Syalom, Selain perkara korupsi, buruknya pelayanan umum, dan berbagai ‘masalah besar’ lainnya, sesungguhnya di Indonesia banyak sekali masalah kecil yang terjadi dalam keseharian. Banyak orang minta supaya pemerintah berubah, pejabat berubah, tetangga berubah, orang lain berubah, tapi dirinya tidak mau berubah. Padahal banyak hal yang bisa dilakukan untuk membuat hidup ini lebih nyaman dan indah untuk dinikmati. Mulai dari hal-hal kecil, yang niscaya akan membuat orang lain menikmati buah dari perubahan kita sendiri. Hal-hal kecil yang barangkali selama ini tidak terpikir, atau hanya dianggap angin lalu. Tapi sesungguhnya jika kita serius untuk berubah, itu akan berarti. Membuat bangsa ini lebih baik, tidak hanya dengan pemberantasan korupsi, penegakan hukum, walau itu memang penting dan sangat prinsip. Tapi bukan artinya kita tidak perlu berubah, kalau kondisi yang diluar kendali kita tersebut tidak (belum) berubah. Ini adalah kumpulan dari 30 email yang ditulis dan dikirim ke beberapa milis & personal di sekitar bulan Agustus sampai September 2010. Formatnya memang berupa email, anggap saja satu lembar surat dari seseorang kepada sahabatnya. Untuk mengingatkan hal-hal keci l yang perlu kita baca dan renungkan. Apakah kita sudah melakukannya ? Ya, hanya 1 lembar, karena setiap email memang ditulis maksimal 1 halaman saja. Ada 30 topik, dalam 30 email, dalam 30 halaman. Silahkan dibaca dan direnungkan. Jika Anda ingin tulisan ini dibaca oleh orang lain, silahkan di ‘forward’ kepada siapapun yang Anda ingin. Atau Anda ingin mengutip dan memasukkannya ke dalam web, blog atau media lain, dipersilahkan juga. Kiranya memberi manfaat bagi siapapun yang membacanya. Tuhan yang menolong.
Salam kasih,
Ulbrits Siahaan (Jakarta, 31 Januari 2011)
[email protected]
1
30 Daftar Email (Topik) 1. Orang cantik, kog buang sampah sembarangan ?
Buang Sampah 2. Penuh variasi, membentuk gunung dan sisa
Ambil & Makan secukupnya 3. Waduh Bu, tambahinlah dikit lagi...
Tawarlah Sewajarnya 4. Mobil siapa sih ini... ?
Berpikir kala Parkir 5. Lama amat ya... Kayak nenek-nenek aja
Persiapkan sebelum bayar 6. Walau merdeka, jangan ngucur terussss..
Kendalikan Kran Air Anda 7. Ada yang lihat gunting nggak ?
Kembalikan pada tempatnya (semula) 8. Haloo... 'met pagi ! Tumben nih nelpon
Jangan bila ada perlu saja 9. Sudah dimana? Jadi datang khan ?
Katakan tidak, jikalau memang tidak bisa 10. Urusan hajat hidup mendesak, tapi... kog begini :-(
Sesudah pakai, bersihkan agar siap pakai lagi 11. Tiru sepupumu tuh... masih muda sudah punya BMW
Jangan puji, jika kaya yang tidak wajar 12. Nonton bencana, ditemani sepotong pizza
Mati rasa dengan penderitaan (orang lain) 13. Adek.... Stop dulu BB-mu !
Simaklah teman bicara 14. Tiiiittttttttt..... Dasar sopir angkot tidak punya otak !
Realistis di tengah kemacetan 15. Pa.. tadi Adek kepeleset di kamar mandi
Pilihlah waktu (situasi) yang tepat menyampaikan kabar (kurang baik) 16. Punten Aa, Punten Teh, ... Mangga... mangga..
Mohon permisi jika mengganggu yang lain 17. Makasih mas, tolong ambilin tissue ya
Terima kasih buat ‘orang kecil’ 18. Bu, ini sudah ada orangnya ?
Melakukan ‘tekin’ yang wajar 19. Bajuku rusak dimakan rayap, tetangga bajunya bolong...
Jangan simpan kalau sudah tidak diperlukan
[email protected]
2
20. Hoi.... Mas...mas, dari belakang dong !
Ikutilah Antrian 21. Tolong..... lagi dikejar-kejar 'debt collector'
Besar Pasak Daripada Tiang 22. Rahasia bocor sampai ke lantai lain
Etika naik lift 23. Ada orang di dalam ya ?
Matikan jika tidak dipakai 24. Kog kita gak kayak mereka ?
Akibat membandingkan 25. "Multi tasking" yang kebablasan
Otak – atik HP sembari menyetir 26. Dua hari rasanya (selalu) kurang
Sindrome Loyo di hari Senin 27. Iya tuh.. orang 'AAA' emang begitu
Generalisasi sebuah ‘suku’ atau ‘etnis’ 28. Mbak....!
Kopi yah..... Sekalian mie rebus..!
Segala hal ingin dilayani 29. Tadi.. hmm... siapa namanya yah ?
Penting mengingat nama orang lain 30. Untuk segala sesuatu ada waktunya
Akibat memegang terlalu erat
[email protected]
3
From: Ulbrits Siahaan Sent: Thursday, August 12, 2010 11:55 PM To: Kristen; Katholik Subject: 1. Orang cantik, kog buang sampah sembarangan ?
Buang Sampah Turun dari mobil, gadis muda itu dengan ringan (dan riang) buang tissue di tangannya ke jalanan. Terlihat, tidak ada rasa bersalah sedikitpun. Dari penampilannya, terlihat modis, bersih, rapi dari ujung kaki ke ujung rambut, Perilaku yang sama mudah sekali ditemui di Jakarta (Indonesia), Dari mobil mewah, buka jendela, buang bungkus permen, botol aqua, dll. Dari metromini, mikrolet, bajaj, juga sama.. seolah jalanan itu adalah ‘tong sampah’ Mengapa bisa seperti itu ya ? Tidak ada hubungan dengan kaya, miskin, lulus SD, sarjana, dll, Tapi ke mentalitas dan perilaku. Sebagai murid Kristus, mari kita menjaga kebersihan, sebagai bagian tidak terpisahkan dari ketaatan kepada Tuhan. Orang cantik, kog buang sampah sembarangan ? Tidak ada hubungannya.. Cantik, sangat cantik, tampan, sangat tampan.. Buanglah sampah pada tempat sampah. Bukan di jalan, trotoar, halaman, atau dimanapun selain tempat sampah. Salam kasih,
Ulbrits Nb : Tulisan ini adalah bagian dari 30 tulisan yang akan dikirimkan, Untuk mengingatkan kita menjadikan Indonesia lebih baik lagi Melalui perubahan dari anak-anak Tuhan.
[email protected]
4
From: Ulbrits Siahaan Sent: Friday, August 13, 2010 11:24 AM To: Kristen; Katholik Subject: 2. Penuh variasi, membentuk gunung dan sisa
Ambil & Makan secukupnya Satu pemandangan yang umum, dalam pesta atau sebuah acara, yang menyediakan makan dengan cara prasmanan. Banyak orang yang mengambil berbagai jenis makanan (tergoda mata & keinginan), Sampai piring menggunung… tapi pada akhirnya sisa, kebuang dan mubazir. Ironisnya, sering mengakibatkan yang datang belakangan (antrian akhir), jadi tidak kebagian lagi. Coba perhatikan di antrean ‘kambing guling’ kalau di sebuah pesta ☺ Termasuk juga mengambil buah, sudah ambil jeruk, pisang, es krim, Penuh variasi, kadang sisa, malah potensi jadi penyakit. Intinya, semua yang ada, selama masih muat di perut.. disikat… ! Perilaku seperti ini juga masih terjadi di acara yang bersifat kerohanian, (di gereja, persekutuan, dll). Mari kita mulai dan memberi contoh, supaya biarlah orang mengambil sesuai kebutuhan (kesehatan), Selain memikirkan tamu (peserta lainnya), tentu juga mengurangi beban penyelenggara pesta dan panitia.
Fil 2 : 4 dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.
Salam kasih,
Ulbrits Nb : Tulisan ini adalah bagian dari 30 tulisan yang akan dikirimkan, Untuk mengingatkan kita menjadikan Indonesia lebih baik lagi Melalui perubahan dari anak-anak Tuhan.
[email protected]
5
From: Ulbrits Siahaan Sent: Saturday, August 14, 2010 6:46 AM To: Kristen; Katholik Subject: 3. Waduh Bu, tambahinlah dikit lagi...
Tawarlah Sewajarnya Bapak tua, pedagang rambutan keliling, dengan sepeda berkeranjang bambu, Tubuh kurus, rambut sudah memutih, dengan wajah keriput, mencoba menaikkan harga transaksi, Dia jual 5 ribu seikat, sang Ibu nawar 3 ikat 10 ribu. Waduh Bu…. Tambahinlah dikit lagi, 12 ribu 3 ikat, Tapi sang Ibu, sepertinya begitu bernafsu mendapatkan ‘saving’ 2 ribu rupiah lagi. Cara menawar sang Ibu, juga sering dilakukan para bapak, tante, mbak, mas, abang, dll. Sangat dashyat kekuatan menawar saat berurusan dengan ‘kalangan kecil’, pedagang asongan, penjual keliling, tukang ojek, becak, jasa potong rumput, dll yang relatif punya posisi tawar lemah, dan sering dilematis antara bertahan ‘rugi tidak laku’, atau laku dengan untung yang sangat minim dibanding kebutuhan hidup. Di sisi lain, sang ibu, bapak, tante, mbak, mas, abang begitu lemah kepada ‘industri’ gaya hidup, Bayar mahal barang di mall yang harganya selangit hanya untuk kebanggaan memakai ‘sebuah merk’. Menawar boleh saja, namanya juga proses jual – beli. Tapi pekalah dengan hari nurani, jangan tekan terus demi 2 ribu rupiah, Sampai wajah si Bapak tua begitu memelas.. 2 ribu bagi dia bisa untuk membeli ½ kg beras… Padahal bagi sang Ibu, itu hanya setara harga 1 kali semprot parfum import yang dipakai. Walahhhhh…. Salam kasih,
Ulbrits Nb : Tulisan ini adalah bagian dari 30 tulisan yang akan dikirimkan, Untuk mengingatkan kita menjadikan Indonesia lebih baik lagi Melalui perubahan dari anak-anak Tuhan.
[email protected]
6
From: Ulbrits Siahaan Sent: Sunday, August 15, 2010 7:11 AM To: Kristen; Katholik Subject: 4. Mobil siapa sih ini... ?
Berpikir kala Parkir Dengan wajah konsentrasi, Tuti menurunkan kaca mobilnya, Menghindari patok besi portal jalan, yang ada pintu keluar perumahan. Sebuah mobil parkir di ujung jalan, terlalu dekat ke portal, sungguh merepotkan Tuti untuk belok. Terlalu kiri, senggol mobil tersebut, terlalu kanan bisa terkena besi. Andaikan mobil itu mundur 50 cm saja menjauhi ujung jalan, akan lebih mudah bagi Tuti, (dan pengemudi lain) untuk belok. Motor parkir di depan rumah kost, di sebuah gang yang sempit, Membuat Bang Edi, tukang bakso keliling harus ekstra hati-hati untuk lewat. Andaikan motor itu lebih mepet 15 cm ke arah pagar, dia tidak akan kesulitan. Di ujung ruko, mestinya bisa muat 3 mobil untuk parkir, Tapi terpaksa hanya 2, karena mobil paling ujung, menyisakan jarak 1 meter ke tembok, Akibatnya, area yang sisa terlalu lebar untuk 1 mobil, tapi tidak cukup untuk 2 mobil. Terpaksa Martin, harus keliling ke ruko belakang, cari parkir lain, Padahal di sore yang sedang gerimis itu, dia lagi buru-buru beli susu anaknya. Tuti, Bang Edi dan Martin, adalah korban, Dari sikap pengendara mobil dan motor yang ‘asal parkir’, Tanpa memperhatikan posisi mobil / motornya, apakah akan menyusahkan orang lain atau tidak. Memberikan waktu berpikir 1 – 2 menit, setiap mengambil keputusan untuk posisi parkir, Dan mengecek (memastikan) apakah posisi tersebut sudah pas, Akan menolong atau memudahkan orang lain untuk lewat atau parkir. Barangkali setiap kita sudah pernah merasakan ‘jadi korban’, seperti pengalaman Tuti, Bang Edi dan Martin,
Karena itu.. berpikirlah kala parkir. Supaya Tuti tidak lagi bersungut-sungut, mobil siapa sih ini ? Salam kasih,
Ulbrits
[email protected]
7
From: Ulbrits Siahaan Sent: Monday, August 16, 2010 7:38 AM To: Kristen; Katholik Subject: 5. Lama amat ya... Kayak nenek-nenek aja
Persiapkan sebelum bayar Lelaki muda, umur 25-an, dengan penampilan anak muda jaman sekarang, Di kuping terpasang ‘ear phone’ dengar musik, tangan pegang HP tombol Qwerty. Turun dari angkot, berdiri tegak dulu, baru sibuk cari uang di kantong dan dompetnya, Keluarin uang pecahan 20 ribu, lantas bayar ke sopir angkot. Sopir sibuk cari kembalian, karena ongkos hanya 2.500, Prosesi dari sang pemuda turun, buka dompet, bayar dan terima kembalian, Memakan total waktu sekitar 30 detik. Penumpang lain di angkot sudah melihat dengan muka cemberut, Kenapa sih ini orang tidak siapin uang dari tadi ? Belum lagi deretan mobil di belakang angkot sudah sempat memanjang, Diramaikan dengan bunyi klakson, dan bumbu omelan para sopir tentunya. Kejadian sejenis (mirip), sering terlihat waktu : 1. Keluar parkir, sibuk cari karcis 2. Gerbang tol, panik cari tiket tol 3. Kasir di mini market 4. Dst-nya Mempersiapkan uang (mendekati) pas sebelum transaksi, Apalagi untuk sesuatu yang sudah rutin (bisa) diperkirakan, Akan menolong dan membuat senang banyak pihak. Termasuk mempersiapkan karcis (tiket) yang diperlukan untuk bayar. Dan tentu, omelan “ lama amat ya… kayak nenek-nenek aja”, Tidak akan terdengar lagi.. Mohon maaf, dengan segala hormat kepada para nenek, Perilaku tadi justru sering dilakukan orang muda yang berpenampilan metropolis. Kog jadi nama nenek dibawa-bawa, Dan kata siapa nenek-nenek identik dengan lambat. Sudah siapkah uang (mendekati) pas Anda untuk transaksi berikutnya ? Salam kasih,
Ulbrits
[email protected]
8
From: Ulbrits Siahaan Sent: Tuesday, August 17, 2010 8:21 AM To: Kristen; Katholik Subject: 6. Walau merdeka, jangan ngucur terussss..
Kendalikan Kran Air Anda Di warung nasi pinggir kantoran itu, si ibu lagi sibuk nyuci piring di ember hitam penuh buih sabun, Sementara di ember satu lagi, sudah penuh air, tapi dari selang mengalir terus, jadi luber. Waktu ditanya, “Bu, kog airnya dibiarkan luber begitu ?”. Jawabnya, “Tidak apa-apa Mas, wong bayarnya sama kog”. Di pikiran si Ibu, dia bayar ke ‘oknum’ selalu sama per bulan, Mau dia hemat air (membuat dia repot bolak-balik matikan selang), Atau dia biarkan mengalir terus, bayarnya tetap sama. Terang saja sama, wong itu air curian PAM yang disalurkan ‘oknum’ entah siapa. Pola pikir seperti itu, terjadi bukan hanya di kalangan pemilik warung pinggir jalan, Tapi juga di pegawai kantor, penghuni kost, pengunjung mall, tamu hotel, mahasiswa di kampus, Tamu restoran, dan semua kalangan. Mentang-mentang air gratis, (bukan saya yang bayar atau bayarnya toh sama), Maka dibiarkan mengalir terus, atau mengalir dengan volume yang berlebihan, padahal bisa lebih hemat air dengan dikendalikan (diatur sesuai kebutuhan). Selama sikat gigi, air dibiarkan mengalir terus. Padahal apa repotnya, tinggal stop kran selama menyikat. Mandi, byar… byur.. byar.. byur, puluhan kali hanya untuk bilas badan, Seolah membersihkan badan orang yang seminggu tidak mandi, Padahal dia mandi 2 X sehari. Bagi sebagian orang yang boros air di rumahnya, ada jawaban yang logis, “ Apa keberatannya sih ? wong air saya bayar, saya tidak nyuri, saya tidak korupsi. Hak saya donk pakai air sesuka saya… saya kan tidak merugikan siapa-siapa”. Jawaban yang logis, tapi tidak memakai nurani, Barangkali yang bersangkutan lupa, kita tidak sedang bicara hak (semata). Jika bicara hak saja, apa hak kita meminta udara gratis kepada Tuhan ? Karena itu, walau merdeka, jangan biarkan air Anda.. ngucur terusssss
Salam kasih, Ulbrits
[email protected]
9
From: Ulbrits Siahaan Sent: Wednesday, August 18, 2010 5:32 AM To: Kristen; Katholik Subject: 7. Ada yang lihat gunting nggak ?
Kembalikan pada tempatnya (semula) Teriakan, ada yang lihat gunting nggak ? Kesal, mana kunci motor ya ? Bingung, tagihan kartu kredit kemarin dimana yah ? Panik, siapa yang nyimpan kunci gerbang ? Adalah ciri khas dari suatu rumah tangga, yang tidak mempunyai kesepakatan (aturan), Menyimpan (meletakkan) setiap barang atau peralatan rumah tangga. Mungkin sudah ada kesepakatan, tapi anggota rumah tangga tersebut sering lupa, Tidak mengembalikan pada tempatnya semula (yang ditetapkan). Kebiasaan ini akan terbawa (menular), pada perilaku di luar rumah, Baik waktu tinggal dengan orang lain dan juga di kantor. Padahal resepnya sederhana, ingatlah untuk mengembalikan segala sesuatu ke tempat semula, Begitu selesai (ingat : begitu selesai) memakai suatu peralatan. Jangan menunda, karena biasanya akan terlupa. Demikian juga, membangun kebiasaan meletakkan peralatan di tempat yang sama, Sampai akhirnya akan menjadi ‘refleks’ (otomatis). Begitu pulang ke rumah, maka kunci akan diletakkan di posisi A, Tas di posisi B, HP di posisi C, dst-nya. Pada saat keluar rumah, akan refleks juga mengambil lagi, dari posisi A, B, C, dst-nya. Melatih diri mempunyai sikap (kebiasaan) teratur seperti ini, Akan menguntungkan diri sendiri dari sisi hemat waktu, tertib dan keselamatan. Ironis, beberapa kali terjadi korban meninggal saat peristiwa kebakaran, Karena terjadi di malam hari, dan mereka panik mencari kunci rumah. Jangan sampai terjadi …! Salam kasih,
Ulbrits
[email protected]
10
From: Ulbrits Siahaan Sent: Thursday, August 19, 2010 5:40 AM To: Kristen; Katholik Subject: 8. Haloo... 'met pagi ! Tumben nih nelpon
Jangan bila ada perlu saja Coba ingat baik-baik, kapan terakhir menelepon (SMS) seorang sahabat atau keluarga, Bukan karena ada keperluan (kepentingan), tapi sekedar menyapa, tanya kabar saja?. Atau dibalik, kapan ditelepon (SMS) seseorang, atau dikunjungi ke rumah, Tapi bukan karena orang itu ada perlu atau kepentingan dengan kita ? Itulah masalah banyak persahabatan (persaudaraan) belakangan ini, Relasi seolah identik dengan jika ada perlu (kepentingan) saja. Jadi ketemu hanya kalau ada acara pernikahan, kedukaan, dan seterusnya. Atau bertamu kalau pas ada perlu untuk meminjam uang (barang), Menelpon atau email kalau minta tolong cari pekerjaan, urusan tender bisnis, dll Sampai di titik tertentu, orang mulai ‘paranoid’ dengan telepon (kunjungan) seperti itu, Karena biasanya, pasti ada ‘buntutnya’, maka keluarlah kalimat : “ Halo… ‘met pagi !. Tumben nih telepon.. ada apakah ?’ Apakah kita sudah (sedang) dalam kondisi seperti itu ? Mari memutus ‘mata rantai’ tersebut, dengan inisiatif melakukan perubahan, Sapa, ( email, sms, telepon) atau berkunjunglah ke rumah sahabat dan keluarga, Bukan hanya pada saat kita ada perlu saja… Tapi sesekali hanya sekedar menyapa, apa kabar ? sehat semua ? Sibuk ? Repot ? Pastilah… Tapi jikalau ada niat, pasti akan ada jalan. Salam kasih,
Ulbrits Nb : Tulisan ini adalah bagian dari 30 tulisan yang akan dikirimkan, Untuk mengingatkan kita menjadikan Indonesia lebih baik lagi Melalui perubahan dari anak-anak Tuhan.
[email protected]
11
From: Ulbrits Siahaan Sent: Friday, August 20, 2010 5:34 AM To: Kristen; Katholik Subject: 9. Sudah dimana? Jadi datang khan ?
Katakan tidak, jikalau memang tidak bisa
Pukul 14.00 siang itu, Mario mulai gusar, sebab wajah Rini, istrinya, mulai cemberut, Sembari bertanya, mana teman-temannya Mas ? Rupanya Mario ada acara reuni kecil-kecilan dengan eks teman-teman kuliah dulu, Dan kali ini, Mario kebagian jadi tuan rumah, acara jam 12.00, dimulai dengan makan siang. Sesuai konfirmasi terakhir, yang bakal hadir 30 orang (termasuk keluarga), Jadi Rini sudah menyiapkan cemilan, makanan dan buah untuk 40-an orang (antisipasi kurang). Tapi ternyata, sampai pukul 14.00, yang datang baru 9 orang, Maka Rini yang tadinya ceria, mulai cemberut. Repotnya, yang belum datang, mayoritas tidak menelepon (memberi kabar), jadi datang atau tidak, dan posisi sudah dimana. Akhirnya Mario menelepon satu persatu, halo… sudah dimana ? jadi datang khan ? Sampai jam 17.00, total yang datang hanya 20 orang saja. Ada beberapa yang tidak bisa dihubungi, dan tidak ada kabar, mengapa tidak datang. Rini kecewa… Mario kesal… Jika ada undangan, katakan tidak (dari awal) jika memang tidak bisa datang. Supaya yang jadi tuan rumah (panitia) bisa mempersiapkan sesuai kehadiran. Kalaupun ada halangan (mendadak), secepatnya beri kabar kepada tuan rumah. Satu SMS yang kita kirim, bisa menghindari kekecewaan Rini, kekesalan Maro..
Salam kasih,
Ulbrits Nb : Tulisan ini adalah bagian dari 30 tulisan yang akan dikirimkan, Untuk mengingatkan kita menjadikan Indonesia lebih baik lagi Melalui perubahan dari anak-anak Tuhan.
[email protected]
12
From: Ulbrits Siahaan Sent: Saturday, August 21, 2010 6:22 AM To: Kristen; Katholik Subject: 10. Urusan hajat hidup mendesak, tapi... kog begini :-(
Sesudah pakai, bersihkan agar siap pakai lagi
Waktu di sebuah mall kecil , di sebuah kawasan pinggiran timur Jakarta, Perut Ronny mulas tiba-tiba, mungkin akibat makan siang beberapa menit sebelumnya. Begitu tiba di toilet, Ronny lega, salah satu ‘bilik kecil’ dalam keadaan kosong alias siap pakai. Apa daya, begitu masuk, ternyata di dalamnya begitu jorok, Bekas sepatu menginjak dudukan kloset, air bercipratan dimana-mana, dst-nya. Ronny dilema, mau menahan, sudah tidak kuat. Mau cari toilet lain, tidak tahu dimana, dan belum tentu kosong. Mau meneruskan, tapi kog jorok begini.. Waduh.. kasihan Ronny.. Menderita akibat perilaku sebagian pengguna toilet di Indonesia. Rupanya setelah 65 tahun merdeka, Indonesia masih belum ‘merdeka’ sepenuhnya dari perkara toiletl, Masih mempergunakan sesuka hati, “sebodo amat” setelah selesai dipakai. Penting bagi kita menyadari, adalah tanggung jawab kita untuk meninggalkan dengan bersih (layak pakai), Sesudah kita pakai, buang tissue ke tempatnya, siram dengan baik, dan minimalkan cipratan air kemana-mana. Agar toilet siap pakai untuk konsumen berikutnya. Supaya jangan ada lagi ‘Ronny-Ronny” yang lain.
Salam kasih,
Ulbrits Nb : Tulisan ini adalah bagian dari 30 tulisan yang akan dikirimkan, Untuk mengingatkan kita menjadikan Indonesia lebih baik lagi Melalui perubahan dari anak-anak Tuhan.
[email protected]
13
From: Ulbrits Siahaan Sent: Sunday, August 22, 2010 7:39 AM To: Kristen; Katholik Subject: 11. Tiru sepupumu tuh... masih muda sudah punya BMW
Jangan puji, jika kaya yang tidak wajar Dalam sebuah pertemuan keluarga besar, sering terjadi ‘dialog’ membanding-bandingkan, Dan yang paling mudah dibandingkan adalah ‘kekayaan harta’, karena mudah terlihat, bisa dirasakan (apalagi sering jadi donatur), dan enak dibahas. Sangat jarang dibandingkan perkara jujur, sabar, tekun, kerja keras, Itu bukan topik menarik dibicarakan, lebih enak membahas harta atau kekayaaan. Maka kerap terdengar, kalimat kurang lebih seperti ini ; 1. Andre, sudah diterima kerja di bank ya ? Nah.. tiru sepupumu yang kerja di konsultan pajak tuh, masih mudah sudah punya BMW, dia baru kerja 4 tahun lho, 2. Jangan kayak Om Donald, sekolah sampai doktor, Sampai sekarang cuma punya kijang, tinggalpun di perumahan dosen. Seorang pegawai, yang baru kerja 4 tahun, dan hanya mengandalkan gaji (tidak ada usaha sampingan, tidak dapat undian, tidak ada warisan), Sangat tidak wajar jika punya uang milyar, mobil mewah, rumah besar. Sangat mungkin dia bagian dari korupsi, entah secara langsung atau tidak. Sebaliknya seorang dosen, pegawai negeri, polisi, tentara, yang walau sekolah / pangkat tinggi, Namun hanya mengandalkan gaji (tunjangan resmi), tentu wajar jika hidup sederhana. Janganlah dicela, seolah dia seorang yang gagal. Memuji orang, sah-sah saja, bahkan wajib untuk sesuatu yang patut dipuji. Tapi jika ada sesuatu yang ‘tidak wajar’ menurut logika / perhitungan umum, Kalaupun tidak bisa menegur (mengoreksi), setidaknya jangan memuji. Lebih baik netral atau diam saja, dan jangan jadikan ‘patokan’ keberhasilan, Karena itu sama saja, kita menjadi ‘provokator’, membuat orang lain terdorong kaya yang tidak wajar. Apa saja kaya yang tidak wajar ? Segala sesuatu yang melanggar hukum. Korupsi, bandar narkoba, penyelundup, makelar hukum, mafia peradilan, pembajak (VCD, buku, dll), Perusak hutan, pertambangan liar, dan seterusnya.
Salam kasih,
Ulbrits
[email protected]
14
From: Ulbrits Siahaan Sent: Monday, August 23, 2010 5:48 AM To: Kristen; Katholik Subject: 12. Nonton bencana, ditemani sepotong pizza
Mati rasa dengan penderitaan (orang lain) Suami – istri, pasangan muda itu lagi duduk di depan TV ruang tamu, Sabtu sore, di tengah hujan gerimis, makan pizza dengan teh manis panas. Menikmati waktu senggang, mereka makan, sambil sesekali bergurau. Di TV, sedang disiarkan berita bencana banjir bandang di Kashmir India, yang menewaskan 113 orang, 400-an cedera, ribuan pengungsi, rumah, kantor, jalan hancur semua, begitu hebat. Sebuah tragedi yang amat menyengsarakan dan memilukan. Namun rupanya, pasangan ini menonton dengan ‘ekpresi biasa’, sama dengan response mereka saat menonton artis cerai di infotainment. Datar seolah tidak terjadi apa-apa, mereka tetap nikmat makan pizza sambil menyeruput teh panas. Banyak orang berpikir, lawan dari kasih adalah benci. Padahal ‘apatis’ (tidak peduli, sebodo, cuek, mati rasa), adalah lawan dari kasih. Awalnya mungkin bermula mati rasa dengan penderitaan orang jauh (misalkan via TV). Di tahap berikut, mulai mati rasa dengan tetangga, keluarga jauh sampai keluarga dekat. Kita tidak perlu langsung menangis atau histeris setiap ada kesusahan, termasuk di TV. Tapi jikalau kita tidak lagi punya ‘kepekaan’ bahkan dengan tragedi seperti di Kashmir, Kita perlu waspada, ada apa dengan ‘nurani’ kita ? Mungkin terlalu banyak informasi yang kita serap, membuat rasa kita makin tumpul, Dan melihat penderitaan itu hanyalah sekedar statistik, mati puluhan, ratusan, ribuan manusia, itu hanyalah bilangan. Padahal 1 jiwa pun sangat berharga, dia adalah suami dari seorang istri, Istri dari seorang suami, anak dari sepasang suami istri, bagian dari sebuah keluarga. Salam kasih,
Ulbrits Nb : Tulisan ini adalah bagian dari 30 tulisan yang akan dikirimkan, Untuk mengingatkan kita menjadikan Indonesia lebih baik lagi Melalui perubahan dari anak-anak Tuhan.
[email protected]
15
From: Ulbrits Siahaan Sent: Tuesday, August 24, 2010 7:00 AM To: Kristen; Katholik Subject: 13. Adek.... Stop dulu BB-mu !
Simaklah teman bicara Mama Ricky kesal terhadap Lydia, anak remajanya, yang asyik terus dengan Blackberry (BB) di tangannya. Tantenya yang datang dari Bandung, mengajak Lydia bicara, tanya tentang sekolah, ini dan itu, tapi Lydia menjawab ogah-ogahan, dia lebih fokus kepada BB-nya. Lalu, mama Ricky menegor anak keduanya itu, “Adek… stop dulu BB-mu !” Di jaman ini, perilaku seperti Lydia bukan hanya milik anak remaja (ABG) saja, Tapi sudah merambah ke orang tua, karyawan, eksekutif dan pebisnis. Orang makin tidak menghargai teman bicaranya. Tidak fokus, dan ‘nyambi’ dengan berbagai alat teknologi HP, BB, MP3 Player, iPod, dll Padahal, siapa kita yang senang jika disepelekan pada saat bicara ? Dengan menyimak, belum tentu kita bisa menangkap 100 % maksud dan informasi dari teman bicara, Apalagi dengan terus-menerus sibuk menyambi pegang HP, BB, dll (yang sering justru tidak penting). Kejadian sejenis bisa terjadi di ruang tamu keluarga, di meja makan, di ruang tunggu, ruang meeting kantor, pada saat bawahan menghadap atasan, Stop dulu peralatan kita, fokus pada teman bicara. Jika terpaksa harus ‘menyambi’ karena ada hal (SMS, message) penting dan mendesak, Permisi dan minta maaflah, dan usahakan tidak berlama-lama.
Salam kasih,
Ulbrits Nb : Tulisan ini adalah bagian dari 30 tulisan yang akan dikirimkan, Untuk mengingatkan kita menjadikan Indonesia lebih baik lagi Melalui perubahan dari anak-anak Tuhan.
[email protected]
16
From: Ulbrits Siahaan Sent: Wednesday, August 25, 2010 7:08 AM To: Kristen; Katholik Subject: 14. Tiiiittttttttt..... Dasar sopir angkot tidak punya otak !
Realistis di tengah kemacetan Kemacetan kota-kota besar di Indonesia (khususnya Jakarta), membuat frustasi banyak orang, Termasuk Doni, yang belakangan makin sering tidak bisa mengendalikan diri di tengah macet. Kadang Doni mengkhayal, dia turun dari mobil, lalu menggebuk sopir angkot pakai kunci stir, Karena angkot tiba-tiba nyelip di depan mobilnya, hampir saja senggolan. Juga Doni sering melamun, supaya pengendara motor yang nyerempet spionnya, (tapi langsung kabur), Agar jatuh dan masuk got.. biar kapok !!! Imajinasi yang sungguh liar, dan bikin Doni sesungguhnya makin frustasi. Sikap realistis, adalah pilihan terbaik menghadapi macet. Tidak terlalu bermanfaat dan menolong, jika klakson terus, manuver kiri-kanan, marah-marah, Yang ada makin frustasi dan membuat terasa lelah, baik jiwa maupun badan. Putarlah musik yang disenangi, amati dan nikmati sekeliling, macam-macam karakter dan ragam orang. Coba merenung dan berpikir untuk sesuatu yang akan dilakukan. Jika ingin pulang ke rumah, ingat senyum dan ketawa anak kita, wow… Jika mau presentasi, di tengah macet, coba imajinasi, seperti apa nanti pembukaan yang akan disampaikan. Jika mau rapat, bayangkan situasi rapat, dan akan bertanya atau menyampaikan pemikiran seperti apa. Ingat moment yang menyenangkan dalam hidup, bersama pasangan, pacar, anak, teman-teman. Jika ada teman satu mobil, cari topik obrolan ringan dan hangat yang menghidupkan suasana. Daripada marah-marah, teriak “Dasar sopir angkot tidak punya otak !”. Lebih baik bersifat realistis.. nikmati sajalah…. Salam kasih,
Ulbrits
[email protected]
17
From: Ulbrits Siahaan Sent: Thursday, August 26, 2010 6:43 AM To: Kristen; Katholik Subject: 15. Pa.. tadi Adek kepeleset di kamar mandi
Pilihlah waktu (situasi) yang tepat menyampaikan kabar (kurang baik)
Setelah 2 jam menempuh macet perjalanan dari kantor, Roy lega sudah sampai di garasi, Terbayang mandi air hangat, makan dengan sop ayam bening, baca koran sembari minum jeruk hangat. Tiba-tiba lamunan Roy buyar semua dengan hanya satu kalimat saja dari istrinya, “Pa… tadi adek kepeleset di kamar mandi.”. Adek adalah julukan untuk anak nomor 2 mereka berumur 4 tahun. Ditanya balik, “Terus bagaimana kondisi Adek?. Istrinya jawab tidak apa-apa, hanya agak memar di lutut sebelah kiri Roy masih memegang tas, bahkan belum duduk, tapi sudah disambut dengan kabar seperti itu. Walau tidak apa-apa, tapi tetap saja Roy jadi kehilangan ‘mood’. Andaikan istrinya memilih waktu yang tepat, reaksi Roy mungkin akan berbeda. Menunggu Roy selesai mandi, makan, dan lagi santai membaca koran. Setidaknya beri waktu kepada Roy untuk menetralisir diri dari lelah di kantor dan macet di jalan, baik secara fisik maupun psikis, supaya pikirannya lebih ‘segar’ menerima kabar. Waktu yang kurang tepat juga sering dilakukan suami terhadap istri, orang tua terhadap anak. Demikian juga anak buah terhadap atasan, atasan terhadap bawahan, vendor terhadap customer, dll. Kita perlu melatih kepekaan untuk mengenal pola hidup dan pikir pasangan dan keluarga kita, Sampai menemukan metoda dan waktu yang tepat untuk menyampaikan sebuah kabar, khususnya kabar yang kurang baik. Apalagi sesuatu yang bersifat ‘hanya informasi’, yang tidak perlu ditindaklanjuti saat itu juga. Kecuali ada urusan ‘gas bocor’ di dapur, yang perlu diatasi segera, itu beda cerita. Tunggu 10 menit, 15 menit sampai dengan 1 jam, Tapi hasil yang kita dapatkan akan jauh berbeda.
tentu tidak terlalu lama,
Mau mencoba ? Salam kasih,
Ulbrits
[email protected]
18
From: Ulbrits Siahaan Sent: Friday, August 27, 2010 7:01 AM To: Kristen; Katholik Subject: 16. Punten Aa, Punten Teh, ... Mangga... mangga..
Mohon permisi jika mengganggu yang lain Kata pertama yang menonjol bagi seorang perantau yang pertama kali ke kota Bandung, (apalagi mahasiswa yang tinggal kost di gang-gang), adalah ucapan “Punten dan Mangga”. “Punten” diucapkan sebagai kata singkat dari ‘permisi mau numpang lewat’, Dan “mangga” adalah response dari yang diminta ijin, kurang lebih artinya silahkan… Sebuah tradisi (kebiasaan) yang indah untuk dilihat dan dilakukan. Walau seorang kawan sesama perantau dari Sumatera pernah komentar, Ah.. repot kali di Bandung ini, lewat satu gang saja musti berkali-kali bilang “Punten” ☺ Intinya adalah bagaimana menghargai orang lain (keberadaan orang lain), Yang berarti kita menganggap orang yang duduk atau berdiri di jalan yang kita lewati adalah eksis. Kita hidup di situasi yang tidak mengajarkan bahwa hal seperti itu penting. Lewat, bahkan sudah hampir injak kaki orang lain, tapi lewat begitu saja. Jongkok, bahkan (maaf) pantatnya sudah hampir terkena orang di belakang, tapi cuek saja. Baca koran di ruang tunggu, korannya sudah kena kepala orang di depan, tidak peduli. Makan somay di bus, wanginya menyebar seluruh bus, tidak bicara sepatah kata. Orang makin tidak peduli (anggap penting) orang lain. Namun betapa indahnya membayangkan hidup saling menghargai.. Seperti waktu lewat, di pagi hari waktu mau kuliah, di sebuah gang di kawasan Cicadas Bandung, Punten Aa, jika yang dilewati kaum lelaki (mas, abang, dll) Punten Teh (Singkatan Teteh) , jika yang dilewati perempuan (Kakak, Mbak, dll) Mangga… mangga…. Salam kasih,
Ulbrits Nb : Tulisan ini adalah bagian dari 30 tulisan yang akan dikirimkan, Untuk mengingatkan kita menjadikan Indonesia lebih baik lagi Melalui perubahan dari anak-anak Tuhan.
[email protected]
19
From: Ulbrits Siahaan Sent: Saturday, August 28, 2010 9:12 AM To: Kristen; Katholik Subject: 17. Makasih mas, tolong ambilin tissue ya
Terima kasih buat ‘orang kecil’ Seorang karyawan mempertanyakan sikap Lina, yang selalu mengucap terima kasih, Pada saat menerima ‘layanan’ dari office boy (OB) di kantornya. Entah itu saat mengantar air minum ke ruang meeting, Atau menerima dokumen yang dikirim bagian lain via OB tersebut. Temannya bertanya, ‘ngapain loe musti terima kasih, itu kan emang tugasnya dia ?” Ada orang yang begitu murah obral terima kasih, jika berurusan dengan ‘atasan, pejabat, orang kaya’, Sambil senyum, bahkan jika perlu dengan badan sedikit membungkuk, penuh kehangatan. Namun begitu dingin dan tawar tatkala berurusan dengan ‘orang kecil’, seperti office boy, pembantu, tukang sapu, dll. Mereka dianggap hanya sekadar ‘alat’ yang memang harus melakukan tugas ini dan itu sesuai instruksi. Tidak perlu ada sentuhan kemanusiaan… Tanda kutip diberikan, karena sesungguhnya tidak ada ‘orang kecil’ karena jabatan atau kekayaan. Itu hanya persepsi salah yang muncul dan berkembang sehingga seolah benar. Mengucap terima kasih biarlah keluar dari hati yang tulus, karena kita terbantu (tertolong), Dengan sesuatu yang dilakukan oleh orang yang kita berikan terima kasih. Karena itu mengucap terima kasih kepada direktur, manager atau office boy, Seharusnya sama kehangatan dan ketulusannya. Seperti Lina, pada saat atasannya memberikan dia souvenir dari Eropa, Dan saat office mengantar minum ke ruang meeting, maka kehangatannya sama. Makasih Mas, tolong sekalian ambilin tissue ya . Mas OB meninggalkan ruang meeting dengan wajah sumringah Salam kasih,
Ulbrits Nb : Tulisan ini adalah bagian dari 30 tulisan yang akan dikirimkan, Untuk mengingatkan kita menjadikan Indonesia lebih baik lagi Melalui perubahan dari anak-anak Tuhan.
[email protected]
20
From: Ulbrits Siahaan Sent: Sunday, August 29, 2010 6:57 AM To: Kristen; Katholik Subject: 18. Bu, ini sudah ada orangnya ?
Melakukan ‘tekin’ yang wajar Bagi yang belum paham, istilah ‘tekin’ adalah suatu tindakan menandai kursi, seolah sudah ada orangnya, (artinya jangan diduduki lagi), dengan meletakkan tas, buku, jaket, atau benda yang mewakili. Biasanya dilakukan jika kapasitas kursi terbatas, atau ingin berebut lokasi kursi favorit. Tidak terlalu jelas asal kata ‘tekin’, namun mungkin berasal dari kata “take” dalam bahasa Inggris. Sari agak kesal, sudah datang buru-buru ke suatu konser musik, namun dia kesulitan cari kursi yang posisinya enak, Di agak tengah depan, ada 4 kursi kosong, dan waktu dia mau duduk, 4 kursi tersebut sudah diisi tas dan kertas. Akhirnya Sari duduk agak menjauh ke sisi kanan belakang, sembari menunggu konser dimulai. Sampai 20 menit, kursi tadi masih tetap kosong. Lalu Sari beranjak lagi ke depan, bertanya : “Bu, ini sudah ada orangnya?”. Dengan mantap, sang Ibu menjawab, “Sudah.. sudah.. masih di parkiran”. Sari duduk kembali, dan ternyata sampai 15 menit kemudian, kursipun masih kosong. Ternyata, 4 orang tadi baru datang 10 menit setelah pertunjukan dimulai… Waduh…. !!! Sari dongkol, jika dipersoalkan, akan menjadi debat kusir saja, karena tidak ada aturan yang melarang atau memperbolehkan ‘tekin’ kursi. Masak mau nonton konser musik harus bertengkar dulu ? “Tekin” kursi barangkali tidak bisa dihindari, tapi lakukanlah dengan wajar, Dari aspek jumlah kursi yang di ‘tekin’, posisi dan durasi lama menunggu. Bagaimana itu yang wajar ? Karena tidak ada aturannya, ya sangat beragam, Sesuai dengan setiap situasi pada saat melakukan ‘tekin’.
Salam kasih,
Ulbrits Nb : Tulisan ini adalah bagian dari 30 tulisan yang akan dikirimkan, Untuk mengingatkan kita menjadikan Indonesia lebih baik lagi Melalui perubahan dari anak-anak Tuhan.
[email protected]
21
From: Ulbrits Siahaan Sent: Monday, August 30, 2010 8:14 AM To: Kristen; Katholik Subject: 19. Bajuku rusak dimakan rayap, tetangga bajunya bolong...
Jangan simpan kalau sudah tidak diperlukan Di sebuah acara yang diselenggarakan RT, Rina tertegun menyaksikan sebuah ironi, beberapa warga kampung, tetangga dari kompleks perumahan Rina (yang diundang ikut acara), datang dengan pakaian yang cukup ‘kumal’, entah karena terlalu sering dipakai, atau karena sudah terlalu tua umur bajunya. Rina teringat, di lemari rumahnya, baru beberapa hari lalu dia bongkar-bongkar, Dan ternyata sudah banyak pakaian dia dan suami, yang rusak karena dimakan rayap, Atau kuning karena terlalu lama disimpan. Padahal sebenarnya pakaian tersebut masih ‘bagus’ karena jarang dipakai, Namun karena terlalu lama disimpan, akhirnya rusak tersia-siakan. Kalaupun sekarang diberikan ke orang, sudah terlanjur rusak. Nurani Rina bicara, ada sesuatu yang salah dalam hal ini, Ada orang yang jaraknya barangkali hanya 200 – 300 meter dari rumah Rina, Membutuhkan baju yang layak (bagus), dan mereka tidak selalu punya uang untuk membeli. Tapi Rina menyia-nyiakan pakaian bagus sampai menjadi rusak di lemari karena jarang (tidak) pernah dipakai. Rina sadar, dia harus berubah, ke depan lebih baik pakaian yang memang sudah tidak dipakai, Diberikan (sumbangkan) ke orang yang membutuhkan. Barangkali di rumah kita juga masih seperti Rina, Bukan hanya pakaian, tapi juga tas, sepatu, jaket, dan berbagai peralatan lainnya. Daripada rusak dimakan rayap, lebih baik berikan kepada yang membutuhkannya.
Salam kasih,
Ulbrits Nb : Tulisan ini adalah bagian dari 30 tulisan yang akan dikirimkan, Untuk mengingatkan kita menjadikan Indonesia lebih baik lagi Melalui perubahan dari anak-anak Tuhan.
[email protected]
22
From:Ulbrits Siahaan Sent: Tuesday, August 31, 2010 8:20 AM To: Kristen; Katholik Subject: 20. Hoi.... Mas...mas, dari belakang dong !
Ikutilah Antrian Tatkala antrian sudah panjang seperti ular, untuk membeli tiket pulang kampung, Agak di di samping depan, seorang lelaki, kaos hitam, bertopi biru, sibuk otak-atik HP, seperti ketik SMS. Tiba-tiba… dengan pelan tapi pasti…. Happp…. Secara cepat dia masuk ke barisan depan, sekitar 6 orang dari depan. Dia menyelusup di depan seorang wanita muda, yang agak kaget tapi diam saja, sungkan untuk ribut. Namun situasi berubah, dari belakang, ada lelaki teriak dengan suara ‘nge-bas’, “Hoi… mas… mas, antri dari belakang dong !”. Ini semua juga perlu tiket, bla.. bla… bla.. Dan serempak seperti suara koor, orang-orang lain akhirnya ikut ngedumel (sungut-sungut), Mengeluarkan semua kekesalan mereka, karena memang sudah cukup lama berdiri antri. Lelaki tadi akhirnya malu, tapi sepertinya dia tidak mau kehilangan muka, Bukannya pergi untuk ikut antri dari baris paling belakang, tapi pergi entah kemana. Perilaku malas antri, masih sangat menonjol di Indonesia, bukan hanya di area layanan publik saja, Bahkan di kasir di sebuah mall yang mengaku ‘kelas atas’ pun masih terjadi perilaku serobot. Hendak parkir, di kasir, beli tiket, parkir, di restoran, rumah sakit, bahkan tempat ibadah. Ada orang yang tidak malu pada diri sendiri, seolah menyerobot itu memberi kepuasan (kebanggaan), Dia tidak menyadari, bahwa pada saat serobot antrian dia sedang merendahkan dirinya menjadi orang tidak beradab. Karena bahkan (sebagian) binatangpun mengerti konsep antrian. Ingat itik jika menyeberang jalan ? Jadi maaf saja, jika orang tidak antri dengan baik, seperti apakah kualitas orang tersebut. Penampilan, kekayaan, jabatan, pendidikan formal, tidak menjadi jaminan orang punya budaya antri, Mari kita mulai, dari diri kita, anak-anak kita, keluarga dekat kita. Malu pada diri sendiri, jika tidak antri ! Salam kasih,
Ulbrits
[email protected]
23
From: Ulbrits Siahaan Sent: Wednesday, September 01, 2010 9:10 AM To: Kristen; Katholik Subject: 21. Tolong..... lagi dikejar-kejar 'debt collector'
Besar Pasak Daripada Tiang
Sudah beberapa hari ini Sisca susah tidur, gelisah di kantor, pekerjaan berantakan. Apa pasal ? karena dia lagi dikejar-kejar penagih hutang (debt collector). Pemakaian kartu kredit dia yang tidak sebanding penghasilan, Lalu ditambah bunga dan bunga, membuat dia sampai di satu titik, tidak lagi bisa berkelit. Selama ini sudah dicoba dengan pola, gali lobang tutup lobang, termasuk dengan pinjam kepada teman. Dulu hidup Sisca berjalan normal, masalah bermula dari perubahan pola hidup. Awalnya sederhana, tertarik baju yang bagus, mulai beli dengan kartu kredit, Tapi bukan sebagai pengganti uang cash, tapi sebagai ‘utang’ karena sesungguhnya waktu itu dia tidak punya uang. Pola itu berlanjut kepada belanja lain yang lebih kepada gaya hidup, Beli HP, nongkrong di café di mall, dan lain-lain, yang lebih kepada ‘keinginan’ bukan ‘kebutuhan’. Bisa jadi pengaruh pergaulan (teman), atau tergoda tawaran Kredit Tanpa Agunan (KTA), dll, Apapun itu, yang jelas pada akhirnya dikejar-kejar penagih hutang. Sisca terpojok, stress dan malu. Hari-hari ini banyak orang seperti Sisca, hidupnya susah karena gaya hidup. Tidak bisa mengatur pengeluaran sesuai dengan jumlah penghasilan, seperti perumpamaan “besar pasak daripada tiang”. Prinsip sederhana terhindar dari kasus seperti Sisca adalah, Bedakan antara ‘kebutuhan’ dan ‘keinginan”. Pada saat kita ingin membeli sesuatu, periksa ulang ke diri sendiri dan pasangan (keluarga), apalagi dalam jumlah uang yang besar (dibanding penghasilan), ini kebutuhan atau keinginan semata ? Itu bisa menjadi salah satu cara ampuh, terhindar dari jerat utang.
Salam kasih,
Ulbrits
[email protected]
24
From: Ulbrits Siahaan Sent: Thursday, September 02, 2010 6:18 AM To: Kristen; Katholik Subject: 22. Rahasia bocor sampai ke lantai lain
Etika naik lift
Mayoritas gedung bertingkat saat ini memiliki lift, baik perkantoran, mall, hotel, RS, dll. Di gedung perkantoran, dimana penghuninya adalah tetap dan jam kerja terpola, Maka frekuensi naik lift bersamaan antar penghuni beda lantai cukup tinggi, Terutama di jam masuk dan pulang kerja. Walau sudah terbiasa naik lift, rupanya banyak orang belum paham etika naik lift, Barangkali karena memang jarang dibahas tentang hal tersebut. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat naik lift : 1. Saat masuk lift, dahulukan yang keluar. Berikan ruang untuk yang mau keluar, supaya tidak bertabrakan. Masuklah setelah lift benar-benar kosong. 2. Lift adalah ‘ruang publik’, karena itu hindari aktifitas pribadi di lift, Seperti berdandan, makan, dll yang berpotensi mengganggu orang lain. Hargai hak pengguna lift lainnya. 3. Berdiri dan melihatlah dengan wajar dan netral, Termasuk jika ada pengguna lain yang ‘tampil beda” (norak, cantik, ganteng, dll), Tidak perlu memposisikan diri dan melihat dengan cara yang tidak proporsional. 4. Berbicaralah seperlunya dan dengan suara perlahan, Hindari gossip (apalagi membicarakan keburukan) orang lain saat di dalam lift, Ada beberapa orang tidak sadar, membahas keburukan perusahaan atau atasan mereka, Rahasia jadi bocor ke pengguna lift lain (beda lantai, beda perusahaan). Biarlah kita menjadi pengguna lft yang baik, dan memberi contoh, jika di sekitar kita, masih ada yang belum paham etika naik lift. Salam kasih,
Ulbrits Nb : Tulisan ini adalah bagian dari 30 tulisan yang akan dikirimkan, Untuk mengingatkan kita menjadikan Indonesia lebih baik lagi Melalui perubahan dari anak-anak Tuhan.
[email protected]
25
From: Ulbrits Siahaan Sent: Friday, September 03, 2010 6:26 AM To: Kristen; Katholik Subject: 23. Ada orang di dalam ya ?
Matikan jika tidak dipakai Mau mandi, Rico curiga, lampu kamar mandi nyala, pintu tertutup, Tapi sepertinya tidak ada suara sama sekali. Setelah menunggu beberapa menit, Rico mengetuk, “Ada orang di dalam ya ?”. Tidak ada jawaban, pintu dibuka, dan betul, kamar mandi sudah kosong. Rupanya pengguna terakhir lupa mematikan lampu kamar mandi. Di kantor juga sering terjadi, lampu ruang rapat tidak dimatikan sehabis dipakai, Demikian dengan AC dan bahkan kadang kala projector. Di rumah juga, semalaman TV menonton orang, karena orangnya tertidur sembari nonton TV. Kipas angin nyala di ruang tamu, padahal tidak ada orang duduk di sana. Komputer dibiarkan menyala, padahal orangnya sudah pergi main sepeda. Ada yang berpikir, dengan lampu (peralatan) hemat energi, tidak terlalu masalah, Toh pembayaran listrik masih normal (seperti biasa). Intinya bukan di situ, tapi menghindari pemborosan yang tidak perlu. Bahkan dalam skala bangsa Indonesia, dengan jumlah penduduk 200 juta lebih, kebiasaan membiarkan lampu dan peralatan menyala (walau tidak dipakai), tentu berdampak besar, karena walau lampu 5 watt saja, bagaimana jika 1 juta orang ? Padahal penyediaan listrik di Indonesia masih mengalami kendala, Diluar dari urusan PLN dan atau negara untuk menyediakan listrik bagi rakyatnya, Mari kita bijaksana mempergunakannya. Matikan jika tidak dipakai. Salam kasih,
Ulbrits Nb : Tulisan ini adalah bagian dari 30 tulisan yang akan dikirimkan, Untuk mengingatkan kita menjadikan Indonesia lebih baik lagi Melalui perubahan dari anak-anak Tuhan.
[email protected]
26
From: Ulbrits Siahaan Sent: Saturday, September 04, 2010 11:30 AM To: Kristen; Katholik Subject: 24. Kog kita gak kayak mereka ?
Akibat membandingkan Sekalian libur hari raya dan cuti massal, Anton sudah rencana menambah cuti pribadi, Karena dia ingin liburan keluar kota bersama keluarganya. Namun Anton agak kuatir, apakah akan diberikan ijin atau tidak, Mengingat pencapaian penjualan perusahaan yang masih jauh dari target, Dan banyaknya pekerjaan yang sedang dalam proses penyelesaian. Tidak seperti dugaannya, ternyata atasan Anton mengijinkan, dia bisa menambah cuti 3 hari, Rencana liburan akan bisa terwujud, bersyukur, karena sudah lama dinanti keluarganya. Seharian itu Anton begitu bersemangat, termasuk memberitahukan via telepon kepada istri dan anak di rumah. Menjelang sore, Anton dengar suatu kabar dari temannya, Ternyata di perusahaan lain yang satu group dengan tempat kerja Anton, Diberikan cuti gratis 2 hari alias libur tanpa memotong hak cuti. Wah, ini tidak adil, kog bisa begitu sih ? Kan sama satu group, pencapaian perusahaan juga tidak beda jauh, Mengapa di kita tidak ada cuti gratis ? kog kita gak kayak mereka ? Obrolan antar karyawan mulai menjurus ke sungut-sungut, termasuk Anton. Anton berkata, kalau kita diberikan 2 hari libur gratis, ‘kan saya dengan keluarga bisa lebih lama liburannya ? Rasay syukur dalam waktu sekejap berubah menjadi sungut-sungut, Akibat membandingkan, apa yang bagus menjadi terlihat buruk. Bukankah kita kadang mengalaminya ? kehilangan nikmat sebuah berkat, karena membandingkan dengan yang lain ? Salam kasih,
Ulbrits Nb : Tulisan ini adalah bagian dari 30 tulisan yang akan dikirimkan, Untuk mengingatkan kita menjadikan Indonesia lebih baik lagi Melalui perubahan dari anak-anak Tuhan.
[email protected]
27
From: Ulbrits Siahaan Sent: Sunday, September 05, 2010 8:09 AM To: Kristen; Katholik Subject: 25. "Multi tasking" yang kebablasan
Otak – atik HP sembari menyetir
Di jalur paling kanan jalan tol arah ke Jakarta, sebuah mobil melaju dengan kecepatan +- 60 km / jam, Padahal di depannya kosong, sehingga mobil-mobil tertahan panjang ke belakang. Ada beberapa mobil mencoba klakson dan memberikan lampu, tapi sang sopir seolah tidak peduli, Tetap saja melaju dengan kecepatan yang sama, dan mobil lain terpaksa mendahului dari sebelah kiri. Pas dilewati, walah… ternyata sang sopir sibuk ‘otak-atik’ HP, Entah dia sedang SMS atau main Blackberry, tidak terlalu jelas. Tindakan yang sangat berbahaya sekaligus merugikan orang lain. Melakukan beberapa pekerjaan sekaligus (multi tasking), memang sebuah solusi di jaman serba cepat ini. Namun menyetir sembari SMS (main BB, dll), adalah kebablasan, apalagi dilakukan di jalan tol. Naik motor sekarang juga makin banyak sembari telepon dan SMS, Jadi satu tangan menyetir, satu SMS, dan mata bolak-balik lihat jalan dan layar HP. Alamakkk…. Sungguh nyawa dibuat jadi mainan. Terlepas apakah sudah ada atau belum UU yang melarang hal tersebut, Kita perlu menyadari pentingnya keselamatan diri dan orang lain, bukan karena disuruh UU. Perlu terus dibangun, kesadaran untuk melakukan (tidak) berdasarkan hati nurani dan logika, Bukan hanya sekedar karena dilarang atau diperbolehkan UU. Jangan lagi otak-atik HP sembari menyetir, baik mobil maupun motor. Itu “multi tasking” yang kebablasan !
Salam kasih,
Ulbrits Nb : Tulisan ini adalah bagian dari 30 tulisan yang akan dikirimkan, Untuk mengingatkan kita menjadikan Indonesia lebih baik lagi Melalui perubahan dari anak-anak Tuhan.
[email protected]
28
From: Ulbrits Siahaan Sent: Monday, September 06, 2010 8:15 AM To: Kristen; Katholik Subject: 26. Dua hari rasanya (selalu) kurang
Sindrome Loyo di hari Senin
Lagi-lagi Dedi menjadi bahan omongan teman-teman dan atasannya, Karena sudah datang terlambat, dan sepanjang hari tampak loyo, wajah letih dan kurang bersemangat. Masalahnya, hal seperti ini, bukan hanya terjadi Senin minggu ini, Tapi sudah cukup sering, sehingga menjadi ‘cap’ yang melekat pada Dedi, Sindrome loyo di hari Senin. Setelah diajak ngobrol, penyebab Dedi loyo karena beberapa faktor, Salah satunya adalah terlalu banyak kegiatan (aktifitas) sepanjang Sabtu – Minggu, Entah itu acara bersama anak & istri, keluarga besar dan hobby Dedi sendiri bersama komunitas. Acara arisan, adat, ulang tahun, pernikahan, reuni, belanja, dan seterusnya. Sehingga, waktu libur Sabtu dan Minggu yang diberikan, bukan mengisi ‘energi kembali, Malah menyedot energi ekstra yang membuat tubuhnya terasa loyo. Memang sulit dihindari untuk kita tidak pernah berada dalam situasi seperti itu, Tapi jika terlalu sering atau malah sudah menjadi pola yang rutin, Maka perlu di evaluasi, karena tentu berdampak tidak baik kepada pekerjaan. Selalu ada hal paling penting di antara hal penting, ada hal yang paling utama di antara yang utama, Artinya ktia perlu melihat prioritas. Tidak bisa selalu menyenangkan dan memenuhi keinginan semua pihak. Pada akhirnya, kita yang bisa mengukur dan melihat kemampuan, supaya tidak mengalami sindrome loyo di hari Senin. Dua hari libur rasanya (selalu) kurang. Seberapa semangat Anda di Senin ini ?
Salam kasih,
Ulbrits Nb : Tulisan ini adalah bagian dari 30 tulisan yang akan dikirimkan, Untuk mengingatkan kita menjadikan Indonesia lebih baik lagi Melalui perubahan dari anak-anak Tuhan.
[email protected]
29
From: Ulbrits Siahaan Sent: Tuesday, September 07, 2010 7:25 AM To: Kristen; Katholik Subject: 27. Iya tuh.. orang 'AAA' emang begitu
Generalisasi sebuah ‘suku’ atau ‘etnis’ Dalam perbincangan sehari-hari, masih sering terdengar pandangan dari seseorang, Yang melakukan ‘generalisasi’ terhadap suku atau etnis tertentu, karena sikap atau perbuatan orang per orang. Apakah Anda pernah atau masih sering mendengar kalimat seperti ini : • Suku / etnis Aaa identik dengan tukang copet • Suku / etnis Bbb identik dengan pelit, tukang tipu • Suku / etnis Ccc identik dengan preman, debt collector, dll • Suku / etnis Ddd identik dengan pemalas, kerjanya dandan saja • Suku / etnis Eee identik dengan kumuh, tukang serobot tanah, dll • Dan berbagai ‘steorotif’ atau ‘stigma’ yang melekat pada suku / etnis tertentu. Dalam bentuk lawakan (canda), hal tersebut juga sering muncul, Namun itu lebih kepada menertawakan fenomena yang terjadi di masyarakat. Yang berbahaya adalah jikalau memasukan steorotif atau stigma tersebut ke dalam pikiran, Dan meyakininya seolah kebenaran yang mutlak atau mendekati 100 %. Sehingga mempengaruhi persepsi, response atau sikap kita terhadap seseorang. Ada pernah ‘ibu kost’, menolak orang yang kost ke rumahnya, hanya berpatokan pada stigma yang dipahaminya. Betapa rusaknya, jikalau keputusan di perusahaan menyangkut rekrutmen karyawan dipengaruhi hal seperti, Atau keputusan transaksi bisnis, entah jual beli barang atau jasa, didominasi sikap generalisasi satu suku / etnis. Harus disadari, bahwa Tuhan menciptakan beragam suku bangsa dengan keunikannya masing-masing, Itulah indahnya ciptaan Tuhan. Sikap / karakter profesi seseorang sangat dipengaruhi oleh keluarga, lingkungan, pendidikan, dll yang diterima dari kecil. Karena itu jangan lagi berkata, iya tuh orang ‘AAA’ emang begitu, jangan bisnis lagi sama mereka, Atau “ Dia kan cewek dari suku BBB, tapi kog bisa cantik dan lembut gitu ya ?” Lhoo .. ? Salam kasih, Ulbrits
[email protected]
30
From: Ulbrits Siahaan Sent: Wednesday, September 08, 2010 7:27 AM To: Kristen; Katholik Subject: 28. Mbak....! Kopi yah..... Sekalian mie rebus..!
Segala hal ingin dilayani Atas nama alasan sudah capek mencari nafkah, lelah hadapi macet, stress di kantor, dll, ada kaum bapak yang berlaku seperti seorang ‘raja’ di rumah. Ada juga yang membenarkan sikapnya dengan mencari pembenaran, berlandaskan ajaran agama, aturan adat, tradisi keluarga, dan sebagainya. Pagi hari, diawali dengan teriakan : mbak, koran dimana ? sudah datang belum ? Begitu koran diantar ke meja ruang tamu, disusul permintaan lanjutan : Mbak, minta kopi, sekalian mie rebus pakai telor ya Ke istri juga begitu : Ma.. Papa mau mandi, handuk dan pakaian ganti mana ? Ke anak sama juga : Adek, semirin sepatu papa ya.. ntar lagi mau berangkat. Singkatnya, segala hal ingin dilayani oleh istri, anak dan pembantu rumah tangga. Maka, pada saat pembantu rumah tangga sedang libur (mudik), suasana berubah drastis, Ada kecenderungan situasi rumah menjadi tidak nyaman, mudah tegang dan berantakan. Jika semua anggota rumah terbiasa mandiri dan bergotong royong mengerjakan pekerjaan rumah, Suasana akan terjaga, dan tetap bisa menyenangkan bagi semua pihak. Proses membersihkan rumah, memasak, cuci & setrika, beres-beres perabot, Bisa menjadi aktifitas yang menyenangkan jika dikerjakan dengan hati yang senang. Tapi itu akan sulit, jika di rumah, ada yang ingin selalu dilayani seperti ‘raja’. Janganlah.. !
Salam kasih,
Ulbrits Nb : Tulisan ini adalah bagian dari 30 tulisan yang akan dikirimkan, Untuk mengingatkan kita menjadikan Indonesia lebih baik lagi Melalui perubahan dari anak-anak Tuhan.
[email protected]
31
From: Ulbrits Siahaan Sent: Thursday, September 09, 2010 7:39 AM To: Kristen; Katholik Subject: 29. Tadi.. hmm... siapa namanya yah ?
Penting mengingat nama orang lain Ada satu orang kaya, yang lagi diselidiki terkait perkara korupsi, Namun berusaha mengelak dengan alasan menderita penyakit terkait ‘memori’, jadi lupa dengan banyak hal. Ada wartawan mendapat info dari orang yang pernah dekat dengan yang bersangkutan, Itu bukan penyakit, tapi salah satu bagian sifat sombong, yaitu anggap remeh dengan orang. Dari dulu ybs punya prinsip, tidak penting mengingat nama orang lain, buat apa ?. Orang lain yang harus mengingat dan mengetahui namanya dia. Prinsip yang aneh ! Sikap sejenis, walau bukan tidak ekstrim seperti itu, barangkali masih banyak terjadi, Anggap tidak penting mengetahui nama orang lain, apalagi untuk diingat (dihafal). Sering ngomong, tadi .. hmm.. siapa namanya yah ? Padahal nama bagi seseorang sangat penting, termasuk mengerti ejaannya dengan tepat. Ada seorang dosen yang akan marah jikalau mahasiswanya menulis “U”, untuk nama dia yang harusnya “Oe”, Dan itu bisa berdampak ke pengurangan nilai ☺ Dalam hubungan sehari-hari, relasi sosial dan hubungan bisnis, berusahalah untuk mengetahui dan menghafal nama, Salah satu caranya dengan menyebut nama ybs jikalau ketemu, itu menolong untuk bagian proses menghafal. Misal, ucapkan : Selamat pagi Pak Tulus, setiap kali ketemu dengan orang bernama Tulus Rahmat Daripada sekedar, Selamat pagi Pak… Dengan sering menyebut nama, kita.
tanpa sadar kita sedang mempertebal penulisan nama tsb di memori
Selamat mencoba !
Salam kasih,
Ulbrits
[email protected]
32
From: Ulbrits Siahaan Sent: Friday, September 10, 2010 8:11 AM To: Kristen; Katholik Subject: 30. Untuk segala sesuatu ada waktunya
Akibat memegang terlalu erat Seorang artis yang dulu dielu-elukan di masa kejayaannya, Sangat tidak siap menerima fakta, bahwa era dia sudah selesai. Sambutan yang diterima dimana-mana, termasuk penghasilan melimpah, Tergantikan sudah dengan hidup normal sebagaimana orang kebanyakan. Demikian juga seorang pejabat, eksekutif, profesional, dsb-nya akan selalu mengalami fase itu, Orang sering menyebutnya ‘post power syndrome’, sindrom kehilangan kuasa. Dulu tinggal perintah sekretaris, ajudan, bawahan, ratusan atau bahkan ribuan orang, Sekarang, menjadi seorang pensiunan yang kesepian. Dalam skala lebih muda, seorang pelajar bisa mengalami, dulu dia selalu juara atau yang terbaik, Baik di kelas, bidang olahraga atau kegiatan seni. Lalu ternyata masa berubah, ada orang yang lebih baik, dan predikat itu berganti jadi milik yang lain. Pada saat kita mulai mendapatkan sesuatu, sebaiknya selalu diiringi dengan kesadaran, Bahwa tidak ada yang kekal, untuk segala sesuatu ada waktunya. Orang-orang yang menjadi sakit atau aneh, setelah situasi berubah, Adalah akibat memegang terlalu erat, siap memiliki (mempunyai), tapi tidak siap untuk kehilangan. Ingatlah, untuk segala sesuatu, selalu ada waktunya. Salam kasih,
Ulbrits Nb : Tulisan ini adalah bagian dari 30 tulisan yang akan dikirimkan, Untuk mengingatkan kita menjadikan Indonesia lebih baik lagi Melalui perubahan dari anak-anak Tuhan.
[email protected]
33