BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA DEPARTEMEN KAJIAN DAN AKSI STRATEGIS
KAJIAN EKONOMI INDUSTRI DI INDONESIA: DARI SUDUT PANDANG KELAUTAN DAN MANUSIA
DIPRESENTASIKAN PADA FORUM MAHASISWA EKONOMI INDONESIA, 30-31 MEI 2015, UNIVERSITAS PADJAJARAN
INDUSTRI DI INDONESIA: DARI SUDUT PANDANG KELAUTAN DAN MANUSIA Oleh: Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FEB UI 2015
A. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sebagai negara berkembang, perkembangan industri di Indonesia merupakan usaha jangka panjang dalan menopang perekonomian nasional. Perkembangan industri ini memasuki era globalisasi dengan berbagai tantangan, diantaranya adalah Masyarakat Ekonomi ASEAN dan perdagangan bebas APEC 2020. Dalam menghadapi tantangan tersebut, Indonesia memiliki potensi yang cukup besar dilihat dari sumber daya alam dan sumber daya manusianya. Sumber daya alam yang sangat potensial dengan kondisi geografis Indonesia adalah sektor perikanan dan kelautan. Mengingat bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 13.994 pulau, sektor kelautan dan perikanan memiliki peran yang strategis dalam pembangunan perekonomian nasional, terutama dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), penyediaan bahan pangan dan bahan baku bagi industri, sumber penerimaan devisa, pengentasan kemiskinan, penyediaan lapangan kerja, peningkatan
pendapatan
masyarakat, serta penyediaan bahan pangan dan bahan baku bagi industri. Pada tahun 2013, sampai dengan data triwulan III (BPS, 2013) pertumbuhan PDB Perikanan mencapai 6,45%. Apabila dibandingkan dengan tahun 2012 sampai triwulan III (yearon-year), nilai PDB Perikanan naik sebesar 6.42%, yakni dari Rp42,8 triliun pada tahun 2012 menjadi Rp45,4 triliun pada tahun 2013. Potensi lain yang dimiliki adalah jumlah penduduk Indonesia yang menempati peringkat keempat dunia dan dapat menjadi suatu berkah ataupun musibah. Berkah karena Indonesia akan memiliki banyak tenaga kerja yang dapat dijadikan sumber daya bagi industri. Namun, disisi lain besarnya jumlah penduduk membuat tanggungan pemerintah juga semakin besar, terlebih lagi jika penduduk tersebut tidak produktif dalam menghasilkan multiplier bagi perekonomian. Polemik mengenai hubungan antara pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan ekonomi memang sudah berlangsung dari
zaman classical economics. Namun, nyatanya tidak ada data dan hipotesa yang bisa membuktikan hubungan keduanya. Semakin banyaknya tenaga kerja diharapkan mampu membuat roda perekonomian berjalan semakin cepat. Human capital atau modal manusia yang disalurkan dalam bentuk tenaga kerja sebagai salah satu unsur dari modal dalam industri sangat signifikan keberadaannya. Penyerapan tenaga kerja di Indonesia pada saat ini masih jauh di bawah jumlah angkatan kerja yang terdapat. Perkiraan adanya bonus demografi pada beberapa tahun ke depan diharapkan dapat mengatasi masalah ini. Bonus demografi yang tidak dimanfaatkan justru akan menyebabkan masalah dari adanya demographic debt yang akan menghasilkan Middle-Income Trap yang justru akan berdampak buruk dalam perkembangan ekonomi Indonesia. Rendahnya pemberdayaan SDM dan level pendidikan juga justru akan memungkinkan lowongan kerja yang tersedia akan diisi oleh human capital yang disalurkan negara asing, khususnya melihat pada akan dilaksanakannya Masyarakat Ekonomi ASEAN dan perdagangan bebas APEC 2020.
II. Rumusan Masalah Dari latar belakang tersebut, penulis menemukan beberapa rumusan masalah: 1. Bagaimana potensi perikanan di Indonesia? 2. Apa yang harus dilakukan untuk mendorong sektor perikanan di Indonesia? 3. Bagaimana peran modal manusia dalam mendorong sektor industri dan hubungannya dengan bonus demografi? B. PEMBAHASAN I. Potensi Perikanan di Indonesia Kementerian Kelautan dan Perikanan saat ini sedang fokus pada pengembangan industrialisasi perikanan. Industrialisasi perikanan merupakan kebijakan strategi yang diharapkan mampu menggerakkan dan mendorong jalannya perekonomian nasional melalui sektor perikanan yang tetap mengedepankan Pro-poor, Pro-Job, Pro-Growth dan Pro Environment
1. Pro Poor Pendekatan Pro-poor dilakukan melalui pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat pelaku usaha kelautan dan perikanan. 2. Pro Job Pendekatan Pro-job dilakukan melalui optimalisasi pemanfaatan potensi perikanan budidaya yang belum tergarap dan penumbuhan wirausaha baru untuk menurunkan tingkat pengangguran nasional. Usaha membuka lapangan kerja diiringi dengan dukungan pengembangan akses terhadap modal dan kepastian usaha. 3. Pro Growth Pendekatan pro-growth dilakukan untuk mewujudkan pertumbuhan sektor kelautan dan perikanan sebagai pilar ketahanan ekonomi nasional melalui transformasi pelaku usaha ekonomi kelautan dan perikanan, dari pelaku ekonomi subsisten menjadi pelaku usaha modern, melalui berbagai dukungan pengemangan infrastruktur, industrialisasi dan modernisasi. 4. Pro Environment Pendekatan pro-environment dilakukan melalui upaya pemulihan dan pelestarian lingkungan perairan, pesisir, dan pulau – pulau kecil, serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
Kebijakan strategis melalui industrialisasi perikanan budidaya merupakan salah satu langkah positif dalam upaya mengembalikan kemandirian dan daya saing produk perikanan Indonesia di kancah internasional. Menurut Daryanto (2007), sumber daya pada sektor perikanan merupakan salah satu sumber daya penting bagi hajat hidup masyarakat dan memiliki potensi dijadikan penggerak utama (prime mover) ekonomi nasional. Hal ini didasari pada kenyataan bahwa: a.
Indonesia memiliki sumber daya perikanan yang besar baik ditinjau dari kuantitas maupun diversitas.
b.
Industri di sektor perikanan memiliki keterkaitan dengan sektor – sektor lainnya.
c.
Industri perikanan berbasis sumber daya nasional atau dikenal dengan istilah national resources-based industries.
d.
Indonesia memiliki keunggulan (comparative advantage) yang tinggi di sektor perikanan.
Konsumsi Ikan di Indonesia Ikan merupakan komoditi penting bagi masyarakat Indonesia dan Dunia. Berbagai alasan telah mendorong orang – orang untuk tetap mengonsumsi ikan. Sehingga, lingkupan strategis ikan saat ini terus meningkat dikarenakan: 1) Ikan sebagai sumber asupan protein dan gizi masyarakat. Hal ini dijelaskan dengan beberapa argumen berikut: Perikanan berkontribusi dalam mendukung pemenuhan kebutuhan protein hewani yang lebih sehat dan mudah diperoleh. Mudah diperoleh dalam artian ikan merupakan salah satu komoditi yang harganya terjangkau. Perikanan juga dapat meningkatkan kebutuhan gizi masyarakat. Protein yang tinggi pada perikanan telah mendorong pemenuhan terhdadap kebutuhan gizi masyarakat. Ikan berkontribusi lebih dari 50% dari keseluruhan intake protein hewani.
2)
Tren konsumsi ikan dunia semakin meningkat. Hal ini dijelaskan dengan beberapa argumen berikut: Semakin meningkatnya kesadaran global terhadap konsumsi jenis makanan yang lebih sehat. Semakin bertambahnya kelas menengah yang memiliki lifestyle menyukai makanan yang berasal dari seafood.
Perbandingan Konsumsi Protein Gr/Kap/Hari (sumber: Susenas, 2009)
Data di atas menunjukkan bahwa di Indonesia kecenderungan masyarakat memilih ikan sebagai konsumsi ideal dengan protein tinggi dibandingkan dengan komiditi lain seperti telur, susu, ikan, daging, dan kedelai. Dari tahun 2005 hingga 2009, data Susenas menunjukkan tren bahwa konsumsi ikan sebagai sumber protein menujukkan angka tertinggi dibandingkan komoditi lainnya. Data di atas juga menunjukkan bahwa permintaan terhadap komoditi ikan ini selalu menjadi kebutuhan utama bagi masyarakat Indonesia. Artinya, selain menguatkan ekspor di sektor perikanan, pemerintah Indonesia juga harus mengutamakan kebutuhan permintaan domestik.
2010
2011
2012
2013
Target
Capaian
%
Target
Capaian
%
Target
Capaian
%
30,46
30,48
101,94
31,57
32,35
102,15
33,14
33,89
102,26
2014*
Capaian Capaian 35,21
37,80
*Data Sementara Rata-rata Konsumsi Ikan Tahun 2010-2014 (Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2014)
Kemudian di tahun 2010 ke tahun 2014, rata – rata konsumsi ikan nasional per kapita mengalami peningkatan. Di tahun 2010, rata – rata konsumsi ikan mencapai 30,48 kg per kapita dan di tahun 2014 rata – rata konsumsi ikan mencapai 37,8 kg (Data Sementara).
Produksi Ikan di Indonesia Volume Produksi perikanan tahun 2009-2014
*Data Sementara
Volume Produksi Perikanan Tahun 2009– 2014 (Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2014)
Perkembangan produksi perikanan di tahun 2009 ke 2014 juga mengalami peningkatan. Di tahun 2013, jumlah produksi perikanan Indonesia mencapai 19.614 ribu ton. Produksi ini meliputi dari perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Di tahun 2014, jumlah produksi perikanan Indonesia mencapai 20.722 ribu ton (data sementara). Volume Produksi Perikanan Budidaya Tahun 2009 – 2013
(Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2014)
Untuk perikanan budidaya, produksi Indonesia di tahun 2010 mencapai 6.277.923 ton. Di tahun 2013, volume produksi ini mengalami kenaikan mencapai 13.301 ribu ton. Peningkatan ini salah satu nya dipicu oleh sektor budidaya rumput laut yang mengalami peningkatan tajam, serta ikan lele dan patin yang juga mengalami peningkatan dalam persentase cukup besar.
Produksi Perikanan Budidaya Tanpa Rumput Laut (sumber: FAO, 2012)
Menurut data FAO pada tahun 2012 di atas, produksi perikanan budidaya tanpa rumput laut berada pada tingkat 4 dunia. Untuk ASEAN sendiri, Indonesia kalah bersaing dengan Vietnam. Namun, Indonesia mampu meningkatkan produksi pada tahun 2011, sehingga jumlah produksi Indonesia hampir mendekati jumlah produksi Vietnam.
Volume Produksi Perikanan Tangkap Tahun 2009 – 2014 (Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2014) Volume produksi perikanan tangkap Indonesia di tahun 2010 mencapai 5.384 ribu ton dan di tahun 2014 mengalami peningkatan mencapai 6.200 ribu ton.
Produksi Perikanan Tangkap Tahun 2010 – 2011 (sumber: FAO, 2012)
Menurut data FAO pada tahun 2012 diatas, produksi perikanan tangkap Indonesia menduduki peringkat 3 dunia. Di antara negara – negara di ASEAN, Indonesia diikuti oleh Myanmar dan Vietnam yang berada di peringkat 8 dan 10. Negara dengan produksi perikanan budidaya dan produksi perikanan tangkap terbesar tetap dipegang oleh Negara China.
Neraca Perdagangan sektor Perikanan
Nilai Ekspor – Impor dan Neraca Perdagangan Tahun 2009 – 2014 (sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2014)
Neraca perdagangan perikanan Indonesia selalu mengalami surplus dari tahun ke tahun. Volume ekspor Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan volume impor perikanan. Perkembangan ekspor dan impor perikanan Indonesia mengalami fluktuatif. Namun, setiap tahunnya jumlah ekspor selalu lebih tinggi dibandingkan jumlah import perikanan. Dari tahun 2009-2014 Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan di sektor perikanan. Dan terjadi peningkatan surplus dalam jumlah cukup besar yang mencapai 14,26% dari tahun 2009-2013.
II. Peran Pemerintah dalam Mendorong Sektor Perikanan a. Galangan Kapal i. Kegunaan Galangan Kapal Galangan kapal atau shipyard adalah suatu industri yang berorientasi menghasilkan suatu produk seperti kapal (ship), bangunan lepas pantai (offshore) dan bangunan terapung (floating plant) untuk kebutuhan pelanggan (Stroch 1995). Galangan kapal berlokasi di tepi laut atau sungai luas dan dapat membuat beranekaragam kapal sesuai kebutuhan, seperti kapal pesiar, kapal penumpang, kapal militer, dan yacht. Galangan kapal dapat digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu building dock shipyard, repair dock shipyard, dan building and repair shipyard. Building dock shipyard adalah galangan kapal yang hanya digunakan untuk membangun kapal baru. Repair dock shipyard adalah galangan kapal yang digunakan hanya untuk perbaikan dan pemeliharaan kapal. Sedangkan, building and repair shipyard adalah galangan kapal dengan fungsi terlengkap di mana pembangunan, perbaikan, dan pemeliharaan kapal dapat dilakukan di tempat yang sama. Lebih jauh lagi, terdapat berbagai fasilitas pokok di setiap galangan kapal seperti dok kapal, gudang material, bengkel, dan kantor galangan. Dok kapal adalah tempat landasan di tepi perairan yang digunakan untuk merakit kapal (Soegiono, 2006). Gudang material adalah tempat penerimaan, pemeriksaan, dan penyimpanan logistik yang dibutuhkan oleh galangan kapal. Bengkel adalah tempat modifikasi dan perakitan material agar sesuai dengan sparepart yang dibutuhkan oleh kapal. Sedangkan kantor galangan adalah fasilitas yang digunakan sebagai pelayanan administratif dan pengurusan kontrak. Jumlah galangan kapal di Indonesia menjadi masalah krusial mengingat Indonesia adalah negara kepulauan yang mempunyai garis pantai panjang kedua di dunia, yakni 54.716 km² setelah Kanada. Untuk itu, ketersediaan galangan kapal dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Saat ini, terdapat 198 industri galangan kapal di Indonesia dengan persebaran sekitar 110 industri terdapat di daerah Batam dan Kepulauan Riau serta 88 industri tersebar di wilayah lainnya. Dari jumlah 198 perusahaan, terdapat empat perusahaan
negara, yaitu PT. Industri Kapal Indonesia yang berlokasi di Makassar, PT. Dok dan Perkapalan Koja Bahari di Jakarta, PT. PAL Indonesia di Surabaya, serta PT. Dok & Perkapalan di Surabaya. Dari 141 pelabuhan di Indonesia, hanya 25% yang memiliki galangan kapal. Kurangnya tempat pembuatan dan reparasi akan menghambat perekonomian sehingga tujuan tol laut yang dicanangkan pemerintah mempunyai hambatan jika kondisi itu tetap dibiarkan. ii. Kebijakan Fiskal dalam Memajukan Industri Galangan Sejalan dengan Nawa Cita Presiden Joko Widodo yang akan mengembangkan sektor maritim, pemberian insentif khusus oleh Kementerian Keuangan bagi industri galangan kapal dalam negeri. Rancangan regulasi di bidang fiskal dalam memperkuat industri galangan nasional meliputi revisi Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 146 tahun 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Dalam rancangan revisi, galangan kapal dalam negeri tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Galangan kapal dalam negeri mendapat fasilitas PPN nol persen. Dengan ketentuan tidak ada pungutan, ada keberpihakan terhadap industri galangan kapal dalam negeri agar bisa lebih berkembang. Pembebasan PPN terhadap industri galangan kapal nasional dapat meningkatkan daya saing karena menumbuhkan tingkat produksi galangan. Terbantu pula dari sisi cash flow karena tidak perlu mengalokasikan working capital untuk membayar PPN. Harga kapal lokal pun menjadi lebih murah dibandingkan dengan kapal impor. Terbukti dari 198 galangan kapal di Indonesia, sebanyak 110 galangan kapal ada di Batam dan Kepulauan Riau. Industri galangan kapal di Batam dapat berkembang baik dengan menyerap 120.000 tenaga kerja. Dengan penghapusan PPN tersebut, diharapkan seluruh industri galangan kapal Indonesia hidup kembali, sebagaimana industri galangan kapal di Kepulauan Batam. Majunya industri galangan kapal di Batam dikarenakan banyaknya kemudahan yang diberikan, salah satunya pembebasan PPN 10%.
Insentif fiskal yang bisa dilakukan lainnya adalah bea masuk yang ditanggung pemerintah. Bea masuk, menurut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang impor. Adapun yang menjadi landasan hukum dari diterapkannya bea masuk ini adalah 1.
UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 17 Tahun 2006;
2.
Kep. Menkeu No. 453/KMK.04/2002 tentang Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Kep. Menkeu No. 112/KMK.04/2003;
3.
Kep. DJBC No. KEP-07/BC/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan DJBC No. P-42/BC/2008. Dalam memberikan keringanan dalam bea tarif, pemerintah dapat melakukan 4
hal, yaitu: 1. Tarifikasi (merubah tata niaga impor menjadi bea masuk), 2. Penurunan tarif secara bertahap dan berkesinambungan, 3. Harmonisasi tarif antar sektor dan tingkatan proses produksi, 4. Penyerdahanaan tarif.
Untuk komponen galangan sendiri dikenakan bea masuk dengan tarif advalorum. Bea masuk menggunakan sistem advalorum ditentukan oleh persentase tarif dikalikan dengan nilai pabean, berbeda dengan tarif spesifik yang ditentukan berdasarkan pada komoditas barang itu sendiri. Tarif spesifik hanya diaplikasikan untuk empat kategori barang saja, yaitu gula, beras, minuman mengandung alkohol, serta film. Untuk komponen impor yang
ditanggung
pemerintah
menurut
Peraturan
Menteri
Keuangan
No.57/PMK.011/2013 tentang Bea Masuk barang dan bahan guna perbaikan atau pembuatan kapal, pemerintah 160 jenis barang yang diimpor, seperti Marine Growth Prevention, Steel Ship Plate, Pipa untuk Kapal, dan lain-lain.
Tujuan dari penerapan bea masuk impor sendiri adalah sebagai satu media perlindungan yang disediakan pemerintah terhadap produk domestik. Kebijakan ini ditujukan untuk produk-produk atau komoditas-komoditas yang sedang digalakkan untuk meningkatkan produksi dalam negeri serta nilai ekspor Indonesia. Industri galangan yang menjadi salah satu fokus pemerintah untuk memperkuat industri maritim nasional, sudah sepatutnya didukung mengingat Indonesia yang masih sangat membutuhkan transportasi perkapalan untuk menunjang pembangunan negara yang lebih merata, serta efisien. Saat ini, komponen-komponen untuk memproduksi kapal di Indonesia masih didominasi oleh komponen impor dikarenakan oleh tidak tersedianya komponen hasil produksi dalam negeri. Oleh karenanya, tidak mungkin jika diterapkan pembatasan impor untuk komponen galangan karena industri dalam negeri belum mampu menyokong industri galangan ini secara mandiri. Sementara itu, jika komponen-komponen impor tersebut dibiarkan masuk secara bebas tanpa bea, maka akan menghambat kemungkinan perkembangan industri untuk memproduksi komponen-komponen galangan ini. Hal-hal tersebutlah yang menjadi landasan bagi pemerintah untuk menerapkan dua kebijakan terkait dengan pengenaan bea masuk, yaitu: 1. Bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP) untuk impor komponen yang bersinggungan dengan industri lain 2. Pembebasan bea masuk (BM) komponen impor b. Industri Dirgantara dalam Membangun Sektor Perikanan Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas wilayah laut 5,8 juta km 2 termasuk Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia memberikan hasil tangkapan pada tahun 2011 sebesar 5,4 juta ton/tahun (Bappenas 2012). Potensi sumber daya perikanan tangkap di laut sebesar 6,5 juta ton per tahun dan yang sudah dimanfaatkan sebesar 5 juta ton lebih. Berdasarkan data FAO, pada tahun 2008, Indonesia dengan total ekspor sebesar 5 juta ton per tahun merupakan salah satu penyumbang terbesar dalam produksi perikanan dunia di samping China dan Peru (FAO, 2010). Namun, yang masih menjadi kendala adalah sistem pendistribusian ikan tersebut. Kinerja logistik nasional secara umum masih belum menggembirakan. Hal ini terlihat
dari Logistics Performance Index (LPI) yang dikeluarkan Bank Dunia dimana peringkat Indonesia menurun dari urutan 43 (empat puluh tiga) pada tahun 2007, menjadi urutan 75 (tujuh puluh lima) pada tahun 2010. Selain itu, Data menyebutkan biaya distribusi masih tinggi atau secara nasional biaya yang dikeluarkan mencapai 27% (dua puluh tujuh persen) dari Produk Domestik Bruto (PDB). Dalam perikanan, beberapa penyebab mahalnya biaya logistik perikanan yaitu: a. Pelabuhan di wilayah timur hanya bisa melakukan ekspor tetapi tidak bisa untuk impor. b. Sulit untuk menekan biaya transpor karena kapal berisi barang hanya pada saat berangkat. Pada saat kembali kapal sering kosong atau paling banyak hanya berisi setengah dari kapasitas muat barang, sehingga pemiliki kapal membebankan tarif yang mahal. Selain
itu,
barang-barang
perikanan
mempunyai
ciri-ciri
yang
dapat
mempengaruhi atau menimbulkan masalah dalam pemasaran. Ciri-ciri yang dimaksud antara lain adalah sebagai berikut (Hanafiah dan A.M Saefuddin 1986): a. Produksinya musiman, berlangsung dalam ukuran kecil-kecil (small scale) dan di daerah terpencar-pencar serta spesialisasi. Produksi perikanan umumnya berlangsung secara musiman dan panennya (penangkapannya) terbatas dalam periode tertentu yang relatif singkat. Keadaan ini biasanya menimbulkan beban musiman (peak load) dalam pembiayaan, penyimpanan, pengangkutan dan penjualan; b. Konsumsi hasil perikanan berupa bahan makanan relatif stabil sepanjang tahun. Sifat demikian ini dihubungkan dengan sifat produksinya yang musiman dan jumlahnya tidak berketentuan karena pengaruh cuaca, menimbulkan masalah dalam penyimpanan dan pembiayaan; c. Barang hasil perikanan berupa bahan makanan mempunyai sifat cepat atau mudah rusak (perishable). Barang-barang hasil perikanan adalah organisme hidup dan karenanya mudah atau cepat mengalami kerusakan atau pembusukan akibat dari kegiatan bakteri, enzimatis dan oksidasi. Masalah ini
membutuhkan usaha atau perawatan khusus dalam proses pemasaran guna mempertahankan mutu; d. Jumlah atau kualitas hasil perikanan dapat berubah-ubah. Kenyataan menunjukan bahwa jumlah dan kualitas dari hasil perikanan tidak selalu tetap, tetapi berubah-ubah dari tahun ke tahun. Pendistribusian dalam hal ini dibagi menjadi distribusi dalam negeri dan luar negeri (ekspor). Pada umumnya untuk pasar ekspor telah terbentuk sistem logistik yang mapan antara produsen di Indonesia dan industri di lokasi pasar ekspor. Untuk menanggulangi hal tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) pada tahun 2014, yaitu sistem manajemen rantai produksi untuk pemenuhan dalam negeri. Tujuan SLIN yaitu memberikan jaminan berupa kecukupan stok ikan dan harga yang relatif stabil tanpa dipengaruhi oleh musim apakah sedang paceklik atau lagi puncak panen. Pada tahap awal jenis ikan yang akan ditangani adalah kelompok ikan layang, kembung, sardine, serta kelompok ikan tuna, tongkol dan cakalang. Sedangkan unsur pendukungnya adalah pelabuhan perikanan, usaha kapal transport, asosiasi pelaku, dan perbankan. Dalam pengembangan Sistem Logistik Ikan Nasional, nelayan dan pemilik kapal yang merupakan produsen yang mempunyai keahlian khusus sebagai penangkap ikan tidak memungkinkan atau terkendala untuk mengembangkan peran dan mempelajari sistem logistik sehingga sering mempunyai posisi tawar yang rendah karena belum menyadari pentingnya informasi. Beberapa industri perikanan besar telah mengembangkan jaringan dari hulu ke hilir dengan memiliki seluruh rantai produksi seperti: armada penangkapan, logistik penyimpanan dan transportasi, serta industri pengolahan. Bahkan sering kali dijumpai industri ini mempunyai pelabuhan perikanan untuk mempersingkat distribusi bahan bakunya. Meskipun ada petugas pencatat dari Dinas Kelautan dan Perikanan atau petugas UPT pelabuhan terdekat tetapi probabilitas tidak tercatatnya stok ikan akan menjadi perhatian dalam perencana Sistem Logistik Ikan Nasional ke depan. Tempat pelelangan ikan (TPI) yang seharusnya dapat menjadi alat monitoring dan evaluasi
stok sumber daya ikan tidak berkembang karena nelayan atau pemilik kapal sebagai produsen telah mempunyai pelanggan masing-masing. Selain untuk distribusi dalam negeri, sektor perikanan juga diperuntukan untuk kegiatan ekspor yang memerlukan peningkatan daya saing. Peningkatan daya saing produk perikanan antara lain melalui mutu, efisiensi dan penerapan standar menjadi kunci dalam memenangkan persaingan tersebut. Daya saing tersebut dapat ditingkatkan
dengan
sistem
distribusi
yang
baik,
salah
satunya
melalui
kedirgantaraan. Skema Korelasi Industri Dirgantara dengan Industri Perikanan
Industri perikanan Indonesia sejauh ini masih berkembang dengan tempo yang cukup lambat. Hal ini dibandingkan dengan potensi sumber daya alam Indonesia dengan hasil produksi perikanan Indonesia, baik itu perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. Selain itu, hal ini juga dibandingkan dengan produksi perikanan China yang jauh melebihi produksi perikanan Indonesia. Padahal potensi sumber daya alam Indonesia lebih tinggi dibandingkan China. Indonesia dengan berbagai usaha seharusnya dapat meningkatkan produksi perikanan Indonesia. Terlebih lagi dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN, Indonesia memiliki peluang terbesar untuk menguasai pasar ASEAN terutama dalam
sektor perikanan dan menjadi sektor spesialisasi dalam komoditas perikanan. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia harus mendorong produksi perikanan dan serta meningkatkan kualitas produksi agar pasar ASEAN dapat menerima produk perikanan Indonesia. Peningkatan produksi dan kualitas produk perikanan Indonesia dapat ditingkatkan melalui sistem distribusi yang baik dam cepat, karena hasil ikan memerlukan Supply Chain yang pendek dari produsen ke konsumen. Hal ini dapat dilakukan melalui transportasi udara. Dalam mengambangkan Industri Dirgantara, pemerintah melalui BUMN, yaitu PT Dirgantara Indonesia, difokuskan untuk merakit pesawat perintis, seperti NC-212 Pesawat, mampu membawa 20 penumpang atau muatan 2.000 kg, CN-295 yang mampu membawa 40 sampai 50 orang, dan N-219 yang memang khusus dibuat untuk kargo. Dalam hal ini, pesawat perintis tersebut khusus didesain untuk kargo Ikan dengan pendingin yang sesuai (Cold Storage). Setelah itu, pesawat tersebut diperjualbelikan kepada perusahaan yang khusus bergerak di jasa penerbangan, seperti PT. Garuda Indonesia yang memiliki strategic business unit dalam bidang kargo dan PT. Angkasa Pura Logistik. Sejalan dengan itu, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, juga membangun infrastruktur dalam bentuk Bandar Udara perintis di daerah yang memiliki potensi perikanan yang besar.
III. Memaksimalkan Bonus Demografi Indonesia dalam waktu dekat akan memiliki masa dimana banyaknya jumlah penduduk usia produktif sehingga menurunkan rasio ketergantungan. Masa inilah yang disebut dengan bonus demografi. Hal ini merupakan dampak dari adanya perlambatan pertumbuhan penduduk yang terjadi di Indonesia dalam beberapa dekade terakhir. Perlambatan jumlah penduduk disebabkan oleh salah satunya adalah Angka Kelahiran di Indonesia yang menurun. Angka kelahiran (TFR) Indonesia telah mengalami penurunan dalam jangka waktu 30 tahunan, karena keberhasilan program KB Nasional. Keberhasilan ini mulai menurun ketika kebijakan program KB didesentralisasi ke Kabupaten/Kota, dengan peningkatan kembali TFR dari tahun 2000 ke 2010. Meskipun telah terjadi penurunan
angka kelahiran pada era 1970-2000, namun tambahan bayi yang lahir setiap tahun masih cukup besar yaitu sekitar 3 – 4 juta bayi1. Kondisi ini dimasa depan akan semakin meningkatkan jumlah penduduk produktif ke depan. Peningkatan jumlah penduduk usia produktif yang akan menurunkan resio ketergantungan harus dibarengi dengan peningkatan kualitasnya, agar mereka yang masuk ke usia tersebut dapat memperoleh kesempatan kerja yang tersedia atau bahkan mampu menciptakan kesempatan kerja. Di sisi lain, pemerintah dalam Rancangan Pembangunan Jangka Panjang sedang melakukan percepatan proses industrialisasi di Indonesia. Proses ini dimulai dengan pembangunan infrastruktur secara massif di berbagai daerah sebagai penunjang dari industri. Pembangunan secara fisik pun sudah dilakukan oleh pemerintah, bahkan tahun 2016 dinyatakan oleh Bappenas sebagai tahun pembangunan infrastruktur. Namun, pembangunan ini akan menjadi tidak berguna jika tidak dibarengi oleh pembangunan modal manusia (Human Capital) yang mencakup pendidikan dan kesehatan. Terlebih lagi, data dari BPS (Agustus, 2011) menunjukkan bahwa penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan masih didominasi oleh lulusan SD ke bawah sebanyak 54,2 juta orang dengan persentase 49,40%. Jika dibandingkan dengan pekerja yang memiliki tingkat pendidikan yang relatif tinggi tentunya proporsi ini masih sangat kecil. Tentunya pembangunan fisik sebagai penunjang infrastruktur jika tidak dibarengi oleh pembangunan Human Capital akan menjadi masalah besar pada masa bonus demografi. Disinilah sebenarnya terjadi kesenjangan antara laju perkembangan industri dan juga Human Capital. a. Peranan Human Capital dalam Industri Berdasarkan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan dan pelatihan 1
Jurnal Kependudukan, Direktorat Analisis Dampak Kependudukan, BKKBN
termasuk ke dalam investasi non fisik atau investasi sumber daya manusia (Human Capital). Melalui pendidikan dan pelatihan, peserta didik telah menginvestasikan dirinya untuk di masa depan memperoleh nilai yang lebih besar. Beberapa faktor yang menyebabkan perlunya mengembangkan tingkat pendidikan di dalam usaha untuk membangun suatu perekonomian, adalah: 1. Pendidikan yang lebih tinggi memperluas pengetahuan masyarakat dan mempertinggi rasionalitas pemikiran mereka. Hal ini memungkinkan masyarakat mengambil langkah yang lebih rasional dalam bertindak atau mengambil keputusan 2. Pendidikan memungkinkan masyarakat mempelajari pengetahuan-pengetahuan teknis yang diperlukan untuk memimpin dan menjalankan perusahaan-perusahaan modern dan kegiatan-kegiatan modern lainnya. 3. Pengetahuan yang lebih baik yang diperoleh dari pendidikan menjadi perangsang untuk menciptakan pembaharuan-pembaharuan dalam bidang teknik, ekonomi dan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat lainnya.
Salah satu aspek perlunya pendidikan adalah mempelajari pengetahuanpengetahuan
teknis.
Meningkatnya
pengetahuan-pengetahuan
teknis
dapat
menciptakan perkembangan teknologi yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas Indonesia di zaman industrialisasi ini. Pada kurva penawaran, jika teknologi mengalami perkembangan maka kurva penawaran akan bergeser ke kanan. Jika kurva penawaran bergeser ke kanan maka titik keseimbangan akan bergeser ke kanan bawah. Pergeseran titik keseimbangan menyebabkan kuantitas barang mengalami kenaikan dan harga mengalami penurunan. Ceteris paribus.
Kurva Penawaran Bergeser ke Kanan
Meningkatnya jumlah penawaran juga menandakan bahwa produktivitas dalam proses indutri telah meningkat. Penguasaan teknologi melalui proses pendidikan telah menjadi faktor penting demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, saat ini penguasaan teknologi di Indonesia masih sangat buruk. Indeks Pencapaian Teknologi (IPT) Indonesia di urutan ke-60 dari 72 negara berdasarkan data United Nation for Development Program (UNDP) pada 2013. Ukurannya berupa penciptaan teknologi yang dilihat dari perolehan hak paten dan royalti atas karya dan penemuan teknologi, difusi inovasi teknologi mutakhir yang diukur dari jumlah pengguna Internet dan besaran sumbangan ekspor teknologi terhadap total barang ekspor. Ukuran lainnya, difusi inovasi teknologi lama yang dilihat dari jumlah pengguna telepon dan pemakai listrik, serta tingkat pendidikan penduduk berdasarkan rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas dan angka partisipasi kasar penduduk yang menempuh pendidikan tinggi di bidang iptek. IPT Indonesia yang rendah menunjukkan kurang efisiennya dan rendahnya produktivitas tenaga kerja di Indonesia. Selain itu, kandungan teknologi dalam negeri
pada produk ekspor juga sangat rendah, umumnya kegiatan perakitan yang komponen impornya mencapai 90 persen. IPT yang rendah inilah yang harus diperbaiki melalui proses pendidikan agar human capital ini dapat berperan besar pada industrialisasi di Indonesia. Selain proses pendidikan yang harus diperbaiki, pemerintah juga harus mempercepat dan memberikan bantuan baik finansial maupun perizinan terhadap alih teknologi dan kegiatan penelitian dan pengembangan sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Hasil Kegiatan Penelitian dan Pengembangan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan. Jika pendidikan, alih teknologi, dan kegiatan penelitian dan pengembangan telah terlaksana dengan baik maka kemampuan Indonesia akan ilmu pengetahuan dan teknologi akan berkembang pesat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi inilah yang akan meningkatkan human capital kita yang berperan besar bagi produktivitas baik sektor barang maupun jasa di zaman industrialisasi demi memanfaatkan bonus demografi di tahun 2025.
b. Gambaran Kondisi Tenaga Kerja Indonesia Saat Ini Berdasarkan data BPS pada Februari 2014, angkatan kerja Indonesia kinitelah mencapai 125.3 juta atau bertambah 5.2 juta orang jika dibandingkan dengan angkatan kerja Agustus 2013 yang berjumlah 120.2 juta. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia sendiri telah mengalami penurunan 50 ribu orang atau 5.70 persen bila dibandingkan dengan rentang waktu yang sama. Menurut Kepala Badan Pusat Statistik, Suryamin, seluruh sektor usaha mengalami kenaikan jumlah pekerja produktif. Pada tahun 2014 sendiri, sektor kemasyarakatan terdiri atas 640 ribu orang, sektor perdagangan terdiri atas 450 ribu orang, dan sektor industri sebanyak 390 ribu orang. Sektor-sektor ini mengalami kenaikan berbeda dengan sektor pertanian dengan penurunan 0.68%. Penurunan ini terjadi karena perpindahan kerja banyak petani dari sektor agrikultur ke manufaktur.
Tabel trend TPK dan TPT dari tahun 1996 ke 2010 TPK atau tingkat partisipasi kerja adalah perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan jumlah penduduk dalam angkatan kerja. TPT atau tingkat partisipasi terbuka penduduk adalah perbandingan antara jumlah pengangguran dengan jumlah penduduk angkatan kerja. Setelah krisis 1998, dapat dilihat bahwa TPK sempat menurun untuk naik lagi di tahun 2005 sampai dengan sekarang. Bonus demografi harus benar-benar dimanfaatkan untuk meningkatkan output dengan modal manusia (angkatan kerja) yang tersedia. Menurut data dari Lembaga Demografi FEB UI, disebutkan bahwa proyeksi angkatan kerja dari tahun 2005 sekitar 106,8 juta akan meningkat menjadi 148,5 juta pada 2025. Artinya akan terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja di Indonesia, sesuai dengan tabel proyeksi dibawah ini.
Tahun Negara
2010
Indonesia
2015
238.519
2020
255.462
2025
271.066
284.829
2030 296.405
2035 305.652
Proyeksi Penduduk Indonesia, 2010-2035 (Ribuan) Sumber : Badan Pusat Statistik Dengan proyeksi penduduk Indonesia yang akan semakin meningkat dikarenakan turunnya fertilitas dan kematian bayi yang membuat rasio ketergantungan semakin menurun. Hal itu disebabkan pula oleh penurunan proporsi penduduk muda dan peningkatan proporsi usia kerja. Kemudian terdapat pula transisi demografi dikarenakan terjadi penurunan fertilitas dan mortalitas dalam jangka panjang. Adapun penurunan fertilitas akan menurunkan proporsi anak-anak (0-14 tahun) sedangkan penurunan dari mortalitas akan meningkatkan jumlah bayi yang hidup dan mencapai pada usia kerja (15-64 tahun). Berikut adalah tabel mengenai jumlah usia kerja, anak-anak, dan lansia. Tabel proyeksi usia kerja, anak-anak, dan lansia di Indonesia penduduk I(juta)
250 200
usia kerja
150
0-14
100
anak-anak 0-
50 0
15-64 65+
lansia 65+
Sumber : LD FEUI (Sri Moertiningsih Adioetomo)
Dengan kondisi seperti yang digambarkan diatas, terlihat untuk memaksimalkan modal manusia atau capital labour maka diperlukan penyerapan atau pemanfaatan sumber daya manusia itu sendiri. Dari berbagai industri terdapat 3
industri besar yang menyerap tenaga kerja yang besar, yakni pakaian dan tekstil, makanan dan minuman, serta furniture. Namun industri tersebut memiliki presentase sumbangan terhadap PDB yang minim bila dibandingkan dengan presentase industri migas yang mencapai 0,25% dari PDB atau 2.5x lipat presentase dari ketiga industri yang menyerap banyak sumber daya tersebut. Berikut adalah industri yang menyerap tenaga kerja paling banyak di Indonesia yakni : Industri paling menyerap tenaga kerja paling banyak di Indonesia per orang No
Industri
2010
Presentase terhadap PDB
1
Industri Pakaian dan Tekstil
1.006.907 orang
0,02%
2
Industri Makanan & Minuman
415.479 orang
0,07%
3
Industri Furniture
215.022 orang
0.012%
Sumber : BPS, 2010
Adapun untuk dapat menyerap tenaga kerja yang banyak diperlukan pula kualitas dari sumber manusia yang baik. Salah satunya adalah dengan melakukan wajib belajar 15 tahun, mempromosikan kembali sekolah menengah kejuruan, dan mengadakan latihan atau kursus dengan membangun balai pelatihan tenaga kerja didaerah.
c. Sektor Industri yang Dapat Dimanfaatkan Saat Bonus Demografi Bonus demografi adalah bonus yang dinikmati suatu negara sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif. Jika tidak disiapkan dengan baik, “bonus” demografi ini dapat menjadi jebakan bagi Indonesia yang membuat proses pengejaran
keberhasilan negara lain semakin lama. Pertanian adalah jenis industri padat karya yang memegang peran strategis dalam ketenagakerjaan Indonesia. Berdasarkan data Sakernas tahun 2006, penduduk Indonesia yang berkarir di bidang ini mencapai 42,039,250 orang dari 95,177,102 (44.2%) penduduk Indonesia yang bekerja. Data ini menujukan bahwa hampir dari setengah tenaga kerja berada di bidang pertanian yang keuntungannya bergantung dengan harga pangan. Kualitas sumber daya manusia petani di Indonesia sendiri masih sangat rendah. Hal ini ditunjukan dari data bahwa 59.2% petani tidak berhasil menamatkan SD, 32.1% tamatan SD, 5.7% tamatan SMP, dan 2.9% tamatan SMA. Frekuensi pengulangan kerja petani membuat petani dapat digolongkan menjadi tenaga kerja terlatih. Namun, industri pertanian kerap mengalami penurunan dari waktu ke waktu. Disaat sektor usaha lain mengalami peningkatan penyerapan jumlah pekerja, tenaga kerja di bidang pertanian malah menurun. Selama kurun waktu 1990-1997, tenaga kerja di sektor bukan pertanian meningkat lebih dari 16.5 juta orang dan di sektor pertanian turun lebih dari 6.7 juta orang. Penurunan atraktivitas pekerjaan di bidang agrikultur disebabkan oleh banyaknya lahan pertanian yang telah di alihfungsikan menjadi lahan tempat tinggal ataupun usaha dan kurangnya intervensi dari pemerintah untuk hal ini. Dalam menghadapi kondisi bonus demografi di tahun 2030-an, diperlukan intervensi dari pemerintah untuk menyiapkan sektor-sektor usaha yang sesuai dengan penambahan jumlah pekerja usia produktif. Industri agrikultur adalah industri yang dapat banyak menyerap tenaga kerja dan masih memiliki banyak ruang untuk dikembangkan terutama di bidang produktivitas. Produktivitas sektor pertanian mencapai 1.69 juta rupiah per orang, urutan pertama terendah diikuti oleh sektor perdagangan besar, eceran, rumah makan, dan hotel sebesar 4.21 juta rupiah per bulan. Sektor industri lainnya yang menarik untuk dikembangkan dalam kondisi bonus demografi adalah industri kreatif. John Howkins dalam bukunya The Creative Economy: How People Make Money from Ideas (2001) adalah kegiatan ekonomi dalam masyarakat yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menghasilkan
ide tidak hanya melakukan hal-hal yang rutin dan berulang-ulang. Ekonomi kreatif sendiri mencakup empat buah modal yaitu sosial budaya, manusia, strukturan, dan kreativitas yang dapat mengembangkan keunikan suatu negara bermodalkan keanekaragaman budaya. Laporan PBB menunjukan bahwa ekonomi kreatif berada pada sektor paling dinamis di dalam perekonomian dunia dan menawarkan kesempatan pertumbuhan yang pesat di negara-negara berkembang. Saat ini, kondisi ekonomi kreatif di Indonesia berada pada kisaran 7 persen dengan nilai 641.8 triliun. Jumlah tenaga kerja yang diserap pada sektor ini sendiri adalah 11.5 juta orang dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 1%. Dengan modal 220 juta orang, belum termasuk penduduk usia produktif yang berada di era bonus demografi, masih banyak potensi dari peluang bidang industri ekonomi kreatif yang dapat dimaksimalkan. Strategi jangka panjang dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah hal krusial penunjang ekonomi kreatif. Indonesia harus berkembang dari fakta bahwa saat ini, 54.6% dari seluruh penduduk Indonesia adalah jumlah kumulatif dari tamatan dan bukan lulusan SD. Program pendidikan akan dikembangkan untuk mengasah daya pikir, kekuatan kognitif, dan softskills para penerus pembangunan di masa depan sehingga mereka dapat menjadi tenaga kerja berkualitas yang penuh ide ataupun membuka usaha milik mereka sendiri.
C. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Terdapat beberapa alasan untuk meningkatkan industri perikanan di Indonesia. Pertama, potensi perikanan Indonesia sangatlah besar, baik jika ditinjau dari segi kuantitas ataupun diversitas. Tren konsumsi ikan dunia yang meningkat pun dapat menjadi satu kesempatan besar bagi Indonesia untuk meningkatkan volume produksi perikanan. Adapun cara yang dapat dilakukan adalah dengan mendukung sektor industri galangan
nasional
melalui
kebijakan-kebijakan
fiskal
yang
ditujukan
untuk
mempermudah proses produksi galangan di Indonesia. Galangan dapat mendukung industri-industri di Indonesia, khususnya industri perikanan dalam hal percepatan distribusi serta penangkapan ikan itu sendiri. Selain itu, pemanfaatan industri dirgantara
dalam proses distribusi serta penyederhanaan supply chain produk perikanan pun dapat menjadi satu metode dalam meningkatkan optimalisasi potensi perikanan di Indonesia yang begitu besarnya. Untuk industri secara umum, pemanfaatan human capital sangatlah esensial keberadaannya. Bonus demografi yang diperkirakan akan terjadi di Indonesia ini haruslah dapat dimanfaatkan dengan optimal karena akan adanya human capital yang melimpah, yang jika tidak dimanfaatkan dengan baik justru akan dapat menyebabkan Middle-Income Trap. Adapun tiga industri besar yang dapat menampun pekerja terbanyak adalah industri pakaian dan tekstil, makanan dan minuman, serta furnitur. Namun, jika ingin mendukung pertumbuhan ekonomi negara dengan upaya menaikkan PDB lewat proses industrialisasi, maka industri yang dapat dipertimbangkan adalah industri migas, pertanian, serta industri yang memiliki potensi besar adalah industri kreatif.
Rekomendasi 1. Mengefektifkan supply chain antara nelayan ke konsumen dengan strategi distribusi menggunakan industri dirgantara 2. Mendukung industri galangan nasional dengan kebijakan fiskal berupa tax allowance dan pembebasan bea masuk komponen impor galangan 3. Menyederhanakan proses birokrasi dan perizinan, khususnya untuk industri galangan nasional 4. Melakukan pengalihan dana investasi dari sektor konsumtif ke sektor produktif terutama industri padat karya (Industri pakaian/tekstil, minuman & makanan, serta furniture dsb.) dan ke sektor pendidikan. 5. Memperbaiki iklim investasi dan birokrasi yang kondusif untuk membuka kesempatan kerja produktif seluas-luasnya bagi masyarakat. 6. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dengan program pendidikan kejuruan, program pelatihan pekerja, pendidikan dan kualitasnya.
perluasan jangkauan
7. Peningkatan industri kreatif nasional dengan mendukung ekonomi kreatif Indonesia dan melakukan inovasi di sektor perindustrian Indonesia guna meningkatkan produktifitas dengan Research and Development Program. Referensi dan Sumber Data 1.
Aiyar,. S., Duval, R., Puy, D., Wu, Y., & Zhang, L. (2013). IMF Working Paper. Growth Slowdowns and the Middle-Income Trap. Washington: International Monetary Fund. Diakses pada April 21, 2015, dari https://www.imf.org/external/pubs/ft/wp/2013/wp1371.pdf
2.
Badan Pusat Statistik. Survei Sosial Ekonomi Nasional. 2009. Jakarta: BPS
3.
Butler, Robert (2010, 24 Mei). Debt and the Demographics of Aging. International Longevity Center, Washington Times. Diakses pada April 21, 2015, dari http://www.cfr.org/aging/debt-demographicsaging/p22195
4.
Economist Online (2012, 27 Maret). The Middle-Income Trap. Diakses pada April 21, 2015, dari http://www.economist.com/blogs/graphicdetail/2012/03/focus-3
5.
Howkins, Jown. The Creative Economy: How People Make Money from Ideas. 2011. London: Penguin
6. Kajian Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai pada Industri Galangan Nasional . Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan. Jakarta: Kementerian Keuangan 7.
Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. 2012. Rencana Strategis Kementrian Kelautan dan Perikanan RI Tahun 2010 – 2014. Jakarta.
8.
Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. 2014. Kelautan dan Perikanan dalam Angka Tahun 2014.
9. Maruli, Aditya (Ed.). 2015. "Pemerintah Sepakat Berikan Insentif Industri Galangan Kapal". (online). http://www.antaranews.com/berita/470443/pemerintah-sepakat-berikaninsentif-industri-galangan-kapal, diakses pada tanggal 19 Maret 2015 pukul 00.17 WIB 10. Mason, Andrew. (2005). DEMOGRAPHIC TRANSITION AND DEMOGRAPHIC DIVIDENDS IN DEVELOPED AND DEVELOPING COUNTRIES. UNITED NATIONS EXPERT GROUP MEETING ON SOCIAL AND ECONOMIC IMPLICATIONS OF CHANGING POPULATION AGE STRUCTURES. 11. Moertiningsih, Sri. (2005). Bonu Demografi Menjelaskan Hubungan Antara Pertumbuhan Penduduk Dengan Pertumbuhan Ekonomi.. Pidato Pengukuhan Guru Besar. 12. Oosthuizen, Morne. (2013). MAXIMISING SOUTH AFRICA’S DEMOGRAPHIC DIVIDEND. Development Policy Research Unit Paper. 13.
Peraturan Menteri Keuangan nomor 57/PMK.011/2013
14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Hasil Kegiatan Penelitian dan Pengembangan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan
15. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2003 Perubahan atas
Peraturan Pemerintah 16. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2011 17.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
18. Septami, Gisty Ajeng. (2015). PEMBANGUNAN SEKTOR INDUSTRI DAN MANUFAKTUR DI INDONESIA GUNA MEMETIK BONUS DEMOGRAFI. Makalah Seleksi Mahasiswa Berprestasi FEB UI 2015.
19. Statistik Ekspor Hasil Perikanan Menurut Komoditi, Provinsi dan Pelabuhan Asal Ekspor 2012. 20. Survei Angkatan Kerja Nasional Tahun 2013. BPS. 2013 21.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan
22.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
23. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 24. Wei, Xing. (2012) From “Demographic Dividend” to “Demographic Debt”. Institute of Social Development Research, NDRC Diakses pada April 21, 2015, dari http://en.amr.gov.cn/en/Projects/ReportDetail.aspx?id=154 25. http://www.kemenperin.go.id/statistik/ (diakses 23 April jam 13.30) 26. http://www.worldbank.org/in/news/press-release/ (diakses 23 April jam 16.43) 27. http://www.organisasi.org/1970/01/pengertian-definisi-macam-jenis-dan-penggolongan-industri-diindonesia-perekonomian-bisnis.html(diakses 21 April 2015 jam 21.35) 28. http://www.beritasatu.com/ekonomi/182140-bps-kondisi-ketenagakerjaan-di-indonesia-semakinmembaik.html (diakses 22 Februari 2015 jam 23.46) 29. http://id.tradingeconomics.com/indonesia/gdp-per-capita (diakses 23 April jam 16.32)