BASYSYAR BIN BURDIN DAN PUISINYA Oleh
Prof. DR.Hj. JUWAIRIYAH DAHLAN, MA
Diterbitkan
Kerjasama Fakultas Adab IAIN Surabaya Dan Sumbangsih Yogyakrta Cet. I Agustus 2004
KATA PENGANTAR Alhamdu lillahi Rabbil ‘Alamin, semoga shalawat salam tetap tercurahkan kepada rasul pilihan; Muhammad Saw, seluruh keluarga, sahabat, khulafa’, ulama, umara’ muslimin, muslimat dan semua umatnya. Penulis telah menyelesaikan buku ini dengan diberi judul: “Basysyar bin Burdin dan Puisinya” untuk menambah kekurangan referensi mahasiswa dan dosen di perpustakaan. Megingat masa Abbasiy adalah masa yag mempunyai ciri khusus dalam pengembangan sastra dan ilmu pengetahuan, baik berbentuk karya asli (autentik) maupun terjemahan, sehingga berbagai budaya filsafat ini bisa diadopsi secara bebas, baik dari Timur maupun dari Barat. Dengan demikian, Abbasiy sangat
berkembang, para sastrawan, filosof,
penterjemah dan lain-lain yang tergabung dalam Dar al-Hikmah. Masing-masing penyair mempunyai ciri khusus, sesuai dengan daya nalar yang dimiliki, termasuk penyair Basysyar bin Burdin. Tokoh-tokoh penyair serius membahasnya, misalnya: al-Mazini, al-‘Aqqad, Thaha Hujiri, Husain Manshur, al-Ashfahani, ‘Umar Farrukh, dan lain-lain semua berkomentar. Itulah Basysyar si buta mata tapi tak buta mata hati. Semoga buku ini bermanfaat bagi kita semua, dan pembaca yang budiman dimohon kritiknya demi penyempurnaan berikutnya. Terima kasih untuk semua pihak; editor, korektor, rekan dosen, penerbit dihaturkan. Semoga amal Anda semua diterima oleh Allah Swt. dan dibalas sesuai dengan cita-cita jariyahnya. Amiin. Surabaya, 29 Agustus 2004 Penulis Dr. Juwairiyah Dahlan, MA NIP. 150 189 177
DAFTAR ISI Kata pengantar Sambutan Dekan Daftar isi BAB I ASAL DAN KETURUNANNYA 1. Asalnya 2. Meninggalnya BAB II: CONTOH DAN TUJUAN PUISINYA 1. Haja’ 2. Madih 3. Ghazal 4. Ritsa’ 5. Fakhr 6. Hikmah BAB III: KRITIK SASTRA 1. Kritikus Kuno dan Modern 2. Contoh Puisinya BAB IV: CIRI PUISINYA 1. Puisi Haja’ 2. Tsalutus Amawi Daftar Pustaka
BAB I ASAL DAN KETURUNANNYA A. ASALNYA Dalam buku al-Aghani oleh Abu al-Faraj al-Asfahani disebutkan keterangan demikian: Basysyar itu memiliki beberapa nama: yang terkenal Basysyar, sedang yang lain: 1.
Ibnu Yarjukh, dari Thakharistan termasuk salah seorang bawahan tentara Muhallab bin Abi Sufrah, yang dikenal dengan Abi Mu’adz.1
2.
Ayah Basysyar adalah Burdin dari Qin, di situlah terdapat seorang wanita tercantik dari Qusyairi, inilah yang bisa disunting oleh Burdin, setelah dikawinkan dengan seorang wanita dari golongan keturunan Bani ‘Uqail. Wanita tersebut yang menjadi ibu Basysyar pada tahun 95 H. Bani ‘Uqail kemudian memerdekakannya. Basysyar diberi gelar “Mura’ats”, karena dua sebab: 1. Pada telinganya selalu dipakaikan anting. 2. Pada bajunya selalu dipasang dua saku, kiri dan kanan. Sakunya sangat besar dengan model bisa dibuka/bisa dilepas. Jika ingin memakai baju, maka kedua saku digabung, tanpa harus lewat kepala, tetapi lewat sakunya. Jadi saku-saku itu disebut juga dengan anting karena bentuknya yang besar sekali, menggantung seperti anting. Ayah Basysyar sebagai seorang pekerja pemelihara ternak sapi dan memerah susunya. Ayah ini memiliki dua orang pegawai yang satu bernama Basysyar dan satu lagi bernama Basyir. Keduanya baik dan sangat baik, sehingga diambil dan dipinjam oleh tuannya sebagai gabungan untuk nama putranya.2 Basysyar bisa menggubah puisi meskipun mesih kecil, dan dari awal dia senang puisi bentuk haja’. Haja’ Basysyar ini jauh lebih menyakitkan hati daripada dipukul dengan besi. Oleh sebab itu, banyak orang mengadu pada ayahnya tentang perilaku putranya itu. Jika sudah demikian, ayahnya segera memanggilnya dan marah sambil memukulinya. Dari perilaku ayah itu, istrinya yaitu ibu Basysyar bertanya, sambil ingin menolongnya, “mengapa sampai begitu suamiku memukul putramu sendiri, pada hal dia but, tidakkah kau belas kasih padanya?” Sang ayahpun menjawab: “Ya, sebenarnya kasihan juga, sangat kasihan, demi Allah, tetapi banyak orang yang selalu melaporkan padaku, dengan kebenciannya pada Basysyar.” 1 2
Syauqi Dlaif, al-`Ashr al-`Abbasiy al-Awwal (Mesir: Dar al-Ma`arif, t.t), hlm. 91-92. Abbas Mahmud al-`Aqqad, Muraja`at fi al-Adab wa al-Funun (Kairo: Dar al-Ma`arif, t.t), hlm. 450-455.
Ketika Basysyar mengerti hal itu, ia ingin menjawab pada ayahnya: “Hai ayahku; itulah yang mereka laporkan pada ayah tentang diriku hanya berupa kata-kata puisi. Jikalau mereka melapor seklai lagi padamu tentang diriku, maka katakan padanya: Tidakkah Allah telah berfirman: .KجMرMىحMمSعMأSى الMلM عMسSيMل
Bagi orang buta itu tidak mengapa dan dimaafkan.” Ketika hari berikutnya mereka datang melapor, dengan berita-berita yang sama, maka tuan Burdin merespon seperti yang diajarkan Basysyar: [ش^ارMبaرSعa شSنaا مMنM لgظMيSغMأ gهSقaف [دSرgب
Kepandaian Burdin lebih menyulut marah kita daripada puisi Basysyar3 Dari awal kehidupan Basysyar terfokus pada 3 (tiga) poros, yaitu: 1. Kebutaanya, 2. Kemiskinan keluarganya, 3. Penguasaan terhadap olah kata. Pertama: kebutaan Dengan kebutaan ini, sudah langsung menjadi cemoohan masyarakat, semua orang menghinanya, dunianya sempit, dan sangat menghimpitnya. Bagaikan rumah tahanan yang tidak mungkin diharap kapan habis masa tahanan itu. Karena derita ini sepanjang masa dan hidupnya. Dari situlah dia sangat bosan dengan orang-orang dan dunia sekelilingnya, dan membencinya. Kebencian inilah yang diungkapkan setiap saat, untuk menguranginya, hanya ingin sekedar mengurangi. Ia bersemboyan, “alhamdulillah, Allah Swt telah membutakan mataku.” Mereka bertanya: “Mengapa begitu hai Abu Mu’adz?” Jawabnya: “Agar supaya saya tidak bisa melihat orang yang sedang benci dan marah padaku.” Bukan hanya itu saja yang menjadi sebabnya, tetapi rupanya pun yang jelek/tidak tampan juga jadi penyebabnya. Badannya gemuk pendek, bentuk kepala besar, kulit wajah yang merah-merah, tidak sedap dipandang mata. Dialah orang buta yang terjelek. Dengan demikian, tidak aneh kalau semua orang membencinya. Atau singkatnya mereka merasa jijik melihatnya, jadi tiada lagi pujian, justru caci-maki, sumpah-serapah, yang diucapkan oleh orang yang melihatnya. Untuk itu tidak mungkin dihindari kecuali hanya sekedar ingin usaha menguranginya. Inilah yang dilakukan Basysyar dengan menggubah puisi haja’ atau kata-kata porno dari pilihan-pilihan katanya.4
3
Muhammd Zakiy Asymawiy, Mauqif al-Syi`ri min al-Fann wa al-Hayat (Libanon: Dar al-Nahdlah, 1981), hlm. 215. 4 Al-Jurjani Muhammad Abu al-Fadlal Ibrahim, al-Wasathah Baina Mutanabbi wa Khushumihi (Libanon: Dar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyah, t.t), hlm. 13-14.
Kalau pada masa kecil Basysyar, banyak orang berdatangan melaporkan padan ayah Basysyar tentang kenakalan anak-anak, tetapi pada remaja Basysyar, justru orangorang itulah yang pada berlari ingin menghindar dari puisi/perkataan Basysyar. Inilah yang dikutip oleh Abu al-Faraj Asfahani dari Makhlad bin Hazim. Ketika kami dengan rombongan perjalanan bersama dengan keluarga Ukli melihat Basysyar duduk sendirian, maka salah seorang kami ingin menghampirinya. Ayo kita berbincang-bincang dengan Basysyar! Maka direspon: “Akh, jangan, tak usahlah, memalukan dan malu-maluin. Mengapa? Tak pernah kita memiliki nilai manis sedikitpun di hadapan Basysyar. Tapi salah seorang kita masih penasaran dan mendekat: Hai Basysyar, mengapa namamu Basysyar?” Jawabnya: “saya akan cerita tentang siapa saya sebenarnya. Seperti Anda juga. Anda dilahirkan oleh ibu Anda.” Apakah ibumu melahirkan sudah dalam keadaan buta, atau kau buta setelah beberapa bulan dilahirkan? Basysyar bertanya, apa maksud pertanyaan itu? Jawabnya: “saya ingin sedikit berusaha penyembuhan matamu, sehingga suatu saat engkau bisa melihat bagaimana wajahmu sendiri di hadapan wanita, dengan itu semoga engkau bisa berhenti mencaci orang dan mengetahui diri, siapa dan seperti apa sebenarnya dirimu.” Basysyar menjawab: “kasihan Anda, siapa sebenarnya Anda? Salah satu mereka menjawab: “Saya dari Bani Ukli, paman-pamanku sebagai pembuat dan penjual orang di kota Abala’.”5 Untuk apa kalian bertanya yang macam-macam? Jawabnya: “tidak untuk apa-apa.” Basysyar berkata: “Sudahlah pergi saja lebih bagus, demi ayahku, Anda semoga senantiasa dalam lindungan Allah Swt.”6 Dialog lain antara Basysyar dan Hamdan: Dialog ini dimulai saat Basysyar melihat Hamdan yang sedang mengambil gelas untuk diberikan pada seseorang. Basysyar bertanya: “gelas itu bagaimana?” Gelas itu ada gambar-gambar burung terbang, Basysyar merespon lagi: “Sebaiknya diatas gambar burung itu ada burung terbang (seperti burung elang) sedang menghampirinya dan mematuknya. Kalau demikian maka lebih indah. Lho kok Basysyar tahu?” Jawab Basysyar: “Ya, saya sudah tahu, meskipun saya buta tidak pernah melihat burung itu, atau tidak pernah melihat apapun.” Apa Anda mau saya caci, kata Basysyar: Hamdan menjawab: “akh, jangan, nanti menyesal. Atau begini, kalau saya mencaci Anda, Anda pun membalas mencaci saya! Bagaimana? Nah; ya, kalau demikian, silahkan!”
5
Muhammad Thabariy, Tarikh Thabari (Libanon: Dar Ihya’ al-Kutub al-`Arabiyyah, cet. I, t.t), hlm. 105. Abu al-Faraj al-Asfahani, al-Aghani, al-Aghani (Libanon: Dar al-Kutub, t.t), juz 3, hlm. 172. Lihat pula: Ahmad Hasan Zayyat, Fi al-Adab al`Arabi (Libanon: Dar al-Tsaqafah, 1981), hlm. 81. 6
Hamdan berkata: “Saya, misalnya, membayangkan engkau berada di depan pintu rumahku dalam keadaan dan bentuk seperti ini. Di belakangmu ada seekor monyet sedang menangkapmu, sehingga melihatmu sedang mondar-mandir datang-pergi di situ, Basysyar menjawab: “Ya Allah hinanya, saya hanya bergurau, sedangkan dia bersikeras serius.” Dialog lain antara Basysyar dan seorang pelawak Kufah. Pelawak menyindir saya melihat dan mengerti, seandainya ada bencana angin kencang, pasti orang lain pada kabur dan terbang pergi mencari perlindungan takut kalau-kalau terjadi kiamat, tetapi Basysyar masih saja duduk tenang disitu tidak bergerak sedikitpun dari tempat duduknya. Basysyar bertanya, “Siapa engkau sebenarnya?” Jawab pelawak: “saya pelawak Kufah.” Basysyar merespon, “oh pantas engkau, jangan selalu menunjukkan beban berat dan kemarahan setiap saat.” Kedua: kefakiran7 Telah diterangkan bahwa ayah Basysyar sangat miskin. Dengan keadaan keluarga ini, keadaan rizkinya pas-pasan. Ini dialaminya sejak kecil. Oleh sebab inilah, dia juga berfikir dan memutuskan: “puisiku untuk memuji atau untuk mencela, untuk sekedar menambah rizki dan mengurangi beban hidup ini?” Ketika hal ini dilaporkan pada ayahnya, maka ayahnya merespon, sebaiknya untuk mencela orang. Dan dengan inilah puisinya terfokus untuk mencela orang. Karena Basysyar sangat terkenal dalam memilih kata-kata fasih, maka semua orang sangat takut dengan cacian/celaan/haja’ Basysyar, dari sajak orang biasa sampai degan pemimpin pemerintahan. Kalau para tokoh masyarakat sangat tidak khawatir dengan cacian Basysyar, kalau sewaktu-waktu dicaci Basysyar ya sudah mereka mengurangi jumlah hadiahnya yang diberikan pada Basysyar. Dan diakui Basysyar, bahwa pemimpin masyarakat biasanya kalau memberi Basysyar di atas jumlah hadiah yang diberikan pada yang lain. Pemimpin saat itu bernama Ibnu Muslim/Uqbah bin Muslim: aاءMرMقgفS الMمMعSطMم aرSيMخS الMةMبSقgع aاءMطMعS الgمSعMذ† طgلM يSنaكMلM وaف 8
aاءMمMرgك S الgلaازMنMم ىMشSغMتMو
[مaلSسg مaنSابMى كMرMت M أgالSنMر^مMح SوMخS الMلM وaاءMلر^ج a لMكSيaطSعgيMسSيMل †بgحS الgرaشMتSنM يgثSيMح gرSلط^ي اgطgقSسMي
Artinya: -
Allah mengharamkan, sehingga Anda tidak bisa melihat seperti sosok Ibnu Muslim, pada hal dia sumber kebaikan dan pemberi makan orang miskin. 7
Al-Jahidh, al-Bayan wa al-Tabyin, Tahqiq Abdus Salam Harun (Kairo: Maktabah al-Khanji, 1960), hlm. 116. Lihat pula: Ismail Mushtafa Shaifi dkk, al-Naqd al-Adabi wa al-Balaghah (Kuwait: Wuzarah Tarbiyah, cet. I, 1970), hlm. 89 dan 110. 8 Ali Najib `Athwiy, Basysyar, hlm. 18-20.
-
Dia memberikan hadiahnya pada Anda, bukan karena takut, ataupun mengharapkan yang lainnya, tetapi memang dia benar-benar menikmati manisnya bisa memberi.
-
Burung-burung turun ke tanah, di mana terlihat dia berjatuhlah biji-bijian, dan bisa mendatangi vila-vila para dermawan. Dengan pujian itu, Ibnu Muslim menyuruh utusannya agar mengirimkan hadiah pada Basysyar sejumlah 3000 dinar. Demikianlah pengalaman Basysyar ketika dengan puisi pujian dan caciannya, misalnya memuji al-Mahdi, Abu Ubaidillah, menteri-menteri Ubaidillah, dan lain-lain. Ketika Basysyar datang ke rumah Haitsam bin Mu’awiyah, gubernur Bashrah saat itu, Basysyar pun berkata: MدSوgرgبSالMو MةMمSالر^حM وMكSيMلMع
gرSيaمMأ Sا الMي†هM أMمMل ^ن^ السaإ
Sesungguhnya salam hormat dan sejahtera dihaturkan pada tuan gubernur, semoga senantiasa memperoleh kerahmatan dan kebahagiaan Dengan pujian itu, tuan gubernur berkata: “sesungguhnya si buta Basysyar ini tidak tergerak untuk minta dihadiahi uang/dirham sepeserpun.” Maka tuan gubernurpun menjamunya secukupnya, sampai Basysyar pulang dan diberi hadiah. Sedangkan para menteri yang didatangi Basysyar yaitu Khalid bin Barmak, sebagai menteri di daerah Persia. Saat itu, ia sedang mengadakan perjalanan ke daerah sambil membawa kendaraan bighal. Ketika turun dari bighalnya, Basysyar pun bersedia memegang tali kendalinya dan menyanyikan puisinya, sebagai berikut: اMهgاشMشMا رMطSبMأMق—ا وMرMب SتMااءMنMل MضMأ
KةMابMحMس م—اSوMيMكSنaامMنSيMل M عSل^تMط Mأ
اMهgاشMطMى عaوSرMيMا فMهgثSيMغ ىaتSأMيMلMو
KعaامMطMسMأSيMيMى فaلSجMي اMهgمSي M غMلMف
9
Artinya: -
Awan pun ikut mengantar kepergian Anda, dengan memperlambat jalannya pada hari itu, demikian pula guntur dan halilintar hanya mau bersinar saja, dan memperlambat rintik-rintik hujannya.
-
Awannya yang terang menyebabkan orang yang mau minta itu putus asa, dan hujannya yang turun, menyebabkan bisa menyirami/memberi minum orang-orang yang sedang haus. Dengan itu, maka tuan Khalid bin Barmah memerintahkan seorang pengawalnya agar memberikan hadiah untuk Basysyar sejumlah 10.000 dirham. Sambil berkata: g الMاءM شSنa إMكgلSبMت ت^ىMحgةMابM الس^حMفaرMصSنMت M لSن
Awan tidak akan bergerak sampai dia sudah bisa memberi Anda, insya Allah. 9
Ali Najib `Athwiy, Basysyar, hlm. 19. Lihat pula: Ismail Mushtafa Shaifi, al-Naqd, hlm. 148 – 149.
Dan ketika puisi itu diulangi dan diucapkan di hadapan ‘Uqbah bin Muslim, maka serentak ia menyuruh memberikan hadiah sejumlah 50.000 dirham. Muslim pun meminta Basysyar agar bersedia bermalam di kediamannya, selama 3 (tiga) hari 3 (tiga) malam. Pada saat itu, Basysyar meminta pegawai rumah tangga ‘Uqbah agar mau menulis dengan bentuk kaligrafi di atas kamar pintu ‘Uqbah dengan puisi demikian: Sى¢مM غSنaمSحaزMأMم^ فgغ gدSعMوSالMو
ى¢مM هSنaم ىaي^تaنMم اM مMالMا زMم Sى¢مM ذSبaاقMر M فSىaدSمMح SدaرgتSمM لSن aإ
-
Bukan cita-citaku yang senantiasa menjadi tujuanku, tetapi janjilah yang menutupinya, oleh sebab itu longgarkanlah sedikit kesedihannya.
-
Jikalau Anda tidak berkenan dengan pujianku, maka awasilah dosaku Ketika ‘Uqbah melihat dan membaca tulisan itu, maka seketika ia berkata: “inilah perilaku Basysyar.” Kemudian memanggil perdana menteri bernama Qahraman: “Apakah kemarin Anda sudah mengambil dan memberikan hadiah Basysyar, sebagaimana yang kuperintahkan?” Kami belum sempat tuan, insya Allah besok. ‘Uqbah berkata: “Tambahilah lagi sejumlah 10 dirham, dan saat ini juga ambillah.” Kondisi Basysyar sendiri, meskipun memiliki uang/harta banyak, takut kalau-kalau berfoya-foya dalam membelanjakannya. Oleh sebab itu, maka inilah cerita Basysyar bersama dengan Abu Syamqamaq. Pada suatu hari Abu Syamqamaq pergi ke rumah Basysyar, mengadukan segala yang dialaminya, miskin terkena musibah, hina papa, gembel, dan lain-lain. Respon Basysyar terhadapnya: “Demi Allah, saya sendiri juga hina papa, tidak memiliki apa-apa, yang bisa menolong Anda, tetapi marilah kita bangkit dan pergi sowan ke rumah tuan ‘Uqbah bin Muslim.” Ketika di sana Basysyar pun bercerita tentang siapa Abu Syamqamaq pada tuan ‘Uqbah. Basysyar pun melapor: “Dia pun sebenarnya penyair, yang bisa memuji dan bisa juga berucap terima kasih.” Dengan itu, ‘Uqbah memerintahkan pada pegawainya: “berikanlah padanya 500 dirham.” Basysyar pun berkata pada ‘Uqbah: gرSيaظMنMلgه MسSيMلMى وMسSمMأ gرSيaقMف اMيSى الد†نa فMانMاكMم
ىM ال^ذaبMرMع S الMدaاحMا وMي gرM آخMكMلSثa مMانMك SوMل
-
Hai salah satu orang Arab, yang sejak kemarin tiada duanya dan tiada tandingannya.
-
Kalau dari dulu ada orang lain yang seperti Anda, pasti di dunia ini tiada cerita tentang kemiskinan. Saat itu pula ‘Uqbah memerintahkan agar pengawal memberikan hadiah Basysyar sejumlah 2000 dirham. Dan Abu Syamqamaq menanggapi hal itu dengan berkata: “Hai
Basysyar Anda memanfaatkan kami, dan kami pun memanfaatkan Anda.” Saat itu Basysyar pun tersenyum. Cerita tersebut dipertanyakan, bagaimana dan mana cerita yang menyebutkan bahwa Basysyar itu pelit terhadap Abu Syamaqmaq? Mari kita ulas kembali ceritanya: 1. Abu Syamaqmaq datang pada Basysyar mengadu bahwa dirinya adalah orang miskin. 2. Basysyar tidak memberikan hadiah, maka diajak pergi ke rumah ‘Uqbah. 3. Kata Basysyar pada ‘Uqbah bin Muslim, dengan menyebut faqir: dengan niat agar ‘Uqbah tergugah/terpengaruh, berbuat baik, menyantuni Abu Syamaqmaq. 4. Basysyar bisa bergaul dengan siapapun, sejak rakyat gembel, sampai para gubernur, karena punya kepribadian mulia dan akhlaqnya terpuji. Dengan uraian tersebut, jika dikatakan Basysyar itu pelit pada Abu Syamaqmaq, itu tidak benar. Karena Basysyar sendiri mau memberi hadiah pada Syamaqmaq tetapi tiada memiliki uang, makanya lebih baik diajak menemui sang dermawan, gubernur ‘Uqbah. Di sanalah sumber harta, ternyata nihil. Basysyar berhasil, Syamaqmaq dihadiahi 500 dirham oleh ‘Uqbah walaupun ini harus melalui lisan Basysyar. Basysyar pun ikhlas dan tanpa minta komisi pada Syamaqmaq. Ketiga: Kemampuan beradaptasi dengan semua lapisan masyarakat Keterangan terdahulu menyebutkan bahwa Basysyar dilahirkan dari seorang budak dari tuan wanita golongan/suhu ‘Uqailiyah yang sudah memerdekakan Basysyar karena dia dilihat sejak lahir buta, tidak pernah berbahaya dan membahayakan dan tidak bisa disuruh apa-apa. Meskipun Basysyar itu merdeka, tetapi kenyataannya, masih perlu bergaul dan pergaulan dengan masyarakat, untuk bisa berkembang, atau memenuhi keperluannya. Oleh karena itu, dia masih terus menjadi hamba/masyarakat Bani ‘Uqail dan menggabungkan diri dengannya. Meskipun telah berusaha seperti yang kita sebutkan, tetapi masih saja merasa terhina. Apalagi kalau kita mengerti bahwa fanatik kesukuan itu masih ada padanya, dan sangat fanatik. Oleh sebab itulah, kelihatannya dia sangat lelah dengan posisinya, sebagai orang yang bangga lahir dari keturunan Persi, dan terhubung dengan keturunan Arab (Ibu = Arab, Ayah = Persi). Penggabungan keduanya itu adalah hal yang wajar, tapi dimata orang masih saja dianggap asing/‘ajam. Hal ini persis inti puisi yang diungkap pada al-Mahdi, ketika alMahdi bertanya: “siapa Anda sebenarnya, dan pada siapa memihak? “ Basysyar menjawab: “Lidah saya, baju saya, Arab keduanya, tapi awal keturunan saya , dari ‘ajam.”10 10
Al-Asfahani, al-Aghani (Mesir: dar al-Kutub al-Mishriyah), juz. III, hlm. 178. Lihat pula: Syauqi Dlaif, alFann wa Madzahibu Fi Syi`r al-`Arabiy (Kairo: Dar al-Ma`arif, cet. VII, 1960), hlm. 148-150.
Memang, kadang dia mengakui sebagai orang Arab, kadang juga orang Persi. Maka suatu saat dia berpidato dengan berperan sebagai Umar bin Kultsum, dengan mempertahankan kaumnya melawan musuhnya. Dengan bangga dia berkata dalam puisinya: اMم¢ الدgرaطSمgت SوM أaسSلش^م اMابMجaاحMنSكMتMه اMل^مMسMو اMنSيMلMل^ى ع Mر صgبSنaى مMرMذ
[ةMيaرSضgمSضMغ MةMا بMنSبaضMا غM مaاإMذ [ةMلSيaب M قSنaد—ا م¢يMس اMنSرMعMا أM مaاإMذ
Artinya: -
Jikalau kami tidak marah, seperti kemarahan Bani Mudhriyah, maka seketika itu juga sinar matahari menutupi kami dengan merusakkannya, dan menjadi hujan darah.
-
Jikalau kami tidak meminjam (nama tuan) dari suku (Arab), saat itu juga mimbar remuk oleh kami langsung diserahkan. Ketika banyak orang yang menghinanya, Basyar tidak mampu mempertahankan keturunannya; Arabkah atau Persiakah, merdekakah, atau budakkah? Maka Basysyar segera mengambil alternaitf terakhir: “Bahwa saya keturunan Islam, mukmin sejati.” Seperti puisinya: SرMخSافM فMكaلSضMفaب gخMفaبSيaرMعSال Sذ ىMلSوMم SرMعSشMم S الaشSيMرg قSنaمM وaالMعaف S الgلSهMأ SرMبSكMأSال gلMجMأSال MكMلSوM مMانMحSبgس
SمgهgضSعMبM وaلMلMج S الSىaى ذMلSوMم gتSحMبSص Mأ اMه¢لgم[كSيaمM تSنa مgمMرSكMأ MكMلSوMم [عaافMدgمMرSيM غMكMلSوMى مMلa إSعaجSار Mف
Artinya: -
Saya menjadi hamba tuan yang Maha Agung, dan saya pun menjadi hamba tuan dari Arab, maka semau Anda, mau Anda sebut apa, dan mau dibanggakan yang mana, terserah!
-
Hamba-Mu (Allah) lebih mulia daripada suku Tamim semua yang sangat berjasa dan sangat dermawan dari suku Quraisy.
-
Kembalikan semua pada hamba-Mu (Allah) tanpa menyerang/berontak, Maha Suci Engkau tuan yang Maha Luhur dan Maha Besar. Dengan dasar tersebut dapat diketahui bahwa Basysyar sangat kuat iman dan taqwanya kepada Allah. Segala yang dia lakukan di dunia hanya semata untuk beribadah kepada-Nya, bukan unntuk memihak suku Arab ataupun suku asing/Persi. Tetapi yang lebih dari itu semua hanya untuk menghambakan dirinya pada Allah Swt, Yang Esa, Yang Maha Pemberi, Yang Maha Kasih. Itulah dasarnya, karena Islam sudah tidak pernah membedakan antar suku, jenis kelamin, bangsa, melainkan yang berbeda hanya taqwanya.
2. Sumber Kedua dalam Puisi Basysyar adalah al-Qur’an, seperti puisinya yang dikatakan pada Khalid Barmaki: aلر^دa لMيaارMوMع Sن^ الaإ،اMهaقSبMت MلMو
[ةMدaرMتSسgة[ مMارM عSنaمSمaعSاط SلgكMو Mف
Artinya: -
Maka ambil makanan dan berikanlah pada setiap orang yang tercela/aib, yang mau datang, jangan biarkan aibnya, karena aib itu tertolak. Dari puisi tersebut kita mengerti bahwa Basysyar tak segan-segan mengambil kata dari lafadz al-Qur’an: (36 :ر^ (سورة الحجMتSعgمSالM وMعaانMق Sا الSوgمaعSطMأMو اMهSنaا مSوgلgكMف
Artinya: -
Makanlah dari harta/rizkinya ambillah makanan darinya, sebagai orang yang gemuk dan berlemak. Basysyar pun memuji pahlawan gagah berani ‘Amr bin ‘Ala’ dengan puisinya pada saat si pahlawan perang pulang dengan berbagai hadiah/ghanimah: —الMقa ثMنSعMجMا رMنa بMنSعMجMا رMذaإMو
—ف^ةaخg مMنSدMرMو اMنaبMنSدMرM وaإMف اMذ
Artinya: -
Ketika kami tiba, kami ringan sekali tidak membawa apa-apa, ketika kami pulang, kami sangat berat (membawa hadiah-hadiah) Inipun Basysyar menukil yang tersirat dari makna ayat /firman Allah swt: ان—اMطaبgحSوgرMتMاص—وMمaح اSوgدSغMت
Artinya: “Mereka/burung-burung itu pergi pagi hari dengan perut yang kosong, tetapi nanti soresore pulang dengan perut yang kenyang.” Marilah kita kaji puisinya yang disampaikan pada tuan Abbas bin Muhammad, tetapi puisinya ini tidak dibalas dengan hadiah sepeserpun. Maka Basysyar pun meresponnya lagi: gلSوgهSجMم MوgهMاوºيaنM غgاهMرMت ت^ىMح
gهMتMرSسg عMكSنMى عaفSخg يMمSيaرMكSال aإ ^ن
Artinya: Sesungguhnya orang dermawan/mulia itu tidak mau menampakkan kesulitannya dan kepailitannya supaya Anda bisa melihatnya tetap kaya, padahal sebenarnya tidak mengerti Dalam puisi tersebut, Basysyar mengambil inti dari makna firman Allah Swt: (273 :اف—ا (البقرةMحSل a إM الن^اسMنSوgلMئSسMيMل SمgاهMمSيaسaب SمgهgفaرSعMت aف†فMت^ع الMنaمMاءMيaنSغ M أgلaاهMج S الgمgهgبMسSحMي
Artinya: “Orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak.” (al-Baqarah: 273). 3. Sumber Ketiga: Filsafat Yunani Kuno, India dan Persia
Dulu masjid Bashrah sebagai sentral terpenting dalam pengembangan ilmiah, masa Amawi. Di sinilah Hasan Basri mengembangkan dan mengajarkan “ilmu kalam”, Muta’zilah dipimpin Washil bin ‘Atha’. Basysyar termasuk murid yang datang ke masjid dan rajin. Ketika Washil berpidato, berargumentasi di depan Abdullah bin Umar bin Abdul Aziz. Di majelis inilah Basysyar pun menyambung dengan anlisisnya yang dalam tempo lama sekali. Demikian pula, majelis diskusi filsafat: Dia selalu rajin mendatangi dan berdebat dengan para gurunya. Demikian pula bantahan Basysyar terhadap pemimpin Majusi. Dia memakai “qiyas” seperti yang digunakan Iblis, seperti dia mau mengakui eksistensi Nabi Adam as. Adam dari tanah dan Iblis dari api. Api lebih suci daripada tanah. Dengan itu intinya: bahwa iblis lebih suci dan mulia dan utama daripada Adam. Basysyar pun mendasari pendapatnya dalam bentuk puisi: g الن^ارaتMانM كSذgم KةMدSوgبSعM مgالن^ارMو
KةMقaرSشgم gالن^ارM وKةMمaلSظgم gضSرMل Sا
Artinya: Bumi gelap, sedangkan api terang benderang, api disembah, semenjak dulu adanya api Sumber Persi. Sebagian puisinya bersumber dari ilham Ibnu Maqaffa’: tentang kejujuran dan kebenaran dan persahabatan: ini terilhami buku berjudul, “al-Adab al-Kabir” puisinya sebagai berikut:
gهgبaاتMعgتMل ىaال^ذMقSلM تSمMل MكgقSيaدMص
ب—اaاتMعgم aرSوgمgأS ال¢لgك ىa فMتSنgك اMذaإ
gهgبaانMجgمMو —ر^ةMب[ مSنMذ gفaارMقgم
gن^هaإM فMاكMخMأ Sلa صSوMد—اأaاحMوSشaعMف
gهgبaارMشMم وgفSصMس تaالن^ا †يMأMوMتSئaمMظ
ىMذMقSل^ الgار—ا كMرa مSبMرSشM تSمMلa إMتSنMا أMذ
Artinya: -
Jikalau setiap persoalan, Anda ingin mencelanya maka Anda tak berjumpa teman yang Anda tidak ingin mencelanya.
-
Maka sebaiknya hidup sendirian saja, atau menyambung para saudara (dengan teman), maka kadang tercela (berdosa), kadang Anda bertenggang rasa memaafkannya.
-
Jikalau Anda belum pernah minum berkali-kali pada air keruh, pasti terasa haus, insan mana yang air minumnya pasti jernih. Dari pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa ada dua cara dalam menjalin persahabatan dengan teman/masyarakat:
1. Pandai toleransi/memaafkan teman.
2. Pandai memaafkan diri sendiri, supaya tidak sombong. Ada puisi ghazal Basysyar ketika dia jatuh cinta pada seorang gadis cantik; ر—اSهM زMنSيMسMك aاضMي¢ الرgعSطMق
اMهaثSيaدM حMعSجMن^ رMأMكMو
ر—اSحa سaهSيaف gثgفSنMي KتSوgارMه
اMهaانMس a لMتSحMن^ تMأMكMو
Artinya: -
Seolah-olah gema dialognya seperti petakan teman-teman yang telah ditutupi bunga.
-
Seolah-olah di balik lidahnya, ada Harut yang meniup-niup jampi sihir. Jadi dengan hal tersebut, dia sangat tertarik dan kagum pada gadis cantik yang segala ucapan dan tindakannya tanpa cacat sedikitpun. Apalagi wajah yang sangat bersinar.
B. MENINGGALNYA Thabari, dalam bukunya, Tarikh Thabari, mengatakan bahwa akar persoalan terbunuhnya Mahdi adalah Basysyar. Setelah Mahdi memberikan satu daerah kekuasaan pada saudara Ya’qub bin Daud sebagai menteri di Mahdi. Basysyar pun merespon dengan mencelanya di hadapan Ya’yub: gرaابMنMم S الMكSيaخM أSنa مMضMف S د^تMاكMخMأ
ح—اaالMصaرaابMنMم S الMقSوMا فSوgلaمM حSمgه
Artinya: Mereka memberi beban pada Shalihan, di luar kemampuan (mimbar) itulah saudara Anda, dari sebab itulah, semua mimbar jati tergoncang Ketika Ya’qub menghadap Mahdi, melapor tentang cacian yang disampaikan, bahwa Basysyar mencaci Anda tuan, Mahdi pun menjawab: “Sial kau Basysyar, Mahdi pun bertanya, bagaimna caciannya?” Ya’qub menjawab dengan mohon ma’af pada Mahdi: aانMجMلSو ^الصMوaقSوgبSالaب gبMعSلMي aانMرgزSيMخ S ال¢رMى حaف ىMسSوgس^ مMدMو
aهaاتMمMعaى بaنSزMي KةMفSي aلMخ gهMرSي M غaهaبgا الMنMلMدSب Mأ
Artinya: - Khalifah sedang berzina dengan bibinya, dengan memainkan gitar kecapi. -
Allah telah menggantikannya dengan “yang lain”, dan menindas Musa dalam kebebasan putri Khaizuran Dari keterangan-keterangan tersebut, dapat diambil inti sarinya bahwa ada beberapa kata pilihan yang porno tidak pantas diucapkan oleh seorang yang bertaqwa:
1. Sebenarnya Ya’qub tak sampai hati menirukan puisi Basysyar. 2. Karena kata-katanya yang porno dan takut terhukum.
BAB II CONTOH TUJUAN PUISINYA Haja’ I. Haja’ pada Person: Haja’ ini terjadi antar person, yang saling ingin mencaci/menghina. Pertama, Hammad bin ‘Ajrad, ketika bertemu ayah Basysyar (Burdin) sebagai pekerja pembuat batu-bata. Ketika Basysyar menunjukkan padanya bahwa dua rumahnya itu terbuat dari batu-bata yang dibuat oleh ayahnya sendiri. Menanggapi hal itu Hammad ‘Afrad mengatakan: S الgلSثaمM فMكSيMل a إSأMسSخaد[ اSرg بMنSا ابMي
gانMسSن aإS الMلMتSنM أaالن^اسaىفaبSلMـك
aانMوMه¢لgكa بgهSنaم ىMلSوMأM وaـب
SلMكS الMنaر† مMش MتSنMأMل SىaرSمgعM لSلMب
aىالت^ب^انaن ذa الط^ي^اMنSابMي Mكaـح
Sيa رSنa مgنMوSهMأ aرSيaزSنaخSال gحSيaرMلMو
11
Artinya: Hai putra Burdin rendah dan hina sekali pekerjaanmu, bagai anjing di antara
-
manusia adalah Anda, bukan manusia -
Bahkan demi umurku, sungguh Anda-lah yang terjelek dari anjingnya yang lebih utama dari seluruh yang hina. Dan kentut babi pun, apakah itu terdiri dari kentutmu, hai putra tukang batu-bata
-
yang bercelana pendek. Setelah itu, ada orang lewat di depan rumah Basysyar, lalu bertanya padanya, mengapa ia bersedih dan menangis? Apa karena cacian Hammad? Demi Allah, saya tidak menangis karena cacian Hammad, tetapi saya menangis karena dia bisa melihatku tapi saya tidak dapat melihatnya, dia bisa menjelaskan diriku, tapi saya tidak dapat menjelaskan dirinya. Setelah Basysyar berusaha tidak menanggapi Haja’ Hammad, dengan mengatakan antara lain puisinya:
SىaرSيaصSبMتaب Sى¢مMى هMلMجS انMنSيaح MآنSالMف
—ةMظMافMحgي—ا مSقgب SوM أgتSص^رM قgتSنgك SدMق
aرSوgاجMسaب ط—اSوgبSرM مgحMبSنMي gبSلMكSالMو
ىaنgحMبSنMت gم^ادMا حM يMن^كMأ gتSب^ئMن
12
SىaرSيaدSصMت aافMوSجMأS الaجMهSنMم aر^ مSن MمSاحMو aرSوgزSنMم gرSيM غKتSوMصMد[وSيaدM حgابMب aرSيaعSىالa فMتSنMا أMم MرMمg عMبMأMلSهMم
13
SىaسMرM حSنa م¢يaحSال gبMلa كSر^تM هMنSيaحMأ ي—اaدMتSعg مa الن^اسgاةMوgغ ى¢نMب^ عMذMو [ةMقaصSلgم [ارMــعSشMأaي^ بMلaإ SـوgشSفMت
Artinya: -
Saya sudah lama menahan diri atau menjaga diri, sekarang ketika sudah jelas persoalannya, maksud yang kupertahankan makin gamblang.
-
Saya ulangi ceritanya: Hai Hammad, sebenarnya engkaulah yang (lebih dulu) menggonggongi saya, anjing yang menggonggong biasanya itu sedang diikat dengan dikalungi kayu di lehernya.
-
Ketika anjing hidup itu benci pengawasanku, dan memerahlah (kupingnya) ketika mengetahui jalan terobosan itu adalah tempat munculku (keluarku).
11
Al-Tabban (bi al-dlamm wa tasydid al-ba’): celana pendek yang dipakai oleh para petani. Lih. Al-Asfahani, al-Aghani (Mesir: Dar al-Kutub al-Mishriyah, t.t), juz. III, hlm. 12 Al-Sajur: Kayu yang digantungkan di punggung anjing. 13 Al-Jahidh, al-Bayan wa al-Tabyin, Tahqiq Abdus Salam Harun (Kairo: Maktabah al-Khanji, 1960), hlm. 30.
-
Makin kurang gemuruh/suara orang-orang yang keterlaluan itu, karena ada pintu besi yang memagari dan suara yang tidak memaksanya.
-
Tersebar luas puisi-puisi/lambang-lambang yang menempel, tapi tunggu sebentar hai Abu ‘Umar, Anda bukan orang yang menusuk lubang persembunyian musuh. II. Haja’ Pada Arab Fanatik Haja’ inilah terakhir pilihannya. Kalau setiap kali orang mencela, Anda keturunan Arab, sudah dijawab Anda keturunan Persia, sudah dijawab apalagi yang dipersoakan? Terakhir pilihannya pada Islam dan Allah semata-mata yang Maha Pengasih pada setiap hamba-Nya. Puisinya: 14
SرMعSشMمSال aشSيMرg قSنaمMو aالMعaفS الgلSهMأ 15
SرMبSكMأS الgلMجMأSال MكMلSوM مMانMحSبgس
اMه¢لgم[كSيaمMت SنaمgمMرSكMأ MكMلSوMم [عaافMدgم MرSيMغMكMلSوMى مMلaإ SعaجSارMف
Artinya: -
Tuan Anda lebih mulia daripada suku Tamim, semua orang yang sangat berjasa dan juga Quraisy yang dermawan.
-
Kembalilah pada Tuan Anda, yang tahan segalanya, Maha Suci, Tuan Anda Maha Agung dan Maha Besar. Dengan puisi tersebut, akhirnya Basysyar tidak pernah takut dan malah kalau dicaci-maki orang-orang karena sudah berpasrah diri pada Allah Swt. Yang Maha Kaya dan Maha Pelindung. III. Haja’ Pada Penguasa Kalau haja’ Basysyar kali ini memiliki tendensi khusus, yaitu agar bisa mendapatkan upah dan hadiah untuk sekadar mengisi perutnya, supaya tidak mati kelaparan. Karena hal inipun diperintahkan Allah Swt. dengan puisinya sebagai berikut:
gدSوgقSعM مaلSخgبSال ىaد—ا فMبMأ gهgبSلMقMو gدSوgهSجMم MوgهMا وºيaنM غgاهMرMت ت^ىMح gدSوg سgهgجSوMا أMهSيMلM عaنSوgيgعSال gقSرaز
14
gداSوgدSمM مaب^اسMعSال ىMلM عgارMسMيSال ^لMظ gهMتMرSسg عMكSنMى عaفSخgيMل MمSيaرMكSن^ الaإ KلMلa عaهaالMوSمM أaلSيaخMبSلaلMو ىMلMع
gدSوgجSالaرMهSظM يSمMة[ لMعMس ىMلM عSرaدSقMت
SمMلM وMلSيaلMقSال MىaطSعg تSنM أMتSكر^هMت اMذaإ
MدSوgعSالaقaرSوg يSمMل اMذaإgارMم¢ىالثMجSرgت
اMمM فaالMلن^وaل ىMجSرgر[تSيMخaب MقMرSوMأ
Al-Fa`al: nama untuk perbuatan-perbuatan baik, seperti dermawan dan lain-lain. Ahmad Husnain al-Qarni, Diwan Basysyar wa Syarhuhu wa Nasyruhu (Kairo: Mathba`at Syabab, t.t), hlm. 124. 15
gدSوgمSحMم MوgهMر—ا فSقMف ^دMا سMل^مgكMف
16
gهgل^تa قMكgعMنSمMت MلMوMالMث^ الن^وgب
Artinya: -
Kemudahan senantiasa melimpah ruh di hadapan Abbas, tetapi hatinya selalu pelit yang sangat kuat ikatannya.
-
Sesungguhnya orang dermawan adalah ingin menyembunyikan kesulitannya, sampai Anda melihatnya “kaya” padahal itu sebagai ijtihadnya.
-
Bagi si kikir mengawasi hartanya adalah “alasan” mengawasi rizki dari sumbernya dari tangan/wajah kotor.
-
Jikalau Anda benci ingin memberi “pada saat harta sedikit” Anda pun tidak mampu memberinya pada saat harta yang melimpah ruah, tidak mungkin bisa dermawan.
-
Berdaunlah dulu dengan kebaikan, diharapkan nanti bisa berbuah dan memanennya. Kapan panen jika pohon itu tidak berdaun dulu?
-
Tebarkan dan perbanyaklah penerimaan sedekah, jangan menolaknya, saya katakan: makan secukupnya, ala kadarnya bisa menutupi kebutuhan dan kefakiran itulah yang terpuji. Dari puisi tersebut intinya adalah: Berilah sedekah pada siapapun yang membutuhkannya, pada saat rizki itu banyak ataupun sedikit, karena Allah. Tanamkanlah kebaikan pasti Anda menuai kebaikan pula. Allah yang Maha Membalasnya.
Madih Puisi Basysyar bisa dinilai pujian/madh/madih, itu tidak terlalu sulit untuk membedakannya, walaupun Basysyar dikenal sebagai penyair haja’. Ini senjata utamanya yaitu kemiskinan/kefakiran. Untuk mempengaruhi orang pujaannya, dia harus menunjukkan kemiskinannya agar terpengaruh dan memberikan banyak hadiah. Dengan itu dia menimbang/mengukur seseorang itu termuliakan dan paling dermawan, apabila nilai dan jumlah hadiah pemberiannya yang terbesar. Apakah itu khalifah, amir, wali, ataupun wazir. Baik itu komandan perang ataupun orang biasa. Puisi-puisi ini berarti menunjukkan kemiskinannya yang ditonjolkan lebih dulu: puisi ini ditujukan pada Sulaiman bin Hisyam, diambil dari Basysyar bin Burdin, tulisan Ali Najib `Athwiy:
16
al-Qarni, Diwan Basysyar, hlm. 74.
اMهgلSيaح Mد^ رM جMنSيaة[ حMلaائMقMو Sيaل
gبgكSسMتMو gدSوgجMت اMهSيMنSيM عgانMفSجMأMو
gب¢رMغgم اMاهMوMهSنMعKوSأMشMكaلMذMو
[ةMعSيaش aرSيMى غa فMانMرaح ىMلa إKادMغMأ
gبMهSذM مaةMفSيaلMخSال aنSابMاءMرMوMسSيMلMو
ىMنaغSالMبMلMى طaنMتSل^فMك اMهM لgتSلgقMف
17
gبMلSعMذgاءMنSجMوMو ÉيaفMل M عKرSوgكMو
aهaفSيMد† سM حaهaيSعMس ت—ىMف Sنaم ىaفSكMيMس
gبMعSصMمMو KبSوgكgر اMهSنaىمMالص†وgاتMنMب
اMهaىبMمMرaهSيMلMع KارM دSتMرMعSوMتSاس اMذaإ
gبaرSضM يMاءMج SنMمgالMعaفSالMكgلaافMوMن
ىaلaائMسM رSتMلMحMتSار aمSوMى يMلaإ SيaدaعMف
gب¢بMصgاء[ تMمa دSنMع gل^فaإ aرSصgتMف
gهMلSيM خMنSيaل¢يMخgم م—اSوMيgتSدMصMق اMمMو
18 19
20
Artinya: Dia (gadis) mengatakan padaku, ketika kami meninggalkannya terlihat di kedua
-
pelupuk matanya bermuram dan mengalirkan air mata. Apakah besok akan pergi ke Haran tanpa diikuti oleh rombongan, itulah situasi
-
gambaran tentang hati dan kemaunnya yang jauh. Saya katakan padanya: Anda-lah yang membujuk saya agar saya giat mencari
-
kebutuhan dan kekayaan. Sudahlah percaya pada saya bahwa segala sesuatu kalau susah menyerah dan berdiri di belakang Ibnu Khalifah/putra pemimpin, tak perlu ada pendapat yang diperdebatkan lagi. Pemuda itu akan merasa cukup dengan usaha kerasnya, untuk mengasah tajamnya
-
pisau/pedangnya. Dan sarung pedang `Ilafi itulah yang tercepat. -
Jikalau ada rumah/tempat kelihatan angker, padahal mau disinggahi, maka ditandai batu-batu sebagi petunjuk rombongan/bagi orang yang mendapatkan kesulitan.
-
Kembalikan kondisimu seperti semula, yaitu hari saya berangkat dan menjemput surat-suratku. Seluruh kebaikan dan hadiah-hadiahmu lah yang sangat berjasa di kala ada orang datang yang mau sowan padamu.
-
Suatu hari saya bermaksud membayangkan hal-hal yang tidak-tidak (sebagai imaginasi saja), tiba-tiba Anda-lah yang merubahnya menjadi kenyataan, yaitu saya melihat darah segar yang sedang mengalir.
17
Mugharrib: jauh. Al-Kur: laki-laki. Al-`Allafiy: nisbat kepada `Allaf bin Thuwar karena dia adalah orang pertama yang melakukannya. Dzha`lab: cepat. 19 Al-Shuwa: jamak dari Shuwat: batu yang dijadikan sebagai tanda yang menjadi petunjuk dalam pertempuran. 20 Al-Ashfahani, al-Aghani, jil. 3, hlm. 418 dan al-Qarni, Diwan al-Basysyar, hlm. 18. 18
Dari untaian puisi tersebut dapat diintisarikan bahwa kepergian Basysyar ingin menjumpai raja pujaannya, itu dari tempat yang jauh sekali, dengan cara menempuh jarak yang sangat jauh, tersiksa di perjalanan, kepanasan dan kedinginan yang menyakitkan, siang dan malam. Dia berangkat sendirian, tanpa ditemani siapapun dalam keganasan perjalanan. Kepergian itu untuk merealisasikan adanya kebutuhan, yang selama ini hanya mimpi-mimpi belaka, bahwa isi pujan itu sangat kaya, itulah Ibnu Khalifah. Pemuda pelancong itulah Basysyar, yang nekad bertemu Ibnu Khalifah di Haran, yang berdiri tegak dengan mata pedangnya, dan kecepatan kendaraannya, serta kegigihan yang tiada tara, halang rintang. Basysyar pun bertekad seandainya di jalan menjumpai kesesatan, maka istirahatlah sebentar sambil mencari-cari jejak pejalan terdahulu, mungkin berupa batu atau mungkin sisa-sisa perbekalan dan sampah-sampah tanda di jalan agar selanjutnya tidak tersesat. Semoga Ibnu Khalifah sudi menyediakan perbekalan-perbekalan pulang pergi, misalnya; air sangat penting untuk mengusir haus di terik matahari. Dalam siang malam selalu berharap dan mencari petunjuk. Di kala malam, dilihatnya bintang-bintang yang mana yang menuju ke arah kediaman Khalifah yang masih sangat muda. Hal ini terjadi seolaholah melamun, ternyata benar, bahwa sang pujaan baru tiba dan menang dari perang, sehingga seluruh peralatannya masih segar dan lengket darahnya. Itulah darah musuh yang baru dihabisinya. Ghazal Pertama, ghazal yang diciptakan Basysyar yaitu ghazal pada Fatimah, ketika itu Fatimah sedang menyanyi, kebetulan Basysyar sedang lewat dan mendengarkan suaranya. KةMنSو gنSكM مKي^ةaرSحM بKر^ةgد
SرM الد†رaنSيM بSنa مgرaا الت^اجMهMازMم
SرaصMبSالgفSوgفSكM مMتSالن^ع gدSيaجg يSلMه
اMهM لSىaتSعM نSنaم MةMمaاطM فgتSبaجMع
8ر3ط3ق5ل8ح3ك8 ال3س>ل8غ5 يNن8ي5 ع3ع8م5د 3ه5ن5س8ح5ال> أ5و ا5 م8ب>ى5ب>أ SرMالس^هgمSعMاطM مMمSوMيSالSىaنSوgلMأSاسMو SمgكMحSيMا وSوgبMه gاالن†و^امMي†هMأ
21
Artinya: -
Mutiara laut mengkilat itu tersembunyi, para pedagang mutiara yang ahli tentu bisa membedakannya dengan mutiara-mutiara lain.
21
Al-Ashfahani, al-Aghani, jil.3, hlm. 171- 172.
Saya kagum pada Fatimah yang pernah mendengar keterangan gambaranku
-
tentang dia, apakah keterangan itu benar, ketika dilakukan oleh orang yang matanya buta? -
Demi ayahku, demi Allah, alangkah indahnya air mata Fatimah ketika menetes dan tetesan itu sampai menghapus celak matanya.
-
Hai penidur, usirlah kemalasanmu, dan tanyalah padaku, bagaimana indahnya rasanya bergadang pada hari itu? Berdasarkan intisarinya puisi tersebut, dapat disingkat: -
Kecantikan itu sangat mahal, bila letaknya tersembunyi bukan terbuka, ini seperti kecantikan Fatimah.
-
Dialog sebagai dasar keterbukaan antara Basysyar, Fatimah dan ibu Fatimah.
-
Basysyar ingin mengajak orang-orang yang belum pernah menikmati bulan madu, saat yang sedikit tidur. Kedua, ghazal Basysyar yang diciptakan khusus untuk gadis pujaannya, sangat cantik matanya sangat indah, jelas antara putih dan hitamnya. Berikut puisinya: ر—اSكg نMدSزMت g ادSىaتMلSي Mا لMي
22 ر—اSكaبgتSبMبSحM أSنM م¢بgح Sنaم
ر—اSمM خaنSيMنSيMعSالaب aكSتMقM سaك
23
ر—اSهMن زMيSسMك aاضMي¢الرgعSطMق
24
ـSيMلaإgتSرMظM نSنaإ gاءMرSوMح اMهaثSيaدM حMعSجMر ^نMأMكMو
Artinya: Aduh malamku, Anda makin tidak percaya, karena sangat cantik (itu aneh) luar
-
biasa, karena cinta seseorang saya yang mencintai gadis. -
Bidadari, jika melihat Anda, dengan kedua matanya seperti dia memberi minum Anda dengan minuman keras.
-
Seolah dalam gema bicaranya terdapat petakan-petakan yang menutup bungabunga. Ritsa’ (Ratapan) Ketika putra Basysyar meninggal dunia masih dalam usia remaja, dia sangat terkejut dengan ucapannya: 22
Al-Nukr: sesuatu yang gawat. Al-Hur: Jelasnya putih mata dan legamnya pelupuk. 24 Raj`u al-hadits: gemanya. 23
gهgتSرMظMتSانMفMعMو gهgتSد KبSيMغM وgهgتSج^لMعMت KلSكa ثMو gهgتSن MفM دKدMلMو
Artinya: Putra telah saya kabur, kehilangan malah saya percepat, ketiadaan malah saya janjikan, kemudian saya tetap menunggunya. Demi Allah kalau bukan terkejut karena kekurangan saya-pun tidak akan gembira karena ada tambahan. Inilah ratapan Basysyar pada saat putranya meninggal dunia. Kepergian putranya sangat mengecewakannya, seandainya nanti diganti oleh Allah Swt. dengan putra yang akan datang diapun tidak menyambut dengan gembira sebagaimana disebut dalam puisinya:
aبSيaرMل† قgم^ كMهSال ^يMلMى عMقSلMأMو 25 aبSيaجMعaب gهgتSي¢لgم SوM لMانMك اMمMو
gهgنSص g غMقMرSوM أMنSيaي^ حMنgب MبSيaصgأ gهMوSحM نaي^ةaنMمSال aاعMرSسaإa لgتSبaجMع
Artinya: Saya diuji musibah dengan meninggalnya putraku, pada saat dia usianya sedang
-
berdaun dan berkembang (remaja), dia telah memberikan kegundahan pada setiap orang yang dekat dan famili. -
Saya sangat terkejut, karena ajalnya, yang begitu cepat datang terhadapnya. Belum cukup saya menikmatinya dengan kebanggaan. Dari puisi di atas, dapat diintisarikan bahwa Basysyar dengan peristiwa meninggal putranya itu terdapat beberapa poin penting: 1.
Sungguh musibah besar menimpa diri dan keluarga besar Basysyar semua sedih.
2.
Meskipun sadar itu tak dapat dihindari, dia tetap sadar itu merupakan takdir Allah Swt., yang nanti sebentar lagi dia pun tak luput dari kematian menyusul. Oleh sebab itu, perintahnya, saya tetap setia akan menunggu hidayah agar/kematian itu. Karena kalau sudah ajal datang, tak mungkin saya bersembunyi dan lari. Ataupun kalau belum datang ajal, tak mungkin saya membuat undangan khusus kepada malaikat Izrail agar segera datang menjemput nyawa jasadku. Ini semua tak mungkin. Namun, di kala menghayati waktu begitu cepat datang, dia sangat terkejut,
3.
mengadu pada Allah Swt. Sanag Pemberi kenikmatan besar, al-Wahhab, al-Malik, al-Quddus. Seolah-olah ia mengadu: “Engkau begitu cepat mencabut kenikmatan ini?! Kiranya saya belum cukup menikmatinya.” 25
Mullituhu: aku menikmatinya.
Fakhr Sumber fakhr Basysyar yang utama dari dirinya sendiri, kemudian menyebar/merembet pada suhu dan familinya. Misalnya: Bani ‘Amir, Bani Mudhar, Bani Qais, Bani Quraisy, Bani Ailan, Bani `Uqail. Contoh puisinya:
gارMمaادMهSيaم†ر[فMدMتaل MانMكMف
[سSيM قgلSيMخ [م†رMدMتa بSتMانMك SدMقMو
26 aاقMنSعMأSال ى¢لM طSنaم aفSالس^يgعaضSوMم
[بSعM كaنS بaلSيMقgى عaنMب ىaن^نaإ Sنaم
ا5 الد]م3ط>ر8م3س>ت8مWالش 8و5أ 5اب5ا ح>ج5ن8ك5ت5ه
NةWر>ي8ض3 م5ة5ب8ض5غ 5ن8ض>ب5غ ا ا5م ا5إ>ذ
Artinya: -
Dulu sudah terjadi, kehancuran kuda Bani Qais, maka dengan ini sebagai pelajaran, untuk menghancurkan orang-orang yang tak bertanggung jawab pada kehancuran itu. Sesungguhnya saya ini dari Bani `Uqail bin Ka’ab, ahli dalam menaruh pedang di
-
pangkal leher. -
Jika kami marah dengan cara marah Bani Mudhar, maka kami akan bisa menghabiskan tutup/hijab matahari atau bahkan bisa menghujankan darah. Hikmah Basysyar bin Burd (Basysyar bin Burdin), untuk selanjutnya disingkat “Basysyar”. Dia menanggapi hidup ini seperti penyair lainnya, penuh dengan ujian dan cobaan hidup. Bergaul dengan masyarakat dan bisa mendamaikan mereka meskipun mereka dalam pertengkaran yang hampir saling membunuh atau saling memukul. Hanya kepada Basysyarlah ada tumpuan harapan air sejuk pendingin obat pada kepala dan telinga yang mudah panas. Dengan pengalaman itu, Basysyar mengatakan antara lain bentuk puisi :
gهgبaاتMعgتMل ىaال^ذMقSلM تSمMل MكgقSيaدMص
ب—اaاتMعgم aرSوgمgأS ال¢لgك ىa فMتSنgك اMذaإ
gهgبaانMجgمMر^ة— وMم27[بSنMذ gفaارMقgم
gن^هaإM فMاكMخMأ Sلa صSوMد—اأaاحMوSشaعMف
gهgبaارMشMم وgفSصMس تaالن^ا †يMأMوMتSئaمMظ
ىMذMقSل^ الgك ار—اMرaمSبMرSشM تSمM لMتSنMأ اMذaإ
28
Artinya:
26
Al-Thalli: pangkal leher. Bentuk mufradnya adalah thaliyyah atau thilat. Muqarif: partisan, pelaku. 28 Al-Ashfahani, al-Aghani, hlm, jil. 3, hlm. 237. Lihat pula: Ali najib `Athwiy, Basya bin Burdin (Beirut: Dar al-Kutub, cet. I, 1990), hlm. 123. 27
- Jikalau Anda dalam tiap persoalan-persoalan hidup itu saling mencaci pada teman Anda, Anda tidak akan dapat bertemu/mendapat teman yang tidak tercela/cacat. -
Oleh karenanya, maka hiduplah sendirian, atau sambunglah tali persahabatan dengan saudara Anda, karena percampuran dosa, pada suatu saat, dan bisa saling berteman/berdampingan di saat lain.
-
Jikalau Anda belum pernah minum (pengalaman minum) air keruh, Anda selamanya kehausan. Dan manusia seperti apa yang air minumnya selalu bening? Demikian singkatnya tentang puisi Basysyar bahwa setiap orang itu harus pernah mencicipi pengalaman pahit dalam hidup ini. Seseorang pernah bersalah. Dan kesalahan itu jangan dicela selalu. Justru kita hendaknya bisa memaafkan seseorang, semoga kesalahannya bisa menjadi guru terbaik baginya. Anda-pun bisa memakluminya dan memaafkannya, jikalau tidak, Anda akan mencela setiap orang, sampai Anda tak dapat teman satupun. Jikalau sudah demikian, maka sekarang pilih hiduplah sendirian, karena Anda tidak mau melihat/mendengar kesalahan orang/teman lain, hiduplah dengan pahit/sengsara sendirian. Atau Anda akan hidup pergaulan dengan orang lain yang di dalam masyarakat terdapat berbagai kesalahan/musibah/kekurangan/ kecerobohan/kelalaian, yang kadang disengaja, kadang tidak disengaja. Pada saat itu, bersiap-siaplah untuk menerima/melihat kesalahan kawan/orang-orang lain selalu mnejadi. Rasanya memang tidak tahan, pahit sekali. Tetapi justru pahit itu diharap bisa menjadi obat mujarab. Kapan Anda akan bisa merasakan sembuh kalau tidak pernah merasakan pahitnya obat? Jadi kalau mau sembuh, harus mau minum obat pahit dulu, seprti contoh puisinya:
aمaازMحaةMحSيaصMح[ نSيaصMن SوM أaيSأMرaب aمaادMو MقSلaلKو^ةgقMىaافMوMخSال ^نaإMف aمaائMقaب Sد¢يMؤg يSمMل [فSيMسgرSيMاخMمMو
30
aمaائMنa بMسSيMل MمSزMحSن^ الaإMف م—اSوgؤMن 31
aمaالMظMمSال aلSوgبM قSنaم KرSيM خaبSرMحSال اMبMش
SنaعMتSاسMفMةMرSوgشMمS الgيSاالر^أMذaإ MغMلMب —ةMاضMض M غMكSيMلMع ىMرS الش†وaلMعSجMت MلMو 29 اMهMتSخgأ †لgغSالMكMسSمM أÌفMك gرSيMاخMمMو
SنgكMتMلMوaفSيaلض^عaل اMنSيMوgهSال ¢لMخMو KةMمMلMل^ ظaإ MطSعgتSمMالMذaإ SبaارMحMو
Artinya: Jikalau saling berpendapat itu sudah mau bermusyawarah, maka tolonglah, dengan
-
bentuk memberikan pendapat – tausiyah – atau nasehat yang agak keras. 29
Al-Ghull: besi yang mengikat tangan dan punggung tawanan. Disebut juga: al-Jami`ah. Ali Najib `Athwiy, Basysyar, hlm. 124. Lihat pula: al-Ashfahani, al-Aghani, jil. 3, hlm. 150. 31 Ali Najib `Athwiy, Basysyar, hlm. 124. 30
-
Jangan jadikan bentuk musyawarah itu menjadi campur kemarahan karena sesungguhnya asal-usul ketakutan bisa menjadi satu potensi berani yang sangat besar.
-
Sebaik-baiknya tangan adalah tangan yang bisa mengekang diri dan saudara dan sebaik-baik pedang adalah yang terikat dengan pemiliknya.
-
Biarkanlah orang-orang lemah secara perlahan-lahan, dan jangan menjadi penidur, karena sebenarnya minat itu tak pernah tidur.
-
Kobarkan perang! Jihad! Jikalau tidak dilakukan pasti menadpat kezaliman, maka memulai perang itu lebih baik daripada menerima kezaliman. Dari kelima bait puisi tersebut, bisa diambil suatu pendapat, dalam menyikapi hidup yang serba heterogen yaitu: 1. Hidup itu perlu saling tolong-menolong dengan orang-orang lain, orang yang kaya perlu orang yang miskin, yang pintar perlu murid/mahasiswa, yang berpangkat perlu orang yang diatur/rakyat. 2. Orang-orang yang berjualan perlu pembeli, masyarakat petani perlu masyarakat industri, masyarakat badui perlu masyarakat madani. 3. Dalam menghadapi hidup perlu sikap damai dan berlapang dada, banyak toleransi, jangan sampai menyulut pertengkaran/perang, karena sebaik-baik pemilik senjata (pedang) yang bisa membiarkan pedangnya tertidur nyenyak. Dalam tujuan bermusyawarah, menurut pendapat Basysyar, yaitu sangat penting dilakukan di mana saja dan kapan saja kalau ada tuntutan harus bermusyawarah. Dalam bermusyawarah itu, seseorang tidak boleh ragu-ragu mengajukan pendapatnya, dengan berbagai argumentasinya secara terus terang. Tidak bisa saling mendendam, tapi sebaiknya saling ikhlas untuk mencari kelurusan dan kesejajaran. Dengan itu hendaknya seseorang bisa memaafkan kawan-kawan yang masih lemah/bodoh, namun bukan berarti lengah terhadap persoalan-prsoalan penting, tetapi selalu siap siaga, minat dalam mencari posisi strategis, karena minat itu tak kenal lelah, tak kenal tidur. Dengan itulah seseorang jangan sekali-kali ingin menghunus pedangnya kalau ingin mendapatkan haknya dalam hidup ini. Karena sikap perang dan berperang, dan mati karenanya lebih baik daripada hidup di bawah naungan kezaliman. Seperti telah kita dengarkan bersama tentang nasehat kata-kata mutiara sebagai berikut:
SهgبMهMذ [ئaرSمaل MكMلSبM قMقSبMي SمMل
[بMهMذSنMعaاتMبaاجMوSالaب aنSغMتSاسMو
SهgبSذaىكMتMفSر^الMاضMب^مgرMلMهوa بMتSرMضMا حMم gلMضSفMأ gقSد¢الصMو
SهgبMعMت gهgدSوgؤMي MادMوMجSن^ الaإ
32
هaعaبSتg مMرSيMغ MكaقSيaدMص SنaمSذgخ
Artinya: Kalau Anda ingin menunaikan kewajiban, maka jangan menghitung harta (emas),
-
karena dari dulu seseorang yang ingin berjuang menunaikan kewajiban tak menyisakan seikitpun. -
Kebenaran itu lebih utama pada saat Anda hadir, karena, biasanya seorang pemuda itu mendapat kecelakan akibat dari dustanya.
-
Ambillah tali persahabatan itu, tanpa melakukannya karena kemuliaan itu mengalir tanpa melelehkannya. Dari bait-bait tersebut dapat diambil intisari hikmahnya bahwa Basysyar menasehati orang-orang kaya yang memiliki harta; janganlah mereka sekali-kali mengekang dan membelenggu harta itu, berikanlah pada orang-orang yang berhak dan membutuhkannya. Jika tidak demikian, maka harta dan pemiliknya akan sia-sia belaka, bisa masuk neraka bersama-sama. Dan harta itu menjadi bahan bakarnya. Meskipun seolah-olah harta itu terbagi-bagi dalam pembagian warisan, karena mereka yang menerima itu akan membelanjakannya dengan berhamburan karena mereka tidak bersusah payah dalam mengumpulkannya. Sedangkan orang-orang pelit yang sangat ingin menjaga hartanya dari kepunahan/kerusakan/kehancuran, mereka itu menjaga harta tidak untuk dinikmati sendiri, tapi dinikmati dengan orang-orang lain. Dengan demikian seperti perilaku orang-orang yang menempatkan posisi anjing pada tempat harimau, sedang mengharap seekor binatang buruan, tentu itu salah besar. Dengan kebenaran yang dilakukan, seseorang akan mendapatkan kemuliaan, keagungan hidup, karena itu sebagai penyelamat, tetapi dengan bohong bisa menjadi perusak. Hidup yang sangat heterogen, perlu diantisipasi dengan lembut, toleransi satu dengan yang lain, jangan sering membebani teman-teman (saudara-saudara) dengan sering meminta, yang kadang-kadang memberatkan saudaranya. Seorang dermawan tak mungkin meminta saudaranya yang tak mungkin ditanggungnya. Manusia berhias dengan bajunya, jika bajunya baik, pemakainya jadi baik pula, jika buruk jadi buruk pula (hina).
32
Ali Najib `Athwiy, Basysyar, hlm. 124-125. Lihat pula: Muhammad Ridlwan Dayat, A`lam al-Adab alAbbasiy (Libanon: Dar al-Kutub, 1971), hlm. 180.
Untuk itu, sebaiknya orang beramal dengan sisa-sisa umurnya itu, sebelum datangnya ajal yang tanpa diketahui kapan akan datang? Hanya Allah Swt. saja yang Maha Mengetahui hal itu. Ajal pun tidak dapat ditunda kalau sudah mau datang, walaupun manusia yang didatangi itu telah bersembunyi di dalam benteng kokoh.
BAB III KRITIK SASTRA
A.Kritikus Klasik Dan Modern Baik kritikus klasik maupun modern, mengkritik Basysyar setelah mempelajarinya dan memberi komentar. Keistiwewaan syair Basysyar banyak sekali, antara lain: 1.
Dalam mencari gambaran bayani sangat indah.
2.
Memberi dialog yang harmonis antara orang pertama, orang kedua, maupun orang ketiga, meskipun dia itu orang buta. B. Contoh-contoh Puisinya: اMنaسSوgؤg رMقSوMف aعSلن^ق اMارMثMن^ مMأMك
33 gهgبaاكMوMك ىMاوMهM تKلSيMا لMنgافMيSسMأMو
Seolah-olah pengaruh genangan air di atas kepala. Pedang-pedang kita bisa
-
memperoleh malam yang bintang-bintangnya sedang cemerlang Dari puisi tersebut dapat dipertanyakan, bahwa dia dapat melihat dan seolah-olah melihat dengan mata kepalanya tentang keindahan dunia ini, di saat malam yang cemerlang, karena disinari oleh sinar-sinar bintang yang penuh di langit. Betapa indahnya pemandangan itu. Dari mana dia mendapat cerita itu, kalau bukan karena kecerdasannya, karena selama ini dia belum pernah melihat dunia sama sekali. Justru kebutaannya makin mempertajam kecerdasan hati nuraninya dan kreasinya. Seperti ini puisinya dalam Basysyar bin Burdin halam 129 –130:
MلaئSوM مaمSلaعSلa ل¢ الظ^نMبSيaجMع gتSئaجMف MلMصM حgالن^اس Mي^عMا ضMا مMذaب[ إSلMقaل MلMهSسMأ gرSع¢ الشMنMزSحMا أMمgلSوgقMي اMذaإ
34
ىMمMعSالMنaمgاءMالذ^كMو ن—اSيaنM جgتSيaمMع د—اaافM رaمSلaعSلa لaنSيMعSال gاءMيa ضMاضMغMو gهMنSيM بSتMمMءMل aضSالر^وgزSوgنgك KرSعaشMو
Artinya: Saya buta sejak lahir, tetapi justru kebutaan itu membawa kecerdasan khusus,
-
maka saya sangat heran, saya bisa mencintai ilmu pengetahuan yang sempurna. -
Dan rupanya cahaya mata itu, bisa menyelinap dan bangkit kembali di saat menghadapi ilmu pengetahuan, untuk mengasah hati nurani, jika seseorang itu mau menghadapinya supaya berhasil.
33
Ibnu Khalkan, Wafiyyat al-A’yan (Mesir: Isa al-Babili, t.t), hlm. 26. Husain Manshur, Basysyar bin Burdin Baina al-Jidd wa al-Mujun (Mesir: al-Maktabah al-Tijariyah alKubra, 1930), hlm. 45 dan lihat pula: Ali Najib `Athwiy, Basysyar bin Burdin (Beirut: Dar al-Kutub, cet. I, 1990), hlm. 129 – 130. 34
-
Puisi itu merupakan khazanah teman, yang tepat dengan situasi dan kondisi yang ada di sekitarnya, jikalau puisi tidak dapat dibuat sebagai khazanah harta maka akan tercecer tak berarti. Dulu al-Asmu’i pernah mengatakan kritiknya dan penilaiannya, bahwa Basysyar itu sebagai penutup penyair. Demi Allah, kalau bukan karena umurnya yang terlambat datang, pasti akan keunggulkan dia melebihi penyair-penyair lain. Ibnu Mu’taz mengatakan bahwa Basysyar adalah tokoh pada masa itu di antara penyair-penyair yang lain, baik dalam bentuk puisi ataupun keputusan yang diputuskannya: meskipun dia matanya buta.35 Ibnu Mu’taz mengulangi lagi pendapatnya:
1.
Basysyar itu termasuk ahli pidato.
2.
Basysyar itu termasuk ahli Balaghah.
3.
Basysyar itu termasuk ahli ilmu yang tak seorang pun menolak pendapat Basysyar.
4.
Basysyar itu termasuk ahli puisi, yang tak seorangpun menolak puisinya. Kriteria puisi Basysyar itu sebagai berikut:
1.
Puisinya lebih bersih.
2.
Puisinya lebih jernih dari pada kaca.
3.
Puisinya lebih lancar diucapkan di mulut daripada meneguk air tawar. Sebagai contoh dari bukti kebikan tersebut, yaitu : SمMنM أSمM لMلMو SنaكSىaلSيM لSلgطM يSمMل
36 aمMلM أgفSيMى طMرMكSالMىع¢ن MىaنMفMو
Malamku tidak bisa ditunda (diperpanjang), tetapi anehnya saya tidak bisa tidur, saya pun tidak bisa diusir dari bayanganbayangan/gambaran mimpi yang menyakitkan
tidak bisa tidur), berarti bahwa Basysyar memberi maksud kalau mimpinya itu bukan hanya)
SمMنM أSمMل Dari makna
sekadar bayangan/lamunan/gambaran belaka, tetapi justru mimpi yang mengandung kesakitan/rasa sakit. Dengan ini dapat ditegaskan bahwa imajinasi/khayalan orang yang dicintai terus terbayang-bayang bagi yang mencintainya, baik pada saat sadar ataupun pada saat tidur, baik pada saat diam, maupun saat bergerak. Dia melihat dengan mata kepalanya, sebagaimana dia bisa .melihat dengan mata hatinya :Diapun dikatakan kalau memuji, pujiannya terbaik. Contoh puisinya sebagai berikut
ى¢دMعgيaه¢فM كSنaم MدSوgجSن^الMأaرSدMأSمMلMو
37
^ىaنMغSال ىaغMتSبMأ gف^هMى ك¢فMكaب gتSسMمMل :Artinya
Saya menyentuh dengan telapak tanganku, pada telapak tangannya, untuk menggapai kekayaan/kecukupan, sedangkan saya sendiri tidak mengerti bahwa kemurahan/kedermawanan yang dari telapak tangannya itu menyakitkan
35
Afifuffin al-Yafi`iy, Mir’at al-Jinan (Kairo: Dar al-Ma`arif, t.t), hlm. 346. Ali Najib `Athwiy, Basysyar, hlm. 130 dan lihat pula: Husain Manshur, Basysyar bin Burdin, hlm. 405. 37 Ali Najib `Athwiy, Basysyar, hlm. 133. 36
SىaدSنaا عM مgتSفMلSتMأMف SىaائMدSعMأMو gتSدMفMأ
ىMنaغSوالgوMذMادMفMا أM مgهSنaمMلMف اMنMأ
38
:Artinya Orang-orang yang memiliki kekayaan tidak mau menggunakan kekayaannya (berderma) secara maksimal, saya tidak termasuk kelompok itu. Oleh karena itu saya telah menggunakan (menghabiskan) segala yang saya miliki. Ini sungguh berbeda dengan prinsip musuh-musuhku
Ibnu Qutaibah mengajukan kritiknya tentang Basysyar. Menurutnya, Basysyar adalah salah seorang yang tidak fanatis 39
.dalam menanggapi puisi, dan juga tidak memaksa diri dalam berpuisi. Dia termasuk ahli puisi masa Muhdatsin :Bukti dari pada pujian Basysyar yang lebih fasih, sebagai berikut
اMابMم^ هgة— ثMرSقg نMابMبSال MرMقMن
[بSيaبMس^ حM حgتSعaمMس ى¢نMأMكMف
40
Maka seolah-olah saya mendengar perasaan kekasih yang sedang mengetuk pintu sekali saja, tetapi setelah itu hilanglah rasa takut dan ragu yang ada
:Di sini diambil pelajaran bahwa 1.
Ada gerakan udara/cuaca yang menunjukkan sekilas “kekasih datang”
2.
Perasaan ini tidak dapat dirasakan kecuali bagi orang yang sedang menunggu kehadiran kekasihnya, sehingga tandatanda di badan; menggigil sampai ke jantung.
3.
Detik-detik gerakan kehadiran tamu kekasih, yang menimbulkan rasa takut, diintai orang-orang yang mengintainya.
4.
Tiada rasa gemetar/takut/deg-degan, kecuali karena jantung hati sedang menunggu/merespon/kehausan cinta. :Basysyar-pun diakui ghazalnya lebih fasih dibanding yang lain, contohnya sebagai berikut
aش^اقgعSال MعaارMصMم ىMشSخMأMو
aكSيMنSيMع MرSحMىبaهMتSشM أaالMو اMنMأ
41
:Artinya Demi Allah, saya ingat bergairah bila melihat lautan kedua mata-mu, namun saya pun sangat khawatir, kalau terjadi persengketaan dari orang-orang yang menanggung rindu
:Pelajaran yang dapat diambil yaitu 1.
Bahwa Basysyar sangat fasih dalam memuji/merayu kekasihnya, karena sangat cantik.
2.
Sampai kecantikan itu ada pada (kedua mata)-nya sangat cantik/indah menawan.
3.
Sungguh menawan mata itu, sampai dikhawatirkan kecantikan itu, jangan sampai ada hal-hal yang bisa menyedihkan/membuat sedih, sehingga menangis. Kalau mata itu menangis, sudah berkurang kecantikannya, walaupun yang ditangisi itu adalah kekasihnya sendiri.
4.
Semoga kekasihku tidak menangis sedikitpun, sehingga bisa mengurangi kecantikannya.
38
Ali Najib `Athwiy, Basysyar, hlm. 134. Umar Farrukh, Basysyar bin Burdin (Mesir: Dar al-Nahdlah, 1930), hlm. 80. 40 Ibrahim al-Mazini, A`lam al-Islam (Mesir, Dar al-Sya`b, 1971), hlm. 310. 41 Ahmad Hasan Zayyat, Tarikh al-Adab al-`Arabiy (Mesir, Dar al-Tsaqafah, cet. VI, tt), hlm. 407. 39
BAB IV CIRI PUISI BASYSYAR Puisi Haja’ Setiap penyair yang terkenal dan berkedudukan tinggi pasti memiliki pedoman dalam meningkatkan dan mengembangkan bakat kepuisiannya. Termasuk penyair kita, Basysyar, yang telah menghabiskan sebagian umurnya dalam masa Amawi, berminat mempunyai dasar pijakan sebagai sentra kehidupannya dalam berpuisi supaya bisa terkenal. Dalam halaman terdahulu telah dijelaskan bahwa Basysyar pernah bercita-cita menjadi penyair “Haja’” karena hal ini sangat erat dengan karakternya/jiwanya. Sejak kecil sudah mulai terlihat, sebagaimana dia menjawab pertanyaan-pertanyaan seseorang yang mengatakan: “Sungguh engkaulah paling banyak mencaci/haja’.” Maka Basysyar-pun menjawab: “Sesungguhnya saya bisa menilai puisi cacian yang menyakitkan itu sangat mendorong karakter penyair daripada puisi pujian yang indah, barangsiapa berminat ingin memulyakan dalam situasi yang menyakitkan dibanding pujian, maka bersiap-siaplah menjadi kelompok miskin. Jikalau tidak siap, hendaknya bisa berlebih-lebihan dalam puisi cacian, agar dapat menerima hadiah atau dapat ditakuti.”42 Hal itu bisa dibandingkan dengan ucapan Basysyar yang ditujukan kepada ayahnya pada saat ayah memukul Basysyar. Dikatakan orang-orang itu sedang mengolok-olok Basysyar. Hai ayahku mengapa kau memukulku setiap kali orang-orang itu mengadu tentang diri saya padamu? Sang ayah-pun menjawab: “Kemudian apa yang harus saya perbuat?” Ayah pun memberikan alasan pada ucapannya itu dengan dalih firman Allah Swt:
“Sambil memperhatikan dan mengamati ucapan/cacian tidaklah hal itu sama dengan dia mencaci Jarir yang diperlihatkan pada saya, dan menganggap saya ini anak kecil saja, seandainya mau mengungkapkan dengan singkat saja bahwa saya ini penyair yang terfasih.” Posisi inilah yang diduduki Basysyar dalam hal cacian, sebagai hasil buah bibir dan kebencian orang-orang terhadap dirinya, sebagaimana yang diungkapkan Asmu’i yang pernah mengatakan: “Alhamdulillah Allah telah menghapus mata dan penglihatan saya.” 42
Thaha Husain, Hadits al-Arbi`a (Mesir: Dar al-Ma`arif, t.t), hlm. 107. Lihat pula: Thaha Hajiriy, Basysyar bin Burdin (Mesir: Dar al-Ma`arif, t.t), hlm. 204.
Dikatakan padanya: “mengapa demikian hai Abu Mu’az?” Jawabnya: “Agar supaya saya tidak bisa melihat orang-orang yang sedang marah, benci padaku.” Dari sinilah dapat diambil suatu benang merah bahwa persiapan diri dan jiwa Basysyar berdasar pada suatu alternatif seni haja’/mencaci, sebagai sasaran/metode dalam merespon hidupnya agar bisa mencapai/merealisasikan cita-cita yang diinginkan dalam mencari pekerjaan dan uang, baik dengan menghormati/menyanjung orang ataupun menakut-nakutinya. Tsaluts Amawi Ketika situasi dan kondisi pada masa Amawi makin mengizinkan dan mendorongnya, hal itu terdiri dari dua arus, pertama: Arus Naqa’idl (berlawanan)43 di bawah pemimpin penyair Akhthal, Jarir dan Farazdaq, yang mereka bertiga ini dikenal dengan nama “Tsaluts Amawi” (ketiga tokoh Amawi). Kedua: Arus Ghazal yang terbagi dua: pertama ghazal ibahiy, di bawah dukungan Umar bin Abi Rabi’ah, dan kedua, Ghazal `Udzriy yang disponsori oleh Jamil.44 Dengan demikian, Basysyar ingin menjadi siswa Jarir, agar lebih bagus dengan menggubah puisinya, pada puisi haja’. Namun niat ini tidak diterima Jarir dengan baik, sehingga akhirnya dia patah hati karena kegagalannya itu. Oleh sebab itu, Basysyar tidak pernah putus asa dalam berusaha/mencoba menggubah puisi haja’, sehingga akhirnya sangat terkenal dengan haja’. Namun kita dapat membandingkan dua sosok penyair tersebut dalam hal puisi haja’. 1.
Jarir Haja’ Jarir ditujukan pada musuhnya, yang mengangkut sifat-sifat yang nampak dari luar pada yang dicelanya, baik itu perlawanan/tantangan pada ayahnya, hakekatnya atau kabilahnya dengan menyebut sifat-sifat yang terkait dengan etika, seperti: pelit, hina, nista, dan lain sebagainya.
2.
Basysyar Haja’ Basysyar, tidak pernah menyebutkan sifat-sifat buruk musuh-musuhnya, dalam mencacinya, melainkan dengan menggunakan kata-kata/kalimat yang bisa menyulut api kemarahan musuh nyata. Jadi Haja’ Basysyar ini tidak langsung.
43
Ahmad al-Iskandari, al-Wasith (Mesir: Dar al-Ma`arif, t.t), hlm. 216. Naqa’idl: jamak dari Naqidlah: Tanaqudl: takhaluf: tadladlud: segala yang berlawanan atau kebalikannya. Lihat: Luis Ma`luf: al-Munjid (Libanon: Dar al-Fikr, cet. Xx, 1975), hlm. 832. 44 Muhammad Kurdi `Ali, Syakhsiyyat Adabiyah (Libanon: Maktabah Hayat, cet. II, 1966), hlm. 79.
Dari kedua point tersebut dapat ditarik benang merah bahwa kedua penyair tersebut berbeda dalam metode/cara dalam menyusun/merevisi puisinya yang terkenal dengan puisi haja’. Oleh sebab itu, kita tidak bisa menarik kesimpulan bahwa Basysyar itu menjadi siswa Jarir. Jika dikembalikan persoalan pada topik Ghazal, yang tidak diambil/ditekuni Basysyar. Ketika bintangnya sudah melejit dan menjadi buah bibir orang, baiklah didengarkan ucapan Basysyar ketika pada suatu hari bertemu dengan orang-orang, yang mengatakan: “Engkau Basysyar?” Dia menjawab: “Ya, saya Basysyar.” Mereka berkata: “Saya tertarik akan menyerahkan padamu sejumlah 200 dinar, karena saya saat ini sedang terjatuh cinta pada seorang gadis, dan ketika saya datang padanya diapun tak menengok sedikitpun.” Ketika saya sudah di rumah, saya teringat dengan puisi-puisi yang digubah Basysyar. Dan saya kembali lagi ke rumah si gadis tersebut dengan menyebutkan baitbait puisi Basysyar, yang dikemukakan dalam Ali Najib, ‘Athwiy Basysyar bin Burdin, halaman 173:
ا5ح5ر5 ج8إ>ن5و 3ه3ل>ظ8غ5 تrل8و5ق اMحMمMماجMدSعM بgنaكSمgي gبSالص^عMو
Nة5أ5ب8خ5 م8 م>ن5كWن5س>ي8ؤ3ي5ل [ةMرMاسMيgى مMلaإ aاءMس¢النgرSسgع
Artinya: -
Tidakkah kau berputus asa tinggal di persembunyian, karena ada perkataan, yang berat sekali, meskipun itu terluka.
-
Mempersulit kaum wanita dari kemudah-mudahannya, kesulitan sangat memungkinkan terjadi pembelotan. Setelah itu saya kembali pada gadis itu dan mengutarakan segala niat dan maksud sampai saya diterima dengan baik dan sopan, dan saya pun bisa mencapai sasaran dan tujuan. Malik bin Dinar datang dan mengatakan padanya: “Hai Abu Minal, Apakah kau mencela -kehormatan orang-orang dan menyebut-nyebut masa muda pada anak putri-putrinya. Kemudian Basysyar mengancamnya: “jangan lakukan itu!” Wasil bin Abi Rabi’ah: “namun pada Basysyar terdapat beberapa keistimewaan bagus, khususnya puisi ghazal pada wanita yang dirindukannya dan beberapa perbincangan antara keduanya, seolah-olah hatinya sedang berdebar-debar
dan berkasih sayang.” Marilah kita bandingkan antara keduanya, walaupun seolaholah mirip, tetapi ada perbedaan tersembunyi yaitu: Basysyar dan Umar:45 Basysyar terpengaruh dengan Umar bin Rabi’ah hanya sekilas frame luar
1.
saja. 2.
Isi ghazal Basysyar berbeda dengan ghazal Umar.
3.
Umar berusaha mengulurkan lidah/minjalat dari belakang wanita agar bisa lebih dekat, dan setelah itu merubahnya menjadi bentuk lain sebagai teman hidup dan menjadi suami/istri yang ke sekian kalinya.
4.
Umar sangat terpesona dengan kecantikan wanita, oleh sebab itu dia mencarinya dengan serius agar mendapatkannya
5.
Umar siap berkorban dan rela dengan pesona-pesonanya walaupun sampai dengan “berciuman” atau dengan berdialog dan lain-lain.
6.
Basysyar, meskipun menjadi siswa Umar, tetapi memiliki ghazal yang tidak sama dengan Umar, karena berbagai, faktor: intern dan ekstern, fisik dan psikologis.
7.
Basysyar mengusir wanita agar bisa mendekatinya dengan menghabisi segala kemaksiatan. Sehingga tiada sedikitpun kemaksiatan/kejelekan yang membawa dosa dengan wanita itu.
8.
Basysyar tidak sedikitpun terpesona dengan kecantikan, dia-pun seolah-olah tidak merasakannya dan tak mau melihat siapa gerangan yang telah menyentuhnya. Oleh sebab itu, tidak ada bedanya antara sentuhan wanita priyayi, cantik, budak hitam yang hina, yang penting bisa membawa nikmat lain jenis, dan melakukan/menikmati/melampiaskan kelezatannya.
9.
Basysyar seolah-olah dirinyalah yang terusir dari wanita, bukan wanita yang terusir darinya.
10.
Basysyar pembuat puisi ghazal untuk merayu dirinya/menyenangkan dirinya sebagai ganti daripada merayu/menyenangkan orang-orang yang dirindukannya. Pembicaraan/dialog antara Basysyar dan kekasihnya yang dirindukan. Coba telaah contoh berikut (Ali Najib Athwiy, Basysyar bin Burdin, halaman 175 –176):
45
SمM عaنSابaب MلMار[وMجaبgتSسMلMو
SيaلaاتMق ىMوMهSالgتSيMأMر م^اMلMف
SمMزMتS اعMابMصMىأMتMف Sنaي†إMأMو
[زaلSجgا مMبMأ اMهSيMلaإ gتSسMسMد
Andarah Ruman, Basysyar Wa Ghazaluhu (Mesir: Dar al-Kutub, t.t), hlm. 59-66.
SمMرMا حMا مMنMل ^لMحMوMاحMرMف SهMيaالMخSلM خMثaعSرgمSال gتSنMهMر -
gهM لSتMابMنMأ ت^ىM حMالMز اMمMف ىaن^نaإKةMبMقM رMع ^يMلSتMالMقMف
Ketika Anda melihat “keinginan” itu membunuhku (aku sudah gila), maka engkau dan aku bukan lagi sebagai tetangga ataupun sebagai sepupuku lagi.
Aku menaklukkannya (wanita) dengan cepat, pemuda manakah yang mau
-
merebutnya, rebutlah kalau bisa! -
Demikianlah terus, sampai wanita itu kembali pulang, barulah bisa istirahat, dan bisa halal segala yang diharamkan.
-
Wanita berucap, bahwa dia dalam pengawasan dan penantian, sesungguhnya saya (gadis) telah menggadaikan baju dan anting-anting di bawah kakinya Basysyar. Dari penjelasan tersebut dapat diambil benang merah bahwa wanita/gadis telah bersumpah pada dirinya sendiri, dengan janji yang kuat tak mungkin diingkarinya ketika berdialog dengan orang yang sangat diperhatikannya, yaitu Basysyar. Itu mirip janji/gadaian mahal sekali diletakkan di gelang kaki Basysyar, itu benar harus ditepati, meskipun dalam situasi apapun telah dihalangi oleh orang-orang banyak. Di sinilah letak perbedaan dialog antara Basysyar dan Umar: 1.
Basysyar person/penyair yang sangat dicari-cari/dikejar-kejar wanita/ gadis.
2.
Umar-lah yang mengajar dan sangat mengejar/mengharap wanita itu. Contoh di bawah ini dapat dijadikan kajian lagi bagaimana ucapan gadis pada ibunya ketika minta ijin bergadang dengan Basysyar:
SرMثMتSنaا ت^ىM حgل^هMح SيaاحMشMوMو SرMطMوSىالaضSقMة[ نMوSلMخ ىaن—ا فMلMع
SىaبSعMالMذM هMد^دMب اMم^تgأ اMم^تgا أM يgهMعMم SيaنSيaعMدMف
ÒرaعMتSسgم [نSوgنgجMك اMاهMرMتSاعMاوMهgبaرSضMة— تMبaضSغgم aتSلMبSقMأ SرMطM قMلSحgكSال gلaسSغMن[ يSي M عgعSمMد SرMالس^هgمSعMاطM مMمSوMيSيالaنSوgلMأSاسMو
46
1.
gهMنMسSحM أaالMو اM مSىaيMأaب SمgكMحSيMا وSوgبMه gاالن†و^امMي†هMأ
Hai Ibuku, inilah permainanku yang telah merasuk manik-manik perhiasanku sampai terbengkalai.
2.
Oleh sebab itu, hai ibu, biarkanlah aku ibu, mengikuti ajakan/permainan dia, agar kita masing-masing dalam kejernihan/kesendirian, kita bisa menggunakan kesempatan demi kebutuhan cinta.
46
Al-Ashfahani, al-Aghani, jil.3, hlm. 172.
3.
Seorang ibu segera datang dan marah sambil memukul putrinya, dan mencacinya seperti kegilaan yang kesurupan.
4.
Demi ayahku, alangkah bagusnya/indahnya, di kala aliran terlihat air mata bisa menghapus celah mata.
5.
Hai para penidur, kasihan kamu semua, (mengapa jadi penidur), tanyakanlah padaku, pada hari ini, bagaimana rasanya punya pengalaman bergadang? Dari bait-bait tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa gadis telah minta ijin pada
ibunya untuk bercinta dengan Basysyar pada malam itu, dan memang benar-benar nikmat katanya. Kenikmatan itu sampai tak mungkin diceritakan langsung, tetapi gadis berharap pada semua orang bisa bergadang pada malam itu dan melihat pada kedua pasangan kemanten/pacar tersebut, dan mau bertanya: “apa saja yang diperbuat Basysyar padanya?” Berikut ini contoh-contoh puisi ghazal Basysyar sebagai ganti lamunan/imaginasi terhadap orang-orang yang sedang dirindukannya. Lihat pada Ali Najib ‘Athwiy, Basysyar halaman 177 –178:
SمMدMم[ وSحM لSنaم gدSبMا عMى يaن^نMأ SمMدMهSنMل aهSيMلMع gتSك^أMوM تSوMل SمMم¢الذaلSهM أSنaم aمaاتMخSال MعaضSوMم
SىaمMلSاعMو ى¢نM عgدSبMا عM يSىaسSفMن —لaاحMم—انSسaجSىaدSرgىبaن^ فaإ Sىaقgن gى عaا فMهM ل¢بgحS الgمSتMخ
Artinya; -
Hai hamba, jiwaku ini jiwa hamba (Allah) ketahuilah, bahwa saya ini tadi di jasad, terbuat dari daging dan darah.
-
Sesungguhnya di balik bajuku, hanya jasad/badan kurus seandainya dia gadis bersandaran padaku, pasti terjatuh.
-
Sentra cinta gadis itu pada leherku, sebagai tempat cincin dari orang-orang yang ditanggungnya. Dari hal tersebut dapat diambil inti sarinya, bahwa:
1.
Basysyar itu badannya kurus langsing.
2.
Sedang kekasihnya (si gadis) itu badannya gemuk.
3.
Basysyar yang kecil itu bisa merasakan segala yang menghinggapinya, termasuk pengaruh-pengaruh/sentuhan-sentuhan luar.
4.
Si gadis itulah yang menghalangi/menandai leher Basysyar dengan slayer/syel cinta abadi, sehingga tak mungkin dipisahkan.
Analisis Ghazal Basysyar
1.
Ghazalnya merupakan ungkapan dan cermin dialog cinta yang terjadi antara dia dan wanita yang dirindukannya pernah berbuat dosa antara keduanya. Dengan itu dia merasa sukses dan memang sesuai dengan keinginannya.
2.
Setelah terjadi dialog, kita temukan gambaran dan keterangan yang digunakan penyair Basysyar untuk sang kekasih, antara lain: matanya bagai mata bidadari (bening), besar, cemerlang, sang kekasih tiada duanya, diciptakan hanya sekali saja untuknya, bagai sinar bulan purnama, mutiara lautan, matahari menyinari jamrud. Dari situlah diketahui bahwa Basysyar sudah terhanyut dalam lautan kenikmatan dan kelezatan ketika sedang berada di sanding wanita tercantik di dunia.
3.
Kita sedang menelusuri dialog Basysyar dangan sang kekasih. Kita tidak menemukan kata-kata yang menunjukkan pengaruh jiwa petunjuk adanya kekaguman yang seimbang dan berbalas antara dua insan yang sedang berkasih.
4.
Seolah-olah, dialog Basysyar itu diucapkan oleh dua orang yang sedang berkasih-kasihan di atas ranjang, apakah itu disebut dengan dua suami-isteri atau disebut pezina, pria-wanita sedang bercinta secara terang-terangan daripada berusaha menutup-nutupinya, tanpa bisa melihat/ menyaksikannya, agar orang yang mendengarnya itu, panas telinganya.
5.
Ungkapan-ungkapan porno, pasti dipakainya: seperti, berciuman, mengelusnya, bercumbu rayu, menggigit-gigit, membuka sarung, menyirap ludah, dan katakata seks dan porno yang lain. Puisi-puisi berikut sebagai contoh:
Aduh, andaikan diriku menjadi buah apel yang terbelah Atau semilir angin menjadi angin Sampai saya menjumpai anginku, pasti saya kagum Kita sedang menyepi, saya umpamakan manusia Dari makna di atas, dapat ditarik benang merah bahwa Basysyar sedang berimaginasi dengan sang kekasih; berangan-angan seandainya dia jadi buah apel yang terbelah, atau menjadi angin semilir, yang bisa membawa/menghembuskan aroma harum yang bisa menuju sang kekasih yang dirindukannya. Basysyar berbeda dengan Umar bin Abi Rabi’ah, yaitu: Basysyar sebagai sasaran dan tujuan para wanita, bukan wanita yang menjadi sasaran dan tujuan Basysyar.
Kelemahan Basyar Dalam penyusunan tasybih, kadang salah tempat. Misalnya: 1.
Dialog salah seorang gadis,bagai kebun tertutupi bunga.
2.
Ucapan yang sudah diucapkan lidahnya: bagai gerakan sihir Harut (Guru besar Sihir).
Contoh lain:
SجgضSنMيaةMابMالص^ب aارMى نMلMع KفSصaنMو
اMهgفSصaن gقSج^ الش^وMضSان aدMد—ا قaبMك اMوMف
دSوgرgر[بSغMثaابMضa رSنa مKةMبSرgش
47
SىaائMن^ دaإMو gاءMالظ^مSىaائMن^دaإ
Artinya: Aduh, jantung hatiku, rinduku telah masak sehingga separuh, (jantung) sudah terpanggang api dan separuh yang lain di atas api cinta yang sudah masak Sesungguhnya penyakitku haus dan obatku minum dari liur mulut yang dingin. Contoh puisinya:
gدSوgيgص aبSوgل gقSلaت[لSوMصa بKنgيSعMأ
48
اMهaمMلMك ىaر—ا فaاخMان—اسMسaن^ لMأMك
Seolah-olah lidah yang digunakan dalam pembicaraannya, terdapat daya tariknya. Dan dengan suaranya pula menyebabkan saya tertolong untuk memburu hati Kita perhatikan juga pengaruh tiada penglihatan disebutkan dalam bait in. bahwa Basysyar mengandalkan indera pendengaran. Karenanya, dia membuat contoh tasybih yang bermacam-macam karena dia memang ahlinya.49 Maka dengan itu, kata yang diucapkan seperti sihir menarik hati. Dengan kat tersebut berarti kata bisa mematikan pikiran dan hati, lalu dihidupkan kembali. Dan lain-lain dari tasybihnya. Dari soal Basysyar, Syauqi ikut berpendapat: 50
ر—اSكa بgتSبMبSحM أSنM م¢بg حSنaم
ر—اSكgنgادMدSزM تSىaتMلSيMل اMي
Aduh, alangkah indah malamku, Anda semakin tidak percaya (jika kuceritakan), tentang cinta seseorang yang mencintai seorang gadis Dari hal tersebut, maksudnya bahwa cinta seseorang pada seorang yang masih gadis sangat nikmat/lezat, dibanding cinta bukan pada gadis (janda), sehingga kenikmatan itu sulit
47
Thaha Hajiriy, Basysyar bin Burdin, hlm. 123. Abu al-Faraj al-Ashfahani, al-Aghani (Mesir: Dar al-Kutub al-Mishriyyah, t.t), jil. 3, hlm. 187. 49 Tasybih dan isti`arah selalu dipakai dalam penulisan syairnya. Misalnya: 1) haditsuha=sihrun, 2) jasaduha=dzahab wa `ithr, 3) jamaluha=syarabun baridun salsabilun, 4) li al-qulub=shayud, 5) jinas=wa janiyyah=nisyah, wa anam=wa alam. 50 Nukran: Ankaran: sesuatu yang tidak dipercayai. 48
diceritakan. Kalau diceritakan hampir-hampir semua yang mendengar cerita itu tidak percaya.
Daftra Pustaka Al-Asfahani, al-Aghani, Mesir: Dar al-Kutub al-Mishriyah, tanpa tahun. Al-Jahidh, al-Bayan wa al-Tabyin, Tahqiq Abdus Salam Harun, Kairo: Maktabah al-Khanji, 1960.
Al-Jurjani Muhammad Abu al-Fadlal Ibrahim, al-Wasathah Baina Mutanabbi wa Khushumihi, Libanon: Dar Ihya' al-Kutub al-'Arabiyah, tanpa tahun. Abbas Mahmud al-`Aqqad, Muraja`at fi al-Adab wa al-Funun, Kairo: Dar al-Ma`arif, tanpa tahun. Abu al-Faraj al-Asfahani, al-Aghani, al-Aghani, Libanon: Dar al-Kutub, tanpa tahun. Afifuffin al-Yafi`iy, Mir'at al-Jinan, Kairo: Dar al-Ma`arif, tanpa tahun. Ahmad al-Iskandari, al-Wasith, Mesir: Dar al-Ma`arif, tanpa tahun. Ahmad Hasan Zayyat, Fi al-Adab al`Arabi, Libanon: Dar al-Tsaqafah, 1981. Ahmad Hasan Zayyat, Tarikh al-Adab al-`Arabiy, Mesir, Dar al-Tsaqafah, cet. VI, tanpa tahun. Ahmad Husnain al-Qarni, Diwan Basysyar wa Syarhuhu wa Nasyruhu, Kairo: Mathba`at Syabab, tanpa tahun. Andarah Ruman, Basysyar Wa Ghazaluhu, Mesir: Dar al-Kutub, tanpa tahun. Husain Manshur, Basysyar bin Burdin Baina al-Jidd wa al-Mujun, Mesir: al-Maktabah alTijariyah al-Kubra, 1930. Ibnu Khalkan, Wafiyyat al-A'yan, Mesir: Isa al-Babili, t anpa tahun. Ibrahim al-Mazini, A`lam al-Islam, Mesir, Dar al-Sya`b, 1971. Ismail Mushtafa Shaifi dkk, al-Naqd al-Adabi wa al-Balaghah, Kuwait: Wuzarah Tarbiyah, cet. I, 1970. Luis Ma`luf: al-Munjid fi al-Lughat wa al-A`lam, Libanon: Dar al-Fikr, cet. XX, 1975, hlm. 832. Muhammad Kurdi `Ali, Syakhsiyyat Adabiyah, Libanon: Maktabah Hayat, cet. II, 1966. Muhammad Ridlwan Dayat, A`lam al-Adab al-Abbasiy, Libanon: Dar al-Kutub, 1971. Muhammad Thabariy, Tarikh Thabari, Libanon: Dar Ihya' al-Kutub al-`Arabiyyah, cet. I, tanpa tahun. Muhammd Zakiy Asymawiy, Mauqif al-Syi`ri min al-Fann wa al-Hayat, Libanon: Dar alNahdlah, 1981. Syauqi Dlaif, al-`Ashr al-`Abbasiy al-Awwal, Mesir: Dar al-Ma`arif, t.t. Syauqi Dlaif, al-Fann wa Madzahibu Fi Syi`r al-`Arabiy, Kairo: Dar al-Ma`arif, cet. VII, 1960. Thaha Hajiriy, Basysyar bin Burdin, Mesir: Dar al-Ma`arif, tanpa tahun. Thaha Husain, Hadits al-Arbi`a, Mesir: Dar al-Ma`arif, tanpa tahun. Umar Farrukh, Basysyar bin Burdin, Mesir: Dar al-Nahdlah, 1930.