TEMU ILMIAH IPLBI 2015
Belajar dari Kearifan Lokal Masyarakat Perdesaan di Jawa dalam Membangun Permukiman pada Kawasan Lereng Gunung VG Sri Rejeki(1), Yovita Indrajati(2), Krisprantono(3) (1)
Arsitektur Permukiman, Kawasan dan kearifan lokal/Arsitektur, Fakultas Arsitektur dan Desain, Unika Soegijapranata. Hukum Lingkungan, kearifa lokal, Hukum, Fakultas Hukum dan Komunikasi, Unika Soegijapranata. (3) Arsitektur Vernakular, Arsitektur, Fakultas Arsitektur dan Desain, Unika Soegijapranata. (2)
Abstrak Masyarakat Indonesia khususnya pada permukiman perdesaan memiliki kearifan lokal yang masih dapat ditemui hingga saat ini. Kearifan lokal tersebut tercermin antara lain dalam teknologi membangun dan menata permukiman. Penelitian ini telah dilaksanakan pada kawasan permukiman yang berada pada lereng gunung pada Kabupaten Temanggung di Provinsi Jawa Tengah. Pada Kabupaten Temanggung lokasi penelitian dilaksanakan pada kawasan Desa Ngemplak, tepatnya di Dusun Gedongan, Dusun Ngemplak, dan Dusun Banjarsari yang berada pada kawasan lereng gunung akan tetapi relatif datar pada Kabupaten Wonosobo. Kearifan lokal tersebut tercermin dalam tata spatial desa dan norma lokal oleh masyarakat berdasarkan pada penelitian pada lokasi desa Kandangan di wilayah Kabupaten Temanggung tersebut terlihat adanya kearifan lokal yang memiliki karakteristik yang spesifik, berupa sikap masyarakat terhadap alam lereng gunung. Masyarakat pada lereng gunung Sindoro masih memegang teguh nilai-nilai tradisi dalam penempuh kehidupan di lereng gunung. Kata-kunci : kearifan lokal, permukiman, kawasan lereng gunung
Pengantar Artikel yang diharapkan dikirim ke temu ilmiah berupa kertas kerja (working paper/preliminary technical paper), yang merupakan ‘draft’ artikel yang akan dikirim ke jurnal. Artikel dikirim ke temu ilmiah dan didiskusikandi temu ilmiah untuk mendapatkan masukan dari rekan sejawat sebidang-kelimuan. Masukan dari rekan sejawat dapat digunakan untuk menyempurnakan artikel agar lebih siap dikirim ke jurnal. Artikelditulis mengikuti urutan: persoalan, kajian pustaka, tujuan, metode pengumpulan data, metode analisis data, interpretasidan kesimpulan. Urutan penulisan dan penamaan sub-bab tidak harus sama persis seperti yang tertulis di template ini, penulis dapat menentukan urutan dan penamaan sesuai dengan pemikiran masingmasing.
Negara Indonesia memiliki keanekaragaman budaya dan adat kebiasaan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Keanekaragaman budaya dan adat kebiasaan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan keberadaan masyarakat adat ataupun masya-rakat tradisional. Keberagaman budaya ini tercermin pula dalam nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat yang biasa disebut dengan kearifan lokal. Kearifan lokal ini diturunkan secara turun temurun dan mengalami perkembangan sesuai perkembangan perikehidupan dan kebudayaan masyarakat lokal. Kearifan lokal yang dapat ditemui salah satunya adalah budaya bermukim dan membangun rumah tinggal sesuai dengan kondisi alam setempat. Masyarakat yang bermukim pada kawasan lerengan di Kelurahan Ngemplak, Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015 | C 017
Belajar Dari Kearifan Lokal Masyarakat Perdesaan Di Jawa Dalam Membangun Permukiman Pada Kawasan Lereng Gunung
Kecamatan Kandangan, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Lokasi penelitian di Desa Ngemplak tepatnya di Dusun Gedongan, Dusun Ngemplak, dan Dusun Banjarsari memiliki beberapa kearifan lokal dalam berbagai aspek kehidupan. Sesuai dengan bidang penelitian yang dilakukan penulis dari Universitas Katolik Soegijapranata, maka pembahasan kali ini ditekankan pada temuan penelitian tentang sistem membangun rumah di lereng gunung terkait dengan tatanan spatial desa, sistem air dan teknologinya dan norma lokal. Berdasarkan pada temuan pada dusun yang diteliti terlihat bahwa tata spatial desa dipengaruhi oleh sistem pengairan air bersih. Namun secara umum pembangunan dan penataan permukiman telah beradaptasi teknologi yang lebih modern dan norma lokal yang ada lebih banyak berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang diterbitkan Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Tulisan kali ini menekankan tentang kearifan masyarakat dalam proses memilih lokasi hunian sehingga membentuk permukiman sesuai dengan potensi alam lereng gunung. Tujuan kajian yang disampaikan kali ini adalah untuk menggali kearifan lokal yang dilakukan oleh masyarakat lereng gunung dalam penyesuaian-nya terhadap alam. Dengan kearifan lokal, diharapkan tidak terjadi perusakan lingkungan dalam proses pembangunan. Metode Riset dilakukan dengan metoda deduksi kualitatif. Langkah penelitian ditempuh mulai dari penggalian data secara kualitatif, analisis kualitatif berdasar data empiris dan norma hukum, sampai dengan kesimpulan tentang kearifan lokal masyarakat dalam proses membangun rumah tinggal Metode Pengumpulan Data Proses penggalian data beberapa cara, antara lain:
dilakukan
dalam
1) pemetaan data fisikuntuk mengkaji kategorisasi karakter rumah tinggal. Dari C 018 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015
data ini dapat diperoleh rumah tinggal terpilih sebagai kasus, yang memiliki karakter spesifik, yang dapat diamati secara lebih detail. 2) Indept Interview terhadap pemilik rumah dan beberapa tokoh masyarakat untuk dijadikan informasi / data pokok penelitian yang dilakukan. 3) data sekunder dibutuhkan di dalam kajian hukum/ norma lokal, baik berupa peraturan dari pemerintah sekarang maupun dari norma masyarakat dan petung maupun primbon Jawa. Metode Analisis data Proses analisis dilakukan dengan metoda analisis kualitatif termasuk di dalamnya analisis dari aspek hukumnya. Metode kualitatif dilakukan dengan cara kategorisasi dan coding dari hasil grandtour untuk mendapatkan kasus yang sesuai. Penelitian pada aspek hukum ini merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Sudikno Mertokusumo, 2014 dan Peter Mahmud Marzuki, 2014). Hal ini sesuai dengan karakter “preskriptif” ilmu hukum, yang berhubungan dengan apa yang seharusnya bukan demikian adanya. Demikian pula halnya sasaran atau objek penelitian hukum pada dasarnya berupa norm atau kaedah (das Sollen) dan didukung dengan perilaku atau fakta (das Sein) sehingga tidak hanya dilakukan penelitian normatif tetapi juga didukung dengan penelitian empiris(Sudikno Mertokusumo, 2014 dan Peter Mahmud Marzuki, 2014)). Analisis dari hukum penelitian ini menggunakan teori hukum, asas hukum, dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan Beberapa teori yang mendasari penelitian ini antara lain:
Konsep empan papan sebagai Kearifan lokal Konsep saling peduli/ saling berbagi Konsep Sistem Hukum dan Nilai-Nilai Sosial Budaya
VG Sri Rejeki
Konsep Kearifan Lokal
oleh sistem air dan cenderung berada di bawah sumber air sesuai dengan potensi lereng gunung.
Analisis dan Interpretasi 1.
Tata Spatial
Tata spatial Desa Ngemplak ditandai dengan garis-garis pembatas berupa jalan, kebun /ladang, dan sawah. Hal ini juga tak lepas dari pengaruh mata pencaharian sebagian besar warga yaitu petani. Ketinggian daerah juga merupakan salah satu faktor yang menciptakan keruangan di Desa Ngemplak. Dusun yang satu dengan lainnya dipisahkan bukan berdasarkan jumlah penduduk di dalamnya melainkan kontur alam atau penanda buatan yang membagi mereka. Sebagai contoh bahwa jalan menjadi penanda pembagi dan pembeda RT di Dusun Ngemplak. Aliran air di kali juga menjadi petanda pembatas antar dusun. Di dalam kasus ini sistem kali juga menjadi pengaruh dalam tatas patial desa. Masyarakat lokal menggunakan tanda-tanda alami dalam menentukan tata spatial daerahnya. Hal ini sering dilakukan karena sangat menolong mereka untuk memetakan daerah. Oleh karena itu, apa yang dilakukan mereka dengan cara memelihara alam, merupakan langkah dan upaya demi terciptanya kehidupan bermasyarakat yang lebih arif. 2.
Togor, bentuk sistem perataan distribusi air bersih
Gambar 1.Peta makro distribusi air bersih yang mengarah ke Selatan. Sumber: Rejeki dkk, 2015
Secara teoritik, pola permukiman lereng gunung berupa lokasi hunian cenderung berada di bawah sumber air, dengan pola permukiman lereng gunung berupa menjari (radial) ke bawah (Rejeki, 2012).
Togor,
merupakan teknik persebaran air, sebagai kunci utama keberlangsungan sistem pemerataan distribusi air di lokasi penelitian. Ben-tuk togor berupa tiang yang berfungsi menempatkanpipa-pipa air yang digunakan untuk mendistribusikan air tersebut ke beberapa rumah. To-gor dipasang ditempat-tempat yang strategis dimana mudah pencapaiannya dan juga berdekatan dengan rumah-rumah yang akan didistribusikan air bersih. Pada bangunan togor terdapat semacam ring untuk membagi air dengan tekanan air yang sama ke setiap rumah tinggal.
Dari temuan hasil penelitian dilapangan, terlihat adanya beberapa teknologi setempat yang inovatif dan tepatguna, yang ditemukan oleh orang lokal dan diterapkan di kawasan Desa Ngemplak dan sekitarnya. Secara prinsip makro, sistem air yang diterapkan di Desa Ngemplak, Dusun Gedongan dan Dusun Bendosari dengan memanfaatkan sumber air di atas Dusun. Hal ini bila ditelaah dengan pengetahuan umum, tanpa disadari masyarakat desa memanfaatkan sistem gaya grafitasi bumi untuk memenuhi kebutuhan air berupa pengalian air dari atas (sumber air) ke kawasan perkampunan yang berada di bawahnya. Dengan demikian tatanan desa terpengaruh
Gambar 2.Beberapa tipe TogorAir di Desa Ngem-plak. Sumber: Rejeki dkk, 2015
Sistem persebaran air di Dusun Ngemplak, Dusun Gendosari dan Dusun Gedongan sangat tergantung dengan sistem distribusi air bersih ini. Hal ini terjadi mengingat sumber air yang ada cukup jauh dari lokasi perkampungan di masingProsiding Temu Ilmiah IPLBI 2015| C 019
Belajar Dari Kearifan Lokal Masyarakat Perdesaan Di Jawa Dalam Membangun Permukiman Pada Kawasan Lereng Gunung
masing dusun. Gambar 3 di bawah menunjukkan sistem distribusi air bersih yang diberlangsungkan pada ketiga dusun.
Gambar 3. Ilustrasi sistem pembagian air Sumber: Rejeki dkk, 2015
Untuk menjaga kualitas dan kuantitas air bersih,semua sumber air dijaga dan dihormati dengan menadakan upacara sesaji yang menjadi tradisi dalam bentuk ritual. Disini juga bertujuan untuk mengungkapkan syukur atas persediaan air yang dapat menyokong kehidupan mereka. Tabel 1. Jumlah Togor. Sumber: Rejeki, dkk 2015 NAMA DUSUN
JUMLAH RUMAH
JUMLAH TOGOR AIR
Ngemplak
60
4
Gedongan
120
11 + 1 togor pusat
Bendosari
90
6
3.
Adat budaya membangun keberlanjutan
spiritual yang
dan proses mendukung
Tradisi lokal dalam skala desa bahkan mencapai kelurahan dan kecamatan lain, yaitu yang disebut Sadranan Kali atau sering disebut sebagai Kupat Sewu. Acara adat atau ritual ini dilaksanakan di pusat Sumber Air bersih yang terletak di Dawuhan Silenging, 3Km dari Dusun Ngemplak arah Utara. Maksud dan tujuan dari acara adati ni yang dilaksanakan setelah masa panen ini adalah guna mengenang kembali sistem irigasi yang dibuat oleh leluhur mereka, Kyai Lenging, sambil mengucap syukur atas panen. Sumber air ini setiap kali dibersihkan oleh warga yang memanfaatkannya di waktu menjelang acara adat Kupat Sewu, supaya air tetap terjaga C 020 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015
kebersihannya sampai pada tempat dimana warga menggunakannya baik di sawah sebagai air irigasi atau di rumah-rumah mereka sebagai air minum dan keperluan sehari-hari, yang disalurkan melalui pipa-pipa. Warga juga melakukan kegiatan terkait dengan tradisi dalam kelompok yang lebih kecil atau hanyaorang-orang tertentu yang melakukannya. Misalnya, suronan yang dirayakan dalam bentuk pengajian dimasjid. Ada pula, wiwitan yaitu membawa sego megono ke sawah sebagai tanda untuk mengawali panen. Selanjutnya ada muludan dengan membawa makanan dan disantap bersamadi masjid diawali dengan pengajian bersama.Sementara itu juga ada kegiatan-kegiatan lain dalam rangka memperingati hari-hari nasional seperti tujuh belasan yang dilaksanakan dengan bentuk upacara serta lomba-lomba yang diadakan di lapangan dan balai desa.Namun secara umum, masyarakat pada Desa Kandangan di Kabupaten Temanggung tersebut lebih banyak menekankan pada hukum tertulis yang tertuang dalam peraturan perundangundangan. Tradisi yang merupakan nilai budaya masyarakat lokal masih sangat kental pada ketiga desa di lereng gunung Sindoro. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian yaitu pada masyarakat tiga dusun di Desa Kandangan, Kabupaten Wonosobo, maka ditemukan adanya nilai-nilai sosial budaya yang mencerminkan kearifan lokal. Norma yang berlaku pada ketiga dusun tersebut tercermin baik dalam memanfaatkan sumber daya alam maupun relasi sosial di antara anggota masyarakat tersebut. Berdasarkan pada hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa norma lokal yang mencerminkan kearifan lokal dalam pengelola-an sumber daya alam. Pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara sederhana dan dilaksanakan secara bijaksana dengan memegang teguh pada norma yang dibentuk masyarakat secara turun temurun meskipun tanpa diatur dalam suatu peraturan tertulis sebagaimana bentuk peraturan perundang-undangan. Nilai-nilai sosial masyarakat tersebut mencerminkan karak-
VG Sri Rejeki
taristik hukum adat atau hukum kebiasaan (the living law) masyarakat trandisional pada umumnya, yaitu bercirikan religious magis dan komunal, dan mencerminkan nilai-nilai kearifan lokal yang melekat pada masyarakat tradisional di Indonesia. Nilai-nilai kearifan lokal ini masih bertahan hingga saat ini.Bahkan tempat-tempat yang disakralkan masih dipegang teguh oleh masyarakat dengan berpegang pada nilai-nilai spiritualitas masyarakat setempat. Demikian pula setiap larangan yang bersifat religious magis pun menjadi pedoman masyarakat masih ditaati hingga saat ini. Dengan demikian kelestarian fungsi lingkungan tetap terjaga pada ketiga desa tersebut karena masyarakat masih memegang teguh nilai-nilai kearifan lokal tradisionalnya yang tertuang dalam norma lokal seperti hukum kebiasaan (the living law) yang memiliki karakteristik hukum adat di Indonesia pada umumnya dengan nilai spritualitas sebagai nilai tertinggi yang dipegang teguh oleh masyarakat ketiga desa tersebut. Hal ini nampak dalam keseharian masyarakat setempat yang masih memegang teguh ibadat keagamaan yang dipeluk masyarakat beserta upacara keagamaan/ritual kerohaniannya. Cerminan pluralisme agama di masyarakat juga mewarnai kehidupan sosial masyarakat ketiga desa tersebut yang antara lain memeluk agama Islam dan Katolik dengan tetap mencerminak nilai-nilai tradisional jawa (kejawen) menyatu dalam setiap kehidupan masyarakat ketiga desa tersebut. Kesimpulan Dari hasil kajian di atas, diperoleh beberapa kesimpulan yaitu: a. kearifan masyarakat dalam proses pembangunan rumah berkaitan dengan unsur alam dan relasi sosial, dimana masyarakat sadar bahwa dirinya merupakan bagian alam dan bagian dari komunitasnya sangat terlihat pada kawasan permukiman di lereng gunung sindoro Kabupaten Wonosobo. Hal ini tercermin dalam setiap norma lokal yang dipegang teguh masyarakat meski tidak tertulis dan diturunkan secara turun temurun. Masyarakat pada lereng gunung Sindoro
masih memiliki sifat alam pikiran tradisional yang bersifat kosmis. Dalam alam pikiran yang bersifat kosmis ini yang diutamakan adalah menjaga keseimbangan antara dunia lahir dan gaib. b. Proses Penataan dan pengembangan kawasan permukiman, disesuaikan dengan kondisi alam yaitu pada kawasan lereng gunung, antara lain usaha untuk menyikapi potensi sumber air bersih yang dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat disesuaikan potensi dan tidak merusak lingkungan. Khusus pada ketiga dusun pada lereng gunung Sindoro sangat memperhatikan kondisi lingkungan dan keberlanjutan fungsi lingkungan di wilayahnya meskipun hanya berpegang pada norma lokal yang bersifat turun temurun dan tidak tertulis. Norma lokal ini merupakan the living law bagi masyarakat pada ketiga desa di lereng Gunung Sindoro. Hal serupa tidak banyak ditemukan di Desa Kandangan Kabupaten Temanggung yang sudah mendasarkan pada peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah termasuk Pemerintah Kabupaten Temanggung. c. Relasi sosial terhadap komunitasnya, dalam proses pembangunan rumah, dilakukan pelibatan seluruh anggota masyarakat. Hal yang unik adalah adanya kearifan masyarakat adalah ‘kesepakatan’ penetapan waktu, yaitu mayu omah, untuk pelibatan seluruh komunitas, walau tidak tertulis, sehingga setiap proses membangun rumah, pada tahap tersebut, seluruh anggota masyarakat yang berdekatan akan langsung terlibat di dalamnya. d. Kebaharuan yang diperoleh adalah adanya legih generalisasi pola permukiman lereng gunung radial ke bawah didasari prinsip gratifikasi, dan rekomendasi yang diberikan adalah perlunga penggaalian lebih banyah kearifan lokal, terkait dengan prosen pembangunan yang tepat guna dan sesuai lingkungan.
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015| C 021
Belajar Dari Kearifan Lokal Masyarakat Perdesaan Di Jawa Dalam Membangun Permukiman Pada Kawasan Lereng Gunung
Daftar Pustaka Anshoriy, Nasrudin; Sudarsono (2007) Kearifan Lokal dalam Perspektif Budaya Jawa, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta Ayatrohaedi dalam Widiyanto, Hidayat (2011),
Kearifan Lokal sebagai Bahan Ajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing, proceedings International Seminar: Language Maintenance and Shift. Semarang:Master’s Program Linguistic, Diponegoro University. Online: www.ki-demang.com. Daldjoeni (1998), Geografi Kota dan Desa, Penerbit Alumni, Bandung. Djamanat Samosir (2013), HukumAdat Indonesia,
Eksistensi dalam Dinamika Perkembangan Hukum di Indonesia, CV NuansaAulia, Bandung Franz Magnis (1996), Etika Jawa, Sebuah Analisa Filsafati tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa, Cetakan ke enam, PT Gramedia, Jakarta, Indonesia. Keraf, A Sony (2002), EtikaLingkungan , Kompas, Jakarta. Koesnadi Hardjasoemantri, Gali Kearifan Lewat Lintas
Ilmu, dalam Sudarsono, Bunga Rampai Bumiku Semakin Panas, 2008, Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Jawa-KLH, Yogyakarta. Peter Mahmud Marzuki, (2014), Penelitian Hukum,Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Rapoport, Amos (1977), Human Aspect of Urban Form,
toward a Man-Environment Approach to Urban Form and Design, Pergamon Press, New York. Rejeki, VG. Sri and Pradipto, E (2010), Pengaruh Ikllm Lokal Terhadap Bahan Bangunan Rumah Tinggal di Desa-desa Lereng Gunung (The Influence of Local Climate towards Housing Materials at Villages of Mountain Slope Area). Jurnal Tesa Arsitektur, 8 (2). ISSN 1410-6094 Rejeki, VG Sri (2014), Transformasi kearifan local dalam arsitektur dan perencanaan, proccedings in SERAP III, Gadjah Mada University, Yogyakarta, Indonesia. Rejeki, VG Sri; Krisprantono; Indrajati, Yovita (2015),
Optimalisasi Lokalitas (Kearifan Lokal) terhadap Perkembangan Teknologi Kreatif Desa-desa Lereng Gunung di Jawa Tengah, Hasil Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, Unika Soegijapranata, Semarang Satjipto Rahardjo (2007), Membedah Hukum Progresif , Kompas, Jakarta. Schefold,Reimar; Nas, Peter J.M; dan Domenig, Gaudenz (2003), Indonesian Houses, Tradition and Transformation in Vernacular Architecture, Kitlv Press, Leiden Subiantoro, Andrey(2009), Memaknai Secara Empan Papan. Diunduh dari: http://
[email protected]. Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, Cet.5, 2014, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta C 022 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015