BABAD SERENAN SEBAGAI BUKTI INOVASI PENULISAN BABAD DI JAWA Oleh : Drs. Luwiyanto, M.Hum.
PENGANTAR Dewasa ini kecenderungan orang memahami
banyak memuat peristiwa-peristiwa yang bersifat
teks-teks lama semakin bertambah besar. Hal ini
sejarah (Darusuprapta, 1981:17). Dari segi isinya,
disebabkan karena timbulnya kesadaran mengkaji dan
babad terbentuk dari dua unsur pembentuk, yaitu fakta
mengangkat nilai-nilai luhur yang dulu pernah
dan seni sastra. Dua unsur ini mempunyai titik temu,
menjadi pedoman hidup nenek moyang. Seperti
yaitu sejarah yang dibentuk, berupa cerita kenegaraan,
dikatakan oleh Sartono Kartodirdjo (1968:7), bahwa
cerita pendirian negara, peperangan, silsilah, dan
masa sekarang ini sebenarnya tidak lain dari
sebagainya. Fakta-fakta tersebut diungkapkan lewat
kelanjutan atau perpanjangn dari masa lampau yang
bahasa, sehingga terbentuklah cerita naratif. Antara
dalam berbagai bentuk masih tampak di tengah-tengah
fakta dan seni bahasa ini diramu sedemikian rupa
kita. Bermacam-macam dan keadaan dewasa ini tidak
sehingga menimbulkan seni sastra yang utuh dan
mungkin dimengerti betul-betul, jikalau tidak
bulat. Fakta –fakta yang terungkap dalam bangunan
diketahui latar belakang secara historis yaitu asal-usul
cerita barulah dapat dipahami berkat kesinambungan
dan perkembangan pada masa lalu. Pada hal rekaman
yang dibentuk oleh cerita (Wiryamartana, 1986:101).
kepercayaan dan pikiran orang masa lalu hanya dapat
Adanya keterjalinan antara tradisi sastra dengan
diketahui dari peninggalan-peninggalannya yang
tradisi sejarah tersebut, maka babad disebut juga karya
sampai pada kita, misalnya karya-karya yang
sastra sejarah. Bentuk karya sastra sejarah yang lain
berbentuk tulisan.
misalnya : di Melayu disebut kronik, di Sumatra Barat
Atas dasar pertimbangan tersebut, kiranya
disebut tambo, di Sulawesi Selatan disebut lontara,
dipandang perlu, bahkan mendesak untuk mengkaji
dan sebagainya. Di pulau Roti ditemukan karya sastra
teks-teks lama yang jumlahnya sangat banyak. Tidak
sejenis babad yang disebut tutui teteek (Fox, 1986:14-
sedikit naskah-naskah yang sampai sekarang belum
22). Naskah-naskah babad yang tersimpan di Jawa
pernah “dijamah” orang, menunggu tangan-tangan
dan di Bali dalam jumlah yang relatif besar belum
baik di antara kita. Naskah-naskah yang tersimpan di
banyak diteliti.
berbagai daerah pelosok tanah air Indonesia ini
Dari sekian banyak babad yang tersimpan di
bermacam-macam isi dan jenisnya. Salah satu dari
museum-museum, perpustakaan-perpustakaan, dan
sekian banyak teks tersebut adalah yang disebut
lain-lain itu hanya beberapa babad saja yang sudah
babad.
diteliti, misalnya : Babad Pacitan (Manu, 1982),
Babad adalah istilah yang digunakan untuk
Babad Clereng (Asri Sundari, 1982), Babad Onje
menyebut jenis karya sastra yang berkembang di
(Endang Purwaningsih, 1986), Babad Maja (Sukamto,
daerah Jawa, Bali, dan Lombok, yang didalamnya
1986), Babad Tuban (Edi Widodo, 1986), Babad
Drs. Luwiyanto, M.Hum.: adalah dosen ........................
Magistra No. 73 Th. XXII September 2010 ISSN 0215-9511
89
Babad Serenan Sebagai Bukti Inovasi Penulisan ..........
Blambangan (Darusuprapta, 1984), Babad
dalam konvensi sastra babad. Unsur tersebut berfungsi
Arungbinang (Sarman, 1984), Babad Pakepung
sebagai penggerak dan pendorong cerita lebih maju
(Saparinah, 1991), dan sebagainya. Kalau kita hitung,
(Sarman, 1984:85-86). Pendapat yang sejalan dengan
babad-babad yang sudah diteliti lalu dibandingkan
pendapat di atas, diungkapkan oleh Darusuprapta,
dengan yang masih terbengkalai di pusat-pusat
bahwa unsur keindahan dan unsur khayalan (legenda,
penyimpanan naskah, maka angka perbandingannya
mitologi, hagiografi, dan sebagainya) pada sastra
jauh tidak seimbang. Beratus-ratus bahkan beribu-ribu
sejarah merupakan tuntutan yang harus dipenuhi
naskah babad belum sempat ditangani, sementara
sebagai halnya karya sastra pada umumnya,
alam terus menyengat, menghancurkan naskah-naskah
sedangkan unsur sejarah merupakan ciri pembeda
tua. Naskah-naskah itu perlu segera diteliti,
khusus dari jenis-jenis karya sastra lain
diungkapkan nilai-nilai yang terkandung sebelum
(Darusuprapta, 1976:36-42).
lenyap dimakan oleh alam yang ganas ini. Oleh karena
Dari beberapa pendapat di atas, rupanya
itu kita sebagai peneliti muda, amat berdosalah apabila
mereka melihat babad dari segi struktur ceritanya.
membiarkan benda-benda berharga tersebut lenyap
Di satu pihak menyimpulkan bahwa genealogi
begitu saja. Pada kesempatan ini saya ingin
merupakan kerangka struktur pokok penulisan babad,
melontarkan permasalahan kecil yang mungkin
di lain pihak unsur seperti mitologi, legenda,
bermanfaat bagi para pecinta sastra babad.
hagiografi, dan sebagainya merupakan pengisi pokok
Permasalahan yang dimaksudkan adalah tentang
dari kerangka genealogi tersebut. Dengan demikian
pergeseran penulisan babad di Jawa, yang dalam hal
unsur khayalan mempunyai letak di selap-selip di
ini diambil kasus Babad Serenan.
antara genealogi. Untuk lebih jelasnya dibawah ini dikemukakan sebuah bagan struktur babad seperti
PENDAPAT PARA STRUKTUR BABAD
AHLI
TENTANG
Sebelum masuk pada permasalahan pergeseran penulisan babad terlebih dahulu perlu diketahui
yang dikatakan oleh para ahli di atas, sebagai berikut: Bentuk
Genealogi
Isi
Mitologi, legenda, hagiografi, simbolisme, dan sebagainya
beberapa pendapat mengenai babad. A. Teeuw dalam
Demikianlah para ahli menanggapi karya sastra
artikelnya yang diberi judul Indonesia as Narrative
sejarah berjenis babad, bahwa unsur-unsur khayalan
Texts as an Indonesia Literary Genre, mengatakan
tersebut harus selalu ada pada babad. Bahkan kita pun
bahwa babad disusun dengan berdasarkan struktur
sebagian besar jikalau mendengar atau melihat teks
genealogi (1984:41-45). Pendapat yang sama
babad, dalam pikiran kita terbayangkan bahwa di
dikatakan oleh Kartodirdjo (1968:34), ia
dalamnya tentu berisi tentang genealogi dan unsur
menandaskan bahwa genealogi merupakan permulaan
khayalan. Kita sering berapriori dahulu, padahal tidak
dari semua penulisan sejarah, termasuk Babad
seharusnya demikian, lebih baik dibaca dan dipahami
Arungbinang, mengatakan bahwa unsur rekaan seperti
terlebih dahulu. Itulah akibatnya apabila kita tidak
simbolisme, legenda, hagiografi, mitologi, dan
berpikir secara kritis dan jeli, hanya menerima dengan
sebagainya merupakan tanda pengenal yang tetap
90
Magistra No. 73 Th. XXII September 2010 ISSN 0215-9511
Babad Serenan Sebagai Bukti Inovasi Penulisan ..........
enaknya suatu pendapat “orang besar”, tanpa berpikir
Dari segi bentuknya, Babad Serenan berbentuk
selektif. Akibat yang lebih parah, karena konvensi
catatan kenangan hidup seorang tokoh, dalam istilah
babad yang demikian maka apabila menemukan babad
yang menthereng disebut memoirs. Unsur-unsur yang
yang tidak sesuai dengan konvensi tersebut, lalu
terungkap yang membangun cerita Babad Serenan
dikatakan bahwa itu bukan babad, padahal dengan
meliputi topografi, waktu, sarana perjalanan, dan
jelas teks itu berjudul Babad… sebagai contoh dan
ungkapan keindahan alam. Unsur itu hadir bersamaan
sekaligus bukti adalah Babad Serenan. Adanya kasus
dan berkaitan erat membentuk sebuah cerita Babad
ini untuk sementara bahwa tradisi penulisan babad
Serenan secara utuh dan bulat. Untuk lebih jelasnya
mengalami pergeseran. Untuk memberi gambaran
dibawah ini dikemukakan sebuah bagan struktur cerita
pergeseran penulisan babad, akan dikemukakan
Babad Serenan.
struktur Babad Serenan.
STRUKTUR BABAD SERENAN
Bentuk
Memoris
Isi
Topografi, waktu, sarana perjalanan, dan keindahan alam
Dari segi isinya Babad Serenan berisi tentang
Setelah diperhatikan struktur cerita Babad
kisah perjalanan Pangeran Prangwadana ke desa
Serenan diatas dan struktur babad pada umumnya
Serenan dalam rangka bercengkrama. Dalam
seperti yang telah dikatakan oleh para ahli di atas,
perjalanannya itu ia ditemani oleh beberapa abdinya.
terlihat terjadi perbedaan, bahkan perbedaan itu
Mereka berangkat naik perahu. Setelah sampai di
bertolak belakang. Adanya kasus seperti ini tentunya
Serenan, mereka bersenang-senang menghibur diri
kita tidak terus mengelak dari kenyataan lalu
mencari ikan di sebuah kedung yang terkenal banyak
berapriori mengatakan bahwa itu bukan babad, karena
ikannya. Sehari kemudian setelah setelah selesai,
isinya bukan genealogi dan unsur khayalan, tetapi
mereka lalu pulang.
hanya peristiwa kecil yang terjadi sehari-hari. Oleh
Demikian sedikit gambaran isi cerita Babad
karena itu berkenaan dengan konvensi babad tersebut
Serenan. Dari situ terlihat bahwa persoalan atau
di atas perlulah dibenahi, ditinjau kembali, dilengkapi
sesuatu yang diungkapkan hanyalah suatu persoalan
agar konvensi tersebut benar-benar mencakup semua
kecil, masalah genealogi, dan unsur khayalan seperti
tipe babad termasuk sejenis Babad Serenan. Adanya
legenda, mitologi, hagiografi, seperti terdapat pada
kasus Babad Serenan ini dapat dijadikan bukti bahwa
babad pada umumnya, sama sekali tidak dijumpai
penulisan babad telah mengalami pergeseran. Oleh
dalam Babad Serenan. Ceritanya sangat lugu, datar
karena penulisannya bergeser, tentu saja pengertian
tidak banyak ketegangan cerita sehingga ceritanya
berkenaan dengan babad akan bergeser pula. Sekarang
tidak begitu berkembang. Memang, Babad Serenan
yang menjadi masalah adalah mengapa tradisi
termasuk babad kecil hanya beberapa halaman saja.
penulisan babad dapat berubah atau bergeser? Untuk
Babad ini bentuknya lebih dekat atau mirip dengan
memecahkan permasalahan ini dirasa perlu
bentuk catatan harian yang terjadi di Sulawesi Selatan
mengetahui keadaan lingkungan sosial budaya tempat
yang disebut lontara. Atau, karena kena pengaruh dari
babad tersebut dihasilkan.
tradisi penulisan arsip-arsip Belanda.
Magistra No. 73 Th. XXII September 2010 ISSN 0215-9511
91
Babad Serenan Sebagai Bukti Inovasi Penulisan ..........
BABAD SERENAN SEBAGAI PRODUK
abad, kebudayaan Jawa telah mengalami proses yang
TRADISI BUDAYA Di dalam lingkungan budaya tertentu hiduplah sebuah tradisi. Kalau kita meminjam istilah Redfield mengenai tradisi, maka menurut pendapatnya bahwa tradisi dapat dibagi dua, yaitu Tradisi Besar dan Tradisi Kecil. Tradisi besar terdapat di istana dan kotakota, sedangkan Tradisi kecil terdapat di daerah pedesaan (Kartodirdjo, 1986:409). Di sisi lain dikatakan, bahwa babad diperkirakan muncul pada abad XVII, berarti sekitar jaman Kartasura (Darusuprapta, 1984:40-69). Sementara itu dalam bukunya
yang
lain,
Dalam perkembangannya selama beberapa
Kartodirdjo
pernah
mengungkapkan pembagian wilayah kerajaan seputar jaman kerajaan Mataram. Adapun masing-masing wilayah atau daerah kerajaan yang dimaksud adalah daerah inti atau daerah kota kerajaan yang dinamakan negara atau kuthagara, negara agung yang menjadi palungguh (= a panage) kaum bangsawan dan pembesar-pembesar di istana, mancanegara ialah daerah yang terletak di luar negara agung dan yang diperintah oleh bupati-bupati yang berkedudukan sebagai raja bawahan kerajaan Mataram, dan pasisir ialah daerah mancanagara di pantai Utara Jawa yang memanjang dari Cirebon sampai Surabaya (Kartodirdjo, 1986:103). Rupanya daerah kuthagara dan nagara agung inilah yang termasuk dalam lingkungan Tradisi Besar, sedangkan daerah mancanagara dan pasisir termasuk dalam lingkungan
saling mempengaruhi antara kedua subkultur itu, sehingga timbul aliran ke atas unsur Tradisi Kecil pada satu pihak dan aliran ke bawah unsur Tradisi Besar. Dalam lingkungan Tradisi Besar, kecenderungan untuk menciptakan orde sebaik-baiknya dengan strukturisasi kelakukan, pikiran, dan segala ekspresi hidup manusia lebih kuat. Manusia–manusia penghuni atau pendukungnya lebih bersifat agresif ke suatu perubahan. Mereka tidak tanggung-tanggung menyesuaikan dengan perkembangan jaman. Hal itu bisa dimaklumi karena di dalam lingkungan tradisi besar masyarakatnya termasuk orang-orang terpandang/bangsawan, sehingga tidak mengherankan apabila di Surakarta khususnya Mangkunegaran pada waktu Belanda berpengaruh di sana terjadi proses akulturasi budaya yang menyebabkan timbulnya tradisi penulisan sejarah yang mirip dengan arsip-arsip Belanda. Sementara itu di lingkungan Tradisi Kecil walaupun strukturasi juga terjadi, tetapi hanya pada derajat rendah, lagi pula masih bersifat sentimentalitas dan emosionalitas (Kartodirdjo, 1986:409). Hal yang terjadi dalam dua subkultur di atas dapat dilihat sisasisanya pada jaman sekarang, bahwa proses perubahan di kota lebih kuat dibandingkan dengan di desa. Masyarakat kota lebih bersifat rasial sedangkan masyarakat yang jauh dari pusat keramaian lebih bersifat klasik, lambat perubahannya.
Tradisi Kecil. Sistem pembagian wilayah kerajaan
Akibat dari proses akulturasi tersebut
seperti ini pada prinsipnya sudah berlangsung sejak
menyebabkan perubahan pola berpikir masyarakat
jaman Majapahit (Moertono, 1985:118-119).
pendukungnya. Di dalam Tradisi besar yang proses
Rupanya sistem pembagian wilayah kerajaan seperti
akulturasinya lebih intensif tersebut menyebabkan
ini masih berlaku sampai jaman Surakarta
perubahan pola berpikir yang dulunya masih dalam
(Mangkunegara).
taraf mitis menjadi taraf ontologis. Pola berpikir taraf mitis maksudnya sikap manusia yang merasakan
92
Magistra No. 73 Th. XXII September 2010 ISSN 0215-9511
Babad Serenan Sebagai Bukti Inovasi Penulisan ..........
dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib
dihilangkan. Sementara itu dalam Tradisi Kecil unsur
sekitarnya, yaitu kekuasaan dewa-dewa alam raya atau
khayalan dan genealogi masih dianggap penting dan
kekuasaan kesuburan seperti dipentaskan dalam
harus ada dalam penulisan babad. Dengan demikian
mitologi-mitologi, legenda-legenda dan sejenisnya.
sebagai akibatnya muncul dua tradisi penulisan babad
Sedangkan yang dimaksud taraf ontologis ialah sikap
yang bercorak berbeda, yakni corak babad yang
manusia yang tidak hidup lagi dalam kepungan
berkembang di Tradisi Besar dan corak babad yang
kekuasaan mitis, melainkan yang secara bebas ingin
berkembang di Tradisi Kecil. Lebih jelasnya dibawah
meneliti segala hal ikhwal. Di sini manusia
ini dikemukakan bagan tradisi dan pengaruhnya
mengambil jarak terhadap segala sesuatu yang dulu
terhadap penulisan babad.
dirasakan sebagai kepungan. Ia mulai menyusun suatu ajaran atau teori mengenai dasar hakikat segala
Tradisi Penulisan Babad
sesuatu menurut perinciannya (ilmu-ilmu) (Peursen, 1976:18). Sementara itu di Tradisi kecil proses akulturasinya kurang intensif, pola berpikir
Tradisi Besar Kuthagara dan Neg.Agung
Tradisi Kecil Mancanegara&Pasisiran
masyarakat lambat berubah, mereka masih dalam taraf berpikir mitis. Adanya keadaan yang demikian itu berakibat
Ontologis Ontologis
Mitis
Mitis
pula pada hasil-hasil karyanya. Pada dasarnya suatu cipta karya, misalnya karya sastra, adalah merupakan ungkapan batin yang diujudkan dalam jalinan bahasa.
Berubah/bergeser
Dengan demikian pola berpikir dan budaya akan
Tetap Tetap
sangat menentukan corak hasil ciptanya. Rupanya hal yang demikian itu terjadi dalam tradisi penulisan
Babad versi Tradisi Besar Babad versi Tradisi Kecil
babad di Jawa. Dalam Tradisi besar corak penulisan babad terus mengalami pergeseran atau perubahan ke arah perkembangan dalam penulisan sejarahnya. Hal-
Memoirs Memoirs
Genealogis - mitologis
hal yang dipandang kurang penting seperti mitologi, legenda, dan sejenisnya tidak diungkapkan dalam tulisan sejarahnya. Kesadaran bersejarah terus
PENUTUP
berkembang dengan pesat, hal-hal yang menyangkut
Setelah memperhatikan bagan di atas dan
kehidupannya berusaha ditulis sebagai catatan,
sedikit keterangan sebelumnya, timbullah anggapan
sehingga tidak berarti mustahil catatan harian
bahwa para ahli terdahulu yang selalu mengatakan
dimasukkan ke dalam penulisan babad, seperti yang
bahwa setiap babad tentu tersusun oleh kerangka
terjadi dalam Babad Serenan. Jadi dalam babad tidak
genealogi dan unsur mitologi, legenda, dan hagiografi,
harus berisi genealogi, mitologi, legenda, dan
rupanya mereka berpijak pada babad-babad yang
hagiografi. Unsur khayalan baginya berusaha
Magistra No. 73 Th. XXII September 2010 ISSN 0215-9511
93
Babad Serenan Sebagai Bukti Inovasi Penulisan ..........
dihasilkan dari lingkungan masyarakat yang taraf
sejarah khususnya babad perlu memperhatikan tipe
berpikirnya mitis. Dalam kaitannya dengan konvensi
babad yang dipergunakanya.
babad pada umumnya haruslah dipikirkan juga babad-
Akibat lain yang lebih luas yang menyangkut
babad yang berasal dari Tradisi Besar seperti Babad
masalah penelitian babad adalah teori dan metodologi.
Serenan yang dihasilkan oleh masyarakat yang taraf
Untuk menentukan teori dan metodologi penelitan
berpikirnya ontologis. Pengertian babad yang sudah
babad, orang harus juga memperhatikan tipe babad.
dirumuskan dirasa perlu dilengkapi, dibenahi
Rupanya tipe yang bermacam-macam itu mempunyai
sehingga pengertian babad benar-benar melingkupi
teori dan metodologi penelitian yang berbeda pula.
seluruh tradisi penulisan babad. Di sini diusulkan
Dengan tepatnya menentukan teori dan metodologi
perubahan pengertian babad, yaitu karya sastra yang
penelitian babad akan diperoleh pula hasil yang
berisi rekaman sejarah suatu masyarakat yang
memuaskan sesuai dengan tujuan penelitian itu
penulisannya disesuaikan dengan tingkat pikir
sendiri.
masyarakat dan tradisinya. Oleh karena pengertiannya berubah, maka sebagai akibatnya fungsinya pun berubah. Kiranya penetapan fungsi babad ini ditentukan oleh tipe babad
DAFTAR PUSTAKA
itu, karena tipe ini akan menentukan isi babad yang
Darusuprapta
bersangkutan. Sementara itu tipe tersebut dapat ditentukan dengan melihat kerangka yang membentuk
1976
Sastra Sejarah”, Bahasa dan Sastra.
babad. Sebagai akibatnya pendapat C.C. Berg yang
Nomor 5 Tahun III.
telah ditentang oleh Supomo itu tidaklah salah sama sekali, tetapi memang, bahwa babad berfungsi sebagai
1986
“Jejering Pujangga ing Kasusastran Jawi”, Widya Parwa. Nomor 18. Balai
magi-religi tidak dapat diterima secara luas. Lingkup
Penelitian Bahasa Yogyakarta.
fungsinya menjadi terbatas, pendapat itu kiranya hanya berlaku untuk babad yang berisi mitologi,
“Pola Unsur Struktur Sastra Sejarah pada
1984
“abad Blambangan : Suntingan Naskah, Terjemahan, dan Pembahasan” Disertasi
legenda, hagiografi, dan sebagainya.
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Perubahan pengertian babad berakibat juga terhadap historiografi tradisional. Seperti telah
Fox, James J.
dikemukakan oleh para ahli sejara yang terdahulu,
1986
Bahasa, Sastra dan Sejarah : Kumpulan
bahwa dalam menggunakan sumber-sumber karya
Karangan mengenai Masyarakat Pulau
sastra sejarah, khususnya babad untuk kepentingan
Roti. Diterjemahkan Sapardi Djoko
sejarah itu sendiri, orang harus mempertimbangkan
Damono dan Ratna Saptari. Penerbit
dan memperhitungkan mitologi, legenda, dan
Djambatan Jakarta.
sebagainya. Namun dengan adanya perubahan di atas, para ahli sejarah yang akan memakai karya sastra
94
Magistra No. 73 Th. XXII September 2010 ISSN 0215-9511
Peursen, C.A van
Kartodirdjo, Sartono 1968
“Beberapa Fatsal tentang Historiografi Indonesia”, Lembaran Sejarah. Nomor
Dick Hartoko. Penerbit Kanisius
2. Seksi Penelitian Fakultas Sastra dan
Yogyakarta.
Kebudayaan Yogyakarta. 1968
Strategi Kebudayaan. Diterjemahkan
1976
Sarman Am.A.
“Segi-segi Strukturil Historiografi Indonesia”, Lembaran Sejarah. Nomor
1984
“Babad Arungbinang : Analisis Struktur dan Fungsi” Tesis S.2 Universitas Gadjah
3. Seksi Penelitian Fakultas Sastra dan
Mada Yogyakarta.
Kebudayaan Yogyakarta. 1986
“Suatu Tinjauan Fenomenologis tentang Foklor Jawa”, Kesenian, Bahasa, dan
1986
1984
“Indonesia as a Field of Literary
Foklor Jawa. Proyek Penelitian dan
Study, a Case Study : Genealogical
Pengkajian Kebudayaan Nusantara
Narrative Texts as an Indonesian Literary
(Javanologi) Direktorat
Jenderal
Genre”, dalam : Unity in University.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Edited by Josselin de Jong Wordrecht-
Yogyakarta.
Holland/Cinnaminson USA, Foris
Laporan
Penelitian
tentang
Perkembangan Peradaban Priyayi. November. Moertono, Soemarsaid 1985
Teeuw, A.,
Negara dan Usaha Bina Negara di Jawa
Publication. Wiryamartana, I. Kuntara 1986
“Tradisi Sastra Jawa dan Hakikat
Kisah Sejarah”, Basis, Nomor 3. Tahun XXXV
Masa Lampau : Studi tentang Masa Mataram II, Abad XIV sampai XIX.Penerbit Yayasan Obor Indonesia Jakarta.
Magistra No. 73 Th. XXII September 2010 ISSN 0215-9511
95