BACAAN KULIAH PENGOLAHAN LIMBAH
Oleh : Dr. Ir. Johannes Bambang Rahadi W. MS
LABORATORIUM TEKNIK SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2011
KARAKTERISTIK LIMBAH GULA ( Yahya Kurniawan. 1994. P3GI. Pasuruan )
ARTI DAN MANFAAT PENGOLAHAN LIMBAH Salah satu akibat yang timbul dari kemajuan teknologi yang begitu pesat adalah terganggunga lingkungan hidup manusia, sehingga timbul istilah ”polusi” atau ”pencemaran”. Sebenarnya alam sendiri mempunyai kemampuan untuk mengatur kesetimbangan lingkungan, yang biasa kita kenal dengan ”ekosistem”. Tetapi dengan berkembangnya teknologi, manusia makin banyak ikut campur dalam proses alam, sehingga seringkali keseimbangan dalam ekosistem itu terganggu. Kata polusi berasal dari kata latin ”pollutionem” berarti pengotoran, dari kata ”polluere” berarti mengotori. Dalam bahasa Inggris disebut ”pollution” dan bahasa Indonesia mengatakan ”polusi”. Pada abad ke 20 kata ”polusi” atau ”pencemaran” mempunyai arti yang sering dihubungkan dengan kontaminasi air, tanah dan udara (Waren, 1971). Dalam pembahasan ini ”polusi” atau ”pencemaran” diartikan sebagai perubahan sifat-sifat fisika, kimia atau biologi dari udara, tanah dan air yang merugikan atau mengganggu kehidupan manusia, tanaman, ternak dan lain-lain, yang disebabkan oleh kegiatan manusia. Proses pengolahan dan pola konsumsi manusia menghasilkan limbah (bahan sisa yang tidak bermanfaat) yang merupakan sumber pencemaran. Bagi Industri Gula yang mengolah bahan organik, limbah yang utama juga berupa bahan organik. Pembuangan limbah ini secara sembarangan bisa menimbulkan masalah pencemaran. Masalah pencemaran erat sekali hubungannya dengan ”rasa aman”. Rasa aman ini oleh Mangitung dan Sudarmadji (1981) didefinisakn sebagai suatu keadaan mental yang mempengaruhi perasaan orang per orang maupun kelompok masyarakat yang percaya bahwa kepentingan pribadi dan kelompoknya tidak terganggu untuk masa sekarang maupun yang akan datang. Tuntutan rasa aman ini tentunya bisa berubah dari masa ke masa, bisa juga berbeda antara masyarakat yang satu dengan yang lain. Masyarakat yang tingkat hidupnya lebih maju tentunya mempunyai tuntutan rasa aman yang lebih tinggi dibandingkan masyarakat yang primitif. Penanganan limbah industri gula berkaitan pula dengan masalah rasa aman tersebut. Jadi kalau misalnya suatu pabrik gula masih berada di daerah yang kurang Limbah
1
padat penduduknya dan saat ini belum ada tuntutan rasa aman tersebut, penanganan limbahnya tetap merupakan suatu hal yang harus dipikirkan sejak saat ini. Hal ini harus disadari karena cepat atau lambat tuntutan rasa aman itu kaan meningkat dan sebelum masalah tersebut nampak nyata secara mendadak, maka penanganannya harus mulai dipikirkan. Jika hal tersebut ditinjau secara ekonomis, penanganan limbah memberikan keuntungan yang tidak kecil dalam jangka panjang, karena kelestarian lingkungan dan rasa aman merupakan hal yang sangat bernilai bagi kehidupan manusia. Walaupun demikian, Schroeder (1977) mengatakan bahwa hanya sedikit pengusaha yanng menyadari betapa perlunya kelestarian lingkungan bagi kehidupan manusia. Keengganan pengusaha untuk mengolah limbah bukan disebabkan oleh mahalnya biaya operasi, tetapi lebih banyak karena mereka tidak mendapatkan keuntungan secara langsung. Agar penanganan dapat dilakukan secara tepat, maka karakteristik limbah pabrik gula harus diketahui dan dipahami lebih dahulu. Pemahaman ini sangat bermanfaat untuk digunakan sebagai dasar pertimbangan bagi langkah-langkah penanganan yang kan diambil.
MACAM LIMBAH PABRIK GULA Dalam proses pengolahan tebu menjadi gula, ada 3 macam limbah yang dihasilkan oleh pabrik gula yaitu limbah padat, limbah cair dan asap cerobong. Pada saat ini limbah padat berupa blotong atau abu ketel, limbah cair berupa bekas air kondensor dan bekas air cucian proses.
LIMBAH PADAT Blotong Blotong merupakan sisa penapisan nira tebu di pabrik gula, baik yang dihasilkan dari penapisan filter press maupun vacuum filter. Oleh karena itu blotong banyak mengandung bahan organik, yang akan mengalami dekomposisi secra alamiah. Saatsaat perombakan inilah yang bisa menjadi sumber pencemaran. Apabila blotong dibuang ke dalam air, maka proses perombakan itu akan menyebabkan terjadinya pengurangan oksigen dalam proses air. Berkurangnya kadar oksigen dalam air disebabkan oleh mikroorganisme air berkembang dengan cepat dan menyerap oksigen
Limbah
2
yang terlarut dalam air itu. Akibatnya air menjadi keruh, berwarna gelap, berbau dan ikan-ikan di sekitarnya akan mati lemas kehabisan oksigen. Apabila blotong tidak dibuang ke dalam air, tetapi dibiarkan/ditumpuk dalam keadaan basah begitu saja, maka proses perombakan tersebut akan menimbulkan bau. Untuk mengatasi masalah pencemaran tersebut, maka perlu dilakukan pengendalian. Ada 3 alternatif pengendalian blotong secara sederhana, yaitu : a. Dibuang ke tanah yang tidak terpakai (open dumping). Cara ini sederhana, mudah, murah, tetapi tersebar bau yang timbul pada proses perombakan bahan organik blotong. Oleh karena itu cara ini tidak sesuai apabila dilaksanakan dekat pemukiman penduduk. b. Sistem urug/timbunan (Sanitary landfill). Dalam sistem ini blotong dibuang ke suatu tempat yang bisa berupa tanah datar, lembah atau lubang-lubang alur yang sengaja dibuat, kemudian ditimbun atau ditutup tanah. Dengan sistem ini bau yang timbul bisa dikurangi atau bahkan bisa dihilangkan sama sekali. Namun cara ini kurang praktis. c. Dibuang ke tanah lapang yang tidak terpakai, setelah kering dibakar. Keuntungan cara ini ialah volume limbah akan berkurang dan setelah dibakar tidak menjadi bahan pencemar. Selain beberapa cara pengendalaian blotong tersebut, blotong juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegunaan yang bermanfaat. Ditinjau dari komposisinya, blotong merupakan limbah pabrik organik yang dapat menimbulkan masalah pencemaran bila tidak diperlakukan sebagaimana mestinya. Sebaliknya tanaman dan hewan membutuhkan bahan organik. Kedua masalah yang bertolak belakang ini bisa dipertemukan untuk membentuk suatu ekosistem paksaan yang bermanfaat bagi manusia. Pemanfaatan blotong sebagai pupuk organik untuk tanaman tebu telah lama dilakukan di beberapa negara penghasil tebu seperti Australia, Taiwan, Amerika Latin, Filipina.
Limbah
3
Tabel 1. Komposisi blotong PG Karbonatasi dan PG Sulfitasi. No 1
Kadar Air
Parameter %
PG Sulfitasi 74,0
PG Karbonatasi 43,0
2
Bahan Kering
%
26,0
57,0
3
Abu
% b.k.
36,0
74,0
4
Nitrogen
% b.k.
1,5
0,4
5
Carbon
% b.k.
31,0
12,2
6
Fe2O3 + Al2O3
% b.k.
5,3
7,7
7
CaO
% b.k.
6,6
46,1
8
MgO
% b.k.
0,4
1,3
9
SO3
% b.k.
2,0
1,9
10
P2O5
% b.k.
5,6
1,4
Dilaporkan bahwa penggunaan blotong sebagai pupuk organik berhasil baik pada tanah asam dan ringan (Ariadi, 1983). Penggunaan bisa dilakukan dengan caradikomposkan dulu, baik secara aerob maupun anaerob atau bisa juga dengan disebarkan langsung di kebun tebu sebelum pengolahan tanah ; biasanya dibiarkan dulu sekitar 2 – 5 bulan sebalum digunakan agar blotong tersebut mengalami stabilisasi. Sebagai pakan ternak blotong digunakan untuk sumber protein dan mineral. Selain bermanfaat bagi tanaman dan hewan, bahan organik blotong masih bisa diubah menjadi energi dengan meminta bantuan bakteri pembentuk gas metan. Hal lain yang masih bisa dimanfaatkan oleh manusia adalah lemak lilin blotong. Lemak lilin ini bisa diekstraksi untuk bahan dasar lilin. Didalam praktek kehidupan sehari-hari, di desa sekitar pabrik gula sulfitasi sering dijumpai pemanfaatan blotong secara sederhana yaitu sebagai bahan bakar. PG. Semboro juga telah mencoba membuat blotong cetak kering untuk bahan bakar pengering tembakau dan batu bata. Oleh karena ada perbedaan komposisi antara blotong sulfitasi dan karbonatasi, maka dalam pemanfaatannya harus disesuaikan dengan jelas blotongnya. Disamping itu kondisi setempat juga merupakan faktor penting yang tidak boleh dilupakan. Blotong yang dihasilkan pabrik gula, bervariasi tergantung pada bahan baku, macam proses dan peralatannya. Blotong dari proses sulfitasi bervariasi dari 2 - 6 % tebu dan dari proses karbonasi antara 6,5 - 8,5 % tebu.
Limbah
4
Abu Ampas Ampas tebu masih merupakan sumber energi yang murah bagi pabrik gula, sehingga hampir setiap pabrik gula masih menggunakan ampas sebagai sumber energinya. Dengan demikian hampir setiap pabrik gula menghasilkan abu ampas dari ketel pabrik. Tabel 2. Komposisi abu ketel dengan bahan bakar ampas. No Komponen 1 SiO2
Kadar (%) 73,5
2
CaO
3,0
3
MgO
2,6
4
K2O
7,1
5
Na2O
-
6
Al2O3
7,6
7
Fe2O3
2,7
8
P2O5
1,7
Biasanya abu ampas dari ketel diangkut dengan lori ke luar pabrik, kemudian dibuang di tanah dekat ril lori di luar pabrik. Jumlahnya sekitar 0,3 persen tebu. Sampai saat ini, abu ampas dari pabrik gula di Indonesia masih belum dimanfaatkan. Tetapi sebenarnya abu ampas mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai pupuk kalium dan bahan campuran pembuatan gelas (Paturau, 1982). LIMBAH CAIR Kharakteristik limbah cair Bahan-bahan yang diolah oleh suatu pabrik dan macam proses yang dipergunakan akan mempengaruhi kualitas air buangan pabrik tersebut. Demikian pula dengan pabrik gula, yang mengolah tebu menjadi gula, bisa diduga bahwa kualitas air buangannya dipengaruhi oleh parameter-parameter untuk bahan-bahan organik, seperti BOD, COD, angka permanganat, minyak dan lemak serta pH. Sedangkan kandungan bahan-bahan anorganik bisa dikatakan cukup aman (tabel 3 dan 4). Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan terhadap beberapa pabrik gula di Indonesia, nilai COD air buangan pabrik gula bisa bervariasi mulai di bawah 100 mg/l
Limbah
5
sampai di atas 700 mg/l. Hal ini tidak sama untuk setiap pabrik gula, tergantung pada cara pengolahan, kondisi peralatan dan kebersihan di masing-masing pabrik. Limbah cair pabrik gula meliputi bekas air kondensor dan bekas air cucian proses. Air cucian proses termasuk air cucian evaporator, buangan ketel dan peralatan lain, bekas air cucian lantai, tumpahan nira, tetes dan lain-lain. Pada tabel 3 terlihat bahwa bekas air kondensor (air injeksi) memiliki BOD dan COD yang tidak begitu tinggi. Oleh karena itu bisa diduga bahwa tingginya angka COD disebabkan oleh bekas air cucian proses, sehingga tinggi rendahnya angka ini sangat bervariasi untuk tiap pabrik gula. Tabel 3. Macam dan sifat air buangan pabrik gula di Indonesia *) Debit No
BOD
COD
Macam Air Buangan
(m3/ton)
pH
(mg/l)
(mg/l)
1
Air kondensor
8,9 - 14,7
6,6 - 7,6
13 - 90
60 - 224
2
Air buangan lain
0,12 - 0,24
6,5 - 7,4
200 - 2000
358 - 6574
3
Air buangan campuran
14,4 - 24
6,5 - 7,5
42 - 751
86 - 1000
4
Air blotong **)
0,58
5,5
-
43054
* Hasil pengamatan di 7 PG di Jawa Timur dan PG di luar Jawa ** Kalau blotong dibuang bersama air dengan pengenceran 16 x Dalam proses pembuatan gula dari tebu terdapat beberapa sumber pemncemar limbah cair didalam pabrik (tabel 4). Diantara sumber polutan tersebuut ada beberapa jenis polutan yang tidak seharusnya menjadi limbah cair, tetapi ada juga yang pada hakekatnya merupakan limbah cair yang memiliki kadar polutan yang harus direduksi sebelum dibuang ke perairan umum. Sumber polutan pada ketegori pertama tersebut seyogyanya dapat diupayakan pencegahan untuk tidak menjadi limbah. Sedangkan sumber polutan kategori kedua harus diberikan penanganan yang efektif dan efisien. Air buangan Pabrik Gula dapat dikelompokkan menjadi : 1. Air pendingin mesin-mesin 2. Air kondensor 3. Air cucian peralatan 4. Air kurasan ketel (Boiler Blow-Down) 5. Kelebihan kondensat
Limbah
6
6. Air buangan laboratorium Berbagai peralatan dan mesin Pabrik Gula yang memerlukan air pendingin antara lain : 1. Stasiun gilingan : a. Cane carrier b. Cane cutter turbine c. Mill bearing d. Mill gearbox oil cooler e. Mill turbine oil cooler f. High speed reducer turbine g. Low speed reducer 2. Proses : a. Vacuum pump b. Air compressor c. Condensate pump d. Crystalizer e. Sulphur Burner 3. Pembangkit tenaga : a. Forced Draft Ben Turbine b. Induced-Drafft Turbine c. Turbo Alternator Turbine d. Turbo Alternator air cooler e. Diesel Generator Air/Oil cooler f. Gland Condensor g. Air compressor Air kondensor sering disebut juga sebagai air jatuhan. Asal air kondensor adalah dari kondensor Vacuum filter, kondensor evaporator dan kondensator pan masak. Jumlah kondensor air yang dibuang bervariasi, tergantung dari frekuensi penggunaan ulang air tersebut. Makin besar persentase air kondensor yang digunakan kembali berarti debit air jatuhan yang dibuang makin kecil. Pada pabrik-pabrik yang menggunakan ulang air kondensor biasanya memiliki spray-pond atau cooling tower. Jumlah air yang disirkulasi/digunkan ulang bervariasi antara 10 % sampai lebih dari 80
Limbah
7
%, tergantung kondisi masing-masing. Namun pada saaat ini masih banyak pabrik yang tidak menggunakan ulang (recycle) air kondensor/air jatuhan. Suhu air kondensor/ air jatuhan yang dibuang bervariasi antara 300C – 480C, tergantung sistem yang digunakan dan kondisi peralatan masing-masing pabrik. Tabel 4. Potensi sumber dan macam polutan limbah cair di pabrik gula. No. 1
2
Unit kerja St. Gilingan
St.Pemurnian Nira
Sumber - Mesin penggerak gilingan - Bak carrier - Pipa, saluran, talang, pompa - Bocoran pompa,pipa, luberan, dll - Sekrap pemanas nira (juice heater) - Vacuum filter - Tobong belerang, peti sulfitasi
3
St. Penguapan
- Evaporator
- Bocoran pompa, pipa
4
St. Masakan
- Kondensor - Pompa hampa - Bocoran pompa, pipa dan luberan
- Kondensor - Pompa hampa - Pompa - Palung pendingin
5
St. Puteran
6
St. Ketel
7
St. Pembangkit listrik
- Diesel
8
Laboratorium
- Sisa analisis
Limbah
- Talang goyang - Ketel - Carrier - Dapur - Dust collector - Pompa residu
Macam polutan - Minyak pelumas - Ampas - Nira - Nira mentah - Nira Kotor - Air cucian/sekrapan - Air jatuhan kondensor vacuun filter - Blotong - Gas SO2 - Air pendingin - Larutan soda bekas - Air cucian sekrapan - Air bilasan soda - Nira - Air jatuhan kondensor vacuum filter - Air pendingin - Nira kental - Stroop - Air jatuhan kondensor vacuum filter - Air pendingin - Stroop/mascuite/tetes - Minyak pelumas - Mascuite - Gula - Air blow-down - Ampas - Abu - Abu - Residu - Solar - Minyak Pelumas - Nira - Stroop - Mascuite - Tetes - Endapan
8
Tabel 5. Jumlah penggunaan air kondensor di beberapa pabrik gula. Suhu air jatuhan keluar kondensor 0 C 40 45 50
No. 1 2 3
Penggunaan air kondensor (m3/ ton tebu) 18 - 24 12 – 18 8 - 12
Jumlah PG 16 30 12
Catatan : suhu air masuk kondensor : 30 0C Ditinjau dari potensi pencemarannya, air kondensor seharusnya dapat dicegah untuk mencemari badan air. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan penangkap recik yang memadai (gb.1 ). Disamping itu pengoperasian yang terkontrol dengan baik dan sesuai dengan kapasitas evaporator biasanya menghasilkan kadar COD dan BOD yang relatif kecil/dibawah 100 mg/l. Pada air jatuhan yang memiliki tingkat resirkulasi yang tinggi, pengawasan operasi dan kondisi peralatan harus lebih baik daripada pengawasan operasi dan kondisi peralatan untuk air jatuhan yang sekali pakai/tanpa resirkulasi. Pada umumya kadar COD-BOD air jatuhan tidak begitu besar dan dapat ditekan dengan peralatan dan pengoperasian yang baik (tabel 6).
Limbah
9
Gb. 1 Beberapa tipe penangkap recik
Limbah
10
Tabel 6. Debit dan kadar BOD air jatuhan di beberapa negara No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Lokasi Australia Brazil Fluorida Hawaii Indonesia India Lousiana Puerto Rico South Africa
Debit (m3/ton tebu) 0,29 - 18,2 11,1 13,8 - 21,4 5,5 - 15,7 0,4 - 14,7 0,66 - 1,50 8,4 - 26 12 - 37 -
Kadar BOD (mg/l) 10 - 2000 40 - 140 6 - 2120 6 - 71 9 - 800 150 - 350 11 - 224 13 - 28 51 - 312
Tabel 7. Senyawa polutan dalam air jatuhan No. 1 2 3 4 5 6 7
Komponen Padatan tersuspensi Sulfida Phospat Amoniak-Nitrogen Nitrat-Nitrogen Etanol Minyak-lemak
Konsentrasi (mg/l) 3 - 840 0 - 1,9 0,03 - 16 0,01 - 7 0,05 - 0,2 2 – 12 0 - 26
Air cucian peralatan yang perlu diperhatikan adalah air cucian/air sekrapan pemanas nira, evaporator dan pan masak. Dalam pembersihan/ pencucian biasanya digunakan larutan soda atau bahan lain untuk melunakkan kerak, dipanaskan, dan setelah dingin disekrap serta dibilas dengan air. Kadar COD jenis air cucian ini cukup tinggi bervariasi antara 728 – 6264 mg/l, sedangkan cairan soda bekas sekrap bisa mencapai 14000 – 34000 mg/l. Air cucian lain yang dapat dikategorikan sebagai air cucian adalah : Air cucian penapis tekan (filter press) dan kain saring penapis tekan (apabila digunakan alat penapis tekan atau filter press). Air cucian lantai. Jumlah penggunaan air untuk keperluan di atas sangat bervariasi antara pabrik satu dengan yang lainnya, terutama tergantung pada tingkat kebersihan, kondisi peralatan dan sistem ”in-house keeping” yang dilakukan. Jumlahnya bervariasi antara 0,0007 – 2,5 m3/ton tebu. Kebutuhan air lainnya yang kadang-kadang dikategorikan sebagai air pembersih adalah air untuk menangkap debu terbang cerobong pada penggunaan alat penangkap debu (dust collector) tipe basah. Limbah
11
Disamping itu air cairan tebu pada pembersihan tebu tebangan mekanis biasanya juga dikategorikan dalam kelompok ini, tetapi air cucian tebu ini tidak ada di pabrik gula Indonesia karena tebu tebangan mekanis relatif sedikit jumlahnya dan pencucian tebu tidak dilakukan. Kebutuhan air untuk pencucian tebu ini cukup besar, bahkan mencapai 20 m3/ton tebu. Air buangan pabrik gula lainnya adalah air kurasan ketel, yang disebut Boiler Blow Down. Air tersebut umumnya memiliki kadar BOD dan COD yang rendah. Kadar BOD biasanya di bawah 50 mg/l dan jumlahnya juga relatif sedikit. Boiler Blow-Down bervariasi jumlahnya anatara : 0,0007 – 0,09 m3/ton tebu. Namun demikian yang perlu mendapat perhatian dari air tersebut adalah temperaturnya yang cukup tinggi, biasanya di atas 800C. Air buangan lain yang memiliki suhu tinggiadalah kelebihan kondesat. Air kondensat di pabrik gula pada umumnya digunakan lagi untuk keperluan proses dan produksi uap, tetapi kadang-kadang ada juga yang kelebihan air kondensat, sehingga kelebihan air ini juga dibuang. Seperti halnya air kurasan ketel, air kondensat juga memilliki kadar COD dan BOD yang rendah tetapi temperaturnya di atas 700C. Jumlahnya bervariasi antara 0 – 0,08 m3/ton tebu. Air buangan lainnya yang memiliki jumlah relatif kecil adalah air buangan dari laboratorium. Jumlahnya diperkirakan kurang dari 0,0002 m3/ton tebu. Namun demikian air tersebut layak mendapat perhatian karena kemungkinan adanya logam berat Pb dan senyawa kimia lainnya dapat berasal dari air tersebut. Oleh karena itu perlakuan untuk mengisolasi logam berat atau bahan kimia lainnya sangat diperlukan, apabila memang digunakan bahan-bahan yang berbahaya dan beracun. Namun demikian, kecenderungan yang ada di dunia ini internasional saat ini adalah subdtitusi bahan tersebut dengan bahan lain atau metode lain yang lebih aman. Di Indonesia pabrik gula juga sudah mulai berallih dari penggunaan Pb asetat di laboratorium menjadi Al sulfat yang lebih aman terhadap lingkungan. Air buangan pabrik gula tidak mengandung unsur-unsur anorganik yang berbahaya dan kalaupun ada logam berat kadarnya masih di bawah ambang batas yang ditentukan (tabel 8).
Limbah
12
Tabel 8. Hasil analisa bahan anorganik dalam air buangan pabrik gula.
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Analisis Aluminium Arsen Barium besi Chrom ( VI ) Kadmium Nikel perak Raksa Seng tembaga Timbal Chlor (bebas) Fluorida Sulfida Cyanida
Ambang batas maksimum (mg/l) 10 1 1 4 0,1 1 2 0,1 0,1 4 1 1 0,05 2 0,1 0,1
Air kondensor 0,04 - 0,13 t.t t.t 0,13 - 0,22 t.t t.t t.t t.t t.t t.t t . t - 0,05 t.t t.t t . t - 0,1 t.t
Air buangan campuran (mg/l) 0,04 - 0,07 t.t t.t 0,16 - 0,24 t.t t.t t.t t.t t.t t.t 0,05 - 0,65 t.t t.t t .t - 0,2 t.t
ASAP CEROBONG Asap cerobong dari pabrik gula merupakan gas sisa pembakaran di ketel uap. Sebenarnya asap cerobong yang berasal dari pembakaran yang sempurna dan keluar dari ketinggian cerobong yang memenuhi syarat akan langsung terdispersi oleh angin di udara. Namun pembakaran yang kurang sempurna dan penggunaan ampas tebu sebagai bahan bakar di pabrik gula sering kali menghasilkan asap cerobong yang mengganggu lingkungan mulai diperhatikan tahun 1936 di AS. Pada tahun 1968 disebutkan adanya klaim bahwa 95 % dari partikel yang tersuspensi di udara di Florida tenggara disebabkan oleh industri gula, terutama oleh penggunaan ampas sebagai bahan bakar ketel (Hedrickson dan Grillot, 1971). Sedangkan di Jawa hal tersebut mulai muncul keluhan dari penduduk sekitar pabrik gula pada beberapa tahun terakhir sebagai akibat dari perkembangan pemukiman yang makin mendekat ke area pabrik gula. Partikel-partikel abu dan arang dalam asap cerobong yang berdiameter lebih dari 10 mikron akan turun ke bawah dengan berdiameter lebih dari 10 mikron akan turun ke bawah dengan cepat, sedangkan partikel-partikel yang lebih halus, dengan diameter sekitar 5 mikron sampai kurang dari 0,1 mikron akan membentuk suspensi yang stabil di udara.
Limbah
13
Untuk mengatasi masalah populasi yang disebabkan oleh asap cerobong dapat dilakukan beberapa cara antara lain : mengatur tinggi cerobong dan penggunaan alatalat pemisah abu dalam asap. Pengaturan tinggi cerobong dimaksudkan agar bisa terdispersi secra luas di udara sehingga konsentrasinya kecil dan tidak membahayakan. Makin tinggi cabang berarti makin kecil konsentrasi partikel-partikel berbahaya dari asap cerobong. Selain itu tinggi cerobong tidak terangkat ke atas tapi menurun. Untuk mempercepat aliran asap cerobong ke atas bisa pula dibantu dengan ”blower”. Pengaturan tinggi cerobong ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sifat-sifat fisik asap, topografi area tersebut, tata letak bangunan sekitar seperti adanya gedung bertingkat, kecepetan angin, suhu udara. Bethar menganjurkan tinggi cerobong minimum 2,5 x tinggi gedung terdekat dan kecepatan asap yang keluar cerobong minimum 1,5 x kecepatan angin ratarata di tempat itu (Bethea, 1978). Namun demikian pengaturan tinggi cerobong ini hanya bisa mengatasi partikel-partikel kecil yang tersuspensi di udara, sedangkan partikel besar yang berdiameter lebih dari 10 mikron akan turun dengan cepat sehingga perlu penggunaan alat pemisah (gambar2). Alat pemisah partikel besar dalam asap cerobong dapat digolongkan menjadi tipe penangkap debu yang meliputi bentuk siklon, filter, elektrostatik presipitator dan tipe pembersih yang meliputi ”wet scrubbers”, ”venturi scrubbers”, ”plate tawers”, ”spray chambers”, dll.
Limbah
14
UNIT PENGOLAH PENDAHULUAN PADA PENGOLAHAN AIR BUANGAN INDUSTRI ( Bambang Rahadi W. 1994. PPLH – Universitas Brawijaya ) I. PENDAHULUAN Zat-zat pencemar (contaminants) dalam air buangan industri dikurangi kadarnya (diolah) melalui proses fisik, kimia dan biologis. Gambar 1 memperlihatkan tipikal bagan alir dari proses pengolahan buangan industri (Metcalf and Eddy, 1979). Dalam bagan tersebut terlihat bahwa sebelum air buangan diolah oleh reaktor biologis, air buangan tersebut harus mengalami
pengolahan pendahuluan (pretreatment) agar
kondisi air buangan tersebut dapat diolah dengan mudah oleh mikroorganisma dalam reactor biologis. Unit proses fisik yang diperlukan dalam prosespendahuluan itu antara lain screening dan communition,get removal dan primary sedimentation. Kadang kadang diperlukan suatu proses untuk mengurangi beban minyak atau grease oleh suatu unit skimming tank atau oil dan grease removal apabila air buangan tersebut banyak mengandung zat-zat tersebut di atas. Dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan, tuntutan terhadap kualitas effluent dari proses pengolahan buangan industripun semakin meningkat. Akhir-akhir ini,penyaringan air buangan yang telah diolah secara biologis yang biasanya diikuti oleh proses pengendapan dirasakan perlu untuk meningkatkan mutu air olahan. Unit penyaring pasir cepat (Rapid Sand Filter) yang biasanya direncanakan untuk pengolahan air minum juga umum digunakan dalam pengolahan air buangan. Dalam makalah ini akan dibahas teori dan dasar perhitungan dari unit-unit pengolah pendahuluan yang digunakan dalam proses screening dan communition, grit removal, primary sedimentation dan penyaringan.
Limbah
15
Gambar 1. Tipikal bagan alir proses pengolahan air buangan II. SCREENING DAN COMMINUTION 2.1 SCREENING Screening atau penyaringan (bukan filtrasi) adalah proses fisik pertama dalam pengolahan air buangan industri. Screening bertujuan untuk menahan padatan kasar
Limbah
16
seperti sampah-sampah dalam ukuran besar yang akan mengganggu proses atau merusakkan instrument instalasi seperti pompa dan katup-katup dalam instalasi. Bentuk screen bermacam-macam, dapat berupa batangan besi paralel, baik berbentuk bulat (rod) ataupun segi empat,palat baja berlubang dan saringan (screen). Dalam instalasinya ada yang fixed dan ada yang berputar (rotary). Tabel 1 menunjukkan beberapa tipe screen yang umum digunakan dalam pengolahan air buangan industri. Beberapa contoh dari alat yang digunakan dalam screening dapat dilihat pada gambar 2.
A. Rack Rack adalah alat penyaring yang terbuat dari batangan besi parallel. Alat ini hanya untuk menahan sampah dan benda-benda kasar untuk melindungi kerusakan alatalat dalam instalasi, terutama pompadan katup-katup. Untuk pengolahan buangan industry, alat ini mungkin tidak diperlukan, tergantung dari kualitas air buangannya. Sampah yang tertahan oleh rack ini kemudian diambil untuk dibuang/diproses setelah dihancurkan oloeh comminutor. Apabila volume sampah tersebut sedikit, sampah yang telah dihancurkan tersebut mungkin juga dimasukkan ke dalam aliran proses. Dari segi operasi, pertimbangan utama adalah metode pembersihan sampah yang menyumbat rack tersebut. Pembersihan secara mekanis untuk rack yang “menangkap” sampah dalam jumlah besar akan lebih efisien. Kehilangan tekan akibat adanya rack ini relatip kecil. Kirschmer (Jaeger, C. 1956) mengusulkan suatu formula semi empirik untuk menghitung kehilangan tekan tersebut (rack dalamkeadaam bersih) sebagai berikut :
………………. (1) Dimana :
h1= kehilangan tekan ( m ) β = faktor bentu dar bar ( lihat table 2 ) w = lebar maksimum dari bar yang menghadap ke arah aliran ( m ) b = jarak minimum antar bar ( m ) hv = energi kinetic kecepatan aliran ( v2/2g ) θ = sudut kemiringan dihitung dari horizontal
Limbah
17
Tabel 1. Description of screening devisces used In wastewater treatment Screening Surface Type of screen
Size Classification
SizeRange
Sreen Material
See Figure
Application
Inclined : Fixed
Medium
250-1500 μ
Stainlees-steel
Primary treatment
6-3 a
wedge-wire screen Rotary
Coarse
0.8-2.4 mm
Milled bronze or
x 50mm slots Drum (rotary)
Pretreatment
copper plates
Medium
100-1000 μ
Stainless steel wire cloth
Primary treatment
Coarse
0,8-2,4 mm
Milled bronze or copper
Pretretment
x 50mm slots
plates, wire screen
Medium
250-1500 μ
Stainless-steel
Fine
15 - 60 μ
Stailess-steel and
Primary treatment
6-3 b
wedge-wire screen polyester screen clothes
Travelling
Coarse to medium
Stainlees-steel or other
Removal or residual secondary suspended solids
Primary treatment
6-3 c
Primary treatment, secondary
6-3d
noncorossive material Centrifugal
Fine-medium
10-500 μ
Stainleess-steel,polyester, and various other
treatment with settling tank
fabric screen cloths
and the removal of residual secondary suspended solids
Note : mm x 0.03937 = in. Sumber : Metcalf & Eddy, 1974
Tabel 2. Faktor bentuk ( β ) untuk formula Kirschmer No.
Type dari bar
Harga β
1
Sharp-edge rectanguler
2.42
2
Rectanguler with semicircular upstream
1.83
3
Circular
1.79
4 Rectangular with semi circular upstream and downstream faces Sumber : Metcalf and Eddy, 1972.
Limbah
1.67
18
Figure 6-2 Catemary-type mechabically cleaned bar rack used for wastewater treatment. (from Jefrey Mfg.)
Gambar 2. Contoh alat screening yang umum digunakan dalam pengolahan air buangan industri. Bar rack. Berikut adalah contoh soal perhitungan kehilangan tekan akibat adanya sebuah rack (dalam keadaan bersih). Sebuah bar rack membentuk sudut 500 dengan horizontal. Bar berbentuk circular mempunyai diameter 20 mm dan jarak bersih antara bar 25 m. Bila kecepatan aliran 1 m/detik, hitung kehilangan tekan. Jawab : Β (dari table 2) = 1.79 w = 0.02 m b = 0.025 m v = 1 m/detik θ = 50
Limbah
19
dengan persamaan (1)
= 0.0519 m
FINE SCREEN Kalau rack merupakan penyaring yang menggunakan batang besi yang paralel, fine screen biuasanya menggunakan wire-mesh ( jalinan logam membentuk ayakan ) yang mempunyai bukaan yang sempit. Fungsi fine screen ini untuk menahan sampah atau padatan yang lebih halus. Kehilangan tekan akibat fine screen dapat diketahui dari table-tabel yang diberikan oleh produsennya. Rumus berikut dapat dipakai sebagai pendekatan untuk menghitung kehilangan tekan akibat fine screen. Rumus ini dapat juga digunakan untuk menghitung kehilangan tekan pada pelat besiberlubang (perforated plate). ………………… (2) Rumus tersebut dapat pula ditulis dalam bentuk yang lebih umum : ………………... (3)
Dimana :
g = percepatan gravitasi (m/det2) Q = debit air buangan (m3/det) A = luas effective bukaan screen (m2) v = kecepatan aliran melalui screen (m/det) C = koefisien aliran K = koefisien, kontraksi
Harga yang umum digunakan untuk C adalah 0,8. Faktor lain yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan screen adalah bahan dari screen tersebut.untuk buangan industry yang bersifat korosif, bahan yang tahan karet seperti stainless screen atau logam campuran yang tahan karat (mis: monel) dapat digunakan.
Limbah
20
2.2 COMMINUTING Prosess communiting ini bertujuan untuk menghancurkan padatan/sampah yang tidak tersaring dalam proses screening. Penghancuran ini membuat ukuran padatan tersebut lebih homogen,sehingga mempremudah prosesselanjutnya. Kadang-kadang apabila sampah yang tersaring dalam proses screening jumlahnya sedikit,sampah tersebut juga dihancurkan dalam comminutor, untuk kemudian diolah. Banyak tipe dari comminutor, tetapi pada umumnya metoda penghancuran material/sampah sama yaitu dengan menggunakan semacam grinder yang digerakkan oleh motor listrik.informasi teknis dari produser tentunya merupakan petunjuk yang paling baik dalam pemilihan dan pengoperasian alat ini. Gambar 4 menunjukkan suatu contoh dari pemasangan comminutor ini. Faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemasangan alat ini adalah pentingnya dibuat suatu sistem “by-pass” aliran untuk menghindari gangguan operasi pada saat terjadi pada alat ini (yang sering terjadi). Perletakan alat ini dalam bagan alir proses pengolahan buangan industri juga fleksibel. Biasanya dipasang setelah unit screening dan sebelum pompa. Perlu diperhatikan bahwa alat ini juga sering mendapat problem akibat adanya pasir yang mengikis pisau pemotong pada grinder.
Limbah
21
Figure 6-3 Typical screening devices used for wastewater treatment. (a) Inclined fixed screen,(b) Rotary drum screen, (c) Travelling screen (From FMC. Link-belt), (d) Centrifugal screen. (From SWECO.Inc)
Gambar 3. Contoh alat screening yang umum digunakan dalam pengolahan air buangan industry. Fine Screen.
Limbah
22
Gambar 4. Sebuah Comminutor dan pemasangannya
Limbah
23
III. GRIT REMOVAL Penyisihan “grit” atau pasir dan benda-benda padat yang relatif berat dilakukan dalam unit yang disebut “grit chambers”. Tujuan utama dari unit ini adalah untuk melindungi alat-alat instalasi dari keausan akibat gesekan (mechanical abrasion) dengan pasir atau padatan keras yang mempunyai berat jenis yang tinggi lainnya serta menghindari adanya pengendapan pasir/padatan berat lainnya dalam unit-unit pengolah lumpur seperti sludge-thickener dan sludge digester. Bilamana mungkin, unit ini diletakkan pada awal pengolahan. Di dalam grit chamber ini, prinsip penyisihan pasir dan benda-benda padat lainnya menggunakan teknik sedimentasi (pengendapan) secra gravitasi. Theory tentang sedimentasi ini akan dijelaskan dalam bagian sedimentasi ( bagian 5 ). Dari segi operasinya, ada 2 jenis grit chamber yaitu : 1. Horizontal flow grit chamber 2. Aerated grit chamber.
3.1 HORIZONTAL FLOW GRIT CHAMBER Grit chamber jenis ini banyak digunakan sebelum dikembangkan jenis aerated grit chamber. Grit chamber model ini mempunyai bentuk memanjang dengan bagian bawah yang berbentuk trapesium. Bentuk trapesiumini yang sebetulnya merupakan pendekatan dari bentuk parabola dimaksudkan supaya variasi kecepatan horizontal didalam GC inirelatif constant disekitar 0.30 m/det. Gambar 5 memperlihatkan potongan melintang dari sebuah GC dengan bentuk trapezium pada bagian bawah. Pengaturan kecepatan horisontal aliran di dalam GC ini penting untuk menghindari penggerusan (resuspensi) dari pasir yang telah diendapkan pada saat kecepatan meningkat karena debit aliran meningkat. Pada saaat debit minimum, kecepatan aliran yang terlalu lambat akan mengakibatkan ikut mengendapnya partikel yang ringan, yang biasanya mempunyai kadar organik tinggi. Kecepatan horisontal 0.30 m/det akan mengendapkan semua pasir halus dan padatan berat lainnya.
Limbah
24
Gambar 5.Potongan melintang dari horisontal flow Grit Chamber.
Pengaturan kecepatan aliran di dalam GC jenis ini selain dengan modifikasi bentuk bagian dasarnya juga bisa pula dilakukan dengan alat ukur yang dipasang setelah GC atau pada outlet zone dari GC. Alat ukur yang masuk dalam kategori ini adalah Parshal flume dan proportional weir. Faktor desain lain yang penting adalah beban permukaan (Surface loading) atau beban hidrolis yang dinyatakan sebagai : Vo = Q/As, dimana Q adalah debit aliran masuk ke GC, m3/det, dan As adalah luas efektif permukaan QC ( panjang x lebar ),m2. Kriteria Perencanaan Grit Chamber Untuk mempermudah perencanaan GC angka-angka didalam tabel 4 dapat digunakan sebagai pedoman.
Limbah
25
Tabel 4. Kriteria perencanaan untuk horizontal grit chamber No.
Faktor perencanaan
1
Waktu detensi = Vol/Q (detik)
2
Kecepatan Horisontal,Vh (m/det)
3
Kecepatan pengendapan (m/min) ukuran partikel 0.15 mm ukuran partikel 0.21 mm
4 Inlet dan outlet zone Sumber : Metcalf and Eddy,1979
Range 45 - 90 0.25 - 0.40
Tipikal 60 0.3
0.6 - 0.9 0.75 1.0 - 1.3 1.15 2 x kedalaman maksimum
Dalam perencanaan GC harap diperhatikan bahwa jumlah GC minimum 2 (dua) buah. Hal ini dimaksudkan apabila salah satu dalam pemeliharaan, masih ada GC lain yang beroperasi.
3.2 AERATED GRIT CHAMBER Diilhami oleh adanya endapan grit halus pada tangki aerasi (Activated sludge), maka dikembangkanlah ide aerasi pada GC. Pengendapan grit pada tangki aerasi yang sebelumnya lolos dari GC ini ternyata akibat adanya aliran melingkar (helical flow) akibat naiknya gelembung udara (gambar 6). Pada saat arah aliran menuju ke bawah, arus ini memberikan percepatan pada kecepatan pengendapan partikel grit tadi, sehingga lebih mudah mengendap. Perlu pula diperhatikan bahwa aliran masuk ke GC haruslah dari samping. Hal ini akan lebih membantu terjadinya aliran berputar. Pengaturan kecepatan dari aliran berputar ini dapat diatur dengan mengatur jumlah udara yang diaerasikan. Dengan pengaturan yang tepat, hampir semua grit dapat diendapkan. Keuntungan lain dari aerasi ini adalah partikel grit tersebut juga mengalami pencucian akibat gerakan aliran yang melingkar tersebut. Tabel 5. Kriteria perencanaan untuk aerated grit chamber No. Faktor Perencanaan 1 Dimensi Panjang (m) Lebar (m) Dalam (m) 2 Waktu detensi,pada saat debit maksimum (menit) 3 Suplai udara untuk aerasi (m3/menit per m panjang)
Range
Tipikal
7.5 - 20 2.5 - 7.0 2-5 2-5
3
0.15 - 0.45
0.3
Sumber : Metcalf and Eddy, 1974
Limbah
26
Tabel 5 memberikan gambaran mengenai kriteria perencanaan untuk aerated GC yang umum digunakan. Contoh soal : Berikut adalah contoh soal untuk perencanaan aerated grit chamber. Rencanakanlah sebuah aerated GC untuk debit rata-rata 0.5 m3/det, dengan peak factor 2.75. Jawab : 1. Debit maksimum = 0.5 x 2.75 m3/det = 1.38 m3/det 2. Tentukan volume QC Dari table 5, waktu detensi = 3 menit, jadi volume GC = 3 x 60 x 1.38 m3= 248.4 m3 Dibuat 2 buah, sehingga volume tiap GC = 124.2 m3. 3. Tentukan dimensi, gunakan perbandingan kedalaman dengan lebar = 1 : 1.2, dan rencanakan lebar tank = 3 m (lihat table 5) dalam = 1.2 x 3 = 3.6 m panjang
= Volume / (panjang x lebar) = 124.2 / (3 x 3.6) = 11.5 m
Panjang ini dalam pelaksanaannya harus ditambah untuk inlet dan outlet zone, 10- 20% dari hasil perhitungan ini. Anggap 15 %, jadi panjang tank menjadi 1.15 x 11.5 m = 13.2 m. 4. Tentukan suplai udara, rencanakan suplai per meter panjang tanki = 0.04 m3/menit. Suplai udara = 13.2 x 0.04 m3/menit = 0.53 m3/menit.
Limbah
27
Gambar 6. Aerated Grit Chamber
Limbah
28
Tentunya dalam mendimensi ini harus dipikirkan hal-hal lain seperti sistem handling dari grit, dimensi dari alat-alat untuk handling pasir/grit, dimensi dari alat-alat untuk handling pasir/grit yang terakumulasi dan sebagainya.
3.3 ALAT UKUR PADA (HORIZONTAL) GRIT CHAMBER Seperti telah disinggung pada bagian 3.1, bahwa pengaturan kecepatan horisontal dalam GC, terutama horizontal GC, adalah sangat penting untuk menjaga performance dari GC. Fluktuasi kecepatan ini timbul karena debit air buangan industry sangat fluktuatif. Dalam penggunaan equalization tank, diikuti pemompaan secara tersistem akan mengurangi fluktuasi debit. Secara keseluruhan sistem dengan equalization tank/basin akan sangat menguntungkan proses. Apabila fluktuasi debit tidak tidak terhindarkan, untuk horizontal GC, pengaturan agar kecepatan horisontal di dalam GC sedekat mungkin dengan harga 0.30 m/det dilakukan dengan memasang alat ukur setelah GC, ataupun merupakan bagian darioutlet zone dari GC. Alat ukur yang sering digunakan adalah Parshall flume dan proportional weir. Untuk aerated GC, pengaruh fluktuaasi debit inflow dapat diatasi dengan pengaturan jumlah suplai udara untuk aerasi.
Parshall flume Parshall flume merupakan alat ukur yang mempunyai head loss (kehilangan tekanan) yang kecil. Bentuk dari alat ukur ini dapat dilihat pada gambar 7. Standar dimensi dari Parshall flume ini banyak jumlahnya. Persamaan (4) dapat digunakan untuk menghitung debit aliran yang melalui alat ukur tersebut (Waniliesta,1990) : Q = 4 x 8x h1 1.552 x B0.026
…………………... (4)
Dimana : Q = debit aliran, m3/det h1 = upstream head,m B = lebar penyempitan dari flume (m)
Limbah
29
A. PARSHALL FLUME
B. PROPORTIONAL WEIR
Gambar 7. Parshall Flume dan Proportional Weir
Limbah
30
Alat ukur ini juga digunakan dalam irigasi dan drainase. Salah satu hal yang membedakan alat ukur yang digunakan dalam GC adalah lebih sempitnya tenggorokan (penyempitan) dari Parshall flume yang digunakan di GC, bila dibandingkan dengan yang lainnya.
Proportional Weir Bentuk dari proportional weir ini dapat dilihat dalam gambar 7. Biasanya weir ini dibuat dari pelat baja tahan karat. Dengan bentuk bukaan (opening) yang menyempit dibagian atasnya,meyebabkan pertambahan debit akan memerlukan ketinggian lebih tinggi bila dibandingkan apabila alat ukur ini merupakan weir segiempat biasa. Pertambahan tinggi ini akan mengakibatkan bertambah luasnya penampang aliran di bagian belakang alat ukur ini, akibatnya kecepatan aliran pun akan relative tetap sebagai akibat pertambahan luas penampang (cross sectional) tersebut. Debit aliran yang melalui proportional weir ini dapat dihitung dengan persamaan (5)
.
……………… (5)
Q dalam cuft/sec, dimensi a, b, x, h dan Y dalam feet.
IV. SKIMMING TANK DAN PENANGKAP LEMAK Skimming tank berfungsi untuk “menjebak” sampah dan material lainnya yang terapung, sedangkan penangkap lemak (grase trap) digunakan untuk menangkap lemak. Prinsip kerja kedua unit pengolah ini sama, yaitu dengan mengalirkan air ke dalam bak yang bersekat. Aliran inflow dipermukaan, tetapi outlet untuk aliran keluar haruslah selalu terendam air, sehingga material yang terapung tetap tinggal di dalam bak atau trap tersebut (gambar 8). Secara periodik material yang terjebak itu dibersihkan.
Limbah
31
Gambar 8. Sketsa skimming tank dan grase trap Tidak semua pengolahan air buangan industri memerlukan skimming tank ataupun grase trap. Apabila kehadiran material yang mengapung seperti oil ataupun minyak yang diperkirakan akan mengganggu proses biologis dengan cara menghalangi kontak dengan udara karena permukaannya tertutup oli/minyak, unit ini sebaiknya digunakan. Untuk skimming tank, parameter perencanaan adalah waktu detensi. Pada umumnya waktu detensi bervariasi dari 1 sd 15 menit. Makin lama waktu detensi akan lebih baik. Untuk grease trap,waktu detensi akan lebih panjang,10 sd 30 menit. Pada umumnya grease trap ini diperlukan dalam industri makanan, rumah sakit, bengkel dan hotel.
V. SEDIMENTASI PRIMER Unit pengolah sedimentasi primer yang diletakkan sebelum reaktor biologis bertujuan untuk mengurangi beban pencemar (organik). Zat pencemar yang dapat dikurangi atau disisihkan oleh unit ini dalam bentuk settleable solid (zat padat yang dapat diendapkan) termasuk di dalamnya zat organik. Tergantung dari karakter air buangannya, unit ini dapat mengurangi kadar zat padat tersuspensi hingga 50 – 70%, dan mengurangi kadar zat organic hingga 40 %.
Limbah
32
Ditinjau dari arah alirannya, ada 2 jenis bak sedimentasi yaitu bak dengan arah aliran horisontal dan bak dengan arah aliran vertikal. Jenis yang pertama lebih banyak digunakan karena lebih efisien. Ditinjau dari bentuknya, ada 2 bentuk yang umum, yaitu bentuk segiempat memanjang dan bentuk lingkaran. Gambar 9 menunjukkan bak sedimentasi dengan bentuk segiempat memanjang. Apabila suatu cairan mengandung zat padat yang tersuspensi (bukan koloid), ditaruh dalam kondisi yang relatif tenang, dan zat padat tersebut mempunyai berat jenis yang lebih besar dibandingkan cairan tersebut, maka zat padat itu cenderung untuk mengendap. Prinsip ini yang disebut pengendapan secara gravitasi digunakan dalam proses pengendapan didalam bak pengendap primer.
5.1 THEORI SEDIMENTASI PARTIKEL DISCRETE Proses sedimentasi (secara gravitasi) ditinjau dari sifat solid yang terdapat dalam suspensinya dapat dibagi menjadi empat : 1. Pengendapan partikel discrete 2. Pengendapan partikel terflokulasi 3. Pengendapan secara missal dalam suatu zone (zone settling) kadang-kadang disebut sebagai hindered settling. 4. Pengendapan dengan partikel mengalami pemadatan (compression) Proses pengendapan didalam unit sedimentasi primer dapat digolongkan ke dalam pengendapan partikel discrete. Proses pengendapan partikel discrete inilah yang akan dibahas. Suatu partikel akan mengendap apabila gaya gravitasi atau gaya – gaya eksternal lainnya lebih besar dari gaya gesek akibat kekentalan dan gaya mengapung (gaya Archimedes). Kecepatan pengendapan partikel setelah mencapai keseimbangan (terminal settling velocity) dapat dinyatakan oleh rumus Stokes : 1/2
…………………... (6)
Dimana : Vs = kecepatan pengendapan Cd = koefisien gesek fluida-partikel ρp = rapat jenis partikel ρ = rapat jenis air g = percepatan gravitasi Limbah
33
d = diameter partikel Harga Cd yang digunakan dalam persamaan (6) ini merupakan fungsi dari kondisi aliran (turbulent atau laminar) dan bentuk dari partikel. Untuk kondisi laminer dan partikel bulat, persamaan (6) dapat ditulis menjadi : ….…………… (7) Dimana μ adalah kekentalan dinamis. Dalam perencanaan suatu bak pengendap, biasanya dipilih suatu kecepatan pengendapan (terminal settling velocity) dari suatu partikel tertentu, misalnya vo , sehingga idealnya semua partikel dengan kecepatan mengendap sama atau lebih besar dari vo akan mengendap. Jika As adalah luas permukaan dari bak pengendap, dan Q adalah debit air, maka : ……..………… (8) Disini vo dapat disebut sebagai beban permukaan atau surface loading atau overflow rate yang direncanakan. Untuk bak pengendap dengan aliran horisontal,panjang dari bak tersebut harus sedemikian rupa sehingga semua partikel dengan kecepatan pengendapan vo harus mencapai dasar dari bak. Hal ini dapat dicapai apabila : ...…………… (9) Dimana waktu detensi adalah (Volume bak)/ Q. Gambar 10 memperlihatkan lintasan partikel didalam bak sedimentasi. Pada umumnya diameter partikel yang tersuspensi tidak homogen. Partikel dengan kecepatan mengendap kurang dari vo sebagian (tergantung dari posisinya relatif terhadap dasar bak) akan diendapkan. Fraksi dari partikel dengan kecepatan pengendapan vp < vo yang diendapkan adalah :
Yr = Vp /Vo
...…………… (10)
Didalam bak pengendap dengan debit Q, fraksi partikel yang dapat diendapkan adalah semua partikel dengan kecepatan mengendap lebih besar dari vo ditambah fraksi dari partikel dengan kecepatan mengendap kurang dari vo. Total fraksi dari partikel yang dapat diendapkan adalah :
Limbah
34
.…..…………... (11) Dimana 1 – Yo adalah fraksi partikel yang mempunyai kecepatan pengendapan sama atau lebih besar dari vo. adalah fraksi partikel dengan vs < vo yang diendapkan. Contoh soal. Suatu analisa distribusi partikel dalam air buangan pabrik kaca adalah sebagai berikut : (dinyatakan dalam kecepatan mengendap dan % fraksi yang masih tertinggal didalam air, yaitu fraksi partikel yang mempunyai kecepatan mengendap lebih kecil dari yang disebutkan) : Vs (m/menit)
3.0
1.5
0.6
0.3
0.22
0.15
Fraksi yang tertinggal (%)
55
46
35
21
11
3
Apabila direncanakan beban permukaan bak adalah 4000 m3/m2 per hari,hitung efisiensi pengendapan bak. Jawab. 1. Buatlah kurva kumulatif fraksi partikel yang masih dalam air vs kecepatan pengendapan (dinyatakan sbg garis dalam gambar 10). 2. Hitung vo, 3. Hitung bagian integral dari persamaan [11]. Perhitungan luas intergrasi ini dilakukan secara grafis, yaitu dengan menghitung luas permukaan daerah sebelah kiri kurva sampai batas integrasi (0 sd Yo). Dalam gambar 10, perhitungan ini diperlihatkan sebagai blok-blok. dy 0.04 0.16 0.12 0.08 0.08 0.06
Σ
Limbah
vp 0.10 0.22 0.40 0.70 1.30 2.25
vp x dy 0.004 0.035 0.048 0.056 0.104 0.135
0.382
35
Gambar 9. Denah dan potongan melintang sebuah horizontal flow primary sedimentation tank.
Gambar 10.Kurva fraksi yang masih dalam suspense Limbah
36