BANGUNAN MASJID MENURUT AL QURAN DAN HADIST Drs.Taufik Hidayat, MT Jurusan Desain Produk Industri, FTSP ITS Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111
ABSTRAK Al-Qur’an dan Hadist merupakan dasar untuk mendirikan bangunan masjid. Tafsir dari ayat - ayat Al-Qur’an dan Hadist sahih tersebut umumnya mempunyai visi jauh Kedepan sesuai perkembangan jaman serta lebih bersihat stimulus/ rangsangan guna untuk dipikirkan dan dikembangkan. Masjid tidak hanya sebagai tempat sholat secara sendiri (Munfarid) tetapi juga sebagai tempat sholat bersama (Jamaah), serta merupakan tempat berlangsungnya berbagai kegiatan keagamaan dan ibadah lainnya. Masjid sering juga dijuluki sebagai “Pusat ibadah dan kebudayaan Islam”. Saat ini nampaknya belum ada kesesuaian aturan dalam perwujudan bangunan masjid seperti : arti masjid, landasan/ niat untuk mendirikan bangunan masjid, lokasi bangunan masjid pada masyarakat, pendiri, pemilik, pelaksana dan donatur bangunan masjid, pemakai/ pemakmur bangunan masjid, menghargai/ mencintai bangunan masjid. Begitu pula dengan fisik bangunan masjid seperti : arah hadap shaf sholat pada bangunan masjid, tempat sholat pria dan wanita, tempat imam dan mimbar, tempat adzan dan menara, serambi, tempat wudhu/ mandi/ wc untuk pria dan wanita, bahan bangunan, bentuk/ gambar/ hiasan pada bangunan masjid. Dalam Al-Qur’an dan Hadits, tidak ditemukan ketentuan yang lengkap dan jelas tentang bentuk dan ukuran bangunan masjid yang seharusnya, tetapi memuat kaidah mengenai bagaimana beribadah dan kegiatan apa saja yang boleh atau tidak boleh dikerjakan di dalam bangunan masjid. Al-Qur’an dan Hadist merupakan dasar untuk mendirikan bangunan masjid, tapi dalam kenyataan penggunaan Al-Qur’an dan Hadist sebagai dasar perancangan bangunan masjid masih sangat terbatas. Umumnya masyarakat masih beranggapan bahwa Al-Qur’an dan Hadist hanya mengatur masalah ibadah ritual semata, padahal lebih banyak mengatur masalah kehidupan manusia didunia. Berdasar pada permasalahan tersebut di atas, tulisan ini bermaksud mencari aturan untuk mewujudkan bangunan masjid menurut tafsir ayat Al-Qur’an dan Hadist, serta melihat proses transformasi ayat tersebut kepada bangunan masjid dengan metode tafsir tematik, yaitu menetapkan tema – tema yang berhubungan dengan masjid, kemudian dilihat/ diidentifikasi dengan tafsir ayat Al-Qur’an dan Hadist beserta riwayat/ penjelasan turunnya, kemudian disarikan. Proses ini ditanyakan/ diujikan/ disahkan pada ulama baik dari kalangan akademik maupaun profesional.
1
TAUFIK HIDAYAT, BANGUNAN MASJID MENURUT AL QURAN DAN HADIST
ABSTRACT Al-Qur’an ( The Koran ) and Hadist are principle for a building of the mosque. The Interpretation of verses in Koran and Hadist Sahih, Generally have point of view as far on the front in accordance with period developments and more characteristic of stimulsnt for thought and developed. The Mosque does not Only as Place of Sholat in alone manner, but Also in collective manner, and the mosque is place of to continue several of Religious and the other wrship activity. The mosque often named as “ Islami Center “. Since earlier days there are no fixed provisions related to mosques especially in the function, the background on how a mosque is build, the location of the building in the society, the developer and owner, the contractor, the donator, etc. To the physical building sch as the direction of the building, the room or man and woman to do ritual prays, the room for imam (leader of communal prayer) and speaker’s platform or pulpit (mihrab) to give speeches, the room to take ritual ablution before prays (wudhu) or bath, the toilet, ornament, picture and material of the building. Although Al-Qur’an and Hadist (The Chief source of guidance for understanding religious questions) are the basic reference to build a mosque, the use of them is rarely done. Most people think that Al-Qur’an and Hadist are only the rule for prayers (sholat), Whereas they are more of a guidance for the human life in the world. AlQur’an and Hadist do not mention explicity a complete and exact form and measurment of mosques but may describe the princi[le the principle of how rituals are served and all activities that are allowed to perform in a mosque. Based on the above problems this study is to find somekind of concept or guidance to design mosque which is appropriate to the Al-Qur’an and Hadist and analyzing the transformation process of its verses to the selected mosque. The solution to the problems is performed by using Thematic tafsir method that is, by determining themes related to mosques and identification of verses (ayat) of Al-Qur’an and Hadist related to the building and the historical background. The themes are summarized and examined by the Ulamas ( Moslem relegious teacher or leader ) by they are scholars as well as professionals.
TAUFIK HIDAYAT, BANGUNAN MASJID MENURUT AL QURAN DAN HADIST
PENDAHULUAN
MASALAH ARTI TAFSIR AYAT AL-QUR’AN DAN HADIST Al-Qur’an dan Hadist merupakan dasar untuk mendirikan sebuah bangunan masjid. Tafsir dari ayat Al-Qur’an dan Hadist tersebut sering terjadi perbedaan arti, hal ini disebabkan karena ayat tersebut mempunyai visi sesuai keadaan jaman/ mengikuti perkembangan jaman dan mempunyai visi yang jauh kedepan, serta lebih bersifat stimulus/rangsangan untuk dipikirkan dan dikembangkan. Dalam memahami tafsir AlQur’an, tidak jarang terdapat perbedaan pendapat atau bahkan keliru dalam pemahaman tentang maksud firman-firman Allah SWT. Para ulama menggaris bawahi tafsir (Acmad Sunarto, 1992) adalah : “Penjelasan tentang arti atau maksud firman-firman Allah sesuai dengan kemampuan manusia” dan bahwa “kepastian arti ayat tidak mungkin atau hampir tidak mungkin dicapai kalau pandangan hanya tertuju kepada ayat tersebut secara sendiri-sendiri". Sesuai yang dinyatakan oleh Dr.M.Quraish Shihab (1994) dalam bukunya “ Membumikan Al-Qur’an” : Pada saat Alqur’an diturunkan, Rasulullah saw, yang berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan kepada sahabat-sahabatnya tentang arti dan kandungan Al-Qur’an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak dipahami atau samar artinya. Keadaan ini berlangsung sampai dengan wafatnya Rasulullah saw, walaupun harus diakui bahwa penjelasan tersebut tidak semua kita ketahui akibat tidak sampainya riwayat-riwayat tentangnya atau karena memang Rasulullah saw. Sendiri tidak mejelaskan semua kandungan Al-Qur’an. Pada masa Rasulullah SAW. Para sahabat menanyakan persoalan yang tidak jelas kepada Rasulullah saw, maka setelah wafatnya, mereka melakukan ijtihad, begitu juga pada masa saat ini dan akan datang. Ijtihad berarti pencurahan segenap kemampuan untuk mendapatkan sesuatu, yaitu penggunaan akal sekuat mungkin untuk menemukan sesuatu keputusan hukum tertentu yang tidak ditetapkan secara eksplisit dalam AlQur’an dan as-Sunnah. Rasulullah SAW. Pernah bersabda kepada Abdullah bin Mas’ud (Miftah Faridl, 1982) : “Berhukumlah engkau dengan Al-Qur’an dan as-Sunnah, apabila sesuatu persoalan itu engkau temukan pada dua sumber tersebut. Tapi apabila engkau tidak menemukannya pada dua sumber itu, maka ijtihadlah”. Kepada ‘Ali bin Abi Thalib beliau pernah menyatakan : “ Apabila engkau berijtihad dan ijtihadmu salah, maka engkau mendapatkan dua pahala. Tetapi apabila ijtihadmu salah, maka engkau hanya mendapatkan satu pahala”. Mahmud Syaltut berpendapat, bahwa ijtihad mencakup dua pengertian : a. Penggunaan pikiran untuk menentukan sesuatu hukum yang tidak ditentukan secara eksplisit oleh Al-Qur’an dan as-Sunnah. b. Penggunaan fikiran dalam mengartikan, menafsirkan dan mengambil kesimpulan dari ayat dan dalil Al-Qur’an dan Hadist. Sabda tersebut diatas memperlihatkan akan kebebasan dari agama Islam dalam mengartikan tafsir, selama aturan atau hukum tidak terdapat dikedua sumber tadi. Kedudukan Ijtihad terikat dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut : 1. Yang ditetapkan oleh ijtihad tidak dapat melahirkan keputusan yang mutlak absolut, karena ijtihad merupakan aktifitas akal pikiran manusia yang relatif. 2. Keputusan yang ditetapkan oleh Ijtihad, mungkin berlaku bagi seseorang tapi tidak berlaku bagi orang lain. Berlaku untuk satu masa/tempat tapi tidak berlaku bagi orang lain. Berlaku untuk satu masa/tempat tapi tidak berlaku pada/masa/tempat yang lain. 3. Ijtihad tidak berlaku dalam urusan penambahan ibadah mahdhah. Sebab urusan ibadah mahdhah hanya diatur oleh allah dan rasulullah.
TAUFIK HIDAYAT, BANGUNAN MASJID MENURUT AL QURAN DAN HADIST
4. Keputusan ijtihad tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. 5. Proses Ijtihad hendaknya selalu mempertimbangkan faktor motivasi, akibat, kemaslahatan umum, kemanfaatan bersama dan nilai-nilai yang menjadi ciri dan jiwa daripada ajaran islam.
RUMUSAN MASALAH Dengan masalah tersebut, maka dapat ditarik rumusan masalah yaitu : a. Bagaimana Pedoman untuk mendirikan sebuah bangunan masjid menurut Al-Qur’an Hadist b. Bagaiman merubah aturan ibadah menjadi aturan untuk mendirikan bangunan masjid dan konsekuensi apa yang akan dihadapi c. Bagaimana cara untuk mengumpulkan ayat–ayat Al-Qur’an dan Hadist yang berhubungan dengan bangunan masjid atau ayat yang dapat digunakan untuk bangunan masjid. d. Setelah ayat Al-Qur’an dn Hadist yang berhubungan dengan bangunan masjid atau ayat yang dapat digunakan untuk bangunan masjid terkumpul, bagaimana menguji kebenaran/sahnya setiap simpulan dari setiap kumpulan ayat tersebut dan bagaimana menguji simpulan setiap kumpulan pada bangunan masjid yang telah ada.
BATASAN MASALAH Wilayah penulisan dibatasi : a. Tafsir Al-Qur’an yang dipergunakan adalah terjemah Al-Qur’an Tafsir Al Maragi beserta penjelasannya. b. Tafsir Hadist yang dipergunakan ialah Hadis ; Bukhari, Muslim, Tarmidzi, Ahmad, Bulughul Maram (kumpulan kadist) dan hadis lainnya yang beredar di Indonesia yang telah di syahkan oleh Departemen Agama Republik Indonesia, penggunaan tafsir ayat Al-Qur’an dan Hadist dilakukan bersama ahli ilmu tafsir sekaligus sebagai responden. c. Tafsir ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist yang diidentifikasi adalah: ayat yang berhubungan dengan bangunan masjid atau yang dapat dipergunakan untuk bangunan masjid, dengan cara diaplikasikan kedalam sebuah perancangan bangunan masjid. d. Tafsir ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist yang berkaitan dalam perwujudan sebuah bangunan masjid antara lain berkaitan dengan ; arti masjid (sejarah), landasan/niat untuk mendirikan bangunan masjid, lokasi bangunan masjid pada masyarakat, pendiri, pemilik, pelaksana dan donatur bangunan masjid, pemakai, pemakmur bangunan masjid, menghargai/mencintai bangunan masjid, arah bangunan masjid, tempat sholat untuk pria dan wanita, tempat imam dan mimbar, tempat untuk adzan dan menara, serambi, tempat wudhu, mandi, wc, untuk pria dan wanita, bahan bangunan, bentuk, gambar dan hiasan pada bangunan masjid. e. Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman akan arti dan makna dalam penggunaan/pemilihan tafsir ayat/dalil Al-Qur’an dan Hadist terhadap bangunan masjid, maka (telah) diadakan kuesioner berupa ; pengujian/diskusi/persetujuan/ wawancara terstruktur dengan para ulama profesional yang memahami arti dan makna tafsir ayat/dalil Al-Qut’an dan Hadist, dan secara tidak langsung merupakan pengesahan.
TUJUAN Tujuan akhir dari penulisan ini adalah : a. Diharapkan mendapat suatu kejelasan, persamaan pendapat tentang tafsir Al-Qur’an dan Hadist yang dapat digunakan untuk merancang sebuah bangunan masjid,
TAUFIK HIDAYAT, BANGUNAN MASJID MENURUT AL QURAN DAN HADIST
sehingga tidak terjadi kerancuan didalam penerapannya. Dengan demikian arah perkembangan bangunan masjid dapat berlansung sesuai yang diharapkan. b. Pendekatan ini merupakan suatu usaha untuk menyiapkan langkah atau suatu pedoman dalam pewujudan sebuah bangunan masjid menurut Al-Qur’an dan Hadist, yang lebih terarah pada masa yang akan datang sebagai salah satu usaha dalam mengembangkan bangunan masjid di Indonesia. c. Seberapa jauh tafsir ayat Al-Qur’an dan Hadist dapat memberikan arah/aturan dalam mewujudkan sebuah bangunan masjid.
TINJAUAN UMUM Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kitab/wahyu/kalam Allah, merupakan mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, mengandung hal-hal yang berhubungan dengan keimanan, ilmu pengetahuan, kisah-kisah, falsafah, peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku dan tata cara hidup manusia, baik sebagai makhluk individu ataupun sebagai makhluk sosial. Setiap muslim diperintahkan untuk berpegang teguh pada prinsip-prinsip Al-Qur’an yang bernilai abadi. Al-Qur’an adalah undang-undang syari’at dan sumber hukum, yang harus ditaati dan diamalkan oleh setiap muslim. Didalamnya termuat masalah-masalah halalharam, serta amar ma’ruf nahi munkar, serta Al-Qur’an sebagai sumber inspirasi sastra, akhlak, korektor dan penyempurna terhadap kitab-kitab Allah sebelumnya. Arti Al-Qur’an menurut pendapat yang paling kuat yang dikemukakan Dr.Subhi Al Salih berarti “Bacaan”, asal kata Qaraa. (Al-Qur’an dan terjemah, Dep. Agama RI., 1990). Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun, 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah, yang dimulai pada malam 17 Ramadhan, bertepatan dengan tanggal 6 Agustus tahun 610 masehi di gua Hira. Pada waktu itu Nabi saw telah berusia 40 tahun 6 bulan 8 hari menurut tahun bulan matahari (syamsiah) dan diakhiri pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun 11 Hijriah atau tanggal 8 juni tahun 632 Masehi yaitu bertepatan kembalinya Nabi Muhammad s.a.w kehadirat Allah s.w.t dalam usia 63 tahun. Nabi Lahir pada tanggal 12 Rabiulawal tahun Gajah atau tanggal 20 April tahun 569 M. Al-Qur’an, terdiri dari 30 Juz dengan 114 Surat, 6.263 ayat yang populer adalah 6.666 ayat, yang menguraikan berbagai persoalan hidup dan kehidupan, antara lain menyangkut alam raya dan fenomenanya. Uraian-uraian sekitar persoalan tersebut sering disebut ayat-ayat kauniyah. Keotentikan Al-Qur’an selalu di pelihara dan dijamin oleh allah. Inna nahnu nazzalna al-dzikra wa inna lahu lahafizhum (sesungguhnya kami yang menurunkan Al-Qur’an dan kamilah Pemelihara-Nya) Seandainya (Al-Qur’an ini) datangnya bukan dari Allah, niscaya mereka akan menemukan didalam (kandungan)-Nya ikhtilaf (kontradiksi) yang banyak (QS 4 : 82) Sedangkan penjelasan tentang Al-Qur’an menurut Al-Qur’an menurut Al-Qur’an itu sendiri : QS 2. Al Baqarah : 2 “Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya ; petunjuk bagi mereka yang bertakwa” QS 3. Ali Imran : 3-4 “Dia menurunkan Al-kitab (Al-Qur’an) kepadamu dengan sebenarnya ; membenarkan kitab yang ditunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan injil”, “Sebelum (Al-Qur’an), menjadi petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan Al-Furqon (Kitab yang membedakan antara yang benar dan yang salah). Sesungguhnya orang-orang kafir terhadap ayat-ayat allah akan memperoleh siksa yang berat ; dan Allah Maha Perkasa lagi mempunyai balasan (siksa).”
TAUFIK HIDAYAT, BANGUNAN MASJID MENURUT AL QURAN DAN HADIST
QS 3. Ali Imran : 138 “(Al-Qur’an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa.” QS 4. An-Nisa : 174 “Hai Manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari tuhanmu, ( Muhammad dengan Mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al-Qur’an). QS 6. Al-An-Am : 92 “Dan ini (Al-Qur’an) adalah kitab yang telah kami turunkan yang berkahi, membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura’ (Makah) dan Orang-orang yang diluar lingkungannya. Orang-Orang yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (Al-Qur’an), dan mereka selalu memelihara sholat mereka.”
QS 6. Al-An-Am : 115 “Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Qur’an) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merubah-rubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mengetahui.” Al-Ghazali dinilai sangat berlebihan ketika berpendapart tentang Al-Qur’an : “Segala macam ilmu pengetahuan baik yang telah, sedang dan akan ada, kesemuanya terdapat dalam Al-Qur’an”.
Hadist Hadist adalah segala perbuatan, perkataan dan keizinan Nabi Muhammad saw. Pengertian Hadis identik dengan Sunnah, yang secara etimologi berarti jalan atau tradisi, sebagaimana dalam Al-Qur’an (Al-Isra : 77)juga dapat berarti : - Undang – undang atau peraturan yang tetap berlaku - Cara yang diadakan - Jalan yang telah dijalani - Keterangan Sunnah adalah sumber hukum islam yang kedua setelah Al-Qur’an dan as-Sunnah/ Hadist sama-sama sebagai sumber Hukum islam, namun diantara keduanya terdapat perbedaan-perbedaan yang cukup Prinsipil. Perbedaan-Perbedaan tersebut (Faridl Miftah, 1982) antara lain ialah : a. Al-Qur’an merupakan nilai kebenaran yang absolut/mutlak, sedangkan Al-Hadist adalah Zhanni (kecuali Hadist mutawatir). b. Seluruh Ayat Al-Qur’an harus dijadikan sebagai pedoman hidup. Tetapi tidak semua Hadist harus kita jadikan pedoman hidup. Di samping itu ada Hadis yang shahih ada pula Hadis yang Dha’if. c. Al-Qur’an sudah pasti otentik lafazh dan maknanya, sedangkan Hadist tidak seluruhnya. d. Apabila Al-Qur’an berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang ghaib maka setiap muslim wajib mengimaninya. Tetapi tidak harus demikian apabila masalah-masalah tersebut diungkapkan oleh Hadist.
TAUFIK HIDAYAT, BANGUNAN MASJID MENURUT AL QURAN DAN HADIST
Hubungan As-Sunnah dan Al-Qur’an Dalam hubungan as-Sunnah dan Al-Qur’an, maka as-Sunnah berfungsi sebagai penafsir, pensyarah dan penjelas daripada ayat-ayat tertentu. Apabila disimpulkan tententu. Apabila disimpulkan tentang fungsi as-Sunnah dalam hubungannya dengan AlQur’an maka dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Bayan Tafsir, yaitu menerangkan ayat – ayat yang sangat umum, mujmal dan musytarak. Seperti Hadist : “ Shalatlah Kamu sebagaimana kamu melihatku shalat” adalah merupakan tafsir ayat Al-Qur’an yang umum, yaitu : Aqimush shalah”.(Kerjakan Shalat). b. Bayan Taqrir, yaitu as-Sunnah berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan Al-Qur’an. Seperti Hadist : “ Berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah karena melihatnya” adalah memperkokoh ayat Al-Qur’an dalam surat AlBaqarah : 185 c. Bayan Taudhih, yaitu menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat Al-Qur’an, seperti pernyataan nabi : “Allah tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang telah dizakati”, adalah taudhih (penjelasan) “Dan orangorang yang menyimpan emas dan perak kemudian tidak membelanjakannya di jalan Allah maka gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih”. Menurut sebagian besar para ulama ada 7 ( tujuh) kitab hadist yang dinilai terbaik (Miftah Faridl, 1982) yaitu : 1. Ash-Shahih Bukhari 2. Ash-Shahih Muslim 3. Ash-Sunan Abu Dawud 4. Ash-Sunan Nasai 5. Ash-Sunan Tirmidzi 6. As-Sunan Ibnu Majah 7. Al-Musnad Imam Ahmad
Masjid Masjid berarti tempat sujud. Musholla berarti tempat sholat, semua permukaan bumi adalah mesjidnya ummat islam, yaitu setiap muslim boleh melakukan sholat disemua tempat, kecuali kuburan dan tempat najis, Hadist yang diceritakan oleh Tirmizi dari Abi Sa’id Al-Chudri berbunyi bahwa tiap potong tanah itu adalah masjid. Dalam Hadis yang lain bahwa nabi muhammad s.a.w menerangkan : “Telah dijadikan tanah (bumi) itu masjid bagiku, tempat sujud”. Dengan keterangan ini jelas bahwa arti masjid itu sebenarnya tempat sujud, bukan hanya mengenai sebuah, temapt atau bangunan ibadah tertentu. Setiap potong permukaan bumi, terbatas dengan sesuatu tanda atau tidak, beratap atau tidak beratap, bagi umat islam sebenarnya dapat dinamakan masjid, jika disana digunakan untuk shalat/ dimana tempat meletakkan dahi sujud menyembah tuhan. Akan tetapi pada saat ini kata masjid sudah mempunyai suatu arti yang tertentu yaitu ; suatu rumah, suatu gedung atau suatu lingkungan tembok, yang dipergunakan sebagai tempat mengerjakan shalat, baik untuk shalat lima waktu maupun untuk sembahyang jum’at atau shalat Hari raya bila hujan. Masjid yang pertama dibangun ialah Masjidil Haram/ Ka’bah (QS 3 : 96) dibangun oleh nabi ibrahim as (QS 2 : 127),(QS 2 : 125). Kemudian menyusul Masjidil Aqsa Dipalestina, dibangun oleh Nabi Sulaiman dan Nabi Dawud. Maka Pantaslah apabila masjid pertama dijadikan sebagai pusat arah shalat muslimin (QS : 150). Adapun masjid lain yang mendapatkan kedudukan khusus dalam Islam (selain masjidil Haram dan Masjidil Aqsa) ialah Masjid nabawi di Madinah Al-Qur’an surat Ali imran, 3 : 96 ; “Sesungguhnya mula-mula dibangun (untuk beribadah) manusia, ialah Baitullah yang Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia”
TAUFIK HIDAYAT, BANGUNAN MASJID MENURUT AL QURAN DAN HADIST
Al-Qur’an surat Al-Baqarah, 2 : 125 ; “Dan (ingatlah) ketika kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian maqam ibrahim tempat sholat. Dan telah ami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, ‘Bersihkanlah RumahKu untuk orang-orang yang tawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud’ Penjelasan “Jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat sholat”. Tujuan disebutkannya perintah ini ialah untuk menarik perhatian pembaca atau pendengar Al-Qur’an yang terkena sasaran perinah tersebut, Seakan-akan perintah tersebut disampaikan langsung kepada mereka. Sehingga jiwa orang yang terkena panggilan tersebut menyadari bahea perintah ini juga ditjukan kepada mereka sebagaiman ditujukan kepada nenek moyang dimasa Ibrahim. Perintah ini secara terus menerus berlaku sampai akhir zaman. Al-Qur’an Surat Al-Baqarah, 2 : 127 ; “Dan (ingatlah), ketika ibrahim meniggikan (membina) asar-dasar baitullah bersam Ismail (Seraya berdo’a), ‘Ya tuhan kami, terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah yang maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Al-Qur’an surat Al-Baqarah, 2 : 150 ; “Dan darimana saja kamu berangkat, maka palingkanlah wajahmu ke MasjidilHaram. Dan dimana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka, dan takutlah kepada-Ku. Dan agar Ku-Sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan Supaya kamu mendapat petunjuk”. Fungsi lain dari bangunan masjid yaitu : 1. Fungsi Syar’i Fungsi ini tercakup kegiatan pembinaan dan pendidikan Islam, Pelaksanaan syari’ah/ Ibadah Khusus. 2. Fungsi Sosial Fungsi ini tercakup kegiatan pelayanan sosial kepada umat dan masyarakat. 3. Fungsi Ukhuwah Fungsi ini mencakup kegiatan silaturahmi musyawarah 4. Fungsi Budaya Fungsi ini mencakup kegiatan pengkajian, pelaksanaan dan pengembangan ibadah umum. 5. Fungsi Syiar Fungsi ini, mencakup kegiatan pemeliharaan dan pengembangan syiar citra umat islam, seperti pemeliharaan kebersihan, pemeliharaan keamanan, pengawasan dan gaya bangunan.
Metode Tafsir Tematik Metode tafsir tematik adalah metode tafsir yang berdasarkan masalah yang akan dibahas atau tafsir mawdhu’i adalh suatu metode tafsir yang berusaha mencari jawaban AlQur’an tentang tema tertentu. Maka tafsir ini juga dinamakan tafsir tematik. Dalam buku “Membumikan Al-Qur’an” (Shihab Q, 1994) dan buku “ Metodologi Penafsiran Al-Qur’an” (Baidan Nashruddin, 1996) yang mengambil tulisan dari Prof. Dr. Abdul Hay Al-Farmawiy pada tahun 1977 dalam buku Al-Bidayah fi Al-Mawdhu’i, Mengemukakan secara rinci langkah-langkah yang hendaknya ditempuh untuk menerapkan metode mawdhu’iy. Langkah-langkah metode Mawdhu’iy (tematik) tersebut adalah :
TAUFIK HIDAYAT, BANGUNAN MASJID MENURUT AL QURAN DAN HADIST
1. Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik/ tema) ; 2. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebur ; 3. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai pengetahuan tentang sebab munculnya (Sebab-sebab turunya ayat Al-Qur’an ; 4. Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam surahnya masing-masing ; 5. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (outline) 6. Melengkapi pembahasan dengan Hadist-hadist yang relevan dengan pokok bahasan ; 7. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian yang sama, atau mengkompromikan antara ‘am (umum) dan yang khas (khusus), mutlak dan muqayya (terikat), atau yang pada lahirnya bertentangan, sehingga kesemuanya bertemu dalam satu muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan. Metode tafsir tematik merupakan salah satu cara untuk dapat menyelesaikan/ memutuskan akan kesesuaian sebuah tema dengan Al-Qur’an dan Hadist. Semua ayat yang berkaitan, dihimpun. Kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas serta didukung oleh fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
METODOLOGI Pengertian dan definisi dari beberapa kata atau istilah yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. Pengertian Bangunan dapat diartikan tempat, untuk melaksanakan suatu aktifitas tertentu. Kata Menurut dapat diartikan sesuai dengan, Sedangkan pengertian menurut pada penelitian ini lebih banyak berarti sesuai dengan, berdasarkan atau penggalian bangunan masjid berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist, sedangkan kata Tafsir ialah merupakan arti/ terjemahan dari Al-Qur’an dan Hadist yang berasal dari bahasa Arab, dalam arti lain terjemahan/ tafsir Al-Qur’an dan Hadist yang telah dibahasa Indonesiakan. Dalam penulisan ini tidak akan banyak diungkap tentang bagaimana cara membangun masjid secara lengkap dan rinci, tetapi dicoba dicari aturan atau konsep yang utama dalam mendirikan bangunan masjid, ini disebabkan karena Al-Qur’an adalah undangundang syari’at dan sumber hukum bagi setiap muslim, yang memuat masalah-masalah haram, serta amar ma’ruf nahi munkar, serta Al-Qur’an sebagai korektor dan penyempurna terhadap kitab-kitab allah sebelumnya. Ayat-ayat Al-Qur’an tersebut mempunyai visi sesuai keadaan jaman/mengikuti perkembangan jaman dan mempunyai visi yang jauh kedepan, lebih bersifat stimulus/rangsangan untuk dipikirkan dan dikembangkan, sehingga masalah bangunan masjid kemungkinan akan ditemukan sejumlah ayat yang sangat sedikit, itupun lebih banyak berupa ayat tidak langsung.
Observasi Obyek penulisan ini adalah kumpulan tafsir Al-Qur’an dan Hadist yang berhubungan dengan bangunan masjid yang dikelompokkan sesuai masalah/ tema yang disarikan. Proses ini diidentifikasi dengan metode tafsir tematik yang dikatakan oleh Prof. Dr. Abdul Hay Al-Farmawly pada tahun 1997, yang diungkapkan kembali oleh Dr. M. Quiraish Shihab dalam buku “Membumikan Al-Qur’an”, terhadap sebuah bangunan masjid, yaitu yang berhubungan dengan ; Arah bangunan masjid, Tempat Sholat untuk Pria dan Wanita, Tempat imam dan Mimbar, Tempat Adzan dan menara, Teras/ Selasar, Tempat Wudhu/ Mandi/ WC untuk pria dan Wanita, Bahan Bangunan Masjid, serta bentuk/ Gambar/ Hiasan dan Ornamen Bangunan Masjid. Dengan Sendirinya Pemilihan ayat/ dalil Al-Qur’an dan Hadist tersebut dilakukan berdasarkan pada tema-tema tersebut. Hasil dari penerapan Metode Tafsir Tematik disarikan kemudian diujikan dengan cara ditanyakan kepada para ulama baik dari kalangan akademik maupun profesional, Hasil uji setiap tema tersebut dapat dianalisa pada bangunan masjid, untuk memperoleh simpulan tentang kesuaian aturan/ Konsep dan fisik bangunan masjid.
TAUFIK HIDAYAT, BANGUNAN MASJID MENURUT AL QURAN DAN HADIST
Proses Pengumpulan Data Proses pengumpulsn dsts dimulsi dengsn penerapan metode Tafsir tematik. 1. Menetapkan tema-tema yang berhubungan dengan bangunan masjid. Menetapkan tema-tema yan berhubungan dengan arsitekture masjid yang sekiranya ada pada tafsir Al-Qur’an dan Hadist, yaitu berupa prinsip-prinsip utama seperti ; aturan sholat sendiri, sholat berjamaah, tempat sholat pria dan wanita, sholat jum’at, khutbah jum’at, sunat sebelum melakukan ibadah sholat, aturan wudhu, apa yang boleh/ tidak boleh dikerjakan dalam masjid dan prinsip utama dalam mendirikan bangunan masjid. 2. Menghimpun tafsir ayat-ayat Al-Qur’an berkaitan dengan masalah/ tema tersebut Menghimpun tafsir ayat-ayat Al-Qur’an yang identifikasi dapat digunakan untuk merancang sebuah bangunan masjid atau yang dapat diterapkan pada pewujudan sebuah bangunan masjid, beserta penjelasan dan riwayat turunnya, sesuai dengan yang telah ditentukan, baik tafsir ayat yang berkaitan langsung maupun tidak langsung, penentuan ayat sebagai salah satu obyek bahasan ditentukan berdasarkan kriteria yang diturunkan dari rumusan permasalahan, tujuan penelitian dan hipotesa. 3. Menyusun Runtutan ayat Al-Qur’an sesuai dengan masa turunnya, disertai pengetahuan tentang sebab-sbab turunnya. Setelah terhimpun tafsir ayat/ surat Al-Qur’an yang sesuai dengan tema, kemudia menyusun runtutan ayat sesuai dengan urutan nomor ayat/ surat beserta penjelasan dan keterangan sebab-sebab turunya, serta ditanyakan pada ulama profesional. 4. Memahami korelasi tafsir ayat-ayat tersebut dalam surahnya masing-masing “Pengamatan terhadap pengertian kosakata, juga pesan-pesan yang dan ditimbangkan kata yang digunakan, subyek dan obyeknya, serta kontek pembicaraannya”.(Quraish Shihab M, 1994) Untuk memahami lebih lengkap setip tafsir ayat Al-Qur’an, dilakukan dengan membaca setiap riwayat turunnya serta penjelasan setaip kata-kata baik kata-kata yang sulit maupun yang mudh serta penjelasan secara simpulan/ keseluruan kejadian, runtutan yang digunakan adalah runtutan kejadian, untuk memahami lebih detail setiap korelasi ayat-ayat dalam surahnya masing-masing, yaitu dengan ditanyakan dan diproses seluruhnya oleh ulama profesional. 5. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (outline) Menyusun tema-tema dalam kerangka yang sempurna yaitu menyusun tema-tema yang berhubungan dengan konsep dan pendirian fisik bangunan masjid. 6. Melengkapi pembahasan dengan hadist-hadist yang relevan dengan tema/ pokok bahasan. Melengkapi setiap tema dengan hadist-hadist yang sesuai, untuk lebih memperjelas apa yang telah disampaikan oleh tafsir ayat Al-Qur’an beserta penjelasan/ keterangan tafsir, serta ditanyakan pada ulama profesional. 7. Mempelajari tafsir ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun tafsir ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian yang sama, atau mengkompromikan antara yang umum dan yang khusus, mutlak dan terikat, atau yang pada lahirnya bertentangan, sehingga kesemuanya bertemu dalam satu muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan. Mempelajari semua tafsir ayat Al-Qur’an dan Hadist beserta penjelasan yang berhubungan dengan bangunan masjid yaitu berupa prinsip-prinsip utama seperti ; aturan wudhu, aturan sholat sendiri, sholat berjamaah, sunat sebelum melakukan sholat, apa yang boleh/ yang tidak boleh dilakukan di masjid dan prinsip/ konsep utama dalam
TAUFIK HIDAYAT, BANGUNAN MASJID MENURUT AL QURAN DAN HADIST
mendirikan fisik bangunan masjid, sesuai dengan tema-tema yang telah ditentukan , kemudian ditanyakan kepada ulama profesional. 8. Proses pengumpulan data bangunan masjid yang telah ada Dimulai dengan definisi dan identifikasi bangunan majid, dilakukan dengan cara : a. Mengadakan observasi langsung terhadap beberapa bangunan masjid secara umum b. Mengadakan telah pustaka dan mengadakan wawancara terstruktur, sesuai dengan kriteria yang diturunkan dari perumusan permasalahan, tujuan penelitian.
Proses Analisa Data Penulisan ini dimulai dengan sejumlah pertanyaan, Pertanyaan yang paling utama adalah apakah tafsir ayat dan dalil Al-Qur’an dan Hadist dapat di jadikan sebagai dasar dalam perwujudan sebuah bangunan masjid, dan konsekwensi apa yang akan dihadapinya. Dari pertanyaan tersebut akan menimbulkan kesimpulan awal yaitu tafsir ayat dan dalil dapat diterapkan sebagai dasar dalam mendirikan sebuah bangunan masjid dengan beberapa konsekwensi yaitu: terjadi proses transformasi bangunan masjid akibat penerapan tafsir ayat Al-Qur’an dan Hadist terhadap bangunan masjid. 1. Melakukan Observasi awal pada bangunan masjid. 2. Mengadakan indentifikasi terhadap tafsir ayat Al-Qur’an beserta penjelasannya dan Hadist, berupa penerapan metode tafsir tematik. ( Metode Mawdlu’iy) yaitu berupa tafsir yang berdasarkan tema atau masalah yang akan dibahas. 3. Proses Penggunaan metode tafsir tematik dimulai dari pemakaian tafsir ayat AlQur’an, Hadist, Riwayat turunnya, penjelasan dan saritema, seluruhnya dikonsultasikan / ditanyakan dan disetujui/ disahkan oleh ulama profesional. Dengan urutan : - Tema - Dilaihat Menurut : - Tafsir Al-Qur’an beserta Riwayat dan penjelasan - Tafsir Hadist 4. Menganalisa Proses transformasi tafsir ayat-ayat/ Al-Qur’an dan Hadist pada bangunan masjid yang dipilih, konsekwensi apa yang harus diterima pada masingmasing bangunan masjid tersebut. 5. Proses Analisa ini akan didapatkan beberapa simpulan sebagai hasil analisa, dan langkah apa yang perlu dilakukan sebagai sebuah tindak lanjut untuk mencapai tujuan penelitian. 6. Sari tema yang telah disetujui oleh para ulama profesional. 7. Sebelum Memakai metode tafsir tematik patut kiranya memperhatikan apa yang dikatakan Dr. M. Quraish shihab dalam buku “ Membumikan Al-Qur’an” ialah : 8. “Metode penafsiran tematik, walaupun metode ini tidak mengharuskan uraian tentang pengertian kosakata, namun kesempurnaannya dapat dicapai apabila sejak dini sang musafir berusaha memahami arti kosakata ayat dengan merujuk kepada penggunaan Al-Qur’an sendiri”.
Menetapkan dan Menyusun Tema Penetapan Judul tema berasal dari : Pertama. Seluruh tafsir ayat Al-Qur’an dan Hadist yang berhubungan dengan bangunan masjid dikumpulkan, kemudian dikelompokkan. Setiap Kelompok diberi nama kemudian dijadikan tema. Kedua. Seluruh tafsir ayat Al-Qur’an dan Hadist yang berhubungan dengan bangunan masjid dikumpulkan, kemudian diidentifikasikan terhadap sebuah bangunan masjid secara umum.
TAUFIK HIDAYAT, BANGUNAN MASJID MENURUT AL QURAN DAN HADIST
Skema proses intisari tema/ pelaksanaan kusioner Tema ↓ Tafsir AlQur’an ↓ Penjelasan dari Tafsir Ayat Al-Qur’an ↓ Tafsir Hadist ↓ Intisari dari tema yang dilihat berdasarkan tafsir ayat AlQur’an, Penjelasan Tafsir Al-Qur’an dan Hadist ↓ Pilihan pendapat uji/ persetujuan tentang intisari tema diujikan pada Ulama
= Tema dilihat oleh ; tafsir Al-Qur’an, Penjelasan TAFSIR Al-Qur’an dan Hadist
↓
= Proses intisari tema yang kemudian diujikan pada ulama
BANGUNAN MASJID MENURUT AL-QUR’AN DAN HADIST (Hasil Kuesioner) Hasil penyusunan/pengelompokkan tema berdasarkan tingkat keutamaan dan Hasil tersebut adalah sebagai berikut :
Konsep Bangunan Masjid Arti Masjid (Sejarah) : 1. Masjid berarti tempat sujud/ tempat sholat, bumi adalah masjid, bumi tempat untuk sujud/ sholat, Seluruh Permukaan bumi adalah masjidnya ummat islam, baik tempat itu disediakan untuk bersujud maupun tidak, sarana untuk penyucian diri/ beribada kepada Tuhan/ Allah SWT. 2. Tempat/Rumah ibadah pertama untuk menyembah Tuhan/ Allah SWT, yang dibangun oleh Manusia ialah Baitullah (Ka’bah) di Mekkah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim as dan Anaknya Ismail as.
Landasan/ Niat Mendirikan Bangunan Masjid
Landasan/ Niat untuk mendirikan sebuah bangunan masjid yaitu : Hanyalah karena Tuhan semata (Lillahi Taala) pemilik alam semesta, karena taqwa.
Lokasi Bangunan Masjid Pada Masyarakat
Masjid adalah rumah yang paling dicintai Allah SWT, Rumah yang didalamnya terdapat ruangan yang selalu digunakan untuk sujud dan Sholat. Lokasi bangunan Msjid sebaiknya dekat dengan ; Perumahan/ Pemukiman, keramaian dan Jalannya mudah untuk dilalui, dijangkau serta selalu bersih, dibersihkan dan diberi wangi-wangian. Bangunan Masjid dilarang didirikan diatas kuburan.
TAUFIK HIDAYAT, BANGUNAN MASJID MENURUT AL QURAN DAN HADIST
Pendiri, Pemilik, Pemakai dan Pemakmur Bangunan Masjid Pendiri, Pemilik, Pelaksana dan Donatur Bangunan Masjid : “Menafkahkan dan Membelanjakan harta dijalan Allah” baik dengan perasaan berat maupun ringan, dalam rangka untuk mencari keridhaan_Nya, salah satunya ialah dengan mendirikan, Pelaksana, donatur bangunan masjid.
Pemakai, Peramai dan Pemakmur bangunan Masjid :
Pemakai, Peramai dan Pemakmur bangunan Masjid adalah orang Islam yang beriman kepada Allah Serta Tetap Menjalankan Ibadah Kepada-Nya, yang digunakan Untuk Ibadah Sholat Lima Waktu secara Berjamaah, Sholat Jum’at dan Sebagainya.
Menghargai/ Mencintai Bangunan Masjid :
Sebelum berangkat ke Masjid untuk menunaikan sholat, terutama sholat Jum’at disunatkan untuk : 1. Mandi 2. Memotong Kuku 3. Menggunting Kumis 4. Tidak Memakan Makanan yang berbau 5. Menggunakan pakaian yang paling baik yang dipunyai 6. Memakai Wangi-wangian kalau ada 7. Berdo’a, Menunaikan Sholat sunah Atahiat Masjid dua Rakaat 8. Masjid sebaiknya selalu bersih dan dibersihkan serta diberikan wewangian.
Bangunan Masjid Arah Hadap Bangunan Masjid ( Arah hadap shaf sholat pada bangunan Masjid) : Hukumnya sholat menghadap ke kiblat/ Ka’bah (Masjidil Haran) adalah wajib/ Harus, Walaupun bangunan masjid tersebut tidek persis menghadap ke Masjidil Haram/ Ka’bah, sehingga sebaiknya (bila dimungkinkan) posisi bangunan Masjid, harus persis menhadap/ mengarah ke Masjidil Haram/ Ka’bah.
Tempat Sholat, Untuk Pria dan Wanita : Sholat merupakan ibadah utama bagi orang islam, sehingga sebaiknya suasana di dalam bangunan Masjid menghindari sesuatu yang dapat mengganggu/ mengalihkan perhatian seseorang pada waktu sholat. Tempat sholat untuk pria dan Wanita harus terpisah yaitu : tempat/ shaf sholat untuk pria didepan, sedangkan ruang/ tempat/ shaf untuk wanita dibelakang dengan keadaan terpisah/ tertutup/ bertabir secara Visual, sehingga masing-masing tidak dapat saling melihat dan memandang. Setiap shaf sholat sebaiknya rapat tidak terputus, baik disamping maupun dari depan kebelakang, setiap shaf sholat harus rapat dan lurus, untuk itu sebaiknya diberi tri Tanda.
Tempat Imam dan Mimbar : Pada Waktu sholat berjamaah hanya berdua yaitu imam dan seorang ma’mum, Posisi Ma’mum berada pada sebelah kanan imam. Sedangkan pada waktu sholat berjamaah jika ma’mum berada pada sebelah kanan imam. Sedangkan pada waktu sholat berjamaah jika ma’mum lebih dari satu, maka ma’mum berdiri dibelakang imam dengan posisi di tengah, sehingga muncul adanya ruang yang menonjol keluar/ kedepan pada baris paling depan yang biasa disebut mihrab yaitu tempat imam sholat dan Khutbah. Mimbar merupakan tempat untuk berdirinya imam pada waktu memberikan Khutbah/ ceramah/ pidato, pada mimbar tersebut terdapat fasilitas duduk yang digunakan penceramah pada waktu istirahat antara dua khutbah Mihrab dan mimbar sebaiknya tidak “dihiasi” oleh hiasan apalagi dengan hiasan meniru hiasan atau ornamen tempat ibadah agama lain.
TAUFIK HIDAYAT, BANGUNAN MASJID MENURUT AL QURAN DAN HADIST
Tempat Adzan dan menara : Adzan dilakukan setiap datangnya waktu sholat wajib/ fardu, sebanyak lima kali sehari semalam. Dengan sendirinya adzan di masjid dilakukan setiap datangnya waktu sholat semalam. Dengan sendirinya adzan di masjid dilakukan setiap datangnya waktu sholat fardu (wajib) yaitu sholat ; subuh, Dhuhur, Ashar, Magrib dan Isya’, hukumnya wajib/ harus selalu dilakukan. Sedangkan pada waktu sholat Jum’at, Adzan dilakukan didepan mimbar setelah imam masuk/ duduk dibagian mimbar, suara adzan diharapkan diharapkan dapat didengar sejauh mungkin.
Serambi : Kita dilarang menyusul pandangan (memandang wanita) yang pertama dengan pandangan berikutnya, sehingga sebaiknya unuk membantu menahan/ menghalangi pandangan dari dalam bangunan masjid maupun dari teras, atau untuk menghalangi ke tempat orang berlalulalang sebaiknya dihalangi oleh sesuatu sehingga umat yang sedang beribadah lebih konsentrasi kedalam ruangan, terutama pada waktu ibadah pada posisi duduk/ lasehan diatas lantai.
Tempat Wudhu, Mandi, WC, untuk Pria dan Wanita : Karena Hukumnya aurat pria maupun wanita tidak boleh dilihat oleh orang lain selain muhrim, sehingga : 1. Tempat wudhu pria dan wanita harus tersendiri/terpisah, tertutup/secara visual dan kedap suara sehingga tidak dapat berpandangan apalagi ngobrol, baik akan wudhu, sedang wudhu, apalagi setelah wudhu. 2. Tempat mandi dan wc sesama pria harus terpisah/sendiri-sendiri, tertutup secara visual, sehingga tidak dapat berbincang. 3. Tempat wudhu, mandi dan wc buangan airnya harus mengalir 4. Sebaiknya tempat mandi, wc dan tempat wudhu sebainya terpisah atau sendirisendiri. 5. WC tempat membuang air besar/ hajat/ berak tidak menghadap dan membelakangi kiblat/ka’bah. 6. Wudhu dilakukan dengan air bersih.
Bahan Bangunan Masjid Bahan bangunan yang dipergunakan untuk membangun bangunan masjid, sebaiknya menggunakan bahan dan teknologi yang wajar/tidak dipaksakan serta tidak berlebihan, yaitu dengan menggunakan bahan bangunan yang ada di sekitarnya.
Bentuk, Gambar dan Hiasan Bangunan Masjid : Bangunan masjid sebaiknya tidak dihiasi dengan aneka ragam hiasan apalagi hiasan yang mengikuti agama lain, baik pada plafon/langit-langit, dinding, maupun lanatai, apalagi hiasan yang dapat mengganggu kekhusukan waktu ibadah terutama shalat, karena fungsi utama dari bangunan masjid adalah tempat beribadah/ tempat bermunajat/ mengingat/ menyembah Tuhan SWT. Bangunan masjid, sebaiknya mencerminkan sebuah bentuk yang mempunyai ciri dan teknologi yang ada pada lingkungannya, dimana bangunan masjid tersebut berdiri. Bangunan masjid sebaiknya tetap indah dan menarik sebagai tempat untuk beribadah kepada Tuhan YME.
TAUFIK HIDAYAT, BANGUNAN MASJID MENURUT AL QURAN DAN HADIST
PENUTUP Dari pembahasan bangunan masjid menurut Al-Qur’an dan Hadist dapat disimpulkan : Tafsir ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist dapat digunakan sebagai pedoman untuk mendirikan sebuah bangunan masjid meskipun hanya pada bagian-bagian yang penting saja, dan mampu memberikan arahan dalam mewujudkan sebuah banguna masjid, walaupun arahan tersebut masih bersifat umum. Penggunaan metode tafsir Tematik, masih memerlukan pemikiran kembali yaitu berfikir secara global/ keseluruhan dan memerlukan sikap obyektif dalam mengamati setiap tema, yaitu antara dengan tafsir Al-Qur’an, Penjelasan tafsir Al-Qur’an dan Hadist yang digunakan. Usaha terseut dilakukan dalam rangka merubah aturan ibadah menjadi aturan untuk mewujudkan bangunan masjid. Pelaksana metode tersebut dilakukan melalui membaca, mempelajari dan mengumpulkan ; tafsir ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist secara Langsung, tata cara ibadah dalam bangunan masjid, tatacara shalat termasuk tata cara berwudu, tulisan para ulama tentang bangunan masjid beserta tafsir ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist yang digunakan, serta tulisan para pakar arsitektur bangunan masjid. Hasil dari penulisan ini masih memberikan kelonggaran yang cukup luas dalam menafsirkan akan simpulan dari hasil setiap sari tema.
DAFTAR RUJUKAN Al-Maragi, Ahmad Mustafa, 1992. Terjemah Tafsir Al-Qur’an, Penerbit CV. Toha Putra Semarang, Jl Kauman 16, Semarang Indonesia. Abubakar, Haji (Meulaboh Atjeh), 1955, Sejarah Masjid, Diterbitkan Oleh Fa. Toko buku “Adil” Sudimara Bandjarmasin. Baidan Nashruddin DR, 1998, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, Penerbit Glagah UH,Di Cetak Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta. Farid Miftah, Drs, 1984, Masjid, Pustaka, Perpustakaan Salman ITB, Bandung Fauziyah Mz. Ba, 1993, Hadist-Pilihan Bukhori, Penerbit Bintang Timur, Surbaya. Hasan A, 1972, Tarjamah Bulughul Maram, Penerbit c.v. Diponegoro Bandung. Ma’mur Daud, 1986, Terjemah Hadist Shahih Muslim, Penerbit Widjaya Jakarta. Mujamma’Khadim Al Haramain asy Syarifin al MalikFahd Li Thiba’at al Mushaf asy syarif, 1412 H, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Medinah Munawwarah dibawah pengawasan Departemen Haji dan Wakaf Saudi Arabia. Rochym Abdul, 1983, Mesjid dalam karya Arsitektur Nasional Indonesia, Penerbit Angkasa Bandung. Sunarto Achmad skk,1992, Tarjamah Shahih Bukhari, Penerbit CV. Asy Syifa,Semarang Shihab Quraish M. Rr., 1994, Membumikan Al-Qur’an, Penerbit Mizan, Bandung Said M, 1967,Islam, Penerbit Pelajar, Jl. Palasari Bandung. Sidi Gazalba, Drs, 1994, Masjid Pusat Ibadat dan Kenudayaan Islam, Pustaka Al Husna, Kebon Sirih Barat Jakarta Indonesia.
TAUFIK HIDAYAT, BANGUNAN MASJID MENURUT AL QURAN DAN HADIST