BAGIAN 1 - B Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia
Oleh : Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.
Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Abstraksi
P
engolahan limbah cair dengan proses kimia merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam proses pengolahan limbah cair. Namun dalam suatu sistem pengolahan limbah cair yang lengkap sebenarnya proses yang
terjadi meliputi ketiga proses, yaitu fisika, kimia dan biologi. Bahkan pada proses fisika dan biologi pun didalamnya sering terjadi proses kimia secara bersamaan. Untuk menanggulangi bahan pencemar anorganik, proses kimia umumnya menjadi dominan dalam proses pengolahan limbah. Untuk limbah yang mengandung COD (Chemical Oxygen Demand) tinggi, jelas proses pengolahannya adalah proses kimia. Unit-unit sistem pengolahan dalam proses kimia sebenarnya dapat pula disebut dengan reaktor, karena dalam proses kimia umumnya selalu terjadi reaksi kimia dimana bahan pencemar dan bahan penetral bereaksi sempurna untuk berubah menjadi senyawa baru yang tidak berbahaya lagi.
1.2. Latar Belakang Arah pembangunan nasional di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir ini ditekankan pada sektor industri. Di setiap daerah, perkembangan sektor industri sangat bergantung pada kondisi dan potensi alamnya, serta harus dilihat pula dari peluang aspek pemasarannya. Peningkatan jumlah industri dimanapun adanya pasti akan menghasilkan dampak positif maupun negatif. Akibat positif jelas terlihat dari peningkatan PDRB daerah dan akibat negatif yang utama adalah berasal dari limbah yang dihasilkannya. Banyak industri yang sudah berproduksi namun masih belum mempunyai unit pengolahan limbahnya. Akibat selanjutnya adalah pencemaran lingkungan dan masyarakatlah yang akan menjadi korbannya.
39
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia
Limbah tidak hanya diproduksi oleh pabrik atau industri, tetapi masyarakat juga merupakan penghasil limbah yang jumlahnya secara umum jauh lebih besar dari pada jumlah limbah industri. Dengan demikian semakin banyaklah masalah pencemaran yang sulit ditanggulangi sebagai akibat dari meningkatnya jumlah limbah yang dibuang bebas ke alam lingkungan kita. Sebagai contoh, limbah cair yang dibuang dan masuk ke badan air tanpa pengolahan yang sesuai dengan standar yang berlaku.
Sayangnya hal ini tidak diikuti dengan ketentuan dan penegakkan hukum yang tegas. Di lain pihak pemerintah belum cukup menyediakan fasilitas dan sarana pengolahan limbah yang memadai. Oleh karena itu sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi masalah pencemaran limbah, pemerintah dan masyarakat harus bersama berpartisipasi aktif dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia (human resource quality), khususnya bagi mereka yang terlibat dalam programprogram penanggulangan pencemaran limbah.
Secara umum limbah cair dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu limbah cair domestik dan limbah cair industri. Limbah cair domestik adalah limbah cair yang keluar
dari
perumahan,
gedung/tempat
usaha/pertokoan
dan
perkantoran.
Sementara itu limbah cair industri adalah limbah cair yang keluar dari industri/pabrik. Selama bertahun-tahun berbagai metode pengolahan air limbah telah banyak dikembangkan.
Pada kebanyakan situasi, umumnya menggunakan kombinasi atau urutan dari beberapa metode yang telah dikembangkan sebelumnya. Digunakannya suatu urutan metode tertentu sangat tergantung pada kualitas air baku serta kualitas air olahan yang diinginkan. Pada prinsipnya metode proses pengolahan air limbah dapat digolongkan menjadi 3 jenis proses, yaitu proses fisika, proses kimia dan proses biologi.
Walaupun
seringkali
dalam
suatu
pengolahan
ketiga
proses
dikombinasikan, namun umumnya dapat juga proses-proses ini dianggap terpisah.
40
ini
Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.
Pada bab berikut akan dibahas mengenai pengolahan limbah cair yang khusus dengan proses kimia. Proses-proses yang akan dibahas adalah proses yang telah umum diterapkan di instalasi-instalasi pengolahan limbah cair. Juga akan ditampilkan teori-teori yang mendasari terjadinya setiap proses pengolahan serta peralatan-peralatan yang umum digunakan.
Banyak instalasi pengolahan limbah menerapkan ketiga metode secara berurutan untuk memperoleh produk akhir yang optimal dan memenuhi standar atau syarat yang berlaku. Tetapi biasanya pengolahan air limbah dengan proses kimia seringkali dipadukan dengan proses secara fisika dan gabungan dari keduanya disebut Physico-Chemical Tratment.
41
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia
BAB 2 PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN PROSES KIMIA
2.1. Pengendalian Limbah Cair Dengan Proses Kimia
P
engolahan limbah cair secara kimia yang sering diterapkan adalah disinfeksi, pengendapan materi terlarut (presipitasi), koagulasi (destabilisasi) koloid, oksidasi dan ion exchange. Proses disinfeksi pada industri,
umumnya untuk menghambat pertumbuhan micro-organisme dalam pipa-pipa, pada industri makanan untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Proses presipitasi pada industri untuk pelunakan air, penghilangan besi dan penghilangan ion terlarut seperti PO4-3 dan logam berat. Koagulasi diterapkan untuk destabilisasi partikel koloid yang
umumnya juga terdapat pada air limbah. Oksidasi kimia seperti khlorinasi dan ozonisasi, diterapkan untuk menghilangkan atau memecah ion-ion seperti Fe+2, Mn+2 dan CN-.
2.2. Disinfeksi Disinfeksi adalah istilah untuk proses penghancuran organisme penyebab penyakit, sementara itu sterilisasi adalah istilah untuk proses total penghancuran semua organisme. Dalam proses disinfeksi pada pengolahan air limbah terjadi pemaparan antara bahan penghancur dengan organisme. Pada umumnya terjadi penghancuran virus, bakteri dan protozoa yang terdapat dalam air. Beberapa metode disinfeksi yaitu : (1) Penambahan zat kimia; (2) Penggunaan materi fisik, seperti panas dan cahaya; (3) Penggunaan mekanik; (4) Penggunaan elektromagnetik, akustik, dan radiasi.
42
Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.
Metode yang paling banyak digunakan adalah metode penambahan bahan kimia. Penggunaan zat khlor (khlorinasi) merupakan cara yang paling banyak digunakan, namun kekurangan dari sistem ini adalah dapat menghasilkan senyawa carcinogen seperti trihalomethane dan chloroform. Sistem lain yang sering pula digunakan adalah penggunaan ozone, namun kekurangan sistem ini ialah tidak meninggalkan sisa konsentrasi untuk mencegah organisme tumbuh kembali. Kedua proses masing-masing mempunyai kekurangan, sehingga dalam penerapannya sangat tergantung pada kondisi.
2.2.1. Khlorinasi Khlorinasi banyak digunakan pada pengolahan dan penyediaan air domestik, disamping itu sering pula digunakan pada air limbah yang telah diolah. Zat khlor merupakan zat pengoksidasi, oleh karena itu jumlah khlor yang dibutuhkan tergantung pada konsentrasi organik dan zat NH3-N dalam air yang diolah. Kebutuhan zat khlor untuk air limbah rata-rata 40 hingga 60 mgr/l. Pada umumnya zat khlor dimasukkan ke dalam air dalam bentuk gas Cl2, khlor dioksida (ClO2), sodium hipokhlorit (NaOCl) dan calsium hipokhlorit Ca(OCl)2. Khlor bentuk calcium hipokhlorit lebih banyak digunakan dari pada bentuk gas, karena penanganannya lebih mudah.
2.2.1.1. Reaksi Kimia Zat Khlor Apabila khlor dalam bentuk gas ditambahkan ke dalam air limbah, akan terjadi 2 reaksi yaitu reaksi hidrolisa dan reaksi ionisasi. Pada reaksi hidrolisa terbentuk hipokhlorit (HOCl) dan pada reaksi ionisasi terbentuk ion (OCl-). Reaksi keseimbangannya sebagai berikut: Reaksi hidrolisa : Reaksi ionisasi :
Cl2 + H2O HOCl
HOCl + H+ + Cl-
→ →
H+ + OCl-
43
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia
2.2.1.2. Sisa Khlor Bebas Sisa khlor didefinisikan sebagai jumlah (HOCl) dan OCl- , biasanya digunakan pula sebagai ukuran keefektifan khlor. Jumlah sisa khlor sebagai standar pada sistem penyediaan air adalah 0,5 – 1,0 gr/m3. Sisa khlor dapat digunakan pula sebagai ukuran jumlah khlor yang masih ada. Dari ketiga bentuk hasil reaksi, bentuk (HOCl) merupakan bentuk yang paling efektif sebagai disinfektan.
2.2.1.3. Reaksi Dengan Amonia Reaksi hipokhlorit dengan amonia menghasilkan senyawa khloramin dan gas nitrogen (N2) serta oksida nitrogen (N2O). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
HOCl + NH3
→
NH2Cl (monochloramine) + H2O
HOCl + NH2Cl
→
NHCl2 (dichloramine) + H2O
HOCl + NHCl2
→
NCl3 (nitrogen trichloride) + H2O
Reaksi-reaksi tersebut sangat tergantung pada pH, temperatur, waktu kontak dan rasio awal antara chlorine dengan amonia. Pada umumnya senyawa yang paling dominan adalah monochloramine dan dichloramine. Chlorine yang ada dalam senyawa-senyawa tersebut disebut chlorine terikat yang tersedia. Chloramine merupakan disinfektan juga, namun kekuatannya lebih kecil dari pada hipokhlorit.
44
Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.
2.2.1.4. Breakpoint Khlorinasi Breakpoint khlorinasi adalah angka pada saat jumlah khlor cukup untuk menghasilkan sisa khlor bebas. Terdapat 4 tahap yang terlibat dalam hal ini, yaitu:
Tahap 1 : zat-zat yang mudah teroksidasi, yaitu Fe2+, H2S dan zat-zat organik bereaksi terlebih dahulu menghasilkan khlorida.
Tahap 2 : terbentuk senyawa chloramine dan chloroorganik
Tahap 3 : penambahan khlor selanjutnya akan mengoksidasi senyawa-senyawa di tahap 2, menghasilkan N2O, khlorida, dan N2, reaksinya sebagai berikut : NH2Cl + NHCl2 + HOCl → N2O + 4 HCl 2 NH2Cl + HOCl → N2 + H2O + 3 HCl
Tahap 4 : tahap breakpoint, semua chloramine dan sebagian besar senyawa chloroorganik
telah
dioksidasi.
Penambahan
khlor
selanjutnya
akan
-
menghasilkan sisa khlor bebas (HOCl) dan (OCl ).
2.2.2. Ozonisasi
Ozon (O3) adalah suatu bentuk allotropik oksigen yang diproduksi dengan cara melewatkan oksigen kering atau udara dalam suatu medan listrik (5000 – 20.000 V; 50 – 500 Hz). Ozon bersifat tidak stabil, merupakan gas berwarna biru yang sangat toksik dengan bau seperti rumput kering. Ozon adalah oksidator kuat yang sangat efisien untuk disinfeksi. Sebagaimana oksigen, kelarutan ozon dalam air cukup rendah dan karena sifatnya yang tidak stabil maka disinfeksi dengan ozon tidak memberikan residu (sisa).
45
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia
Pengolahan disinfeksi dengan ozon jauh lebih mahal dari pada disinfeksi dengan khlor, namun ozon memberi keuntungan yaitu dapat menghilangkan warna. Dalam hal ini pengolahan air dengan filtrasi dan ozonisasi dapat menghasilkan kualitas air yang setara dengan proses koagulasi, sedimentasi, filtrasi dan khlorinasi. Oleh karena ozon tidak memberikan sisa, maka dalam sistem distribusi tidak akan terdapat ozon sehingga akan timbul masalah dengan adanya pertumbuhan kembali mikroorganisme yang disertai masalah bau dan warna. Pertumbuhan mikroorganisme dalam sistem perpipaan dapat diatasi dengan penambahan khlor dosis rendah setelah proses ozonisasi. Pada pengolahan limbah industri ozon dapat digunakan untuk mengoksidasi zat-zat yang non-biodegradable. Terdapat dua macam ozonizer : 1. Tipe plate dengan elektroda datar dan isolator gelas (glass dielectrics); 2. Tipe tabung dengan elektroda silinder koaksial (cylindrical electrodes coaxial) dan isolator gelas silinder. Sisi yang mempunyai tegangan tinggi didinginkan dengan konveksi (pemindahan panas dengan sirkulasi), sedangkan sisi yang bertegangan rendah didinginkan dengan air. Udara dilewatkan diantara elektroda-elektroda dan terozonisasi oleh tegangan listrik yang ada diantara udara tersebut. Produksi ozon biasanya sampai 4 % berat udara yang dilewatkan dengan kebutuhan energi sekitar 25 kwh/kg ozon yang dihasilkan.
2.2.3. Radiasi Ultraviolet Berbagai bentuk radiasi dapat dijadikan disinfeksi yang efektif. Radiasi ultra violet (UV) telah bertahun-tahun digunakan untuk pengolahan air skala kecil. Reaksi disinfeksi UV pada panjang gelombang sekitar 254 nm merupakan radiasi yang sangat kuat apabila organisme benar-benar terpapar oleh radiasi. Oleh karena itu penting sekali untuk mencapai kekeruhan serendah-rendahnya agar adsorpsi UV oleh senyawa-senyawa organik yang terdapat dalam aliran dapat berlangsung merata. Air yang akan didisinfeksi dialirkan diantara tabung sinar merkuri dan tabung
46
Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.
reflektor yang dilapisi metal dengan waktu pemaparan beberapa detik, namun energi yang diperlukan cukup tinggi yaitu sekitar 10 – 20 watt/m3/jam. Keuntungan disinfeksi dengan UV antara lain : pemeliharaan minimum, tidak menimbulkan dampak bau dan rasa, tidak menimbulkan bahaya apabila terjadi overdosis. Sedangkan kelemahannya antara lain: tidak memiliki residu disinfeksi, biaya mahal dan memerlukan klarifikasi air lebih sempurna.
2.3. Presipitasi Pemisahan
zat
anorganik
terlarut
tertentu
dapat
dilakukan
dengan
penambahan suatu reagen yang sesuai untuk merubah anorganik terlarut menjadi presipitat/endapan, sehingga dapat dipisahkan dengan cara pengendapan / sedimentasi. Tingkat pemisahan yang dapat dicapai tergantung pada nilai kelarutan senyawa yang dihasilkan dan hal ini biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pH dan temperatur. Reaksi presipitasi/pengendapan beberapa zat anorganik dan hasil-hasil terlarutnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1. Reaksi Presipitasi Dan Harga Konstanta Kesetimbangannya. REAKSI
pKsp
Al(OH)3 → Al+3 + 3 OHAlPO4
→ Al+3 + PO4-3
CaCO3
→ Ca+2 + CO3-2
Ca(OH)2 Ca3(PO4)2 CaSO4 FeCO3 Fe(OH)2
+2
→ Ca
→ 3 Ca +2
→ Ca →
+2
Fe
22,0 8,4 -
5,4
+ 2 (OH)
+2
+ 2 PO4
+ SO4
-2
+ CO3
pada 25oC 31,2
-3
26,0 4,6
-2
10,4
+2
-
+ 2 (OH)
14,5
+3
-
38,0
→ Fe
Fe(OH)3 → Fe
+ 3 (OH)
FePO4 → Fe+3 + PO4-3 +2
MgCO3 → Mg
+2
Mg(OH)2 → Mg
+ CO3
21,9
-2
4,9 -
+ 2 (OH)
47
9,2
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia
Proses presipitasi banyak diterapkan dalam pengolahan limbah industri, misalnya untuk memisahkan metal-metal yang tidak dikehendaki, misalnya penghilangan kesadahan dan penghilangan phosphat.
2.3.1. Penghilangan Kesadahan Kesadahan adalah istilah yang digunakan pada air yang mengandung kation penyebab kesadahan. Pada umumnya kesadahan disebabkan oleh adanya logamlogam atau kation-kation yang bervalensi 2, seperti Fe, Sr, Mn, Ca dan Mg, tetapi penyebab utama dari kesadahan adalah kalsium (Ca) dan magnesium (Mg).
Kesadahan dalam air sangat tidak dikehendaki baik untuk penggunaan rumah tangga maupun untuk penggunaan industri. Bagi air rumah tangga tingkat kesadahan yang tinggi mengakibatkan konsumsi sabun lebih banyak karena sabun jadi kurang efektif akibat salah satu bagian dari molekul sabun diikat oleh unsur Ca/Mg. Bagi air industri unsur Ca dapat menyebabkan kerak pada dinding peralatan sistem pemanasan sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada peralatan industri, dan disamping itu dapat menghambat proses pemanasan. Kesadahan dapat dihilangkan dengan dua cara yaitu melalui proses presipitasi dengan kapur dan soda abu ( Na2CO3) atau disebut juga proses kapur soda, dan melalui sistem ion exchange.
Kesadahan air dapat dibedakan atas 2 macam, yaitu kesadahan sementara (temporer) dan kesadahan tetap (permanen). Kesadahan sementara disebabkan oleh garam-garam karbonat (CO32-) dan bikarbonat (HCO3-) dari kalsium dan magnesium, kesadahan ini dapat dihilangkan dengan cara pemanasan atau dengan pembubuhan kapur soda. Kesadahan tetap disebabkan oleh adanya garam-garam khlorida (Cl-) dan sulfat (SO42-) dari kalsium dan magnesium. Kesadahan ini disebut juga kesadahan non karbonat yang tidak dapat dihilangkan dengan cara pemanasan.
48
Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.
2.3.2. Proses Kapur Soda Pada proses ini tujuannya adalah untuk membentuk garam-garam kalsium dan magnesium menjadi bentuk garam-garam yang tidak larut, sehingga dapat diendapkan dan dapat dipisahkan dari air. Bentuk garam kalsium dan magnesium yang tidak larut dalam air adalah :
- Kalsium Karbonat (CaCO3) - Magnesium Hidroksida (Mg(OH)2) Untuk menghilangkan kesadahan sementara kalsium, ditambahkan kapur. Reaksi yang terjadi :
Ca(HCO3)2 +
⇄
Ca(OH)2
2 CaCO3 ↓
+
2 H 2O
Untuk menghilangkan kesadahan tetap kalsium, ditambahkan soda abu. Reaksi yang terjadi :
CaSO4
+
Na2CO3
⇄
CaCO3 ↓
+
CaCl2
+
Na2CO3
⇄
CaCO3 ↓
+
Na2SO4
2 NaCl
Untuk menghilangkan kesadahan magnesium sementara, ditambahkan kapur.
Tahap 1 : Mg(HCO3)2
+
⇄
Ca(OH)2
MgCO3 + CaCO3 ↓
Tahap 2 : MgCO3
+
Ca(OH)2
⇄
Mg(OH)2 ↓
49
+
CaCO3 ↓
+ 2 H2O
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia
Untuk menghilangkan kesadahan magnesium tetap ditambahkan kapur + soda abu
Tahap 1 : MgCl2
CaCl2 +
Ca(OH)2
⇄
Mg(OH)2 ↓
+
MgSO4
CaSO4
Tahap 2 : NaCl
CaCl2 +
Na2CO3
⇄
CaCO3 ↓
+
CaSO4
Na2SO4
2.3.3. Penghilangan Phosphat Pada tahun 1960 - an alkyl benzene sulfonate (ABS) yang nonbiodegradable telah digantikan dengan linear alkyl sulfonate (LAS) yang biodegradable. Namun kekurangannya bagian hidrophilik dari LAS mengandung grup phosphat, sehingga proses biodegradasi mengeluarkan phosphat ke dalam larutan.yang dapat menimbulkan proses eutrophication. Oleh karena itu phosphat dihilangkan dengan Fe+3, Al+3 atau Ca+2. Proses penghilangan phosphat sama dengan proses pelunakan. Pemilihan ion pengendap tergantung pada pH air limbah. Pengendapan dengan alum adalah sebagai berikut :
Al2(SO4)3 + 2 PO4-3
2 AlPO4 ↓ + 3 SO4-2
⇄
Pengendapan dengan kapur adalah sebagai berikut : 5 Ca+2 + 4 OH- + 3 HPO4-2
⇄
Ca5(OH)(PO4)3 ↓ + 3 H2O
50
Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.
2.3.4. Proses Presipitasi Lainnya Proses
presipitasi
digunakan
pula
pada
pengendapan
logam-logam,
disamping itu pada pengendapan sulfat dan fluor. Pengendapan sulfat dilakukan dengan sistem presipitasi dingin gypsum CaSO4.2H2O. Pada proses ini ditambahkan ion Ca2+ dalam bentuk kapur atau CaCl2. Reaksi kimianya adalah sebagai berikut :
SO42- + Ca2+ + 2 H2O
⇄
CaSO4.2H2O ↓
Untuk pengendapan zat fluor ditambahkan CaCl2, reaksi kimianya adalah sebagai berikut :
2 F- + Ca2+
⇄
CaF2 ↓
Pada pengendapan logam biasanya dalam bentuk hidroksida, dengan cara menetralkan efluent yang bersifat asam. Kondisi pH yang optimum untuk presipitasi logam berkisar antara 7 – 10,5 .
2.4. Koagulasi Koagulasi
adalah
proses
destabilisasi
partikel
koloid
dengan
cara
penambahan senyawa kimia yang disebut koagulan. Koloid mempunyai ukuran tertentu sehingga gaya tarik menarik antara partikel lebih kecil dari pada gaya tolak menolak akibat muatan listrik. Pada kondisi stabil ini penggumpalan partikel tidak terjadi dan gerakan Brown menyebabkan partikel tetap berada sebagai suspensi. Melalui proses koagulasi terjadi destabilisasi, sehingga partikel-partikel koloid bersatu dan menjadi besar. Dengan demikian partikel-partikel koloid yang pada awalnya sukar dipisahkan dari air, setelah proses koagulasi akan menjadi kumpulan partikel yang lebih besar sehingga mudah dipisahkan filtrasi atau proses pemisahan lainnya yang lebih mudah.
51
dengan cara sedimentasi,
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia
Bahan kimia yang sering digunakan untuk proses koagulasi umumnya diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yakni Zat Koagulan, Zat Alkali dan Zat Pembantu Koagulan. Zat koagulan digunakan untuk menggumpalkan partikel-partikel padat tersuspensi, zat warna, koloid dan lain-lain agar membentuk gumpalan partikel yang besar (flok). Sedangkan zat alkali dan zat pembantu koagulan berfungsi untuk mengatur pH agar kondisi air baku dapat menunjang proses flokulasi, serta membantu agar pembentukan flok dapat berjalan dengan lebih cepat dan baik.
2.4.1. Koagulan Pemilihan zat koagulan harus berdasarkan pertimbangan, antara lain jumlah dan kualitas air yang akan diolah, kekeruhan air baku, metode filtrasi serta sistem pembuangan lumpur endapan. Koagulan yang sering dipakai antara lain Aluminium Sulfat (alum), Ferry Chloride dan Poly Aluminium Chloride (PAC). Di samping itu ada senyawa polimer tertentu yang dapat dipakai bersama-sama dengan senyawa koagulan lainnya.
1. Aluminium Sulfat (Alum), Al2(SO4)3 .18 H2O Alum merupakan bahan koagulan yang banyak dipakai untuk pengolahan air karena harganya murah, flok yang dihasilkan stabil serta cara pengerjaannya mudah. Garam aluminium Sulfat jika ditambahkan kedalam air dengan mudah akan larut dan bereaksi dengan HCO3- menghasilkan aluminium hidroksida yang mempunyai muatan positip. Sementara itu partikel-parikel koloidal yang terdapat dalam air baku biasanya bermuatan negatip dan sukar mengendap karena adanya gaya tolak menolak antar partikel koloid tersebut. Dengan adanya hidroksida aluminium yang bermuatan positip maka akan terjadi tarik menarik antara partikel koloid yang bermuatan negatip dengan partikel aluminium hidroksida yang bermuatan positip sehingga terbentuk gumpalan partikel yang makin lama makin besar dan berat dan cepat mengendap.
52
Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.
Selain partikel-partikel koloid juga partikel zat organik tersuspensi, zat anorganik, bakteri dan mikroorgaisme yang lain dapat bersama-sama membentuk gumpalan partikel (flok) yang akan mengendap bersama-sama. Jika alkalinitas air baku tidak cukup untuk dapat bereaksi dengan alum, maka dapat ditambahkan kapur (lime) atau soda abu agar reaksi dapat berjalan dengan baik. Reaksi kimianya secara sederhana dapat ditunjukkan sebagai berikut : Al2(SO4)3.18 H2O + 3 Ca(HCO3)2 → 2 Al(OH)3 + 3 Ca(SO4) + 6 CO2 + 18 H2O Al2(SO4)3.18 H2O + 3 Ca(HCO3)2
→
2 Al(OH)3 + 3 CaSO4 + 6 CO2 + 18 H2O
Al2(SO4)3.18 H2O + 3 Mg(HCO3)2
→
2 Al(OH)3 + 3 MgSO4 + 6 CO2 + 18 H2O
Al2(SO4)3.18 H2O + 6 Na(HCO3) → 2 Al(OH)3 + 3 Na2SO4 + 6 CO2 + 18 H2O Al2(SO4)3.18 H2O + 3 Na2(CO3) Al2(SO4)3.18 H2O + 6 Na(OH) →
→ 2 Al(OH)3 + 3 Na2SO4 + 18 H2O 2 Al(OH)3 + 3 Na2SO4 + 3 CO2 + 18 H2O
Al2(SO4)3.18 H2O + 3 Ca(OH)2 → 2 Al(OH)3 + 3 CaSO4+ 18 H2O Aluminium sulfat atau alum, diproduksi dalam bentuk padatan atau dalam bentuk cair. Alum ini banyak dipakai karena harganya relatip murah dan efektif untuk air baku dengan kekeruhan yang tinggi serta sangat baik untuk dipakai bersamasama dengan zat koagulan pembantu. Dibandingkan dengan koagulan dari garam besi, alum tidak menimbulkan pengotoran yang serius pada dinding bak. Salah satu kekurangannya yakni flok yang terjadi lebih ringan dari pada flok yang dihasilkan koagulan garam besi dan selang pH operasi lebih sempit yakni 5,5 - 8,5. Alum padat mempunyai berat jenis sekitar 1,62 dan dalam bentuk butiran kasar mempunyai berat jenis semu (apparent density) + 0,5. Sedangkan untuk butiran halus mempunyai berat jenis semu 0,6 - 0,7. Alum padat umumnya dipakai dalam bentuk larutan dengan konsentrasi 5 - 10 % untuk skala kecil dan untuk skala besar 20 - 30 %.
53
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia
Akhir-akhir ini alum cair banyak digunakan karena cara pengerjaannya maupun transportasinya mudah. Tetapi pada suhu yang rendah dan konsentrasi yang tinggi akan terjadi pengkristalan Al2O3 yang menyebabkan penyumbatan pada perpipaan. Oleh karena itu, untuk pemakaian alum cair, konsentrasi Al2O3 harus diatur pada konsentrasi tertentu, biasanya sekitar 8 - 8,2 %.
2. Ammonia Alum, (NH4)2(SO4). Al2(SO4)3.24H2O Merupakan garam rangkap Amonium Aluminium Sulfat. Kelarutan dalam air memerlukan waktu lebih lama dari pada Alum dan daya koagulasinya lebih rendah. Penggunaanya biasanya terbatas untuk instalasi kecil dan untuk air baku dengan kekeruhan yang tidak begitu tinggi. Misalnya untuk kolam renang, industri kecil dan lainnya. Pembubuhannya dapat dilakukan dengan cara sederhana yakni dengan alat bubuh tipe pot (pot type feeder). Amonia Alum diletakkan dalam suatu bejana, lalu air dilewatkan kedalam bejana tesebut sehingga sebagian alum larut. Selanjutnya larutan yang terjadi diinjeksikan ke air baku.
3. Sodium Aluminat, NaAlO2 Sodium Aluminat dibuat dengan melarutkan Al2O3 ke dalam larutan NaOH. Daya koagulasinya tidak begitu kuat. Dapat bersifat sebagai koagulan dan zat alkali serta efektif untuk menghilangkan zat warna. Sering digunakan untuk pengolahan air boiler dan jarang digunakan untuk pengolahan air minum. Biasanya digunakan bersama-sama dengan alum karena dapat membentuk flok dengan cepat. Reaksi kimia antara Sodium Aluminat dengan alum dan karbon dioksida adalah sebagai berikut : 6 NaAlO2 + Al2(SO4)3.18H2O → 8 Al(OH)3 + 3 Na2SO4 + 18 H2O + 6 H2O
2 NaAlO2 + CO2 + 3 H2O
→ 2 Al(OH)3 + 3 Na2CO3
54
Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.
4. Ferrous Sulfat (Copperas)
Secara komersial Ferro sulfat diproduksi dalam bentuk kristal berwarna hijau atau butiran (granular) untuk pembubuhan kering dengan kandungan Fe(S04) kirakira 55 %. Ferro Sulfat bereaksi dengan alkalinitas alami tetapi dibanding reaksi -
antara alum dengan HCO3 , lebih lambat. Biasanya digunakan bersama-sama dengan kapur (lime) untuk menaikkan pH, sehingga ion ferro terendapkan dalam bentuk ferri hidroksida, Fe(OH)3 . Ferrous Sulfate ini kurang sesuai untuk menghilangkan warna, akan tetapi sangat baik untuk pengolahan air yang mempunyai alkalinitas, kekeruhan dan DO yang tinggi. Kondisi pH yang sesuai yakni antara 9,0 - 11,0. Reaksinya adalah sebagai berikut : 2 Fe(SO4).7 H2O + 2 Ca(HCO3)2 + 1/2 O2 → 2 Fe(OH)3 + 4 CO2 + 2 Ca(SO4) + 13 H2O 2 Fe(SO4).7 H2O + 2 Ca(OH)2 + 1/2 H2O → 2 Fe(OH)3 + 2 Ca(SO4) + 13 H2O
Proses ini biasanya lebih murah dibandingkan dengan alum, tetapi penggunaan dua macam bahan mengakibatkan prosesnya lebih sulit. Disamping itu pengolahan air dengan menggunakan ferro sulfat dan kapur dapat memperbesar kesadahan air.
5. Chlorinated Copperas
Cara ini merupakan metode lain dari penggunaan ferro sulfat sebagai koagulan. Dalam proses ini khlorine ditambahkan untuk mengoksidasi ferro sulfat menjadi ferri sulfat. Reaksinya adalah sebagai berikut : 3 Fe(SO4) + 1,5 Cl2
→
Fe2(SO4)3 + FeCl3 + 13 H2O
Secara teoritis 1,0 lb khlorine dapat mengoksidasi 7,8 lb copperas. Tetapi untuk mendapatkan hasil yang baik pembubuhan khlorine biasanya sedikit berlebih dari kebutuhan teoritis.
55
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia
6. Ferri Khlorida, FeCl3 . H2O
Ferri khlorida dan ferri sulfat merupakan bahan koagulan dengan nama dagang bermacam-macam. Dapat bereaksi dengan bikarbonat (alkalinitas) atau kapur. Reaksinya adalah sebagai berikut : 2 FeCl3 + 3 Ca(HCO3)2 → 2 Fe(OH)3 + CaCl2 + 21 H2O 2 FeCl3 + 3 Ca(OH)2 → 2 Fe(OH)3 + 3 CaCl2 Keuntungan dari koagulan garam ferric antara lain, yakni proses koagulasi dapat dilakukan pada selang pH yang lebih besar, biasanya antara pH 4 - 9. Flok yang
terjadi
lebih
berat
sehingga
cepat
mengendap,
serta
efektif
untuk
menghilangkan warna, bau dan rasa.
7. Poly Aluminium Chloride (PAC)
Poly Aluminium Chloride (PAC) merupakan bentuk polimerisasi kondensasi dari garam aluminium, berbentuk cair dan merupakan koagulan yang sangat baik. Mempunyai dosis yang bervariasi dan sedikit menurunkan alkalinitas. Daya koagulasinya lebih besar dari pada alum dan dapat menghasilkan flok yang stabil walaupun pada suhu yang rendah serta pengerjaannyapun mudah.
Dibandingkan dengan Aluminium Sulfat, PAC mempunyai beberapa kelebihan yakni kecepatan pembentukan floknya cepat dan flok yang dihasilkan mempunyai kecepatan pengendapan yang besar yakni 3 - 4,5 cm/menit, dan dapat menghasilkan flok yang baik meskipun pada suhu rendah. Dari segi teknik dan ekonomi, alum biasanya dipakai pada saat kondisi air baku yang normal, sedangkan poly aluminium chloride dipakai pada saat temperatur rendah atau pada saat kekeruhan air baku yang sangat tinggi.
56
Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.
2.4.2. Zat Koagulan Pembantu Pada saat kekeruhan air baku tinggi, misalnya setelah hujan, pada saat musim dingin ataupun pada saat permintaan produksi meningkat, maka jika memakai zat koagulan saja sering kali pembentukan flok kurang baik. Untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan memakai koagulan pembantu sehingga pembentukan flok berjalan dengan lebih baik.
Pemilihan jenis zat koagulan pembantu harus dapat menghasilkan flok yang baik / stabil dan tidak berbahaya ditinjau dari segi kesehatan. Disamping itu juga harus ekonomis serta pengerjaannya mudah. Sebagai bahan koagulan pembantu yang sering dipakai, yakni silika aktif (activated silic acid) dan sodium alginat (sodium alginic acid). Pada keadaan biasa/normal dosis silika aktif yakni 1 - 5 ppm sebagai SiO2 dan untuk sodium alginat yakni antara 0,2 - 2 ppm.
2.4.3. Bak Koagulasi Partikel-partikel pengotor dalam air baku yang mempunyai ukuran dengan diameter 10-2 mm dapat dipisahkan dengan cara pengendapan biasa tanpa bahan kimia. Tetapi untuk partikel yang sangat halus dengan ukuran lebih kecil 10-2 mm dan juga partikel-partikel koloid sulit untuk dipisahkan dengan pengendapan tanpa bahan kimia serta masih tetap lolos jika disaring dengan saringan pasir cepat.
Oleh karena itu di dalam sistem pengolahan air dengan saringan pasir cepat, proses koagulasi sangat penting agar partikel koloid yang sulit mengendap tadi dapat digumpalkan sehingga membentuk grup partikel yang lebih besar dan berat yang dengan cepat dapat diendapkan atau disaring. Untuk itu perlu bak koagulasi untuk mendapatkan proses koagulasi yang efektif.
57
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia
Proses koagulasi dibagi menjadi dua tahap. Pertama yaitu koagulasi partikelpartikel kotoran menjadi flok-flok yang masih halus/kecil dengan cara pengadukan cepat segera setelah koagulan dibubuhkan. Tahap ini disebut dengan pencampuran cepat dan prosesnya dilakukan pada bak pencampur cepat (mixing basin). Tahap selanjutnya adalah proses pertumbuhan flok agar menjadi besar dan stabil, yaitu dengan cara pengadukan lambat pada bak flokulator. Proses tersebut dinamakan flokulasi. Dengan demikian untuk proses koagulasi-flokulasi diperlukan dua buah bak yakni untuk bak pencampur cepat dan bak flokulator.
2.4.4. Bak Pencampur Cepat Bak pencampur cepat harus dilengkapi dengan alat pengaduk cepat agar bahan kimia (koagulan) yang dibubuhkan dapat bercampur dengan air baku secara cepat dan merata. Oleh karena kecepatan hidrolisa koagulan dalam air besar, maka diperlukan pembentukan flok-flok halus dari koloid hidroksida yang merata dan secepat mungkin sehingga dapat bereaksi dengan partikel-partikel kotoran membentuk flok yang lebih besar dan stabil. Untuk itu diperlukan pengadukan yang cepat. Ada dua cara pengadukan yang dapat dipakai, yaitu pengadukan dengan energi yang ada dalam air itu sendiri dan pengadukan dengan energi yang didapat dari luar.
1. Pengadukan Berdasarkan Energi Dari Air Itu Sendiri
Dapat dilakukan dengan cara aliran dalam bak/kolam dengan sekat horizontal maupun vertikal (baffled flow type). Atau dapat juga dengan membuat aliran turbulen dalam sistem perpipaan dengan kecepatan aliran di atas 1,5 m/detik. Selain cara tersebut di atas dapat juga dilakukan dengan Parshall flume ataupun dengan cara menyemprotkan melalui lubang-lubang kecil (nozzle).
58
Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.
2. Pengadukan Berdasarkan Energi Mekanik Dari Luar
Cara yang paling umum dipakai yaitu dengan flush mixer yang berupa motor dengan alat pengaduk berupa baling-baling (propeler) maupun paddle, dengan kecepatan rotasi lebih kecil 1,5 m/detik. Waktu pengadukan standar antara 1 - 5 menit. Cara yang lain yaitu dengan mendifusikan koagulan ke dalam air baku dengan pompa difusi (diffusion pump).
2.5. Oksidasi Kimia Bahan kimia oksidant seperti oksigen, Khlorine, permanganat, ozon dan hidrogen peroksida digunakan sebagai zat pengoksidasi pada proses pengolahan air limbah. Oksidasi dengan khlor telah dibahas pada pembahasan khlorinasi, tiga proses reaksi oksidasi penting lainnya adalah penghilangan besi, mangan dan sianida.
Pada pengolahan air limbah industri, sering dijumpai kandungan sianida yang biasanya terdapat pada buangan industri ekstraksi emas dan perak atau pada -
industri pelapisan logam. Ion sianida (CN ) bersifat racun, oleh karena itu harus dihilangkan terlebih dahulu sebelum buangan dialirkan ke perairan terbuka atau badan air.
Metode yang umum dipakai adalah oksidasi dengan Cl2 atau NaOCl. Apabila digunakan Cl2, perlu ditambahkan NaOH, reaksinya adalah sebagai berikut : CN- + 2 NaOH + Cl2 → CNO- + 2 NaCl + H2O Reaksi oksidasi CN- dengan NaOCl adalah sebagai berikut : CN- + NaOCl
→
CNO- + NaCl
59
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia
Reaksi diatas berlangsung pada keadaan pH alkali yaitu antara 8,5 dan 11. Apabila pH lebih kecil dari 7, cyanate terhidrolisa sebagai berikut : CNO- + 2 H+ + H2O → NH4+ + CO2 Penambahan Cl2 pada pH sedikit basa terjadi oksidasi CNO- menjadi N2 dan CO2, reaksinya sebagai berikut : 2 CNO- + 3 Cl2 + 4 NaOH → N2 + 2 Cl- + 4 NaCl + 2 H2O + 2 CO2
2.6. Penukar Ion (Ion Exchange) Proses ion exchange dilakukan untuk menghilangkan ion-ion yang tidak diinginkan seperti Ca+2, Mg+2, Fe+2 dan NH4+ . Media penukar adalah fasa padat terbuat dari bahan mineral atau resin sintetik yang terdiri dari ion bergerak yang menempel pada grup fungsional tetap, yang dapat bersifat asam atau basa. Pada proses penukaran, ion bergerak ditukar dengan ion terlarut yang terdapat dalam air. Sebagai contoh Ca+2 ditukar dengan Na+ atau SO4-2 ditukar dengan Cl-. Bahan penukar ion pada awalnya menggunakan bahan yang berasal dari alam yaitu greensand yang biasa disebut zeolit. Zeolit biasa digunakan untuk menghilangkan kesadahan dan menghilangkan ion amonium. Zeolit yang digunakan untuk pelunakan adalah aluminosilicates komplek dengan ion bergeraknya ion sodium. Untuk penghilangan amonium digunakan zeolit clinoptilolite, disamping itu terdapat pula zeolit sintetis.
Pada saat ini bahan-bahan tersebut sudah diganti dengan bahan yang lebih efektif yang disebut resin penukar ion. Resin penukar ion umumnya terbuat dari partikel cross-linked polystyrene. Sistem penukar ion biasanya diterapkan pada proses pelunakan air dan proses demineralisasi.
60
Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.
Reaksi penukar ion untuk zeolit dan resin adalah sebagai berikut :
Untuk zeolit alam (Z) : Ca+2 Na2 Z + Mg+2
Ca+2 →
Fe+2
Mg+2 Z
+
2 Na+
Fe+2
Untuk resin sintetis (R):
-
-
-
Penukar kation asam kuat : RSO3H + Na+
→
RSO3Na + H+
2 RSO3Na + Ca+2
→
(RSO3)2Ca + 2 Na+
Penukar kation asam lemah : RCOOOH + Na+
→
RCOONa + H+
RCOONa + Ca+
→
(RCOONa)2Ca + 2 Na+2
Penukar anion basa kuat : RR’3NOH + Cl-
→
2 RR’3NCl + SO4-2 → -
RR’3NCl + OH(RR3N)2SO4 + 2 Cl-
Penukar anion basa lemah : RNH3OH + Cl-
→
RNH3Cl + OH-
2 RNH3Cl + SO4-2
→
(RNH3)2SO4 + 2 Cl-
61
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia
2.6.1. Regenerasi Setelah proses penukar ion beroperasi beberapa waktu, akan terjadi kejenuhan dan pada kondisi seperti ini tercapai keseimbangan dengan air baku. Untuk itu perlu dilakukan regenerasi. Pada proses regenerasi senyawa asli garam yang berperan sebagai ion bergerak (mobile ion) dikontakkan dengan resin yang telah jenuh, maka keseimbangan akan cenderung bergeser ke kondisi asli. Pada proses pelunakan air dan proses penukar kation lainnya, regenerasi biasanya menggunakan garam dapur (NaCl).
Contoh reaksi regenerasi dengan garam dapur :
Ca
Ca R +
2 NaCl
→
Na2R +
Mg
Cl2 Mg
2.6.2. Kapasitas Penukaran Kemampuan resin dalam menghilangkan kesadahan disebut sebagai kapasitas penukaran. Angka kapasitas dapat ditetapkan melalui pengukuran jumlah kesadahan yang dapat dihilangkan oleh satuan volume resin atau satuan berat resin, misalnya 1 kg CaCO3 per 1 m3 resin. Angka kapasitas dapat pula sebagai jumlah ekivalen kation atau anion yang dapat ditukar per unit berat penukar ion.
Pada umumnya kapasitas penukar resin berkisar antara 2 sampai 10 eq/kg resin. Kapasitas penukar zeolit berkisar antara 0,05 sampai 0,1 eq/kg zeolit. Pengukuran lain adalah jumlah garam yang diperlukan untuk regenerasi per kesadahan yang dapat dihilangkan, misalnya 11 gr NaCl per 100 gr CaCO3.
62
Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.
BAB 3 PERTIMBANGAN DALAM DISAIN UNIT PENGOLAHAN AIR LIMBAH
U
ntuk menentukan desain unit instalasi pengolahan air limbah di suatu wilayah diperlukan beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu :
o Periode desain o Daerah layanan o Pemilihan lokasi o Penduduk yang dilayani o Peraturan yang mengkontrol limbah cair dan standar efluent o Karakteristik limbah cair o Tingkat pengolahan o Pemilihan proses o Pemilihan peralatan o Tata letak dan profil hidrolik o Kebutuhan energi dan sumber-sumber lainnya. o Analisa ekonomi o Pengkajian aspek lingkungan
Umumnya desain pengolahan limbah cair direncanakan untuk lebih dari 10 tahun, sehingga kapasitas pengolahan dapat memenuhi untuk pertambahan volume limbah cair pada waktu yang akan datang. Menurut petunjuk perencanaan dari program konstruksi, periode desain dapat dibagi dalam beberapa tahap yaitu 10, 15 dan 30 tahun tergantung dari jumlah debit limbah cair.
63
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia
Daerah pelayanan tergantung dari daerah yang akan dilayani. Hal ini dilakukan untuk pengolahan limbah cair perkotaan. Untuk pelayanan industri atau komersil ditentukan dengan melihat dahulu jenis atau kegiatan proses, serta jumlah limbah cairnya yang akan diolah. Pemilihan lokasi untuk pembangunan fasilitas pengolahan
limbah
cair
terutama
untuk
yang
berkapasitas
besar
mempertimbangkan badan air penerima, tata guna tanah baik secara
perlu
ekonomi,
sosial, lingkungan dan batasan teknologi.
Jumlah penduduk yang dilayani menentukan jumlah debit limbah cair rumah tangga yang akan diolah. Jumlah debit limbah cair diperkirakan kurang lebih 70 % dari jumlah penyediaan air bersih. Penentuan peningkatan jumlah penduduk dapat dilakukan dengan memperkirakan beberapa metode, misalnya metode aritmetik dan geometrik.
Ada beberapa peraturan yang berhubungan dengan limbah cair dan menyatakan standar efluent yang diijinkan. Peraturan tersebut adalah KEPMEN LK.No.51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri; KEPMEN LK.No.51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Hotel; KEPMEN LK.No.51/MENLHh/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Rumah Sakit. Berdasarkan peraturan ini maka desain pengolahan diarahkan untuk mencapai standard efluen limbah cair yang diijinkan.
Karakteristik tergantung dari sumber limbah cair, seperti limbah cair dari rumah tangga, industri dan daerah komersil. Selama musim hujan, jumlah debit limbah cair berubah pada limbah rumah tangga (bila dipengaruhi infiltrasi air hujan). Jumlah debit akan menentukan kapasitas desain, dimana data yang diperlukan dalam perencanaan adalah debit minimum, rata-rata dan maksimum pada musim hujan ataupun kemarau. Parameter kimia yang menentukan desain pengolahan limbah cair adalah BOD5, total suspended solid, total nitrogen, phospor dan bahan kimia yang berbahaya.
64
Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.
Tingkat pengolahan ditentukan dari karakteristik influen dan kualitas efluen. Kualitas efluen disesuaikan dengan jenis penampungan akhir, misalnya efluen dialirkan ke sungai atau saluran irigasi. Kualitas efluen harus sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan sehingga aman untuk lingkungan. Pemilihan peralatan disesuaikan dengan standard desain, prosedur desain dan asumsi desain yang telah ditetapkan. Selain itu pertimbangan ekonomi juga menentukan pemilihan jenis peralatan. Pemilihan tata letak harus dipertimbangkan secara detail, seperti kondisi topographi, area yang tersedia, jalan akses, kondisi banjir dan rencana perluasan. Dengan terbatasnya sumber alam untuk memenuhi kebutuhan energi, maka dalam desain pengolahan perlu dipertimbangkan jenis energi yang akan digunakan sesuai dengan lokasi pengolahan limbah cair. Sumber-sumber lainnya seperti bahan kimia yang dibutuhkan untuk pengolahan perlu dipilih yang tepat dengan unit pengolahan dan lokasi daerah sehingga penyediaan bahan kimia dapat tersedia setiap saat. Analisa biaya harus dilakukan seekonomis mungkin untuk menetapkan bahwa unit pengolahan cocok dan sesuai dengan pengolahan limbah cair yang dibutuhkan. Pengkajian aspek lingkungan dapat dilakukan dengan melakukan analisa dampak lingkungan (AMDAL) sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Dengan adanya AMDAL maka diharapkan dampak adanya unit instalasi pengolahan limbah cair terhadap lingkungan bisa dihilangkan. Teknologi pengolahan limbah cair untuk buangan industri yang diterapkan terdiri dari kombinasi beberapa macam proses tergantung dari jenis buangannya. Proses fisika dan kimia untuk mengolah limbah non organik, seperti limbah cair industri pertambangan, pelapisan logam atau pemurnian logam. Sebagai contohnya, misalnya pada Industri kimia dan logam. Limbah cair industri ini berupa partikel dan larutan
tersuspensi,
sehingga
digunakan
proses
fisika dan kimia dengan
menggunakan proses koagulasi dengan bahan kimia dan kemudaian proses pengendapan.
65
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia
Koagulan dengan komposisi ferrosulfat dan kapur paling baik digunakan untuk mereduksi bahan pencemar, sehingga buangan akhirnya memenuhi standar yang ditetapkan. Pada tabel berikut dapat dilihat beberapa contoh jenis industri dengan kemungkinan bahan-bahan pencemarnya dan jenis pengolahan yang dibutuhkan.
Tabel 2. Karakteristik Limbah Cair Industri Dan Jenis Pengolahannya
JENIS INDUSTRI
PARAMETER
JENIS PENGOLAHAN
Pelapisan Logam
Padatan tersuspensi, Cd, CN, Logam, Cu, Ni, pH
Fisika dan Kimia
Ethanol
BOD5, Padatan Tersuspensi, pH
Fisika dan Kimia
Kertas
BOD5, COD, Padatan Tersuspensi, pH
Fisika dan Kimia
Mono Sodium Glutamat (MSG)
BOD5, COD, Padatan Tersuspensi, pH
Fisika dan Kimia
Logam berat
BOD5, COD, Padatan Tersuspensi, pH, logam berat
Fisika dan Kimia
66
Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.
BAB 4 PENUTUP
D
alam praktek pengolahan air limbah kebanyakan proses-proses kimia digabungkan, dipadukan dan diakomodasi dalam satu kesatuan dengan proses fisika, yaitu yang dikenal dengan nama Physico-Chemical
Treatment. Beberapa keuntungan pengolahan air limbah dengan Physico-Chemical Treatment adalah dapat mengurangi suspended solid dan BOD cukup tinggi, dapat mengurangi phosphat sampai 70-90%, proses pengolahannya mempunyai toleransi terhadap temperatur, material beracun dan aliran yang tidak kontinyu, dan unit pengolahan membutuhkan ruang yang lebih kecil dibandingkan dengan unit pengolahan biologi. Kerugiannya adalah membutuhkan investasi yang tinggi, operasi butuh energi cukup tinggi dan banyak menghasilkan lumpur.
67
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia
DAFTAR PUSTAKA 1. Lucjan Pawlowski, “Physico-Chemical Methods for Water and Wastewater Treatment”, First Edition, Pergamon Press, New York, 1980. 2. Degremont, “Water Treatment Handbook”, Sixth Edition, Lavoisier Publishing, Paris, 1991. 3. Mark J. Hammer, “ Water and Wastewater Technology “, Second Edition, John Wiley & Sons, New York, 1986. 4. Tsukishima Kikai Co., Ltd., “A Guide to TSK Water & Waste Water Treatment”, Tokyo, 1996.
68
Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.
LAMPIRAN
(A)
(B)
(C)
(D)
KK.. (E)
KKK. (F) Gambar 1. Beberapa Jenis Cara Aerasi Yang Melibatkan Proses Kimia 69
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia
Gambar 2. Beberapa Jenis Reaktor Untuk Proses Flokulasi
70
Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.
Gambar 3. Diagram Alir Suatu Unit Proses Flotasi
Gambar 4.
- Injeksi Udara Tertekan Melalui Bafel Pencampur
- Aerator sistem bubbling dengan tinggi tekan yang kecil
71
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia
Gambar 5. Unit Dekarbonator
72
Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.
Gambar 6. Bak Pengendapan Lumpur Dimana Terjadi Proses Koagulasi Dan Flokulasi Secara Kimiawi
Gambar 7 : Fasilitas Proses Aerasi Dimana Terjadi Oksidasi Dan Degradasi Bahan-Bahan Pencemar Organik
73
Gambar 8. Urutan Proses Pengolahan Tersier
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia
74
Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.
Tabel 3. Sistem Pengolahan Untuk Menghilangkan Materi Pencemar Dalam Air Limbah
KONTAMINAN Padatan tersuspensi
SISTEM PENGOLAHAN
KLASIFIKASI
Screening dan communition
F
Sedimentasi
F
Flotasi
F
Filtrasi
F
Koagulasi/sedimentasi
Biodegradable organics
Pathogens
Nitrogen
K/F
Land treatment
F
Lumpur aktif
B
Trickling filters
B
Rotating biological contactors
B
Aerated lagoons (kolam aerasi)
B
Saringan pasir
F/B
Land treatment
B/K/F
Khlorinasi
K
Ozonisasi
K
Land treatment
F
Suspended-growth denitrification
nitrification
and
Fixed-film nitrification and denitrification
75
B B
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia
Tabel 3. Sistem Pengolahan Untuk Menghilangkan Materi Pencemar Dalam Air Limbah (lanjutan) KONTAMINAN
SISTEM PENGOLAHAN Ammonia stripping
K/F
Ion Exchange
K
Breakpoint khlorinasi
K
Land treatment
Phospor
Refractory organics
Logam berat
KLASIFIKASI
B/K/F
Koagulasi garam logam/sedimentasi
K/F
Koagulasi kapur/sedimentasi
K/F
Biological/Chemical phosphorus removal
B/K
Land treatment
K/F
Adsorpsi karbon
F
Tertiary ozonation
K
Sistem land treatment
F
Pengendapan kimia
K
Ion Exchange
K
Land treatment
F
Padatan inorganik Ion Exchange terlarut
K
Reverse Osmosis
F
Elektrodialisis
K
Keterangan : B=Biologi, K=Kimia, F=Fisika
76
Barat Selatan
Saat ini
(1987)
77
Barat Selatan Timur
akan
Datang
(2010)
TOTAL
Utara
Kondisi
Jakarta Pusat
TOTAL
Timur
Utara
Kondisi
Jakarta Pusat
WILAYAH
1.882.686
495.461
468.354
398.882
266.233
253.756
1.038.025
256.947
247.350
210.790
143.506
179.432
(72,7)
(74,1)
(84,0)
(76,6)
(57,0)
(67,0)
(78,9)
(80,2)
(85,1)
(79,2)
(68,6)
(78,0)
DOMISTIK
448.933
93.891
87.205
86.312
60.298
121.227
172.651
35.372
35.146
35.770
20.622
45.741
(17.3)
(14,0)
(15,6)
(16,6)
(13,1)
(32,0)
(13,1)
(11,0)
(12,1)
(13,4)
(9,9)
(19,9)
PERKANTORAN KOMERSIAL
256.631
79.194
3.328
35.718
135.485
3.906
105.437
28.088
8.015
19.424
45.188
4.722
(9,9)
(11,8)
(0,4)
(6,9)
(29,3)
(1,0)
(8,0)
(8,8)
(2,8)
(7,3)
(21,6)
(2,1)
INDUSTRI
JUMLAH AIR LIMBAH YANG DIBUANG (m3/hari)
(Sebagai Satu Studi Kasus Dan Bahan Perbandingan)
2.588.250
668.546
557.887
520.912
462.016
378.889
1.316.113
320.407
290.511
265.984
209.316
229.895
TOTAL
Tabel 4. Jumlah Air Limbah Yang Dibuang Ke Badan Air Di Jakarta
39,7
35,6
38,2
40,4
33,1
76,8
20,2
17,1
19,9
20,6
15,0
46,6
Jumlah Limbah Spesifik (m3/ha.hari)
Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.
58.361 60.486
Selatan Timur
(1987)
78
Barat
Selatan Timur
akan
datang
(2010)
TOTAL
Utara
424.212
111.121
105.354
89.917
60.604
57.216
Jakarta Pusat
Kondisi
245.264
TOTAL
49.827
Barat
saat ini
34.159
Utara
42.433
(65,7)
(65,6)
(83,2)
(71,1)
(44,2)
(65,7)
(73,4)
(74,0)
(83,1)
(74,3)
(57,0)
(76,9)
DOMISTIK
Kondisi
Jakarta Pusat
WILAYAH
103.701
21.687
20.144
19.937
13.929
28.004
39.888
8.173
8.120
8.264
4.763
10.568
(16,0)
(12,8)
(15,9)
(15,8)
(10,1)
(32,2)
(12,0)
(10,0)
(11,6)
(12,3)
(8,0)
(19,1)
PERKANTORAN KOMERSIAL
118.600
36.599
1.075
16.505
62.615
1.806
48.937
13.037
3.721
9.017
20.970
2.192
(18,3)
(21,6)
(0,9)
(13,1)
(45,7)
(2,1)
(14,6)
(16,0)
(5,3(
(13,4)
(35,0)
(4,0)
INDUSTRI
BEBAN POLUSI (Kg/hari)
(Sebagai Satu Studi Kasus Dan Bahan Perbandingan)
646.513
169.407
126.573
126.359
137.148
87.026
334.089
81.696
70.202
67.108
59.892
55.191
TOTAL
Tabel 5 : Jumlah Beban Polusi Yang Dibuang Ke Badan Air Di Jakarta
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia
9,9
9,0
8,7
9,8
9,8
17,6
5,1
4,4
4,8
5,2
4,3
11,2
Beban PolusiSpesifik (kg/ha.hari)
78
Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia