Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
; MASALAH BUNGA BANK DAN RIBA,ASURANSI ;MODUL DAN HOMOSEKSUAL DAN LESBIAN ; ;
8
; ; PENDAHULUAN
B
ank-bank konvensional yang dikembangkan di Indonesia telah memakan sistem bunga. Sistem bunga ini ada kesamaan dengan praktek riba yang secara tegas al-Quran telah mengharamkannya. Oleh karena itu, MUI telah mengeluarkan fatwa tentang keharaman bunga bank. Asuransi pun menjadi transaksi perekonomian yang telah dikembangkan menjadi asuransi syariah yang jauh dari praktek-praktek riba. Karena praktek riba sangat membahayakan pertumbuhan perekonomian masyarakat. Sedangkan masalah homoseksual dan lesbian merupakan bagian dari penyimpangan seks. Praktek seperti ini sangat diharamkan dalam Islam. Hukuman dari perilaku ini sangat berat. Karena praktek seperti ini lebih bahaya daripada perzinahan. Dalam modul VIII ini terdiri dari tiga kegiatan belajar Kegiatan Belajar I : Masalah Bunga Bank dan Riba Kegiatan Belajar II : Masalah Asuransi Kegiatan Belajar III : Masalah Homoseksual dan Lesbian
Masail Fiqhiyah
267
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
MASALAH BUNGA BANK DAN RIBA INDIKATOR KOMPETENSI DASAR Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan dapat: 1. Mengetahui hukum Islam tentang bunga bank dan riba 2. Mengetahui dalil keharaman riba 3. Mengetahui perbedaan mendasar Bank Syari’ah dan Konvensional 4. Mengetahui perbedaan bunga dan mudharabah
PETUNJUK BELAJAR Untuk mempelajari modul ini hendaknya diterapkan bebarapa langkah berikut ini: 1. Mahasiswa mendengarkan serta menyimak sebagian isi modul ini dengan baik dan dapat juga membaca secara keseluruhan isi modul. 2. Mahasiswa memperkaya pengetahuannya dengan membaca buku-buku lain yang berkaitan dengan isi modul. 3. Mahasiswa dapat memperbandingkan dan mendiskusikan isi modul dengan dosen dan dengan sesama mahasiswa lainnya. 4. Mahasiswa mengambil kesimpulan serta membuat ringkasan tentang isi modul. 5. Mahasiswa menjawab beberapa pertanyaan yang ada di akhir setiap kegiatan belajar. 6. Mahasiswa mengevaluasi pemahamannya pada isi modul dengan melihat kunci jawaban yang sudah disediakan. 7. Jika hasil evaluasi kurang dari yang semestinya, maka mahasiswa wajib mempelajari kembali isi modul sampai benar-benar mengerti dan dapat menjawab pertanyaan dengan benar.
I
slam sebagai agama sempurna tentunya mengatur segala macam aktivitas kehidupan manusia, seperti aktivitas perekoniman, yaitu bagaimana Islam menghendaki agar kekayaan tidak hanya beredar di kalangan orang berduit (kaya) (QS.al-Hasyr:7), juga Islam menghendaki untuk tidak saling memakan harta orang lain dengan cara bathil (QS. 4:29). Diantara bentuk kebathilan memakan harta orang lain adalah riba. Bentuk riba ini sangat diharamkan oleh Allah Swt sebagaimana firman-Nya:
“Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. 2:275) 268
Masail Fiqhiyah
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
PENGERTIAN RIBA DAN BUNGA BANK Ibnu al-‘Arabi al-Maliki dalam kitabnya Ahkam al-Quran menjelaskan riba sebagai berikut: “Riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud adalah penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan.” Adapun yang dimaksud transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil, seperti transaksi jual beli, gadai, sewa atau bagi hasil proyek. Misalnya, jika si A meminjam uang sebesar sepuluh juta rupiah kemudian digunakan untuk modal usaha dan mendapatkan laba (keuntungan), maka peminjam boleh mengembalikan hutangnya itu lebih dari sepuluh juta. Kelebihan tersebut bukan disebut riba. Tetapi jika sepuluh juta itu tidak digunakan untuk usaha, kemudian peminjam membayar lebih dari hutangnya itu terlebih jika mu’ir (pemberi pinjaman) menuntut dibayar lebih dari hutangnya (bunganya) maka yang demikian itu disebut riba. Karena tidak adanya transaksi pengganti atau penyeimbang. Adapun bunga sebagaimana yang diaplikasikan dalam bank konvensional adalah memberi keuntungan tanpa bekerja, sehingga menghilangkan semangat bekerja dan menyebabkan kemalasan, serta mematikan produktivitas; bunga memperburuk distribusi pendapatan karena mentransfer kekayaan si miskin (transaksi peminjaman berbunga) kepada si kaya yang mendeposito kekayaannya di bank konvensional. Dan bunga juga mengembangkan egoisme dan melemahkan ikatan komunal. Bank konvensional tidak dapat dipisahkan dalam aktivitas pinjam-meminjam (hutang). Baik meminjamkan uang kepada nasabah atau nasabah mendepositokan uang di bank. Pihak peminjam biasanya dari kalangan miskin sedangkan pihak pendeposito adalah orang kaya, peminjam dituntut untuk membayar bunga sedangkan pendeposito mendapatkan bunga. Sehingga adanya transfer kekayaan si miskin kepada si kaya dan menyebabkan miskin tambah miskin dan kaya tambah kaya. Praktek seperti ini tidak dikehendaki oleh Islam yang mengharuskan kekayaan tidak hanya beredar pada orang-orang kaya (QS. al-Hasyr:7) Praktek seperti ini juga dikenal pada jaman jahiliyah dengan praktek riba nasi’ah, yaitu transaksi dua orang yang sama-sama memahami kewajiban dan haknya masing-masing. Pihak peminjam memahami bahwa ada tambahan sejumlah uang dari pokok modal yang dipinjamkan sebagai imbalan jangka waktu, yang diberikan kepada orang yang meminjamkannya.
HUKUM RIBA DAN BUNGA Islam telah melarang umatnya untuk mengambil riba. Larangan ini diturunkan dalam empat tahap. Tahap pertama: menolak anggapan pinjaman riba yang pada zhahirnya seolaholah menolong mereka padahal menyulitkan dan membebankan mereka dan riba bukan tambahan nikmat di sisi Allah.
Masail Fiqhiyah
269
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia. Maka riba itu tidak menambah pada harta manusia. Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka yang demikian itulah orang-orang yang melipatgandakan pahalanya.” (QS. Al-Rum:39). Tahap kedua, riba digambarkan sebagai sesuatu yang buruk. Karena Allah telah mengancam orang-orang yang mengambil riba.
“Maka disebabkan kezhaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka yang (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih.” (QSs. Al-Nisa: 160-161). Tahap ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat bawa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktekkan pada masa tersebut. Firman Allah Swt:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keuntungan.” (QS. Ali Imran:130). Secara umum ayat ini harus dipahami bahwa berlipat ganda bukanlah syarat dari terjadinya riba, sehingga meskipun bunga yang diberikan bank konvensional kecil atau tidak berlipat ganda bukan disebut riba. Karena berlipat ganda pada ayat ini merupakan sifat umum dari praktek pembungaan uang pada saat itu. Demikian juga ayat ini harus dipahami secara komprehensif dengan QS. 2:278-279 yang diturunkan setelah ayat 130 surat Ali Imran. 270
Masail Fiqhiyah
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
Tahap Terakhir, Allah Swt dengan jelas dan tegas mengaharamkann apa pun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir tentang riba.
“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa-sisa (dari berbagai jenis) riba jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.” (QS. Al-Baqarah:278-279). Ayat ini juga ditegaskan dalam amanat terakhir Rasulullah pada 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriyah yang melarang keras untuk memakan riba. “Ingatlah bahwa kamu akan menghadap Tuhanmu, dan Dia pasti akan menghitung amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba, oleh karena itu hutang akibat riba harus dihapuskan. Modal (uang pokok) kamu adalah hak kamu. Kamu tidak akan menderita ataupun mengalami ketidakadilan.” Adapun hukum bunga bank terjadi perselisihan pendapat antara kalangan ulama. Para ulama seperti Sayyid Abu al-A’la al-Maududi (1903-1979) dan Lembaga Riset Islam al-Azhar (1965), Lembaga Fiqh Islam OKI di Jeddah (1985) dan Lembaha Fiqh Islam Rabithah di Makkah (1406H) , keputusan Muktamar Bank Islam di Kuwait (1983) dan Fatwa Mufti Mesir (1989) telah sepakat bahwa bunga bank adalah riba yang diharamkan. Sebagian ulama ada yang membolehkan bunga dengan alasan cukup mengambil uang pokok dan tidak mengambil kelebihannya. Pendapat ini pun menjadi masalah jika bunganya tidak diambil maka akan menguntungkan pihak bank, sehingga perlu diambil jalan tengah bahwa bunga bank diambil tetapi alokasi penggunaannya untuk hal-hal yang bersifat umum dan tidak dimiliki pribadi. Ada juga yang membolehkan dengan alasan bahwa bunga yang diharamkan adalah yang berlipat ganda, sedangkan bunga yang kecil seperti 5- 10 % tidak termasuk riba yang dilarang. Tetapi pendapat ini juga tertolak karena ungkapan ad’afam mudha’afa adalah dalam konteks menerangkan kondisi obyektif riba atau bunga bank yang terjadi pada saat itu sangat tinggi. Bahkan menurut Dr. Muhammad Diraz jika berpegang pada zhahirnya ayat maka yang disebut berlipat ganda itu besarnya 600% karena kata ad’afan merupakan bentuk jamak paling sedikit tiga maka jika dilipatgandakan berarti 6 kali atau 600% . maka hal ini tidak akan pernah terjadi pada perbankan manapun. Ada juga yang membolehkan dengan alasan dharurat atau kebutuhan yang tidak dapat dihindari. Mereka berdalil bahwa kondisi darurat membolehkan sesuatu Masail Fiqhiyah
271
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
yang haram (al-Dharuratu tubihu al-mahzurat). Pendapat ini pun disanggah oleh Imam Suyuti dalam bukunya al-Asybah wan Nazhair menegaskan bahwa ‘darurat adalah sesuatu keadaan emergency di mana jika seseorang tidak segera melakukan suatu tindakan dengan cepat, maka akan membawanya kepada jurang kehancuran dan kematian.’ Dalam kondisi seperti ini dibolehkan sesuatu yang haram. Berbeda dengan menyimpan uang di bank konvensional bukanlah suatu dharurat karena jika orang tidak menyimpan uangnya di bank konvensional, maka ia tidak akan mati.
PERBEDAAN BUNGA
DAN
BAGI HASIL
Pada Bulan Desember 2003 MUI mengeluarkan fawa tentang bunga bank. Isinya antara lain: 1. Bunga bank adalah haram karena bunga model ini telah memenuhui syarat-syarat riba yang diharamkan al-Quran. 2. Di daerah yang belum terdapat lembaga keuangan syari’ah, maka lembaga keuangan konvensional tetap diperbolehkan atas dasar darurat. 3. Orang yang bekerja di lembaga keuangan konvensional, tetap diperbolehkan sebelum ia mendapat pekerjaan baru sesuai dengan syari’ah. Pada dasarnya fatwa di atas menegaskan bahwa bunga bank adalah riba dan karena itu hukumnya adalah haram. Konsekuensinya adalah haram hukumnya bagi umat Islam untuk memanfaatkan jasa perbankan (non syariah). Tetapi fatwa ini disambut dingin oleh umat Islam, tidak ada pertanda sedikit pun fatwa ini efektif dan diikuti oleh umat Islam, misalnya dalam bentuk pemindahan rekening simpanan dari perbankan biasa ke perbankan syari’ah. Menurut Zaim Saidi bahwa ada beberapa kemungkinan atas reaksi adem-ayem ini. Pertama, umat Islam sudah sangat terbiasa bergelimang dengan riba hingga tidak lagi merasakan dan mengetahui perbuatan haram itu. Kedua, kontroversi di kalangan ulama Islam membuat umat mengambil sikap permisif, mengikuti pihak yang kompromis membolehkan bunga atas prinsip dharurat. Ketiga, kurangnya pemahaman akan pengertian riba dan kaitannya dengan sistem perbankan secara keseluruhan. Keempat, kombinasi beberapa kemungkinan ini. Alasan dikeluarkan fatwa MUI tersebut sangat beralasan karena ada perbedaan prinsip antara bank konvensional dan bank syariah, yaitu sebagai berikut: 1. Dari segi falsafah, bank syari’ah berdasarkan mudharabah (bagi hasil) bukan bunga, spekulasi dan gharar. Sementara bank konvensional berdasarkan bunga. 2. Dari segi operasional, dana masyarakat dalam bank syariah berupa titipan dan investasi yang baru akan mendapatkan hasil jika diusahakan terlebih dahulu. Sementara, pada bank konvensional dana masyarakat berupa simpanan yang harus dibayar bunganya pada saat jatuh tempo. Selain penyaluran bank syariah pada usaha yang halal dan menguntungkan. Sementara penyaluran bank konvensional tidak mempertimbangkan unsur kehalalan. 3. Dari segi organisasi bank syariah memilih dewan pembina syariah sementara bank konvensional tidak dewan pembina syariah.
272
Masail Fiqhiyah
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
Adapun perbedaan mudharabah dan bunga dapat dilihat bagan sebagai berikut: No. 1
2
3
4
5
Sistem Bunga Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan berpedomann harus selalu untung pada pihak bank, Besarnya persentase berdasarkan jumlah uang (modal) yang dipinjamkan. Tidak tergantung pada kinerja usaha. Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik. Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
DAMPAK RIBA
DAN
Sistem Bagi Hasil Penentuan besarnya resiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan pedoman pada kemungkinan untung dan rugi. Besarnya nisbah bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh. Tergantung kepada kinerja usaha. Jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan jumlah pendapatan.
Tidak ada agama keabsahan bagi hasil
yang
meragukan
Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak mendapat keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh keduabelah pihak.
BUNGA BANK
Imam ar-Razi sebagaimana dinukil Rahman (1995) demikian pula Maulana alMaududi dalam Tafsir ayat Riba mencoba melontarkan kritik terhadap sistem bunga sehingga dilarang oleh Islam. Diantara dampak yang ditimbulkan dari praktek riba dan bunga bank adalah: (1). Bunga merampas kekayaan orang lain, (2). Bunga merusak nilai-nilai moral dengan kerasukan, (3). Bunga melahirkan benih-benih kebencian dan permusuhan, (4). Bunga menjadikan yang kaya makin kaya dan yang miskin semakin miskin, (5). Pemberi hutang dengan bunga adalah memalukan. Sistem ribawi menurut Qardhawi dalam Fawaid al-Bunuk Hiya al-Rib al-Haram (1990) diibaratkan sebagai wabah AIDS perekonomian yang menjangkiti dunia Islam karena karakter dasarnya yang eksploitatif, monopolis, agresif dan imperialistik. Para ahli sepakat bahwa riba dan bunga memiliki dampak yang buruk, seperti berikut ini: 1. Adanya tingkat bunga yang tinggi menghancurkan minat untuk berinvestasi. Tingkat investasi jatuh dimana dalam sistem perbankan di antaranya terlihat dari indikasi Loan to Deposit Ratio (tingkat LDR) yang rendah, kesempatan kerja dan pendapatan juga menurun. Sebagai akibat menurunnya jumlah pendapatan, tingkat konsumsi agregat juga turun. Pada akhirnya, karena turunnya tingkat konsumsi agregat maka akan rendah tingkat permintaan sehingga kegiatan produksi, perdagangan dan industri terhambat. 2. Bunga dalam karakter dasarnya berpotensi melemahkan perekonomian. Bagi orang yang memiliki uang untuk ditabung dan diinvestasikan, bunga memberikan suatu bentuk janji pemberian return yang tunai. Uang mereka berputar ke bank dimana Masail Fiqhiyah
273
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
mereka itu mendapatkan jaminan sejumlah persentase bunga tertentu tanpa berperan sama sekali dalam proses produksi. Sementara itu, dana yang terkumpul di bank tersebut pada prakteknya lebih banyak nganggur (idle) di saat iklim usaha riil tidak kondusif sehingga lebih banyak diputar di sektor finansial yang tidak produktif dan cenderung spekulatif sehingga memicu gejala babble economic, penggemblungan nilai yang semu bukan dari pertumbuhan sektor riil. 3. Bunga menghancurkan kekayaan dengan berbagai cara. Bunga menurut Rahman (1992), menimbulkan krisis ekonomi di dunia kapitalis. Hal ini terjadi ketika ada penumpukan (akumulasi) barang karena rendahnya daya beli dan adanya kecenderungan untuk berkonsumsi (propensity to consume) rendah. Proses produksi terhambat yang menimbulkan banyak pengangguran. 4. Bunga juga ikut memusnahkan kekayaan negara. Ini biasa dialami di negaranegara kapitalis dimana produsennyabermaksud memusnahkan barang jadi dalam jumlah besar bahkan hasil-hasil pertanian dengan tujuan menyelamatkan harga dari kejatuhan di bawah biaya marginal produksi.
Untuk memantapkan pemahaman Anda terhadap materi ini, jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini: 1. Jelaskan pengertian riba dan bunga bank? 2. Jelaskan perbedaan bunga bank dan mudharabah? 3. Jelaskan fatwa MUI tentang bunga bank? 4. Jelaskan dalil keharaman riba secara bertahap? 5. Jelaskan bahaya/mudharat bunga bank/riba?
1.Riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud adalah penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan. Adapun yang dimaksud transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil, seperti transaksi jual beli, gadai, sewa atau bagi hasil proyek. 2. Para ulama seperti Sayyid Abu al-A’la al-Maududi (1903-1979) dan Lembaga Riset Islam al-Azhar (1965), Lembaga Fiqh Islam OKI di Jeddah (1985) dan Lembaha Fiqh Islam Rabithah di Makkah (1406H) , keputusan Muktamar Bank Islam di Kuwait (1983) dan Fatwa Mufti Mesir (1989) telah sepakat bahwa bunga bank adalah riba yang diharamkan. 3. MUI mengeluarkan fawa tentang bunga bank. Isinya antara lain: (a) Bunga bank adalah haram karena bunga model ini telah memenuhui syaratsyarat riba yang diharamkan al-Quran. (b) Di daerah yang belum terdapat
274
Masail Fiqhiyah
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
lembaga keuangan syari’ah, maka lembaga keuangan konvensional tetap diperbolehkan atas dasar darurat. Dan (c) Orang yang bekerja di lembaga keuangan konvensional, tetap diperbolehkan sebelum ia mendapat pekerjaan baru sesuai dengan syari’ah. 4. Perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional dari segi operasional bahwa dana masyarakat dalam bank syariah berupa titipan dan investasi yang baru akan mendapatkan hasil jika diusahakan terlebih dahulu. Sementara, pada bank konvensional dana masyarakat berupa simpanan yang harus dibayar bunganya pada saat jatuh tempo. Selain penyaluran bank syariah pada usaha yang halal dan menguntungkan. Sementara penyaluran bank konvensional tidak mempertimbangkan unsur kehalalan. 5. Bunga menghancurkan kekayaan dengan berbagai cara dan dapat menimbulkan krisis ekonomi di dunia kapitalis. Hal ini terjadi ketika ada penumpukan (akumulasi) barang karena rendahnya daya beli dan adanya kecenderungan untuk berkonsumsi (propensity to consume) rendah. Proses produksi terhambat yang menimbulkan banyak pengangguran.
Petunjuk: Pilihlah salah satu jawaban yang dianggap paling tepat! 1. Penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan. Disebut: A. Shadaqah C. Riba B. Zakat D. Ghanimah 2. Penambahan yang dibenarkan karena adanya transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan berupa: A. Dijadikan modal usaha C. Shadaqah B. Jadi bandar judi D. Zakat 3. Berikut ini dalil agar kekayaan tidak hanya beredar di kalangan orang-orang kaya adalah: A. QS. al-Baqarah:275 C. QS. al-Hasyr:7 B. QS. al-Baqarah:278-279 D. QS.al-Hasyr:17 4. Berikut ini dalil Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba: A. QS. al-Baqarah:275 C. QS. al-Hasyr:7 B. QS. al-Baqarah:278-279 D. QS. al-Hasyr:17 5. Dalil keharaman riba diturunkan melalui .......... tahap: A. Dua tahap C. Empat tahap B. Tiga tahap D. Lima tahap Masail Fiqhiyah
275
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
6. Kaidah yang menyatakan bahwa dharurat dapat membolehkan sesuatu yang dilarang adalah:
7. MUI mengeluarkan fatwa keharaman bunga bank ditetapkan pada bulan dan tahun: A. September 2003 C. Nopember 2003 B. Oktober 2003 D. Desember 2003 8. Berikut ini perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional: A. Sistem bagi hasil (mudharabah) C. Lebih merugikan B. Lebih menguntungkan D. Lebih aman 9. Dalil meninggalkan sisa-sisa riba diturunkan pada: A. 10 Muharram tahun 10 H C. 9 Muharram tahun 10 H B. 10 Dzulhijjah tahun 10 H D. 9 Dzulhijjah tahun 10 H 10. Berikut ini dampak dari bunga dan riba bagi kehidupan masyarakat, kecuali A. Krisis ekonomi C. Proses produksi terhambat B. Berkurangnya daya beli masyarakat D. Menguntungkan
Cocokkan jawaban Anda dengan menggunakan kunci jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian akhir bahan belajar mandiri ini. Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1. Rumus : Jumlah jawaban Anda yang benar Tingkat penguasaan = ______________________________ 10 Arti tingkat penguasaan yang Anda capai : 90 % - 100% = Baik sekali 80 % - 89% = Baik 70% - 79 % = Cukup < 70% = Kurang
X 100 %
Apabila tingkat penguasaan Anda telah mencapai 80 % atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar selanjutnya. Bagus ! Tetapi apabila nilai tingkat penguasaan Anda masih di bawah 80 %, Anda harus mengulangi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang belum Anda kuasai. 276
Masail Fiqhiyah
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
MASALAH ASURANSI INDIKATOR KOMPETENSI DASAR Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan dapat: 1. Menjelaskan hukum Islam tentang Asuransi 2. Menjelaskan perbedaan asuransi syariah dengan non syariah 3. Menjelaskan pandangan ulama tentang asuransi
PETUNJUK BELAJAR Untuk mempelajari modul ini hendaknya diterapkan bebarapa langkah berikut ini: 1. Mahasiswa mendengarkan serta menyimak sebagian isi modul ini dengan baik dan dapat juga membaca secara keseluruhan isi modul. 2. Mahasiswa memperkaya pengetahuannya dengan membaca buku-buku lain yang berkaitan dengan isi modul. 3. Mahasiswa dapat memperbandingkan dan mendiskusikan isi modul dengan dosen dan dengan sesama mahasiswa lainnya. 4. Mahasiswa mengambil kesimpulan serta membuat ringkasan tentang isi modul. 5. Mahasiswa menjawab beberapa pertanyaan yang ada di akhir setiap kegiatan belajar. 6. Mahasiswa mengevaluasi pemahamannya pada isi modul dengan melihat kunci jawaban yang sudah disediakan. 7. Jika hasil evaluasi kurang dari yang semestinya, maka mahasiswa wajib mempelajari kembali isi modul sampai benar-benar mengerti dan dapat menjawab pertanyaan dengan benar.
PENGERTIAN
DAN
MANFAAT ASURANSI
Asuransi adalah sebuah akad yang mengharuskan perusahaan asuransi (muammin) untuk memberikan kepada nasabah/klien-nya (muamman) sejumlah harta sebagai konsekuensi dari pada akad itu, baik itu berbentuk imbalan, Gaji atau ganti rugi barang dalam bentuk apapun ketika terjadi bencana maupun kecelakaan atau terbuktinya sebuah bahaya sebagaimana tertera dalam akad (transaksi), sebagai imbalan uang (premi) yang dibayarkan secara rutin dan berkala atau secara kontan dari klien/nasabah tersebut (muamman) kepada perusahaan asuransi (muammin) di saat hidupnya.
Masail Fiqhiyah
277
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa asuransi merupakan salah satu cara pembayaran ganti rugi kepada pihak yang mengalami musibah, yang dananya diambil dari iuran premi seluruh peserta asuransi. Ada beberapa unsur dalam asuransi, yaitu: tertanggung, yaitu anda atau badan hukum yang memiliki atau berkepentingan atas harta benda. Dan penanggung, dalam hal ini Perusahaan Asuransi, merupakan pihak yang menerima premi asuransi dari tertanggung dan menanggung risiko atas kerugian/musibah yang menimpa harta benda yang diasuransikan. Konsep dasar asuransi yang dibenarkan syariah adalah tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan (al birri wat taqwa). Konsep tersebut sebagai landasan yang diterapkan dalam setiap perjanjian transaksi bisnis dalam wujud tolong menolong (akad takafuli) yang menjadikan semua peserta sebagai keluarga besar yang saling menanggung satu sama lain di dalam menghadapi resiko, yang kita kenal sebagai sharing of risk, sebagaimana firman Allah SWT yang memerintahkan kepada kita untuk taawun (tolong menolong) yang berbentuk al birri wat taqwa (kebaikan dan ketakwaan) dan melarang taawun dalam bentuk al itsmi wal udwan (dosa dan permusuhan). Adapun manfaat dari asuransi adalah sebagai berikut: 1. Tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa sepenanggungan di antara anggota. 2. Implementasi dari anjuran Rasulullah SAW agar umat Islam salimg tolong menolong. 3. Jauh dari bentuk-bentuk muamalat yang dilarang syariat. 4. Secara umum dapat memberikan perlindungan-perlindungan dari resiko kerugian yang diderita satu pihak. 5. Juga meningkatkan efesiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu, dan biaya. 6. Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu, dan tidak perlu mengganti/ membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tertentu dan tidak pasti. 7. Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar pada pihak asuransi akan dikembalikan saat terjadi peristiwa atau berhentinya akad. 8. Menutup Loss of corning power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak dapat berfungsi(bekerja).Perbandingan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional.
HUKUM ASURANSI Para ulama dan cendekiawan muslim terbagi kepada empat pandangan dalam berijtihad menentukan hukum asuransi: 1. Mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya sekarang ini termasuk asuransi jiwa. Kelompok ini didukung oleh Sayid Sabiq, Abdullah alQalqili Mufti Yordania, Muhammad Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhit alMuthi’. Alasan-alasan yang mereka gunakan adalah: a. Asuransi pada hakikatnya sama atau serupa dengan judi b. Mengandung unsur tidak jelas dan tidak pasti (uncertainty) c. Mengandung unsur riba/rente d. Mengandung unsur eksploitasi, karena pemegang polis kalau tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, bisa hilang atau dikurangi uang premi yang telah dibayarkan. 278
Masail Fiqhiyah
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
e. Premi-premi yang telah dibayarkan oleh para pemegang polis diputar dalam praktek riba (kredit bunga). f. Asuransi termasuk akad sharfi, yaitu jual beli atau tukar menukar mata uang yang tidak dengan tunai (cash and cary) g. Hidup dan mati manusia dijadikan obyek bisnis, yang berarti mendahului takdir Tuhan Yang Maha Kuasa). 2. Membolehkan semua asuransi yang dalam prakteknya sekarang ini. Pendapat kedua ini didukung oleh Abdul Wahab Khallaf, Mustafa Ahmad Zarqa, Guru Besar Hukum Islam pada Fakultas Syariah Universitas Syiria, Muhammad Yusuf Musa, Guru Besar Hukum Islam pada Universitas Cairo Mesir, dan Abdurrahman Isa, pengarang al-Muamalah al-Haditsahh wa Ahkamuha. Adapun alasan mereka membolehkan asuransi adalah: a. Tidak ada nash al-Quran dan Hadits yang melarang asuransi. b. Ada kesepakatan/kerelaan kedua belah pihak. c. Saling menguntungkan kedua belah pihak. d. Mengandung kepentingan umum (maslahat ‘amah), sebab premi-premi yang terkumpul bisa diinvestasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan untuk pembangunan. e. Asuransi termasuk akad mudharabah, artinya akad kerja samaa bagi hasil antara pemegang polis (pemilik modal) dengan pihak perusahaan asuransi yang memutar modal atas dasar profit and loss sharing. f. Asuransi termasuk koperasi (syirkah ta’awuniyah) g. Diqiyaskan (analogi) dengan sistem pensiun, seperti Taspen. 3. Membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan asuransi yang semata-mata bersifat komersial. Pendapat ketiga ini didukung oleh Muhammad Abu Zahrah, Guru Besar Hukum Islam pada Universitas Cairo Mesir. 4. Menganggap syubhat. Karena tidak ada dalil-dalil syar’i yang secara jelas mengharamkan atau pun menghalalkan asuransi. Dari keempat hukum asuransi di atas, ada beberapa faktor yang mempengaruhi asuransi dipandang sebagai hukum mubah karena segala unsur atau transaksi dalam asuransi sesuai dengan syariah. Sistem asuransi inilah yang disebut dengan asuransi syaria’h. Suatu asuransi diperbolehkan secara syar’i, jika tidak menyimpang dari prinsipprinsip dan aturan-aturan syariat Islam. Untuk itu dalam muamalah tersebut harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1. Asuransi syariah harus dibangun atas dasar taawun (kerja sama ), tolong menolong, saling menjamin, tidak berorentasi bisnis atau keuntungan materi semata. Allah SWT berfirman,” Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.” 2. Asuransi syariah tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudhorobah. 3. Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian), oleh karena itu haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peristiwa, maka diselesaikan menurut syariat. 4. Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan, harus disertai dengan niat membantu demi menegakan prinsip ukhuwah. Masail Fiqhiyah
279
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
Kemudian dari uang yang terkumpul itu diambilah sejumlah uang guna membantu orang yang sangat memerlukan. 5. Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan tetepi ia diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut izin yang diberikan oleh jamaah. 6. Apabila uang itu akan dikembangkan, maka harus dijalankan menurut aturan syar’i.
PERBEDAAN ASURANSI SYARIAH
DENGAN
ASURANSI KONVENSIONAL
Beberapa perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional, di antaranya adalah sebagai berikut: Akad (Perjanjian) Setiap perjanjian transaksi bisnis di antara pihak-pihak yang melakukannya harus jelas secara hukum ataupun non-hukum untuk mempermudah jalannya kegiatan bisnis tersebut saat ini dan masa mendatang. Akad dalam praktek muamalah menjadi dasar yang menentukan sah atau tidaknya suatu kegiatan transaksi secara syariah. Hal tersebut menjadi sangat menentukan di dalam praktek asuransi syariah. Akad antara perusahaan dengan peserta harus jelas, menggunakan akad jual beli (tadabuli) atau tolong menolong (takaful). Akad pada asuransi konvensional didasarkan pada akad tadabuli atau perjanjian jual beli. Syarat sahnya suatu perjanjian jual beli didasarkan atas adanya penjual, pembeli, harga, dan barang yang diperjual-belikan. Sementara itu di dalam perjanjian yang diterapkan dalam asuransi konvensional hanya memenuhi persyaratan adanya penjual, pembeli dan barang yang diperjual-belikan. Sedangkan untuk harga tidak dapat dijelaskan secara kuantitas, berapa besar premi yang harus dibayarkan oleh peserta asuransi utnuk mendapatkan sejumlah uang pertanggungan. Karena hanya Allah yang tahu kapan kita meninggal. Perusahaan akan membayarkan uang pertanggunggan sesuai dengan perjanjian, akan tetapi jumlah premi yang akan disetorkan oleh peserta tidak jelas tergantung usia. Jika peserta dipanjangkan usia maka perusahaan akan untung namun apabila peserta baru sekali membayar ditakdirkan meninggal maka perusahaan akan rugi. Dengan demikian menurut pandangan syariah terjadi cacat karena ketidakjelasan (gharar) dalam hal berapa besar yang akan dibayarkan oleh pemegang polis (pada produk saving) atau berapa besar yang akan diterima pemegang polis (pada produk non-saving). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, seorang ulama salaf ternama dalam kitabnya Majmu Fatwa menyatakan bahwa akad dalam Islam dibangun atas dasar mewujudkan keadilan dan menjauhkan penganiayaan. Harta seorang muslim yang lain tidak halal, kecuali dipindahkan haknya kepada yang disukainya. Keadilan dapat diketahui dengan akalnya, seperti pembeli wajib menyatakan harganya dan penjual menyerahkan barang jualannya kepada pembeli. Dilarang menipu, berkhianat, dan jika berhutang harus dilunasi. Gharar (Ketidakjelasan) Definisi gharar menurut Madzhab Syafii adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi dalam pandangan manusia dan akibat yang paling ditakuti. 280
Masail Fiqhiyah
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
Gharar/ketidakjelasan itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan tidak adanya batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung, sementara kita sepakat bahwa usia seseorang berada di tangan Yang Mahakuasa. Jika baru sekali seorang tertanggung membayar premi ditakdirkan meninggal, perusahaan akan rugi sementara pihak tertanggung merasa untung secara materi. Jika tertanggung dipanjangkan usianya, perusahaan akan untung dan tertanggung merasa rugi secara financial. Dengan kata lain kedua belah pihak tidak mengetahui seberapa lama masing-masing pihak menjalankan transaksi tersebut. Ketidakjelasan jangka waktu pembayaran dan jumlah pembayaran mengakibatkan ketidaklengkapan suatu rukun akad, yang kita kenal sebagai gharar. Para ulama berpendapat bahwa perjanjian jual beli/akad tadabuli tersebut cacat secara hukum. Pada asuransi syariah akad tadabuli diganti dengan akad takafuli, yaitu suatu niat tolong-menolong sesama peserta apabila ada yang ditakdirkan mendapat musibah. Mekanisme ini oleh para ulama dianggap paling selamat, karena kita menghindari larangan Allah dalam praktik muamalah yang gharar. Pada akad asuransi konvensional dana peserta menjadi milik perusahaan asuransi (transfer of fund). Sedangkan dalam asuransi syariah, dana yang terkumpul adalah milik peserta (shahibul mal) dan perusahaan asuransi syariah (mudharib) tidak bisa mengklaim menjadi milik perusahaan. Tabarru dan Tabungan Tabarru berasal dari kata tabarraa-yatabarra-tabarrawan, yang artinya sumbangan atau derma. Orang yang menyumbang disebut mutabarri (dermawan). Niat bertabbaru bermaksud memberikan dana kebajikan secara ikhlas untuk tujuan saling membantu satu sama lain sesama peserta asuransi syariah, ketika di antaranya ada yang mendapat musibah. Oleh karena itu dana tabarru disimpan dalam rekening khusus. Apabila ada yang tertimpa musibah, dana klaim yang diberikan adalah dari rekening tabarru yang sudah diniatkan oleh sesama peserta untuk saling menolong. Menyisihkan harta untuk tujuan membantu orang yang terkena musibah sangat dianjurkan dalam agama Islam, dan akan mendapat balasan yang sangat besar di hadapan Allah, sebagaimana digambarkan dalam hadist Nabi SAW,”Barang siapa memenuhi hajat saudaranya maka Allah akan memenuhi hajatnya.”(HR Bukhari Muslim dan Abu Daud). Untuk produk asuransi jiwa syariah yang mengandung unsur saving maka dana yang dititipkan oleh peserta (premi) selain terdiri dari unsur dana tabarru terdapat pula unsur dana tabungan yang digunakan sebagai dana investasi oleh perusahaan. Sementara investasi pada asuransi kerugian syariah menggunakan dana tabarru karena tidak ada unsur saving. Hasil dari investasi akan dibagikan kepada peserta sesuai dengan akad awal. Jika peserta mengundurkan diri maka dana tabungan beserta hasilnya akan dikembalikan kepada peserta secara penuh. Maisir (Judi) Allah SWT berfirman dalam surat al-Maidah ayat 90, “Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya khamar, maisir, berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatanperbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan.”
Masail Fiqhiyah
281
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
Prof. Mustafa Ahmad Zarqa berkata bahwa dalam asuransi konvensional terdapat unsur gharar yang pada gilirannya menimbulkan qimar. Sedangkan al qimar sama dengan al maisir. Muhammad Fadli Yusuf menjelaskan unsur maisir dalam asuransi konvensional karena adanya unsur gharar, terutama dalam kasus asuransi jiwa. Apabila pemegang polis asuransi jiwa meninggal dunia sebelum periode akhir polis asuransinya dan telah membayar preminya sebagian, maka ahli waris akan menerima sejumlah uang tertentu. Pemegang polis tidak mengetahui dari mana dan bagaimana cara perusahaan asuransi konvensional membayarkan uang pertanggungannya. Hal ini dipandang karena keuntungan yang diperoleh berasal dari keberanian mengambil risiko oleh perusahaan yang bersangkutan. Muhammad Fadli Yusuf mengatakan, tetapi apabila pemegang polis mengambil asuransi itu tidak dapat disebut judi. Yang boleh disebut judi jika perusahaan asuransi mengandalkan banyak/sedikitnya klaim yang dibayar. Sebab keuntungan perusahaan asuransi sangat dipengaruhi oleh banyak /sedikitnya klaim yang dibayarkannya. Riba Dalam hal riba, semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya dengan bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga dilakukan saat perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung keuntungan di depan. Investasi asuransi konvensional mengacu pada peraturan pemerintah yaitu investasi wajib dilakukan pada jenis investasi yang aman dan menguntungkan serta memiliki likuiditas yang sesuai dengan kewajiban yang harus dipenuhi. Begitu pula dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 424/KMK.6/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Semua jenis investasi yang diatur dalam peraturan pemerintah dan KMK dilakukan berdasarkan sistem bunga. Asuransi syariah menyimpan dananya di bank yang berdasarkan syariat Islam dengan sistem mudharabah. Untuk berbagai bentuk investasi lainnya didasarkan atas petunjuk Dewan Pengawas Syariah. Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba yang memang riba itu bersifat berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan.” (QS. Ali Imran:130) Kemudian diperkuat dengan Hadist, “Rasulullah mengutuk pemakaian riba, pemberi makan riba, penulisnya dan saksinya seraya bersabda kepada mereka semua sama.”(HR Muslim) Dana Hangus Ketidakadilan yang terjadi pada asuransi konvensional ketika seorang peserta karena suatu sebab tertentu terpaksa mengundurkan diri sebelum masa reversing period. Sementara ia telah beberapa kali membayar premi atau telah membayar
282
Masail Fiqhiyah
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
sejumlah uang premi. Karena kondisi tersebut maka dana yang telah dibayarkan tersebut menjadi hangus. Demikian juga pada asuransi non-saving atau asuransi kerugian jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi yang dibayarkan akan hangus dan menjadi milik perusahaan. Kebijakan dana hangus yang diterapkan oleh asuransi konvensional akan menimbulkan ketidakadilan dan merugikan peserta asuransi terutama bagi mereka yang tidak mampu melanjutkan karena suatu hal. Di satu sisi peserta tidak punya dana untuk melanjutkan, sedangkan jika ia tidak melanjutkan dana yang sudah masuk akan hangus. Kondisi ini mengakibatkan posisi yang dizalimi. Prinsip muamalah melarang kita saling menzalimi, laa dharaa wala dhirara ( tidak ada yang merugikan dan dirugikan). Asuransi syariah dalam mekanismenya tidak mengenal dana hangus, karena nilai tunai telah diberlakukan sejak awal peserta masuk asuransi. Bagi peserta yang baru masuk karena satu dan lain hal mengundurkan diri maka dana/premi yang sebelumnya dimasukkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil dana yang diniatkan sebagai dana tabarru (dana kebajikan). Hal yang sama berlaku pula pada asuransi kerugian. Jika selama dan selesai masa kontrak tidak terjadi klaim, maka asuransi syariah akan membagikan sebagian dana/premi tersebut dengan pola bagi hasil 60:40 atau 70:30 sesuai kesepakatan di awal perjanjian (akad). Jadi premi yang dibayarkan pada awal tahun masih dapat dikembalikan sebagian ke peserta (tidak hangus). Jumlahnya sangat tergantung dari hasil investasinya. Konsep Taawun Dalam Asuransi Syariah Sebagian para ahli syariah menyamakan sistem asuransi syariah dengan sistem aqilah pada zaman Rasulullah SAW. Dr. Satria Effendi M.Zein dalam makalahnya mendefinisikan takaful dengan at takmin, at taawun atau at takaful (asuransi bersifat tolong menolong), yang dikelola oleh suatu badan, dan terjadi kesepakatan dari anggota untuk bersama-sama memikul suatu kerugian atau penderitaan yang mungkin terjadi pada anggotanya. Untuk kepentingan itu masing-masing anggota membayar iuran berkala (premi). Dana yang terkumpul akan terus dikembangkan, sehingga hasilnya dapat dipergunakan untuk kepentingan di atas, bukan untuk kepentingan badan pengelola (asuransi syariah). Dengan demikian badan tersebut tidak dengan sengaja mengeruk keuntungan untuk dirinya sendiri. Disini sifat yang paling menonjol adalah tolong-menolong seperti yang diajarkan Islam. Dewan Pengawas Syariah Pada asuransi syariah seluruh aktivitas kegiatannya diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan bagian dari Dewan Syariah Nasional (DSN), baik dari segi operational perusahaan, investasi maupun SDM. Kedudukan DPS dalam Struktur oraganisasi perusahaan setara dengan dewan komisaris. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan perbedaan asuransi syariah dan konvensional sebagai berikut: 1. Adanya Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen, produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam. Adapun dalam asuransi konvensional, maka hal itu tidak mendapat perhatian. Masail Fiqhiyah
283
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
2. Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong-menolong). Yaitu nasabah yang satu menolong nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad asuransi konvensional bersifat tadabuli (jual-beli antara nasabah dengan perusahaan). 3. Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharobah). Sedangkan pada asuransi konvensional, investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga. 4. Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaan-lah yang memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut. 5. Untuk kepentingan pembayaran klaim nasabah, dana diambil dari rekening tabarru (dana sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolongmenolong bila ada peserta yang terkena musibah. Sedangkan dalam asuransi konvensional, dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan. 6. Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi konvensional, keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tak ada klaim, nasabah tak memperoleh apa-apa.
Untuk memantapkan pemahaman Anda terhadap materi ini, jawablah pertanyaanpertanyaan di bawah ini: 1. Jelaskan pengertian asuransi? 2. Jelaskan perbedaan ulama tentang hukum asuransi? 3. Jelaskan perbedaan asuransi konvensional dan asuransi syariah? 4. Tuliskan ayat al-Quran tentang keharaman memakan riba? 5. Jelaskan istilah ta’awun dan gharar?
1.Asuransi adalah sebuah akad yang mengharuskan perusahaan asuransi (muammin) untuk memberikan kepada nasabah/klien-nya (muamman) sejumlah harta sebagai konsekuensi dari pada akad itu, baik itu berbentuk imbalan, Gaji atau ganti rugi barang dalam bentuk apapun ketika terjadi bencana maupun kecelakaan. 2. Hukum asuransi dalam pandangan ulama terbagi kepada empat macam, pertama hukum haram, dengan alasan karena mengandung gharar (tipuan), kedua, hukum boleh karena tidak ada dalil yang pasti dalam
284
Masail Fiqhiyah
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
nashnya. Ketiga, membolehkan pada asuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan asuransi yang bersifat komersial. Dan keempat, hukum syubhat. 3. Asuransi diperbolehkan secara syar’i, jika tidak menyimpang dari prinsipprinsip dan aturan-aturan syariat Islam, karena itu keberadaan asuransi syariah diperlukan adanya. 4. Perbedaan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional adalah pada asuransi syariah bersifat takafuli (tolong-menolong) sedangkan asuransi konvensional bersifat tadabbul (jualbeli). Pada asuransi syariah didasarkan pada sistem mudharabah (bagi hasil) dan asuransi konvensional didasarkan pada sistem riba. Dll.
Petunjuk: Pilihlah salah satu jawaban yang dianggap paling tepat! 1. Akad antara pihak tertanggung dan penanggung dan adanya dana diambil dari iuran premi, disebut: A. Asuransi C. Tabarru’ B. Ba’i D. Takaful 2. Memberikan dana kebajikan secara ikhlas untuk tujuan saling membantu satu sama lain sesama peserta asuransi syariah, ketika di antaranya ada yang mendapat musibah, disebut: A. Asuransi C. Tabarru’ B. Ba’i D. Takaful 3. Asuransi yang dibenarkan secara syariat adalah, kecuali A. Takaful C. Adanya dewan syariah B. Mudharabah D. Riba 4. Berikut ini manfaat dari akad asuransi syariah A. Penipuan C. Permusuhan B. Mempererat persaudaraan D. Tabarru’ 5. Berikut ini ulama yang mengharamkan asuransi: A. Imam al-Ghazali C. Abdul Wahab Khalaf B. Sayid Sabiq D. Muhammad Abu Zahrah 6. Berikut ini ulama yang menganggap asuransi boleh yang bersifat sosial dan haram yang bersifat komersial: A. Imam al-Ghazali C. Abdul Wahab Khallaf B. Sayid Sabiq D. Muhammad Abu Zahrah
Masail Fiqhiyah
285
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
7. Berikut ini ulama yang membolehkan asuransi: A. Imam Ghazali C. Abdul Wahab Khalaf B. Sayid Sabiq D. Muhammad Abu Zahrah 8. Berikut ini alasan diharamkannya asuransi, kecuali: a. Serupa dengan judi C. Mudharabah b. Ada unsur ketidak pastian D. Mengandung riba 9. Berikut ini alasan dibolehkannya asuransi: A. Serupa dengan judi C. Syirkah ta’awuniah B. Ada unsur ketidakpastian D. Merugikan 10. Berikut ini yang membedakan asuransi syariah dengan asuransi konvensional, A. Prinsip ta’awun C. Penipuan B. Ada unsur ketidakpastian D. Riba
Cocokkan jawaban Anda dengan menggunakan kunci jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat di bagian akhir bahan belajar mandiri ini. Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2. Rumus : Jumlah jawaban Anda yang benar Tingkat penguasaan = ______________________________ 10 Arti tingkat penguasaan yang Anda capai : 90 % - 100% = Baik sekali 80 % - 89% = Baik 70% - 79 % = Cukup < 70% = Kurang
X 100 %
Apabila tingkat penguasaan Anda telah mencapai 80 % atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar selanjutnya. Bagus ! Tetapi apabila nilai tingkat penguasaan Anda masih di bawah 80 %, Anda harus mengulangi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang belum Anda kuasai.
286
Masail Fiqhiyah
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
MASALAH HOMOSEKSUAL DAN LESBIAN INDIKATOR KOMPETENSI DASAR Setelah mempelajari materi ini, diharapkan mahasiswa dapat: 1. Memahami masalah homoseksual dan lesbian 2. Memahami hukum tentang seksual dan lesbian 3. Memahami bahaya dari homoseksual dan lesbian 4. Memahami cara mengatasi penyakit homoseksual.
PETUNJUK BELAJAR Untuk mempelajari modul ini hendaknya diterapkan bebarapa langkah berikut ini: 1. Mahasiswa mendengarkan serta menyimak sebagian isi modul ini dengan baik dan dapat juga membaca secara keseluruhan isi modul. 2. Mahasiswa memperkaya pengetahuannya dengan membaca buku-buku lain yang berkaitan dengan isi modul. 3. Mahasiswa dapat memperbandingkan dan mendiskusikan isi modul dengan dosen dan dengan sesama mahasiswa lainnya. 4. Mahasiswa mengambil kesimpulan serta membuat ringkasan tentang isi modul. 5. Mahasiswa menjawab beberapa pertanyaan yang ada di akhir setiap kegiatan belajar. 6. Mahasiswa mengevaluasi pemahamannya pada isi modul dengan melihat kunci jawaban yang sudah disediakan. 7. Jika hasil evaluasi kurang dari yang semestinya, maka mahasiswa wajib mempelajari kembali isi modul sampai benar-benar mengerti dan dapat menjawab pertanyaan dengan benar.
H
omo seksual adalah suatu keinginan membina hubungan romantis atau hasrat sosial kepada sesama jenis, jika sesama pria dinamakan gay dan sesama wanita dinamakan lesbian (female homosex). Lawan homosex adalah heterosex, artinya hubungan seksual antara orang-orang yang berbeda kelaminnya (seorang pria dengan seorang wanita). Homoseksual harus dibedakan dengan gangguan transeksual (banci). Transeksual masih termasuk dalam gangguan jiwa jenis preferensi seksual. Bedanya yang mudah diantara keduanya adalah bahwa kaum homoseksual tidak pernah ingin mengganti jenis kelaminnya (misal dengan operasi plastik), tidak pernah berhasrat mengenakan pakaian lawan jenis (melainkan kebanyakan gay berpenampilan macho dan necis). Masail Fiqhiyah
287
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
Selain itu kaum transeksual terutama memiliki dorongan untuk menolak jenis kelaminnya, dan mengingini jenis kelamin lawan jenisnya. Jadi pengertian transeksual lebih ke arah penolakan akan identitas dirinya sebagai seorang pria atau wanita, bukan menekankan kepada orientasi seksual (keinginan dengan siapa berhubungan seksual / membina relasi romantis). Kalau kita telaah sejarah peradaban manusia, sebenarnya fenomena penyimpangan seksual sudah muncul jauh sebelum masa Nabi Muhammad SAW, tepatnya pada masa Nabi Luth yang diutus untuk kaum Sadoum. Hampir semua kitab tafsir mengabadikan kisah tersebut ketika menyingkap kandungan ayat-ayat yang berkaitan dengan kisah nabi Luth.
Allah berfirman : Dan Luth ketika berkata kepada kaumnya: mengapa kalian mengerjakan perbuatan faahisyah (keji) yang belum pernah dilakukan oleh seorangpun sebelum kalian. Sesungguhnya kalian mendatangi laki-laki untuk melepaskan syahwat, bukan kepada wanita; malah kalian ini kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka dari kotamu ini, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri. Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikutpengikutnya kecuali istrinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu.” [QS AlA’raf:80-84]. Allah menggambarkan Azab yang menimpa kaum nabi Luth : “Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim” [Hud : 82-83] Semua ayat di atas secara jelas mengutuk dan melaknat praktik homoseksual karena bertentangan dengan kodrat dan kenormalan manusia. Praktik homoseksual juga menjadi momok yang menakutkan di agama Kristen. Bibel menyebutnya sebagai ibadah kafir yang lazim dikenal dengan nama pelacuran
288
Masail Fiqhiyah
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
kudus. Ia sangat mengutuk dan mengecam pelakunya karena itu bertentangan dengan moral. Dalam Perjanjian Baru, Roma 1:26-27, Rasul Paulus mengingatkan, bahwa praktik homoseksual adalah sebagian dari bentuk kebejatan moral dunia kafir, dari mana orang-orang kristen sebenarnya telah dibebaskan dan disucikan oleh Kristus. Dalam Imamat 20:13 berbunyi : “Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, karena itu suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri”. Yang melakukannya diancam dengan hukuman mati.” Secara gramatikal (bahasa) tidak ada perbedaan penggunaan kata antara homoseksual dan lesbian. Dalam bahasa arab kedua-duanya di namakan al liwath. Pelakunya di namakan al luthiy (lotte). Namun Imam Al-Mawardi membedakannya. Beliau menyebut homoseksual dengan liwath dan lesbian dengan sihaq atau musaahaqah. (lihat : al hawi al kabir karya al mawardi : juz :13 hal : 474-475)
HUKUM HOMOSEKSUAL
DAN
HUKUMAN
BAGI PARA PELAKUNYA
Ibn Qudamah Al Maqdisi menyebutkan bahwa penetapan hukum haramnya praktik homoseksual adalah Ijma’ (kesepakatan) ulama, berdasarkan nash-nash AlQuran dan Al-Hadits. [al mughni juz :10 hal : 155]. Ijma’ para ulama ini didasarkan kepada firman Allah Swt: QS. al-A’raf 80-84 di atas dan QS. al-‘Ankabut 28-29 sebagai berikut:
“Dan ingatlah ketika Luth berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya kamu benar-benar mengerjakan perbuatan yang amat keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun dari umat-umat sebelum kamu.” (QS. al‘Ankabut:28-29). Juga didasarkan kepada sabda Rasulullah Saw:
Masail Fiqhiyah
289
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
“Terkutuk orang yang mengerjakan pekerjaan kaum Luth (homoseksual). Terkutuklah orang yang mengerjakan pekerjaan kaum Luth. Terkutuklah orang yang mengerjakan pekerjaan kaum Luth.” (HR. Al-Hakim).
“Yang Paling aku takuti terhadap umatku adalah orang yang mengerjakan pekerjaan kaum Luth.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi).
ﻣﻦ ھﻢ: أرﺑﻌﺔ ﯾﺼﺒﺤﻮن ﻓﻰ ﻏﻀﺐ اﷲ وﯾﻤﺴﻮن ﻓﻰ ﺳﺨﻂ اﷲ ﻗﺎل أﺑﻮ ھﺮﯾﺮة ﯾﺎ رﺳﻮل اﷲ؟ ﻗﺎل اﻟﻤﺘﺸﺒّﮭﻮن ﻣﻦ اﻟﺮﺟﺎل ﺑﺎﻟﻨﺴﺎء واﻟﻤﺘﺸﺒّﮭﺎت ﻣﻦ اﻟﻨﺴﺎء (ﺑﺎﻟﺮﺟﺎل واﻟﺬى ﯾﺄﺗﻰ اﻟﺒﮭﯿﻤﺔ واﻟﺬي ﯾﺄﺗﻰ اﻟﺮﺟﺎل )رواه اﻟﻄﺒﺮاﻧﻰ واﻟﺒﯿﮭﻘﻰ “Ada empat golongan manusia yang mendapat murka dan amarah Allah. Abu Hurairah bertanya, ‘Siapakah mereka itu, wahai Rasulullah?’ beliau menjawab, ‘Kaum laki-laki yang meniru kaum wanita, kaum wanita yang meniru kaum lelaki, orang yang mendatangi (berzina dengan) binatang dan orang yang mendatangi laki-laki (homoseksual).” (HR. Thabrani dan Baihaqi). Dari nash-nash di atas, para ulama fikih telah menyepakati haramnya praktik homoseksual dan lesbian, mereka hanya berbeda pendapat mengenai hukuman yang layak diberlakukan kepada pelaku. Perbedaan hanya menyakut dua hal; Pertama: perbedaan sahabat dalam menentukan jenis hukuman, sebagaimana tersebut di atas. Kedua: perbedaan ulama dalam mengkategorikan perbuatan tersebut, apakah dikategorikan zina atau tidak? Dan itu berimplikasi terhadap kadar atau jenis hukuman yang dikenakan. Imam Abu Hanifah (pendiri mazhab Hanafi) berpendapat : praktik homoseksual tidak dikategorikan zina dengan alasan: Pertama: karena tidak adanya unsur (kriteria) kesamaan antara keduanya. unsur menyia-nyiakan anak dan ketidakjelasan nasab (keturunan) tidak didapatkan dalam praktik homoseksual. Kedua: berbedanya jenis hukuman yang diberlakukan para sahabat (sebagaimana di atas). Berdasarkan kedua alasan ini, Abu Hanifah berpendapat bahwa hukuman terhadap pelaku homoseksual adalah ta’zir (diserahkan kepada penguasa atau pemerintah). [al hidayah syarhul bidayah 7/194-196, fathul qadir juz : 11 hal : 445-449 dan al mabsuth juz :11 hal : 7881] Menurut Muhammad Ibn Al Hasan As Syaibani dan Abu Yusuf (murid Abu Hanifah) : praktik homoseksual dikategorikan zina, dengan alasan adanya beberapa unsur kesamaan antara keduanya, seperti: Pertama, tersalurkannya syahwat pelaku. Kedua, tercapainya kenikmatan (karena penis dimasukkan ke lubang dubur). Ketiga, tidak diperbolehkan dalam Islam. Keempat, menumpahkan (menya-nyiakan) air mani. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Muhammad Ibn Al Hasan dan Abu Yusuf berpendapat bahwa hukuman terhadap pelaku homoseksual sama seperti hukuman
290
Masail Fiqhiyah
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
yang dikenakan kepada pezina, yaitu: kalau pelakunya muhshan (sudah menikah), maka dihukum rajam (dilempari dengan batu sampai mati), kalau gair muhshan (perjaka), maka dihukuman cambuk dan diasingkan selama satu tahun. [dalam al hidayah syarhul bidayah 7/194-196, fathul qadir juz : 11 hal : 445-449 dan al mabsuth juz :11 hal : 78-81] Menurut Imam Malik praktek homoseksual dikategorikan zina dan hukuman yang setimpal untuk pelakunya adalah dirajam, baik pelakunya muhshan (sudah menikah) atau gair muhshan (perjaka). Ia sependapat dengan Ishaq bin Rahawaih dan As Sya’bi. [minahul jalil, juz : 19 hal : 422-423] Menurut Imam Syafi’i, praktik homoseksual tidak dikategorikan zina, tetapi terdapat kesamaan, di mana keduanya sama-sama merupakan hubungan seksual terlarang dalam Islam. Hukuman untuk pelakunya: kalau pelakunya muhshan (sudah menikah), maka dihukum rajam. Kalau gair muhshan (perjaka), maka dihukum cambuk 100 kali dan diasingkan selama satu tahun. Hal tersebut sama dengan pendapat Said bin Musayyib, Atha’ bin Abi Rabah, An Nakha’I, Al Hasan dan Qatadah. [al majmu’ juz : 20 hal : 22-24 dan al hawi al kabir, juz : 13 hal : 474-477] Menurut Imam Hambali, praktik homoseksual dikategorikan zina. Mengenai jenis hukuman yang dikenakan kepada pelakunya beliau mempunyai dua riwayat (pendapat): Pertama, dihukum sama seperti pezina, kalau pelakunya muhshan (sudah menikah) maka dihukum rajam. kalau pelakunya gair muhshan (perjaka), maka dihukum cambuk 100 kali dan diasingkan selama satu tahun. (pendapat inilah yang paling kuat). Kedua, dibunuh dengan dirajam, baik dia itu muhshan atau gair muhshan. [al furu’, juz :11 hal : 145-147, al mughni juz : 10 hal : 155-157 dan al inshaf juz : 10 hal : 178] Sebagaimana disebutkan di atas bahwa di antara landasan hukum yang mengharamkan praktik homoseksual dan lesbian adalah Ijma’. Artinya, tak ada diantara mereka yang berselisih. Jadi, tidak ada seorang ulamapun yang berpendapat tentang kehalalannya. Dan itu sudah menjadi ketetapan hukum sejak masa Nabi, sahabat sampai hari kemudian. Jadi tidak bisa diotak- atik –apalagi— dengan justifikasi rasional. Islam meyakini bahwa segala perintah dan larangan Allah –baik berupa larangan atau perintah—tak lain bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan hidup manusia di dunia dan akhirat. Termasuk tujuan pelarangan praktik homoseksual dan lesbian yang dimaksudkan untuk memanusiakan manusia dan menghormati hak-hak mereka. Para ulama berbeda pendapat tentang hukuman bagi pelaku homoseksual. Sebagian mereka mengatakan hukumannya sebagaimana hukuman zina yaitu dirajam bagi yang muhshan (sudah pernah menikah) dan dicambuk dan diasingkan bagi yang belum menikah. Sebagian yang lain mengatakan, kedua-duanya dirajam dalam keadaan apapun, menerapkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi, “Bunuhlah yang menyetubuhi dan yang disetubuhi” Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, “Para sahabat telah menerapkan hukum bunuh terhadap pelaku homoseks. Mereka hanya berselisih pendapat bagaimana cara membunuhnya” Para pengikut madzhab Hambali menukil ijma’ (kesepakatan) para sahabat yang mengatakan bahwa hukuman homoseks adalah dibunuh. Mereka berdalil dengan Masail Fiqhiyah
291
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
hadits: “Barangsiapa yang kalian dapatkan melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah yang menyetubuhi dan yang disetubuhi”. Mereka juga berdalil dengan perbuatan Ali Radhiyallahu ‘anhu yang merajam orang yang melakukan homoseksual. Syafi’i berkata : “Dengan ini, kita berpendapat merajam orang yang melakukan perbuatan homoseksual, baik dia seorang muhsan atau bukan”. Dan sebagaimana yang diriwayatkan oleh Khalid bin Walid bahwa ada di pinggiran kota Arab seorang laki-laki yang dinikahi sebagaimana dinikahinya seorang perempuan. Maka dia menulis surat kepada Abu Bakar Shiddik Radhiyallahu ‘anhu. Abu Bakar lalu bermusyawarah dengan para sahabatnya. Orang yang paling keras pendapatnya adalah Ali Radhiyallahu ‘anhu. Dia berkata, “Tidaklah melakukan perbuatan ini kecuali hanya satu ummat dan kalian telah mengetahui apa yang telah Allah lakukan kepada mereka. Aku berpendapat agar dia dibakar dengan api”. Kemudian Abu Bakar mengirim surat kepada Khalid bin Walid untuk membakarnya. Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Dipertontonkan dari bangunan yang paling tinggi lalu dilemparkan (ke bawah) diikuti lemparan batu”. Dengan demikian hukuman homoseks adalah bisa dengan dibakar, dirajam dengan batu, dilempar dari bangunan yang paling tinggi yang diikuti lemparan batu, atau dipenggal lehernya. Ada pula yang mengatakan ditimpakan tembok kepadanya. Imam Syaukani memilih hukuman bunuh dan melemahkan pendapat selain itu. Mereka berpendapat seperti itu menilik firman Allah.
“Artinya : Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim” [Hud : 82-83]
SEBAB-SEBAB MUNCULNYA HOMOSEKSUAL
DAN
LESBIAN
Sebagaimana telah dirumuskan oleh para pakar, bahwa homoseksual (untuk sesama perempuan disebut lesbian) adalah rasa tertarik secara perasaan (rasa kasih sayang, hubungan emosional) dan atau secara erotik, baik secara lebih menonjol (predominan) atau semata-mata (eksklusif), terhadap orang-orang yang berjenis kelamin sama, dengan atau tanpa hubungan fisik (jasmaniah). Dari sudut pandang psiko-medis, homoseksual saat ini tidak lagi dikategorikan sebagai suatu gangguan atau penyakit jiwa ataupun sebagai suatu penyimpangan (deviasi) seksual. Karena homoseksualitas merupakan suatu fenomena manifestasi seksual manusia, seperti juga heteroseksualitas (hubungan seks antar jenis kelamin berbeda) atau biseksualitas (hubungan seks dengan sesama dan antar jenis kelamin berbeda). Sudut pandang psiko-medis itu tentu berlawanan dengan sudut pandang agama yang lebih melihat dari sisi moral dan fitrah kemanusiaan. Melakukan hubungan seks 292
Masail Fiqhiyah
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
dengan sejenis adalah perilaku yang tidak sesuai dengan fitrah manusia yang diciptakan Allah berpasang-pasangan, dan pasangan itu adalah laki-laki dan perempuan, sebagaimana Allah juga menggambarkan sepasang fenomena alam yaitu siang dan malam. Mungkin yang dimaksud bukan penyimpangan seksual atau gangguan jiwa dalam sudut pandang psiko-medis terhadap perilaku homoseksual/lesbian, adalah karena para pelaku homoseksual/lesbian tidak merasa ada penyimpangan dan mereka menjalaninya dengan wajar-wajar saja. Mereka adalah yang sudah merasa cocok dengan orientasi seksual seperti itu yang dalam istilah psiko-medisnya dinamakan ego sintonik. Tetapi juga tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian yang melakukan praktik homoseksual/lesbian merasa bahwa perbuatan tersebut menyimpang dan mereka pun berusaha untuk meninggalkannya, yang disebut dengan ego distonik. Dilihat dari jenis-jenis homoseksual/lesbian berdasarkan penyebabnya ada tiga; yaitu, yang pertama, biogenik yaitu homoseksual yang disebabkan oleh kelainan di otak atau kelainan genetik. Jenis ini yang paling sulit untuk disembuhkan karena sudah melekat dengan eksistensi hidupnya. Mereka sejak lahir sudah membawa kecenderungan untuk menyukai orang lain yang sejenis, sehingga benar-benar ini di luar kontrol dan keinginan sadar mereka. Kedua, psikogenetik yaitu homoseksual/ lesbian yang disebabkan oleh kesalahan dalam pola asuh atau mereka mengalami pengalaman dalam hidupnya yang mempengaruhi orientasi seksualnya di kemudian hari. Kesalahan pola asuh yang dimaksud adalah ketidak tegasan dalam mengorientasikan sejak dini kecenderungan perilaku berdasarkan jenis kelamin. Dalam hal ini misalnya anak laki-laki tetapi diberlakukan seperti anak perempuan dan begitu pula sebaliknya. Pengalaman yang dapat membentuk perilaku homo/ lesbi diantaranya adalah pengalaman pernah disodomi atau waktu kecil orang itu melakukan coba-coba melakukan hubungan seks dengan temannya yang sejenis. Pengalaman-pengalaman seperti ini berpengaruh cukup besar terhadap orientasi seksual orang itu di kemudian hari. Ketiga, sosiogenetik yaitu orientasi seksual yang dipengaruhi oleh faktor sosial-budaya. Kaum Nabi Luth yang homo adalah contoh dalam sejarah umat manusia bagaimana faktor sosial-budaya homosexual oriented mempengaruhi orang yang ada dalam lingkungan tersebut untuk berperilaku yang sama.
SOLUSI ISLAM
ATAS KAUM
HOMOSEKSUAL
Walaupun Islam secara tegas menyatakan bahwa perilaku homoseksual/lesbian adalah terkutuk, akan tetapi adalah sangat tidak bijak jika para pelaku homo dan lesbi tersebut tidak mendapat penanganan (pendampingan, advokasi) yang memadai, yang memungkinkan mereka dapat meninggalkan perbuatannya itu. Islam telah memproklamirkan diri sebagai rahmat bagi seluruh alam, sehingga adalah wajar jika Islam tidak hanya tampil sebagai penghukum bagi orang yang bersalah, tetapi yang lebih penting dari itu adalah bagaimana Islam mampu memberi solusi atas berbagai persoalan yang dialami oleh umat, termasuk persoalan homoseksual/lesbian Sebagaimana telah disebut di muka, bahwa penyebab timbulnya homoseksual beraneka macam. Ada karena faktor kelainan otak dan genetik maupun karena faktor psikologi dan faktor lingkungan (kultural). Masing-masing penyebab itu membutuhkan penanganan yang spesifik (khusus), sehingga pelaku secara bertahap dapat disembuhkan dan kembali dapat menjalani kehidupan seksual yang “normal”. Masail Fiqhiyah
293
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
Dalam tradisi Islam dinyatakan bahwa setiap kesulitan (persoalan) pasti ada kemudahan (jalan keluar)
, setiap aturan (hukum) selalu
diikuti dengan jalan keluar ( ), dan di setiap penyakit pasti ada obatnya. Seperti sudah dinyatakan di atas, bahwa memberi hukuman semata bagi pelaku homo/lesbi tidak akan menyelesaikan masalah. Justru hal ini akan memunculkan persoalan baru yaitu perasaan bersalah dan takut yang berlebih dari para pelaku homo/lesbi yang berakibat mereka terperosok dalam depresi mental yang akut atau malah justru para pelaku homo/lesbi akan semakin mengokohkan perilakunya dengan membentuk kelompok atau perkumpulan sebagai sarana “curhat” bagi sesama orangorang yang dicap “durhaka” terhadap agama. Untuk mereka yang sudah membentuk dan melibatkan diri secara aktif dalam perkumpulan/organisasi kaum homo/lesbi hanya akan mempersulit penanganan terhadap mereka, karena mereka semakin menikmati (enjoy) dengan perbuatan mereka. Menangani secara khusus terhadap kasus homoseksual/lesbian adalah bagian dari dakwah Islam yang harus dijalankan karena ini adalah perintah ajaran Islam. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. an-Nahl/16: 125 :
Kaum homoseksual/lesbian dalam kapasitasnya sebagai obyek dakwah harus ditangani secara penuh hikmah ( ) dan senantiasa diberi nasehat-nasehat yang baik (
) agar bisa kembali ke jalan Tuhan (
).
Berdasarkan faktor penyebab munculnya homoseksual/lesbian, penanganan terhadap mereka dibedakan dari yang karena faktor genetik, psikologis maupun kultural. Bagi kaum homo/lesbi yang disebabkan oleh faktor genetik, perlu ada usahausaha medis berupa terapi hormon yang kontinyu dan sistematis. Walaupun upaya ini disebut kurang efektif, akan tetapi usaha itu tetap perlu sebagaimana tertulis dalam qaidah ushul fiqh bahwa bahaya (penyakit) itu harus dihilangkan (diobati) ( ). Homoseksual karena faktor psikologis maupun kultural dapat disembuhkan dengan terus-menerus melakukan pendampingan (advokasi) terhadap mereka. Perlu ditumbuhkan dalam diri mereka perasaan bahwa mereka dalam kondisi sakit (kesadaran sakit) sehingga kemudian muncul dalam diri mereka motivasi sembuh yang kuat. Selanjutnya mereka perlu didampingi oleh psikolog maupun rohaniawan untuk memantau dan terus memberi motivasi sembuh. Mereka, kaum homo/lesbi itu, kalau perlu dikarantina secara khusus untuk menghindari kontak sesama mereka yang akan berakibat pada munculnya kembali keinginan untuk melakukan homoseksual/lesbian.
294
Masail Fiqhiyah
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
Keinginan para pelaku homo/lesbi untuk melampiaskan nafsunya perlu disalurkan ke dalam kegiatan-kegiatan positif semacam kajian Islam atau diskusi maupun kegiatan-kegiatan olahraga dan kegiatan lain yang positif. Tentu saja aktivitas ini mendapat kontrol yang sitemik dan terpogram dalam satu paket dengan penanganan komprehensif terhadap kaum homo/lesbi.
DAMPAK HOMOSEKSUAL Kekejian dan kejelekan perilaku homoseksual telah mencapai puncak keburukan, sampai-sampai hewan pun menolaknya. Tidak pernah ditemukan seekor hewan jantan pun yang mengawini hewan jantan lain. Akan tetapi keanehan itu justru terdapat pada manusia yang telah rusak akalnya dan menggunakan akal tersebut untuk berbuat kejelekan. Dalam Al-Qur’an Allah menyebut zina dengan kata faahisyah (tanpa alif lam), sedangkan homoseksual dengan al-faahisyah (dengan alif lam), (jka ditinjau dari bahsa Arab) tentunya perbedaan dua kata tersebut sangat besar. Kata faahisyah tanpa alif dan lam dalam bentuk nakirah yang dipakai untuk makna perzinaan menunjukkan bahwa zina merupakan salah satu perbuatan keji dari sekian banyak perbuatan keji. Akan tetapi, untuk perbuatan homoseksual dipakai kata al-faahisyah dengan alif dan lam yang menunjukkan bahwa perbuatan itu mencakup kekejian seluruh perbuatan keji. Maka dari itu Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Mengapa kalian mengerjakan perbuatan faahisyah itu yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelum kalian” [Al-A’raf : 80] Maknanya, kalian telah mengerjakan perbuatan yang kejelekan dan kekejiannya telah dikukuhkan oleh semua manusia. Sementara itu, dalam masalah zina, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu faahisyah (perbuatan yang keji) dan suatu jalan yang buruk” [Al-Isra : 32] Ayat ini menerangkan bahwa zina adalah salah satu perbuatan keji, sedangkan ayat sebelumnya menerangkan bahwa perbuatan homoseksual mencakup kekejian. Zina dilakukan oleh laki-laki dan perempuan karena secara fitrah di antara laki-laki dan perempuan terdapat kecenderungan antara satu sama lain, yang oleh Islam kecenderungan itu dibimbing dan diberi batasan-batasan syariat serta caracara penyaluran yang sebenarnya. Oleh karena itu, Islam menghalalkan nikah dan mengharamkan zina serta memeranginya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
Masail Fiqhiyah
295
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas” [Al-Mukminun : 5-7] Jadi, hubungan apapun antara laki-laki dan perempuan di luar batasan syariat dinamakan zina. Maka dari itu hubungan antara laki-laki dan perempuan merupakan panggilan fitrah keduanya, adapun penyalurannya bisa dengan cara yang halal, bisa pula dengan yang haram. Akan tetapi, jika hal itu dilakukan antara laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan, maka sama sekali tidak ada hubungannya dengan fitrah. Islam tidak menghalalkannya sama sekali karena pada insting dan fitrah manusia tidak terdapat kecenderungan seks laki-laki kepada laki-laki atau perempuan kepada perempuan. Sehingga jika hal itu terjadi, berarti telah keluar dari batas-batas fitrah dan tabiat manusia, yang selanjutnya melanggar hukum-hukum Allah. “Artinya : Yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelum kalian” [Al-A’raf : 80] Mujtahid berkata : “Orang yang melakukan perbuatan homoseksual meskipun dia mandi dengan setiap tetesan air dari langit dan bumi masih tetap najis”. Fudhail Ibnu Iyadh berkata : “Andaikan pelaku homoseksual mandi dengan setiap tetesan air langit maka dia akan menjumpai Allah dalam keadaan tidak suci”. Artinya, air tersebut tidak bisa menghilangkan dosa homoseksual yang sangat besar yang menjauhkan antara dia dengan Rabbnya. Hal ini menunjukkan betapa mengerikannya dosa perbuatan tersebut. Amr bin Dinar berkata menafsirkan ayat diatas : “Tidaklah sesama laki-laki saling meniduri melainkan termasuk kaum Nabi Luth”. Al-Walid bin Abdul Malik berkata : “Seandainya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menceritakan kepada kita berita tentang kaum Nabi luth, maka aku tidak pernah berfikir kalau ada laki-laki yang menggauli laki-laki”. Maka sungguh menakjubkan manakala kita melihat kebiasaan yang sangat jelek dari kaum Nabi Luth ini –yang telah Allah binasakan- tersebar diantara manusia, padahal kebiasaan itu hampir-hampir tidak terdapat pada hewan. Kita tidak akan mendatapkan seekor hewan jantan pun yang menggauli hewan jantan lainnya kecuali sedikit dan jarang sekali, seperti keledai. Maka itulah arti dari firman Allah berikut.
“Artinya : Sesungguhnya kalian mendatangi laki-laki untuk melepaskan 296
Masail Fiqhiyah
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas” (Al-A’raf :81) Allah mengatakan kepada mereka bahwa sesungguhnya perbuatan keji itu belum pernah dilakukan oleh siapapun di muka bumi ini, dan itu mencakup manusia dan hewan. Apabila seorang manusia cenderung menyalurkan syahwatnya dengan cara yang hewan saja enggan melakukannya, maka kita bisa tahu bagaimana kondisi kejiwaan manusia itu. Bukankah ini merupakan musibah yang paling besar yang menurunkan derajat manusia dibawah derajat hewan? Maksud dari penjelasan di atas adalah sebagai berikut. Pertama: Jika penyakit ini tersebar di tengah umat manusia, maka keturunan manusia itu akan punah karena laki-laki sudah tidak membutuhkan wanita. Populasi manusia akan semakin berkurang secara berangsur. Dan kedua: Pelaku homoseksual tidak mau menyalurkan nafsu biologisnya kepada perempuan. Jika dia telah beristeri, maka dia akan mengabaikan isterinya dan menjadikannya pemuas. Dengan demikian, ada beberapa dampak bagi pelak homoseksual, yaitu sebagai berikut: 1. Fitrah dan tabiat mereka terbalik dan berubah dari fitrah yang telah Allah ciptakan pada pria, yaitu kehendak kepada wanita bukan kepada laki-laki. 2. Mereka mendapatkan kelezatan dan kebahagian apabila mereka dapat melampiaskan syahwat mereka pada tempat-tempat yang najis dan kotor dan melepaskan air kehidupan (mani) di situ. 3. Rasa malu, tabiat, dan kejantanan mereka lebih rendah daripada hewan. 4. Pikiran dan ambisi mereka setiap saat selalu terfokus kepada perbuatan keji itu karena laki-laki senantiasa ada di hadapan mereka di setiap waktu. Apabila mereka melihat salah seorang di antaranya, baik anak kecil, pemuda atau orang yang sudah berumur, maka mereka akan menginginkannya baik sebagai objek ataupun pelaku. 5. Rasa malu mereka kecil. Mereka tidak malu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala juga kepada makhlukNya. Tidak ada kebaikan yang diharapkan dari mereka. 6. Mereka tidak tampak kuat dan jantan. Mereka lemah di hadapan setiap laki-laki karena merasa butuh kepadanya. 7. Allah mensifati mereka sebagai orang fasik dan pelaku kejelekan ; “Dan kepada Luth, Kami telah berikan hikmah dan ilmu, dan telah Kami selamatkan dia dari (azab yang telah menimpa penduduk) kota yang mengerjakan perbuatan keji. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat lagi fasik” [Al-Anbiya : 74] 8. Mereka disebut juga sebagai orang-orang yang melampui batas : “Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kalian ini adalah kaum yang melapaui batas” [Al-A’raf : 81]. Artinya, mereka melampaui batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh Allah. 9. Allah menamakan mereka sebagai kaum perusak dan orang yang zhalim :”Luth berdo’a. ‘Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu’. Dan tatkala utusan Kami (para malaikat) datang kepada Ibrahim membawa kabar gembira, mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya kami
Masail Fiqhiyah
297
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
akan menghancurkan penduduk (Sodom) ini. Sesunguhnya penduduknya adalah orang-orang yang zhalim” [Al-Ankabut : 30-31]. Dan jika dia masih bujangan, maka dia tidak akan berfikir untuk menikah. Sehingga, apabila homosek ini telah merata dalam sebuah kelompok masyarakat, maka kaum laki-lakinya tidak akan lagi merasa membutuhkan perempuan. Akibatnya, tersia-siakanlah kaum wanita. Mereka tidak mendapatkan tempat berlindung dan tidak mendapatkan orang yang mengasihi kelemahan mereka. Disinilah letak bahaya sosial homoseksual yang berkepanjangan. 10. Pelaku homoseksual tidak peduli dengan kerusakan akhlak yang ada disekitarnya. Adapun dampak homoseksual bagi kesehatan adalah: 1. Benci terhadap wanita, Kaum Luth berpaling dari wanita dan kadang bisa sampai tidak mampu untuk menggauli mereka. Oleh karena itu, hilanglah tujuan pernikahan untuk memperbanyak keturunan. Seandainya pun seorang homo itu bisa menikah, maka istrinya akan menjadi korbannya, tidak mendapatkan ketenangan, kasih sayang, dan balas kasih. Hidupnya tersiksa, bersuami tetapi seolah tidak bersuami. 2. Efek Terhadap Syaraf, Kebiasaan jelek ini mempengaruhi kejiwaan dan memberikan efek yang sangat kuat pada syaraf. Sebagai akibatnya dia merasa seolah dirinya diciptakan bukan sebagai laki-laki, yang pada akhirnya perasaan itu membawanya kepada penyelewengan. Dia merasa cenderung dengan orang yang sejenis dengannya. 3. Efek terhadap otak 4. Menyebabkan pelakunya menjadi pemurung 5. Seorang homoseks selalu merasa tidak puas dengan pelampiasan hawa nafsunya. 6. Hubungan homoseksual dengan kejelekan akhlaq, Kita dapatkan mereka jelek perangai dan tabiatnya. Mereka hampir tidak bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk, yang mulia dan yang hina. 7. Melemahkan organ tubuh yang kuat dan bisa menghancurkannya. Karena organorgan tubuhnya telah rusak, maka didapati mereka sering tidak sadar setelah mengeluarkan air seni dan mengeluarkan kotoran dari duburnya tanpa terasa. 8. Hubungan homoseksual dengan kesehatan umum. Mereka terancam oleh berbagai macam penyakit. Hal ini disebabkan karena merasa lemah mental dan depresi. 9. Pengaruh terhadap organ peranakan. Homoseksual dapat melemahkan sumbersumber utama pengeluaran mani dan membunuh sperma sehingga akan menyebabkan kemandulan. 10. Dapat meyebabkan penyakit thypus dan disentri 11. Spilis atau Kencing nanah , penyakit ini tidak muncul kecuali karena penyimpangan hubungan sek. 12. AIDS, para ahli mengatakan bahwa 95% pengidap penyakit ini adalah kaum homoseks
298
Masail Fiqhiyah
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
Untuk memantapkan pemahaman terhadap materi ini, jawablah pertanyaanpertanyaan di bawah ini: 1. Jelaskan pengertian homoseksual dan lesbian? 2. Jelaskan hukum praktek homoseksual/lesbian? 3. Jelaskan dampak atau bahaya dari homoseksual/lesbian? 4. Jelaskan sebab timbulnya homoseksual ? 5. Jelaskan solusi Islam terhadap praktek homoseksual?
1. Homoseksual (untuk sesama perempuan disebut lesbian) adalah rasa tertarik secara perasaan (rasa kasih sayang, hubungan emosional) dan atau secara erotik, baik secara lebih menonjol (predominan) atau semata-mata (eksklusif), terhadap orang-orang yang berjenis kelamin sama, dengan atau tanpa hubungan fisik (jasmaniah). 2. Homoseksual harus dibedakan dengan gangguan transeksual (banci). Transeksual masih termasuk dalam gangguan jiwa jenis preferensi seksual. Bedanya yang mudah diantara keduanya adalah bahwa kaum homoseksual tidak pernah ingin mengganti jenis kelaminnya (misal dengan operasi plastik), tidak pernah berhasrat mengenakan pakaian lawan jenis (melainkan kebanyakan gay berpenampilan macho dan necis). Selain itu kaum transeksual terutama memiliki dorongan untuk menolak jenis kelaminnya, dan mengingini jenis kelamin lawan jenisnya. Jadi pengertian transeksual lebih ke arah penolakan akan identitas dirinya sebagai seorang pria atau wanita, bukan menekankan kepada orientasi seksual (keinginan dengan siapa berhubungan seksual / membina relasi romantis). 3. Hukum praktek homoseksual adalah haram berdasarkan ijma para ulama yang didasarkan kepada pemahaman nash-nash al-Quran dan Sunnah berikut ini: “Dan ingatlah ketika Luth berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya kamu benar-benar mengerjakan perbuatan yang amat keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun dari umat-umat sebelum kamu.” (QS. al-‘Ankabut:28-29). Dan sabda Rasulullah Saw: “Terkutuk orang yang mengerjakan pekerjaan kaum Luth (homoseksual). Terkutuklah orang yang mengerjakan pekerjaan kaum Luth. Terkutuklah orang yang mengerjakan pekerjaan kaum Luth.” (HR. Al-Hakim).
Masail Fiqhiyah
299
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
4.Adapun bahya dari pelaku homoseksual diantaranya adalah bahwa orang yang melakukan perbuatan homoseksual meskipun dia mandi dengan setiap tetesan air dari langit dan bumi masih tetap najis”. Atau pendapat lain bahwa andaikan pelaku homoseksual mandi dengan setiap tetesan air langit maka dia akan menjumpai Allah dalam keadaan tidak suci. 5. Diantara dampak homoseksual bagi kesehatan yang berefek terhadap syaraf, mempengaruhi kejiwaan dan memberikan efek yang sangat kuat pada syaraf. Sebagai akibatnya dia merasa seolah dirinya diciptakan bukan sebagai laki-laki, yang pada akhirnya perasaan itu membawanya kepada penyelewengan. Dia merasa cenderung dengan orang yang sejenis dengannya.
Petunjuk: Pilihlah salah satu jawaban yang dianggap paling tepat! 1. Rasa tertarik secara perasaan (rasa kasih sayang, hubungan emosional) dan atau secara erotik, baik secara lebih menonjol (predominan) atau semata-mata (eksklusif), terhadap orang-orang yang berjenis kelamin sama, dengan atau tanpa hubungan fisik (jasmaniah). Disebut: A. Homoseksual C. Transplantasi B. Euthanasia D. Transeksual 2. Berikut ini homoseksual pertama kali dilakukan pada masa Nabi: A. Adam AS C. Luth AS B. Nuh AS D. Muhammad AS 3. Berikut ini hukum homoseksual berdasarkan ijma’ para ulama adalah: A. Halal C. Makruh B. Haram D. Sunnah 4. Berikut ini yang dimaksud dengan transeksual: A. Homoseksual C. Gay B. Lesbian D. Banci 5. Homoseksual/lesbian yang disebabkan oleh kesalahan dalam pola asuh atau mereka mengalami pengalaman dalam hidupnya yang mempengaruhi orientasi seksualnya di kemudian hari, disebut: A. Biogenik C. Sosiogenetik B. Psikogenetik D. Transeksual 6. Berikut ini dalil keharaman homoseksual: A. QS. al-‘Ankabut: 28-29 C. QS. al-Baqarah:28-29 B. QS. al-Ankabut:26-27 D. QS. al-Baqarah:28-29 300
Masail Fiqhiyah
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
7. Yang dimaksud dengan ayat ini A. Homoseksual pernah dilakukan oleh orang terdahulu B. Homoseksual pernah dilakukan oleh pernah nabi Muhammad C. Homoseksual tidak pernah dilakukan oleh seorangpun sebelum nabi Luth D. Homoseksual tidak pernah dilakukan oleh seorangpun sesudah nabi Luth. 8. Yang dimaksud dengan lafazh: A. Bersetubuh dengan sesama jenis B. Bersetubuh dengan lawan jenis
C. Bersetubuh dengan anak gadis D. Bersetubuh dengan anak kecil
9. Berikut ini kaidah bahwa mudharat harus dihilangkan:
10. Berikut ini bahaya homoseksual bagi kesehatan, kecuali A. Sipilis C. Efek terhadap otak B. Aids D. Penyakit dalam
Cocokkan jawaban Anda dengan menggunakan kunci jawaban Tes Formatif 3 yang terdapat di bagian akhir bahan belajar mandiri ini. Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 3. Rumus : Jumlah jawaban Anda yang benar Tingkat penguasaan = ______________________________ 10 Arti tingkat penguasaan yang Anda capai : 90 % - 100% = Baik sekali 80 % - 89% = Baik 70% - 79 % = Cukup < 70% = Kurang
X 100 %
Apabila tingkat penguasaan Anda telah mencapai 80 % atau lebih, Anda telah menuntaskan bahan belajar mandiri ini. Bagus ! Tetapi apabila nilai tingkat penguasaan Anda masih di bawah 80 %, Anda harus mengulangi Kegiatan Belajar 3, terutama bagian yang belum Anda kuasai.
Masail Fiqhiyah
301
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF TES FORMATIF 1 1. C 2. A 3. C 4. B 5. C 6. A 7. D 8. A 9. D 10. D
TES FORMATIF 2 1. A 2. C 3. D 4. B 5. B 6. D 7. C 8. C 9. C 10. A
TES FORMATIF 3 1. A 2. C 3. B 4. D 5. B 6. A 7. C 8. A 9. C 10. D
302
Masail Fiqhiyah
Masalah Bunga Bank dan Riba, Asuransi dan Homoseksual dan Lesbian
DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman Isa, Al-Mualatul Haditsah wa Ahkamuha, Mesir, Mukhaimir, hlm 83-91. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah, al-Haditsah, Jakarta:Grafindo, 1997 Fazlur Rahman, Economic Doctrins of Islam, (ed.terj.), Yogyakarta: Dhana Bhakti Wakaf, 1995. Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Gunung Agung, Jakarta 1997. Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah, Jakarta:Kalam Mulia, 2005 Muhlish Usman, Kaidah-Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah, Jakarta: Grafindo, 1996. M. Syafei Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek, Gema Insani Press, 2001. M. Qurais Shihab, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung:Mizan, 1997. Nasih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, Terj. Jamaludin Miri, Jakarta: Pustaka Amani, 1999 Nurkhalis Madjid, Ensiklopedi Islam untuk Remaja, Jilid ke 1, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2001, Setiawan Budi Utomo dalam Sistem Kuangan Ribawi dan Kapitalisme, Tsaqafah Membangun Budaya Cerdas Menjawab Tantangan Zaman, Vol.2, No. 1, 2004. Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Kairo, Darul Fikar, 1981 Taqyuddin an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam. Risalah Gusti, Jakarta. 1996.
Masail Fiqhiyah
303