BAB1
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalab Sumber daya manusia dipandang sebagai aset perusabaan yang penting, karena manusia merupakan sumber daya yang dinamis dan selalu dibutuhkan dalam tiap proses produksi barang maupun jasa. Cascio (2003) menegaskan babwa manusia adalab sumber daya yang sangat penting dalam bidang industri dan organisasi, oleb karena itu pengelolaan sumber daya mencakup penyediaan tenaga kerja yang bermutu, mempertabankan kualitas dan mengendalikan biaya ketenagakerjaan. Perkembangan
manajemen
perusabaan
dewasa
ini
kbususnya
dalam
manajemen sumber daya manusia dipacu dengan adanya tuntutan untuk lebih memperbatikan kebijaksanaan yang diterapkan perusabaan terhadap karyawannya. Kebijakan perusabaan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan harapan karyawan akan membawa dampak buruk pada sikap kerja karyawannya. Berbagai penelitian menunjukkan babwa karyawan yang memiliki sikap kerja positif akan menampakkan produktivitas yang lebih tinggi daripada yang sikap kerjanya negatif. Karyawan yang memiliki sikap positif terhadap pekerjaan akan rendab tingkat absensi dan pengunduran dirinya (Gilmer, 1984). Terjadinya perusabaan.
turnover merupakan suatu hal yang tidak dikehendaki oleh
Turnover karyawan memang merupakan masalab klasik yang sudab
dihadapi para pengusaba sejak era revolusi industri. Kondisi lingkungan kerja yang buruk, upab yang terlalu rendab, jam kerja melewati batas serta tiadanya jaminan sosial merupakan penyebab utama timbulnya turnover pada waktu itu (McKinnon, 1979 dalam Hartati, 1992). Dewasa ini masalab turnover sangat diperhatikan oleh para pakar ekonomi dan sosial, karena ditinjau dari berbagai sisi perusabaan akan mengalami
2
kerugian (Cawsey dan Wedley, 1987 da1am Handoyo, 1987). Terlebih jika turnover tersebut terjadi dalam manajemen lini menengah, kerugian yang ditanggung o1eh perusahaan akan semakin membengkak (Hartati, 1992).
Turnover yang teljadi merugikan perusahaan baik dari segi biaya, sumber daya, maupun motivasi karyawan. Turnover yang teljadi berarti perusahaan kehilangan sejumlah tenaga kelja. Kehilangan ini harus diganti dengan karyawan baru. Perusahaan harus mengeluarkan biaya mulai dari perekrutan hingga mendapatkan tenaga kelja siap pakai. Keluamya karyawan berarti ada posisi tertentu yang lowong dan harus segera diisi. Selama masa lowong maka tenaga kerja yang ada kadang tidak sesuai dengan tugas yang ada sehingga menjadi terbengkalai. Karyawan yang tertinggal akan terpengaruh motivasi dan semangat keljanya. Karyawan yang sebelumnya tidak berusaha mencari pekerjaan baru akan mulai mencari lowongan kelja, yang kemudian
akan melakukan turnover. Hal ini jelas membawa kerugian karena itu perlu diusahakan pemecahannya. Gejala yang dapat diamati pada karyawan yang memiliki intensi turnover selain berusaha mencari lowongan kelja dan merasa tidak kerasan bekerja di perusahaan juga memiliki gejala-gejala sering mengeluh, merasa tidak senang dengan pekeljaan, pemyataan bemada negati:t; dan tidak mau peduli dengan perusahaan tempat dia bekelja. Penelitian tentang perilaku manusia dengan obyek industri di Indonesia cukup menarik untuk dilakukan. Fenomena yang terjadi saat ini terlihat bahwa setiap industri dituntut untuk meningkatkan kualitas produk dan pelayanan secara bersamaan, mengingat tingkat persaingan yang sangat ketat, sehingga tidak ada pilihan lain mereka harus memberikan pelayanan yang paling optimal kepada konsumen. Dalam rangka peningkatan pelayanan tersebut, manajemen perusahaan terus menerus secara intens
3
memperhatikan upaya-upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya, karena mereka (karyawan) adalah elemen yang sangat penting bagi kelangsungan hidup perusahaan. Setiap perusahaan senantiasa berupaya agar karyawannya merasa betah dan puas bekeJja, sehingga tingkat turnover dapat ditekan atau di hindari, karena turnover yang tinggi akan menciptakan biaya (cost) yang tinggi bagi organisasi. Cost ini dapat berupa biaya untuk mencari karyawan baru yang sesuai kualifikasi akibat turnover tersebut. Oleh karena itu, organisasi harus memperhatikan faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan karyawan dapat memiliki keinginan keluar atau pindah ke organisai lain. Beberapa hal yang membuat karyawan betah tinggal di organisasi diantaranya adalah dukungan dari dalam organisai terutama dari atasan dan kepuasan keJja yang dirasakan. Kepuasan kerja dapat menimbulkan komitmen pada diri kariawan, sehingga kecil kemungkinan ada keinginan pindah dari organisasi. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi, memiliki sikap positif terhadap pekerjaan, sementara yang tidak puas dengan pekeJjaannya memiliki sikap negatif tentang pekeJjaan. Ketika orang berbicara mengenai sikap karyawan, tidak jauh dari apa yang disebut kepuasan kerja, karena hila ia puas atas basil keJjanya, maka akan tercermin dalam sikap yang ditunjukkan. Efek kepuasan keJja terhadap kinerja karyawan cukup beragam. Kepuasan keJja akan tercapai jika pekeJjaan itu sesuai dengan minat hidup yang tertanam dengan dalam (deeply embedded life interest/DELI). Orang yang memiliki lebih banyak pengalaman dalam pekeJjaan akan lebih puas dibanding mereka yang memiliki sedikit pengalaman. Hal ini tidak mengejutkan karena orang dengan ketidakpuasan tinggi terhadap pekeJjaannya akan berharap memperoleh pekerjaan baru yang mereka dapat Iakukan. Karyawan yang merasakan ketidakpuasan dalam pekeJjaannya (dissatisfaction) akan mengekspresikan
4
dalam sejumlah cara. Sebagai contoh, mereka memutuskan keluar dari pekeljaan, melakukan komplain, bersikap pasif, sering tidak hadir tanpa alasan yangjelas. Menurut Robins, S. P. (1996), kepuasan kerja terjadi apabila kebutuhankebutuhan individu sudah terpenuhi dan terkait dengan derajat kesukaan dan ketidaksukaan dikaitkan dengan karwan; merupakan sikap umum yang dimiliki oleh karyawan yang erat kaitannya dengan imbalan-imbalan yang mereka yakini akan mereka terima setelah melakukan sebuah pengorbanan. Apabila dilihat dari pendapat Robins tersebut terkandung dua dimensi, pertama, kepuasan yang dirasakan individu yang titik beratnya individu anggota masyarakat, dimensi lain adalah kepuasan yang merupakan sikap umum yang dimiliki oleh karyawan. Komitmen organisasional (organizational commitment) merupakan salah satu tingkah laku dalam organisasi yang banyak dibicarakan dan diteliti, baik sebagai variabel terikat, variabel bebas, maupun variabel mediator. Hal ini antara lain dikarenakan organisasi membutuhkan karyawan yang memiliki komitmen organisasional yang tinggi agar organisasi dapat terus bertahan serta meningkatkan jasa dan produk yang dihasi1kannya. Menurut Greenberg dan Baron (1997), karyawan yang memiliki komitmen organisasional yang tinggi adalah karyawan yang lebih stabil dan lebih produktif sehingga pada akhimya juga lebih menguntungkan bagi organisasi. Mowday, Porter, dan Steers (1982) mengatakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen organisasional yang tinggi akan lebih termotivasi untuk hadir dalam organisasi dan berusaha mencapai tujuan organisasi. Sementara itu, Randall, Fedor, dan Longenecker, 1993 dalam Greenberg & Baron, 1997, menyatakan bahwa komitmen organisasional berkaitan dengan keinginan yang tinggi untuk berbagi dan berkorban bagi organisasi. Di sisi lain, komitmen organisasional yang tinggi memiliki hubungan yang negatif dengan tingkat absensi dan tingkat turnover (Caldwell, Chatman, & O'Reilly, 1990; Mowday et
5
al., 1982; serta Shore & Martin dalam Greenberg & Baron, 1997), juga dengan tingkat
kelambanan dalam bekeija (Angle & Perry, 1981 ). Steers (1977) menyatakan bahwa komitmen berkaitan dengan intensi untuk bertahan dalam organisasi, tetapi tidak secara langsung berkaitan dengan unjuk keija karena unjuk keija berkaitan pula dengan motivasi, kejelasan peran, dan kemampun karyawan (Porter & Lawler dalam Mowday eta/., 1982). Sementara itu, dalam studi Clugston (2000); Lum, eta/., (1998), William dan Hanzer (1986)
ditemukan bahwa kepuasan kerja mempengaruhi
komitmen
organisasional (afektif, continuance, dan normatif) secara positif. Hal ini cukup beralasan karena bila karyawan merasa puas dengan apa yang diberikan oleh organisasi, secara standar ia akan bersikap loyal terhadap organisasi. Karyawan dengan kinerja bagus, mendapat jaminan pekeijaan dari perusahaan, yang akan membantu kariemya dan memberi kesempatan dipromosikan, mereka akan memperoleh reward yang sesuai dengan kemampuan yang diberikan kepada perusahaan. Reward itu sendiri juga mendapatkan menghasilkan kepuasan kerja (Hesket, Ones, Loveman, Sasser & Schlesinger, 1994 dalam Randall et a/.,1999). Dengan sistem ini, karyawan diharapkan memiliki komitmen dan loyal terhadap perusahaan (Cavanaugh & Noe, 1999 dalam Randall et a!., 1999). Tingginya level dukungan organisasi yang dipersepsikan akan menciptakan kesadaran untuk memenuhi kewajiban karena bemiat memberi balas jasa atas komitmen yang diberikan organisasi, dengan menunjukkan perilaku yang mendukung tujuan organisasi (Eisenberger, et a!., 1986). Berkaitan dengan komitmen continuence, penelitian tentang komitmen ini masih jarang dilakukan (Randall et a!., 1999), karena komitmen ini berkaitan erat dengan ekonomi. Sebagian besar melakukan penelitian tentang komitmen afektif dan komitmen norrnatif. Dari beberapa studi yang pemah dilakukan, diperoleh hasil yang
6
bertentangan baik hubungan POS (Perceived Organizasional Support) dengan komitmen continuance. Hasil studi Shore dan Tetrick (1991) dan Randall et al., (1999) menunjukkan bahwa keduanya secara signiflkan tidak berkorelasi. Dipihak lain, studi Eisenberger, Fasolo, dan La-Mastro (1990) dalam Shore & Tetrick, (1991) menemukan adanya hubungan positif antara keduanya. Fenomena tersebut menarik minat peneliti untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasional terhadap turnover intention dengan responden adalah karyawan di lingkungan PT. Garam (Persero) Indonesia, sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang industri dan perdagangan garam. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan Jatar belakang di atas, masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
I. Apakah kepuasan kerja berpengaruh signiflkan terhadap turnover intention? 2. Apakah kepuasan kerja berpengaruh signiflkan terhadap komitmen organisasional? 3. Apakah komitmen organisasional berpengaruh signiflkan terhadap turnover intention? 1.3 Tujnan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan mengetahui dan menganalisis bagaimana paradigma hubungan antara variable-variabel kepuasan kerja, komitmen organisasional dan turnover intention dalam suatu organisasi bisnis, yang dalam hal ini adalah PT. Garam (Persero) - Indonesia. Secara khusus penelitian ini bertujuan:
I. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap turnover intention.
7
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kepuasan kelja terhadap komitmen organisasional. 3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh komitmen organisasional terhadap
turnover intention. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat bagi Ilmu Pengetahuan Melalui pengujian empirik, basil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengembangan ilmu manajemen khususnya manajemen sumber daya manusia, terutama yang berhubungan dengan bagaimana organisasi dapat mengetahui beberapa variabel yang turut mempengaruhi teljadinya turnover karyawan. Dengan mengetahui pengaruhnya, maka organisasi dapat melakukan upaya-upaya yang dapat mengantisipasi pengaruh variabel yang dipandang tidak menguntungkan bagi perkembangan organisasi dan hubungannya dengan karyawan, sehingga pihak manajemen dapat mengantisipasi perilaku karyawan yang mengarah kepada turnover. 1.4.2 Manfaat bagi Praktisi Apabila penelitian ini menunjukkan ada pengaruh dukungan organisasional, stress kelja, perilaku agresif, kepuasan kerja dan komitmen organisasional terhadap
turnover intention, maka perlu diwaspadai penyebabnya sehingga hal-hal yang tidak diinginkan dapat segera diatasi. Bila penyebabnya dari dalam individu karyawan, maka perlu bagi organisasi untuk mengarahkan secara tepat bagaimana perilaku individu yang dibutuhkan organisasi dengan benar tanpa menimbulkan kontlik dalam diri individu maupun antar individu dalam kelompok organisasi. Organisasi dapat meningkatkan dukungan karyawannya dengan mengidentifikasi timbulnya perasaan tidak nyaman, tertekan, tegang dan stres, sehingga tidak menimbulkan perilaku agresif yang dapat mengganggu produktifitas organisasi. Dengan organisasi yang mampu
8
meningkatkan dukunguan karyawan, karyawan akan merasa adanya kepuasan keJja yang dengan kepuasan keJja tersebut dapat menumbuhkan komitmen karyawan yang semakin kuat, sehingga pada akhimya tingkat turnover karyawan dapat ditekan seminimal mungkin. Jika penyebabnya dari organisasi atau lingkungan, manajemen dapat lebih memperhatikan system pengelolaan sumber daya manusia baik secara individu maupun kelompok sehingga sumber daya manusia yang dimiliki organisasi dapat dimanfaatkan sebesar mungkin bagi organisasi di satu sisi dan dengan tingkat kesejahteraan karyawan yang baik di sisi lain.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Tinjauan penelitian ini dilihat dari sudut pandang manajemen sumber daya manusia, dengan mengkaj i pengaruh antara kepuasan keJja, komitmen organisasional terhadap turnover intention sebagai variabel penelitian. Ketiga variabel penelitian tersebut diukur melalui dimensi masing-masing variebl, yaitu; dimensi kepuasan keJja terdiri dari pekeJjaan, gaji, kondisi kerja dan rekan kerja, dimensi komitmen organisasional terdiri dari pengalaman, kepercayaan, penghargaan, kredibilitas dan tanggung jawab, dan dimensi turnover intention terdiri dari hubungan keJja, organisasi lain dan faktor keluarga. Penelitian dilakukan dalam suatu unit bisnis, yaitu PT. Garam (Persero) Indonesia yang merupakan satu-satunya Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ) yang bergerak di bidang industri dan perdagangan garam, yang mempekeJjakan karyawan berstatus sebagai karyawan tetap dan tidak tetap, yang berkedudukan di seluruh wilayah Indonesia.