257
BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
8.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis terhadap permasalahan yang menjadi fokus kajian penelitian, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Menindaklanjuti ketentuan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 dan Perda Provinsi DIY Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Pemerintah Kabupaten Bantul berkewajiban menyusun regulasi yang mengatur mengenai Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Hingga saat ini, Pemerintah Kabupaten Bantul belum dapat menetapkan regulasi dimaksud. Perencanaan kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan
Berkelanjutan
baru
sebatas
penyusunan
berbagai
studi/kajian yang diperlukan guna perumusan Naskah Akademis. Studi/kajian tersebut berupa Pemetaan Kesuburan Lahan, Neraca Sumber Daya Alam, dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Selain Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 dan Perda Provinsi DIY Nomor 10 Tahun 2011, dasar pertimbangan penyusunan kebijakan ini adalah kegiatan alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian di Kabupaten Bantul yang semakin masif. Guna mempersiapkan sebaran Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Pemerintah Kabupaten Bantul telah melakukan identifikasi dan analisa potensi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan pemetaan lahan. Output dari kegiatan perencanaan
258
kebijakan ini berupa Skenario Pemanfaatan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. 2. Lambatnya penyusunan Perda Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan disebabkan beberapa aspek. Pertama, kebijakan penataan ruang wilayah yang belum cukup melindungi eksisting lahan pertanian pangan. Hal ini diindikasikan dari belum ditetapkannya RDTR Kecamatan bagi beberapa kawasan strategis kabupaten dan penetapan Kawasan Perkotaan Yogyakarta pada tiga kecamatan yang berdampak pada peruntukan kawasan tersebut seluruhnya bagi pengembangan perumahan/permukiman. Kedua, masih lemahnya penegakkan hukum terhadap pelanggaran regulasi penataan ruang wilayah di Kabupaten Bantul. Ketiga, minimnya alokasi anggaran bagi perencanaan regulasi Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Hal ini merefleksikan komitmen kepala daerah sebagai pengambil kebijakan utama yang belum menunjukkan konsistensi melalui berlarut-larutnya upaya penganggaran bagi penyusunan kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Keempat, adanya interest groups yang didominasi pemilik modal yang akan berinvestasi di wilayah Kabupaten Bantul. Dalam upaya pengakomodasian kepentingannya harus mengorbankan eksistensi lahan pertanian pangan. Kelima, untuk menetapkan sebaran Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dengan berdasar pada kesediaan petani melalui penandatanganan kesepakatan bersama dirasa cukup sulit dilakukan. Hal ini diakibatkan tingkat fragmentasi lahan yang terjadi melalui sistem waris cukup tinggi, sehingga menyulitkan instansi teknis yang bertugas melakukan
259
pendataan. Meskipun demikian, masih terdapat optimisme atas kesediaan petani pemilik lahan untuk ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Keenam, terbatasnya ketersediaan lahan pertanian untuk ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Salah satunya disebabkan oleh belum adanya sinkronisasi data lahan pertanian antar instansi di lingkup Pemerintah Kabupaten Bantul yang mengakibatkan tidak akuratnya data yang akan menjadi dasar penyusunan kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan target keluasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan belum tentu dapat terpenuhi sebagaimana ketentuan dalam Perda Provinsi DIY Nomor 10 Tahun 2011. 3. Strategi dan peran Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan guna mewujudkan ketahanan pangan wilayah di Kabupaten Bantul sebagai berikut : a. Berdasarkan kendala-kendala yang ditemui dalam perencanaan dan penyusunan
kebijakan
Perlindungan
Lahan
Pertanian
Pangan
Berkelanjutan, guna memperkokoh ketahanan pangan wilayah di Kabupaten Bantul dirumuskan strategi sebagai berikut. Pertama, diselenggarakan peninjauan kembali terhadap kebijakan penataan ruang wilayah yang berupa review terhadap RDTR Kecamatan yang ditetapkan sebagai KPY dan mendorong selesainya penyusunan regulasi yang mewadahi KPY. Kedua, dilakukan upaya penegakkan hukum terhadap regulasi penataan ruang wilayah di Kabupaten Bantul. Ketiga, harus ada dukungan pengalokasian anggaran perencanaan regulasi Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan, baik dari pemerintah pusat maupun
260
pemerintah daerah. Keempat, segera menetapkan regulasi Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, baik dalam bentuk Perda maupun Peraturan Bupati. Kelima, menyelesaikan rumusan kebijakan pemberian insentif
bagi
Lahan
Pertanian
Pangan
Berkelanjutan.
Keenam,
melaksanakan kegiatan Optimasi Lahan untuk meningkatkan kesuburan dan produktivitas lahan pertanian, kegiatan Sertipikat Tanah Petani untuk mengendalikan alih fungsi lahan, dan sinkronisasi data lahan pertanian. b. Secara umum, kondisi ketahanan pangan Kabupaten Bantul berdasarkan rasio
produksi
beras
per
kapita
dikategorikan
sedang
(0,14
Ton/jiwa/tahun). Meskipun demikian, pada level kecamatan masih terdapat kecamatan dengan rasio produksi beras per kapita yang rendah. Kecamatan dengan status ketahanan pangan tinggi, yaitu Kecamatan Sanden,
Kecamatan
Kretek,
Kecamatan
Pundong,
Kecamatan
Bambanglipuro, Kecamatan Pandak, Kecamatan Bantul, Kecamatan Jetis, Kecamatan Piyungan, dan Kecamatan Sedayu. Kecamatan dengan status ketahanan pangan sedang, yaitu Kecamatan Srandakan, Kecamatan Imogiri, Kecamatan Dlingo, Kecamatan Pleret, dan Kecamatan Sewon. Kecamatan dengan status ketahanan pangan rendah, yaitu Kecamatan Banguntapan, Kecamatan Kasihan, dan Kecamatan Pajangan. Pada level desa, dijumpai lima desa yang berada pada kategori rawan pangan dan 1 desa pada kategori waspada pangan. c. Pemerintah Kabupaten Bantul harus dapat mengantisipasi terjadinya fenomena aglomerasi perkotaan Yogyakarta dan laju pertumbuhan
261
penduduk yang disertai dengan peningkatan aktivitas alih fungsi lahan melalui penyusunan perencanaan manajemen wilayah berbasis potensi sumber daya lahan, utamanya dalam rangka mengakomodir sektor pertanian. Untuk itu, harus disusun suatu dasar perencanaan pembangunan dan pengembangan wilayah dengan melihat potensi sumber daya lahan pada setiap kecamatan di wilayah Kabupaten Bantul. d. Perda Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ini sangat penting untuk mengendalikan kegiatan alih fungsi lahan pertanian pangan, khususnya lahan sawah. Lahan pertanian pada beberapa kecamatan yang tidak berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta memiliki potensi yang lebih kecil untuk dialihfungsikan. Selain itu, lahan pertanian yang terletak pada bagian tengah hingga Selatan wilayah Kabupaten Bantul memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan lahan pertanian pada kawasan lainnya. Meskipun demikian, produksi komoditas pangan tidak hanya bergantung pada luas lahan pertanian saja, tetapi juga upaya optimasi lahan. Secara umum, tujuan penelitian untuk mengetahui sejauh mana perencanaan penyusunan regulasi Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, kendala yang dihadapi, dan strategi yang ditempuh oleh Pemerintah Kabupaten Bantul dalam rangka memperkokoh ketahanan pangan telah tercapai. Namun, dikarenakan Pemerintah Kabupaten Bantul belum menetapkan
regulasi
mengenai
Perlindungan
Lahan
Pertanian
Pangan
Berkelanjutan, maka hasil penelitian ini belum dapat menggambarkan
262
implementasi dan mengukur efektivitas kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan secara menyeluruh. Meskipun demikian, hasil penelitian ini diharapkan tetap dapat menjadi media evaluasi dan memberi kontribusi positif bagi Pemerintah Kabupaten Bantul dalam penyusunan kebijakan Perlindungan Lahan
Pertanian
Pangan
perencanaan/penyusunan
Berkelanjutan.
regulasi
Berdasarkan
Perlindungan
Lahan
kajian Pertanian
mengenai Pangan
Berkelanjutan, kendala yang dihadapi, dan strategi yang ditempuh, ke depan perlu dilakukan kajian secara mendalam mengenai efektivitas strategi Pemerintah Kabupaten Bantul sebagaimana telah diuraikan dalam penelitian ini guna memperkokoh
ketahanan
pangan
wilayah.
Selain
itu,
setelah
regulasi
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ditetapkan, diperlukan kajian secara khusus mengenai implementasinya.
8.2 Rekomendasi Berdasarkan hasil analisis terhadap permasalahan yang menjadi fokus kajian penelitian, dapat direkomendasikan hal-hal sebagai berikut : 1. Penyusunan kebijakan penataan ruang wilayah, baik berupa RTRW, RDTR maupun Peraturan Zonasi harus dapat mengakomodasikan kepentingan pembangunan di semua sektor kehidupan, serta memberikan prioritas bagi pengembangan kawasan budidaya pertanian pangan. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Bantul perlu melakukan peninjauan kembali terhadap pengaturan Kawasan Perkotaan Yogyakarta serta melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah DIY agar segera merealisasikan Peraturan Daerah yang
263
mengatur tentang Kawasan Perkotaan Yogyakarta. Penegakkan hukum atas regulasi yang ditetapkan, khususnya penataan ruang harus dapat dilaksanakan secara adil dan berlaku bagi seluruh lapisan masyarakat dengan beragam kepentingan. 2. Guna mengisi kekosongan hukum selama Perda Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan belum ditetapkan, Bupati harus mengambil inisiatif untuk segera menetapkan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan dalam bentuk Peraturan Bupati. Meskipun demikian, proses penyusunan Perda Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan harus tetap dilanjutkan karena pengaturan melalui Peraturan Bupati ini hanya bersifat sementara. Selain itu, koordinasi antar instansi di lingkup Pemerintah Kabupaten Bantul perlu ditingkatkan, khususnya dalam menetapkan suatu perijinan dan menegaskan kembali komitmen segenap jajaran aparat Pemerintah Kabupaten Bantul maupun kepala daerah dalam implementasi kebijakan terkait alih fungsi
lahan
pertanian
dan
Perlindungan
Lahan
Pertanian
Pangan
Berkelanjutan. 3. Pemerintah Kabupaten Bantul harus segera melaksanakan kegiatan sosialisasi mengenai Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan guna menggalang partisipasi dan kesediaan masyarakat petani untuk mensukseskan implementasi regulasi Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Selain itu, perluasan cakupan wilayah kegiatan Sertifikasi Tanah Petani mendesak untuk dilakukan meliputi seluruh wilayah administratif Kabupaten
264
Bantul, termasuk pada kecamatan yang ditetapkan sebagai KPY guna mempertahankan eksisting lahan pertaniannya. 4. Dalam rangka penyusunan kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, perlu database lahan pertanian yang disusun oleh instansi terkait sesuai dengan
bidang
kompetensinya
masing-masing
agar
kebijakan
yang
dirumuskan memiliki tingkat akurasi yang tinggi. 5. Sebagai kompensasi atas penyusutan lahan pertanian yang terjadi pada kecamatan
yang
ditetapkan
sebagai
KPY,
maka
perlu
diupayakan
pengembangan budidaya pertanian pada lahan-lahan terlantar maupun lahan marjinal di luar kecamatan yang termasuk dalam KPY. Lahan tersebut nantinya tidak hanya dipergunakan untuk budidaya padi saja, tetapi dikembangkan dalam rangka pembangunan kawasan budidaya pertanian terpadu sebagai wujud diversifikasi usaha. 6. Produktivitas pertanian tanaman pangan, khususnya padi memiliki peran yang penting dalam rangka mewujudkan dan sekaligus memperkokoh ketahanan pangan. Peningkatan produktivitas pangan utama (padi) dapat dilakukan dengan cara : (1) peningkatan kesuburan lahan pertanian melalui penggunaan pupuk organik secara tepat, (2) penciptaan lahan pertanian produktif baru yang potensial, khususnya yang berada di kawasan pesisir Pantai Selatan dan optimalisasi
pemanfaatan
lahan
terlantar
dan
lahan
marjinal
guna
pengembangan budidaya pertanian secara terpadu, (3) membangun dan meningkatkan kualitas jaringan irigasi pada seluruh kawasan budidaya pertanian lahan basah menjadi irigasi teknis, (4) pengembangan pola budidaya
265
SRI secara menyeluruh di wilayah Kabupaten Bantul, (5) penyediaan dan distribusi bibit unggul pertanian tanaman pangan, (6) peningkatan kualitas tenaga kerja (petani) melalui kegiatan pelatihan maupun pendampingan secara periodik, (7) mengembangkan inovasi maupun perubahan teknologi untuk peningkatan kapasitas produksi dan produktivitas pertanian tanaman pangan. 7. Untuk mengatasi lahan pertanian yang semakin sempit dan mengurangi ketergantungan pada komoditas beras sebagai bahan pangan utama, perlu dilakukan diversifikasi pangan lokal melalui budidaya berbagai umbi-umbian maupun buah-buahan dengan mengoptimalkan pemanfaatan lahan pekarangan melalui peran Kelompok Wanita Tani (KWT). Hasil dari budidaya tersebut dapat diolah menjadi alternatif bahan pangan lokal sebagai pengganti beras. Disamping itu, perlu pula didukung dengan upaya diversifikasi lahan pertanian pangan, dengan cara pola tanam, tumpang sari dan/atau sistem pertanian terpadu.