BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA
RELEVANSI BENCANA HIDROMETEOROLOGI DAN KERUSAKAN DAS DI INDONESIA
DR. Sutopo Purwo Nugroho, M.Si., APU Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB
Surakarta, 25 Agustus 2015
1
Tren Bencana Global 5000 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500
4499
Kejadian Bencana Dunia: Bencana meningkat dan 76% adalah bencana hidrometerorologi (banjir, longsor, siklon tropis, kekeringan). Dampak: Sebagian besar terjadi di negara-negara miskin dan sedang berkembang. Trend: Bencana akan makin meningkat karena: 1) Meningkatnya jumlah penduduk, 2) Urbanisasi, 3) Degradasi lingkungan, 4) Kemiskinan, dan 5) Pengaruh perubahan iklim global.
Total 3526 Hidromet
616
1000
Biologi
500
357
Geologi
0 1900-1909
1910-19
1920-29
1930-39
Hydro-met
1940-49
1950-59
Geological
1960-69
1970-79
Biological
1980-89
1990-99
Total
Peningkatan kejadian bencana alam selama tiga dasawarsa terakhir mencapai hampir 350%. (Dalam laporan CRED , 2009)
2000-09
Siklon Haiyan (Yolanda) • Siklon dengan kecepatan 315 km/jam pada 8 November 2013. Menimbulkan hujan ekstrem dan gelombang naik hingga 7,5 meter. • 11,2 juta jiwa penduduk (13% jumlah penduduk Filipina) di 9 region terdampak. • 5.670 jiwa tewas, 2.000 jiwa hilang, dan kerugian US$ 10 miliar (setara 4% dari PDB). • Daerah-daerah yang terdampak berkontribusi 12,5% terhadap keseluruhan perekonomian Filipina. • Pertumbuhan ekonomi berkurang 1%. • Kemiskinan meningkat akibat bencana. • Memerlukan waktu bertahun-tahun untuk pemulihan.
Tren Bencana di Indonesia (2002-2014)
• Secara umum, tren bencana di Indonesia meningkat dari tahun 2002-2014. • Sekitar 98% dari total kejadian bencana per tahunnya adalah bencana hidrometeorologi (banjir, longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, gelombang pasang). Trend ke depan bencana ini akan terus meningkat karena terkait antropogenik.
Bencana Hidrometeorologi di Indonesia Tahun 2002-2015 Jenis Bencana
Gelombang Pasang / Abrasi Kebakaran Hutan dan Lahan Kekeringan Banjir dan Tanah Longsor Tanah Longsor Puting Beliung Banjir Total
Tahun 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
-
6
8
6
14
30
34
36
12
17
4
21
10
2
-
-
11
34
4
23 221
-
66
327
222
184
152
198
101
43
17
37
9
13
31
52
39
14
43
26
48
70
54
50
73
104
112
225
401
329 447
14
30
65
47
84
122
166
350
402
51
159
285
248
328
339
495
474
1.016
554
134
389
758
588
714
799
1.055
1.234
1.921
1.617
2012
29 51 264 51 291 562 540 1.788
2013
36 26 66 47 296 503 683 1.657
2014
2015
20 101 7 37 600 621 559 1.945
• Lebih dari 98% bencana Indonesia merupakan bencana hidrometeorologi • Tahun 2010 dan
2014 hidrometeorologi terjadi lebih dari •
1.900 kali Rata-rata 1.124 kejadian terjadi setiap tahunnya
6 1 3 20 397 342 374 1.143
Bencana Hidrometeorologi No 1 1 2 3 4 5 6 7
Jumlah Kejadian Meninggal & Hilang 2 3 4 BANJIR 5.962 2.806 BANJIR DAN TANAH LONGSOR 432 1.582 GELOMBANG PASANG / ABRASI 263 81 KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN 295 13 KEKERINGAN 1.750 2 PUTING BELIUNG 3.715 338 TANAH LONGSOR 3.032 2.326 Total 15.449 7.148
Korban (jiwa)
Jenis Bencana
Terluka 5 190.579 40.654 228 13.483 2.685 2.409 250.038
Menderita & RB Mengungsi 6 7 20.199.222 82.158 1.070.091 12.435 66.578 3.454 446.006 106 2.627.376 267.508 32.821 132.950 10.528 24.809.731 141.502
Kerusakan (unit) Rumah
Fasilitas
RS
RR
8 6.581 1.317 414 5 17.447 1.672 27.436
9 148.675 25.518 3.858 12 99.553 10.143 287.759
Peribadatan Pendidikan Kesehatan 10 2.352 262 18 1 396 136 3.165
11 5.835 1.021 25 2 530 89 7.502
12 2.062 262 6 79 18 2.427
• Banjir merupakan bencana paling sering terjadi selama 14 tahun terakhir yaitu 39% • Korban meninggal & hilang banyak disebabkan oleh banjir serta tanah longsor • Puting beliung sering terjadi namun sedikit menimbulkan korban
Dampak Bencana di Indonesia Tahun 2014 Rata-rata setahun kerugian dan kerusakan akibat bencana di Indonesia (di luar bencana besar) sekitar Rp 30 trilyun.
1. Kerugian dan kerusakan banjir Jakarta Rp 5 triliun. 2. Kerusakan banjir dan longsor di 16 kab/kota di Jawa Tengah Rp 2,01 triliun. 3. Kerugian dan kerusakan banjir bandang di Sulut Rp 1,4 triliun. 4. Kerugian dan kerusakan banjir di Pantura Jawa (dari BantenJabar-Jateng dan Jatim) Rp 6 triliun. Dampak banjir di Pantura menyebabkan inflasi pada Januari 2014 menjadi 1,07% (sebelumnya 1,03%). 5. Kebakaran hutan dan lahan Februari-April 2014 sekitar Rp 20 trilyun.
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB BENCANA KOMBINASI ANTARA ALAM DAN ANTROPOGENIK 1. Dampak Perubahan Iklim Global temperatur meningkat & pola hujan berubah bencana hidrometeorologi meningkat, penyebaran penyakit, gagal panen dll
2. Kependudukan kerentanan, urbanisasi. 3. Lemahnya Penegakan Hukum 99% penyebab karlahut dan bencana asap adalah dibakar. Peraturan & kewenangan dimiliki tetapi lemah implementasinya.
4. Degradasi lingkungan & Tata Ruang 5. Lemahnya Leadership 8
Faktor Penyebab Bencana: Dampak Perubahan Iklim
Dampak Perubahan Iklim Global : Pola Curah Hujan telah Berubah
Pola hujan telah berubah yaitu musim hujan lebih pendek tetapi intensitas hujan makin tinggi sehingga saat musim hujan rentan terhadap banjir tetapi saat musim kemarau akan kekeringan lebih panjang.
Pola curah hujan saat musim penghujan memiliki durasi yang lebih pendek tetapi berintensitas hujan lebih tinggi. Akibatnya rentan terjadi banjir saat penghujan, dan sebaliknya kekeringan lebih panjang saat kemarau. 1. Kondisi saat ini
2.
Banjir bandang di Sulawesi Utara pada 15-1-2014 curah hujan 237 mm/hari. Banjir Jakarta pada: a) 10 Feb 1996 = 300 mm/hari (Pasar Minggu)
Kondisi awal
Agustus
Desember
b)
1 Feb 2007 = 340 mm/hari (Ciledug)
c)
1 Feb 2008 = 317 mm/hari (Cengkareng)
Mei Batisti et al (2006)
ANGIN PUTING BELIUNG TELAH MERUSAK RUMAH ORANG DI AIR RARAK UTARA ANGIN INI BERAWAL DARI AIR RARAK UTARA, AIR TAWAR SELATAN, DAN BERAKHIR DI AIR TAWAR UTARA. KEJADIAN INI BERLANGSUNG LEBIH KURANG 20 MENIT ,PADA 21-7-2015 PUKUL 17.00 WIB DI NAGARI KAMPUNG BATU DALAM, KECAMATAN DANAU KEMBAR, KABUPATEN SOLOK.
Proyeksi Dampak Perubahan Iklim Global terhadap Curah Hujan di Indonesia Tahun 2075 - 2099 Peningkatan curah hujan (orange) Sebagian besar Sumatera, Kalimantan, Pa pua
Penurunan curah hujan (biru) Bengkulu; selatan Lampung; sebagian besar Jawa, Bali, NTB; Sulawesi; Maluku; Papua Barat dan Papua Prosentase Pengurangan Curah Hujan (biru/-10%) dan Penambahan Curah Hujan (kuning/+20%).
Sumber: BMKG, 2010
Faktor Penyebab Bencana: PERKEMBANGAN PENDUDUK INDONESIA Tahun 1950 - 2015 250.00 225.00 200.00
237,6
248
2010
2015
219
PENDUDUK LIPAT DUA DALAM 30 – 40 TAHUN
206 179
175.00 147
150.00 119
125.00 100.00
97 77
75.00 50.00 25.00 0.00 1950
1961
1971
1980
1990
2000
2005
Sumber: Hasil Sensus & Supas, BPS
Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan lahan meningkat. Banyak penduduk yang menempati daerah-daerah rawan bencana 13
Faktor Penyebab Bencana : Mengapa Lingkungan Hidup Rusak? • Peradaban modern yang kapitalistik telah mendorong manusia begitu serakah terhadap lingkungan hidup. Manusia modern terjangkiti oleh penyakit hedonisme yang tidak pernah puas dengan kebutuhan materi. Manusia memahami bahwa sumber daya alam adalah materi yang mesti dieksploitasi untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan materinya yang konsumtif. • Robert Malthus mengatakan bahwa untuk menyeimbangkan antara pertumbuhan penduduk (kelahiran) dengan pertumbuhan pangan (produksi), mau tidak mau produktivitas pangan harus ditingkatkan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara mengoptimalkan sumber daya alam yang dapat dikelola dalam bentuk barang dan 14 jasa.
KONDISI PULAU JAWA Penduduk: 129 juta (59% pdd nasional); 996 org/km2 (BPS, 2005)
PDRB: menyumbang 64,78% PDRB nasional, pertumb. ekonomi 6,16% (BPS, 2007)
Perubahan Iklim : perubahan probabilitas dan tebal hujan (BMG, 2007; Boer et al, 2007; Naylor et al, 2007)
Kerusakan DAS; 15 WS sebagian besar kondisinya kritis (Nugroho, 2005; Permen PU, 2006)
Daya dukung lahan : sudah terlampaui (KKP, 2006) Lahan kritis : luas lahan kritis meningkat, Thn 1988 = 1,36 juta ha 2002 menjadi 4,17 juta ha (Dephut, 2003) Konversi sawah: 22.200 ha/tahun (Sudaryanto dkk, 2001) Tutupan Lahan: Hutan 23% (7% hutan lindung, 16% hutan produksi –1998 (Lavigne & Gunnel, 2007)
15 WS dan 160 DAS
Bencana: bencana hidrometeorologi meningkat (BNPB, 2008)
Masalah sosek; kantong kemiskinan (Indrawati, 2006)
Bendungan: banyak terdapat bendungan / waduk besar dan tinggi (Nippon Koei, 2004)
Fluks karbon; Belum banyak dilakukan di Indonesia (Baum et al., 2007) Debit banjir: karakteristik debit banjir sudah berubah (Putuhena dkk, 2004) Neraca air : 77 % kab/kota memiliki 1-8 bulan defisit air. 38 kab/kota defisit tinggi (>6 bulan) (Bappenas, 2005) Kualitas air sungai : air sungai sebagian besar tercemar (KLH, 2004)
Sedimentasi; Pendangkalan waduk sedang-tinggi (Ditjen SDA, 2006)
H = 11,6% S = 16,7% P = 11,1% T = 53,6%
DAS Ciujung A = 1.935 km2, P = 2,8 juta D = 1.355 or/km2
H = 10,1% S = 29,3% P = 13,1% T = 45,2%
H = 13,2% S = 13,0% P = 9,6% T = 53,2%
H = 13,7% S = 19,0% P = 10,8% T = 43,8%
DAS Citarum A = 6.080 km2, P = 11 juta D = 1.809 or/km2
H = hutan; S = sawah;
DAS Citanduy A = 3.460 km2, P = 2,75 juta D = 764 or/km2 P = permukiman;
DAS Bengawan Solo A = 16.100 km2, P = 17,5 juta D = 1.333 or/km2 T = pertanian
(Sumber: Interpretasi Landsat, 2001 dan Modifikasi Peta Landcover Dephut, 2002) H = 17,9% S = 17,0% P = 15,7% T = 42,5%
DAS Cisadane A = 1.667 km2, P = 3,6 juta D = 2.160 or/km2
H = 19,1% S = 18,5% P = 5,4% T = 48,0%
DAS Cimanuk A = 3.600 km2, P = 4,4 juta D = 1.222 or/km2
H = 11,7% S = 12,1% P = 7,2% T = 68,9%
DAS Serayu A = 3.383 km2, P = 3,3 juta D = 975 or/km2
H = 11% S = 39% P = 16% T = 34%
DAS Brantas A = 12.192 km2, P = 16 juta D = 1.087 or/km2
Faktor Penyebab Bencana : LEMAHNYA PENEGAKAN HUKUM (99,9% DIBAKAR)
Satgas Gakkum menangkap pelaku pembalak dan pembakar hutan. Di tengah Cagar Biosfer ditemukan gubuk, alat berat, dan penggergajian kayu. Kayu-kayu dialirkan melalui kanal.
Faktor Penyebab Bencana : LEMAHNYA PENATAAN RUANG
BUKIT TINGGI
Jalur patahan aktif Sumatera Di Koto Gadang, Sumbar
KOTO GADANG
Permukiman padat berkembang di daerah rawan gempa
Meskipun peta rawan bencana gempa sudah disusun para ahli dan dibagikan kepada Seluruh Kementerian/Lembaga dan Pemda. Namun belum ditaati penuh sebagai dasar Penyusunan kebijakan pembangunan. Banyak daerah yang berkembang di daerah Rawan gempa dengan mitigasi yang terbatas.
GEMPA YOGYAKARTA 27 MARET 2006
Permukiman Berkembang Di Sesar Opak Yogyakarta
• Padatnya penduduk di Jawa menyebabkan masyarakat tinggal di daerah-daerah rawan gempa. • Akibatnya risiko bencana gempa tinggi. • Pada 27 Mei 2006, gempa 6,3 SR menyebabkan: • 5.716 meninggal • 306.234 rumah rusak • Kerugian dan kerusakan Rp 29,1 trilyun
Meskipun peta rawan bencana gempa sudah disusun para ahli dan dibagikan kepada Seluruh Kementerian/Lembaga dan Pemda. Namun belum ditaati penuh sebagai dasar Penyusunan kebijakan pembangunan. Banyak daerah yang berkembang di daerah Rawan gempa dengan mitigasi yang terbatas.
Saat kejadian
10 tahun kemudian
Aceh setelah 10 tahun tsunami
Saat kejadian
10 tahun kemudian
Saat kejadian
10 tahun kemudian
Mengapa permukiman dibangun dibangun kembali di daerah rawan tsunami di lokasi semula?
ANCAMAN BENCANA BANJIR
BAHAYA TINGGI BAHAYA SEDANG BAHAYA RENDAH
Sumber: Kementerian PU Pera
• 315 kabupaten/kota berada di daerah bahaya sedang-tinggi dari banjir di Indonesia • Jumlah penduduk terpapar dari bahaya sedang-tinggi banjir 63,7 Juta jiwa. 22
ANCAMAN BENCANA LONGSOR
BAHAYA TINGGI BAHAYA SEDANG BAHAYA RENDAH
Sumber: Badan Geologi
• 274 kabupaten/kota berada di daerah bahaya sedang-tinggi dari longsor di Indonesia • Jumlah penduduk terpapar dari bahaya sedang-tinggi longsor 40,9 Juta jiwa. 23
•
Daerah Genangan Desa Negeri Lima jika Natural Dam Way Ela Jebol
Akibat longsoran membentuk bendungan alami (Natural Dam) di Desa Negeri Lima, Kab Maluku Tengah pada 13-8-2012 dengan ketinggian 215 m, lebar + 300 m, dengan kedalaman air +35 m dan panjang + 1100 m. 87 juta m3
Penyelenggaraan PB (PP No. 21 Tahun 2008) Penyelenggaraan PB adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko menimbulkan bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi
Situasi Tidak Ada Bencana
Prabencana Situasi Terdapat Potensi Bencana
Penyeleng garaan
Perencanaan Pencegahan Pengurangan Risiko Pendidikan Pelatihan Penelitian Penaatan Tata Ruang Mitigasi Peringatan Dini Kesiapsiagaan Kajian Cepat Status Keadaan Darurat Penyelamatan & Evakuasi Pemenuhan Kebutuhan Dasar Perlindungan Pemulihan
Saat Tanggap Darurat
Rehabilitasi
Pascabencana Rekonstruksi
Prasarana dan Sarana Sosial Ekonomi Kesehatan Kamtib Lingkungan
TANTANGAN: Apakah masyarakat kita siap menghadapi bencana?
Secara umum masyarakat Indonesia masih belum siap menghadapi bencana. Berdasarkan 3 penelitian/kajian mengenai tingkat kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana ternyata hasilnya menunjukkan bahwa pengetahuan kebencanaan meningkat. Tetapi pengetahuan ini belum menjadi sikap, perilaku dan budaya yang mengkaitkan kehidupannya dengan mitigasi bencana.
Survai LIPI dan UNESCO • Tahun 2006 melakukan survai tingkat kesiapsiagaan masyarakat menghadapi gempabumi dan tsunami di Kota Padang dan Bengkulu.an • Parameter kesiapsiagaan yang digunakan: 1) Pengetahuan Bencana, 2) Kebijakan Kesiapsiagaan Bencana, 3) Rencana Tanggap Darurat, 4) Peringatan Dini, dan 5) Mobilisasi Sumberdaya. • Hasilnya: tingkat kesiapsiaagan masyarakat masih rendah.
Hasil Penelitian Indeks Kesiapsiagaan per Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 2012 No.
Provinsi 1 BALI 2 BANTEN 3 BENGKULU 4 DI YOGYAKARTA 5 DKI JAKARTA 6 GORONTALO 7 JAMBI 8 JAWA BARAT 9 JAWA TENGAH 10 JAWA TIMUR 11 KALIMANTAN BARAT 12 KALIMANTAN SELATAN 13 KALIMANTAN TENGAH 14 KALIMANTAN TIMUR 15 KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 16 KEPULAUAN RIAU 17 LAMPUNG 18 MALUKU 19 MALUKU UTARA 20 PEMERINTAH ACEH 21 NUSA TENGGARA BARAT 22 NUSA TENGGARA TIMUR 23 PAPUA 24 PAPUA BARAT 25 RIAU 26 SULAWESI BARAT 27 SULAWESI SELATAN 28 SULAWESI TENGAH 29 SULAWESI TENGGARA 30 SULAWESI UTARA 31 SUMATERA BARAT 32 SUMATERA SELATAN 33 SUMATERA UTARA
Indeks Indeks Indeks Kebijakan Indeks Rencana Indeks Indeks Pengetahu Kesiapsiagaan Kelas Kabupaten/Kota Kesiapsiagaan Tanggap Peringatan Mobilisasi an Kabupaten/Kot Kesiapsiagaan Bencana Darurat Dini Bencana Sumberdaya Bencana a GIANYAR 16.13 2.39 2.46 2.96 1.02 24.96 RENDAH LEBAK 17.89 2.55 2.58 4.38 1.65 29.04 RENDAH REJANG LEBONG 18.04 3.38 3.59 4.79 3.29 33.08 RENDAH BANTUL 15.74 4.03 4.69 2.82 2.90 30.19 RENDAH KOTA JAKARTA TIMUR 16.83 2.69 5.80 2.15 3.25 30.73 RENDAH KOTA GORONTALO 15.52 2.83 3.59 3.15 2.21 27.31 RENDAH KERINCI 15.22 1.84 2.35 2.71 0.95 23.07 RENDAH BANDUNG 14.58 1.98 2.97 3.10 1.10 23.73 RENDAH KEBUMEN 15.23 3.03 3.41 2.77 2.59 27.02 RENDAH MALANG 18.02 2.88 3.23 3.82 2.75 30.69 RENDAH PONTIANAK 15.60 1.89 2.26 2.78 1.94 24.47 RENDAH BANJAR 14.27 2.80 3.61 2.86 3.03 26.58 RENDAH KOTAWARINGIN BARAT 15.77 2.76 4.34 3.44 3.25 29.57 RENDAH KOTA SAMARINDA 16.19 3.73 4.28 4.29 4.03 32.52 RENDAH KOTA PANGKAL PINANG 16.91 2.14 1.91 2.66 1.86 25.49 RENDAH BINTAN 14.69 4.81 5.90 1.23 3.44 30.08 RENDAH LAMPUNG BARAT 18.51 3.41 2.43 4.82 2.30 31.46 RENDAH BURU 17.47 1.99 2.64 4.51 1.24 27.86 RENDAH KOTA TERNATE 14.63 2.99 3.68 4.05 1.44 26.79 RENDAH ACEH UTARA 17.09 2.91 3.90 4.08 1.50 29.47 RENDAH LOMBOK BARAT 16.60 2.87 2.60 4.79 2.08 28.94 RENDAH SIKKA 20.94 4.51 7.24 7.62 4.88 45.20 RENDAH NABIRE 17.12 4.33 6.23 6.00 4.43 38.11 RENDAH MANOKWARI 14.19 3.10 3.77 3.05 2.59 26.71 RENDAH INDRAGIRI HILIR 17.16 2.59 4.41 4.16 3.09 31.42 RENDAH MAMUJU 12.50 2.25 1.39 2.05 1.34 19.53 RENDAH WAJO 11.78 1.91 1.09 0.78 0.96 16.52 RENDAH TOLI-TOLI 16.72 3.04 3.96 2.66 2.71 29.08 RENDAH KOTA KENDARI 16.15 2.06 3.99 3.65 2.68 28.52 RENDAH MINAHASA 19.43 4.46 5.11 5.51 2.89 37.40 RENDAH KOTA SOLOK 16.41 3.04 2.46 1.71 1.57 25.19 RENDAH LAHAT 20.38 3.73 5.87 8.19 4.80 42.97 RENDAH LANGKAT 16.42 2.69 3.68 4.61 2.99 30.39 RENDAH
• Kesiapsiagaan masyarakat dan Pemda masih rendah. Pengetahuan bencana meningkat tetapi kebijakan, rencana tanggap darurat, peringatan dini, dan mobilisasi sumber daya masih minim.
Pilot Survei Pengetahuan (Knowledge), Sikap (Attitude) dan Perilaku (Practice) Tahun 2013 • •
•
Hasil: Tingkat pengetahuan tentang bencana sudah baik tetapi belum menjadi sikap dan perilaku. Proses membentuk budaya masyarakat yang tangguh menghadapi bencana adalah proses panjang, lintas generasi dan harus dilakukan secara terus menerus. Pengurangan risiko bencana harus menjadi investasi pembangunan di semua sektor. Tidak boleh hanya ad hoc tetapi perlu komitmen tinggi dari pemeintah dan pemda.
Katanya buang sampah sembarangan menimbulkan banjir. Kenapa di sungai masih banyak sampah?
Faktor Penyebab Bencana : LEMAHNYA PENATAAN RUANG
Permukiman dibangun di tebing dan lereng perbukitan yang rawan longsor. Apakah mereka tidak tahu rawan longsor? Mengapa mereka tetap tinggal disitu?
Cenderung Pasrah • Di Indonesia, hujan menjadi alasan paling mudah diterima, selain kemacetan, untuk terlambat atau bahkan menunda acara penting. Masalah sedia mantel atau payung sebelum hujan itu barangkali soal sepele, tetapi mencerminkan ekspresi kebudayaan kita dalam merespons alam. • Seperti didefinisikan Kroeber dan Kluckhohn (1952), manusia bisa dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan cara pandangnya terhadap alam. Pertama, kelompok tradisional yang ditandai sikap tunduk dan pasrah terhadap alam. Kedua, kelompok transformasi, yaitu yang berusaha mencari keselarasan dengan alam. Ketiga, manusia modern yang berhasrat menguasai alam. • Atas dasar tipologi itu, Koentjaraningrat (1987) memasukkan orang Indonesia dalam kelompok tradisional dan sebagian kelompok transformasi. Mereka akan menunggu alam bekerja dan malas menyiapkan diri menghadapinya.
Banyak daerah yang telah dipasang sistem peringatan dini longsor. LEWS (Landslide Early Warning System), seperti di Banjarnegara, Bogor, Bandung, Karanganyar dll. Tapi apakah teknologi tapi telah berfungsi dengan baik? Ternyata banyak kasus belum berkelanjutan. Tidak adanya biaya operasi dan pemeliharaan, masyarakat merasa tidak memiliki, kerusakan teknik, bersifat proyek, dan sebagainya menyebabkan alat tidak terawat.
Contoh LEWS di Kab. Bogor
Jadi jemuran
Sistem peringatan dini longsor yang dipasang di Banjarnegara banyak yang rusak dan tidak berfungsi. Masyarakat merasa tidak memiliki karena kesenjangan budaya. Bahkan alat dipotong kabelnya karena sirine yang berbunyi hanya membuat cemas masyarakat. Perlu pendekatan sosial engineering yang berbasis komunitas.
Tantangan Memadukan Struktur dan Kultur Isu kritis dalam TEWS: a. Komponen budaya menempati porsi terbesar dalam skema TEWS yang efektif (UNISDR); b. Saat ini komponen BUDAYA belum tercapai sepenuhnya dibandingkan dengan komponen STRUKTUR (InaTEWS); c. Perlu pembagian tanggung jawab antara Pemerintah dan Pemda dalam struktur dan komponen Budaya (Ina-TEWS);
37
Indonesia Tsunami Early Warning System
Kerusakan Teknis dan Budaya Buoy Dipasang di Laut Banda pada April 2009). Dikira barang tak bertuan, maka ditarik oleh nelayan hingga Sulawesi Utara pada Oktober 2009. Dipakai buat mainan anak-anak.
Banyak alat-alat sistem peringatan dini bencana yang tidak berfungsi Karena kerusakan teknis, hilang, dan tidak ada pemeliharaan
Tantangan Iptek dalam Penanggulangan Bencana Local wisdom saja tidak cukup. Iptek modern saja tidak cukup. Bagaimana memadukan local wisdom dengan iptek? Kearifan lokal adalah sebuah pengetahuan masyarakat yang diperoleh dari proses yang panjang untuk beradaptasi dengan fenomena-fenomena alam dan manusia yang digabungkan menjadi satu, dan menjadi milik masyarakat setempat untuk menyelesaikan persoalan atau kesulitan yang dihadapinya dan harus dapat diwarikan secara dinamis dari generasi ke generasi berikutnya.
+ Smong di Simeulue dan Teteu di Mentawai
Sistem Peringatan Dini Tsunami
• Di Lamongan masyarakat mengatakan, “Kangkung saja bisa hidup, mosok manusia nggak bisa hidup.” • Kesimpulan Disertasi UGM: semakin banyak pemerintah memberikan bantuan maka Willingness to Pay masyarakat menjadi rendah. Masyarakat cenderung untuk menunggu bantuan pemerintah sehingga mereka menjadi pasif dan tidak tangguh. 42
TANTANGAN RISET KEBENCANAAN “Rekomendasi Kompas, 25-2-2014
riset sudah diberikan ilmuwan dan perguruan tinggi. Namun eksekusinya lemah sehingga bencana di mana-mana”, Kepala Pusat Studi Bencana UGM
“Implementasi hasil riset kebencanaan sulit dilakukan,” kata Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi ITB
“Perguruan
tinggi dan lembaga riset seperti menara gading. Asik dengan sendirinya dan tidak menyentuh kebutuhan riil dalam penanganan bencana”, Deputi LIPI 43
Tantangan bagi Perguruan Tinggi Pembangunan Kapasitas Pusat Studi Bencana di Perguruan Tinggi Saling Bersinergi, kolaborasi dan Tidak Tumpang Tindih 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
UGM Gunungapi dan Geospasial ITB Gempabumi dan tektonik aktif Unsyiah Tsunami Unand Teknik sipil Unhan Pertahanan nasional Undip Kelautan UNJ Pendidikan Kebencanaan UNS ?? Dan sebagainya
Dalam Pengelolaan DAS mulailah dengan upaya-upaya kecil tapi bermanfaat secara terukur !! Manfaatkan seluruh potensi sumber daya yang ada di lokal dan ajaklah masyarakat.
Pengurangan Risiko Bencana sebagai Investasi Pembangunan
• Di Amerika dan Eropa, setiap 1 US$ digunakan untuk PRB maka dapat mengurangi kerugian akibat bencana sebesar 7-40 US$. • Di Bantul DIY, pembangunan cek dam (bendung mini) senilai Rp 80 juta dan Rp 17 juta (inkind) memberikan manfaat: tidak pernah kekeringan, bebas banjir, sumur tidak kering, pertanian dapat 2-3 kali tanam, dan lingkungan menjadi lebih hijau.
Pembangunan Embung
Pemanenan Air Hujan
Penyekatan parit sangat efektif dalam mengatur tata air lahan gambut dan mencegah kebakaran. Jika dilakukan secara massal maka karhutla dapat dicegah.
Keterkaitan antara PRB dan API DRR (PRB): …. minimize vulnerabilities and disaster risks to avoid (prevent) or limit (mitigate and prepared for) the adverse impacts of natural hazards within the broad context of sustainable development CCA (API): …. adjustment in natural or human systems in response to actual or expected climatic stimuli or their effects, which moderate harm or exploit beneficial opportunities
• Keduanya sama-sama berusaha memperkecil dampak negatif (dan jika mungkin mengambil manfaat) dari kejadian alam • Sistem, kelembagaan, dan prosedur untuk mengidentifikasi ancaman, kerentanan dan mengelola risiko pada prinsipnya sama • Pengurangan resiko dan adaptasi biasanya dilakukan karena tuntutan keadaan darurat
Relokasi Longsor di Kab. Banjarnegara • Diperuntukkan bagi 27 KK korban longsor dari Desa Jemblung, Kec. Karangkobar, Kab. Banjarnegara. • Pembangunan hunian tetap 27 unit di Desa Ambal, Kec. Karangkobar, Kab. Banjarnegara 90% sudah selesai. • Harga rumah senilai Rp 87 juta/unit. Sumber dana dari BNPB, Pemda dan bantuan masyarakat.
End to End dalam Manajemen Bencana dan Pengelolaan DAS • End to end dalam pengelolaan DAS adalah dari manusia ke manusia. • Pengelolaan DAS harus bisa diwujudkan dalam skala apapun. Harus terukur dan bermanfaat bagi rakyat. • Sistem peringatan dini bencana harus menyeluruh. Satu sistem terdiri dari kumpulan sub sistem yaitu alat, sosialisasi, edukasi, kearifan lokal, partisipasi masyarakat, matapencaharian masyarakat, politik lokal, kebijakan publik, dan sebagainya. Jadi semua sub sistem tersebut harus dikaji menyeluruh. • Hal ini seringkali kurang dipahami sehingga saat terjadi bencana saling menyalahkan satu sama lain hanya karena merasa sudah banyak melakukan banyak upaya, tetapi tidak dalam satu sistem yang menyeluruh.
BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA (National Agency for Disaster Management)
Graha BNPB Jl. Pramuka Kav.38 Jakarta Timur Telp.
: 021-3458400
Fax.
: 021-3458500
Email
:
[email protected]
Website
: www.bnpb.go.id
Facebook
: www.facebook.com/bnpb.indonesia
Twitter
: @BNPB_Indonesia
YouTube
: BNPBIndonesia