BEDAH BUKU: KONTIUNUITAS ISLAM TRADISIONAL DI BANGKA1 Oleh: Janawi2
Pendahulun Buku yang dibahas sekarang adalah tulisan yang dihasilkan melalui proses yang cukup panjang. Terbitnya buku ini diawali dari sebuah proses penelitian yang telah dilakukan penulis beberapa tahun sebelumnya dan telah mengalami beberapa revisi dalam proses penerbitannya. Saya memberikan respek yang tinggi kepada penulis yang telah memberikan perhatian besar terhadap persoalan-persoalan keislaman, di samping telah melakukan kajian-kajian tentang Islam dengan segala seluk beluknya di komunitas muslim pulau Bangka. Satu hal yang perlu dicatat bahwa kajian-kajian tentang Islam di Kepulauan Bangka Belitung (khususnya pulau Bangka) sulit ditemukan. Tulisan ini mencoba membedah buku “Kontinuitas Islam Tradisional di Bangka” karya Drs. Zulkifli, MA dari beberapa perspektif mulai dari penggunaan bahasa, teknik penulisan, dan materinya.
Struktur Buku 1. Judul buku
: Kontinuitas Islam Tradisional di Bangka
2. Penulis
: Drs. Zulkifli, MA
3. Editor
: Indra Gunawan
4. Penerbit
: Shiddiq Press
5. Jumlah halaman
: 130 halam
6. Analisis
: kualitatif (metode induktif)
7. Pendekatan
: struktur fungsional Parson
1
Kegiatan Bedah Buku: Kontiunitas Islam Tradisional di Bangka dilaksanakan di LPMP Pangkalpinan tanggal 8 April 2008 2
Dosen STAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung
Sistematika Buku Sistematika buku terdiri dari VII bab, yaitu: Bab I : Pendahuluan Bab II : Islamisasi di Bangka Jalur Islamisasi Saluran Islamisasi Bab III : Karakteristik Islam Tradisional Sistem Keyakinan Ibadah Tasawuf Adat Bab IV : Pesantren dan Islam tradisional Karakteristik Pesantren Pesantren dan Pemeliharaan Islam Tradisional Bab V : Pengajian dan Islam tradisonal Karakteristik pengajian Pengajian dan Pemeliharaan Islam Tradisional Bab VI : Konflik dan Integrasi Konflik dan Faktor-faktornya Integrasi dan Faktor-faktornya Bab VI : Penutup
Penggunaan Bahasa Bahasa yang digunakan dalam penulisan buku ini adalah standar baku Bahasa Indonesia (EYD). Bahasa yang digunakan memahami isinya.
Teknik Pemaparan
sistematis sehingga pembaca
mudah
Karya ini dipaparkan secara sistematis sehingga terlihat kesinambungan antara satu bagian dengan bagian yang lainnya. Beberapa keunggulan buku ini disebabkan oleh: Buku ini adalah hasil penelitian. Penulis telah melakukan studi yang mendalam dengan pendekatan struktur fungsional Talcots Parson yang lebih dikenal dengan sistem sosialnya. Pendekatan tersebut diperkuat dengan analisis kualitatif (metode induktif), sehingga wawancara dan observasi memberikan karakteristik penulisannya. Sebagai hasil penelitian dan kemudian mengalami penyempurnaan, baik dalam pemaparan maupun dalam materi, obyektivitas dan orisinalitas lebih terbuki dalam tataran tulisan ilmiah. Obyektivitas dan orisinalitas tulisan dapat dilihat teknik pemaparannya.
Materi Buku Buku ditulis dengan alur yang sistematis dan komprehensif. Dilihat dari sisi kandungan materi, buku dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa bagian:
Bagian pertama Bab satu
menyajikan pengantar umum kandungan buku.
Latar belakang
belakang pembahasan berikutnya dengan seala signifikansi dilakukan kajian tentang Kontinuitas Islam Tradisional di Bangka.
Bagian kedua Bagian ini menguraikan proses Islamisasi di Bangka. Dilihat dari sisi geografis, letak pulau Bangka sangat strategis karena pulau Bangka berada pada jalur lalu lintas yang menghubungkan Malaka, Sumatera, dan Jawa. Berdasarkan alasan tersebut para sejarah --sebagaimana penulis- berasumsi bahwa proses Islamisasi di Bangka seiring dengan proses Islamisasi di Palembang, yang telah dimulai sejak masa kekuasaan kerajaan Sriwijaya.
Oleh karena itu dimungkinkan Islam sudah masuk ke Bangka
walaupun belum membentuk suatu komunitas tertentu.
Jalur masuknya Islam (proses islamisasi sebagaimana yang diungkapkan penulis) dapat dibedakan menjadi: pertama. Jalur Malaka (Sultan Johor –sekitar abad 16); kedua, jalur Minangkabau (kesultanan Minangkabau: Raja Alam Harimau Garang – berpusat di Kotawaringin dan wafat ditempat tersebut); ketiga, jalur Banten (kesulatanan Banten: Sultan Agung Tirtayasa menunjuk Bupati Nusantara sebagai Raja Berkedudukan di Bangkakota pertengahan abad 17); keempat, jalur Kesultanan Palembang: Sultan Abdurrahman; kelima, jalur Banjar: Kalimantan Selatan (anak dan cucu al-Banjari); keenam; jalur Timur Tengah melalui ibadah haji dan datangnya ulama langsung dari Timur Tengah; ketujuh, jalur dari Jawa; dan kedelapan, jalur Sribandung OKI Palembang. Ketujuh jalur Islamisasi tersebut, bila dihubungkan dengan kondisi sosial budaya masa itu, menimbulkan sistem ritual dan keyakinan yang pada akhirnya membentuk tradisi di kalangan penganut Islam (masyarakat Bangka). Dari ketujuh jalur Islamisasi tersebut, jalur Johor, Minangkabau, dan Banten agaknya memang belum memberikan warna dalam proses Islamisasi. Islamisasi agak terlihat pada masa Kesultanan Palembang yang dibuktikan dengan pemberlakuan hukum Islam (hukum Adat) yang dinamai Undang-undang Sindang Mardika3 untuk wilayah Bangka. Secara umum dipahami dan mungkin menjadi pendapat umum bahwa Islamisasi terasa aktif akhir abad 19. Masa ini ditandai dengan kehadiran ulama asal Banjar, Haji Muhammad Afif (turunan Muhammad Arsyad al-Banjari) dan dilanjutkan oleh anaknya Syaikh Abdurrahman Siddik. Bahkan Syaikh Abdurrahman Siddik (di Bangka kurang lebih 12 tahun: 1898 – 1910) dalam beberapa pendapat dianggap sebagai tongkat penyebaran Islam di Bangka. Penyebaran Islam berikutnya khususnya di wilayah Bangka dilanjutkan oleh murid-muridnya. Penyebaran Islam selanjutnya diperkuat dengan
jalur lain seperti dari Jawa, termasuk
Sribandung, yang masuk
periode belakangan dan lebih banyak disebabkan karena pelajar asal Bangka menuntut ilmu di daerah tersebut. 3
Undang-undang tersebut lebih memfokuskan pada peraturan adat tentang perkawinan dan tata susila untuk wilayah Bangka. Di Palembang, Kesultanan Palembang (Sultan Abdurrahman) memberlakukan Undang-undang Simbur Cahaya.
Sedangkan saluran-saluran Islamisasi sebagaimana digambarkan oleh penulis, agaknya pendapat tersebut telah berlaku secara umum. Saluran Islamisasi tersebut mencakup perdagangan, politik, perkawinan, pendidikan, dan tasawuf. Tiga saluran pertama (perdagangan, politik, dan perkawinan) hampir berlaku secara internasional, nusantara maupun lokal (wilayah Bangka). Walaupun demikian Islamisasi di Bangka melalui saluran perkawinan dan perdaganan akhir abad ke 19 lebih mendominasi. Saluran tersebut dilanjutkan dengan pendidikan dan tasawuf. Berdasarkan kajian-kajian awal para peneliti dan hasil seminar, sarasehan dan atau kajian lainnya, temuan-temuan awal tentang Islamisasi (sejarah masuk dan berkembangnya Islam) dianggap penting dilakukan penelitian lanjutan, sehingga kita akan mendapatkan ulasan yang lebih komprehensif. Untuk itu dibutuhkan kerja ekstra dari para pengkaji karena kelangkaan dokumen.
Bagian Ketiga Pada bagian selanjutnya penulis menguraikan ”Karakteristik Islam tradisional”. Saya sepakat dengan penulis bahwa Islam tradisional yang berkembang dalam komunitas masyarakat Bangka memiliki karakteristik yang identik dengan Islam tradisional yang diformulasikan Dhofier, yakni “Islam yang masih terikat kuat dengan pikiran-pikiran para ulama ahli fiqh (hukum Islam), hadis, tafsir, tauhid (teologi Islam) dan tasawuf yang hidup antara abad ke-7 sampai abad ke-13” (halaman 31). Penganut Islam tradisonal di Bangka menggunakan istilah ahl-sunnah wa al-jamaah untuk menyebutpemahaman dan praktik keislaman yang mereka anut. Secara doktrinal, Islam tradisional tersebut mencakupn tiga aspek utama, yaitu tauhid, fiqh, dan tasawuf. Dalam bidang tauhid, masyarakat Bangka berpegang teguh pada aliran Asy’ariyah, bidang fiqh bermazhab Syafi’iyah, sedangkan tasawuf mengikuti tasawuf akhlaqi Imam al-Ghazali. Ketiga hal tersebut menyatu dalam adat yang telah diwarisi dari generasi ke generasi. Islam tradisional tersebut dapat diperhatikan pada pertama, sistem keyakinan; kedua, ibadah; ketiga, tasawuf; dan keempat, adat. Sistem keyakinan masyarakat lebih identik dengan teologi Asy’ariyah meliputi bahasan tauhid, sifat-sifat Allah dan lainnya.
Ibadah berorientasi pada fiqh dan umumnya mengikut mazhab fiqh Syafi’i. Sistem keyakinan, ibadah, dan tasawuf yang dipraktikkan kaum tuo di Bangka menyatu dengan adat.
Bagian keempat Kontinuitas Islam tradisional dipelihara melalui; Pertama, sekolah-sekolah Arab (awal abad 20). Kedua, lembaga-lembaga pendidikan seperti pesantren, misalnya Pesantren Al Islam Kemuja, Pesantren Nurul Ihsan Baturusa, dan Pesantren Nur Muhibbin Kemuja (perkembangan setelah tahun 1960-an. Ketiga, madrasah seperti madrasah di bawah naungan Departemen Agama, termasuk madrasah Diniyah. Keempat, pengajian-pengajian.
Bagian Kelima Setelah membaca materi buku “Kontinuitas Islam Tradisional di Bangka” ini, saya berkesimpulan bahwa: 1. Kehadiran buku ini akan menambah khazanah kajian tentang Islam di Bangka. Kelebihannya, penulis telah mencoba menjelaskan tentang Islam tradisional yang diawali dengan proses Islamisasi di Bangka. Tahapan tersebut memberi makna penting dalam memahami proses masuk dan berkembangnya Islam sehingga terformulasinya adat Bangka, diidentikkan dengan Melayu yang berkonotasi Islam. 2. Buku ini berisi Islam tradisonal masyarakat Bangka. Secara umum karakteristik Islam tradisional masyarakat Bangka sebagaimana yang diungkapkan penulis identik dengan Islam tradisional pada umumnya. Walaupun demikian, penulis mencoba mengeneralisasi dari dua komunitas masyarakat, yakni Kemuja dan Baturusa. Kedua daerah ini memiliki Pesantren yang dijadikan sebagai format pemeliharaan Islam tradisional. Oleh karena itu, pola generalisasi memiliki kelemahan. Komunitas masyarakat (Islam tradisional) Kemuja dan Baturusa belum tentu dapat direpresentasikan sebagai masyarakat Bangka. Gambaran
Islam tradisional dimungkinkan lebih pas untuk kedua daerah tersebut, namun dimungkinkan memiliki kelemahan untuk digeneralisasikan untuk daerah lainnya. 3. Walaupun secara umum, sistem keyakinan, ibadah, dan adat relatif hampir sama, seperti pengajaran sifat dua puluh (tauhid), posisi qunut dalam solat subuh, dan tradisi ngangung, namun kajian-kajian tentang tasawuf tidak terlalu tampak di daerah lain, kecuali daerah-daerah yang menjadi tempat persinggahan tokoh agama sekelas Syaikh Abdurrahman Shiddiq. Oleh karena itu tipologi Islam tradisional cenderung terformulasi pada kerangka umum sistem keyakinan masyarakat. 4.
Pada akhirnya, saya berkesimpulan bahwa buku ini patut dibaca untuk memahami bagaimana sejarah masuk dan berkembangnya Islam (Islamisasi di Bangka) sampai terbentuknya sistem keyakinan, sistem ibadah, adat, dan sistem esoterik masyarakat. Apalagi, masyarakat Bangka selalu diidentikkan dengan Melayu yang berkonotasi Islam; adat bersendi syara’ dan syara’ bersendikan kitabullah.
5. Diharapkan dengan membaca buku ini, semua yang hadir dalam kesempatan ini dapat mengkaji dan memberikan formulasi positif tentang tatanan masyarakat Melayu. Di samping itu, semua kita dapat memberikan solusi dan upaya konkrit untuk mengambil sikap dalam memahami perkembangan dan perubahan dikalangan masyarakat kita (katakanlah masyarakat Islam).