BAGIAN II BAHAN AJAR KTK 211 EKOLOGI EKOSISTEM
Universitas Gadjah Mada
BAB I. HUTAN SEBAGAI SISTEM EKOLOGIS
A. Pendahuluan Kebanyakan orang mengira bahwa sebuah kawasan hutan adalah sebagai tegakan yang tersusun oleh pohon-pohonan, padahal pada kenyataannya lebih dari pada itu. Suatu kawasan hutan adalah sebuah sistem fungsional yang kompleks dari interaksi dan sering juga interdependensi antar komponen biologis, fisik dan kimiawi. Untuk bagian komponen biologis telah mengembangkan dirinya terus menerus secara berkelanjutan dengan cara memproduksi bahan organik yang baru. Sejak awal terjadinya evolusi, manusia sudah tertarik terhadap lingkungan mereka sebanyak karakter fungsionalnya yang berguna untuk atribut lain. Pengelolaan sumberdaya terbarui yang seumur (misalnya hutan tanaman hasil kerja manusia) secara
luas
senantiasa
berkenaan
dengan
produksi
bahan
organik
dan
manipulasinya melalui modifikasi ekosistem (Kimmins, 1987). Oleh karena penting untuk memandang setiap sumberdaya terbarui sebagai suatu sistem, dan karena pengelolaan sumberdaya terbarui tersebut sangat erat hubungannya dengan fungsi ekosistem, maka pada Bab I ini dipelajari lebih dahulu sifat ekosistem. B. Ekologi dan Konsep Ekosistem Hutan sebagai sumberdaya alam yang terbarui merupakan suatu sistem ekologis yang kompleks yang sering disebut sebagai ekosistem. Untuk mempelajari atribut fungsional suatu sumberdaya hutan, maka perlu diawali dengan pengetahuan tentang ekologi dan konsep ekosistem yang secara rinci tentunya sudah dimulai sejak mengambil mata kuliah Ekologi Hutan. Pada pokok bahasan kali ini hanya mengulang beberapa bagian penting saja dari pengetahuan tersebut. Ekologi adalah cabang ilmu biologi yang berkaitan dengan distribusi, kelimpahan dan produktivitas organisme hidup, interaksi antar organisme satu sama lain dan juga interaksi dengan lingkungan fisiknya. Berkembangnya ilmu ekologi disebabkan karena suatu pertumbuhan kesadaran akan adanya saling berhubungan (interrelatedness) antara organisme hidup dengan lingkungan fisiknya tersebut. Kesadaran ini pertama kali terjadi pada para ahli ilmu tanah dan silvikultur. Sebagai ilmu pengetahuan, masyarakat sering menilai ilmu ekologi tidak bermoral. Informasi ekologi mestinya digunakan sebagai bantuan untuk merumuskan
Universitas Gadjah Mada
nilai keputusan tertentu oleh masyarakat, namun mereka lebih suka menggunakan pertimbangan sosial dibanding kriteria ekologis. Untuk memahami peranan ekologi sebagai landasan berpijak masyarakat dalam mengelola sumberdaya terbarui, maka perlu mengerti pengetahuan dasar mengenai tingkatan organisme biologis (dart mulai tingkatan bawah molekul sampai yang paling kompleks biosfir) dan tingkatan integrasi biologis (sebagai tingkatan biologi yang sesungguhnya). Ilmu pengetahuan ekologi memiliki beberapa subdivisi yang masingmasing berasosiasi dengan tingkatan organisasi biologi yang berbeda, yaitu: 1). Studi tentang sejarah hidup dan respon terhadap lingkungan dari suatu individu atau spesies tunggal adalah sering disebut sebagai AUTECOLOGY. Contoh: sejarah kehidupan burung elang, kebutuhan pakan satwa rusa, atau toleransi anakan pohon pious terhadap suhu. 2). Studi tentang kelimpahan, distribusi, produktivitas, dan atau dinamika suatu kelompok organisme dengan tipe yang sama (suatu populasi spesies tunggal) disebut sebagai EKOLOGI POPULASI. Contoh: suatu pengamatan terhadap kompetisi cahaya dan hara di dalam suatu hutan tanaman pious; peranan penyakit dalam proses pengendalian serangan hama pada pohon; tingkat pertumbuhan dan kematian individu pada populasi ikan salmon. 3). Studi yang berkaitan dengan diskripsi dan kuantifikasi beberapa aspek pada suatu kumpulan spesies yang berbeda secara alami digolongkan ke dalam EKOLOGI KOMUNITAS. Contoh: klasifikasi, dan pemetaan tipe hutan; studi perubahan komunitas tumbuhan dan hewan sepanjang waktu di suatu kawasan. Kadang-kadang ekologi populasi an ekologi komunitas secara bersama-sama disebut sebagai SYNECOLOGY. 4). Studi tentang komunitas biotik dan lingkungan abiotiknya digolongkan dalam EKOLOGI EKOSISTEM. Awalnya mungkin studi deskriptif seperti dalam klasifikasi dan pemetaan tipe ekosistem yang berbeda. Hal itu dapat juga fungsional, misalnya studi hubungan timbal balik antara komunitas tumbuhan dan tanah, atau mekanisme distribusi hara dan energi di dalam dan gerakannya melalui ekosistem. Berdiskusi mengenai konsep ekosistem, maka ada beberapa alternative difinisi, a.l. suatu ekosistem adalah setiap sistem yang tersusun atas proses fisik, kimiawi dan biologis
Universitas Gadjah Mada
yang aktif di dalam setiap unit ruang dan waktu. Definisi lainnya, suatu ekosistem adalah sistem fungsional yang mencakup sebuah gabungan organisme yang saling berinteraksi dengan lingkungannya, yang bertindak pada mereka dan yang padanya mereka bertindak. Definisi yang lebih luas yaitu setiap unit yang mencakup seluruh organisme (yaitu komunitas) di dalam suatu kawasan tertentu yang berinteraksi dengan lingkungan fisiknya sehingga aliran energi membentuk struktur trofik yang nyata, keanekaragaman biotik, dan sikius bahan organik. Atas dasar beberapa definisi tersebut maka istilah ekosistem adalah lebih dari hanya sebuah konsep daripada sebuah entitas fisik yang nyata, yaitu sebuah konsep dengan enam atribut utama: 1. Atribut struktur. Ekosistem dibangun oleh sub-komponen biotik dan abiotik. Suatu ekosistem daratan yang paling sedikit tentunya terdiri atas tumbuhan hijau, substrat dan atmosfir, sementara ekosistem yang paling lengkap tentunya akan terdiri atas campuran tumbuhan, hewan dan mikroba jika ekosistem adalah sebagai fungsi. Ekosistem daratan normalnya terdiri atas komunitas biotik yang kompleks, bersama dengan tanah dan atmosfir, sumber energi matahari, dan sumber suplai air. 2. Atribut fungsi. Perubahan energi dan bahan yang berlangsung secara constant antara lingkungan fisik dan komunitas hidup. Oleh karena benda hidup dan hidup tersusun atas energi dan bahan, dank arena sulit untuk mendifinisikan kapan bahan organic itu hidup dan kapan mati, ada keuntungan yang dapat dipertimbangkan dalam melihat suatus ekosistem dalam hubungannya dengan entitas fisik-kimiawi. Di dalam studi entitas ini ada perubahand energi dan bahan yang konstant antara komponen yang berbeda. 3. Atribut kompleksitas. Atribut yang dihasilkan dari integrasi biologi tingkat tinggi yang melekat di dalam suatu ekosistem. Semua peristiwa dan kondisi di dalam ekosistem ditentukan secara berlipat-ganda. Oleh karena itu hal tersebut sulit diprediksi tanpa pengetahuan yang memadai tentang struktur dan proses-proses fungsional dari ekosistem yang bersangkutan.
Universitas Gadjah Mada
4. Atribut interaksi dan interdependensi. Begitu lengkapnya peristiwa saling berhubungannya komponen hidup dan tidak hidup dari suatu ekosistem sehingga suatu perubahan dalam setiap komponen akan menghasilkan perubahan berikutnya pada hamper semua komponen lainnya. Luas dan kelengkapan interaksi dan interdependensi tersebut mendorong para ahli ekologi sebelumnya untuk berpikir contoh-contoh fisik dari konsep ekosistem (misalnya `satu hektar hutan', `sebidang tanah pertanian', atau sepetak kolam ikan'). 5. Atribut dimensi spasial terbatas yang tidak melekat. Suatu orgnisme secara individu adalah sebuah entitas yang nyata (tangible). Individu tersebut memiliki ukuran fisik tertentu yang jelas. Populasi dan komunitas juga secara spasial merupakan entitas yang tertentu batasnya, walaupun kadangkadang untuk menentukan ukurannya agak sulit. Sekawanan hewan atau burung merupakan populasi yang dapat dengan mudah diidentifikasi, tetapi akan sulit menentukan batas spasialnya karena ruang gerak yang mereka kuasai berubahubah secara periodik. Bagaimanapun, fokus perhatian terhadap istilah populasi dan komunitas adalah secara jelas pada entitas fisik yang nyata yang sering dapat dibatasi dengan cukup mudah. Istilah ekosistem, di sisi lain menekankan pada aspek struktur, kompleksitas organisasi, interaksi dan interdependensi, dan fungsi dari sistem, dan tidak pada batas geografis sistem. 6. Atribut perubahan temporal. Ekosistem itu tidak statik, dan bukan sistem yang tidak berubah. Kelanjutan dari perubahan energi dan materi di dalam sistem, maka struktur dan fungsi sistem juga berubah sepanjang waktu. Pentingnya konsep ekosistem dalam hal ini terletak pada pengakuan secara eksplisit terhadap kompleksitas, interaksi dan proses-proses fungsional. Kelemahannya terletak pada kesulitan penggunaan konsep untuk identifi kasi, pemetaan, deskripsi, dan studi ekosistem yang spesifik karena kegagalan dalam penetapan batas fisiknya. Pilihan penggunaan istilah ekosistem ialah istilah BIOGEOCOENOSE (BIO = komunitas biotik, GEO = lingkungan abiotik; dan COENOSE = sistem). Jadi definisinya ialah: suatu kombinasi, pada kawasan yang spesifik di atas permukaan bumi, fenomena alami yang homogen (atmosfir, strata mineral, vegetasi, hewan, dan jasad renik, kondisis tanah dan air). Kombinasi ini dicirikan oleh suatu tipe yang spesifik dan perubahan timbal balik energi dan materi antara komponennya dan fenomena alami lainnya,
Universitas Gadjah Mada
ini terjadi dalam perkembangan dan gerakan yang konstan. Definisi ini mencakup elemen penting dari defmisi yang dikemukakan oleh ODUM (1971) tentang ekosistem, yaitu adanya komponen biotik dan abiotik, interaksi antar komponen, dan perubahan energi dan materi. Jadi, ekosistem sebagai konsep, sering dilukiskan sebagai unit dasar ekologi dan mencangkup semua tingkat organisasi. Suatu ekosistem tidak pernah stabil seluruhnya
tetapi
berada
dalam
keadaan
yang
seimbang.
Cara
untuk
menggambarkannya ialah dengan memperhatikan siklus unsure esensial seperti karbon dan nitrogen yang lepas antara komponen hidup dan tidak hidup di dalam ekosistem.Unsur-unsur tersebut diambil dari dalam tanah atau atmosfir oleh tanaman yang sedang tumbuh untuk membentuk senyawa yang dibutuhkan, tetapi melalui rantai makanan unsur-unsur tersebut dimasukkan ke dalam hewan, melalui kematian dan bahannya yang membusuk, akhirnya unsur-unsur yang orisinil tersebut lepas ke daiam tanah dan udara. Pada tataran global dapat dikatakan bahwa biosfir secara utuh dapat menjadi sebuah ekosistem raksasa, yaitu biosfir sebagai bagian planet bumi dalam hal udara, radiasi matahari, tanah dan kulit bumi yang mendukung organisme hidup. Jelaslah bahwa gambaran menyeluruh pengertian yang lengkap tentang struktur dan fungsi setiap ekosistem tampaknya menjadi sesuatu yang ideal yang masih harus dikejar. Secara alamiah, pendekatan yang logis adalah dengan mempelajari aspek-aspek ekosistem yang berbeda-beda secara terpisah. Mungkin dapat dimulai dengan mempelajari faktor energi dan mineral dari lingkungan tertentu, kemudian mempelajari tumbuhan dan hewan secara terpisah, sebelum mencoba menyatukan informasi dari sumberdaya tersebut. Dapat juga dengan mempelajari tingkatan ekologis yang berbeda, yaitu dari individu, populasi kemudian komunitas. Dengan demikian, batasan ekosistem menjadi lebih jelas yaitu tidak hanya merupakan organism-complex, tetapi merupakan whole-complex dari faktorfaktor fisik yang membentuk lingkungan (environment), seperti yang dinyatakan oleh Tansley pada tahun 1935 (Ewusie, 1980). Konsep ekosistem saat ini telah diterima secara luas dan ekologi sebagian besar telah menjadi pengetahuan yang mempelajari struktur dan fungsi ekosistem. Salah satu cirri-ciri dasar ekosistem ialah bahwa ekosistem sifatnya bukn system yang tertutup, tetapi sebuah system yang terbuka dari energi maupun bahan yang secara terus menerus
Universitas Gadjah Mada
hilang dan tergantikan; agar supaya system tersebut dapat berfungsi secara berkelanjutan. Oleh karena itu cukup sulit untuk membuat batas antara ekosistem satu dengan yang lain. Aspek struktur yang berkenaan dengan ekosistem memiliki tiga komponen biologis, yaitu produser (autotrof) atau tumbuhan hijau yang mampu mengikat energi matahari; hewan (heterotrof) atau konsumer makro yang mengkonsumsi bahan organic; dan decomposer atau organisme pengurai yang terdiri atas organisme mikro yang memecah bahan organic dan melepaskan unsur-unsur hara tersedia bagi tumbuhan. Aspek fungsi suatu ekosistem meliputi kecepatan aliran energi biologis melalui ekosistem, yaitu kecepatan produksi dan respirasi populasi dan komunitas, kecepatan siklus hara atau bahan (siklus biogeokimia), dan aturan ekologis. C. Konsep Tingkatan Integrasi Biologis Tingkat organisasi biologis yang terdiri atas organisasi sel, jaringan, organ, organisme, populasi, komunitas dan ekosistem, temyata belum menunjukkan tingkatan integrasi biologis yang sesunguhnya. Jadi baru menunjukkan tingkat sebenarnya dalam biologi saja, yaitu sel, individu organisme dan ekosistem. Untuk itu Rowe (1961, dalam Kimmins, 1987) mendefinisikan `a true level of biological integration' sebagai satu kesatuan, artinya yaitu lingkungan total dari semua tingkatan organisasi biologis yang ada di bawah (dari sel sampai sistem organ) dan komponen struktural maupun fungsional dari tingkatan organisasi yang diatas (mulai individu organisme sampai ekosistem dan biosfir). Kemudian dijelaskan pula bahwa prediksi yang akurat terhadap kondisi setiap satu tingkatan organisasi biologis
dapat
dibuat
hanya
berdasarkan
pada
pengetahuan
tingkatan
sesungguhnya dari integrasi biologis organisasi di atas. Sebagai contoh: perkembangan ke depan suatu sel tidak dapat diprediksi segera dengan pengetahuan tentang jaringan dimana sel dijumpai dan juga tidak dari pengetahuan organ dimana jaringan berada. Jadi hanya dengan pengetahuan tentang kondisi fisiologis dari organisme secara utuh untuk prediski yang dapat dihandalkan, yang berkenaan dengan semua aspek dari setiap sel dalam organisme yang bersangkutan. Jadi dalam hal ini organisme adalah 'true level of integration' dia atas sebuah sel. Nasib kehidupan suatu individu organisme tidak dapat diprediksi dengan basis pengetahuan populasi yang memiliki individu organisme tersebut, dan juga tidak dari pemahaman tentang komponen biotik dari
Universitas Gadjah Mada
komunitas dimana populasi berada. Hal ini hanya dapat diprediksi dengan basis pengetahuan ekosistem, yaitu bahwa semua hal terdahulu yang relevan yang berpengaruh pada individu organisme yang bersangkutan dapat diidentifikasi dan dipertimbangkan, dan prediksi yang dapat dipercaya tentang individu tersebut akan diperoleh. Jadi, ekosistem adalah `the only true level of biological integration' di atas individu organisme. Kesimpulan penting dari pembahasan ini ialah akan sangat rawan atau bahaya, bila dalam mempelajari ekologi maupun pengelolaan ekosistem hutan kemudian mencoba memprediksi kondisi populasi ataupun komunitas hanya berdasarkan pada pengetahuan tentang populasi dan komunitas yang bersangkutan saja. Sebagai contoh, prediksi tentang pertumbuhan tanaman anakan pohon jati (Tectona grandis) adalah tidak dapat dipercaya bila hanya berdasarkan pada pengetahuan tentang sifat kemampuan tumbuh yang melekat pada spesies tersebut, bagaimana sebatang pohon dapat bersaing dengan masing-masing pohon lainnya, dan juga ketahanannya terhadap serangan hama dan penyakit. Pengetahuan lain tentang kemampuan jenis tumbuhan lain, hewan maupun mikroba yang hidup di sekitarnya yang mempertingi maupun yang mengganggu pertumbuhan anakan pohon jati tersebut akan meningkatkan nilai prediksi sedikit, tetapi hal ini hanya sebuah pengenalan terhadap seluruh ragam faktor-faktor biotik, klimatik, hidrologik, dan edafik yang mempengaruhi populasi anakan pohon jati yang cukup memberikan prediksi pertumbuhan ke depan yang dapat diterima. Atas dasar basil pembahasan di muka dapat memberikan gambaran bahwa unit dasar dalam mempelajari ekologi adalah ekosistem dari pada individu organisme. Seperti digambarkan dalam gambar 1.1. tentang sub-divisi ekologi. Dalam gambar tersebut terdapat pandangan tradisional tentang sub-divisi ekologi yaitu dengan fokus pada identifikasi entitas sub-divisi tertentu (misal populasi pada tingkat populasi). Sementara pandangan ekosistem, fokus utamanya sama tetapi pada setiap tingkat hubungan antara obyek studi dan komponen lainnya dari ekosistem diberikan pertimbangan secara tegas. Dengan melihat gambar tersebut maka akan tampak bahwa dua pandangan tersebut identik pada tingkat ekosistem, tetapi berbeda pada tingkatan lainnya. Konsep ekosistem akan menjadi konsep tunggal yang penting dalam pengelolaan hutan secara intensif. Manusia harus belajar bahwa manusia bukan satu-satunya spesies di atas permukaan
Universitas Gadjah Mada
planet bumi ini. Kegiatan manusia akan mengubah ekosistem dunia yang menjadi system pendukung dan penyangga kehidupan manusia itu sendiri. Perubahan dalam skala besar yang terjadi pada atmosfir secara kimiawi (a.l. hujan asam dan pencemaran gas buang karbon dioksida atau CO2) tidak hanya akan berpengaruh terhadap tumbuhtumbuhan dan hewan, melainkan jugs berpengaruh terhadap manusia karena manusia adalah bagian dari ekosistem.
Bahan Bacaan: Ewusie, J.Y. 1980. Elements of Tropical Ecology. Heinemann, London. Kimmins, J.P.1987. Forest Ecology. Macmillan Publishing Company, New York. Odum, E.P. 1971. Fundamentals of Ecology. 3th ed. W.B. Saunders Co., Toronto.
Universitas Gadjah Mada
Gambar 1.1. Sub-divisi dalam Ekologi
Universitas Gadjah Mada