VI PEMBAHASAN UMUM .kah pemuliaan cabai saat ini adalah perbaikan ketahanan cabai terhadap cekaman biotik dan abiotik dengan penekanan seleksi pada kualitas dan ukuran buah dengan memperhatikan peningkatan produktivitas (AVRDC 2003). Ukuran bua!i!l dl\vaki!i oleh pmjang buah dan diameter huah serta produktivitas diwakili oleh bobot buah per maman dan junllah bllah. PenelLian ini dilakuka~ldengan tujuan ekhir meaperoleh metodc se!:ksi
yang tepat dalam perakitan varietas cabai
unggul tahan CMV dan ChiVMV. Seleksi akan iebih mudah jika diketahui hubungan antar karakter yang diinginkan. Berdasarkan nilai korelasi, bobot buah per tanaman berkorelasi positif dengan jumlah buah dan jumlah buah berkorelasi negatif dengan komponen ukuran buah. Bobot buah per tanaman yang mencerminkan daya hasil tidak berkorelasi langsung dengan panjang buah dan diameter buah yang mencerminkan ukuran buah (Lampiran 2). Hal tersebut berarti seleksi pada bobot buah per tanaman yang tinggi akan menaikkan jumlah buah, tetapi dengan naiknya jumlah buah maka komponen ukuran buah akan menurun. Korelasi negatif ditunjukkan oleh umur panen dengan bobot buah per tanaman. jumlah buah, panjang buah dan diameter buah. Hal tersebut berarti seleksi terhadap bobot huah per tanaman, jumlah buah, panjang buah dan diameter buah kearah nilai ting5 diikuti dengan umur panen yang genjah, sehingga akan diperoleh varietas yang berdaya hasil tinggi dan berumur genjah. Korelasi karakter ketahanan terhadap CMV dan CkiVMV dengan bobot buah per tanaman tidak berbeda nyata (Lsinpiran 2). Hal tersebut berarti seleksi ketahanan terhadap CMV dan ChiVMV tidak berpengamh langsung terhadap bobot buah per tanaman. Karakter ketahanan berdasarkan kelas ChiVMV berkorelasi negatif dengan jumlah buah menandakan semakin tinggi kelas ChiVMLr maka semakii rendah jumlah buah. Hal tersebut menunjukkan bahwa seleksi ke arah ketahanan terhadap ChiVMV akan meningkatkan jumlah buah. Meningkatnya jumlah buah akibat seleksi ketahanan terhadap ChiVMV akhirnya akan meningkatkan bobot buah per tanaman. karena jumlah buah berkorelasi positif dsn~anbobot buah per tanaman.
Berdasarkan hasil analisis korelasi, huhungan antara karakter hortikultura dengan ketahanan terhadap CMV dan ketahanan terhadap ChiVMV bersifat kompleks sehingga seleksi langsung dilakukan pada karakter yang dituju. Oleh sebab hubungan yang kompleks diantara karakter satu dengan yang lain maka seleksi sangat disarankan hanya dilakukan pada karakter-karakter terpenting saja (Agustina 2004). Di Indonesia, standarisasi ukuian buah dilak-~kanberdasarkau Badan Standarisasi Nasional (Warintek 2007). Pada karakter panjang buah, 2 hibrida memenuhi kriteria mutu I (12-14 cm), 6 hibrida memenuhi kriteria mutu I1 (9-1 1 cm) dan 7 hibrida memenuhi kriteria mu= I11 (<9 cm). Semua hibrida hanya memenuhi mutu I11 (
terhadap
CMV
dan
ketahanan
terhadap
ChiVMV
adalah
ol~erdominance.Teori overdominance m e ~ p & a nsalah satu hipotesis penyebab heterosis (Allard 1960). Hal tersebut berarti karakter bobot buah per tanaman, umur panen, ketaiianar tahadap CMV dan ketahanan terhadap ChiVMV dapat diperbaiki melalui pembentukan hibrida.
Berdasarkan pendugaan parameter genetik, karakter bobot buah per tanaman dan julnlah buah dipengaruhi oleh aksi gen dominan. sedangkan karakter panjang buah, diameter buah, umur panen, ketahanan terhadap CMV dan ketahanan terhadap ChiVMV dipengaruhi oleh aksi gen aditif dan dominan. Hasil yang sama diperoleh berdasarkan pendugaan daya gabung, yaitu karakter bobot buah per tanamac. jumlah buab, panjang bu3h. diameter buah, umur panen, ketahanan terhadap CMV dan ketz!anan terhadap ChiVMV dipengamhi oleh aksi gen aditif dan non aditif (dominan atau epistasis). Jika dilihat berdasarkan proporsi ragam DGK terhadap ragam DGU diketahui bahwa karakter panjang buah dan diameter buah lebih d~pzngaruhioleh aksi gen aditif, sementara karakter bobot buah per tanaman. jumlah buah, umur panen, ketahanan terhadap CMV dan ketahanan terhadap ChiVMV lebih dipengaruhi aksi gen non aditif. Hasil tersebut sejalan dengan pendugaan nilai heritabilitas arti sempit @,J. Nilai heritabilitas arti sempit menggambarkan peranan gen aditif dalam pengendalian suatu karakter (Tenaya et al. 2003; Agustina 2004). Karakter jumlah buah, panjang buah, diameter buah dan ketahanan terhadap ChiVMV memiliki kriteria heritabilitas arti sempit tinggi menandakan pengaruh gen aditif yang be:= pada ekspresi karakter tersebut. Nilai heritabilitas arti sempit karakter bobot buah per tanaman dan ketahanan terhadap CMV memiliki kriteria rendah dan karakter
umur panen memiliki kriteria sedang menandakan karakter tersebut lebih dipengamhi oleh aksi gen non aditif. R a ~ a maditif memiliki sifat dapat d~iiksasimelalui seleksi (Falconer 1981). Seleksi terhadap peubah dengan ragam adiff tinggi memungkinkan dilakukan pada generasi awal (Fehr 1987). Oleh karena itu, seleksi untuk perbaikan karakter jumlah buah, panjang buah, diameter buah dan ketahanan terhadap ChiVMV dapat dilakukan pada generasi awal. Metode yang dapat digunakan adalah pedigree atau backcross (Chahal & Ghosal 2003). Di lain pihak, terdapatnya
epistasis pada jumlah buah dan overdominance pada ketahanan terhadap ChiVMV. memungkinkan perbaikan kedua karakter tersebut dapat dilakukan melalui pembentukan varietas hibrida.
Berdasarkan pendugaan parameter genetik, daya gabung dan heritabilitas diketahui bahwa karakter bobot buah per tanaman, umur panen dan ketahandn terhadap CMV lebih dipengaruhi oleh aksi gen non aditif sehingga perbaikan kedua karakter tersebut dapat dilakukan ~nelaluipe~nbentukanvarietas bibrida. Pembentukan varietas hibrida dilakukan dengan memanfaatkan aksi gen non aditif (Nasir 1999; Sustyanti et al. 20Q1). Hasil penelitian ini menunjukkan b a h w ketahanan cabai terhadap CMV di~endalikanole11 1 kelompok gen resesif. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rustikawati (2000), Herison (2005) dan Eliyanti (2005) yang menyatakan adanya peranan gen resesif pada ketahanan cabai terhadap CMV. Ketahanan cabai terhadap ChiVMV dikendalikan oleh 1 kelompok gen dominan. Hasil tersebut sejalan dengan hail penelitian Millah (2007) yang menyebutkan bahwa karakter ketahanan ChiVMV pada cabai dikendalikan oleh 1 gen yang bersifat dominan sernpurna atau 1 gen dengan aksi gen ale1 ganda. Akan tetapi hasii penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian iain yang menyatakan bahwa ketahanan terhadap ChiVMV pada cabai dikendalikan oleh sepasang gen resesif (Chew dalam Green & Kim 1994; Chew dan Ong dalaln Shah & Khalid 2001). Hasil penelitian yang berbeda dengan penelitian sebelumnya dapat disebabkan oleh penggunaan genotipe cabai dan isolat virus yang berbeda. Nilai DGU karakter hortikultura (Tabel 9) menunjukkan bahwa tdua yang mampu menyumbangkan karakter bobot buah per tanaman yang baik adalah IPB C4, IPB C9 dan IPB C1. Selain itu, ketiga tetuz tersebut juga menyumbangkan sifat umur genjah pada hibridanya. Berdasarkan nilai DGU karakter ketahanan terhadap CMV dan ChiVMV serta respon genotipe terhadap CMV dan ChiVMV (Tabel 18) diketahui bahwa tetua IPB C14 dan IPB C10 memiliki DGU karakter ketahanan terhadap CMV dan ChiVMV negatif dan respon tahan terhadap CMV dan ChiVMV. Oleh karena itu, IPB C14 dan IPB C10 dapat digunakan sebagai tetua donor karakter ketahanan dalam perakitan varietas cabai tahan CMV dan ChiVMV. Tetua I?B C1 memiliki DGU karakter ketahanan terhadap CMir negati; da~: respon tahan terhadap CMV sehingga dapat dijadikan tetua donor karakter ketaharzn dalanl perakitan varietas cabai tahan CMV.
Persilangan 2 tetua dengan efek DGU tinggi akan berpeluang menghasilkan efek DGK tinggi (Welsh 1981). Hal tersebut terlihat pada hibrida IPB C4 x IPB C9 dan IPB C4 x IPB C1 untuk karakter bobot buah per tanaman. Kedua hibrida tersebut menggambarkan persilangan antara 2 tetua dengan DGU tinggi akan menghasilkan DGK tinggi pada kombinasi persilangannya. Di samping itu, ternyata pada penelitian ini ~ersilangan antara 2 tetua dengan efzk DGU tinggi dapat juga menghasilkan nilai DGK rendab. Eal tersebut terdapat pada hibrida IPB C9 x IPB CI untuk kwakter bobot buah per tanaman. Hibrida IPB C9 x IPB C1 yang dihasilkan dari persi!angan 2 tetua dengan DGU karakter bobot buah per tanaman tinggi memiliki nilai DGK negatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa tetua dengan kemampuan bergabung tinggi yang tercermin dari efek DGU tinggi belum tentu menghasilkan hibrida superior. Di lain pihak, persilangan 2 tetua dengan DGU rendahpun dapat menghasilkan hibrida dengan DGK tinggi. Hibrida IPB C2 x IPB C14 yang memiliki DGK tinggi untuk karakter bobot buah per tanaman dihasilkan oleh persilangan 2 tetua dengan DGU bobot buah per tanaman negatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa hibrida superior dapat diperoleh dari tetua dengan kemampuan penggabungan rendah yang tercermin dari efek DGU rendah. Hasil yang sama terjadi pada karakter ketahanan terhadap virus. Daya gabung khusus karakter ketahanan terhadap virus yang baik (bemilai negatif) belum tentu dihasilkan oleh kombinasi 2 tetua dengan DGU karakter ketahanan terhadap virus negatif atau salah satu tetuanya memiliki DGU karakter ketahanan terhadap virus negatif. Hibrida IPB C2 x IPB C4 yang bernilai DGK karakter ketahanan terhadap CMV negatif dihasilkan dari persilangan 2 tetua dengan DGU karakter ketahanan terhadap CMV positif. Hibrida IPB C2 x IPB C1 dan IPB C4 x IPB C1 yang bemilai DGK karakter ketahanan terhadap ChiVhN negatif dihasilkan dari persilangan 2 tetua dengan DGU karakter ketahanan terhadap ChiVMV positif. Nilai heterosis tinggi yang melebihi rata-rata tetuanya atau bahkan tetua terbaiknya menandakan keraganlan genetik yang luas diantara individu dalam populasi (Tulu 2001). Kecuali pada hibride IPB C2 x IPB C1 dan I?B C9 x IPB C1, semua hibrida memiliki niiai heterosis dan heterobeltiosis karakter bobot
buah per tanaman yang tinggi. 1-Ial tersebut menandakan adanya keragaman yang luas untuk karakter bobot buah per tanaman daiam tetua yang digunakan. Nilai heterosis ketahanan cabai terhadap CMV dan ChiVMV diharapkan bemilai negatif. Tiga dari 15 hibrida yang diuji memiliki heterosis karakter ketahanan terhadap CMV negatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa tetua-tetua yang digunakan memiliki keragaman genetik yang sempit untuk kcrakter ketahansn terhadap CMV. Eebaliknya, tetua-tetua yang digunakan memiliki keragaman genetik yang luas untuk karakter ketahanan terhadap ChiVMV yang ditunjukkan oleh 10 hibrida dengan nilai heterosis karakter ketahanan terhadap ChiVMV negatif. Persilangan 2 tetua dengan bobot buah per tanaman rendah akan menghasilkan heterosis dan heterobeltiosis karakter bobot buah per tanaman tinggi, seperti yang ditunjukkan oleh hibrida IPB C2 x IPB C10. Sebaliknya, persilangan 2 tetua dengan bobot buah per tanaman tinggi akan menghasilkan heterosis dan heterobeltiosis karakter bobot buah per tanaman rendah, seperti yang ditunjukkan oleh hibrida IPB C9 x IPB C1. Ha1 tersebut dimungkinkan karena jarak genetik tetuanya. Persilangan 2 tetua dengan jar& genetik yang jauh akan menghasilkan heterosis yang tinggi (Tulu 2001). Secara mum pada heterosis karakter ketahanan terhadap CMV dan ketahanan terhadap ChiVMV hibrida dengan heterosis karakter ketahanan terhadap virus negatif diperoleh dari persilangan 2 tetua atau salah satu tetua memiliki DGU karakter ketahanan terhadap virus negatif. Nilai DGU karakter ketahanan terhadap virus negatif menandakan kemampuan tetua untuk menyumbang sifat tahan terhadap virus. Hal tersebut menandakan adanya sumbangan sifat ketahanan terhadap virus dari tetua untuk hibridanya. Pengecualian terjadi pada hibrida IPB C2 x IPB C4 untuk heterosis karakter ketahanan terhadap CMV. Hibrida tersebut dihasilkan dari persilangan 2 tetua dengan DGU karakter ketahanan terhadap CMV positif dan menghasilkan heterosis yang baik. Hibrida IPB C2 x IPB C4 yang dihasilkan dari persilangan tetua remm x agak tahan terhadap CMV memiliki ketahanan agak tahan yang berarti sanla dengan tetua terbaiknya.
Fenomena yang sama diperoleh pada heterosis karakter ketahanan terhadap ChiVMV untuk hibrida IPB C2 x IPB C1 serta IPB C4 x IPB C1. Kedua hibrida tersebut dihasilkan dari persilangan 2 tetua dengan DGU karakter ketahanan terhadap ChiVMV positif yang menandakan sifat kerentanan tetua terhadap virus dan menghasilkan heterosis yang baik. Hibrida IPB C2 x IPB C1 serta IPB C4 x IPB C1 dihasilkan dari persi!mgan 2 tetua sangat rentan terhadap ChiVMV mengalami peningkaian kerahanan dibandingkan kedra tetuanya, masing-masing menjadi agak tahan dan tahan. Fenomena heterosis ketahanan terhadap CMV dan ChiVMV tersebut dapat terjadi karena tingkat do~ninansikedua karakter tersebut adalah overdominance dan jumlah gen pengendali karakter tenebut terdapat dalam 1 kelompok gen. Teori overdominance adalah salah satu hipotesis penyebab heterosis. Hipotesis
overdominurrce menyatakan bahwa genotipe heterosigot lebih vigor dan produktif dibandingkan homosigot. Semakin berbeda fimgsi ale1 penyusun heterosigot, semakin tinggi pembentukan superioritasnya (Allard 1960). Hipotesis ini terbukti pada sifat yang diiendalikan oieh gen tunggal atau sedikit (Virmani et al. 2003). Penurunan ketahanan tejadi pada beberapa hibrida pada karakter ketahanan terhadap CMV. Salah satu kasus tersebut tejadi pada hibrida P B C14 x IPB C10 yang dihasilkan dari persilangan 2 tetua yang memilii nilai DGU karakter ketahanan terhadap CMV negatif akan tetapi memiliki nilai heterosis positif. Hal ini dapat dilihat berdasarkan respon ketahanan terhadap CMV, hibrida tersebut dihasilkan dari persilangan 2 tetua tahan dan menghasifkan hibrida dengan tingkat ketahanan rentan. Fenomena tersebut di atas dapat tejadi karena asumsi gen-gen menyebar diantara tetua tidak terpenuhi dan kemungkinan tetua yang belum sepenuhnya homosigot. Ketahanan CMV berdasarkan penelitian ini dikendalikan oleh 1 kelompok gen resesif. Hal tersebut berarti ketahanan dikendalikan secara poligenik atau banyak gen. Diduga kemungkinan diantm gen-gen pengendali ketchanan CMV dalam tetua belum homosigot semuanya sehingga pada generasi
FI karakter ketahanan tidak terekspresi dan hibrida menjadi rentan.
Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh DGK terhadap heterosis. Pada unlum hibrida yang memiliki DGK tinggi untuk karakter hotikultura juga memiliki nilai heterosis tinggi. Sebaliknya, hibrida yang memiliki DGK rendah untuk karakter hotikultura juga memiliki nilai heterosis rendah. Hal yang sama juga terjadi pada karakter ketahanan terhadap CMV. Hibrida yang memiliki DGK Larakter ketahanan terhade? CMV negatif menunjukkan lleterosis negatif. Ijemikian juga pada karakter ketahanan terhadap ChiVMV. Hibrida yang memiliki nilai DGK karakter ketahanan terhadap ChiVMV negatif juga menunjukkan heterosis negatif. Hal tersebut menunjukkan pengaruh efek DGK terhadap heterosis. Efek DGK adalah komponen yang bertanggungjawab pada peningkatan heterosis (Sprague and Tatum 1942). Nilai heritabilitas arti luas (h2b,) pada semua karakter hortikultura yang diamati, ketahanan terhadap CivlV dan ketahanan terhadap ChiVMV memiliki kriteria yang tinggi. Karakter dengan heritabilitas arti luas tinggi berarti ekspresi karakter terutama dikendalikan oleh faktor genetik dan mudah diwariskan kepada keturunannya. Nilai heritabilitas arti sempit (h2.,) karaktcr hotikultura yang diamati, ketahanan terhadap CMV dan ketahanan terhadap ChiVMV berkisar dari rendah sampai tinggi. Berdasarkan nilai DGK dan heterosis karakter hortikultura, niiai DGK dan heterosis karakter ketahanan terhadap CMV, nilai DGK dan heterosis karakter ketahanan terhadap ChiVMV dan responnya terhadap CMVIChiVMV, hibrida IPB C2 x IPB C13, IPB C9 x IPB C10 dan IPB C10 x IPB C1 berpotensi dijadikan sebagai varietas cabai hibrida tahan CMV dan ChiVMV (Lampiran 10). Hibrida IPB C2 x IPB C10, IPB C14 x IPB C4, IPB C14 x IPB C1, IPB C4 x IPB C10 dan IPB C4 x IPB C1 berpotensi dijadikan sebagai varietas cabai hibrida tahan ChiVMV. Hibrida IPB C14 x IPB C9 memiliki respon tahan terhadap ChiVMV dan rak-rata bobot buah per tanaman tinggi walaupun memiliki DGK dan h-eterosis karakter ketahanan terhadap ChiVMV positif. Oleh karena itu hibrida IPB C14 x II'B C9 berpotensi dijadikan varietas cabai hibrida tahan ChiVMV (Lampiran 11).