BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinyainsiden patient safety disuatu rumah sakit, akan memberikan dampak yang merugikan bagi pihak rumah sakit, staf, dan pasien pada khususnya karena sebagai pemberi pelayanan. Adapun dampak yang ditimbulkan lainnya adalah menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Rendahnya kualitas atau mutu asuhan yang diberikan, karena patient safety merupakan bagian dari mutu (Flyin, 2002 dalam Sri, 2013) Isu patient safety merupakan salah satu isu utama dalam pelayanan kesehatan. Patient safety merupakan sesuatu yang jauh lebih penting daripada sekedar efisiensi pelayanan. Berbagai resiko akibat tindakan medis dapat terjadi sebagai bagian dari pelayanan kepada pasien (Pinzon 2008 dalam Cintya, 2013). Rumah sakit perlu meningkatkan mutu pelayanan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat diantaranya melalui program patient safety dimana World Health Organization (WHO) telah memulainya pada tahun 2004. Di Indonesia Gerakan Patient SafetyRumah Sakit (GKPRS) dicanangkan Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada 21 Agustus 2005. (Cintya, 2013) World Health Organization (WHO) pada tahun 2004 mengumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit di berbagai negara: Amerika, Inggris, Denmark dan Australia, ditemukan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) dengan rentang 3,2 – 16,6 %. Datadata tersebut menjadikan pemicu berbagai negara untuk segera melakukan penelitian dan pengembangan Sistim Patient safety.(DepKes,2006)
1
2
Di Amerika Serikat menurut Departemen Kesehatan menyebutkan bahwa sistem patient safety sudah mulai berkembang sejak tahun 2000, diantaranya adalah sistem pelaporan insiden, pengembangan dan penerapan solusi untuk menekan kesalahan, penetapan berbagai pedoman, standar, indikator patient safety berdasarkan pengetahuan dan riset. Di Indonesia data tentang patient safety meliputi kejadian tidak diharapkan apalagi Kejadian Nyaris Cedera (Near miss) masih langka, namun di lain pihak terjadi peningkatan tuduhan “malpraktek”, yang belum tentu sesuai dengan pembuktian akhir. Dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit maka Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia telah mengambil inisiatif membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS). Komite tersebut telah aktif melaksanakan langkah-langkah persiapan pelaksanaan keselamatan pasien rumah sakit dengan mengembangkan laboratorium program keselamatan pasien rumah sakit. ( Depkes, 2006) Menurut penelitian Bawelle (2013), tentang hubungan pengetahuan dan sikap perawat dengan pelaksanaan patient safety di ruang rawat inap RSUD Liun Kendage Tahuna mengatakan ada hubungan pengetahuan perawat dengan pelaksanaan patient safety di Ruang Rawat Inap RSUD Liun Kendage Tahuna, dimana 95% perawat pelaksana mempunyai pengetahuan baik tentang pelaksanaan patient safety, dan ada hubungan sikap perawat dengan pelaksanaan patient safety di Ruang Rawat Inap RSUD Liun Kendage Tahuna, dimana 95% perawat pelaksana mempunyai sikap yang baik dalam melaksanakan patient safety. (Cintya, 2013) Menurut penelitian Ariyani (2008), yang berjudul analisa pengetahuan dan motovasi perawat yang mempengaruhi sikap mendukung penerapan program patient safety terlihat bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan baik (76,3%) dan responden dengan pengetahuan kurang baik (23,7%). Berdasarkan hasil jawaban kuisioner ada beberapa perawat yang perlu mendapatkan perhatian tentang pengetahuan yaitu pendokumentasian tidak perlu yang penting pasien selamat
3
(15,8%), sebelum memasang infus tidak perlu cuci tangan karena memakai sarung tangan (30,26%). Pengetahuan perawat tentang patient safety sangat penting untuk mendorong pelaksanaan program patient safety. perawat harus mengetahui unsur-unsur yang ada dalam patient safety, tujuan patient safety, upaya patient safety serta perlindungan diri selama kerja.Di dalam sistem tersebut meliputiidentifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden atau kejadian tidak diharapkan, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko (DepKes RI, 2006). Masalah-masalah yang timbul akibat dari kurangnya pengetahuan perawat dalam pelayanan patient safety akan menyebabkan kerugian bagi rumah sakit, tenaga, materi ataupun pekerjaan yang tidak efisien dan lebih jauh akan merugikan pasien itu sendiri, misalnya salah dalam memberikan obat atau tindakan yang dapat merugikan pasien. Menurut Ariyani (2008), menunjukkan bahwa responden sebagian besar mempunyai sikap mendukung penerapan program patientt safety yang tinggi (76,3%) dan sikap mendukung rendah (23,3%). Namun ada beberapa jawaban perawat yang perlu mendapatkan perhatian terkait dengan sikap mendukung penerapan program patienttsafety yaitu : (57,8%) kurang setuju menggunakan infus pump untuk memantau ketepatan cairan, (53,9%) tidak setuju mengganti infus set lengkap setiap 3 hari sekali, (46%) tidak setuju satu jarum suntik untuk satu kali injeksi. Hasil survey Fitri (2010), terdapat beberapa keluhan pasien antara lain: Pemberian obat kepada pasien tidak tepat waktu, Perawat kurang ramah,Perawat kurang tanggap terhadap keluhan pasien, Perawat kurang terampil dalam melayani pasien, dan Perawat lambat dalam melayani pasien. Hal tersebut menggambarkan kurangnya sikap perawat dalam pelayanan patient safety yang dapat menyebabkan timbulnya
4
ketidaknyamanan bagi pasien sehingga dapat mendorong pasien untuk pulang sebelum sembuh atau pulang atas permintaan sendiri. Dari hasil survey awal yang dilakukan oleh peneliti di RSUD Datu Beru Takengon, dari data rekam medik ditemukan tingginya angka Infeksi Nosokomial pada tahun 2013, kejadian ini tersebar di sejumlah ruang rawat inap RSU Datu Beru Takengon data tersebut dapat dilihat dalam tabel 1.1 Tabel 1.1 Data Infeksi Nosokomial Ruang Rawat Inap RSU Datu Beru Takengon Tahun 2013 Bulan
Kejadian Infeksi Nasokomial
Jumlah Pasien
Plebitis
Dekubitus
ISK
Rawat Inap
Januari
9
3
-
1.152
Februari
7
-
2
1.075
Maret
11
5
3
1.221
April
13
4
2
1.127
Mei
8
3
3
1.136
Juni
10
-
-
1.062
Juli
9
4
-
1.108
Agustus
11
3
1
1.138
Septemper
6
-
1
1.096
Oktober
12
1
-
1.117
November
6
-
-
1.013
Desember
5
2
1
1.024
107
25
13
13.269
Jumlah
Sumber : Rekam Medik RSU Datu Beru Takengon 2013. Tabel di 1.1 menunjukkan jumlah kejadian infeksi nosokomial di Instalasi Perawatan Intensif cukup tinggi, terutama kejadian plebitis. Hal ini menggambarkan bahwa sikap perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien secara aman yang merujuk pada konsep patientt safety belum optimal.
5
Kejadian salah dalam pemberian obat pernah terjadi di RSUD Datu Beru Takengon yaitu pada bulan November 2013, yang menimpa seorang pasien di ruang penyakit dalam wanita mengakibatkan pasien tersebut harus dirawat diruang perawatan intensif karena pasien mengeluh berdebar-debar, pasien sangat lemas dan kulit terasa terbakar. Terjadi peningkatan denyut jantung yang sangat cepat ( > 200X permenit ) dan gangguan haemodinamik yang sangat mengancam jiwa. Masalah ini terjadi disebabkan oleh perawat yang menyuntikkan antibiotik yang diresepkan oleh dokter tanpa melakukan skin test terlebih dahulu. Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti di Rumah Sakit Umum Datu Beru Takengon, memilikitenaga keperawatan berjumlah312 orang. Secara keseluruhan program patient safetybelum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan karena masalah dilapangan merujuk pada konsep patient safetymasih ada resiko pasien cedera, resiko jatuh dan salah dalam pemberian obat. Hasil observasi penulis, 5 dari 7 perawat didapatkan bahwa pada saat perawat akan memberikan obat, perawat tidak melakukan identifikasi secara jelas pada pasiennya sesuai dengan prinsip 5 benar dalam pemberian obat, sehingga beresiko dalam kesalahan pemberian obat, kemudian di ruangan pasien juga tidak terdapat toilet, sehingga dapat menyebabkan resiko cidera pada pasien apabila pada saat pasien akan menuju kamar mandi yang berada di luar ruangan pasien. Pembatas tempat tidur juga tidak dipasang pada saat perawat meninggalkan ruangan. Hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Datu Beru Takengon, 5 dari 7 perawat mengatakan belum mengenal apa yang dimaksud dengan patient safety serta tujuannya, mereka hanya mengatakan yang penting pasien sehat dan bisa pulang. Secara keseluruhan belum adanya pelatihan untuk perawat yang diberikan pihak rumah sakit tentang patient safety sehingga kurangya informasi maupun penerapan patient safety dirumah sakit tersebut.
6
Berdasarkan fenomena di atas, serta belum adanya penelitian tentang hubungan pengetahuan dan sikap dengan praktik perawat dalam menerapkan program patient safety di Rumah Sakit Datu Beru Takengon, maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang hubungan antara pengetahuan dan sikap perawat dengan patient safety di rumah sakit Datu Beru Takengon. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah Ada Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Perawat DenganPenerapan Patientt safety Di RSU Datu Beru Takengon Tahun 2014?”. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk
mengetahui
HubunganPengetahuan
dan
Sikap
Perawat
Dengan
PenerapanPatient safety Di RSU Datu Beru Takengon Tahun 2014. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahuipengetahuan perawat tentang penerapanpatient safety Di RSU Datu Beru Takengon Tahun 2014. b. Untuk mengetahui sikap perawat tentang penerapanpatient safety Di RSU Datu Beru Takengon Tahun 2014. c. Untuk mengetahui penerapan perawat tentang patien safety Di RSU Datu Beru Takengon Tahun 2014. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Rumah Sakit Sebagai masukan dalam memberikan pelayanan dengan lebih memperhatikan kembali tenaga keperawatan untuk meningkatkan kinerja perawat dalam pelaksanaan pelayanan tindakan keperawatan .
7
2. Bagi Perawat Sebagai masukan dan pembelajaran bagi perawat untuk meminimalisir kejadian yang tidak diharapkan bagi pasien. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Sebagai bahan masukan dan data dasar untuk peneliti yang akan melakukan penelitian selanjutnya tentang pengetahuan dan sikap perawat tentang patient safety.