di sini akan melahirkan kesadaran akan "hak-hak privat" individu dan hak milik pribadi yang akan
bermuara pada ekonomi pasar bebas, di mana negara dilarang mengintervensi kebebasan berusaha warganya. Pada perkembangannya, konsep ruang privat juga mengacu pada "lingkup intim", mencakup wilayah rumah tangga, pemuasan kebutuhan sehari-hari, reproduksi, dan seksualitas. (F Budi Hardiman, 2002) Sebagai institusi politik yang ada di wilayah publik, negara seharusnya mampu menjadi pengawal independensi masing-masing ruang. Dalam konteks ini negara berfungsi mempublikkan yang publik, dan memprivatkan yang privat. Negara diktator muncul karena adanya ekspansi ruang privat ke ruang yang disebut publik, di mana yang disebut terakhir lalu tereliminasi. Jika hal ini terjadi maka akan terjadi "privatisasi" negara. Negara yang seharusnya milik semua orang, berubah menjadi milik sekelompok orang yang dengan kekuasaannya bisa berbuat apa saja. Kebutuhan untuk memisahkan dua ruang itu, publik dan privat, berkait dengan adanya kebutuhan untuk melakukan sekularisasi dalam kehidupan politik agar tidak terjadi tumpang tindih fungsi antara agama dan negara hingga terjadi "agamanisasi politik" dan "politisasi agama", selain untuk mewujudkan demokrasi kekuasaan dan toleransi dalam kehidupan beragama. Ini bukan sesuatu yang mengada-ada. Dalam masyarakat pra-modern di mana agama merupakan "institusi total" yang belum terdiferensiasi, seluruh aspek kehidupan, baik politik, ekonomi, maupun kebudayaan, diatasi oleh agama. Akibatnya, masyarakat tidak bisa membedakan antara yang "profan" dan yang "sakral". Dalam kehidupan seperti ini, individu tenggelam tanpa hak, alam lahiriah dimaknai sebagai bersifat ilahi, dan seterusnya.
*** MESKI secara teoretis pembedaan dan pemisahan ruang privat dan publik cukup clear, namun dalam realitasnya ternyata sulit menemukan sesuatu yang benar-benar privat atau benar-benar publik, either or. Pertanyaannya kemudian, apakah cara berpikir "oposisi biner" dan zero sum game itu dapat menyelesaikan masalah? Dalam kenyataan, sesuatu yang sebenarnya privat, namun di dalamnya mengandung unsur-unsur publik, demikian pula sebaliknya. Kehendak untuk "taat" atau "tidak taat" kepada sebuah agama yang sebenarnya merupakan hak dan privasi seorang pemeluk agama, namun dalam kenyataannya hal ini sering menjadi urusan orang lain atau kelompok "di luar individu" yang bersangkutan. Selain itu, agama-agama bukan saja menyeru pada kesalihan individu, tetapi juga bicara soal sosial kemasyarakatan yang melampaui batas-batas individu. Bukan saja bicara tentang internalisasi nilai-nilai keagamaan, tetapi juga eksternalisasi atau ekspresi sebagai bentuk ketaatan terhadap agama yang diyakini. Pada tingkat eksternalisasi inilah, agama sering dituntut perannya dalam membangun masyarakat yang lebih demokratis dan berperadaban. Bagaimana mungkin agama dapat berperan dalam membangun masyarakat jika ia hanya dikerangkeng sebagai urusan privat semata? Jose Casanova dalam buku Public Religions in the Modern World, (Chicago: The University of Chicago Press, 1994) menyebutkan beberapa hal mengapa agama senantiasa hadir ke publik. Pertama, doktrin agama mendorong orang untuk mengekspresikan keyakinannya ke publik, tidak hanya berdimensi personal, tetapi juga sosial. Kedua, adanya revitalisasi dan reformasi tradisi lama yang masih hidup sehingga agama dapat hadir ke ruang publik. Ketiga, faktor-faktor global juga mendorong agama masuk ke ruang publik (hlm 224-225). Atas dasar itulah Casanova mengajukan konsep "de-privatisasi" agama. Menurutnya, de-privatisasi itu paling tidak mengambil tiga bentuk. Pertama, mobilisasi agama dalam mempertahankan tradisi dari serbuan negara dan pasar. Mobilisasi yang dilakukan kalangan fundamentalis Protestan dan Katolik dalam melawan praktis aborsi dapat diangkat sebagai contoh. Dengan mobilisasi itu, agama telah mendorong publik untuk memperdebatkan nilai-nilai etik dan moral sebuah masyarakat, meski pada akhirnya nilai dan moral itu bukan lagi milik agama tertentu, tetapi menjadi milik masyarakat secara keseluruhan. Kedua, agama masuk ke ruang publik untuk mempertanyakan sistem negara dan masyarakat agar berfungsi sesuai norma-norma instrinsik. Ketiga, keharusan
mempertahankan nilai-nilai tradisional yang bersifat common good dengan melawan hal-hal yang bisa meredusir hal itu (hlm 228-229). Satu hal yang perlu digarisbawahi dari konsep de-privatisasi-nya Casanova, konsep itu hanya bergerak pada tingkat moralitas, common good, dan good life, bukan dalam konteks menonjolkan ajaran agama tertentu, apalagi memperjuangkan simbol-simbol agama dalam struktur dan perundang-undangan. Konsep deprivatisasi agama, menurut saya, tidak dapat dijadikan sebagai argumen untuk mensahkan agama secara bebas "berkeliaran" di ruang publik. Di ruang publik, agama hanya berbicara tentang moralitas bersama, sebagai penjaga moralitas dan etika, tidak lebih dari itu. Tentu saja moralitas yang dimaksud adalah moralitas yang telah "terobyektivikasi" di mana semua orang, tanpa melihat agama, secara obyektif dapat melihat sesuatu sebagai "baik" atau "buruk". Dengan demikian, di ruang publik, klaim universitas agama tidak lagi bersifat absolut, tetapi relatif, karena bisa jadi masing-masing agama mempunyai klaim yang berbeda. RUMADI Mahasiswa S3 IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Redaktur Jurnal Taswirul Afkar Lakpesdam NU
Kedaulatan Rakyat DKI USUL TUNTUT SOAL LAMBANG; Hamzah Ajak PPP Reformasi Kembali (Rubrik: 11A)
Senin, 22-04-2002 JAKARTA (KR) - Ketua Umum DPP PPP Hamzah Haz kembali mengajak PPP Reformasi pimpinan dai sejuta umat KH Zainuddin MZ untuk kembali memperkuat PPP yang dipimpinnya. “PPP Reformasi tidak perlu dimusuhi, bahkan saya berharap PPP Reformasi terketuk hatinya untuk kembali.Karena tidak ada kiai yang tidak berusaha untuk menciptakan Ukhuwah Islamiyah,” tandas Hamzah Haz di hadapan ribuan massa dan simpatisan pendukungnya yang mengenakan kaos warna hijau dan membawa bendera PPP pada acara Harlah ke-29 PPP yang berlangsung di stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Minggu (21/4) siang. Menurut Hamzah Haz, bila ada kiai yang tidak mampu menciptakan Ukhuwah Islamiyah, berarti dia itu bukan kiai, ujarnya. Namun pada kesempatan itu Hamzah Haz juga membantah tudingan PPP Reformasi yang menyatakan PPP akan rontok sama sekali.”Itu tidak benar, buktinya hari ini kader PPP sudah menunjukkan kesetiaan mereka terhadap partai yang didirikan oleh para kiai itu. Ini (PPP) adalah satu-satunya PPP yang dilahirkan oleh para ulama,” tegasnya lagi. Hamzah juga mengingatkan, PPP merupakan parpol hasil dari fusi sejumlah Partai Islam yaitu NU, Parmusi, PSII dengan tanda gambar partai ini juga merupakan hasil dari istikharah para kiai. Sementara itu, muncul isu PPP akan melakukan gugatan secara hukum seperti yang dikemukakan oleh Pj Ketua DPW PPP DKI Azwar Abbas. Namun Sekjen DPP PPP Ali Marwan Hanan tidak setuju.”Tidak ada gugat menggugat.” “Wacana menggugat PPP Reformasi itu merupakan aspirasi sejumlah warga PPP yang tidak ingin ada partai lain yang memakai nama dan lambang yang sama dengan PPP. Tapi, warga PPP mengimbau, kalau ada partai lain, tidak usah memakai embel-embel PPP,” jelasnya. Mengenai urusan lambang PPP Reformasi yang mirip PPP, Ali Marwan mengatakan, itu merupakan urusan KPU (Komisi Pemilihan Umum). “Urusan lambang itu urusan KPU. Ada hakhak paten di sana. Kalau menyangkut penegakan hukum, terserah penegak hukum,” tutur Ali Marwan yang kini menjabat Menneg Koperasi dan UKM ini.
Selain Hamzah Haz juga hadir para petinggi PPP lainnya seperti Sekjen Ali Marwan Hanan, Bachtiar Chamsah dll termasuk mantan Jaksa Agung Andi M.Ghalib yang telah bergabung kedalam PPP. Ali Marwan juga mendukung seruan Ketua Umum DPP PPP Hamzah Haz yang meminta agar para kader PPP yang telah mendirikan PPP Reformasi kembali ke PPP. ”Silakan mereka kembali. Itu artinya beristiqomah dengan PPP,” jelasnya. Sebelumnya disela-sela Harlah, Ketua DPW PPP DKI meminta Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP untuk mengajukan gugatan kepada PPP Reformasi. Partai pecahan PPP itu dinilai telah dengan sengaja menggunakan nama dan tanda gambar yang sama dengan PPP. “Terhadap penggunaan lambang dan nama partai,DPW PPP DKI akan meminta DPP PPP menggugat PPP Reformasi,”tutur Ketua DPW PPP DKI Azwar Abbas. Azwar Abbas juga mengatakan mereka kader PPP yang memilih bergabung dengan PPP Reformasi tidak memiliki kesadaran sebagai kader partai.”Sikap itu tentu saja telah mencoreng nama PPP tapi juga membawa lari nama baik PPP,”jelasnya. Diakui, ada 3 anggota senior DPW PPP DKI dan seorang anggota DPR memilih untuk bergabung dengan PPP Reformasi.Namun, Azwar Abbas meyakinkan jumlah ini tidak akan bertambah lagi,karena pihaknya segera melakukan konsolidasi agar tindakan itu tidak menular ke kader yang lain. (Mgn/Ogi/Sim)-a
Kedaulatan Rakyat (Rubrik:11B) GUS DUR TUDING; Matori Seret TNI ke Politik Senin, 22-04-2002 SLEMAN (KR) - Ketua Dewan Syuro DPP PKB KH Abdurrahman Wahid menegaskan, PKB yang dipimpinnya akan all out untuk bertarung meski Matori Abdul Djalil, Ketua Umum DPP PKB Batutulis, mencoba menggunakan individu TNI AD untuk kegiatannya. Sedang upaya Matori menggandeng individu TNI ke dunia politik dinilai sebagai langkah yang tidak fair. “Matori telah menyeret TNI untuk kembali berpolitik. Ini merupakan tindakan indisipliner TNI,” kata KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur kepada pers di sela-sela acara Renungan Kartini ‘Menyingkap yang Tak Terungkap’ yang diselenggarakan Aliansi Peduli Perempuan di LP3Y Jl Kaliurang Km 13, Minggu (21/4) tadi malam. Dalam kesempatan tersebut Gus Dur juga menjadi salah satu pembicara, selain juga istrinya Hj Shinta Nuriyah. Menurut Gus Dur, Matori telah main secara tidak fair, sebab dia telah melakukan ‘kekerasan’. Ada indikasi penyalahgunaan wewenang sebagai Menteri Pertahanan untuk PKB Matori. Deklarator PKB ini lantas menyebutkan ada sejumlah individu TNI AD yang telah ‘menolong’ Matori dengan melakukan pemaksaan pendirian DPC PKB di sejumlah tempat. “Kalau langkah ini diteruskan, akan berhadapan dengan rakyat dan ini merupakan tindakan indisipliner TNI,” kata mantan Presiden RI ini. Sementara Wakil Ketua Umum DPP PKB, Prof Dr Moh Mahfud SH SU, yang mendampingi Gus Dur menambahkan, sejauh ini pihaknya sudah mendapatkan bukti-bukti yang masuk dari orangorang TNI mengenai indikasi-indikasi tersebut. “Jelas, undangan Matori agar TNI berpolitik tersebut tidak fair,” jelas mantan Menhan ini. (Fsy/Fie)-a
Kedaulatan Rakyat HJ SHINTA NURIYAH:; Eksplisit, Poligami Tak Boleh (Rubrik:)
Senin, 22-04-2002 YOGYA (KR) - Mantan first-lady Hj Shinta Nuriyah menyebutkan bila secara eksplisit, poligami tidak boleh dilaksanakan. Karena meski ada ayat-ayat dalam Alquran yakni dalam An Nisa’ 129 yang terkesan membolehkan tapi sebenarnya ayat tersebut juga sekaligus merupakan larangan. Pendiri Puan Amal Hayati Jakarta Hj Shinta Nuriyah mengemukakan hal tersebut dalam diskusi dan peluncuran buku ‘Panduan Pengajaran Fiqh Perempuan di Pesantren’ dan ‘Seruan Penguatan Hak Reproduksi Perempuan’ di Hotel Saphir, Minggu (21/4). Dalam kegiatan yang diselenggarakan Yayasan Kesejahteraan Fatayat (YKF) dan Ford Foundation ini juga tampil sebagai pembicara KH Husein Muhammad (PP Dar al Tauhid Cirebon), Zumrotin K Susilo (Akvitis Perempuan Jakarta), dr Rety Ratnawati MSc (FK Unbraw Malang) dan dr Agustina (Direktur Masyarakat Ibu dan Anak Bandung). Kegiatan sebagai rangkaian Peringatan Hari Kartini dari Aliansi Peduli Perempuan. Nuriyah mengemukakan pengalaman ketika ‘mendekati’ para kiai untuk berbicara soal poligami ini. Sejak awal saya katakan, tuturnya, ayat-ayat yang dikesankan membolehkan poligami itu sering dibaca hanya sepenggal. Padahal, masih ada kelanjutannya, namun sering ditinggalkan bahkan tidak disosialisasikan khususnya untuk yang menyangkut masalah adil ini. “Selama ini prinsip keadilan yang seringkali dipahami laki-laki adalah keadilan materi dengan menggunakan nalar laki-laki. Tetapi bagaimana dengan keadilan immateri, ini yang tidak bisa diukur. Padahal yang dipakai adalah sifat keadilan immateri ini dan dalam An Nisa ayat 129 tersebut sudah disiratkan bila manusia itu tidak bisa berbuat adil,” tambahnya. Kejutan Membanggakan Saat mengawali pembicaraannya, Shinta Nuriyah menyebutkan bila penerbitan buku fiqh perempuan ini merupakan kejutan yang sekaligus membanggakan. Menjadi kejutan sebab apa yang ditulis adalah perubahan kritis dan radikal sekaligus membongkar kemapanan pemikiran yang sudah menjadi dogma selama ini. Kejutan ini tidak hanya dalam pemikiran tetapi juga untuk pesantren. “Ini sama artinya mengangap usang kitab klasik yang ada,” tandas pendiri Puan Amal Hayati Jakarta. Hal ini diakui tidak merusak tatanan dogma dan ajaran agama tetapi Shinta Nuriyah lebih melihatnya sebagai memfungsikan dogma dan ajaran agama. Dengan demikian akan dapat menjadi konsep dan teori yang sesuai dengan realitas zaman. “Kalau demikian, agama dapat menjadi hidup dan menjadi pegangan sepanjang zaman,” sebutnya. Walau demikian mantan first-lady ini mengingatkan para aktivis bahwa apa yang dilakukan akan tetap berhadapan dan menghadapi tembok kemapanan institusi yakni pesantren, kiai dan tradisi pikir yang memegang fikih. Artinya, ada kemapanan yang sulit diubah baik dalam orientasi keilmuan, motodologi maupun kurikulum. “Di sini keberanian YKF menerbitkan buku ini dan menyebarluaskan akan berhadapan dengan kemapanan pesantren yang hampir menjadi dogmatisasi,” lanjutnya.
Konservatif Sementara KH Husein Muhammad dari PP Daral Tauhid Cirebon menyebutkan, sepanjang yang diamati selama ini fikih yang selama ini dijadikan pijakan untuk mengatur masyarakat Islam terutama di Indonesia, masih memperlihatkan pilihan-pilihan yang konservatif. Bahkan banyak produk fikih terlarang untuk dilakukan perubahan. “Dalam kasus-kasus yang menyangkut perempuan misalnya, terdapat sejumlah pandangan fikih yang tetap belum responsive terhadap perkembangan sosial,” tambahnya. Tapi ketika semua sekarang sudah tidak bisa dilaksanakan secara ketat sesuai itu maka menurut KH Husein buku yang diterbitkan YKF hadir mencoba mencari jawaban alternatif transformatif guna mengatasi kemandegan fikih untuk menjawab perkembangan sosial baru. “Para penulis memahami dan menyadari benar bahwa fikih adalah produk nalar manusia yang dipengaruhi oleh kebudayaan. Atau dengan kata lain fikih adalah produk budaya lokal. Dan sebagai produk budaya fikih seharusnya bisa berubah karena kebudayaan selalau berjalan dalam dinamika dan dialektika perubahan, “ lanjutnya. (Fsy)-a
Berita Utama - Edisi 22 April 2002
Hamzah Ajak Zainuddin Pulang Kembali ke PPP JAKARTA, (Pikiran Rakyat).Kode: 11b Ribuan massa Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Minggu (21/4) menyemut di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Massa yang datang dari berbagai daerah di Jakarta, Jawa Barat dan Banten itu tumpah ruah ke Jakarta untuk memperingati hari lahir PPP ke-29 sekaligus menggelar rapat akbar. Ketua Umum PPP, Hamzah Haz, dalam pidato politiknya mengajak warga PPP yang telah membentuk PPP Reformasi untuk kembali bergabung dalam partainya, termasuk pimpinan PPP Reformasi KH Zainuddin MZ. Dai sejuta umat KH Zainuddin MZ adalah salah seorang Ketua PPP sebelum mendeklarasikan PPP Reformasi. "Saya berharap, mudah-mudahan kawan-kawan kita yang berada di PPP Reformasi yang dipimpin KH Zainuddin MZ bisa pulang kembali bersatu dalam PPP saja. Mari kita wujudkan ukhuwah islamiyah di lingkungan kita," ajak Hamzah Haz yang juga Wakil Presiden itu. Menurutnya, tidak ada satu kiai pun yang tidak ingin menciptakan ukhuwah islamiyah. Bila ada kiai yang tidak menciptakan ukhuwah di lingkungan umatnya, maka ia bukanlah seorang kiai. Walaupun belum tentu ajakannya mendapat respon dari anggota PPP Reformasi, tapi Hamzah meminta supaya anggota PPP tidak memusuhi anggota PPP Reformasi yang ingin kembali ke pangkuan partai berlambang Ka'bah ini. Hamzah yakin bahwa munculnya PPP Reformasi tidak akan membuat PPP rontok. "Ketika ada yang menamakan dirinya PPP juga bukan yang asli ini, dikatakan PPP yang asli akan rontok. Namun DPW PPP DKI hari ini membuktikan hal itu tak terjadi," katanya gembira melihat sambutan warga PPP yang memenuhi Gelora Bung Karno itu. Dalam kesempatan itu, Hamzah Haz juga membantah jika disebutkan bahwa pembentukan PPP Reformasi sebagai akibat pelanggaran konstitusi yang dilakukan PPP yang memundurkan muktamar PPP pada 2004 nanti. "Itu tidak benar, Saudara. PPP
selalu dinamis melihat perkembangan. Penundaan itu sesuai dengan perkembangan di masyarakat," tuturnya. Sementara mengenai tuntutan pemisahan jabatan antara pejabat negara, pejabat pemerintahan dengan pimpinan partai politik, menurut Hamzah, hal itu baru dapat dilakukan jika ada undang-undang yang mengatur hal tersebut. Ia menilai pihak-pihak yang meminta dihilangkannya rangkap jabatan tersebut adalah pihak-pihak yang tidak memiliki massa. "Orang yang meminta tidak punya massa di bawahnya. Jadi kenapa harus dipisahkan," ujarnya. "Saya mengatakan ini, bukan saya tidak setuju. Mari jika itu berdasarkan undang-undang, kita bukan organisasi anak sekolahan. Kita harus realistis, pemimpin harus mampu berkomunikasi dengan rakyatnya, karena itu menjadi prinsip PPP," tambah Hamzah Haz Ajakan ishlah Di tempat yang sama, Sekjen PPP Alimarwan Hanan menilai, ajakan Hamzah Haz supaya anggota PPP Reformasi bergabung kembali dengan PPP, sebagai ajakan untuk ber-ishlah. "Itu adalah ajakan untuk ber-istiqomah dengan PPP. Kita lihat saja respon mereka," kata Alimarwan. Perihal isu bahwa PPP akan melakukan gugatan secara hukum kepada PPP Reformasi yang memakai lambang sama, Alimarwan membantahnya. Ia menilai, isu itu muncul karena anggota PPP tidak ingin ada partai lain yang memakai nama dan lambang yang sama dengan PPP. "Kita tidak akan menggugat. Wacana itu muncul karena ada aspirasi sejumlah warga PPP yang tidak ingin ada partai lain yang memakai nama dan lambang yang sama dengan PPP. Warga PPP mengimbau, kalau ada partai lain, tidak usah memakai embel-embel PPP-lah," tutur Alimarwan. Tentang lambang dan nama PPP yang digunakan PPP Reformasi, Alimarwan mengatakan bahwa hal itu merupakan wewenang Komisi Pemilihan Umum. "Kalau urusan lambang itu urusan KPU. Ada hak-hak paten di sana. Kalau menyangkut penegakan hukum, terserah penegak hukum," tambahnya. Tentang keinginan supaya muktamar tetap dilaksanakan tahun 2003, Alimarwan mengatakan bahwa sampai detik ini belum ada satu pun wilayah atau cabang PPP yang mengusulkan agar muktamar PPP diajukan untuk mengganti kepengurusan DPP. "Saya kira tidak perlu diubah jadwal yang telah ditetapkan hasil Mukernas di Jakarta 2001 lalu. Kita tetap akan melaksanakan muktamar pada 2004 nanti dan Rapimnas PPP akan tetap dilaksanakan pada Juni 2002 ini," tuturnya.(A-83/A-84/A-109)***
Gus Dur: Yang Berpoligami Tidak Mengerti Kitab Suci Senin, 22 April 2002 Kode: 2 YOGYAKARTA (Waspada): Mantan presiden Abdurrahman Wahid menyatakan yang melakukan poligami adalah orang yang tidak mengerti kitab suci. "Karena kalau disebutkan poligami boleh dilakukan asal adil, dan yang menentukan adil tidaknya itu seharusnya adalah sang objek yaitu si perempuan," ujar Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada acara peringatan Hari Kartini di Yogyakarta, Minggu (21/4) malam.
Dalam acara itu Gus Dur didampingi isterinya Shinta Nuriyah yang membacakan tulisan bertajuk "Kartini dan poligami", serta mantan Menteri Pertahanan pada masa pemerintahan Gus Dur, Mahfud MD. Dalam makalah yang mengupas pahlawan emansipasi Indonesia itu, Shinta Nuriyah mengatakan yang harus dilakukan adalah meletakkan Kartini sebagai manusia biasa, karena selama ini secara tidak langsung masyarakat mengagungkan Kartini seperti setengah dewi sehingga kehilangan keberanian untuk mengkaji dia secara wajar. "Kita bahkan tidak berani mengkaji dan mengkritisi pandangan tentang mengapa Kartini selalu diperingati secara seremonial seperti mengenakan baju daerah, merangkai bunga, memasak dan lomba sanggul, itu menggambarkan kita belum tahu arti perjuangan Kartini," ujar isteri Gus Dur itu. Ia mengatakan, masyarakat harus melihat Kartini sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kegetiran dan kepahitan, antara lain ia dipaksa untuk menghentikan mimpi mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi, ia tidak mampu menghadapi persekutuan lelaki maupun menghadapi gundik, selir dan poligami. "Kartini menjadi korban konspirasi budaya patriarki, itu budaya Jawa yang feodal dan kepicikan dalam memahami agama. Hingga kini masih banyak perempuan mengalami hidup seperti Kartini yaitu menjalami poligami dan perselingkuhan, yang berubah hanya bungkusnya saja," paparnya. Shinta yang selama ini aktif memperjuangkan hak-hak perempuan itu juga mengungkapkan bahwa bagi perempuan, poligami adalah cermin subordinasi perempuan dari kaum laki-laki dan pengesahan perempuan sebagai alat pemuas laki-laki. "Berdasarkan survai sebagian besar poligami adalah untuk memenuhi kepuasan seksual," tegasnya. Pembicara lain dalam acara yang digelar oleh Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerbitan Yogyakarta (LP3Y) itu, Siti Ruhaeni Dzuhayatin menyampaikan catatan yang belum terungkap dalam buku "Habis Gelap Terbitlah Terang". Dalam catatan yang diberi judul "Masih ada ruang kosong" itu, Siti Ruhaini Dzulhayatin menyampaikan pandangan Kartini terhadap poligami. "Banyak rekan-rekan aktivis ingin menganulir status Kartini sebagai pahlawan nasional karena mereka menganggap Kartini tidak melawan poligami. Kepada mereka saya ingin mempertanyakan, bukankah setiap pejuang tidak selalu menikmati apa yang mereka perjuangkan dan kami menganggap Kartini tidak pernah menyerah melawan poligami," katanya.(ant)
Hamzah Haz Bujuk Zainuddin MZ 'Pulang Kandang' * PPP R: Setelah Pemilu 2004 Senin, 22 April 2002 Kode: 11a JAKARTA (Waspada): Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Hamzah Haz tak kehabisan akal dalam upayanya mempertahankan keutuhan partai berlambang Ka'bah. Di hadapan sekitar 50 ribu massa PPP dalam peringatan Harlah ke-29 PPP dan penyambutan 1 Muharram 1423 H di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (21/4), menyampaikan bujukan agar seterunya KH Zainuddin MZ yang merupakan deklarator dan pendiri PPP Reformasi untuk 'pulang kandang.' "Saya harapkan mudah-mudahan teman-teman kita yang saat ini berada di PPP Reformasi di bawah pimpinan Zainuddin MZ kembali ke PPP. Mereka jangan dimusuhi," kata Hamzah Haz. Hamzah kemudian juga menyatakan mudah-mudahan Zainuddin MZ terbetik hatinya dalam menjalin kembali Ukhuwah Islamiyah, karena setiap kiai pasti menginginkan terciptanya ukhuwah dimaksud. "Kalau ada kiai yang tak ingin menciptakan Ukhuwah Islamiyah bukan kiai namanya," katanya.
Ia menyatakan PPP yang dipimpinnya merupakan partai yang asli yang didirikan oleh empat parpol Islam yakni Partai Nahdlatul Ulama, Muslimin Indonesia, Syarekat Islam dan Persatuan Tarbiah Islamiyah (Perti) pada 5 Januari 1973. Tanda gambar Ka'bah sebagai lambang PPP, katanya, juga merupakan pemberian para ulama pada waktu itu dan bukan dikarang-karang hasil musyawarah perorangan sebagaimana tanda gambar PPP Reformasi. Peringatan Harlah ke-29 PPP di Stadion Bung Karno itu seolah menandingi deklarasi PPP Reformasi di tempat yang sama pada beberapa pekan lalu, yang juga dihadiri puluhan ribu massa. "Ketika ada PPP Reformasi yang mendeklarasikan diri di tempat ini dikatakan PPP akan rontok. Tetapi Alhamdulillah PPP mampu menghadirkan puluhan ribu massa saat ini," katanya. Ia juga membantah anggapan PPP merupakan partai Orde Baru (Orba). Hamzah Haz menegaskan selama pemerintahan Orba, PPP selalu dipinggirkan dan tidak ada kader-kadernya yang menjadi pejabat negara, bahkan ketingkat Ketua RW sekalipun. Namun saat ini, katanya, kader PPP telah banyak yang menempati jabatan-jabatan sebagai Ketua DPRD, Bupati, Walikota, Wakil Gubernur, Menteri dan bahkan Wapres. "Kalau dibilang PPP adalah Orba, maka mereka tidak mengerti perjuangan PPP sebenarnya," katanya. Hamzah juga menegaskan kalau ada pihak-pihak yang ingin mengaduk-aduk atau menghancurkan PPP maka Allah akan memberikan perlindungan kepada PPP. Setelah 2004 Menanggapi permintaan itu Ketua PPP Reformasi Zainal Maarif menyatakan pihaknya menyambut baik. Menurut dia, ada peluang PPP Reformasi akan bergabung dengan PPP setelah 2004. "Kalau memang PPP melakukan reformasi besar-besaran dan melakukan kaderisasi dengan baik, tidak tertutup kemungkinan PPP Reformasi akan bergabung dengan PPP atau PPP yang bergabung dengan kita," kata Zainal di Jakarta, Minggu. Menurut dia, kecil kemungkinan PPP Reformasi akan bergabung kembali dengan PPP sebelum 2004. Tapi, kata dia, hal itu tergantung dengan apa yang dilakukan PPP. "Seandainya PPP mau menggelar muktamar tahun 2003 dan lebih reformis, tentu ini akan bisa menarik massa. Sekarang kan banyak massa yang mengambang. Ya alhamdulillah, sebagai partai baru, para generasi muda mau bergabung dengan kita," tukasnya. Menurut dia, seharusnya setiap partai politik harus jujur terhadap massanya. "Seperti kita, kalau memang mereka melihat citra partai ini jelek, kita tidak segan meminta untuk meninggalkannya. Semua partai jangan sampai fanatik terhadap individu atau partai. Kita juga akan jujur terhadap itu. Tetapi, kalau baik, ikutilah," ungkapnya. Menurut dia, selain itu, terbukanya peluang PPP Reformasi kembali ke PPP juga tergantung hasil Pemilu 2004. "Mudah-mudahan pada Pemilu 2004 nanti menjadi pelajaran banyak partai. Kemungkinan akan terjadi akomodasi atau penggabungan partai-partai," jelasnya. Namun mengenai Muktamar, PPP melalui Sekjennya yang juga Menkop Ali Marwan Hanan menegaskan, Muktamar tetap dilaksakan pada 2004.(ant/dtc)
Berita Utama - Edisi 22 April 2002
Massa ”Kepung” Polsek Bebaskan Tiga Kiainya BOGOR, (Pikiran Rakyat).Kode: 2 Jalan Raya kawasan Cisarua, Kabupaten Bogor, semalam kembali mencekam ketika ribuan massa "mengepung" Polsek Cisarua, setelah Sabtu malam ratusan massa membakar dan merusak hotel dan bangunan yang diduga mereka sebagai tempat maksiat. Massa datang ke kantor polisi itu karena mengira ada tiga ulama ditahan di Polres Bogor, berkaitan aksi perusakan pada malam sebelumnya.
Menurut keterangan yang dihimpun Pakuan di lokasi kejadian perkara (TKP), massa berdatangan selepas magrib. Mereka langsung melakukan aksi unjuk rasa di depan Mapolsek Cisarua. Massa yang berjumlah ribuan tidak tertampung di halaman, sehingga meluber ke jalan raya. Akibatnya jalan yang arusnya cukup padat itu macet total selama tiga jam. Kendaraan dari arah Bogor ke Cianjur atau sebaliknya tertahan oleh kerumunan massa. Menurut beberapa anggota massa yang datang dari Desa Cilember atau 2 kilo meter dari Mapolsek Cisarua, mereka menuntut agar KH Syaiful Cardi, KH Cucun, dan KH Rahmatullah dibebaskan. Kiai itu sama sekali tidak bersalah, atas kejadian perusakan dan pembakaran hotel serta bangunan yang belakangan digunakan sebagai tempat maksiat pada Sabtu malam. Sementara itu penjelasan dari pihak kepolisian bahwa para kiai itu tidak ditahan dan hanya dimintai keterangan, tidak membuat massa percaya. Mereka tetap bertahan dan suasana nyaris panas. Para petugas dengan kekuatan 200 personel, terpaksa memberi tembakan peringatan agar massa membubarkan diri. Namun saat itu massa hanya mau beringsut dari tengah jalan dan berada di pinggir jalan. Kapolwil Bogor Kombes Nanan Soekarna disertai Kapolres Bogor AKBP M Taufik, turut serta menenangkan massa. Kedua pejabat kepolisian itu juga dibantu tokoh ulama setempat Habib Sjaugi Gasmir. Mereka meminta agar massa tidak berbuat anarkis. Massa baru bisa tenang dan bubar ketika ketiga ulama yang diisukan ditahan benar-benar hadir di tengah-tengah mereka. Sementara itu Wakapolwil Bogor AKBP Bambang Warsito, nampak sibuk menerima telepon dari Wakapolda Jabar. Dari Mapolda Jabar meminta agar jajaran Polwil Bogor mampu mengendalikan massa. Kapolres Bogor mengatakan, pemanggilan terhadap ketiga kiai tersebut karena ada pengakuan dari 40 orang yang ditahan atas peristiwa perusakan dan pembakaran pada malam sebelumnya, bahwa mereka berbuat makar karena disuruh ketiga kiai itu. Namun para kiai hanya membenarkan bahwa di antara yang dihatan merupakan warga sekampungnya, namun bukan santrinya. Apa yang diungkapkan Kapolres dibenarkan KH Rahmatullah. Ia menyatakan sama sekali tidak pernah menyuruh massa apalagi santrinya membakar dan merusak bangunan di Cisarua. Hanya memang dari 40 tersangka yang ditahan, ada warga Desa Cilember, yakni desa tempat pesantrennya berada. Meski demikian, ia menyatakan bahwa aksi perusakan dan pembakaran merupakan refleksi dari kekesalan masyarakat Cisarua terhadap kondisi daerahnya yang tetap menjadi ajang kemaksiatan, khususnya pelacuran. Hal itu juga menunjukkan tidak adanya komitmen Pemkab Bogor dalam memberantas kemaksiatan. Pemkab tidak peka terhadap aspirasi masyarakatnya. Lebih jauh KH Rahmatullah juga menduga, dengan tetap maraknya kemaksiatan di Cisarua karena adanya politik uang dalam pembangunan di daerah itu. Makanya wajar apabila kegiatan pelacuran tetap berjalan tanpa diganggu gugat. Menurut pengamatan Pakuan, kendaraan kembali bisa berjalan normal sekiar pukul 21.35 WIB. Massa pun mulai berangsur meninggalkan Polsek Cisarua.(D-14/B-7)***
Indonesia Siap Gantikan PBB Selesaikan Masalah Palestina Senin, 22 April 2002 Kode: 11a JAKARTA (Waspada): Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Hamzah Haz meminta para pejabat PBB mundur karena tidak bis a menyelesaikan masalah agresi militer Israel ke Palestina secepatnya. Bahkan dengan tegas dia menyatakan Indonesia siap menggantika n peran PBB untuk membantu Palestina. "Kalau PBB tidak mampu maka pejabat PBB lebih baik mundur saja digantikan dengan Indonesia untuk berperan aktif membantu bangsa Palestina yang merdeka dan berdaulat," katanya dalam pidato politik pada peringatan Harlah ke-29 PPP dan 1 Muharram 1423 H di Stadio n Utama, Gelora Bung Karno, Minggu (21/4). Dalam pidato politiknya juga mengutuk keras agresi militer Israel terhadap bangsa Palestina Hamzah Haz menyampaikan pidato politiknya itu di atas panggung yang berada di pinggir lapangan dan bukan dipodium kehormatan. Karenanya para juru kamera televisi dan fotografer yang semula akan mengambil gambar ke arah podium kehormatan segera berlari ke arah panggung dengan diikuti sejumlah petugas Paspampres, Satgas PPP dan kader PPP lainnya sehingga membuat kerumunan diatas panggung. Acara itu juga berisi doa untuk bangsa Palestina, khususnya kepada mereka yang telah tewas dibantai Israel. Fungsionaris PPP Husein Umar yang diberi kesempatan sebagai pemandu acara itu secara tegas mencap Presiden AS George W Bush dan PM Israel Ariel Sharon sebagai teroris karena telah membantai umat Islam termasuk bangsa Palestina. Husein Umar menyatakan, rakyat Palestina dan umat Islam yang telah gugur dalam pertempuran melawan kezaliman Zionis Israel merupakan para pahlawan. Ia juga meminta kedua orang tersebut dibawa ke Mahkamah Internasional sebagai penjahat perang. Pada kesempatan itu, PPP juga menolak segala macam bentuk perjudian temasuk rencana lokalisasi perjudian di Kepulauan Seribu. Jika Pemda DKI Jakarta bersikeras membuka lokalisasi maka akan berhadapan dengan massa PPP yang menolaknya rencana tersebut, katanya. Husein Umar juga menegaskan, perlunya pembentukan syariat Islam di Indonesia agar umat Islam di Indonesia dapat menjalankan ibadah dengan lebih baik dan khusuk. Acara peringatan Harlah ke-29 PPP diwarnai dengan lagu kasidahan dari penyanyi dangdut Cici Faramida.(ant)
Banyak Rumah Makan Di Medan Memanipulasi Label Halal Senin, 22 April 2002 Kode: 9 MEDAN (Waspada): Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Makanan (LP POM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Medan Dr.H.Delyuzar,SpPA mensinyalir banyak rumah makan yang beroperasi di Medan memanipulasi label halal. "Ini dapat dilihat dari label halal yang dicantumkan sendiri oleh pengusaha rumah makan tersebut tanpa melalui pemeriksaan oleh LP POM MUI," ujar Delyuzar ketika dihubungi Waspada di Medan, Minggu (21/4). Delyuzar mengatakan, berdasarkan pantauannya, terlihat sejumlah rumah makan mencantumkan label halal, sedangkan pihak LP POM MUI Kota Medan merasa tidak pernah memberikan label halal kepada rumah makan itu. Dikhawatirkan rumah makan tersebut menggunakan bahan-bahan maupun proses pembuatannya yang tidak sesuai dengan hukum Islam. Menindaklanjuti kasus tersebut, lanjut Delyuzar, pihak LP POM MUI Kota Medan direncanakan pada Mei mendatang akan turun ke lapangan guna menertibkan label halal tersebut.
Tumpang tindih Ketika disinggung tentang produk luar negeri yang mencantumkan label halal, Delyuzar mengatakan, sampai saat ini pihaknya belum melakukan pengecekan di lapangan, apakah label halal itu asli atau dimanipulasi. Delyuzar mengakui, kinerja LP POM MUI tumpang tindih antara MUI Pusat, MUI Sumut dan MUI Kota Medan. Misalnya, ada sebuah produk yang dipasarkan di Medan namun menggunakan label halal dari MUI Pusat atau dari MUI Sumut. "Dengan demikian tidak ada batasan wilayah kerja antara MUI Pusat, MUI Sumut dan MUI Kota Medan," kata Delyuzar. Dia menambahkan, untuk restoran siap saji yang beroperasi di Medan, pihak LP POM MUI Medan akan tetap melakukan pengawasan meski sertifikat halalnya berasal dari MUI Pusat. "Hal ini untuk melihat apakah proses pembuatan produk tersebut sesuai dengan ajaran Islam atau tidak. Misalnya, hewan yang disembelih sesuai dengan ajaran Islam atau tidak," kata Delyuzar.(m40)
Jawa Barat - Edisi 22 April 2002 Ditandai dengan Berdirinya Mesjid Raya Ciromed
Ciromed Beringsut dari Lembah Hitam Pikiran Rakyat Kode: 2 MASIH belum terhapus dalam ingatan, awal tahun 2000 lalu, masyarakat di sekitar Kampung Ciro-med, Dusun Lebakmaja, Desa Kutamandiri, Kec Tanjungsari, melakukan penyerangan dan pembakaran warung remang-remang (warem). Ekspresi kemarahan warga, yang bermukim di jalur Bandung - Cirebon itu seakan meledak. Warem-warem itu pun dijadikan sarang kegiatan prostitusi. Di tengah kobaran api, beberapa wanita pramu nikmat dan lelaki hidung belang lari tunggang langgang ketakutan. Kemarahan warga yang memuncak saat itu bukan tanpa alasan. Prostitusi di sana, sudah berlangsung puluhan tahun, sehingga kian hari citra Ciromed semakin terpuruk. "Sejak saya menetap di sini, tahun 1985-an, citra Ciromed sudah jelek. Puluhan wanita nakal mangkal di warung-warung dan dengan terbuka mencari lelaki hidung belang. Jadi, kondisi itu memang sudah berlangsung puluhan tahun," tutur Ruspian (45), warga RT 04 RW 08 Dusun Lebakmaja. Menurut Maman (50), warga lainnya yang rumahnya hanya puluhan meter dari lokasi bekas warem yang kini hanya menyisakan pondasinya itu, saking parahnya citra Ciromed di mata masyarakat luar daerah, warga sekitar daerah itu merasa malu dan enggan mengaku berasal dari Ciromed. "Setiap naik angkutan, warga di sini memilih menyebut daerah tujuannya itu Santiong (kuburan Tionghoa). Begitu pun, bila menyebut alamat tinggal. Pokoknya, saking malunya, warga di sini sudah tak mau mengakui daerah Ciromed," tambahnya. Baik Ruspian maupun Maman, kini mengaku bersyukur karena sejak aksi massa dua tahun silam, kegiatan prostitusi tak lagi menjamur, bahkan seakan lenyap. Meski awalnya masih ada satu dua WTS yang kucing-kucingan, kini mereka yakin Ciromed benar-benar sudah steril dari kemaksiatan. Citra buruk daerah Ciromed pun, mulai beringsut positif dengan berdirinya masjid yang cukup megah. Mesjid raya itu berdiri di tepi jalan raya kawasan yang dulu kelam. Daerah yang dulu dianggap daerah hitam, kini menjadi hangat dan terang benderang.
** DENGAN berdiri mesjid megah di Ciromed, seakan ingin menyatakan sesuai pepatah "sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui". Lebih jelasnya, selain memerangi kemasiatan, dengan berdirinya masjid yang diberi nama Masjid Raya Ciromed, diharapkan mampu membangun ahlak masyarakat di sana, sekaligus mengangkat citra Ciromed. Mesjid yang pembangunannya memakan waktu selama hampir dua tahun kini menjadi salah satu pelaksanaan pembangunan di Sumedang yang cukup monumental. Hal itu sebagai bukti kuat komitmen Pemda dan masyarakat dalam memerangi kemaksiatan sekaligus membangun ahlak masyarakat. Masjid Raya Ciromed berdiri di atas lahan seluas 4.000 m2 sebagai wakaf keluarga dari H Maksum. Luas bangunan mencapai 541 m2, memiliki lima kubah dengan satu kubah pos jaga. Sedangkan fasilitas pendukungnya berupa 21 kran air dan 17 di antaranya untuk wudlu. Di samping kanan-kiri masjid disediakan locker untuk menyimpan alas kaki sandal milik jemaah. Di bagian samping kanan depan agak ke bawah, juga dilengkapi dengan bangunan kios dagang yang akan menyediakan makanan kecil, cindera mata serta alat kebutuhan jemaah. Masjid yang terdiri dua lantai dengan arsitektur semi modern dan ornamen tradisional itu, memiliki daya tampung antara 500 - 700 jemaah. Masjid yang mengakomodasi arsitektur iklim tropika itu, juga memiliki areal parkir cukup luas dengan kapasitas dua puluh kendaraan roda empat, plus dua unit bus. Letak masjid itu sendiri, bila dari arah Bandung, berada sekitar 100 meter sebelah kiri jalan raya. Sehingga selain dapat digunakan oleh masyarakat sekitar, mesjid itu pun bisa dengan leluasa dimanfaatkan oleh para pengguna jalan yang kebetulan melintas di ruas jalan nasional itu untuk menyempatkan menunaikan salat. Selain tampak megah, mesjid yang pada halamannya dilengkapi 10 tiang melukiskan 10 malaikat serta tangga 9 trap menggambarkan Wali Songo itu, terasa asri karena di setiap sudut halaman dan pojok mesjid, banyak ditanami jenis tumbuhan dan rumput gajah. Masjid itu juga memiliki 48 daun jendela dengan hiasan kaca patri dan tiga pintu utama, serta berlantai parkit jati. Sedangkan bagian terasnya dari keramik, dilengkapi dengan 60 titik lampu penerangan, selain 18 titik lampu kecil. Bahkan lampu utama yang menggantung pada atap bagian tengah mesjid, dibuat dengan desain klasik menampilkan susun bintang dengan ornamen khas Sumedang. ** MESJID dengan menghabiskan total biaya sekitar Rp 1,660 miliar (Rp 1,075 miliar fisik bangunan) itu, rencananya akan diresmikan oleh Bupati Sumedang, 26 April 2002, sekaligus menandai puncak kegiatan Hari Jadi ke 424 Kab Sumedang, yang jatuh pada 22 April (hari ini-red). Dana diperoleh selain dari APBD Rp 1,450 miliar, juga berasal dari Banpres Rp 110 juta, kemudian para donatur sekitar Rp 164 juta. "Alhamdulillah masjid ini selesai dibangun. Pembangunan masjid ini akan kita lanjutkan ke daerah Nyalindung yang citranya juga tidak berbeda dengan Ciromed," kata Bupati Sumedang, Drs H Misbach. Menurut rencana, setelah meresmikan pembangunan Mesjid Raya Ciromed, keesokan harinya, 27 April, Bupati Misbach langsung melakukan peletakan batu pertama pembangunan mesjid di Nyalindung. Lahan yang akan digunakan untuk mesjid di daerah itu, merupakan tanah PU Bina Marga Provinsi, dengan kebutuhan luas sekitar 3000 m2. "Kita sudah meminta izin kepada pihak provinsi. Tapi seperti halnya Masjid Raya
Ciromed, untuk pembangunan Mesjid Nyalindung, kita pun berharap dukungan dan partisipasi dari masyarakat," tambah Sekda Sumedang Drs RH Dudin Sa'dudin. Sa'dudin berharap, keberadaan Mesjid Raya Ciromed tidak hanya sekadar menghabus citra buruk daerah itu, tapi juga benar-benar dimanfaatkan masyarakat untuk membangun mental dan ahlak mereka. Karenanya, ia berharap selain turut memiliki dan menjaga kondisi lingkungan di sekitar mesjid, masyarakat dapat menjalankan berbagai kegiatan untuk memakmurkan masjid. Ciromed, yang sudah bertahun-tahun menjadi daerah lembah hitam, kini diharapkan kondisi sosialnya berubah setelah berdiri masjid megah. Sepertinya hal itu juga jadi harapan Rusfian, penduduk sekitar Ciromed itu, "Kami bangga dengan masjid itu. Sekarang masyarakat di sini tidak malu lagi mengaku tinggal di Ciromed. Kami juga siap bersama-sama untuk memakmurkan masjid melalui berbagai kegiatan kerohanian," ucap ayah beranak dua itu.(Hary Mashury/"PR")*** Jawa Barat - Edisi 22 April 2002
Anti Israel Bakar Boneka Ariel dan Bush SUMEDANG, (Pikiran Rakyat).Kode: 7 Gelombang aksi protes menentang mobilisasi militer yang dilakukan zionis Israel terhadap tanah dan warga Palestina, masih berlanjut termasuk di Kota Sumedang, Jumat (19/4). Ratusan massa muslim yang menamakan Masyarakat Mahasiswa Peduli Palestina (MMPP) dari berbagai unsur lembaga dakwah, UKM, dan DKM Unpad, Ikopin, Akper, Unwim dan Unsap, melakukan long march yang diakhiri pembakaran boneka Presiden Ariel Sharon dan George W Bush. Aksi yang dilakukan di bawah guyuran hujan, tidak menyurutkan para peserta long march yang berjumlah sekitar 400-an orang. Di sela-sela aksi, mereka berorasi menyerukan penentangan aksi militer dan pemboikotan barang-barang produk Yahudi dan Amerika. Kegiatan long march yang diawali dari Alun-alun Kota Sumedang itu, berlangsung selama tiga jam, berakhir di Bunderan Dano, Alam Sari sejauh 2 km. Selain membawa poster, bendera, spanduk, dan mengusung dua boneka berwajah Ariel Sharon dan George W Bush, para peserta juga membagi-bagikan daftar jenis dan merk barang produk Yahudi dan Amerika. Jenis barang yang terdaftar dan diserukan untuk dilakukan pemboikotan itu, terdiri sedikitnya 40 jenis. Tidak hanya berwujud pakaian, kosmetik dan makanan, dalam daftar barang tersebut terdapat shampo, pasta gigi, dan sabun mandi. Menurut Koordinator Aksi Firmansyah, melalui aksi moral itu, pihaknya selain mengutuk agresi militer Israel ke Masjid Al-Aqsha, juga mendesak PBB agar mengeluarkan resolusi untuk menarik mundur tentara Israel dan menyeret Ariel Sharon ke Mahkamah Internasional sebagai penjahat perang. Ia juga menyerukan kaum muslimin di Indonesia dan seluruh dunia untuk memutuskan segala bentuk hubungan terhadap Israel, Amerika dan sekutunya. "Kita juga menuntut pemerintah Indonesia untuk turut ambil bagian dalam upaya penyelesaian konflik Palestina-Israel," tandasnya. Diakui Firmansyah, sejauh ini gelombang aksi penentangan terhadap zionis Israel, belum juga menunjukan tanda-tanda surutnya agresi Israel terhadap pendudukan dan
pembantaian muslim Palestina. Namun demikian, pihaknya melihat, hampir semua komponen dan negara di penjuru dunia mulai menunjukan reaksi melalui pernyataan mengutuk dan melakukan embargo. Berjalan kaki Aksi para mahasiswa dibantu unsur ormas dan parpol, diawali dengan orasi dan tabligh akbar, setelah salat Jumat. Mereka kemudian membentuk barisan yang menutup separuh jalan di sisi kiri. Barisan sepeda motor dan mobil, berada pada barisan depan disusul para peserta yang berjalan kaki, berjalan menuju Taman Telur di pusat Kota. Setelah berhenti beberapa saat sambil berorasi, dilanjutkan menuju Bunderan Dano, Alam Sari. Pada akhir kegiatan, seluruh perserta berkerumun di tugu Adipura yang dikenal pula dengan Bunderan Dano. Dengan antusias, selama sekitar setengah jam, mereka mengekspresikan rasa amarahnya terhadap pimpinan Israel Ariel Sharon dan pimpinan AS Georgo W Bush.(A-98)***
Nusantara - Edisi 22 April 2002
Pemerintah Diminta Tegas terhadap Israel Pernyataan Sikap Muspim PKB Batutulis JAKARTA, (Pikiran Rakyat).Kode: 11b Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (DPP PKB) Batutulis di bawah pimpinan H Matori Abdul Djalil minta pemerintah bersikap tegas terhadap agresi militer Israel di Palestina. Israel harus menarik pasukannya dari tanah Palestina tanpa syarat. Pernyataan itu merupakan salah satu butir pernyataan sikap politik yang dihasilkan dari Musyawarah Pimpinan (Muspim) PKB Batutulis yang ditutup, Sabtu (20/3) dinihari. Muspim berlangsung sejak 18 April dihadiri 31 DPW PKB Batutulis. Selain menyikapi serangan Israel ke Palestina, Muspim juga mengeluarkan sikap terhadap amandemen UUD 1945. Ikhwal amandemen, PKB juga meminta amandemen UUD 1945 dilakukan secara hati-hati dan lebih mengedepankan kepentingan nasional. "PKB tetap konsisten untuk menjaga keutuhan NKRI," ungkap Sekjen PKB Batutulis, Abdul Khaliq Ahmad, kemarin. Mengenai hasil Muspim, Khaliq mengatakan, selain keputusan yang bersifat eksternal, Muspim juga menelurkan keputusan mengenai internal partai. Keputusan itu berisi rumusan program untuk tahun 2002. "Rekrutmen kader untuk ditempatkan di struktur pusat sampai daerah," ujarnya. Ditegaskan, pembinaan daerah di luar Jawa dijadikan prioritas untuk dijadikan konstituen baru. Pengembangan partai diluar Jawa sangat mungkin dan tersimpan potensi besar demi besarnya PKB. Menanggapi restrukturisasi anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa (F-KB) DPR, Khaliq mengatakan dalam Muspim hal tersebut tidak dibahas secara eksplisit. "Dalam rapat masalah itu dianggap tidak terlalu prioritas," tukasnya. Rapat akbar Usai Muspim, Sabtu lalu, PKB mengelar Rapat Akbar di Istana Olahraga Gelora Bung Karno Senayan, dihadiri massa PKB dari berbagai pelosok Jabotabek dan sekitarnya yang
dikalim sebanyak 15.000 orang. "Acara ini dilakukan sebagai try out untuk melihat bahwa ternyata kami punya banyak massa dan akan menjadi partai besar. Setelah ini, kami akan melangsungkan Hari Lahir ke-4 di Lampung tanggal 23 Juli 2002," ujar Matori menjawab pertanyaan disela-sela rapat akbar itu. Berkaitan dengan penataan FKB di DPR, Matori menegaskan, posisi anggota F-KB pasti akan ditata dan akan ada bentuk-bentuk khusus yang akan dilaksanakan. "Tapi kerja saya tidak tergesa-gesa," jelasnya. Soal legalitas partainya, dia juga menegaskan tidak akan ada dua partai dengan nama yang sama sesuai dengan peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU). "Saya yakin yang sah adalah kami," ujarnya. Menjawab pertanyaan, apa benar purnawirawan TNI dan Polri akan diajak bergabung ke partai anda? Matori mengatakan, pihaknya ingin menerima semua pihak. Para purnawirawan sudah terbukti konsisten terhadap NKRI. Dengan hadirnya mereka, maka akan semakin mengukuhkan niat PKB yang menciptakan suasana yang aman dan kondusif berdasarkan Pancasila dan UUD 45. Dikatakan PKB terbuka dan menerima dukungan dari berbagai agama dan daerah. Kami akan tampil dengan isu atau program-program yang menyentuh seluruh kepentingan bangsa dan negara. Tekad kita tetap inklusif, sehingga PKB tetap akan menjadi partai yang besar. Soal amandemen UUD 45, Matori mengajak semua pihak untuk berpikir jernih. "Mari kita berpikir jernih dan hati-hati dalam membangun bangsa yang lebih baik. Jangan sampai karena ketergesaan dan pertimbangan yang kurang matang, lalu menjadi masalah di kemudian hari," ujarnya. Hati-hati itu maksudnya kita minta pada anggota MPR dari fraksi-fraksi untuk menyerap aspirasi yang berkembang dan mempelajarinya. Sehingga dalam mengambil keputusan benar-benar dalam keadaan yang bisa diterima bangsa, jelasnya.(A-109)***
Senin, 22 April 2002
Seribu Demonstran Tuntut Pembebasan Kiai di Mapolsek Cisarua Republika Kode: 2 BOGOR -- Sekitar seribu warga dari empat desa mendatangi Mapolsek Cisarua, Ahad (21/4). Mereka menuntut pembebasan KH Rohmat, pemimpin Pondok Pesantren Al-Ihya, Cilember, Cisarua; dan 41 warga yang ditangkap menyusul aksi pembakaran beberapa bangunan di kawasan Puncak, Sabtu (20/4). Massa menyerang dan membakar sejumlah bangunan yang dianggap sebagai tempat maksiat pada Sabtu pukul 20.00. Sasaran mereka adalah rumah kontrakan milik Ade Sudrajat di Gang Sempit RT 03/02 Desa Kopo, Cisarua, sejumlah bangunan di Gang Gaya Motor, Hotel Budi Luhur (milik H Uju). Massa juga membakar serta menjarah Hotel Karina (milik Yosep), Penginapan Anaria (milik Lili Sugiri), dan merusak Hotel Sulanjana. Mereka juga membakar dan menjarah sejumlah warung milik warga. Di Hotel Sulanjana, penghuni hotel yang sebagian imigran asal Timur Tengah mengaku uang mereka senilai 1.500 dolar AS dan Rp 2 juta dijarah. Demikian halnya sebuah telepon genggam dan sebuah TV.
Massa juga merusak mobil milik Polsek Ciawi nopol 8224-VIII, membakar Panther milik tamu Budi Luhur, Starlet milik tamu Hotel Karina, dan Corona B 1405 AH milik tamu hotel Anaria. Mereka pun menjungkirbalikkan mobil pemadam kebakaran milik Pemerintah Kota Bogor. Sebanyak 41 warga ditangkap. Demikian halnya Kiai Rohmat yang dituduh memprovokasi warga. Menyusul penangkapan tersebut, begitu adzan Maghrib berkumandang kemarin warga berduyun-duyun berkumpul di pinggir Jl Raya Puncak, Desa Cilember, Cisarua, sekitar satu kilometer dari Mapolsek Cisarua. Mereka berasal dari Desa Cilember, Leuwimalang, dan Tugu, Kecamatan Cisarua, ditambah empat truk dari Desa Cigentur, Cianjur. Demonstran menggelar shalat Maghrib berjamaah di depan barikade tersebut. Usai shalat mereka menyampaikan tuntutan pembebasan Kiai Rohmat dan ke-41 warga. "Tiga desa kami membutuhkan Pak Kiai, lepaskan Pak Kiai!" teriak salah seorang demonstran sambil mengacungkan tangan. Negosiasi antara aparat dan beberapa warga dilakukan. Sekitar pukul 20.30 warga mulai kesal, tokoh yang ditunggu tak kunjung tiba. Aksi saling dorong antara demonstran dan aparat terjadi. Polisi mengeluarkan beberapa tembakan. Kapolres Bogor, AKBP Muchamad Taufik, mengatakan ke-41 warga yang ditangkap akan dilepaskan. "Menunggu surat penangguhan penahanan," jelasnya. Sedangkan Kiai Rohmat sudah dilepaskan. "Pak Kiai cuma diperiksa," katanya. Tokoh ulama KH Choirudin Syarif mengungkapkan aksi pembakaran bukan atas perintah dan koordinasi ulama. "Dari 41 yang ditangkap, hanya tujuh yang santri," jelasnya. n c21/kho/c14_
Agama dan Budaya GUS DUR: `YANG BERPOLIGAMI TIDAK MENGERTI KITAB SUCI` Senin, 22 April, 2002 9:20:38 AM Antara Kode: 2 Yogyakarta - Mantan presiden Abdurrahman Wahid menyatakan bahwa yang melakukan poligami adalah orang yang tidak mengerti kitab suci. `Karena kalau disebutkan poligami boleh dilakukan asal adil, dan yang menentukan adil tidaknya itu seharusnya adalah sang objek yaitu si perempuan,` ujar Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada acara peringatan Hari Kartini di Yokyakarta, Minggu malam. Dalam acara tersebut Gus Dur didampingi isterinya Shinta Nuriyah yang membacakan tulisan bertajuk `Kartini dan poligami`, serta mantan Menteri Pertahanan pada masa pemerintahan Gus Dur, Mahfud MD.
BKMT Jangan Hanya Aktif di Kabupaten dan Provinsi Singkil, (Analisa) Senin, 22 April 2002 Kode: 6 Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) di tingkat kecamatan dan desa diminta supaya berperan lebih aktif. Sebab selama ini, organisasi wanita ini terkesan hanya aktif di tingkat kabupaten dan provinsi.
Hal tersebut dikatakan Ketua BKMT Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Ny Mutia Safrida Azwar, dalam pertemuan dengan jajaran BKMT Kabupaten Aceh Singkil, Minggu lalu, di Singkil. Dalam kaitan itu, Ny. Mutia Safrida Azwar yang juga istri Wakil Gubernur NAD, Ir H Azwar Abubakar, menekankan, pentingnya peranan petinggi di setiap kabupaten dalam melakukan pembinaan di tingkat kecamatan hingga ke desa-desa. "Dalam hal ini saya minta setiap bupati dan ibu agar lebih aktif melakukan pembinaan", katanya. Dikatakan, saat ini dan di masa depan, kondisi menuntut BKMT harus mampu mengembangkan peranannya dalam membangun bangsa, tidak hanya terpaku sebagai forum pengajian. Misalnya, sebagai organisasi wanita, BKMT hendaknya ikut berperan mengembangkan wawasan. Bahkan harus mampu melahirkan gagasan-gagasan untuk membangun bangsa, tambahnya. Sehubungan dengan pengembangan peranan tersebut, Ny Mutia Safrida Azwar melihat, sekarang adalah saat yang paling tepat untuk memulainya. "Momentum syariat Islam adalah saat yang paling tepat bagi BKMT untuk berkiprah bagi masa depan", katanya. Ditambahkan, sehubungan dimulainya pelaksanaan syariat Islam di Provinsi NAD, BKMT akan ikut serta mensosialisasikan hingga ke tingkat kecamatan dan desa. Dalam kaitan itu dia mengharapkan BKMT tidak hanya aktif di tingkat kabupaten dan provinsi, tapi juga hingga ke tingkat kecamatan dan desa. Selain itu, katanya, BKMT juga bertekad untuk ikut menyelamatkan generasi yang akan datang dari lilitan kebodohan serta dari ancaman krisis moral. Hendaknya disadari bahwa peranan BKMT semakin penting, dan untuk itu majelis taklim di setiap daerah diimbau untuk mengembangkan jalinan hubungan sesama BKMT di provinsi ini. (ma)
HANCURKAN RMS SELAMATKAN NKRI Sabili Edisi No. 22 bulan April 2002 Kode: 15a Sparatis FKM/RMS membakar simbol-simbol pemerintahan NKRI di Maluku. Bendera RMS dikibarkan dengan pongah. Jangan biarkan mereka menginjak-injak kedaulatan NKRI. Demi keutuhan NKRI, hancurkan segala bentuk gerakan sparatis yang mengganggu keutuhan bangsa! Aksi gerakan Republik Maluku Selatan (RMS) atau Republik Maluku Sarani semakin vulgar. Nafsu memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) membuat mereka jadi gelap mata. Tanpa tedeng aling-aling, mereka mengobarkan api sparatisme ke tengah-tengah masyarakat Maluku. Padahal, pemerintah saat ini tengah berjuang keras agar kedua kelompok yang bertikai, baik Islam maupun Kristen, mengakhiri konflik yang berlangsung hampir empat tahun lamanya itu. Beberapa cara dan pendekatan Sparatis FKM/RMS membakar simbol-simbol pemerintahan NKRI di Maluku. Bendera RMS dikibarkan dengan pongah. Jangan biarkan mereka menginjak-injak kedaulatan NKRI. Demi keutuhan NKRI, hancurkan segala bentuk gerakan sparatis sudah ditempuh. Termasuk pertemuan damai Malino II— yang dianggap sejumlah pihak masih diskriminatif. Api sparatisme yang tengah dikobarkan RMS terlihat jelas di lapangan. Hari Sabtu (30/3)lalu, sejumlah pihak menemukan Bendera RMS dikibarkan di daerah Kuda Mati. Padahal, seperti dimafhumi, negara melarang pengibaran bendera negara lain di wilayah Indonesia. Selain, bendera resmi NKRI, merah putih. Menyusul meledaknya bom di Jl. Yan Paays, Ambon, secepat kilat sekelompok massa dalam jumlah besar mendatangi kantor gubernur. Sambil berteriak yel-yel “Hidup RMS” dan “Mena
Moeria” (depan belakang sama-sama tajam), mereka menerobos kantor gubernur kemudian membakarnya dengan bom molotov yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Dalam waktu sekejap, si jago merah melahap habis gedung pemerintah Maluku itu. Padahal, saat kejadian itu, Gubernur Maluku Saleh Latuconsina, kabarnya sedang mengadakan rapat dengan sejumlah stafnya di sana. Dua hari kemudian, saat Mekopolkam, Bambang Yudhoyono, Menko Kesra, Yusuf Kalla beserta sejumlah pejabat baik pusat dan daerah menyaksikan penghancuran senjata rakitan hasil sweeping aparat, sekelompok massa kembali meneriakan yel-yel “Hidup RMS” dan “Mena Moeria”. Nampaknya, bukti-bukti itu masih panjang. Ditemukan pula surat dari Front Kedaulatan Maluku (FKM) yang ditujukan untuk Presiden Megawati. Isinya meminta Presiden Megawati mengakui dan mendukung peringatan Hari Ulang Tahun RMS ke-52, 25 April mendatang. Meskipun Penguasa Darurat Sipil (PDS) di Maluku melarang segala aktivitas FKM, namun Presiden Megawati, hingga kini belum juga memberikan jawaban tegas. Walau Presiden Megawati belum memberi jawaban, FKM yang menurut sejumlah pihak adalah boneka RMS, menyatakan tetap akan merayakan HUT dan mengibarkan bendera RMS. “Kami bukan sparatis. Kami hanya menuntut pengembalian kedaulatan dan kemerdekaan bangsa yang dianeksasi NKRI 50 tahun lalu melalui agresi bersenjata,” kata Ketua Front Kedaulatan Maluku, Alex Manuputty. Pendapat Alex dibenarkan Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI). “Kami tidak melihat adanya sparatisme di Ambon,” kata anggota Majelis Harian PGI, Kumala Setiabrata di sela-sela menerima kunjungan delegasi Partai Kebangkitan Bangsa, Selasa (9/4) lalu. Pada kesempatan itu pula Kumala menyatakan konflik di Ambon merupakan konflik antar agama, Islam dan Kristen. Pendapat Kumala dibenarkan bosnya di PGI, Natan Setiabudi. “Saya pikir, isu RMS agak dibesar-besarkan,” tegas Ketua PGI itu. Anehnya, pendapat kedua tokoh Kristen di atas berseberangan dengan pendapat tokoh Kristen lainnya. Hengky Hattu, ketua PGI Maluku yang juga salah seorang anggota delegasi Kristen dalam perjanjian damai Malino II, tegas-tegas menyatakan gerakan sparatisme (RMS) benarbenar ada di Ambon. Pernyataan ini dilontarkan saat ia mengadakan pertemuan dengan Menkokesra dan pejabat lainnya. Pendapat Hengky dibenarkan Sekretaris Umum Badan Pekerja Harian (BPH) Gereja Protestan Maluku (GPM), Pendeta SJ Mailoa. Silang pendapat di antara tokoh-tokoh Kristen itu tentu saja memicu keheranan tersendiri bagi masyarakat. Terutama di kalangan pemerintah dan umat Islam. Makanya tidak mengherankan jika muncul pertanyaan, mungkinkah perbedaan ini adalah bagian dari intrik yang sengaja dibuat untuk mengelabui masyarakat? Ketua Umum Pengurus Besar Front Pembela Islam Maluku (FPIM), Husni Putuhena membenarkan. Menanggapi bantahan PGI terhadap eksistensi RMS di Ambon, Putuhena menilai hal ini menunjukkan bahwa gereja terlibat dalam gerakan sparatis di Ambon. “Untuk menghilangkan keterkaitan gereja dengan sparatis itu, PGI kemudian membuat pernyataan demikian,” katanya. Kontan saja Husni menuding Kumala tak mengerti tentang makna sparatisme. “Karena itu, apa yang dilakukan Alex Manuputty dan pendukungnya, dalam kacamata PGI tidak dianggap sebagai gerakan sparatis,” sambungnya. Sementara itu menanggapi pernyataan Pendeta Mailoa dari GPM dan Hengky Hattu, menurut Putuhena hanya semata-mata upaya pembersihan gereja dari gerakan sparatis di Maluku. Husni menambahkan, bukan secara kebetulan kalau beberapa pentolan FKM seperti ketua FKM, Alex Manuputty, Semmy Waileruni, dan B.N. Tamaelasapal adalah aktivis gereja Maluku. Pendapat Husni dibenarkan Ketua Umum Pengurus Besar Badan Imarah Muslim Maluku (BIMM), Ust. Aly Fauzy. Menurutnya, untuk memelihara nama baik gereja maka dimunculkan FKM dengan tokohnya Alex Manuputty. “Alex hanya menjadi tumbal kegiatan Nasrani di Maluku dalam rangka memisahkan Maluku dari NKRI,” katanya. Ust. Ali menyatakan keterlibatan gereja sangat jelas saat mereka membentuk tim advokasi gereja yang bertugas memonitor
perkembangan kasus Maluku. “Namun, tugasnya lebih banyak memutarbalikkan fakta,” katanya. Aksi pengibaran bendera RMS yang melanggar NKRI atau pengeboman serta pembakaran Kantor Gubernur Maluku yang diduga keras dilakukan sparatis RMS patut mendapat porsi yang serius. Menanggapi aksi sparatis ini, sejumlah pihak mencurigai ada udang di balik batu. Mengapa yang menjadi sasarannya adalah Kantor Gubernur Maluku? Mengapa bukan gedung yang lain? Apa keistimewaan Kantor Gubernur dibanding yang lain? “Penghancuran Kantor Gubernur telah lama menjadi target operasi kelompok sparatis. Sebab secara tidak langsung pembakaran kantor itu menunjukkan kepada dunia bahwa pemerintahan Indonesia di Maluku telah bertekuk lutut alias KO,” kata salah seorang cendekiawan Maluku, M Nour Tawainela. Apalagi, sampai berhasil membakar symbol pemerintahan PSD di Maluku. Hal senada dibenarkan Ketua Umum FPIM, Husni Putuhena. Ia menyatakan, bila keadaan Maluku chaos, sparatis RMS akan mengumumkan kepada dunia bahwa pemerintahan di Maluku mengambang. Lalu RMS akan menguasai Ibu Kota Maluku pada 25 April nanti. “Akhirnya intervensi asing akan mudah masuk,” katanya geram. Aksi sparatis RMS membakar kantor gubernur benar-benar skenario jitu. Menurut kontributor SABILI di Maluku, selama ini kantor gubernur dijadikan basis beberapa LSM baik dalam dan luar negeri. Termasuk tempat mengantor para perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). “Mereka menempati beberapa petak kamar di gedung itu,” sambungnya. Masuk akal, jika mereka kemudian membakarnya guna mendapat perhatian internasional. Cerita pembakaran simbol negara ini sebenarnya bukan barang baru. Pada Desember 2001 lalu, Kantor DPRD Kota Ambon juga mengalami nasib serupa. Setelah Kapal Motor California meledak, ratusan massa dengan meneriakan yel-yel “Hidup RMS” mendatangi Kantor DPRD Kota Ambon. Setelah menjebol dan menerobos masuk, massa yang sebagian besar kelompok Nasrani itu membakar gedung rakyat tersebut. Dalam sekejap, api melahap gedung DPRD Maluku. “Kalau hal ini dibiarkan, bukan tidak mungkin aksi pembakaran kantor pemerintah lain akan kembali dilakukan,” kata Sekretaris Forum Silaturahmi Umat Islam Maluku (FSUIM) seperti dikutip situs Laskarjihad.or.id. Lantas, bagaimana tanggapan pemerintah? Gubernur Maluku, Latuconsina selaku Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD) tampak tidak tegas. Meski bukti-buktinya sudah jelas, Latuconsina tak juga mengambil langkah taktis. Malah terkesan memberi angin kepada RMS. Ia pun hanya mampu membuat SK bernomor Kep 6/PDSDM/IV/2002 yang melarang segala aktivitas FKM tanpa mampu memberantasnya. Aksi Menkopolkam Susilo Bambang Yudhoyono juga tak jauh beda. Saat dimintai pendapatnya oleh sebuah stasiun televisi tentang gerakan sparatis di Maluku ini, ia hanya menjawab, “Pemerintah akan menindak tegas kelompok RMS, kalau bukti-buktinya sudah jelas”. Pernyataan Menko Kesra Yusuf Kalla lebih menyesakkan lagi. Kalla menyatakan kelompok garis keras dari kedua kelompok (Kristen dan Islam) harus dilumpuhkan. Bagaimana dengan Ibu Megawati? Beberapa waktu lalu, ia sempat meminta aparat yang berwenang menindak tegas pihak-pihak yang membakar Kantor Gubernur Maluku itu. Tapi, setelah itu suaranya nyaris tak terdengar lagi. Kontan, sikap tak tegas yang dipertontonkan para pejabat negara ini dikecam banyak pihak. Pernyataan Yusuf Kalla yang menyatakan kelompok garis keras kedua belah pihak harus dilumpuhkan disesalkan Sekretaris Jurusan Dakwah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAI) Ambon, Abdullah Latuapo. Ia menilai pernyataan asal bunyi itu menunjukkan sang menteri tidak mengetahui substansi permasalahan yang terjadi di Maluku. “Yang seharusnya dilumpuhkan adalah gerakan sparatis RMS, bukan umat Islam yang berusaha mempertahankan NKRI!” tandasnya.
Sementara tindakan Latuconsina selaku Penguasa Darurat Sipil yang hanya mampu mengeluarkan SK disayangkan Ketua Satgas Amar Ma’ruf Nahi Munkar Muslimin Maluku, Muhammad Attamimy. Ia menilai tindakan pengibaran bendera RMS merupakan upaya merongrong kedaulatan RI. Selain itu, lanjutnya, pengibaran bendera itu adalah test case untuk menguji reaksi aparat. “Saya khawatir, apabila pemerintah membiarkan atau mengulur-ulur waktu menumpas FKM/RMS, akan terjadi pendirian negara di dalam negara. Dan nasib Maluku ke depan sama seperti Timor-Timur,” katanya. Attamimy menegaskan, pemerintah tak perlu khawatir menumpas sparatis RMS karena kaum muslimin, akan mendukung sepenuhnya langkah pemerintah. Attamimy juga yakin umat Islam siap berada di belakang pemerintah dan aparat keamanan. “Kalau perlu, biar kami, kaum Muslimin yang berada di depan untuk memberantas gerakan sparatis itu, “tantangnya. Komandan Laskar Jihad, Ust. Dja’far Umar Thalib angkat bicara. Ia menyesalkan sikap pemerintah yang tak tegas. Padahal pemerintah sangat tahu akar konflik di Maluku. “Saya berkeyakinan konflik ini tidak akan berakhir jika pemerintah masih tutup mata terhadap esensi persoalan Maluku,“ tegasnya. Sikap pemerintah yang memble ini tentu saja mengundang tanda tanya. Kenapa pemerintah tak berani menumpas gerakan sparatis RMS? Muhammad Attamimy menduga pemerintah ditekan dunia internasional. Namun, Ketua Tim Pengacara Muslim (TPM), M Mahendradatta berpandangan cara pemerintah untuk mendapatkan bantuan dunia internasional. “Tapi sampai saat ini dana bantuan itu belum dikeluarkan. Dana itu bukan untuk menyelesaikan kasus Ambon, tapi untuk biaya penangkapan mereka yang dikategorikan AS dan Barat terlibat aksi teroris dan kerap menentang kebijakan AS,” katanya. Bisa jadi, karena faktor di atas sehingga pemerintah tak begitu tegas terhadap RMS. Sikap ini sungguh berbahaya dan kian memberi kesempatan RMS bermain api dan mengobokobok kedaulatan NKRI. Pemerintah tak perlu lagi mencari bukti, apalagi investigasi. Semuanya sudah cukup. Yang perlu dilakukan saat ini adalah aksi. Atau NKRI akan semakin terpecah belah. Apakah kita mau, nasin Maluku seperti Timor Timur? Tentu saja tidak. Rivai Hutapea
Konflik Ambon: Damai Setengah Hati Sabili Edisi No. 22 bulan April 2002 Kode: 15a Adakah yang lebih indah dari ketulusan? Damai pun hanya jadi slogan bila tanpa ketulusan. Alihalih menciptakan perdamaian Malino II justru jadi ajang perang baru, menimbulkan perdebatan sengit Sepintas perjanjian damai Malino II tampak sebagai langkah maju yang dicapai pemerintah. Sayangnya langkah itu terhenti. Mandeg pada tahap sosialisasi, padahal yang terpenting dari perjanjian tersebut adalah sosialisasi perjanjian damai di kedua kelompok yang bertikai. Tapi di lapangan, bara api dendam masih mengepul. Apalagi disinyalir ada pihak-pihak tertentu yang berniat meniup bara menjadi api yang menghanguskan perjanjian Malino II dengan menyertakan orang-orang sortiran masuk ke dalam pertemuan. “Sampai hari ini Malino II masih diperdebatkan bukan pada substansinya saja tapi juga pada keabsahan delegasinya,” ungkap M. Mahendradatta. Ketua Tim Pengacara Muslim (TPM). “Malino II hanya menyertakan orang-orang tunjukkan gubernur, sehingga tidak menampung perwakilan yang sebenarnya,” ujar Mahendradatta yang ditunjuk sebagai kuasa hukum resmi oleh 433 tokoh dan pimpinan ormas Islam di Maluku.
Ungkapan senada diucapkan pula oleh Irfan Suryahadi Awwas, “Memang perdamaian yang dikehendaki oleh masyarakat Ambon rupanya berbeda dengan perdamaian dalam skenario pemerintah.” Ketua Majelis Mujahidin Indonesia itu menambahkan, belum adanya sinergi antara aspirasi rakyat tentang perdamaian itu sendiri dan keinginan pemerintah. Menurut pemantauan Mahendradatta, yang berada di Ambon selama dua pekan sebelum ditekennya perjanjian Malino II tidak melihat adanya pertempuran. Rupanya kondisi ini, menurut Mahendradatta, dimanfaatkan dengan langsung meluncurkan program Malino II. Tapi alih-alih perdamaian bertambah kuat, proses damai yang berjalan natural tersebut dirusak oleh peserta Malino II yang tidak merepresentasikan elemen yang ada. Penilaian yang sama datang juga dari pihak Kristen dan ketua Front Kedaulatan Maluku, seperti yang diungkapkan Alex Manuputty. Ketua FKM yang disebut-sebut baju lain dari RMS itu menilai, Malino II tidak representatif. “Sesuatu yang representatif tidak akan menimbulkan dilematik dan polemik, jelas negara memaksakan kehendaknya!” tegas Alex. Selain representasi yang masih dipermasalahkan, kebuntuan yang terjadi juga terjadi akibat lambannya aksi pemerintah menerjemahkan perjanjian damai pada program nyata. Pertemuan Malino II itu akan menjadi simbol yang berarti jika pemerintah tidak menindaklanjutinya dalam bentuk penataan kembali kehidupan di Maluku. Misalnya merehabilitasi sarana dan prasarana publik, penghentian konflik, pemulihan keamanan dan ketertiban, rehabilitasi sosial ekonomi dan pengembalian pengungsi. Kerusuhan yang punya stamina dan napas panjang ini harus dihadapi dengan law enforcement. Negara tidak boleh lemah. Terlepas dari beberapa kelemahan Deklarasi Malino II, pemerintah sendiri belum tegas menerapkan salah satu hasil perjanjian damai, yakni membasmi sparatisme RMS. Dan ini yang disoroti betul oleh Irfan S. Awwas. Menurut Irfan, pemerintah daerah Maluku boleh dikatakan hampir tidak berdaya menjalankan fungsi kepemerintahannya. Irfan melihat bahwa RMS sudah muncul dan tidak peduli dengan ancaman pemerintah RI. Keberanian RMS ini tak terlepas dari ancaman pemerintah yang ternyata hanya tong kosong nyaring bunyinya. Keheranan Irfan bertambah karena dalam kasus pembakaran dan pengeboman kantor gubernur, pemerintah masih berdiam diri. Dan lagi-lagi umat Islam yang ketiban pulung. Ditangkapi dan dituduh terlibat kerusuhan. “Pemerintah sedang defisit harga diri karena RMS!” tegas Irfan. Lebih lanjut Irfan mengatakan, sikap keder pemerintah ini karena campur tangan asing di belakang RMS. Dugaan yang sama diutarakan pula oleh Mahendradatta. “RMS sangat berkepentingan untuk mengundang tentara asing,” paparnya. Dalam pengamatannya RMS berkeinginan agar TNI/Polri tidak berdaya di mata internasional. Mereka mengidam-idamkan proses yang sama dengan yang terjadi di Timtim. “Apakah pemerintah sekarang ini juga ingin menampilkan kreditpoin seperti pemerintahan sebelumnya, dengan cara melepaskan satu wilayah?” katanya dalam kalimat tanya Apapun ceritanya langkah perdamaian tak boleh terhenti. Berhenti berarti hancur! Musuh sudah jelas di depan mata. Pemerintah memang masih maju mundur menghalau RMS. Jika hal ini terus terjadi, prediksi Irfan tentang kemarahan umat Islam bisa-bisa akan terjadi. Muslim akan marah dengan sikap pemerintah yang tak adil dan berat sebelah. Dan jika umat Islam bergerak, pada saat itulah pemerintah akan menindak. “Saya kira tidak ada jalan lain kecuali umat Islam harus membangun satu visi yang sama dan kekuatan bersama untuk menghadapi skenario global dari kalangan anti Islam.” Eman Mulyatman
MENANTI "VIONIS" AZ-ZAYTUN Sabili Edisi No. 22 bulan April 2002 Kode: 13b Tim peneliti Depag gagal mengungkap kesesatan di Pesantren al-Zaytun. Kelambanan, akan makin menggumpalkan kekecewaan masyarakat dan membuka peluang untuk main hakim sendiri. Umat Islam tampaknya masih harus bersabar, menunggu ancaman Menag Sayid Agil alMunawwar untuk menutup Pesantren al-Zaytun. Agil mengaku, tim yang dibentuk Depag untuk menyelidiki pesantren tersebut gagal menemukan bukti-bukti kesesatan mereka. Karena itu, pihaknya berjanji akan meminta bantuan LIPI, MUI dan polisi. “Pasalnya, sangat sederhana, tim peneliti tak bisa masuk ke dalam,” tandasnya kepada wartawan usai mengikuti Haul al-Marhumin di Pesantren Buntet, Cirebon (13/4). Koordinator Solidaritas Umat Islam untuk Korban al-Zaytun (SIKAT), Umar Abduh melihat, hambatan pihak al-Zaytun itu justru makin mengentalkan semua tuduhan sesat yang dialamatkan kepada mereka. Karenanya, dia meminta Depag agar jangan membuang-buang energi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh SIKAT, LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam) dan TIAS (Tim Investigasi Aliran Sesat) sudah cukup untuk ditindak lanjuti. Sebaliknya, Umar mempertanyakan obyektivitas tim peneliti Depag. Menurutnya, peneliti Depag sebenarnya sudah lama melakukan penelitian di al-Zaytun. Mereka tak mendapat hambatan sama sekali. Buktinya, tim ini telah menyelesaikan penelitian tahap pertama. Hasilnya pun sebulan yang lalu telah dipresentasikan di depan MUI. Kesimpulannya, mereka tak menemukan sejumlah kesesatan yang selama ini diungkap oleh SIKAT, LPPI, TIAS maupun pengaduan sejumlah korban. Karenanya, Umar sempat curiga, jangan-jangan mereka telah “terbeli” oleh Abu Toto alias Syaykh Panji Gumilang. Namun sinyalemen di atas dibantah oleh salah seorang peneliti Depag, Fuaduddin. Menurut Fuad, timnya yang telah bekerja sebelum Ramadhan senantiasa bersikap obyektif. Paradigma yang dipakai adalah pendekatan kultural dengan metode fenomena kualitatif. Fuad malah balik menuding, Umar terlalu memaksakan pendekatan politis. Toh MUI tak menerima begitu saja hasil sementara penelitian tim Depag. Mereka memandang, hasil penelitian tim ini masih memiliki banyak kekurangan yang harus disempurnakan. Jalan keluarnya, MUI dan Depag sepakat membentuk tim bersama. Anggotanya 14 orang, terdiri dari 7 peneliti Depag dan 7 peneliti MUI. Salah seorang peneliti MUI, Mustafa Ali Ya’qub, MA berjanji akan menempuh pendekatan baru. Di samping melakukan penelitian lapangan, ia juga akan mendatangkan sejumlah saksi. Sedangkan untuk menelusuri penyimpangan akidah, Mustafa berjanji akan menggali sejumlah literatur rujukan al-Zaytun selama ini. Dengan pendekatan tersebut, pakar Ilmu Hadits ini optimis timnya mampu menyingkap sejumlah misteri al-Zaytun. “Untuk menelusuri penyimpangan akidah, kita tak cukup hanya mendatangi dan menanyai mereka. Sebab, berbohong seringkali dipakai sebagai senjata penyelamat. Misalnya ajaran taqiyyah pada aliran Syiah dan Ahmadiyah,” jelasnya. Ketika ditanya tentang hasil penelitian tahap pertama tim Depag yang diragukan sejumlah kalangan, Guru Besar Institut Ilmu al-Qur’an (IIQ) ini mengaku tak tahu menahu. “Anaa bariiun minhu (Saya lepas tangan, red). Yang jelas semua tahu, al-Zaytun kini tengah dipermasalahkan. Mustahil, kalau tanpa masalah. Tak mungkin ada asap kalau tak ada api,” tandasnya. Umar Abduh menyambut baik pendekatan yang ditawarkan oleh Mustafa Ali Ya’qub. Dia
berharap tim gabungan ini tidak bersikap apriori terhadap hasil penelitian yang telah ada selama ini. Ia mewanti-wanti, jangan sampai mereka gagal untuk kedua kalinya. Untuk itu, mereka tak cukup melakukan penelitian di lokasi pesantren, tapi harus menelusuri lebih jauh jaringan KW IX di semua teritorial. Sebab, kata Umar, jaringan teritorial inilah yang telah menghalalkan segala cara untuk mem-back up pendanaan al-Zaytun selama ini. Keresahan masyarakat akibat aktivitas KW IX, kata Umar, telah mencapai puncaknya. Ia khawatir, kalau pemerintah terlalu lamban mengusut dan menuntaskannya secara hukum, masyarakat akan bergerak main hakim sendiri. “Di Jakarta dan sejumlah daerah kini masyarakat sudah mulai berani melakukan sweeping,” tambahnya. Kasus penggerebekan sangat dramatis terjadi di Cipinang pekan lalu. Insiden ini berakhir dengan pertukaran sandera di stasiun Pasar Minggu. Suasananya, menurut seorang saksi mata, Jayadi, sangat mencekam. Para aktivitis NII dan keluarga korban sempat saling mengancam untuk membunuh. Masyarakat memang tak menutup mata atas keberhasilan aparat menggerebek sejumlah markas NII di berbagai tempat. Misalnya, penangkapan yang dilakukan Polresta Bandung Tengah (10/4) dan kasus terakhir penangkapan aktivis NII KW IX yang menggunakan jaringan pembantu untuk melakukan pencurian di Pulo Gadung, Jaktim (16/4). Sayangnya, mereka hanya berani menangkap aktivis kelas teri dari tingkat “lurah” ke bawah. Sedangkan tingkat “bupati” ke atas malah cenderung dilindungi. Wajar saja kalau ratusan warga Banten sempat mengultimatum Kapolda Jabar. Mereka mengancam, jika Polda masih enggan menertibkan para aktivis KW IX dan Pesantren al-Zaytun, akan langsung menyerbu ke Indramayu. Tak hanya itu. Kata Umar, kekesalan Pansus DPRD Indramayu pun kini telah mencapai puncaknya. Mereka merasa dilecehkan oleh Panji Gumilang yang beberapa kali mangkir memenuhi undangan mereka. Akibatnya, mereka mengultimatum, kalau Syaykh Ma’had tetap tak bersahabat, masyarakat akan mendirikan posko sepanjang jalan menuju pesantren. Mereka akan mencegat seluruh pengunjung, untuk disuruh kembali. Nah! Misbah
Lokalisasi Judi: Sutiyoso Coba-Coba! Sabili Edisi No. 22 bulan April 2002 Kode: 6 Masalah judi sesungguhnya sudah final: dilarang. Tapi Sutiyoso membuka kembali dengan kilah sekadar wacana. Mau ngelawan Undang-undang? Sutiyoso bikin blunder. Di akhir masa jabatan, bukannya dipakai untuk merenung atau memikirkan hal-hal yang positif, eeh malah menyodorkan wacana soal pendirian lokalisasi judi. Kontan, tema usang yang sudah out of date ini kembali menjadi kontroversi. Para pendukung wacana ini pun seolah tutup mata terhadap UU no.7 tahun 1974 yang menyatakan judi sebagai tindak pidana, juga menghina Peraturan Pemerintah no. 9 tahun 1981 yang menandaskan bahwa seluruh wilayah RI harus bebas dari judi. “Ini sekadar wacana yang dilemparkan kepada masyarakat,” kilah Gubernur DKI ini. Anehnya, walau dibilang cuma wacana, namun lha kok demikian gencar. Bahkan menurut Bupati Kepulauan Seribu Abdul Kadir, yang wilayahnya akan digunakan untuk tempat lokalisasi, saat ini sudah banyak pihak yang menyodorkan diri sebagai investor.
Kontan saja, ide nyeleneh ini mendapat reaksi keras dari masyarakat Jakarta. Dari jajaran birokrat hingga tukang roti cokelat, semuanya sepakat judi harus disikat. Mendagri Hari Sabarno menyatakan bahwa dalam peraturan Otda memang tidak ada peraturan yang mengatur soal judi. “Yang ada adalah larangan soal judi,” tegas Hari. Kadispen Polda Metro Jaya Kombes Anton Bachrul Alam juga menolaknya. “Yang namanya judi tetap suatu kejahatan, dan kami akan tetap mengejarnya,” demikian Anton dalam suatu wawancara televisi. Anggota DPRD DKI Jaya sendiri terbelah dalam menyikapi hal ini. Ketua DPRD Edy Waluyo mendukung ide Sutiyoso. Namun penolakan tegas datang dari Ketua Fraksi Parta Keadilan Ahmad Heryawan. Heryawan mempertanyakan kemampuan pemprov DKI dalam memantau dampak negatif lokalisasi perjudian ini. Wapres Hamzah Haz lebih hati-hati. Ia menyarankan agar dilakukan pengkajian lebih cermat soal ini sebab Indonesia masyarakatnya kental nuansa relijius. Sesungguhnya, yang namanya judi—apapun bentuknya—tetap dilarang. Undang-Undang (tahun 1974) dan Peraturan Pemerintah (tahun1981), telah menegaskan hal itu. Namun dalam acara dialog di Metro Teve, Selasa malam (16/4) Sutiyoso menyatakan, “Kalau perlu Undang-undangnya direvisi.” Lawan bicara Sutiyoso, Sekjen Partai Keadilan Anis Matta mengomentari Sutiyoso dengan mengatakan, “Saya tak habis pikir, bagaimana bisa pemerintah sekarang berpikir dengan logika pasrah. Jika ada sesuatu yang tidak bisa dibasmi maka hal itu seolah-olah sudah menjadi suatu kewajaran yang dibolehkan.” Anis menambahkan bahwa pemerintah sebenarnya mempunyai kekuasaan yang bisa dipakainya untuk menyikat habis perjudian. Sebenarnya, selain judi, yang harus diselidiki adalah back-mind dari orang-orang yang mengajukan wacana ini. Benarkah mereka hanya sebagai fasilitator, atau jangan-jangan (jangan sampai) malah sebagai inisiator? Na’udzubillah! Rizki Ridyasmara
KCM Senin, 22 April 2002, 22:32 WIB (Rubrik:10f)
Jafar Umar Thalib: Aktor Kerusuhan SARA Tak Terjangkau Hukum Panglima Laskar Jihad Ahlussunah Waljamaah, Jafar Umar Thalib mengatakan hampir semua aktor kerusuhan SARA di Indonesia belum terjangkau oleh hukum. "Saya tegaskan bahwa semua aktor kerusuhan SARA di Indonesia masih bebas dari jeratan hukum," katanya saat memberikan Tabligh Akbar di Mesjid Raya Baiturrahhim Palu, Senin. Umar Thalib mengambil contoh aktor intelektual kerusuhan di Ambon yang masih terus gentayangan menikmati kebebasan padahal bukti keterlibatannya sangat kuat saat kerusuhan berkecamuk di daerah itu. "Benar-benar hukum di Indonesia mati suri menghadapi aktor kerusuhan SARA," katanya. Penegakan hukum di Indonesia khususnya dalam penanganan kasus bernuansa SARA menurut Jafar Umar ada kesan umat muslim selalu menjadi pihak yang terzalimi. Ia juga mengingatkan bahwa skenario kerusuhan SARA di Indonesia seperti sudah dirancang sedemikian rupa sehingga umat Islam harus mewaspadainya dan terus merapatkan barisan menghadapi "musuh-musuh" agama, bangsa dan negara. Ia mengatakan pertimbangan itulah yang mendorong Laskar Jihad menuntut pemerintah agar
secepatnya menegakkan supremasi hukum khususnya terhadap aktor kerusuhan berbau SARA karena jika mereka dibiarkan terus berkeliaraan dapat mengundang persoalan baru yang berdampak lebih besar lagi. "Jika pemerintah menutup mata terhadap masalah ini rangkaian kerusuhan ada kemungkinan terulang kembali di negeri ini," katanya. Kehadiran Jafar Umar Thalib di Palu untuk meyakinkan umat muslim di kota ini supaya terus mewaspadai setiap perkembangan yang terjadi di berbagai belahan dunia terutama di Indonesia yang bertujuan menghancurkan agama Islam dan pengikut-pengikutnya. Tabligh Akbar yang berlangsung tertib itu dihadiri ribuan umat Islam di Palu. Dalam mengamati perkembangan penanganan kerusuhan di Poso ia mengatakan ada sinyal dapat terulang kembali jika aparat keamanan dan pemerintah setempat tidak serius menanganinya. Jafar Umar juga merisaukan panangan kasus Sambas dan Sampit yang menurutnya hingga kini aktor intelektualnya belum juga diseret ke Pengadilan.(Ant/jy)
KCM Senin, 22 April 2002, 21:54 WIB (Rubrik:10e)
Wapres: Kader HMI Jangan Hanya Bisa Demo Sebagai organisasi mahasiswa Islam terbesar, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di era reformasi ini diharapkan mampu memberikan sumbangan yang positif bagi bangsa untuk bisa lepas dari krisis yang multidemisional ini, ucap Wapres, Hamzah Haz. "Kader HMI jangan bisa demo di jalanan saja tanpa memberikan solusi yang lebih baik bagi Pemerintah. Meskipun penyampaian aspirasi melalui aksi demo juga dibutuhkan untuk mengingatkan anggota eksekutif dan legeslatif yang sudah keluar dari jalur reformasi," kata Wapres Dr Hamzah Haz pada pembukaan Konggres HMI ke-23 di Balikpapan, Senin. Sebagai organisasi intelektual terbesar, hendaknya HMI mampu turut membantu pelaksanaan pembangunan baik di tingkat daerah maupun Nasional karena sebagai kader bangsa diharapkan pula bisa meneruskan perjuangan para pendahulunya. Wapres mengatakan, tidak sedikit kader HMI sekarang ini yang menduduki kursi penting di lembaga politik, mulai dari bupati hingga menteri termasuk anggota legeslatif sehingga tentunya kader HMI harus mampu menjadi lokomatif pembangunan bangsa Indonesia. Ketua Umum PB Hmi, M Fachrudin dalam sambutannya mengatakan, konggres HMI ke-23 yang berlangsung dalam situasi Nasional yang masih dalam krisis merupakan moment yang tepat untuk menunjukan jati diri HMI sebagai organisasi yang akan mampu memperkokoh etika dan moralitas bangsa demi berjalannya reformasi. Dia menyadari, bahwa etos kejuangan HMI mulai redup tertimbun oleh efek negatif pembangunan berupa materialitas, pragmatisme dan hedonisme sebagai tujuan hidup sehingga nilai-nilai moral mulai ditinggalkan. Rapuhnya moralitas dan etika dalam penyelenggaraan negara berupa korupsi, kolusi dan nepostisme (KKN), sedangkan dalan kehidupan bermasyarakat bisa berupa gaya hidup
bermewah-mewahan dan tidak peka terhadap kesengsaraan orang lain. "Salah satu agenda penting dalam konggres kali ini adalah bagaimana mengembalikan dan mengedepankan nilai-nilai moralitas terhadap kader-kader HMI," tandasnya. Pengamanan ketat Sementara itu di luar tempat acara pembukaan nampak pengamanan diperketat. Sekitar 300 personil anggota Polresta Balikpapan dibantu aparat TNI dilengkapi dengan dua panser terlihat siap di luar Hotel Gran Senyiur. Sebelumnya, Minggu sore sempat terjadi insiden ketika sebuah mobil milik panitia Konggres HMI menabrak pintu kaca hotel tempat akan dilakukan pembukaan konggres sehingga diduga ada aksi sabotase. Namun menurut keterangan salah seorang panitia bernama Hasbi ketika dihubungi membantah jika insiden itu merupakan aksi sabotase. Menurutnya, kejadian itu terjadi karena kondisi sopir yang kelelahan sehingga dengan tidak sengaja mobil menabrak pintu kaca hotel. "Saat ini sopir dan enam penumpang lainnya sudah diperiksa pihak kepolisian guna dimintai penjelasan mengenai kejadian tersebut," ungkapnya.(Ant/jy)
KOMPAS Senin, 22 April 2002
Penunjukan Pelaksana Harian Ansor Kewenangan Saifullah Yusuf Jakarta, Kompas-Wakil Presiden (Wapres) Hamzah Haz Minggu malam menutup secara resmi Konferensi Besar (Konbes) GP Ansor, di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta. Konbes yang berlangsung sejak Jumat, memberi kewenangan kepada Ketua Umum GP Ansor Saifullah Yusuf menunjuk pelaksana harian (Plh) untuk menjalankan tugas dan kewenangan Ketua Umum. Namun, Konbes tidak menentukan kapan penunjukan harus dilakukan. "Soal siapa dan kapan Plh itu ditunjuk serta berapa lama dia menjalankan tugas dan wewenang ketua umum, sepenuhnya menjadi hak prerogatif Saifullah sebagai mandataris kongres," ujar Ni'am Salim, Ketua Pimpinan Pusat GP Ansor, mengutip salah satu rekomendasi konbes. Di samping itu, tambah Ni'am, konbes memutuskan Kongres GP Ansor secepat-cepatnya dilaksanakan tahun 2003. Keputusan ini diambil mengingat pelaksanaan kongres membutuhkan persiapan yang matang menyangkut dana dan materi, agar tidak terjebak pada masalah figur kandidat ketua umum semata. "Mestinya, sesuai PD/PRT GP Ansor, masa khidmat adalah lima tahun, sedang Saifullah baru terpilih pada tahun 2000 di Solo," ujarnya. Intervensi asing Pada Minggu siang Panglima Kostrad Letjen Ryamizard Ryacudu memberikan ceramah di depan peserta Konbes GP Ansor. Ia mengatakan bahwa ada pihak-pihak dari luar negeri yang menginginkan Indonesia pecah sehingga mudah dikendalikan dan nilai strategisnya
kecil. Mereka mendukung gerakan separatisme di Aceh, Maluku, dan Irian. "Kita harus waspada, bukan tidak mungkin ada pihak asing yang mendukung gerakan itu di sini. Dari informasi intelijen, kita tahu ada skenario seperti itu. Ada negara tertentu yang mengobok-obok Aceh, Maluku, dan Irian supaya lepas dari Indonesia," ujar Ryamizard. "Dua minggu lalu ada rapat yang isinya bagaimana melepaskan ketiga daerah ini dari Indonesia," tambahnya tanpa menyebutkan tempat dan siapa yang melakukan rapat tersebut. Ryamizard mengungkap lebih jauh, pada tahun 1998 pihak asing melalui NGO (nongovernment organization) bertemu di Thailand membahas bagaimana memecah belah bangsa ini dan memecah TNI. Dua tiga tahun kemudian, ada pertemuan semacam itu di Singapura. "Tahun 1998 apa yang dibicarakan di luar itu berjalan, untung TNI tidak terlarut," ujarnya. Usai ceramah, Ryamizard tetap tidak mau memberi penjelasan tambahan mengenai tempat dan isi pertemuan. "Saya tidak akan sebutkan negara mana. Itu pasti ada, itu bukan bohong. Nanti kalau saya sebutkan malah ribut," tegasnya. Ia mengatakan, penetrasi pihak luar itu seringkali dikemas dalam isu hak asasi manusia (HAM) dan lingkungan hidup. "Saya ikut prihatin terhadap elite politik yang seringkali menyudutkan aparat keamanan dengan tuduhan HAM, padahal TNI tidak anti-HAM. Masalah (HAM-Red) ini harus dihormati dan dijunjung tinggi, asalkan tujuannya benar-benar untuk menegakkan HAM, bukan dengan maksud lain seperti untuk melemahkan TNI," katanya. (mba)
22-04-2002 (21:48:08)
Hamzah Haz Ajak Zainudin MZ Jalin Kerukunan (Rubrik:11a) Surabaya Post- Jakarta Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Dr Hamzah Haz, menyerukan para kadernya yang kini berada di PPP Reformasi agar kembali ke PPP pimpinannya. Ia juga berharap agar Zainuddin MZ, ketua PPP Reformasi yang dikenal sebagai dai sejuta umat, terbuka hatinya untuk kembali menjalin Ukhuwah Islamiyah dengan PPP. "Kalau ada Kiai yang tidak ingin menciptakan Ukhuwah Islamiyah, bukan Kiai namanya," tegas Hamzah Haz dalam pidato politiknya di depan ribuan pendukung PPP dalam acara peringatan Hari Lahir PPP ke-29 di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Minggu (21/4) siang. Hamzah menegaskan, PPP pimpinannya merupakan partai Islam yang asli hasil fusi empat partai Islam yakni Partai NU, Muslimin Indonesia (MI), Syarikat Islam, dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) pada 5 Januari 1973. "Tanda gambar Ka'bah sebagai lambang PPP juga merupakan hasil Salat Istikharoh para ulama, bukan hasil karangan seseorang sebagaimana tanda gambar PPP Reformasi," tegasnya. Dalam kesempatan tersebut, Hamzah Haz yang juga wakil Presiden RI itu mengutuk keras
serangan Israel terhadap bangsa Palestina. Untuk itu ia meminta agar pemerintah dapat berperan sebagai inisiator pengiriman pasukan perdamaian ke Palestina dan menyeret PM Israel Ariel Sharon ke Mahkamah Internasional. Terhadap sikap Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang terkesan lamban menyelesaikan masalah konflik di Timur Tengah itu, Hamzah minta para pejabat PBB itu bertanggung jawab dengan mengundurkan diri. "Jika memang tidak mampu, para pejabat PBB mundur saja. Biarkan bangsa Indonesia berperan aktif membantu bangsa Palestina agar dapat merdeka dan berdaulat," kata dia. Menurutnya sejak dahulu Israel memang sering melakukan penyerangan terhadap Palestina, karena itu sudah sepantasnya jika PM Israel Ariel Sharon diseret ke Mahkamah Internasional. Sementara itu Sekretaris DPW PPP DKI Jakarta, Azwar Abbab mendesak DPP PPP melakukan gugatan secara hukum terhadap PPP Reformasi. Menurutnya PPP Reformasi telah melakukan tindakan pelanggaran hukum dengan menggunakan nama dan tanda ganbar yang sama dengan PPP. "Terhadap penggunaan lambang dan nama partai, DPW PPP DKI Jakarta meminta DPP menggugat PPP Reformasi," kata dia. Dibanding dengan massa ta'aruf PPP Reformasi yang juga digelar di Gelora Bung Karno, Maret 2002 lalu, massa PPP pimpinan Hamzah Haz yang menghadiri Harlah PPP ke-29 jauh lebih banyak. Tapi sejumlah pengunjung yang ditanyai Surabaya Post mengaku mendapatkan uang saku Rp 50,000/orang dan diberangkatkan dengan menggunakan bus AC. (mas)
Senin, 22 April 2002
Bank Indonesia Minta Bank Syariah Manfaatkan Asbisindo Republika Kode: 8 JAKARTA--Bank Indonesia mengharapkan bank-bank syariah memanfaatkan Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo). Selama ini asosisi tersebut hanya dikhususkan untuk bank perkreditan rakyat syariah (BPRS). ''Diharapkan bank-bank syariah menggunakan Asbisindo sebagai wadah untuk bekerjasama dengan bank syariah lainnya termasuk BPRS,'' kata Deputi Gubenur BI, R. Maulana Ibrahim, dalam Munas III Asbisindo yang dihadiri 70 peserta dan 50 BPRS di Padepokan Pencak Silat TMII, Sabtu, Maulana juga mengharapkan bank syariah meningkatkan kontribusi dalam sistem perbankan nasional dengan tetap konsisten pada sistem syariah yang digunakan. Dalam pengembangannya, menurut Maulana, bank syariah harus memperbaiki pelayanan terhadap produk-produknya, sehingga masyarakat betul-betul menggunakan layanan sistem syariah. Menurut ketua Asbisindo yang terpilih kembali dalam Munas tersebut, Wahyu Dwi Agung, selama ini bank syariah belum mempunyai daya pengaruh yang kuat di tengah-tengah masyarakat. ''Perlu adanya koreksi dan perubahan paradigma, kenapa bank syariah lambat pertumbuhannya,'' ujarnya. Wahyu mengatakan diperlukan kerja sama antar bank syariah untuk meningkatkan peran di masyarakat. Sampai saat ini total aset bank Ssariah sangat kecil, yaitu hanya sekitar 2,5 trilyun
atau 0,26 persen dari aset perbankan nasional. ''Tapi BPRS-BPRS itu terus bertambah jumlah maupun asetnya dan valid,'' tegasnya dengan optimis. Untuk membangun sinergi itu salah satunya adalah dengan penempatan modal bank syariah yang besar di BPR-BPR yang punya kelebihan menjangkau nasabah dari lingkup mikro. Segmen mikro itu ,menurut Wahyu, merupakan nasabah yang sangat baik perkembangannya. ''Kelemahannya selama ini adalah minimnya modal yang dimiliki dan belum banyak menggarap nasabah rasional yang perhitungnnya sangat ekonomis,'' papar Wahyu. Sebelumnya, Ketua ICMI, Adi Sasono, menyatakan, pengelolaan sektor pasar rakyat merupakan alternatif yang bisa diperhitungkan. Adi juga yakin, tanpa masuk ke ekonomi rakyat, bank syariah sulit untuk berkembang. Salah satu alasan adalah 'nasabah emosional' merupakan nasabah utama bank-bank sSyariah. Sedangkan mayoritas umat Islam secara ekonomi merupakan kalangan menengah ke bawah. c19
Senin, 22/04/2002 PPP Belum Rontok Jawa Pos Kode: 11a JAKARTA - Harlah pembuktian. Kata inilah yang, tampaknya, tepat untuk menggambarkan peringatan hari lahir (harlah) ke-29 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang digelar secara besar-besaran di Gelora Bung Karno kemarin. Dalam peringatan yang dihadiri Ketua Umum DPP PPP Hamzah Haz itu, partai berlambang Ka’bah ini membuktikan bahwa mereka belum rontok oleh manuver KH Zainuddin M.Z. yang membentuk PPP Reformasi. Puluhan ribu warga PPP membanjiri Gelora Bung Karno. Tampaknya, Hamzah Haz ingin membuktikan bahwa Jakarta sebagai basis pendukung belum goyang kendati muncul klaim massa PPP Jakarta telah menyeberang ke PPP Reformasi. Ambisi persaingan itu sangat kental. PPP sebenarnya sudah menggelar harlah di Surabaya pada 5 Januari lalu. Namun, setelah PPP Reformasi mengadakan show of force Maret lalu, muncul kesan massa PPP Jakarta sudah gembos. Tetapi, kehadiran puluhan ribu massa dalam acara yang digelar PPP DKI Jakarta kemarin membuktikan tidak semua massanya lari ke PPP Refomasi. "Ketika PPP Reformasi dideklarasikan di tempat ini, dikatakan bahwa PPP akan rontok. Tetapi, alhamdulillah, PPP mampu menghadirkan puluhan ribu massa saat ini," kata Hamzah yang berapi-api disambut tepuk tangan kadernya. Harlah yang rencananya dibuka pukul 12.00 itu terpaksa molor menunggu Hamzah. Acara itu juga dihadiri beberapa tokoh PPP. Tampak hadir, Sekjen Alimarwan Hanan yang kini menjabat menteri koperasi dan UKM, Wasekjen yang juga Mensos Bachtiar Chamsyah, dan Andi Ghalib serta Gubernur DKI Sutiyoso. Pukul 13.20, acara baru dibuka. Dimulai dengan sambutan Ketua Panitia KH Fahrurozi Ishaq. Setelah itu, pidato politik dari Hamzah yang langsung disusul ceramah agama oleh
KH Husein Umar. Acara tersebut juga diisi doa bersama untuk rakyat dan bangsa Palestina yang dipimpin Kiai Alawy Muhammad asal Sampang. Sebelum menerima siraman politik dan rohani dari pimpinannya, sekitar 50 ribu kader PPP digoyang penyanyi dangdut Cici Faramida dan Emilia Contessa. Puluhan ribu kader PPP pun larut bergoyang dengan mengibar-ngibarkan bendera PPP. Dalam pidato politiknya, Hamzah menyerukan kepada Ketua Umum DPP PPP Reformasi KH Zainuddin M.Z agar kembali ke pangkuan PPP. Hamzah meminta para pendukungnya menyambut mereka secara terbuka dan tidak memusuhi. "Kalau ada kiai yang tak ingin menciptakan ukhuwah Islamiah, bukan kiai namanya," ujar Hamzah yang kini menjabat RI 2. Politis asal Kalimantan Barat itu lantas mengingatkan kembali kepada massanya bahwa PPP merupakan partai hasil fusi empat parpol Islam -Partai Nahdlatul Ulama, Muslimin Indonesia, Syarekat Islam, dan Persatuan Tarbiah Islamiyah (Perti)- pada 5 Januari 1973. "Tanda gambar Ka’bah sebagai lambang PPP, tambahnya, merupakan pemberian para ulama," ujarnya. Pada kalimat ini, tampaknya, Hamzah sedikit menyindir PPP Reformasi. Tanda gambar Ka’bah bukan merupakan karangan hasil musyawarah perorangan sebagaimana tanda gambar PPP Reformasi. Hamzah memberikan semangat kepada massanya dengan mengatakan bahwa PPP bukanlah partai Orba. Menurut dia, selama pemerintahan Orba, PPP selalu dipinggirkan dan tidak ada kader-kadernya yang menjadi pejabat negara, bahkan ke tingkat ketua RW sekalipun. Namun, saat ini, lanjut dia, kader PPP telah banyak yang menempati jabatan ketua DPRD, bupati, wali kota, wakil gubernur, menteri, dan bahkan Wapres. "Kalau dibilang PPP adalah Orba, mereka tidak mengerti perjuangan PPP sebenarnya," katanya. Hamzah juga percaya bahwa PPP pimpinannya selalu dilindungi Allah. Jadi, jika ada yang ingin mengaduk-aduk atau menghancurkan PPP, Allah akan memberikan perlindungan kepada PPP. Pidato Hamzah sempat membuat bingung puluhan wartawan yang meliput acara tersebut. Hamzah menyampaikan pidato politik di panggung yang berada di pinggir lapangan, bukan di podium kehormatan. Karena itu, para kamerawan dan fotografer yang semula akan mengambil gambar ke arah podium kehormatan segera berlari ke panggung dengan diikuti sejumlah petugas Paspampres, satgas PPP, dan kader PPP yang lain sehingga membuat kerumunan di atas panggung. (dja/lex)
Senin, 22/04/2002 Syaifullah Dipertahankan hingga 2003 Jawa Pos Kode: 10b JAKARTA - Tuntutan AD/ART NU (Nahdlatul Ulama) yang mengatur rangkap jabatan bagi pengurusnya tidak bisa dilaksanakan saat ini oleh Ketua Umum GP Ansor Syaifullah Yusuf. Sebab, rekomendasi Konferensi Besar (Konbes) Gerakan Pemuda Ansor akhirnya memutuskan dirinya tetap menjabat ketua umum ormas itu. Konbes tiga hari tersebut memutuskan, penggantian Syaifullah yang merangkap sekretaris jenderal DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dilakukan dalam kongres yang dilaksanakan secepat-cepatnya pada 2003. "Alasannya, ketua umum adalah mandataris kongres," ujar Ketua GP Ansor Munawar Fuad Noeh saat membacakan Sembilan Pesan Pondok Gede yang merupakan rekomendasi konbes. Tetapi, kendati masih menduduki ketua umum, Syaifullah tidak mempunyai kewajiban melaksanakan tugas sehari-hari. Sebagai jembatannya, mantan sekretaris Angkatan Muda NU itu akan menunjuk seorang pelaksana harian (PLH). Sayang, hingga kemarin, arek Pasuruan itu belum memastikan satu di antara dua orang Niam Salim dan Umar Syah- yang sudah santer disebut akan mendapatkan mandatnya. "Meski saya mempunyai hak prerogatif, saya terlebih dulu akan mengonsultasikannya dengan pimpinan lain GP Ansor. Tunggu saja nanti," tandas Syaifullah yang mendampingi Munawar saat jumpa pers kemarin. Ketegasan sikap terhadap rangkap jabatan tidak hanya terkait dengan posisi ketua umum. sikap ini juga berlaku bagi mandataris pada level di bawah ketua umum Selain memutuskan soal rangkap jabatan, rekomendasi menyorot berbagai isu penting lain. Mulai isu perilaku partai politik, pemberantasan narkoba, hingga pendidikan. Secara khusus kepada partai politik, Munawar menandaskan bahwa Ansor meminta mereka untuk berpegang teguh pada amanat reformasi. "Tinggalkan kepentingan individu dan kelompok agar bangsa ini mampu melewati masa transisi yang rawan konflik, baik vertikal maupun horizontal," jelas Munawar. Tidak mau ketinggalan, GP Ansor juga menyoroti tarik ulur amandemen UUD 1945. Ansor memandang bahwa amandemen merupakan amanat reformasi yang harus dilakukan. Tapi, lanjut Munawar, amandemen hendaknya dilakukan dengan tetap memegang prinsip kehati-hatian sehingga tidak menimbulkan disintegrasi bangsa. (lex/zen)