ISSN 0854-2554 JIK TekMin, Volume 27 Nomor 2, 2015
49
Analisis Kestabilan Lereng untuk Meminimalisir Resiko Bencana Tanah Longsor di Lembah Cerorong, Kecamatan Pringgarata Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat Bedy Fara Aga Matrani, Sari Bahagiarti Kusumayudha, Purwanto Program Studi Magister Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta * E-mail:
[email protected] ABSTRAK Lembah Cerorong yang terletak di Kecamatan Pringgarata Lo mbok Tengah merupakan zona rawan longsor. Pada tahun 1994, terjadi longsoran pertama yang merupakan awal dari pembentukan lembah . Sampai dengan tahun 2014 longsoran demi longsoran terus berlanjut, sehingga menyebabkan lembah semakin luas dan membentuk lereng-lereng yang terjal. Daerah rawan longsor ini berjarak sekitar 30 meter dari lo kasi pemukiman. Oleh sebab itu daerah ini sangat berpotensi untuk membahayakan keselamatan penduduk yang bermu kim d i dekatnya. Peristiwa tanah longsor terjadi akibat tidak seimbangnya tegangan yang bekerja pada suatu lereng. Faktor-faktor yang berperan pada kestabilan lereng lembah Cerorong antara lain kelerengan, litolog i, hidrogeologi dan curah hujan. Salah satu faktor yang sangat berperan penting dalam terjadinya longsoran adalah meningkatnya kadar air d i dalam tanah pada saat musim hujan. Kemiringan lereng pada daerah penelitian mencapai ± 80ᵒ, sementara jen is longsoran termasuk tipe rotasi. Dari hasil perhitungan menggunakan software Slope/W didapatkan faktor keamanan lereng 1 = 0,738 - 0,757; lereng 2 = 0,901 – 0,915; lereng 3 = 0,875 – 0,901. Hal ini menunjukkan bahwa semua lereng dalam kondisi lab il.Upaya penanganan yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko longsor pada lembah Cerorong adalah pelandaian serta pembuatan benching pada lereng yang terjal, selanjutnya menghitung kembali faktor keamanan lereng dengan software Slope/W . Hasilnya didapatkan faktor keamanan lereng 1 = 1,626 – 1,827; lereng 2 = 1,759 – 2,205 dan lereng 3 = 1,245 – 1,331. Hal ini me mbukt ikan bahwa setelah dilakukan perbaikan, semua lereng dalam kondisi stabil. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk men ingkatkan kestabilan lereng yaitu dengan pemasangan bronjong kawat berisi batu pada kaki lereng, serta penanaman pepohonan di sekitar lereng. Kata kunci: longsoran, faktor penyebab, kestabilan lereng, penanggulangan. ABSTRACT Lembah Cerorong, a valley which located in the Pringgarata district of Central Lombok regency is a landslide-prone zones. In 1994, there occurred the first avalanche that initially generate the valley.Until 2014 avalanches had been persisted, resulting in widening of the valley and creating steep slopes. The landslide-prone area is situated about 30 meters from a settlement location. Therefore, this zone is potential to threathening the safeness of people living near by the area. Landslide occurrences are caused by the inbalance of stresses acting on such a slope. Factors that contribute to the stability of Lembah Cerorong are slope inclination, lithology, hydrogeology and rainfall. One factor that plays an important role in the occurrence of landslide is the rising of groundwater level in soil during rainy season. Some slope in the study area reach ± 80ᵒ, while the type of avalanche belongs to rotational slide. From the computation using software Slope / W, it is obtained that the safety factor of slope 1 = 0.738 to 0.757; slopes 2 = 0.901 to 0.915; slope 3 = 0.875 to 0.901. This shows that all the slopes are unstable. Countermeasures can be done to reduce the risk of avalanche is lowering and benching the steep slopes, and then recalculate the safety factor of the slope with software Slope / W. Recalculation results that safety factor of slope 1 = 1.626 to 1.827; slope 2 = 1.759 to 2.205 and the slope 3 = 1.245 to 1.331. This proves that after doing remediation, all the slopes are in stable condition. In addition to increase the slope stability, it can be done by constructing gabion wire containing rocks at the foot of the slopes, and plantation around the slopes. Keywords: landslide, causative factor, slope stability, countermeasure
Bedy Fara Aga Matrani, Sari Bahagiarti Kusumayudha, Purwanto
50
I.
ISSN 0854-2554 JIK TekMin, Volume 27 Nomor 2, 2015
PENDAHULUAN
Berdasarkan hasil inventarisasi Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Nusa Tenggara, dusun Cerorong Kecamatan Pringgarata Lo mbok Tengah merupakan lo kasi yang berpotensi mengalami longsoran (Darmawan & Supardi, 2012). Daerah tersebut sesuai dengan sistem UTM (Universal Transverse Mercator) berada di koordinat 419000 mE – 420200 mN dan 9052000 mE – 9053000 mN, terlmasuk di dalam wilayah Kecamatan Pringgarata Lo mbok Tengah (Gambar 1). Karena berdekatan dengan area pemukiman yang kemungkinan beresiko mengalami dampak kejad ian longsoran, maka perlu dilakukan pengkajian secara spesifik yang bertujuan
untuk memin imalisir bencana tanah longsor yang ada di kawasan tersebut. Penelit ian ini d ilaksanakan dalam rangka untuk mengidentifikasi kondisi geologi meliputi geomorfo logi, variasi, dan penyebaran litologi, menguji sifat fisik mekanik tanah, dalam rangka untuk analisis kestabilan lereng di Lembah Cerorong. Selanjutnya perlu dilaku kan penataan bentuk lereng guna memin imalisir resiko bencana akibat ketidak-stabilan lereng di lokasi penelitian. Selain kondisi geologi dan sifat fisik-mekanik tanah, curah hujan termasuk merupakan faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng. Dari hasil studi in i d iru muskan pula reko mendasi bentuk lereng yang aman untuk daerah pemukiman.
Gambar 1. PetaLokasi Daerah Penelitian
Bedy Fara Aga Matrani, Sari Bahagiarti Kusumayudha, Purwanto
ISSN 0854-2554 JIK TekMin, Volume 27 Nomor 2, 2015 II.
METODE PENELITIAN DAN LANDASAN TEORI Penelit ian dilaksanakan dengan metode analitik, menerapkan survey lapangan, pemetaan geologi teknik, uji laboratoriu m terhadap sampel batuan, dan analisis kestabilan lereng menggunakan software SLOPE/W. Data pendukung yang digunakan termasuk data sekunder dari penelitian terdahulu, dan data primer yang diperoleh pada saat melakukan survey dan pemetaan di lapangan (Potter, 2007). Gerakan tanah atau longsoran didifinisikan sebagai gejala perp indahan masa batuan, tanah atau regolith dengan arah vertikal, mendatar atau tangensial dari kedudukannya semula (Price, 2009). Yang termasuk dalam hal ini adalah deformasi lambat atau jangka panjang dari suatu lereng yang disebut rayapan (Price, 2009). Gerakan massa tanah seringkali d isebut sebagai longsoran dapat melibatkan debris (ro mbakan masa batuan), batuan (bisa cepat, lambat, aliran bahkan dalam bentuk rayapan). Gerakan massa pada suatu lereng terjadi dikarenakan masa pendorong lebih besar dari masa penahan. Jadi istilah gerakan tanah / longsoran sebenarnya bukan hanya untuk gerakan masa tanah, tetapi bisa juga masa batuan maupun masa debris. Penyebab terjadinya gerakan masa batuan, tanah ataupun regolith pada suatu lereng adalah karena kondisi lereng yang tidak stabil (Bowles, 1989). Apabila terjad i gerakan tanah atau longsoran, berarti kekuatan geser tanah, batuan ataupun regolith telah terlampaui. Yaitu perlawanan pada bidang gelincir tidak cu kup besar untuk menahan gaya – gaya yang bekerja pada bidang tersebut. Secara garis besar, tipe-tipe gerakan massa dapat dilihat pada Gambar 2.
51
yaitu Bentuk Asal Vulkanik, terd iri dari kaki lereng Vu lkanik, dan Lembah Vulkanik (Gambar 3), Bentuk asal fluvial, berupa Tubuh Sungai (Gambar 4), serta bentuk asal antropogenik (Gambar 6). Bentuk lahan asal vulkanik berasal dari hasil kegiatan gunung berapi baik yang tersusun oleh bahan rempah gunung api yang sudah keluar ke permukaan (ekstrusi) maupun yang membeku d i bawah permukaan bu mi (intrusi). Kaki lereng Vulkanik bergelo mbang sedang, dengan kelerengan landai sampai dengan miring (3 – 15%), memiliki elevasi 245 - 325 mdp l, tingkat erosi menengah hingga kuat, lembah berbentuk „V‟, dengan pola pengaliran paralel. Bentuk lahan in i menempati 70% dari keseluruhan luasan daerah penelitian.Lembah Vulkanik merupakan lembah bergelo mbang lemah, dengan pola kelerengan curam (8 - 55%), memiliki elevasi 250 - 305 mdpl, tingkat pengerosian kuat, lembah berbentuk „V‟, pola pengaliran paralel, serta menempati 10% dari keseluruhan luasan daerah penelitian. Bentuk Asal Fluvial berkaitan erat dengan erosi, pengangkutan, dan pengendapan material oleh pengaruh aliran sungai atau aliran permukaan.Tubuh Sungai merupakan tubuh sungai yang memiliki kelerengan landai (3 – 7%), dengan elevasi 230 - 240 mdpl, tingkat erosi kuat, bentukan lembah sungai berbentuk „U‟, dengan pola pengaliran dendrit ik, serta menempati 5% dari keseluruhan luasan daerah penelitian. Dataran Aluvial Merupakan dataran bergelombang lemah, terd iri dari daerah yang memiliki kontur datar hingga landai dengan kelerengan (0 – 7%), memiliki elevasi 235 - 245 mdpl, t ingkat erosi kuat, le mbah berbentuk „V‟, dengan pola pengaliran paralel, satuan ini menempati kurang lebih 15% dari keseluruhan luasan daerah penelitian.
Gambar 2. Macam-macam Gerakan Massa Batuan (Cruden & Varnes, 1992 : 1996) III. KONDISI GEOLOGI Geomorfologi Bentuk lahan daerah penelitian, mengacu pada Van Zuidam (1983), dapat dibagi men jadi t iga satuan,
Gambar 3. Satuan Geomorfologi Lembah Vulkanik
Bedy Fara Aga Matrani, Sari Bahagiarti Kusumayudha, Purwanto
52
ISSN 0854-2554 JIK TekMin, Volume 27 Nomor 2, 2015 Bentuk Asal Antropogenik merupakan waduk yang memiliki kelerengan hampir datar (0% - 2%), dengan elevasi < 240 mdpl, t ingkat erosi kuat, berbentuk cekungan, serta menempati 5% dari keseluruhan luasan daerah penelitian.
Gambar 4. Satuan Geo morfologi Tubuh Sungai Sedau
Litologi Secara reg ional, menurut Andi Mangga dkk (1994), daerah penelitian d isusun oleh Formasi Lekopiko berupa tuff ber batuapung, breksi lahar dan lava. Tuff berbatuapung, berwarna kelabu muda kecoklatan sampai putih kekuningan; berbutir halus sampai kasar, mengandung kerikil andesit dan bongkahan batuapung; pada umumnya padu dan berlapis dengan struktur berangsur. Breksi lahar dan lava, berwarna kelabu; breksi lahar terdiri atas kerikil dan bongkahan batuan gunungapi dengan massa dasar lu mpur gunungapi yang belum padu; dan lava bersusunan andesit basal, berongga dan menunjukkan adanya struktur aliran. Terkait dengan lito logi daerah penelitian, berdasarkan genetiknya, dalam hal ini penelit i membag inya menjad i dua jenis endapan yaitu endapan aluvial-vulkanik rinjani dan endapan aluvial
Gambar 5. Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial
Endapan Vulkanik Rinjani Endapan vulkanik menempati 80% dari luas daerah penelitian, relatif berada di bagian Timur dan Barat laut. Endapan ini tersusun atas material-material lepas prioklastik yang berasal dari vulkanis me Gunung Rinjani,terdiri dari tuff, batu apung, pumice, pasir sedang sampai dengan kasar, lanau, dan lempung, yang pada mu mnya telah mengalami pelapukan. Endapan Aluvial Endapan aluvial menempati 20% dari luas daerah penelitian, berada pada bagian Barat. Endapan ini tersusun atas material-material lepas berasal dari pelapukan batuan yang lebih tua,yang belum terkonsolidasi, dan merupakan hasil erosi dari aliran sungai. Material endapan ini memiliki ukuran dari lempung sampai bongkahan dan berwarna hitam.
Gambar 6. Satuan Geo morfologi Antropogenik Berupa Waduk
Bedy Fara Aga Matrani, Sari Bahagiarti Kusumayudha, Purwanto
ISSN 0854-2554 JIK TekMin, Volume 27 Nomor 2, 2015
53
Gambar 7. Peta Geologi Daerah Penelitian III. ANALISIS KESTAB ILAN LERENG Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, gerakan tanah pada daerah penelitian merupakan tipe longsoran rotasional (rotational slide), mempunyai bidang gelincir melengkung ke atas dan ambrukan tanah. Mengacu klasifikasi longsoran versi Borms (1975) dalam Darmawan & Supardi (2012), gerakan tanah tersebut termasuk tipe longsoran dalam karena kedalaman tanah yang terlibat berkisar dari 5 – 20 meter. Dari hasil kajian ukuran butir yang telah diuji di laboratoriu m dengan standar ASTM (American
Society for Testing and Material),tanah di daerah penelitian termasuk dalam kategori SM (Pasir berlanau), bersifat non plastis dan bergradasi baik. Pada kasus ini tanah mudah mengalami jenuh air karena permeabelitas tanah bersifat sedang hingga tinggi. Di sisil ain, dit injau dari keseragaman ukuran butir, tanah termasuk bergradasi baik, sehingga mudah melo loskan air,yang pada gilirannya dapat mengakibatkan pembebanan oleh air pada lereng yang mampu memicu terjadinya pergerakan tanah.Tabel 1 menunjukkan sifat fisik tanah di daerah penelitian berdasarkan uji laboratorium.
Tabel 1 Hasil Pengujian Sifat Mekanik Tanah di Laboratorium No.
Kadar air (w) %
Bobot isi tanah (γ) g/cm³
Berat jenis (G)
Porositas (n) %
1 2 3 4 5 6 7 8 9
40,36 17,88 29,41 18,44 36,22 4,76 9,43 22,77 49,39
1,03 1,64 1,08 1,34 1,05 1,36 1,49 1,14 1,40
2,49 2,49 2,41 2,37 2,45 2,33 2,41 2,22 2,78
58,59 34,11 55,11 43,24 57,20 41,44 38,35 48,77 49,72
Kejad ian longsor di daerah penelitian dipengaruhi oleh faktor-faktor geologis dan alam yaitu kelerengan, litologi, hidrogeologi, dan curah hujan.
Derajat kejenuhan (Sr) % 71 85,9 57,6 57,3 66,4 15,7 36,6 53 139
% lolos saringan no. 200 31,59 24,59 25,80 32,41 28,51 44,87 13,81 55,99 6,94
Sudut gesek dalam (φ) 17,14 20,14 24,23 30,26 38,95 28,81 -
Kohesi (c) kg/cm² 0,08 0,24 0,09 0,20 0,03 0,11 -
a. Faktor Kelerengan Hasil pengukuran lereng di lapangan mengindikasikan bahwa Lembah Cerorong berada
Bedy Fara Aga Matrani, Sari Bahagiarti Kusumayudha, Purwanto
54
ISSN 0854-2554 JIK TekMin, Volume 27 Nomor 2, 2015
pada kelas kemiringan curam (>30ᵒ). Kemiringan lereng di lokasi penelit ian berkisar antara 60ᵒ - 80ᵒ, sedangkan pada setiap lokasi runtuhan mencapai 80ᵒ dan mempunyai ketinggian antara 4-15 meter. Banyaknya kejad ian longsor di dareah berlereng curam Diakibatkan oleh pengaruh erosi yang disebabkan adanya penjenuhan air pada tanah. b. Faktor Litologi Di daerah penelitian, sebagian besar lereng yang adaterdiri dari pasir andesitik mengandung bolder batu apung berukuran kerikil, tuf berbatu apung yang telah mengalami pelapukan, lanau,dan lempung. Jenis litologi inimemiliki resistensi rendah, sehingga apabila tanah terisi oleh air dengan laju infilterasi yang cukup besar, maka akan menyebabkan kenaikan kadar air yang dapat berpengaruh terhadap kestabilan lereng. c.
Faktor Hidrogeologi Berdasakan Peta Hid rogeologi Lembar Nusa Tenggara Barat, d i daerah penelit ian terdapat akuifer produktif tinggi dengan aliran melalui celah dan ruang antar butir yaitu akuifer dengan keterusan dan kisaran kedalaman muka air tanah sangat beragam. Menurut Darmawan dan Supardi (2012), Lembah Cerorong merupakan daerah tekuk lereng, yaitu batas antara daerah kaki gunungapi dengan daerah dataran bergelombang. Ini menandakan
bahwa daerah tersebut merupakan zona lepasan airtanah, yang apabila terjad i hujan, dapat menyebabkan meningkatnya debit luahan air tanah di sekitar lembah, sehingga terjadi penjenuhan tanah yang memicu timbulnya longsoran. d. Faktor Curah Hujan Mengacu data dari Stasiun Klimatologi Kediri Lo mbok Barat, rata-rata curah hujan tahunan di sekitar daerah penelitian adalah 1908,62 mm. Hujan dengan intensitas tinggi terjadi pada bulan November, Desember dan Januari yaitu dengan kisaran rata-rata curah hujan pertahun padabulan November = 262,58 mm, Desember = 359 mm, dan Januari = 255,16. Dengan demikian dapat diperkirakan longsoran tanah akan terjadi pada bulan-bulan tersebut. Dari hasil wawancara dengan warga di sekitar lokasi penelitian, diketahui bahwa longsoran terjadi rutin setiap tahun pada saat curah hujan tinggi dengan durasi yang cukup waktu yang lama. Analisis Stabilitas Lereng Analisis stabilitas lereng dilakukan dengan menggunakan program SLOPE/W , khususnya untuk memperoleh n ilai faktor keamanan (SF), yang hasilnya sebagaimana tertuang di dalamTabel 2. Sementara peta kestabilan lereng dapat dilihat pada Gambar 8.
Tabel 2. Hasil Perhitungan Faktor Keamanan Lembah Cerorong Menggunakan Slope/W No
Lokasi
Faktor keamanan (SF) Metode
Jenis Longsoran
Keterangan
Nilai
1
Lereng 1
- Ordinari - Bishop - Janbu - Morgenstren & Price
0,738 0,744 0,757 0,741
Longsoran Rotasi (Rotasional Slide)
Lereng dalam kondisi labil
2
Lereng 2
Lereng dalam kondisi labil
Lereng 3
0,901 0,908 0,915 0,904 0,875 0,901 0,876 0.892
Longsoran Rotasi (Rotasional Slide)
3
- Ordinari - Bishop - Janbu - Morgenstren & Price - Ordinari - Bishop - Janbu - Morgenstren & Price
Longsoran Rotasi (Rotasional Slide)
Lereng dalam kondisi labil
Bedy Fara Aga Matrani, Sari Bahagiarti Kusumayudha, Purwanto
ISSN 0854-2554 JIK TekMin, Volume 27 Nomor 2, 2015
Gambar 8. Peta Kestabilan Lereng Daerah Penelitian
Bedy Fara Aga Matrani, Sari Bahagiarti Kusumayudha, Purwanto
55
56
ISSN 0854-2554 JIK TekMin, Volume 27 Nomor 2, 2015
IV. REKOMENDASI PENANGGULANGAN Mengacu Hard iyatmo (2012), longsoran di daerah penelitian dapat ditanggulangi dengan berbagai metode, antara lain: 1. Trap/Bangku (Benching) Metode ini dilakukan dengan membuat trap atau bangku pada lereng terjal, yang disertai dengan pelandaian lereng pada setiap trap. Cara tersebut dapat mengurangi erosi dan menahan gerakan turun debris (campuran material granuler) pada longsoran kecil. Oleh adanya trap, laju aliran permu kaan yang sering diikuti aliran debris men jadi terhambat. Kestabilitan lereng setelah dilakukan perbaikan dengan cara pembuatan benching serta pelandaian dapat dilihat pada Tabel 3.
No
mengendalikan air pada tubuh lereng sehingga tidak terjadi kejenuhan kandungan air yang pada gilirannya mampu meningkat kan tekanan air pada pori-pori batuan. 2. Pemasangan Dinding Bronjong Pemasangan bronjong di teku k kaki lereng yang disertai pelandaian dan pembuatan trap pada lereng dapat membantu memperkuat kestabilan lereng pada daerah penelitian (Gambar 9). Cara in i juga dapat mencegah gerusan air pada saat debitnya men ingkat. Pembuatan saluran air pada setiap celah bronjong juga perlu dilakukan untuk
Tabel 3. Hasil Simulasi Perbaikan Lereng dengan Metode Benching Menggunakan Slope/W Lokasi Faktor keamanan (SF) Keterangan Metode
1
Lereng 1
2
Lereng 2
3
Lereng 3
- Ordinari - Bishop - Janbu - Morgenstren &Price - Ordinari - Bishop - Janbu - Morgenstren & Price - Ordinari - Bishop - Janbu - Morgenstren & Price
Nilai 1,664 1,626 1,697 1,827 1,815 1,759 1,927 2,205 1,258 1,245 1,291 1.331
Lereng dalam kondisi stabil
Lereng dalam kondisi stabil
Lereng dalam kondisi stabil
Gambar 9. Pemasangan Bronjong yang Dikombinasikan dengan Pembuatan Benching, Pelandaian serta Pembuatan Drainase pada Lereng.
Bedy Fara Aga Matrani, Sari Bahagiarti Kusumayudha, Purwanto
ISSN 0854-2554 JIK TekMin, Volume 27 Nomor 2, 2015 3. Penanaman Tumbuh-Tumbuhan Tumbuh-tumbuhan dapat digunakan untuk mengontrol erosi pada tanah yang tidak stabil. Metode ini bertujuan untuk melindungi permukaan lereng. Adapun beberapa jenis tumbuhan yang cocok ditanam pada daerah longsoran adalah sebagai berikut: a. Ru mput Vet iver, u mu m dipakai dalam pengendalian longsor dan erosi tanah, dapat tumbuh di ket inggian < 1.300 mdp l, dataran rendah bahkan di daerah rawa, atau pada tanah yang kondisinya buruk (bekas tambang), baik di daerah dengan curah hujan rendah, kurang dari 200 mm, maupun curah hujan tinggi, leb ih 3000 mm. b. Lamtoro Merah (acacia villosa) adalah tanaman mu ltiguna yang dapat tumbuh di ketinggian 300 mpdl. 4. Metode Sosialisasi Sosialisasi tentang resiko bahaya tanah longsor pada masyarakat sangat diperlukan, termasuk tentang system peringatan dini dalam rangka untuk memin imalkan resiko bencana. Berbagai metode yang dapat dilakukan antara lain melalu i lokalatih, out bond, atau penyebarluasan informasi melalu i media soaial baik langsung maupun elektronik. V.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis kestabilan lereng pada Lembah Cerorong, maka dapat ditarik kesimpulan sebagaiberikut: a. Lembah Cero rong secara umu m merupakan dataran bergelombang lemah sampaikuat, dengan kelerengan landai hingga curam,memiliki elevasi antara 230 sampai dengan 335 mdpl. Secara geomorfologi terdiri dari bentukan asal vulkanik berupa dataran vulkanik dan lembah vulkanik, bentukan asal fluvial berupa dataran aluvial, serta bentukan asal antropogenik berupa bendungan. b. Litologi terdiri dari endapan material vulkan ik dengan kandungan tuff, pumice, pasir sedang– kasar, lanau dan lempung yang berada pada lembah, sedangkan pada dataranlimpah sungai endapannya terdiri dari material lepas yang belum terkonsolidasi dengan material beru kuran lempung sampai dengan bongkah. c. Kestabilan lereng di Lembah Cerorong dapat diklasifikasikan menjad i Kestabilan Rendah (KR), Kestabilan Sedang (KS), dan KestabilanTinggi (KT). Dari hasil perhitungan menggunakan software Slope/W didapatkan
d.
e.
57
hasil bahwa faktor keamanan lereng 1 = 0,738 0,757, lereng 2 = 0,901 – 0,915, lereng 3 = 0,875 – 0,901, in i menunjukkan bahwa semua lereng dalam kondisi labil. Faktor-faktor yang mempengaruhi longsoran diLembah Cerorong adalah kelerengan, litologi, hidrogeologi dan curah hujan. Upaya penanggulangan untuk mengurangi resiko tanah longsor antara lain dengan pelandaian dan pembuatan benching, pemasangan bronjong pada kaki lereng dengan drainase pada celah bronjong (Gambar 9), serta penanaman tumbuh-tumbuhan dan pohon yang sesuai. Upaya sosialisasi penting untuk dilakukan, dalam rangka pemberdayaan masyarakat terhadap ancaman bahaya tanah longsor.
VI. DAFTAR PUSTAKA Andi Mangga, S. dkk., (1994). Peta Geologi Lembar Lo mbok Nusa Tenggara Barat, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Bishop, A.W., (1955). The Use Of Slip Surface in The Stability of Analysis Slope, Geotechnique, Vol 5. Bowles, JE.,(1989), Sifat-sifat Fisik & Geotekn is Tanah, Erlangga, Jakarta, 562 hal Cruden, D.M. and Varnes, D.J. (1992:1996). Land Slide Types and Processes, Landslides Investigation and Mittigation, Washington, DC, Transportation Research Board, National Academy of Sciences, Chapter 3, July. Darmawan, A. dan Supardi, D., (2012). Pengaruh Genangan Bendung Sedau Terhadap Kestabilan Lereng Lembah Cerorong, Kabupaten Lo mbok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Jurnal Lingkungan dan bencana Geologi, Badan Geologi Bandung, hal 57-70. GEO-SLOPE International Ltd. (2007). Stability Modelling with Slope/W 2007 Version. Thrid Edition. Canada. Hardiyat mo, H.C., (2012). Tanah Longsor dan Erosi “Kejadian dan Penanganan”, Gadjah mada University Press, 9-282 hal. Potter, P.E., (2007). Exploring the Geology of the Cincinati/northern Kentucky region, Kentucky Geological Survey, Pecial Publication 8, 128 p. Price DG, (2009), Engineering Geology Principle and Practice, Springer, 450 hal Van Zu idam, R.A., (1983). Guide to Geomorphology Aerial Photographic Interpretation an Mapping, I.T.C., Enshede the Neterland.
Bedy Fara Aga Matrani, Sari Bahagiarti Kusumayudha, Purwanto