Balada 13 Pembantu (Yang Pernah Bekerja di Rumah Kami) Made Teddy Artiana
BUNGA BAKUNG PUBLISHING Jl. Harapan II No 57 B, Jakarta Timur 13620 Email :
[email protected] Editor: ����� Wida ������ Yunita Layout: Tri Isti Desain Sampul:
Diterbitkan pertama kali oleh Bunga ����������������������� Bakung Publishing Cetakan pertama, Juli 2011 Perpustakaan Nasional: Katalog dalam terbitan (KDT) Artiana, Made Teddy Balada 13 Pembantu (Yang Pernah Bekerja di Rumah Kami) oleh Made Teddy Artiana – Jakarta : Bunga Bakung Publishing, 2011 ISBN: 978-602-99633-0-4
Didistribusikan oleh: Barometerbooks Jl. Kramat IV No. 123 Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur Tlp:021 922 30 566
Balada 13 Pembantu
Dipersembahkan untuk Ibu Guru Bahasa Indonesiaku yang anggun dan baik hati, di Sekolah Dasar Negeri 5 Dangin Puri dulu, Ibu Dewi Ary. Yang telah memberikanku nilai sempurna untuk pelajaran mengarang, dan khusus mengundang ibundaku ke sekolah dan memujiku sedemikian rupa di depan beliau. Sampai kapanpun tidak akan kulupakan saat-saat itu. Semoga TUHAN selalu menyertai Bu Dewi di manapun Ibu dan keluarga sekarang berada.
Made Teddy Artiana
KATA PENGANTAR
Tiga Belas Perempuan Tangguh Sebuah Potret Keberdayaan
M
enuangkan pengalaman sehari-hari dalam sebuah tulisan terkesan mudah dan bisa dilakukan semua orang dengan berbagai alasan, dampak positif dari kegiatan ini kita dapat mengingat sesuatu yang telah lewat bahkan pengalaman pahit dan tidak menyenangkan dapat menjadi pelajaran berharga di kemudian hari. Namun menuliskan pengalaman untuk bisa dibaca banyak orang tentulah butuh keberanian tersendiri. Keberanian untuk menampilkan diri apa adanya, keberanian untuk mendapat masukan dari publik yang bisa jadi positif namun tidak mustahil juga negatif, dan keberanian untuk menampilkan pesan yang bisa jadi kontroversial. Oleh karenanya, tulisan ringan mengenai tiga belas orang perempuan yang bekerja menjadi pembantu (istilah yang sering digunakan masyarakat kita, namun kedepan saya akan menggunakan istilah Pekerja Rumah Tangga) yang ada ditangan pembaca saat ini perlu saya apresiasi, tidak hanya karena persoalan keberanian diatas, namun juga apreasiasi untuk ketulusan sekaligus kejelian penulis dalam mengangkat topik mengenai Pekerja Rumah Tangga sebagai sebuah realita yang ada disekeliling kita.
Balada 13 Pembantu
Mengingat pekerja di sektor informal ini, seringkali dianggap kecil dan kurang berharga sehingga nyaris terlupakan dari perhatian kita. Ditangan penulis, tiga belas sosok pekerja rumah tangga yang ditampilkan memiliki keunikan sendirisendiri sebagai wujud dari keberadaan mereka. Yang menarik, setiap sosok ini dimanusiakan sedemikian rupa, mereka dilihat bukan sebagai orang-orang kecil yang tak berharga melainkan sebagai orang penting yang menyokong kesuksesan majikan. Dilihat sebagai sosok perempuan-perempuan tangguh yang bekerja keras demi kelangsungan hidup keluarga, yang menolak untuk patah dalam menjalani kehidupan yang tidak mudah. Pesan kental lain yang bisa kita tangkap dari buku ini adalah bagaimana seorang majikan juga manusia biasa yang punya keterbatasan dalam menghadapi pekerjanya. Interaksi antara pekerja dengan keluarga yang mempekerjakan menemukan dinamikanya sendiri, setidaknya berganti-ganti pekerja menjadi tekanan sendiri yang butuh kesabaran luar biasa. Namun saya mencatat beberapa hal yang perlu diekplorasi lebih jauh oleh buku ini, yaitu tentang pandangan penulis akan rekam jejak kinerja tiga belas perempuan ini. Tidak semuanya hadir sebagai sosok yang dilihat prestasinya, namun justru dilihat sebagai keperempuanannya yang kental diletakan sebagai objek. Memang tidak mudah masuk ke ranah ini namun dengan perbaikan kalimat yang masih cenderung misoginis ke kalimat yang positif dan tidak bias, buku ini tetap mampu memberi pelajaran yang berharga. Made Teddy Artiana
Akhirnya selamat untuk terbitnya buku ini, semoga bisa menjadi renungan kita semua karena sesungguhnya setiap manusia dengan status apapun tidak akan bisa berdiri sendiri, akan selalu saling membutuhkan, sebagaimana yang saya jalani baik sebagai Wakil Pimpinan di Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia maupun sebagai seorang istri di Kesultanan Yogyakarta. Tanpa pekerja tumah tangga hidup tidak akan mudah, tanpa pekerja rumah tangga bisa jadi hidup tidak terkendali. Setidaknya pengakuan tulus yang dapat dilihat dalam setiap “gereget” tulisan ini membuat kita menyadari betapa besar peran orang di sekeliling kita. Jakarta, 2 Maret 2011 Gusti Kanjeng Ratu Hemas
Balada 13 Pembantu
Kata Pengantar
Akhirnya terbit juga.. Ini buku pertamaku, dan aku sangat suka akan hal itu. Sejauh ini, mungkin hanya itu yang bisa aku katakan. Dan memang meskipun tergolong agak terlambat, tapi aku sangat bersyukur jika buku ini akhirnya terbit juga dan berada di tangan para pembaca sekalian. Semoga kisah yang sepintas terasa konyol ini tidak akan sia-sia. Aku berharap mereka dapat membawa hikmah bagi kita semua. Semoga. Mengapa pembantu? Sebagian besar orang bertanya kepadaku. Jawabannya sederhana. Kebetulan itu yang berada di pikiranku ketika memulai tulisan ini. Hanya itu? Masih ada yang lainnya sih. Mereka unik. Lucu, aneh, kadang menjengkelkan, bahkan tragis. Tetapi apapun itu, aku berpendapat kita dapat belajar dari pengalaman siapapun. Termasuk mereka, 13 pembantu rumah tangga yang pernah bekerja di rumah kami. Mengenai ucapan terima kasih, yang pertama dan terutama kepada TUHAN, Sang Khalik Semesta, yang telah memberikan berkat, rahmat dan anugerah kehidupan yang begitu luar biasa. Terutama hobby yang demikian mengasyikkan seperti ini untukku, tentunya lengkap dengan berbagai pengalaman unik untuk dibagikan. Segala puji dan sembah hanya untukNya dari selama-lamanya sampai selama-lamanya. Made Teddy Artiana
Lalu kepada yang terhormat, Kanjeng Ratu Hemas yang dengan segala kesibukan tugas dan tanggung jawab beliau, masih menyempatkan diri untuk menuliskan ‘Kata Pengantar’ yang indah untukku. Madame Melanie Omar Miski, sahabat, guru dan motivator kami, lewat kegigihan yang beliau tunjukkan pada hidup dan kehidupan. Jamil Azzaini, Sang Motivator, dengan sentilan untukku supaya berlatih menulis. Kawanku, Dodi Mawardi, atas sarannya: “Memulai dari yang kita tahu saja”. Kemudian kepada Papa Made Artiana, Mama Diana Hadjangangin dan Mama Titiek Kisnowati yang tak henti-hentinya melumuri hidupku dengan doa. Juga Papa (alm) Kol. Pnb. Abubakar Surin yang telah menginspirasikan ‘keberanian’ kepadaku. Ir. Putu Tenny Artiana, Dr. Haya Harareth, Sp. Og, Hanny, Maryani, SE, terutama adikku yang ‘geblek’ tapi super jenius : Anjik Andrianto. I love you all ;) Keluarga besar di Karangasem, Amlapura dan Denpasar, juga seluruh keluarga besar Hadjangangin, Piris, Picauly dan Lawalata di Jakarta, terutama Kak Bertho Lawalata (alm), salah satu Guardian Angel yang diberikan Tuhan kepadaku, serta keluarga besar Jogja, terutama Rina Hartami, dengan seluruh perjuangannya mendapatkan ‘Kata Pengantar’ dan keluarga besar Pontianak, terutama adikku Revi Firmansyah, yang ketabahan dan perjuangannya begitu menginspirasi aku.
10
Balada 13 Pembantu
Keluarga besar MTA Photography, SevenDoors dan Kiztyah Wedding Organizer: Jenny, Corry, Elles, Indra, Mitha, Dea. Seluruh kameramen dan crew MTA Photography. Seluruh keluarga besar PT. Kairos System & Technology : Pilartha ‘Mr. Mafia’,Cici Siska, Bagus ‘Kitty’ Mulyo Anggoro, Cici Ina dan Arya. Semeton Ageng Fisika 1 SMANSA Denpasar Angkatan 94, yang kegilaannya selalu menginspirasiku. Hendar Juragan Gas, Si Dukun Jantung Junior, Budiartha Penghuni Goa, Hadi bin Tantra, Ekawati satu-satunya teman waras yang kami miliki, Agus Katon Kembangnya F1, Dokter Ganteng Joseph, Dokter Gadungan Pilartha, Tung Delem Waringin, Arista Vini Friend Makan Friend, Ibu-Ibu Dharma Wanita F1: Omang, Igek, Cipta, Cici Rika, Shanti, Dwija Sang Motivator, Krisna Prananda, Si Joni dan kembarannya Krisna Putra, pokoknya semuaaaa nya... Keluarga besar Bank Central Asia : IMS, SBH, YAN, IND, AKN, HHA, terutama ADB dengan lirikan maut-nya yang tidak akan pernah aku lupakan.. hahaha..dan seluruh rekan-rekan di Divisi Teknologi Informasi. Sampai kapanpun kalian adalah bagian dalam hidupku. Keluarga Om Daud Wadudadi, terutama Romy, sahabat sekaligus korban percobaan seluruh kreativitasku. Arief ‘Ten2Five’ dengan I Will Fly-nya yang begitu melekat dalam benak ini. MWE yang tanpa sengaja, sudah mengajariku banyak hal. Eka Kusuma dan David. Ketabahan kalian menghadapi tantangan hidup, mengingatkan aku untuk menyelesaikan buku Made Teddy Artiana
11
ini. Lenzy, hahaha.. entah siapa yang memberimu nama demikian, yang jelas setiap kali namamu disebut, aku selalu tersenyum. Keluarga besar Mailing List The PROFEC (Professional and Enterpreneur Club) di bawah pimpinan: Ibu Lies Sudianti. Guys, you are always in my heart! Mas Helmi dan Mbak Isti, tanpa kalian, buku ini hanya akan menjadi angan-angan belaka. Terakhir, namun bukan sisa tentunya, my lovely wife: Wida Yunita Surin. Satu-satunya wanita yang menempati tempat terindah di hati dan hidupku. “You are sent from heaven for me, babe..”
Jakarta, 17 Juni 2011 Penulis, Made Teddy Artiana
12
Balada 13 Pembantu
Daftar Isi Apa Kata Mereka
4
Tiga Belas Perempuan Tangguh Sebuah Potret Keberdayaan oleh Gusti Kanjeng Ratu Hemas
6
Kata Pengantar Penulis
9
1. Nartiyem 2. Sutinah 3. Yu Sarip 4. Yati 5. Nia 6. Sur 7. Kokom 8. Sanipah 9. Annisa 10. Sri 11. Bibi Entin 12. Sarikem 13. Eni dan Mia
15 29 39 57 75 91 111 127 139 153 167 195 205
Biodata Penulis
230
Made Teddy Artiana
13
14
Balada 13 Pembantu
1 Nartiyem
U
rutan pertama adalah Nartiyem. Ia adalah pembantu dengan rekor terlama yang pernah ikut dengan kami. Nyaris 10 tahun! Sejak istriku berada di Sekolah Menengah Pertama, hingga kuliah. Ia mulai bekerja disekitar usia dua puluhan, dan resain sebagai pembantu di usia tiga puluh tahun. Narti adalah prototype para pembantu jaman dulu. Dengan sebuah psikologi sederhana: Ngabdi. Duduk di lantai sementara majikan duduk di kursi. Menunduk ketika diajak berbicara, tanpa berani bertatapan mata. Dan berjalan dengan terbungkukbungkuk jika lalu-lalang di hadapan majikan. Namun Made Teddy Artiana
15
begitu, rupanya pengaruh jaman memang susah dibendung oleh siapapun yang hidup dan bernafas didalamnya, tak terkecuali Narti. Dari seorang yang ‘ngabdi’ mendarmabaktikan hidupnya pada sang majikan, pelan-pelan ia bermetamorfosis menjadi seorang pembantu yang mandiri, berwawasan luas, penuh dengan isu persamaan hak dan otomatis, tidak lagi selalu mudah untuk disuruh-suruh : Profesional Pembantu Rumah Tangga! Siape lue, siape gue.. alaaaaahhh ! Jika itu diaplikasikan dalam kasus para pembantu lain, bisa jadi televisilah yang memegang peranan erat dalam metamorfosis tersebut, tetapi dalam kasus Narti: Koran!
Moonwalk Ala Narti Bunyi kresek-kresek, seperti seseorang tengah menyapu halaman dengan sapu lidi, akan selalu menyertai kemanapun dia pergi. Terutama jika sedang berjalan di luar rumah. Dengan cara jalan seberisik itu, ia sangat mudah dikenali bahkan dari jauh sebelum sosoknya nampak di tikungan jalan. Entah sudah berapa pasang sandal, yang terkikis habis di telapak kaki Narti hanya jempolnya saja yang mampu menghitungnya. Tak terhitung jumlah usaha yang dilakukan Mama untuk mengubah cara jalan 16
Balada 13 Pembantu
Narti, tetapi sejauh yang kami ketahui, tidak ada yang berubah. Mama gagal. Dan sebagai konsekuensinya, dalam sebulan hampir dua kali atau lebih Narti harus membelikan sandal baru untuk dirinya. Narti memang memiliki cara berjalan yang unik. Tidak seperti orang kebanyakan yang berjalan dengan cara melangkah, Narti berjalan dengan cara menyeret-nyeret langkahnya. Mengenai asal mula gaya jalan seperti itu, kami tidak tahu persis. Yang jelas dengan cara berjalan seperti itu, ia lebih dapat dikatakan ‘bergeser’ daripada ‘berjalan’. Mirip hantu, kuntilanak dan sanak saudara mereka. Cara jalan seperti itu juga sangat mirip dengan Moonwalknya (alm) Michael Jackson. Hanya saja perbedaan diantara keduanya jelas. Yang satu tetap ditempat, yang lain bergeser berpindah tempat. Yang satu di panggung, yang lain di dapur. Beda nasib. Persoalan siapa dari antara mereka yang meniru siapa, anakanak SD juga tahu jawabannya. Dan jika Narti berjalan di atas lantai rumah yang kebetulan masih berdebu, karena belum tersapu atau masih basah karena baru saja dipel, maka tampaklah bekas seolah seseorang dengan papan sky luncur baru saja berlalu lalang di dalam rumah kami. Jejak yang aneh. Pernah suatu ketika didorong rasa ingin tahu yang besar, Andi, adik iparku pernah bertanya kepada Narti. Made Teddy Artiana
17
“Emangnya kenapa sih jalan harus diseret-seret kaya gitu Mbak ?” Yang ditanya malah tersenyum dan menjawab, “Biar sexy, Mas…”. Sexy !? Sexy dari Hongkong? Dilihat dari sisi sudut pandang matapun, cara jalan seperti itu bukannya sexy malah bikin ngilu gigi. Kadang frekuensi gesekannya sedemikian rupa, sehingga gigi-gigi ini terasa diiris-iris oleh gerinda. Bahkan, tak jarang bulu kuduk ini pun ikut-ikutan merinding mendengar bagaimana alas sandal dan tanah bercampur bebatuan itu bergesekan. Tapi ada satu hal yang sampai sekarang tidak kumengerti. Bagaimana mungkin dengan cara jalan seperti itu, belum pernah kami melihat atau mendengar satu kali pun Narti jatuh tersandung.
Senjata Pamungkas Dalam dunia pewayangan, kita mengenal beberapa tokoh yang memperoleh anugerah berupa tubuh atau salah anggota tubuh yang menjadi pusat kesaktian mereka. Sebut saja Bima, dengan kuku Pancanaka-nya, yang kemudian menjadi lambang keperkasaan para pria. Lalu Hanoman yang dengan ekornya membakar seluruh Alengka, yang merupakan markas besarnya Rahwana. Atau yang lebih dahsyat 18
Balada 13 Pembantu
lagi, Prabu Salya, salah satu tokoh yang berpihak pada Kurawa dalam perang Bratayudha, dengan ajian Bhaerawa-nya, dimana untuk setiap tetesan darah yang jatuh akan menjelma menjadi raksasa. Nah, begitu juga dengan Narti. Rambut, bagi seorang Narti, bukan hanya sekedar asesoris atau mahkota kepala biasa. Benda itu adalah senjata pamungkasnya. Harus diakui ia memiliki rambut yang memang sangat sehat. Lurus, lebat sekaligus lembut ala iklan shampo di televisi. Ia sendiri sangat menyadari kelebihannya yang dimilikinya itu. Rambut bagi seorang Narti, berarti two in one. Dapat menjadi daya tarik sekaligus senjata yang mengerikan. Benda itu juga secara tidak langsung dapat dijadikan petunjuk yang paling tepat mengenai perasaan hatinya. Maksudnya begini,biasanya setelahmenyelesaikan semua pekerjaannya, Narti akan mandi, keramas, lalu berganti baju. Kemudian dengan elegant ia akan ‘nangkring’ di depan teras rumah sambil menggerai rambutnya. Persis kupu-kupu yang menjemur kedua sayapnya yang indah. Rambut yang awalnya setengah basah itu akan perlahan-lahan mengering. Dan kini ketika angin sepoi-sepoi datang menyapa, helaianhelaian rambut itu, akan melambai indah sambil menyebarkan semerbak bau harum shampo mahal milikinya. Sementara kicauan burung dan sinar matahari pagi mendramatisir adegan ini dengan Made Teddy Artiana
19
efek-efek lighting khusus. Ini berarti, pertunjukan favorit bagi tukang ojek dan tukang bangunan di komplek kami telah dimulai. Beberapa orang dari mereka, entah karena kebetulan atau memang sudah hafal jadwal, simsalabim !! Serta merta bermunculan dari segala penjuru. Berjalan lalu-lalang didepan pagar rumah, lengkap dengan gaya dan properti andalan mereka masing-masing. Yang punya sepeda, menggunakan sepeda mereka, yang punya motor, tak akan menyia-nyiakan motornya. Sedangkan mereka yang memang cuma punya rokok, ya sudah apa boleh buat. Berjalan sambil petantang-petenteng dengan rokok terselip di jari atau di telinga mereka. Tetapi keadaan akan sangat-sangat jauh berbeda, jika ia sedang ngambek atau sehabis dimarahi oleh Mama karena sebuah kesalahan. Rambut indah itupun segera berubah fungsi. Benda yang biasa digerai kebelakang itu tidak lagi tergerai di tempat biasa namun digerai kedepan alias menutupi wajahnya yang juga sedang semrawut. Helaianhelaian rambut itu pun dibiarkannya jatuh kusut tak beraturan. Tahu Sadako, hantu Jepang di film The Ring? Makhluk basah kuyup dari sumur tua, yang akan menghantui siapa saja yang memutar videonya. Nah, untuk sekedar diketahui, jauh sebelum Sadako memakai trend rambut seperti itu, Narti telah lebih dahulu memakainya. Hanya saja, jika Sadako berkulit pucat pasi karena terendam air sumur, Narti berkulit 20
Balada 13 Pembantu
coklat gelap justru karena sejak dari kecil jarang terkena air alias mandi. Karena memang kampung asal muasal Narti terkenal sangat gersang. Alih-alih sumur, hujanpun jarang mampir berkunjung. Kembali kepada Sadako. Ini perbedaan yang kedua. Jika Sadako berjalan pincang mirip boneka sawah, yang tidak sama tinggi kaki kiri dan kanannya, Narti berjalan dengan menyeret-nyeret sandal. Berisik banget ! Jadi tidak selalu benar jika orang Indonesia selalu dianggap tertinggal dari Jepang! Buktinya Narti. Indonesia beruntung memiliki seorang Narti, yang fashion-nya ditiru oleh hantu-hantu Jepang. Oh ya, pada saat hal itu terjadi –Narti ngambektidak akan ada lighting tambahan dari matahari. Apalagi kicauan burung-burung. Lupakan saja sejenak semerbak wangi shampo mahal itu. Begitu juga dengan para penggemar, tidak satupun dari mereka tampak lalu-lalang di depan rumah. Semua menguap. Hilang lenyap, sunyi senyap. Karena selain sosok Narti berubah menjadi begitu menyeramkan, melakukan promosi dikala rambut itu menutupi wajah (yang juga berarti menutupi mata) adalah perbuatan bodoh yang membuang-buang waktu, energi dan ongkos tentunya.
Made Teddy Artiana
21
Koran Berjalan Satu hal yang sangat menarik dari Narti adalah hobinya membaca. Mulanya aku pikir, kebiasaan ini hanya salah satu ‘aksi-mejeng’ nya di teras depan, tetapi rupanya aku keliru. Narti sungguh-sungguh kutu koran sejati. Jika pembantu lain doyan ngegossip dengan teman sejawat mereka, tidak demikian halnya dengan Narti. Koran, itu makanan seharihari baginya, selain tentu saja nasi. Tiada hari yang terlewatkan, tanpa melihatnya duduk di kursi depan teras, membentangkan harian terkemuka ibukota langganan kami, di kedua tangannya. Bahkan, ini sedikit agak memalukan, ia sangat-sangat jauh lebih rajin membaca koran dibandingkan dengan kami, majikannya. Tetapi ada hikmahnya untuk kami. Ketika kami malas membaca, tetapi ingin tahu berita yang ada, kami tinggal bertanya kepada Sang Koran Berjalan. “Mbak ada berita apa hari ini ?” Maka jawabannya dipastikan bakal panjang. “Ada reshufle kabinet lagi Mas”, sahutnya dengan pandangan tajam disertai mimik serius -bak pengamat politik yang gemar berdebat di televisi- meskipun tangannya menggenggam batang kain pel, “Empat menteri diganti. Si A (Narti menyebutkan sebuah nama) yang semula adalah Menteri Perhubungan diganti oleh Si B, padahal dia ini pernah terlibat kasus 22
Balada 13 Pembantu
penggelapan pajak…aku heran..kenapa bukan si D yang dipilih…apalagi…” Begitu seterusnya..dan seterusnya. Dan sebagaimana akibat positif yang mengikuti mereka yang doyan membaca, pengetahuan umumnya boleh dikatakan sangat luas. Seandainya saja, ada cerdas cermat nasional bagi para pembantu, maka dapat dipastikan, Narti akan keluar sebagai juara pertama. Tidak hanya itu, ia juga sangat kaya akan kosakata. Saking seringnya membaca koran, kalimat-kalimat bahasa indonesia bakupun sering bermunculan dari bibirnya. Terutama ketika ia dengan sengaja memamerkan kosakata itu pada kami. Hanya saja, ini yang agak disayangkan : tempat dan waktunya cenderung nggak pas. Misalnya begini, waktu itu kebetulan kami sedang membahas kericuhan kecil yang terjadi diantara tukang-tukang ojek di komplek rumah, dengan tenang dan ekspresi yang mantap, Sang Koran Berjalan pun ikut sumbang suara. “Memang cenderung dilematis menghadapi orang-orang dengan track record seperti itu. Wong mereka itu seharusnya sudah bisa beradaptasi toh Bu. Kallo ndak, lha kepiye menyikapi mereka itu ?!”
Made Teddy Artiana
23
Kisah Cinta Romi dan Yuli Walaupun memiliki pengetahuan yang luas, tetapi untuk masalah cinta. Narti tampaknya kurang beruntung. Dengan umur tepat ditengah tigapuluh dan empatpuluh, dapat dikatakan ia sudah sangat telat untuk menikah. Dari sejak tukang gas, tukang kebun, kuli bangunan…semuanya lewat tanpa menghasilkan undangan nikah. Kisah cinta terakhir yang sempat kami saksikan adalah dengan Pak Suryo, tukang ojek komplek beristri satu, beranak tiga. Entah apa janji surga yang pernah dikatakan oleh Sang Romeo, yang jelas Narti nampak demikian tergila-gila padanya. Padahal untuk urusan tampang dan kantong, Pak Suryo hanya mungkin mendapat point empat setengah! Raport merah, plus SP3 ! Singkat kata hubungan asmara terlarang itu pun mulai terjalin. Makin lama, makin mengkhawatirkan. Beberapa kali kami secara bergantian sempat memergoki mereka berduan didalam rumah. Ini jelas-jelas tidak dapat ditolerir lagi. Akhirnya didorong rasa kemanusiaan dan tata susila, kamipun sepakat mengingatkan Narti tentang status Pak Suryo, yang memang masih beristri sah. Tetapi yang namanya cinta, tahi sapi keringpun dirasa pizza! Narti tidak memperdulikan nasehat kami. Bahkan yang mengejutkan buat kami adalah pengakuannya 24
Balada 13 Pembantu
tentang janji Pak Suryo yang akan segera menceraikan istrinya. Tak hilang akal, kami berargumentasi, bagaimana jika itu hanya sekedar janji gombal belaka. Namun sekali lagi, seolah sudah gelap mata, Narti menutup telinganya untuk nasehat kami. Memang, sejak peristiwa itu kami tidak pernah menangkap basah keduanya lagi di dalam rumah. Tetapi bukan berarti hubungan mereka berakhir. Rupanya mereka sepakat melanjutkan kencan sembunyi-sembunyi itu diluar rumah. Namun rupanya, perselingkuhan ini tak berumur panjang. Suatu ketika apa yang kami kuatirkanpun terjadi. Ijah, istri Pak Suryo mencium bau busuk perselingkuhan mereka. Sang Romeo kena damprat, lalu benjut ditimpuk cobek. Ijah kalap dan menantang Narti berduel terbuka. Di pinggir jalan, persis di depan lapak sayur Bude Giyo. Pertarungan dua betina berebut pejantan. Tak urung komplek kamipun gempar ! Pejabat lokal setingkat RT dan RW turun tangan. Hansip dibantu kawanan tukang ojek memblokir jalan, walaupun dengan plang yang kurang pas: ‘Harap Maklum, Ada Upacara Keagamaan’. Sementara opini para tetangga terbagi dua. Pendukung Ijah, yang sebagian besar ibu rumah tangga berdaster mengutuk perbuatan Pak Suryo dan Narti. “Lebih kejam dari Zionis!”, seru mereka. Sementara kaum Bapak dan fansclub ‘diam-diam’ poligami, berpendapat: apa yang Pak Suryo lakukan Made Teddy Artiana
25
tak perlu diributkan sedemikian rupa. Golongan ini lebih memilih jalur lobi-lobi dibelakang layar. Percekcokan yang agak merepotkan keluarga kami itu terjadi hingga beberapa hari. Heboh, berisik, runyam. Sangat melelahkan ! Ujung-ujungnya, seperti yang kami duga, Pak Suryo tentunya lebih memilih istri dan anak-anaknya ketimbang Narti kekasih gelapnya. Hal ini tentunya membuat Narti sangat terpukul. Dia merasa telah ditipu, dipermalukan dan dikhianati habis-habisan. Menjadi janda, bahkan sebelum menikah. Model iklan shampo itupun serta merta berubah menjadi seorang pemurung dan senang mengurung diri di kamar. Kadang tampak jelas kedua matanya membengkak, selayaknya seseorang yang habis menangis sejadijadinya. Hampir setiap hari dijalaninya dengan uringuringan tak menentu. Tidak ada lagi pertunjukan spesial untuk para tukang ojek, tukang bakso dan sejenisnya. Layar sudah digulung, penonton bubar. Ini berlangsung sekitar seminggu, hingga akhirnya Narti memutuskan untuk berhenti bekerja dan kembali ke kampung halamannya. Terus terang kami merasa sangat kehilangan. Sepuluh tahun bukan waktu yang sebentar. Tetapi apa boleh buat, kami sudah sekuat tenaga mengingatkan Narti tentang semua ini sebelumnya. Akan tetapi, laksana arca jaman Megalitikum, ia diam. Tidak pernah mau mendengar. Dan karena hidup adalah 26
Balada 13 Pembantu
pilihan, Narti pun mendapat resiko pilihannya. Kabar terakhir yang kami dengar tentang Narti adalah, ia memutuskan untuk pergi menjadi TKW ke Arab Saudi. Masih dalam status jomblo. Pergi jauh ke syurga para TKW, membawa sakit hatinya ke negara lain dan berharap akan sembuh. Sambil meninggalkan secarik kertas di belakang lemari pakaiannya bertulis: “Dasar Laki-laki racun dunia! Janjinya tidak ada yang bisa dipercaya, mirip janji kolonial Belanda. F*ck you!!”. (*)
Made Teddy Artiana
27
28
Balada 13 Pembantu