Skripsi, Tesis dan Makalah : Barus, Bukhari, Peran Politik Tentara Nasional Indonesia Pasca Orde Baru, Sebuah Tesis, Medan : Magister Studi Pembangunan Fisip USU, 2007 Bhakti, Ikrar Nusa, Reformasi Sektor Keamanan
Sebuah Penghantar,
dalam Toolkit Reformasi Sektor Keamanan,edisi ke-1 dari 17 seri Reformasi Sektor Keamanan, Jakarta : IDSPS Press, 2009 Duadji, Susno, Praktik-praktik Pelanggaran HAM di Indonesia, Sebuah makalah, Denpasar, 2003 Harahap, Husnul Isa, Otonomi Daerah dan Pengaruhnya Terhadap Hubungan Sipil-Militer di Daerah, sebuah makalah di Jurnal Politea Makaarim, Mufti, Mempertimbangkan Hak Pilih TNI Konsistensi Reformasi TNI dan Demokrasi Politik Indonesia, Sebuah makalah Pramodhawardani, Jaleswari dan Makaarim, Mufti, Reformasi Tentara Nasional Indonesia, dalam Toolkit Tentara Nasional Indonesia, edisi ke4 dari 17 seri Reformasi Sektor Keamanan, Jakarta : IDSPS Press, 2009 Suryohadiprojo, Sayidiman, Hubungan Sipil-Militer di Indonesia Suatu Pembahasan, Sebuah makalah yang disajikan dalam seminar nasional mencari format baru hubungan sipil-militer, Jakarta : Fisip UI, 1999
Toolkit, Laporan, Literatur : Indonesia Corruption Watch, Bisnis Militer Mencari Legitimasi, Jakarta : ICW, 2004
Universitas Sumatera Utara
Institute for Defense Security and Peace Studies, Penjelasan Singkat Reformasi TNI, Seri ke-4 dari 10 Seri Reformasi Sektor Keamanan, Jakarta : IDSPS dan Rights & Democracy Kanada, 2008 __________, Penjelasan Singkat Bisnis Militer, Seri ke-9 dari 10 Seri Reformasi Sektor Keamanan, Jakarta : IDSPS dan Rights & Democracy Kanada, 2008 __________, Toolkit, 17 seri Reformasi Sektor Keamanan, Jakarta : IDSPS Press, 2009 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Laporan tahunan 1994, Jakarta : Sekretariat Jendral Komnas HAM, 1994 Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan, Satu Dekade : Keberhasilan Reformasi TNI Terbeban Paradigma Orde Baru 19982008, Sebuah laporan, Jakarta-Sumatera Utara-Aceh-Papua-Sulawesi-Ad Hoc Surabaya, 2008 Lembaga Ketahanan Nasional, Hubungan Sipil-Militer : Peran, Kontribusi dan Tanggung Jawab Dalam Penyelenggaraan Negara, Jakarta, 1999 Mabes TNI, Paradigma Baru TNI : Sebuah Upaya Sosialisasi, Jakarta : Mabes TNI, 1998
Majalah, Jurnal : Jurnal Politea volume II No.2, Medan : USU Press, 2006 Majalah TNI Patriot edisi khusus 62 tahun TNI, Jakarta : Puspen TNI, Oktober 2007 Majalah TNI-AD Yudhagama No.60 Th.XXI/ Desember 2001
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang : Buku Peraturan Perundang-undangan Pertahanan dan Keamanan RI, Sekretariat Jendral Dephankam, Jakarta, 1996 Himpunan Peraturan dan Perundang-undangan Bidang Hankamneg dari tahun 1961-1971, Biro Organisasi Sekretariat Jendral Dephankam Tahun 1989 Undang-Undang No.26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Undang-Undang No.34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia Undang-Undang No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Website : http://www.antikorupsi.org/docs/bukubismil:pdf/ http://www.detiknet.com/read/2006/02/03/143347/531872/10/tim-supervisikesulitan-kumpulkan-data-bisnis-milik-tni/ http://www.mabesad.mil.ad/ http://makaarim.wordpress.com/2007/10/22/bellum-omnium-contra-omnespotret-kasus-pelanggaran-ham-tni-mengapa-terjadi/ http://muradi.wordpress.com/2007/04/14/pemda-bisnis-militer-danprofesionalime-tni/
Universitas Sumatera Utara
Siaran Pers : Siaran Pers KontraS Sumut April 2010
Wawancara : Dyah Susilowati SH, Koordinator KontraS Sumut, 15 April 2010 pukul 14.27 di kantor KontaS Sumut M. Fadly Sudiro, Task Force SSRC Sumut, 5 Mei 2010 pukul 12.00 di kantor SSRC
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1 Wawancara dengan Diah Susilowati, SH (Kordinator KontraS Sumatera Utara) di kantor KontaS pada 15 April 2010 pukul 14.27 WIB.
Penulis (P) :
Menurut KontraS, setelah Reformasi TNI, apakah masih terjadi pelanggaran HAM-kah oleh TNI?
Narasumber (N) : Reformasi TNI kan berawal dari Tap MPR Np. VIII/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri, darisana ada UU tentang Kepolisian dan UU tentang Pertahanan Negara. Ini titik awal Pemisahan TNI dan Kepolisian. TNI melakukan reformasi dirinya dengan adanya UU No.34/2004. Dari segi kebijakan memang sudah ada perubahan UU, Cuma secara implementasi kita melihat masih banyak kasus kekerasan dan pelanggaran HAM oleh TNI khususnya di daerah konflik misalnya di Aceh dan Papua. Di Sumatera Utara sendiri karena bukan daerha konflik memang agak sedikit di banding kepolisian. Tingkat pelanggaran HAM kepolisian masih tetap no.1 (paling banyak,red) dan mungkin TNI peringkat 2. Cuma kita melihat kualitas pelanggaran HAM masih banyak. Misalnya dalam melakukan
pembekingan
illegal
logging
atau
dalam
persengketaan dengan masyarakat masalah tanah. P : Kira-kira alasan masih terjadinya pelanggaran HAM sendiri di Sumatera Utara apa tuh mba? N : Sebenarnya setelah reformasi, TNI harus di ambil bisnisnya, ternyata sampai lima tahun ke depan setelah lahirnya UU TNI, ternyata bisnis TNI masih berjalan. Padahal ini salah satu alasan terjadinya pelanggaran HAM. P : Tapi bukannya TNI terkendala masalah biaya?
Universitas Sumatera Utara
N : Kalau melihat masalah anggaran pembiayaan itu seharusnya bagaimana negara membiayai TNI. Bukan berarti TNI terus mempunyai legalitas untuk melakukan pembiayaan sendiri. Biasa pelanggaran HAM terjadi kalau di Sumut akibat bisnis militer. P : Jadi, apakah kebanyakan pelanggaran HAM terjadi karena bisnis militer? N : Untuk di Sumut iya, karna di Sumut bukan daerah konflik. Kecuali kalau di Aceh ada operasi milite, atau di Papua atau mungkin kemarin di Poso. Tapi karena kita (Sumut,red) relatif bukan daerah konflik, pelanggaran HAM yang dilakukan oleh militer terjadi karena bisnis militer mereka. P : Saat-saat yang bagaimana terjadi pelanggaran HAM? N : Maksudnya dalam konteks mereka melakukan kekerasan? Misalnya contoh konflik masalah tanah di STM hilir, TNI baik AD (Angkatan Darat,red) dan AL (Angkatan Laut,red) melakukan pembekingan di sana. Sehingga rentan terjadi pelanggaran HAM. P : kalau di Sumatera Utara, wilayah mana yang mempunyai ratting pelanggaran HAM tertinggi? N : Kalau untuk keseluruhan (rekapitulasi dari pelanggaran HAM oleh Polri, TNI dll), Medan paling sangat rentan pelanggaran HAM. Tapi kalau untuk TNI di daerah pinggiran yang banyak. P : Kira-kira objek-objek yang mana? Yang sering di langgar HAM? N : Tentunya masyarakat sipil yang berkaitan dengan pembekingan, otomatis berkaitan dengan pemodal atau yang punya dana dan biasanya yang punya dana. Kenapa dibeking? Karena berhadapan dengan masyarakat sipil. Masalah tanah/illegal logging yang banyak dibekingi. Ketika mereka berhadapan
dengan
masyarakat,
kebanyakan
yang
menjadi
korban
masyarakat sipil.
Universitas Sumatera Utara
P : Untuk benar-benar tercapai Reformasi TNI, TNI yang profesional, akuntabilitas, menghormati HAM, kira-kira apa yang harus di lakukan TNI di Sumut dan Nasional? N : Kalau harus profesional, berarti TNI harus kembali ke barat, dalam arti kata tidak boleh berbisnis, anggaran TNI semua berasal dari APBN. Kalau selama ini mereka membuat alasan anggaran mereka kurang maka mereka berbisnis. Bisnis militer sendiri ada 3 : formal, informal, illegal. Nah, mereka harus menjadi tentara profesional yah mereka tidak berbisnis dan mereka hanya sebagai alat pertahanan negara. P : Kira-kira apa saja yang pernah di lakukan KontraS, sebagai pendorong Reformasi TNI? N : Kita (KontraS,red) berpartisipasi aktif dalam melakukan kritisi tentang UU TNI No.34/2004. Sampai membuat posko di depan makam pahlawan. Ada kericuhan sampai tenda kami dibakar PP/IPK. Nah, itu mendorong kebijakan sehingga Reformasi TNI memang berjalan. Di banding kepolisian, TNI ini lebih eksklusif sehingga kita sulit melakukan kontrol, misalnya bagian tentang pembiayaan militer sendiri, mereka agak tertutup, terus bagian ketika terjadi kekerasan terhadap masyarakat sipil, dalam UU tentang TNI sudah diatur untuk kejahatan umum harus diadili di pengadilan umum, kejahatan militer diadili di pengadilan militer. Itu tahun 2004 UU di lahirkan, tapi sampai sekarang belum terealisasi padahal kalau direalisasikan itu bisa menjadi bagian kontrol masyarakat terhadap TNI. Karena kalau di bawa ke peradilan umum kan terbuka, kalau di bawa ke peradilan militer kan tertutup untuk melihat, kalaupun bisa melihat masyarakat segan. Jadi harus lebih banyak ada perubahan juga di tingkat kebijakan. P : Dan sarannya sendiri kepada TNI? N : TNI harus kembali ke profesionalitas sebagai fungsinya dalam melakukan pertahanan negara. Tetap itu menjadi point penting sehingga untuk mencapai
Universitas Sumatera Utara
itu ada beberapa hal yang harus dilakukan termasuk menghilangkan bisnis TNI yang formal, informal maupun yang illegal.
Lampiran 2 Wawancara dengan M. Fadly Sudiro (Task Force Security Sector Reform Community di kantor SSRC pada 5 Mei 2010 pukul 12.00 WIB.
Penulis (P) :
Bisa di jelaskan sedikit, kira-kira concernnya SSRC ini kemana?
Narasumber (N) : SSRC adalah Security Sector Reform Community yang di bentuk bulan Oktober 2009 untuk tingkatan Sumatera Utara yaitu Komunitas Reformasi Sektor Keamanan yang konsen pada isu Reformasi Sektor Keamanan. Apakah itu terkait TNI ataupun
Polisi,
Satpol
PP
ataupun
birokrasi-birokrasi
pemerintahan yang memang mempunyai hubungan langsung kebijakannya terhadap keamanan masyarakat itu sendiri. Itu SSRC. P : Langkah pergerakan SSRC? N : SSRC fokus pada tingkatan monitoring, kajian, diskusi dan penelitian tentang reformasi sektor keamanan. Karna kalau KontraS mungkin fokus pada investigasi dan advokasi di lapangan. Kalau kita tidak melakukan pendampingan langsung, menurut kelembagaannya. Jadi bagaimana kawankawan misalnya di Jakarta bisa menciptakan legal drafting, regulasi sebagai acuan atau kemudian pengajuan. Seperti ini loh, legal drafting tentang UU TNI misalnya, UU Polri berbasis HAM. Itu kawan-kawan yang menggoalkan pada
tingkatan
teoritiknya.
Bukan
pada
pada
tingkatan
basis
Universitas Sumatera Utara
pendampingannya. ( Perbedaan KontraS dan SSRC) Antara hulu dan hilir. Kalau hulu itu kebijakan, hilir itu di lapangan. P : Pandangan SSRC tentang Reformasi TNI? N : Reformasi TNI kalau dilihat dari 3 aspek apakah itu struktural, regulasi ataupun kultural. Kalau kultural berbicara tentang etika, regulasi tentang perundang-undangan apa yang mendukung terhadap reformasi seperti Tap MPR No. VI atau VIII tentang Pemisahan TNI dan Polri, struktural berbicara bagaimana posisi kedudukan sistem penempatan antara panglima dan lain sebagainya apakah berada di bawah Presiden ataupun Dephan. P : Pandangan tentang perjalanan Reformasi TNI? N : Kalau regulasi, sudah ada catatan signifikan pasca reformasi, dwi fungsi ABRI secara positif sudah tidak ada, ketidakaktifan TNI langsung dalam politik praktis sudah tidak ada. Tapi, dalam implementasinya masih ada TNI yang aktif, masih mencalonkan diri dalam pilkada padahal dalam UU tidak boleh. Jadi, tinggal bicarapada tingkatan implementasi. Bisnis militer juga begitu, seharusnya dalam regulasi sudah diatur, lima tahun pasca terbentuknya UU No.34/2004 harusnya sudah selesai penarikannya bisnis militer kepada pemerintah sehingga TNI tidak sibuk-sibuk lagi mengurusi masalah bisnis tapi fokus apada tingkatan pertahanan dan keamanan negara. Ini tahun 2010, seharusnya di 16 Oktober 2009 sudah selesai tapi sampai sekarang belum selesai. P : Pandangan tentang Pelanggaran HAM? N : HAM sendiri terbagi dua secara umum, Sipil Politik (Sipol) dan Ekonomi Sosial Budaya (Ekososbud). Pasca reformasi, temanteman gerakan melihat pelanggaran HAM pada Sipil Politik yang bersifat langsung terhadap tindakan-tindakan kekerasan, penyiksaan dan sebagainya dalam TNI bisa di bilang sangat minim. Karena keterbatasan porsi TNI dalam porsi-porsi sipil, dulu kan dia (TNI,red) mempunyai hak sehingga dalam data yang di buat pasca reformasi sekarang Polisilah yang dominan dalam pelanggaran HAM
Universitas Sumatera Utara
dalam tingkatan pelanggaran HAM tidak besar. Sipol relatif jarang, karena TNI tidak berhadapan langsung dengan sipil saat ini. Kalau berbicara Ekososbud , ini berbicara tentang bisnis militer. Ketika mereka menjadi pembeking perusahaan atau kasus-kasus illegal logging yang ada di Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan. Itupun mereka berada pada porsi internal di kawasan hutannya. Tidak di luar, kalau pengamanan dalam illegal logging hutan, tentara bisa turun. Dan itu kawan-kawan Walhi punya data di Tapsel, itu real menggunakan truk TNI mengangkut kayu-kayu illegal logging. P : Jadi, pada tingkatan sipil. TNI sekarang tidak masuk ke pelanggaran HAM? N : Pada tingkatan sipil, mungkin belum. Karena belum ada ruang untuk mereka masuk, karena sekarang masalahnya sipil di tangani oleh Polisi, kurang lebih itu, jadi pembatasan regulasi terhadap porsi mereka dalam konteks pertahanan misalnya, ternyata tidak bisa mereka masuk pada tingkat keamanan yang pada sipil. Ini sangat membatasi ruang mereka, ketika mereka masuk menyalahi peraturan kode etik mereka. P : Jadi, apakah benar hanyalah bisnis militer yang mengakibatkan pelanggaran HAM di Sumatera Utara? N : Untuk saat ini, mungkin kalau saya lihat baru itu. Dan imbasnya memang Ekososbud bisa lari ke Sipol seperti kekerasan dan sebagainya. Ini perubahan tipologi pelanggaran HAM. Karena illegal logging (bisnis militer,red) berbicara tentang kesejahteraan TNI yang belum selesai, makanya mereka melakukan pengsejahteraan terhadap mereka sendiri, dengan alasan klasik bahwasanya anggaran negara tidak mencukupi untuk kesejahteraan mereka. P : Apa itu saja faktornya sehingga TNI melakukan pelanggaran HAM? N : Ini faktor riil, makanya kemudian berbicara tentang profesionalitas salah satunya masalah kesejahteraan TNI, itu yang menjadikan mereka mengalibikan secara klasik bisnis militer untuk membackup kesejahteraan mereka. Tapi ternyata, dari penelitian kawan-kawan di lapangan, bisnis militer tidak menjawab tentang kesejahteraan di tingkat bawah, tapi di
Universitas Sumatera Utara
tingkatan perwira, prajurit tidak kena. Ini akan menjadi komoditas kaumkaum elit di tingkatan Jendral, yah Mayor keatas, pada kalangan prajurit tidak signifikan juga. Jadi, bisnis militer bukan jawaban terhadap kesejahteraan TNI. P : Pandangan terhadap Reformasi TNI di Sumatera Utara? N : Kalau di Sumut dalam pengamatan kami, bukan hanya dalam tingkatan pelanggaran HAM saja, tetapi juga pada tingkatan kewenangan tugas pokok dan fungsi, bahkan dari arogansi aparat TNI dengan Polisi di Sumatera Utara sangat tinggi gesekan resistensinya. Ada 2 kasus yang sangat menarik pada 4 bulan terakhir ini, seperti terjadi di bulan Februari 2010 bagaimana 9 marinir menghambat Kepolisian Belawan menangkap pengoplos minyak illegal. Ternyata usaha oplosan minyak itu yang backup adalah TNI, serta merta di backup komandan mariner untuk mengeluarkan 3 orang oknum pengoplos minyak ini dan polisi lepas tangan. Dan akhirnya disini berlaku impunitas atau kekebalan hukum terhadap masyarakat dan pembiaran yang dilakukan oleh TNI padahal itu bukan porsi dia. Juga seperti pembekingan judi di Labuhan Batu bulan Maret 2010, Polres menangkap oknum TNI, terus Polresta di serang oleh kurang lebih 18 orang tapi sudah diproses dan diperiksa. Inikan resistensi arogansi masih tinggi baik antar aparat dan baik secara kultural antar pribadi. Jadi, reformasi bukan hanya di lihat dari pelanggaran HAM saja, tapi banyak aspek lain, berbicara tentang profesionalitas, gugus tugas, tugas dan fungsi, bicara masalah kesejahteraan mereka, bisnis militer bagaimana alurnya, peradilan militer bagaimana transparasinya ketika TNI melakukan tindak pidana. P : Kendala-kendala dalam Reformasi TNI? N : Kendalanya adalah eksklusifitas TNI. Ini sangat tergambar dalam masalah penguasaan data. Jadi bukan karna Polisi terbanyak disini (menunjuk tabel,red) yang melakukan pelanggaran HAM, belum tentu. Kita ketahui bahwa pembekingan di daerah Sumatera Utara seperti judi, togel atau usahausaha illegal banyak di backup oleh TNI. Tapi karena expose yang ekslusif
Universitas Sumatera Utara
dan media yang tidak bisa masuk dalam ranah itu. Karena TNI belum membuka dirinya untuk bisa ter-expose itu menjadi masalah. Kesadaran TNI bahwa mereka berada di bawah reformasi sipil belum selesai. Masih ada phobia pasca reformasi, dulu mereka berkuasa dan ketika ini akan di usik, mereka merasa terganggu. Jadi itu yang menjadi masalah terbesar. Mereka tidak siap untuk menjadi bagian dari perubahan sipil. Bahwa sipil ingin merubah dan menjadikan mereka sejahtera dengan konsep sipil. Karena yang bisa mendorong kesejahteraan TNI bukan TNI itu sendiri tetapi masyarakat sipil. P : Hal-hal apa yang harus dilakukan oleh TNI? N : ada tiga konsep yang kemudian agak sedikit efektif. Pertama, leadership/kepemimpinan. Bisa dilakukan oleh TNI karena pola perintah TNI berdasarkan garis komando. Ketika sang komandan bisa membuka diri untuk lebih luwes, untuk lebih dialogis, untuk lebih transparan dan akuntabel, akan membuka ruang untuk anggotanya lebih terbuka. Kedua, kultur personal. Pribadi masing-masing TNI untuk mereka sadar bahwa mereka bukan bagian yang lain dari masyarakat sipil. Kalau ada masalah, share-kan kepada publik melalui medianya. Ntah itu LSM atau DPR. Inikan belum pernah terjadi. Ketiga, sistem. Masalah sistem, sistem ini mau dibawa kemana? P : Berarti kemungkinan antara kepemimpinan dengan profesionalitas pada Reformasi TNI sangat erat? N : kalau untuk sampai saat ini, kurang lebih bisa di bilang 90% prajurit tingkat bawah yang hanya menjalankan kebijakan legislasi. Tergantung kelas-kelas elitnya, selama Presiden sebagai
Panglima Tertinggi masih seperti itu
statusnya. Belum langsung di bawah Dephan, walaupun secara kelembagaan di bawah Dephan tapi secara kepemimpinan di bawah Presiden. Ini selama Eksekutif tidak serius untuk menangani profesionalitas TNI karena 90% saya
Universitas Sumatera Utara
rasa prajurit yang menjalankan, apapun disuruh kebijakan Undang-Undang, kebijakan Eksekutif, mereka menjalankan itu apapun perintah komandan. Sisanya itulah, tingkat elit yang kadang mencampurbaurkan mana yang menjadi profesionalitas pertahanan misalnya. Seperti kasus Ambalat, itukan mediumnya adalah Angkatan Laut kalau misalnya kita melakukan pertahanan, tapi kita modelnya melakukan perangnya gerilya Angkatan Darat, yah kalah kita sama Malaysia. Profesionalitas inikan harus dijamin, kalau tidak di latih dengan baik belum lagi masalah fasilitas prasarana alutsista yang belum jelas sampai sekarang, SDM juga sangat jauh, kenapa? Alat-alat tidak ada, kemudian juga sibuk bisnis dan sebagainya ini juga akan sangat sulit. Jadi, fungsi utama sebagai pertahanan negara dalam jangka panjang, bukan hanya berbicara pertahanan dalam konteks perang saja, pada tingkatan virus dan lain sebagainya itu saya rasa akan menjadi concernnya TNI sebenarnya. Virus apa, flu babi atau apapun itu di negara lain itu menjadi concernnya tentara.
Universitas Sumatera Utara