BAB VI SYARIAH, IBADAH, DAN MUAMALAH A. Syariat Islam Syariat Islam adalah hukum-hukum Allah yang tersirat dan tersurat dalam Alquran dan Sunnah. Syariat Islam yang sudah dikodifikasi secara sistematik dan mudah dipahami disebut fikih. Syariat Islam bersifat global dan berlaku universal, sedangkan fikih bersifat khusus dan temporal, karena itu syariat Islam akan tetap abadi sedangkan fikih dapat berubah dari masa ke masa berdasarkan kebutuhan umat Islam terhadap detildetil aturan syariat Islam sesuai dengan lingkungan sosial dan budaya manusia. Kehidupan sosial budaya manusia yang berubah dari waktu ke waktu menuntut adanya perkembangan dalam fikih Islam. Misalnya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini menuntut adanya reinterpretasi terhadap produk-produk hukum fikih yang telah ditetapkan oleh para ulama masa lalu. Karena itu fikih Islam bersifat dinamis dan fleksibel serta senantiasa aktual dan terbuka. Oleh karena relatifitas fikih, maka terbuka pula terhadap kemungkinan adanya perbedaan-perbedaan (ikhtilaf) di kalangan umat Islam dalam masalah fikih. Syariat Islam berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan manusia, baik dalam kaitan individu maupun sosial. Tujuan syariat adalah mewujudkan kehidupan individu dan social menuju kebahagiaan abadi dunia akhirat. Beberapa prinsip dasar syariat Islam adalah sebagai berikut:
57
1. Syariat Islam itu berdasarkan kepada kemampuan manusia; tidak ada aturan Islam yang di luar kemampuan manusia 2. Syariat Islam itu mudah sehingga orang yang melakukannya tidak mengalami kesulitan 3. Syariat Islam mengatur secara rinci dan jelas pada hal-hal yang bersifat tetap, tidak terpengaruh oleh ruang dan waktu seperti ubudiyah (ritual-peribadatan). masalah Sedangkan untuk hal-hal terpengaruh oleh ruang dan waktu syariat Islam mengaturnya dalam bentuk global dan garis besar, sehingga memungkinkan umat untuk melakukan ijtihad setiap waktu, seperti masalah politik, ekonomi, budaya dan sebagainya. Syariat itu diturunkan guna memelihara agama (hifdzu al din), jiwa (hifdzu al-nafs), akal (hifdzu al aql), harta (hifdzu al mal), dan keturunan (hifdzu al nasl). Syariat Islam bertujuan untuk membersihkan dan mensucikan jiwa, dengan jalan mengenal Allah dan beribadat kepada-Nya, mengokohkan hubungan antar manusia serta menegakkannya di atas landasan kasih sayang, persamaan dan keadilan, hingga tercapailah kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Syariat Islam merupakan suatu ketetapan Allah swt, oleh karenanya memilki sifat-sifat sebagai berikut ; 1. Umum. Dengan kata lain syariat Islam berlaku bagi segenap umat Islam di seluruh penjuru dunia. Tanpa memandang tempat, ras dan warna kulit.Berbeda dengan hokum buatan manusia yang pemberlakuanya terbatas pada
58
suatu tempat karena pembuatanya berdasarkan factor kondisional dan memihak kepada kepentingan penciptanya. 2. Universal dan Komprehenship. Maksudnya syariat Islam mencakup segala aspek kehidupan umat manusia, ditegaskan oleh Allah swt “Tidak satu pun yang kami lupakan dalam Al quran” (QS. Al An’am;38). 3. Orisinil dan Abadi. Maksudnya syariat Islam ini benar-benar diturunkan oleh Allah swt, dan tidak akan tercemar oleh usaha-usaha pemalsuan sampai akhir zaman. Friman Allah swt “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan
Al Qur’an dan Kami memeliharanya” (QS. Al Hijr;9).
benar-benar
4. Mudah dan tidak memberatkan, Kalau kita mau merenungkan syariat Islam dengan seksama dan jujur, akan kita dapati bahwa syariat Islam sama sekali tidak memberatkan dan tidak pula menyulitkan “Allah tidak
membebani seseorang, melainkan dengan kesanggupan orang bersangkutan” (QS. Al Baqarah;286).
sesuai yang
5. Seimbang antara kepentingan dunia dan akhirat, Islam tidak memerintahkan umatnya untuk mencari kebahagiaan dunia semata, sebaliknya juga tidak memerintahkan pemeluknya mencari kebahagiaan akhirta belakka. Akan tetapi Islam mengajarkan kepada pemeluknya agar mencari kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Firman Allahswt “Dan
carilah apa yang dianugrehakan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari 59
kenikmatan duniawi….” (QS. Al Qashash;77) dan “Dialah yang menjadikan untukmu malam sebagai pakaian dan tidur untuk istirahat dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha” (QS. Al Furqaan;47)
Pada bagian sebelumnya (Bab II) telah sedikit diuraikan tentang hukum-hukum yang terdapat dalam syariat Islam, yang terdiri dari Wajib, Sunnat, Haram, Makruh dan Mubah. Pengertian masing-masing sudah sedikit diuraikan, pada bagian ini akan diuraikan lebih jauh, khususnya tentang hukum wajib dan Sunnat . Wajib (fardhu) merupakan suatu keharusan yakni segala perintah Allah swt yang harus kita kerjakan, hukum wajib dapat dibagi menjadi 9 sebagai berikut : 1. Wajib Syar’i, adalah suatu ketentuan yang apabila dikerjakan mendatangkan pahala, sebaliknya jika tidak dikerjakan terhitung dosa. 2. Wajib Akli, adalah suatu ketetapan hokum yang harus diyakini kebenaranya karena masuk akal atau rasional. 3. Wajib ‘Aini, adalah suatu ketetapan yang harus dikerjakan oleh setiap muslim, antara lain shalat lima waktu, puasa ramadhan, shalat jum’at dan lain sebagaianya 4. Wajib Kifayah, adalah suatu ketetapan yang apabila sudah dikerjakan oleh sebagian orang muslim, maka muslim lainya terlepas dari kewajiban tersebut, akan tetapi jika tidak ada yang mengerjakannya, maka berdosalah semuanya.
60
5. Wajib Muaiyyan, adalah suatu keharusan yang telah ditetapkan macam tindakanya, contohnya berdiri bagi yang berkuasa waktu shalat. 6. Wajib Mukhayyar, adalah suatu kewajiban yang boleh dipilih-salah satu dari bermacam pilihan yang telah ditetapkan- untuk dikerjakan, misalnya denda dalam sumpah, boleh memilih antara memberi makan 10 orang miskin atau memberi pakaian 10 orang miskin. 7. Wajib Mutlaq, suatu kewajiban yang tidak ditentukan waktu pelaksanaanya, seperti membayar denda sumpah. Aqli Nazari, adalah kewajiban 8. Wajib mempercayai suatu kebenaran dengan memahami dalil-dalilnya atau dengan penelitian yang mendalam, seperti mempercayai eksistensi Allah swt. 9. Wajib Aqli Dharuri, adalah kewajiban mempercayai kebenranya dengan sendirinya, tanpa dibutuhkan dalil-dalil tertentu seperti orang makan jadi kenyang. Sedangkan hukum Sunnah dapat dibagi menjadi 4 sebagai berikut ; 1. Sunnah Muakkad, adalah sunnah yang sangat dianjurkan, misalnya sahlat Idul Fitri 2. Sunnah Ghairu Muakkad, adalah sunnah biasa, Misalnya memberi salam kepada orang lain. 3. Sunnah Haiah, adalah perkara-perkara dalam shalat yang sebaiknya dikerjakan, seperti mengangkat kedua tangan ketika takbir. 4. Sunnah Ab’ad, adalah perkara-perkara dalam shalat yang harus dikerjakan dan kalau terlupakan maka harus melakukan sujud sahwi,
61
seperti membaca sebagainya.
tasyahud
awal
dan
B. Ibadah Ibadah berarti perhambaan, yaitu memperhambakan diri kepada Allah sesuai dengan tuntunan-Nya. Ibadah ada yang dilakukan secara langsung antara seseorang dengan Allah disebut pula dengan istilah ibadah mahdhah atau ibadah ritual. Ada pula ibadah yang dilakukan melalui hubungan antar manusia yang sering disebut ibadah ghair mahdhah atau muamalah. Ibadah mahdhah berkaitan dengan bentukbentuk ritual yang khas, seperti salat, puasa, haji dan sebagainya. Peraturan mengenai pelaksanaan ibadah ini telah ditetapkan secara pasti melalui Alquran dan dioperasionalkan oleh contoh Rasulullah yang tercantum dalam As-sunnah. Disepakati di kalangan para ahli (ulama) bahwa untuk melaksanakan ibadah, seorang muslim harus melaksanakannya sesuai dengan perintah Allah dan contoh yang diberikan oleh Rasulullah. Pengamalan ibadah yang tidak sesuai dengan perintah dan contoh tersebut dinyatakan tidak sah atau batal dan haram untuk dilakukan. Berdasarkan pandangan tersebut ditetapkan kaidah yang berkaitan dengan ibadah khusus, yaitu: semua
haram kecuali yang diperintahkan Allah atau dicontohkan Rasulullah. Di luar kaidah itu apabila
dilakukan, maka ibadah itu dinyatakan tidak sah atau bid’ah. Ketentuan ibadah ritual itu disebabkan karena ibadah semata-mata sebagai bukti ketundukkan dan ketaatan seseorang terhadap
62
Tuhannya. Kata ibadah sendiri berarti perhambaan yang memiliki implikasi tunduk dan taat tanpa reserve. Karena itu ibadah-ibadah ritual, seperti salat, puasa, haji tersebut tidak berubah bentuk pelaksanaannya sepanjang masa sebagai bukti ketundukkan seorang muslim sepanjang zaman. Apakah gerakan-gerakan ritual itu dipahami atau tidak dipahami tetap menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim. Ibadah adalah bukti ketundukkan seseorang kepada Allah dengan cara melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah khusus ditetapkan oleh Allah atau Rasul-Nya, seperti salat, puasa, zakat, dan haji. 1. Ketentuan dan makna Salat Salat adalah bentuk ibadah yang terdiri dari bacaan-bacaan dan gerakan yang dimulai dari takbiratul ihram diakhiri dengan salam dengan syarat-syarat tertentu. Salat merupakan ibadah pokok yang sangat menentukan nilai ibadah-ibadah lainnya. Apabila salat dilakukan, maka ibadah yang lainnya akan memiliki makna ibadah. Oleh karena itu, salat memiliki ketentuan yang sangat ketat dibandingkan ibadah lainnya. Kewajiban setiap muslim untuk mendirikan salat tidak pernah berhenti sepanjang akalnya sehat, karena itu terdapat ketentuan-ketentuan salat bagi orang yang sakit, diperjalanan, bahkan di tengah berlangsungnya peperangan. Hal ini menunjukkan bahwa ibadah salat merupakan ibadah yang paling penting. Setiap muslim wajib melaksanakan salat lima kali dalam sehari semalam. Apabila dalam keadaan sakit, salat dilakukan sesuai dengan kemampuan, yaitu sambil duduk atau berbaring.
63
Sedangkan apabila berada diperjalanan salat bisa dilakukan dengan cara jamak, yaitu mengumpulkan (jamak) dua salat pada satu waktu, yaitu salat zuhur dengan asar dan maghrib dengan isya. Rakaat yang empat, yaitu zuhur, asar dan isya bisa diringkas (qasar) masing-masing menjadi dua rakaat. Jadi dalam perjalanan bisa dijamak sekaligus diqasar. Adapun salat subuh yang dua rakaat tidak bisa dijamak maupun diqasar. Ia harus tetap dilakukan dua rakaat pada waktunya. Sedangkan maghrib boleh dijamak tetapi tidak boleh diqasar, ia tetap tiga rakaat. Sebagai ibadah pokok, salat tidak hanya wajib dilakukan sesuai dengan ketentuannya, tetapi juga memiliki makna yang sangat besar dalam membentuk perilaku seseorang. Orang yang telah mendirikan salat akan mewujudkan dirinya untuk menjauhi dosa dan kemunkaran sebagaimana dinyatakan Alquran: إن الصالة تنھى عن الفحشاء والمنكر ولذكرﷲ (45:)العنكبوت...أكبر
Sesungguhnya salat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar dan sesungguhnya mengingat Allah itu paling besar … (QS.AlAnkabut,29:45) Dalam ayat di atas tampak bahwa salat bukan hanya dilakukan pada waktunya, tetapi maknanya harus terbawa dalam kehidupan di luar salat, yakni menjauhkan diri dari dosa dan kemunkaran. Tempat dan waktu orang berbuat dosa dan kemunkaran tentunya di luar salat, karena itu salat seyogyanya meresap dalam kehidupan sehari-hari dan memberi warna
64
tersendiri dalam bentuk komitmen untuk menjauhkan dosa dan munkar. Dosa dan kemunkaran tempatnya di tengah masyarakat, karena itu salat harus berdampak pada kehidupan di tengah masyarakat. Salat yang baik adalah yang berdampak baik dalam masyarakat, yaitu orang yang salat akan menjauhkan dirinya dari dosa dan kemunkaran. Salat yang merupakan komunikasi dengan Tuhan dilakukan minimal lima kali setiap hari melalui salat fardu sehingga kehidupan orang yang salat akan terkontrol dan terjaga dari waktu ke waktu. Salat yang berdampak sosial itulah yang sesungguhnya merupakan salat yang khusyu’. Sebaliknya orang yang tidak khusyu’ adalah orang yang salatnya lalai (sahun), atau orang yang salatnya tidak berdampak kepada perilaku sosialnya. Alquran mengungkapkan bahwa nerakalah bagi orang-orang yang lalai (sahun), yaitu orangorang yang riya dan enggan membayar zakat. Riya adalah motivasi individu yang berbuat kebaikan dengan mengharapkan pujian dari orang lain atau masyarakat. Hubungan salat dengan perilaku sosial dapat dilihat pula pada urutan kalimat suruhan salat dalam Alquran yang selalu dikaitkan dengan zakat, yaitu kalimat aqimus salat wa atu zakat (kerjakan salat dan bayarkan zakat). Ayat tersebut mengandung arti bahwa salat harus diikuti dengan zakat; dimensi ritual harus berdampak sosial. Ibadah salat yang paling baik dilakukan dengan cara berjamaah atau bersama-sama. Salat berjamaah mengandung implikasi sosial, yaitu
65
lahirnya rasa persaudaraan dan kesatuan di antara umat Islam, menanamkan kesamaan derajat, memupuk kepemimpinan, dan mengembangkan sikap demokratis. 2. Ketentuan dan makna Puasa Puasa (shaum) menurut asal katanya berarti menahan, sedangkan menurut istiah syara’ berarti menahan dari makan dan minum serta yang membatalkan puasa dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Berdasarkan pengertian di atas, puasa dalam ajaran Islam adalah menahan diri untuk tidak makan, minum, dan segala hal yang dapat membatalkan puasa yang dimulai sejak terbit fajar dan berakhir pada saat terbenam matahari. Apabila ada puasa yang pengertiannya tidak sebagaimana yang diungkapkan di atas, maka puasa tersebut bukanlah puasa yang datang dari syariat Islam. Puasa termasuk salah satu dari ibadah mahdhah, karena itu tata cara dan pelaksanaannya telah diatur secara lengkap oleh syariat Islam berdasarkan firman Allah dan contoh Rasul-Nya. Karena itu tidak bisa menambah dan mengurangi pelaksanaan puasa kecuali ada perintah dan contoh yang jelas. Berdasarkan pengertian di atas dapat pula diambil kesimpulan bahwa puasa dalam ajaran Islam adalah menahan dari segala minuman dan makanan serta semua hal yang membatalkan puasa, termasuk di dalamnya merokok dan tidak disebut puasa yang hanya makan makanan atau minuman tertentu saja. Waktu berpuasa dimulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari, karena itu tidak boleh
66
(haram) berpuasa siang malam, berpuasa terus menerus, atau berpuasa malam hari dan berbuka siang hari. Berpuasa pada bulan Ramadhan hukumnya wajib bagi setiap muslim yang telah baligh (dewasa), dan sehat. Bagi anak-anak sebaiknya disuruh berpuasa sebagai pendidikan dan latihan sehingga kalau dewasanya nanti sudajh terbiasa puasa. Puasa wajib berarti jika dilaksanakan mendapat ganjaran dan apabila ditinggalkan mendapat siksa Allah Swt. Di samping puasa Ramadhan ada pula puasa yang wajib, yaitu puasa nadzar. Puasa nadzar adalah puasa yang dijanjikan, yaitu seseorang yang berjanji apabila memperoleh sesuatu akan melaksanakan puasa. Misalnya seseorang bernadzar apabila ia lulus kuliah ia akan puasa, maka apabila ia lulus wajib melaksanakan puasanya. Wajibnya puasa Ramadhan didasarkan kepada firman Allah: يايھا الذين أمنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين (183: )البقرة.من قبلكم لعلكم تتقون
Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu puasa, sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. QS.Albaqarah,2:183) Untuk memulai Ibadah puasa dilakukan dengan menentukan awal dan akhir bulan Ramadhan yang ditentukan dengan dua cara: Pertama, dengan cara rukyatul hilal (melihat bulan sabit pertanda awal bulan Ramadhan), yaitu melihat dengan mata kepala atau dengan bantuan alat-alat. Hal ini didasarkan atas sabda Nabi:
67
إذا رأيتموه:عن رسول ﷲ قال:عن ابن عمر . فإن غم عليكم فأقدروا له, وإذا رأيتموه فأفطروا,فصوموا رواه البخاري ومسلم والنسائ وابن ماجه
Dari Ibnu umar, Rasulullah bersabda: Apabila kamu melihat bulan Ramadhan, hendaklah berpuasa, dan apabila kamu melihat bulan Syawal, hendaklah kamu berbuka. Maka jika tidak tampak olehmu, hendaklah kamu perhitungkan jumlah hari dalam satu bulan. HR. Bukhari, Muslim, Nasai dan Ibnu Majah Kedua, dengan cara hisab (perhitungan), yaitu
menghitung posisi hilal dengan bantuan ilmu falak (astronomi). Dua macam cara menetapkan awal dan akhir puasa tersebut di atas memungkinkan terjadinya perbedaan di kalangan umat Islam. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan awal dan akhir puasa melalui Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama. Apabila sudah ditentukan waktu puasa, maka hendaknya niat pada malam harinya. Niat adalah bermaksud (secara sengaja) untuk melakukan sesuatu. Berniat puasa adalah bermaksud melaksanakan puasa pada malam harinya dan berpuasa esok harinya. Berniat puasa dilakukan di dalam hati, tetapi boleh pula diucapkan. Orang yang hendak puasa dianjurkan untuk makan Sahur, yaitu makan pada waktu setelah lewat tengah malam sebelum fajar. Makan sahur merupakan perbuatan sunat sebagaimana disabdakan Nabi: متفق عليه.تسحروا فإن في السحور بركة
68
Bersahurlah kalian, karena pada sahur terdapat berkah (hadis mutafaq alaih)
Melaksanakan makan sahur hendaknya menjelang datangnya fajar, tidak terlalu malam, sebab mengakhirkan makan sahur merupakan bagian dari sunah Rasul. Demikian pula, ketika datang waktu terbenam matahari atau waktu salat maghrib, maka segeralah berbuka puasa. Menyegerakan buka adalah perbuatan yang dicintai Allah sabda Nabi : : قال عز وجل:قال رسول ﷲ:عن أبي ھريرة قال رواه الترميذي.أحب عبادي إلي أعجلھم فطرا
Dari Abi Hurairah, Rasulullah bersabda: Allah berfirman hambaKu yang paling aku cintai adalah mereka yang menyegerakan buka. HR. Tirmidzi
Dalam melaksanakan ibadah puasa terdapat bagi orang-orang tertentu dapat keringanan untuk tidak berpuasa dengan ketentuan tertentu pula, sebagaimana diungkapkan Allah dalam Alquran: أياما معدودات فمن كان منكم مريضا أوعلى سفر فعدة من أيام أخر وعلى الذين يطيقونه فدية طعام مسكين فمن تطوع خيرا فھوخيرله وأن تصومواخير لكم إن كنتم (184:)البقرة. تعلمون Berdasarkan ayat di atas, maka orangorang yang boleh membatalkan puasanya sebagai berikut: a. Orang yang sakit Orang yang sakit boleh berbuka puasa, tetapi wajib menggantinya di luar bulan puasa apabila ia telah sembuh b. Orang yang sedang berada di perjalanan (musafir)
69
Orang yang sedang berada di perjalanan atau bepergian boleh tidak berpuasa, tetapi ia wajib menggantinya di luar bulan Ramadhan sebanyak hari yang ditinggalkannya. c. Wanita yang sedang haid (menstruasi) dan nifas Wanita yang sedang haid dan nifas tidak boleh (haram) berpuasa, tetapi ia wajib untuk mengganti (mengqadha) puasanya sebanyak hari yang ditinggalkannya pada hari-hari lain di luar bulan Ramadhan. d. Perempuan yang sedang hamil atau menyusui Perempuan yang sedang hamil yang apabila berpuasa dikhawatirkan dapat mengganggu dirinya atau bayi yang sedang dikandungnya boleh tidak berpuasa, ia wajib qadha.. e. Orang yang tidak mampu lagi berpuasa Orang yang tidak mampu berpuasa karena terlalu tua, atau orang yang sakit dan tidak mempunyai harapan sembuh, boleh tidak berpuasa, tetapi wajib menggantinya dengan cara membayar fidyah, yaitu memberi makan fakir miskin setiap hari seharga makanan yang biasa ia makan setiap hari. Misalnya ia makan dua kali setiap kali makan Rp 10.000,-, maka fidyahnya adalah 2 x Rp 10.000,- x 29 hari (jumlah hari puasa yang harus dibayar) Adapun hal-hal yang membatalkan puasa antara lain: makan, minum termasuk merokok, dan hubungan suami-istri siang hari. Pada bulan Ramadhan terdapat amalanamalan yang dianjurkan untuk dilakukan, karena setiap amalan yang dilakukan pada bulan Ramadhan, pahalanya akan berlipat-lipat.
70
a.
b.
c.
d.
Amalan Ramadhan yang seyogyanya dilakukan antara lain: Qiyamul lail Ramadhan adalah bulan suci yang penuh berkat, rahmat dan maghfirah karena itu dianjurkan untuk mengisi malam harinya dengan salat-salat malam, seperti salat tarawih, tahajjud dan sebagainya. Sidqah Sidqah adalah memberikan sebagian dari rizki yang diperoleh kepada orang lain, baik dalam bentuk uang atau barang. Membaca Alquran Bulan Ramadhan sebaiknya diisi dengan banyak membaca Alquran dan memperdalam isinya (tadarrus), karena membaca Alquran itu merupakan ibadah. Apalagi memahami isi dan melaksanakan pesan-pesannya merupakan amaliah Ramadhan yang sangat baik. I’tikaf di mesjid I’tikaf adalah diam di mesjid yang diisi dengan dzikir, tahmid, tahlil dan tafakur. I;tikaf mengandung makna yang besar terutama dalam membina diri dengan cara introspeksi (muhasabah). Dari i’tikaf diharapkan akan tumbuh kesadaran terhadap eksistensi diri dan kesadaran akan kekuasaan Allah Yang Maha Besar sehingga puasa yang dilakukan siang hari dapat diteruskan dengan proses internalisasi dan kontemplasi.
71
MALAM LAILATUL QODAR Pembicaraan tentang Lailatul Qodar ridak pernah selesai karena unik dan menarik. Lailatul Qodar mengandung dua pengertian. Satu, malam saat turunnya Al Quran. Allah SWT, berfirman, "Inna anzalnahu fi lailatil qadri" (Sesungguhnya Aku telah menurunkannya (Alquran) itu pada malam Lailatul Qodar) Q.S. Al-Qodar: 1 Lailatul qadri disini bermakna "Malam yang penuh berkah." Hal ini dihubungkan dengan firman-Nya, "Inna anzalnahu fi lailati mubarokatin" (Sesungguhnya Aku telah menurunkannya Alquran pada malam yang penuh berkah). Q.S Addhukan:3.Berkah berarti kebaikan yang banyak. Lailatul Qodar dalam pengertian ini terjadi pada bulan Ramadhan dan terjadi hanya satu kali. Allah berfirman: "Syahru Romadona alladzi unzila fihi alquran" (Bulan Ramadan adalah bulan yang padanya diturunkan Alquran).Q.S Al-Baqarah:185. tentamg tanggalnya masih ada ikhtilaf (perbedaan pendapat) diantara para Ulama menyatakan Lailatul qodar itu terjadi pada tanggal 17 Ramadan. Hal ini didasarkan pada firman Allah, "in kuntum
amantum billahi wama anzalna 'ala 'abdina yaumal furqan,yaumaltaqal jam'ani " (Jika kamu beriman
kepada Allah dan terhadap apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami pada hari furqan, yaitu hari bertemunya dua pasukan). Q.S AlAnfal:41. Yang dimaksud dengan "hari pertemuan dua pasukan" yaitu saat terjadinya Perang Badar, yang diykini terjadi pada hari jum'at tanggal 17 Ramadan tahun kedua Hijriah. Sahabat Ibnu Abbas r.a menjelaskan bahwa Alquran yang diturunkan pada Lailatul qodar pada
72
bulan Ramadan (dari lauhul mahfudz) ke langit dunia sekaligus atau seluruhnya; baru kemudian secara berangsur-angsur diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. (R. At-Thabrani). Kedua, lailatul qadar dalam pengertian sebuah malam yang penuh berkah yang datang setiap bulan Ramadan. Pengertian ini didasarkan pada pengertian hadist yang berbunyi, "Suila
Rasulalloh saw. 'an lailatul qadri, fa qola hiya fi kulli ramadana" (Nabi saw. ditanya tentang laillatul
qodar, beliau menjawab, lailatul qodar ada pada setiap bulan Ramadan). H.R Abu Daud. Mengenai laialatul qodar dalam pengertian ini tidak ditemukan keterangan yang menunjukan tanggal yang pasti. Menurut sahabat Ubadah bin Shamit dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam al- Bukhar, Nabi saw. pada suatu hari keluar menemui para sahabatnya untuk memberi tahu tentang kapan lailatul qadar itu adannya, tapi karena ada dua orang sahabat yang malah ribut, maka beliau tidak jadi memberitahukannya, beliau malah akhirnya menganjurkan, Faltamisuha fit tasi'ati, was-sab ta'ati, walk ha-misati" (carilah olehmu pada tanggal 21 atau 23 atau 25). Di hadist Siti Aisyah riwayat Imam alBukhari Nabi saw. memerintahkan, "Taharrau
lailatul qadri fil-witri minal 'asyril awakhiri min Ramadhana" (carilah lailatul qadar itu pada
tanggal-tanggal gasal dari seruluh hari terakhir dari bulan Ramadan beliau meningkatkan kegiatannya, menghidupkan malamnya dengan mengurangi tidur dan membangunkan keluarganya. Malah beliau menyunatkan untuk beritikaf di masjid selama sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan.
73
Diantara hikmah tidak diberitahukannya tanggal yang pasti tentang lailatul qadar ini mungkin tidaak lepas dari karakteristik ajaran Islam yang memotivasi umatnya untuk rajin bekerja dan beribadah, seperti yang diperintahkan Allah, "faidza farag tapafanshab" (apabila kamu telah selesai satu urusan, maka carilah urusan yang lain). Q.S Al-Insyirah:7. Bisa dibayangkan jika Nabi saw. waktu itu jadi diberitahukan tentang tanggal pasti datangnya lailatul qadar itu,mungkin sksn terjadi banyak orang yang melaksanakan shalat tarawih, tadarus dan sebagainya hanya pada malam itu saja. Tentang fadilah atau keutamaan dan berkah lailatul qadar antara lain: (a) Nabi Saw., berssabda, "Barang siapa yang melaksanakan salat Qiyamu Ramadhan (salat Tarwih) pada malam Lailatul Qadar dengandasae iman dan mengharap ridha Allah, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu". (H.R. Al Bukhari).; (b) Nabi saw., bersabda , " Apabila datang Lailatul Qadar, malaikat jibril bersama malaikat lainnya turun ke bumi mendoakan kepada setiap hamba yang berdzikir dan berdo'a kepada Allah swt., Allah menyatakan kepada para malaikat bahwa Allahn akan memenuhi do'anya. Dan Allah berfirman, Pulanglah kamu sekalian, Aku telah mengampuni dosa kalian dan Aku telah mengganti kejelekan dengan dengan kebaikan". Maka mereka pulang dan telah mendapatkan ampunan-Nya , (H.R. Al Baihaqi dari Anas bin Malik). Kedua hadis tersebut menjelaskan kepada kita bahwa bagi yang melaaksanakan salat tarwawih ,
74
memperbanyak dzikir , do'a dan istighfar , bertepatan Lailatul Qodar dengan hati yang ikhlas, dengan cara yang benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw., dan dengan khusuyuk, insyaallah baginya akan mendapatkan ampunan-Nya. Sesuatu yang senantiasa menjadi harapan dan dambaan setiap setiap insan mukmin. Karena dengan ampunan-Nya itulah seseorang akan mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan yang hakiki dan abadi , yakni kebahagiaan di akhirat kelak. Tidak diketemukan keterangan yang sahih dan sharikh (jelas) tentang ciri-ciri atau tanda-tanda bahwa malam itu adalah Lailatul Qadar, kecuali hadis riwayat Muslim yang menyatakan bahwa jika malam itu adalah Lailatul Qadar maka pagi harinya matahari terbit dengan cuaca yang cerah. Artinya baru diketahui setelah Lailatul Qadar itu lewat. Hikmah dari dirahasiakannya Lailatul Qadar ini antara lain kita didorong dan dimotivasi untuk mengisi malam-malam Ramadhan khususnya pada sepuluh hari terakhir dengan berbagai amalan yang saleh seperti, tarawih, tadarrus al Quran, do'a dan istighfar. Siti Aisyah pernah bertanya kepada nabi Muhammad saw., tentang do'a yang bisa dibaca jika bertemu dengan dengan Lailatul Qadar, Nabi saw., menyuruhnya untuk membaca, "Allohumma innaka 'afuwwun tuhibul 'afwa f'afu 'anni". ( Yaa Allah, sesungguhnya Engkau Maha pemaaf dan menyukai sifat pemaaf, maka maafkanlah segala dosa hamba). H.R.Ahmad. Berpuasa tidak hanya sampai menahan makan dan minum saja, tetapi juga menjaga perkataan dan perbuatan yang dapat mengurangi nilai puasa,
75
yaitu berkata kotor, bertengkar, mengumpat, membicarakan orang lain, dan melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan misi puasa. Menahan diri dari ucapan dan perbuatan tersebut pada dasarnya adalah usaha sungguh-sungguh untuk memberi makna puasa yang intinya latihan untuk mengendalikan diri. Puasa sebagai ibadah khusus memiliki makna yang sangat dalam antara lain: a. Mendidik orang untuk sabar Hakekat puasa adalah menahan diri terutama menahan dari dorongan nafsu. Usaha untuk menahan sesuatu yang diinginkan memerlukan kesabaran. Kesabaran adalah hubungan seseorang dengan dirinya sendiri, yaitu usaha untuk menaklukan dan mengendalikan segala keinginan yang berangkat dari nafsu. Puasa sebagai usaha menahan makan dan minum siang hari, dalam pelaksanaannya memerlukan kesabaran. Sabar untuk menunggu sampai waktu yang telah ditentukan. Sabar untuk tetap mentaati perintah, walaupun melakukannya menghadapi kesukaran. b. Mendidik dan membina keimanan Puasa mendidik dan membina iman seorang muslim, sebab dalam berpuasa ada terdapat godaan-godaan. Orang yang berpuasa memerlukan dasar keimanan, karena seseorang itu berpuasa atau tidak tergantung kepada yang bersangkutan. Seseorang bisa saja berpura-pura puasa dan orang lain tidak akan mengetahuinya. Yang mengetahui kondisi yang sebenarnya adalah dirinya sendiri dan Allah Swt. Karena itu, dalam puasa terdapat pendidikan dan pembinaan iman yang dilakukan
76
dengan selalu berusaha merasakan kehadiran Allah bersamanya. c. Mendidik kepedulian sosial Puasa yang berintikan pengendalian diri mengandung makna yang sangat luas. Dengan puasa orang dapat berempati dengan merasakan penderitaan orang lain sehingga timbul perasaan kasih mengasihi dengan sesama manusia. Berpuasa adalah menahan diri dari makan dan minum serta tindakan yang membatalkan puasa. Menahan diri adalah menahan keinginan yang menyenangkan dirinya, karena itu orang yang berpuasa akan merasakan perasaan orang yang keinginan dan kebutuhannya tidak tercapai. Termasuk merasakan sakitnya orang yang lapar dan haus. Karena itu berpuasa mendidik orang untuk memiliki perhatian dan kepedulian sosial kepada sesama manusia. Nilai yang terdapat dalam puasa adalah mengendalikan dan membatasi diri dari berbagai macam dorongan keinginan atau hawa nafsu. Sikap semacam itu apabila dilakukan oleh masyarakat dapat menjelma menjadi sikap sosial yang memiliki ketahanan mental yang kuat dan dapat menghindarkan dari kerusakan masyarakat. 3. Ketentuan dan makna Zakat Zakat adalah kewajiban orang yang memiliki harta untuk mengeluarkan sebagian dari hartanya itu kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Zakat wajib dilakukan seseorang apabila pemilikan hartanya telah mencapai nisab dan telah berlangsung selama satu tahun (haul). Nisab adalah batas minimal pemilikan harta yang wajib
77
dizakati. Kewajiban zakat diungkapkan oleh Alquran: خذ من أموالھم صدقة تطھرھم وتزكيھم بھا وصل .عليھم إم صالتك سكن لھم وﷲ سميع عليم (103:)التوبة
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdo’alah untuk mereka, sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS.At-Taubah, 9:103) Kewajiban muslim untuk membayar zakat pada dasarnya merupakan implikasi dari pandangan Islam tentang alam. Pemilik mutlak alam adalah Allah, sedangkan manusia hanya memiliki hak guna pakai yang bersifat sementara. Karena itu, pada setiap sesuatu yang dimiliki manusia, di dalamnya terdapat hak-hak Allah sebagai Pemilik Mutlak. Hak-hak Allah itulah yang harus dikeluarkan dan diserahkan kepada orangorang yang ditentukan Allah untuk menerimanya. Dalam zakat, orang-orang tersebut disebut mustahik (orang-orang yang berhak menerima) zakat. Mereka yang berhak menerima zakat diungkapkan dalam Alquran: إنماالصدقات للفقراء والمساكين والعاملين عليھا والمؤلفة قلوبھم وفي الرقاب والغارمين وفي سبيل ﷲ (60:)التوبة.وابن السبيل فريضة من ﷲ وﷲ عليم حكيم
Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, 78
orang-orang yang berutang untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS.At-Taubah,9:60)
Berdasarkan hadis di atas, para mustahik zakat itu adalah sebagai berikut: a. Faqir adalah orang yang tidak punya potensi dan kemampuan ekonomi apapun, hidupnya hanya tergantung kepada orang lain b. Miskin adalah orang yang memiliki pekerjaan atau usaha tetapi hasil usahanya tidak cukup untuk membiayai hidupnya c. Amil adalah orang yang mengelola (menerima dan menyerahkan) zakat d. Muallaf adalah orang yang masih lemah imannya e. Riqab adalah budak belian yang mengharapkan kemerdekaan dirinya f. Gharim adalah orang yang memiliki utang dan kesulitan untuk membayarnya g. Fi sabilillah adalah orang yang berjuang di jalan Allah, baik perjuangan fisik maupun non fisik h. Ibn Sabil adalah orang yang sedang berada di tengah perjalanan dan kehabisan bekal untuk meneruskan perjalanannya Zakat bukan hanya ibadah khusus yang mengandung arti hubungan langsung dengan Allah, tetapi juga berkaitan dengan kehidupan sosial. Karena ibadah zakat berkaitan dengan harta dan orang yang menerimanya (mustahik zakat). Beberapa implikasi sosial zakat antara lain: Pertama, menghilangkan sifat kikir, sombong dan angkuh
79
Sifat-sifat buruk yang seringkali terdapat pada orang-orang kaya adalah kikir, sombong dan angkuh. Sifat kikir terjadi karena rasa cintanya yang berlebihan terhadap harta yang dimilikinya. Orang yang kikir akan mengalami kegelisahan, kekuatiran, dan ketakutan akan jatuh miskin. Karena itu orang yang kikir tidak merasakan ketentraman batin. Dengan zakat sifat buruk ini dapat dirubah secara perlahan dan berangsur angsur, sehingga harta yang dimilikinya dapat dinikmatinya dengan baik dan menjauhkannya dari kegelisahan dan kecemasan. Sifat lainnya adalah sombong dan angkuh, karena merasa memiliki kekayaan yang lebih dari orang lain. Sombong dan angkuh juga menjauhkan orang dari rasa bahagia, karena di samping tidak disenangi orang lain, juga merupakan bukti kekerdilan jiwa. Orang yang sombong selalu takut disaingi orang, padahal orang yang sempurna itu tidak akan ada. Zakat mendidik orang untuk melihat Kedua, zakat memberikan kesadaran kepada manusia bahwa ada Dzat Yang Maha Kaya, yaitu Allah Swt, yang memiliki segalanya. Harta yang dimiliki seseorang pada hakekatnya adalah milik Allah, karena itu pada setiap pemilikan harta oleh seseorang, di dalamnya terdapat hak-hak Sang Pemilik yang harus diberikan sesuai dengan keinginan-Nya. Allah Sang Maha Pemilik memerintahkan agar dari harta yang dimiliki seseorang wajib dikeluarkan dan diberikan kepada orang lain (mustahik). Penolakan terhadap zakat berarti pengkhianatan terhadap Sang Pemilik. Ketiga, zakat berfungsi membersihkan harta. Zakat sendiri berasal dari kata zaka, yazki,
80
zakatan, yang berarti bersih atau suci. Atas dasar
itu, maka harta yang telah dikeluarkan zakatnya berarti harta yang telah dibersihkan. Harta yang bersih adalah harta yang layak untuk digunakan. Sedangkan harta yang kotor hanya akan mendatangkan malapetaka bagi pemakainya, baik berupa penyakit lahir maupun penyakit batin. Keempat, zakat dapat menghilangkan kesombongan dan keangkuhan, karena dengan zakat, orang tunduk dihadapan Allah. Setiap ketundukan adalah petanda kelemahan dan kekurangan. Orang yang merasakan dirinya lemah atau kurang akan jauh dari sikap sombong. Kelima, zakat dapat mendorong orang untuk merasakan kelemahan orang lain; berempati terhadap kesulitan yang dihadapi orang lain. Dengan demikian akan tumbuh rasa persaudaraan dan persamaan yang menjadi awal dari rasa kesetaraan dan kesetiakawanan sosial. e. Ketentuan dan makna Haji Haji adalah berkunjung ke baitullah untuk melakukan ibadah. Haji merupakan salah satu bentuk ibadah khusus yang tata caranya ditentukan dalam syariat Islam. Kewajiban haji bagi umat Islam berdasarkan firman Allah: و على الناس حج البيت من استطاع إليه سبيال... (97:)ال عمران.ومن كفر فإن ﷲ غني عن العالمين
.. mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa (mengingkari kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS.Ali Imran, 3:97) 81
Haji merupakan salah satu dari lima rukun Islam sebagaimana disabdakan Rasulullah: شھادة أن الإله إال ﷲ وأن,بني اإلسالم على خمس محمدا رسول ﷲ وإقام الصالة وإيتاء الزكاة وصوم رمضان رواه البخاري ومسلم.وحج البيت “Islam didirikan atas lima perkara: kesaksian
bahwa tiada Tuhan selain Allah, mendirikan salat, mengeluarkan zakat, Puasa Ramadlan dan haji ke baitullah”. (HR. Bukhari dan Muslim) Setiap muslim yang sudah memiliki kemampuan untuk melaksanakan haji sebaiknya segera berhaji; jangan ditunda-tunda. Sabda Rasulullah: “Barang siapa berkeinginan haji, maka segeralah laksanakan” (R. Ahmad dan Abu Dawud) Syarat-syarat Wajib Haji: Haji diwajibkan bagi mereka yang sudah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Islam, dan tidak diwajibkan haji bagi nonmuslim 2. Baligh (dewasa) 3. Aqil (berakal sehat) 4. Bagi Perempuan: harus dengan mahramnya, suami, orang tua, atau yang lainnya. Kalau tidak ada maka tidak wajib haji baginya. 5. Istitha’ah (mampu), dengan syarat-syarat: a) sehat, b) perjalanan harus aman, jemaah haji tidak takut terhadap jiwa dan harta kekayaannya, c) cukup nafkah (biaya hidup) bagi keluarga yang ditinggalkannya sampai yang bersangkutan kembali, d) tidak ada hal-hal yang menghalangi untuk berhaji, seperti ditahan, atau ada larangan dari
82
pihak penguasa yang zalim. Jika orang yang tidak mampu, tetapi memaksakan untuk berhaji, maka hajinya tetap shah. Rukun Haji: 1. Ihram 2. Wukuf di Arafah 3. Thawaf Ifadlah 4. Sa’i antara Shafa dan Marwah 5. Bercukur 6. Tertib (jika salah satu rukun ini ketinggalan makan hajinya batal). Ihram ialah memakai pakaian yang tidak berjahit, adapun perempuan boleh memakai pakaian apa saja yang bisa menutupi sesuai syariat Islam. Ihram ini mempunyai miqot Zamani, yaitu batas waktu untuk ibadah ahji, mulai 1 Syawal hingga terbit fajar 10 Dzulhijjah tahun tersebut. Bila ihram tersebut dilakukan sebelum atau sesudah batas waktu tersebut maka batal hajinya dan dihitung sebagai umrah, karena umrah boleh dikerjakan sepanjang tahun. Sedang haji diperbolehkan pada waktu-waktu tertentu saja. Ihram juga memiliki miqot Makani, yaitu batas tempat untuk mulai ber-Ihram sesuai dengan arah kedatangannya yang telah ditentukan oleh Rasulullah, yaitu : Juhfah, Dzul Hulaifah, Datul Irq, Qarnul Manazil, dan Yalamlam. Miqot Makani bagi orang Indonesia adalah Yalamlam bersama Yaman, India, dan sekitarnya. Yalamlam adalah sebuah gunung yang terletak di selatan Mekkah AlMukarramah. Jemaah haji tidak boleh melewati miqot-miqot tersebut keculai berihram, baik yang datang lewat
83
darat, laut, maupun udara. Apabila jemaah haji mendahulukan ziarah ke Madinah Al-Munawwarah dan masjid nabi sebelum haji, maka tidak diharuskan berihram dan miqotnya ialah miqot orang Madinah yaitu “Bir Ali” Hal-hal yang tidak boleh dilakukan ketika Ihram Seseorang yanng sedang berihram ketika haji atau umrah, maka tidak diperbolehkan melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. nikah, menikahkan, meminang, atau hal-hal yang berkaitan dengan hal tersebut; 2. memakai pakaian berjahit, bertangkup bagi laki-laki; 3. menutup kepala yang melekat seperti topi, kalau tidak melekat boleh seperti payung; 4. jangan memakai alas kaki yang menutupi jari dan mata kaki; 5. berburu binatang buas, atau membunuh binatang. Atau memotong pepohonan atau rumput dengan tujuan untuk merusak. Boleh memotong tanaman untuk dimanfaatkan sebagai obat-obatan atau lainnya, seperti biji-bijian dan sayursayuran; 6. bercukur, memakai wangi-wangian, memotong kuku dan mencabut bulu badan. Boleh membersihkan rambut atau mandi dengan memakai sabun yang tidak ada wangi-wangiannya. Jika melanggar salah satu larangan tersebut, maka harus membayar fidyah menurut jenis
84
pelanggarannya. Kecuali bersetubuh, apabila dilakukan, maka hajinya batal. Ada tiga macam ihram yang harus diniatkan ketika berhaji, yaitu 1) Haji tamattu, yaitu melaksanakan ibadah haji dengan mendahulukan umrah daripada haji. Melaksanakan haji dengan cara ini diwajibkan membayar dam atau puasa tiga hari di Mekah dan tujuh hari setelah kembali ke negaranya. 2) Haji Ifrad, berihram untuk berhaji, dan mengerjakan umrah di luar bulan-bulan haji, apabila sebelumnya belum pernah umrah. 3) Haji Qiran, yaitu berihram untuk haji dan umrah sekaligus. Apabila dipisahkan antara keduanya seperti niat untuk umrah kemudian niat untuk haji sebelum thawaf, maka harus bayar dam atau puasa tiga hari di haji dan tujuh hari setelah kembali ke negaranya. Bagi yang mau berihram disunatkan mandi terlebih dahulu, salat dua raka’at, memotong kuku. Talbiyah Setelah berpakaian ihram dan mengerjakan salat dua rakaat disunatkan membaca talbiyah. Adapun perempuan tidak disunatkan mengeraskan talbiyah, tapi cukup hanya bisa didengar sendiri dan sekitarnya. Adapun lafadz talbiyah adalah: َمدَ و ْ ح َ ْ إِنﱠ ال،َشرِ ْيكَ َلكَ َل َب ْيك َ َ َل َب ْيكَ ال،َھمﱠ َل َبيْك ُ َل َب ْيكَ اللﱠ َشرِيْكَ َلك َ َ م ْلكَ ال ُ ْمةَ لَكَ وَ ال َ ال ﱢن ْع
85
Wajib Haji Wajib pada ibadah haji seperti rukun pada ibadah lainnya, bedanya jika meninggalkan yang wajib boleh dibayar dengan dam, sedangkan apabila meninggalkan yang rukun, maka ibadah hajinya batal dan harus diulang pada kesempatan lain. Wajib haji itu adalah: 1. Ihram dari miqot; 2. Mabit di Muzdalifah; 3. lempar jumrah; 4. bermalam di mina pada hari-hari tasyriq; 5. thawaf wada. Sunat-sunat ihram 1) mandi; 2) memakai wangi-wangian sebelum ihram; 3) tidak memakai pakaian berjahit atau sandal yang menutupi jari dan mata kaki; 4) solat dua rakaat untuk ihram kemudian niat. Thawaf Thawaf ialah mengelilingi ka’bah sebanyak 7 kali putaran, dimulai dari hajar aswad dan diakhiri di hajar aswad pula. disunatkan lari-lari kecil pada tiga putaran pertama. Sedang putaran keempat dan seterusnya berjalan kaki biasa. Syarat-syarat thawaf: 1. niat untuk thawaf; 2. suci dari hadats kecil dan hadats besar; 3. suci dari najis; 4. menutup aurat; 5. putaran harus tertib, tidak diselingi pekerjaan yang tidak perlu.
86
Sa’i
Sai adalah berlari-lari kecil sebanyak tujuh kali antara Shafa dan Marwah, dimulai dari bukit Shafa dan diakhiri di bukit Marwah. Syarat-syarat Sa’i 1) dilakukan tujuh kali, dimulai dari bukit Shafa dan diakhiri di bukit Marwah; 2) dari shafa ke marwah dihitung satu kali dan dari marwah ke shafa dihitung satu kali; 3) Niat Sa’i; 4) Dilakukan dalam lingkungan mas’a (antara shafa dan marwah). Sunat-Sunat Sa’i 1. memasuki tempat sa’i dari pintu Shofa; 2. naik ke bukit shofa melihat ka’bah dan tidak disunatkan naik bagi perempuan jika tidak memungkinkan; 3. sa’i dilakukan setelah thowaf langsung; 4. lari-lari kecil antara dua tanda lampu hijau yang dipasang di tempat sa’i. Ibadah haji bukan hanya dipandang sebagai ibadah ritual, tetapi memiliki implikasi sosial yang luas bagi orang yang melaksanakannya. Setiap orang yang melaksanakan ibadah haji selalu berharap memperoleh predikat sebagai haji mabrur, atau haji yang baik dan diterima Allah. Haji mabrur tidak saja disebabkan karena syarat, rukun, wajib, dan sunnah haji dilaksanakan selama ibadah, tetapi hajinya memberikan makna dalam kehidupan setelah ibadah haji. Quraisy Shihab menyebut bahwa haji mabrur itu ditandai dengan dilakukannya makna yang tersimpan pada simbol ritual haji dalam kehidupan pasca ibadah haji. Makna dibalik simbol haji antara lain:
87
Thawaf berkeliling ka’bah mengisyaratkan dinamisme, yakni hidup yang bergerak terus menerus berporos pada Allah. Setelah ibadah haji, seorang muslim tidak tinggal diam melainkan terus bergerak mengisi kehidupannya tetapi gerakan hidupnya telah diatur sedemikian rupa dengan tidak melepaskan dirinya dari Allah Swt. Dengan demikian, kehidupannya menjadi sarat dengan makna ibadah. Sa’i yang dilakukan dengan berlari-lari kecil dari Shafa menuju Marwa. Shafa berati suci atau bersih sedangkan Marwa berarti tujuan hidup yang ideal. Seseorang setelah selesai melakukan ibadah haji akan memulai kembali hidupnya dengan titik tolak dari kebersihan dan kesucian, baik kebersihan niat, tekad, maupun modal usaha. Apabila titik berangkat dari kesucian maka ia akan sampai kepada tujuan hidup yang hakiki. Melempar Jumrah adalah bentuk ibadah dimana seorang melemparkan batu kerikil ke arah jumrah sebagai lambang kebencian kepada syetan. Makna melempar jumrah adalah bukti kebencian manusia terhadap syetan yang selalu berusaha menggodanya. Prilaku ritual ini mengandung arti bahwa seorang muslim setelah kembali dari ibadah haji harus membenci segala sesuatu yang datang dari syetan, berupa kemaksiatan dan kemunkaran. Puncaknya ibadah haji adalah wukuf di Arafah. Wukuf berarti diam, merenungkan diri, dan introspeksi (muhasabah). Arafah sendiri berasal dari kata ‘arafa yang berarti mengetahui atau memahami. Jadi wukuf di Arafah mengandung arti merenung, introspeksi sehingga seorang haji mengetahui dan memahami dirinya, sehingga
88
setelah selesai haji ia akan menjelma menjadi pribadi yang arif dan tahu diri. Ihram yang menggunakan busana tanpa jahitan merupakan isyarat bahwa manusia pada dasarnya adalah sama dan setara di hadapan Allah, apapun jabatannya di dunia. Persamaan kemanusiaan ini menjadi kesaran bagi sang haji, bahwa ia tidak layak merasa sombong dan angkuh di hadapan orang lain dengan kelebihan yang dimilikinya yang bersifat atribut material. Yang menjadikan seseorang mulia di hadapan Allah adalah ketakwaannya kepada Allah swt.. C. Muamalah Adapun muamalah adalah hubungan antar manusia, baik individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok. Syariat Islam memberikan dasar-dasar bagi terwujudnya hubungan yang baik dan diridhai Allah bagi manusia. Dalam kaitan dengan muamalah, Syariat Islam tidak memberikan aturan-aturan detil, karena sifat dasar manusia sebagai makhluk sosial dan budaya selalu berubah. Karena itu yang dijadikan pedoman dalam menetapkan hukum muamalat adalah prinsip-prinsip dasar yang tercantum dalam Alquran dan sunnah. Dalam masalah hubungan antar sesama manusia ini, Allah swt memberikan rambu-rambu dalam Al Quran yang diantaranya “Janganlah kamu
memakan harta sesamamu dengan jalan bathil. Dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim-hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta orang lain dan dengan berbuat 89
dosa,
padahal kamu mengetahui”(QS.Al Baqarah:188) dan “ Apakah mereka membagi-bagi
rahmat Tuhanmu ? Kami telah menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagain yang lainnya beberapa derajat. Agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan” (QS.Az Zuhruf;32). Masalah muamalah yang sering mewarnai kehidupan kita sehari-hari banyak ragamnya, antara lain masalah jual beli, pinjam meminjam, utang-piutang, pemberian, titipan dan lain-lain.
90
Uji Pemahanan A. Soal 1. Syariat Islam bersifat global dan berlaku universal, sedangkan fikih bersifat khusus dan temporal, Jelaskan Pernyataan tersebut ! 2. Dalam QS. Adzariyat ayat 56 disebutkan bahwa Manusia dan Zin diciptakan oleh Allah untuk Beribadah kepadaNya, Jelaskan makna Ibadah dalam ayat tersebut ! 3. Sesungguhnya Aku telah menurunkannya (Alquran) itu pada malam Lailatul Qodar (Q.S. Al-Qodar: 1) Jelaskan yang dimaksud dengan malam Lailatul Qodar ! 4. Jelaskan implikasi sosial dari pelaksanaan ibadah zakat ! 5. Jelaskan yang dimaksud dengan muamalah dan berikan contohnya ! 6. Setujukan Anda jika di Indonesia di terapkan syariat Islam ? kemukakan alasanya ?
B. Jawaban 1)…………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ………………………………………………………………………. 2)…………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ……………..………………………………………….……………. 91
3)…………………………………………………..………………… ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ………………….…………………………………………………… 4)………………………………………………………………….… ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ………………………………………..……………………………… ………………………..………………………….…………………. 5)…………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ………………………………………………………………………. 6)…………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ………………………………………………………………………
92
……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………….
93