BAB VI KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa data penelitian dan pembahasan penelitian implementasi program pengendalian demam berdarah dengue (DBD) di Kelurahan Semaki dan Kelurahan Sorosutan dalam penulisan laporan ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa. Pertama, dilihat dari aspek pelaksanaan kegiatan program. Dalam program pengendalian DBD di Kelurahan Semaki dan Kelurahan Sorosutan terdiri dari dua kegiatan pokok yaitu kegiatan pewaspadaan dini dan penanggulangan DBD. Untuk kegiatan pewaspadaan dini terdiri dari kegiatan PE, PSN, PJB dan penyuluhan.. Pelaksanaan kegiatan PE antara Semaki dan Sorosutan secara garis besar memiliki prosedur dan pelaksanaan yang sama dan cukup efektif dalam memantau penderita DBD di wilayah program. Untuk kegiatan PSN di Kelurahan Semaki jauh lebih efektif dikarenakan dilakukan dengan dua macam yaitu PSN massal dan PSN individu, sedangkan di Kelurahan Sorosutan hanya melakukan kegiatan PSN individu saja. Kemudian untuk pelaksanaan PJB baik Kelurahan Semaki dan Sorosutan sudah melakukan dengan dua macam cara yaitu melalui kader dan unit puskesmas, keduanya berjalan cukup efektif karena ditunjukkan dengan ABJ diatas 85%. Kegiatan penyuluhan di Kelurahan Semaki jauh meningkat lebih banyak dikarenakan kegiatan ini dianggap cukup efektif dalam mengubah pola pikir masyarakat, 134 | P a g e
sedangkan untuk Kelurahan Sorosutan walaupun mengalami peningkatan tetapi tidak sebanyak yang dilakukan oleh Kelurahan Semaki. Dan untuk kegiatan terakhir seperti penanggulangan yaitu fogging focus di kedua kelurahan masih mengandalkan cara kimiawi ini karena selalu dilakukan setiap tahun dengan jumlah yang cukup banyak karena cara melalui fogging dianggap praktis serta bebas biaya. Kedua, Adanya perbedaan capaian impelementasi program DBD di Kelurahan Semaki dan Kelurahan Sorosutan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut. Pertama adalah intensitas komunikasi antara implementor dengan masyarakat,dimana komunikasi yang dilakukan oleh implementor di Kelurahan Semaki jauh lebih sering dikarenakan implementor ini sering turun langsung ke lapangan untuk menjalankan kegiatan DBD. Sedangkan untuk di Kelurahan Sorosutan, kegiatan DBD yang melibatkan implementor lebih sedikit dibandingkan di Kelurahan Semaki sehingga menyebabkan kurangnya implementor berkomunikasi dengan masyarakat sehingga informasi yang didapatkan jauh lebih sedikit. Kedua adalah keterbatasan Jumlah Pegawai Yang Terkait Program Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Pegawai yang dimaksud adalah tenaga kesehatan yang bergerak langsung dalam menangani kasus DBD di wilayahnya yaitu programmer DBD dan surveilans Kelurahan. Walaupun jumlahnya sama tetapi jika dibandingkan dengan jumlah penduduk di setiap Kelurahan akan terjadi ketimpangan dimana SDM di Kelurahan Sorosutan harus bekerja lebih ekstra hampir tiga kali lipat dibandingkan dengan Kelurahan Semaki. Sehingga menyebabkan implementasi di Kelurahan 135 | P a g e
kurang maksimal dan efektif dibandingkan dengan Kelurahan Semaki. Dan faktor terkahir adalah kondisi Lingkungan, dimana Kelurahan Semaki merupakan daerah yang tidak terlalu luas serta tidak padat penduduk dengan kondisi wilayah berupa perkotaan dimana hampir tidak ada kebun serta halaman kosong yang berpotensial menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Untuk di Kelurahan Sorosutan sangat berkebalikan dimana wilayahnya sangat luas dan padat penduduk dengan kondisi lingkungan semiperdesaaan dimana masih banyak terdapat kebun kosong yang berpotensial
menjadi
tempat
perkembangbiakan
nyamuk.Dan
seperti
yang
diungkapkan oleh Sabatier dalam teorinya bahwasemakin besar populasi yang dicakup sebagai sasaran maka sebuah program akan relatif sulit diimplementasikan dan sebaliknya apabila jumlah kelompok sasarannya tidak terlalu besar maka suatu program akan relatif mudah diimplementasikan, hal ini tergambar dalam pelaksanaan program pengendalian DBD antara Kelurahan Semaki dan Sorosutan. Kedua wilayah yang sangat berbeda ini yang menyebabkan capaian implementasi menjadi berbeda dimana angka penderita Sorosutan selalu lebih tinggi dikarenakan wilayahnya sangat berpotensial lebih tinggi terjangkit DBD dengan didukung wilayah yang kondisional endemis DBD dibandingkan dengan Kelurahan Semaki.
136 | P a g e
SARAN Dari penelitian yang dilakukan pada pelaksanaan program DBD di Kelurahan Semaki dan Kelurahan Sorosutan dan hasil analisis yang dilakukan maka saran yang dapat diberikan anatar lain. 1. Hendaknya melakukan penambahan sumber daya sebagai kebutuhan yang krusial. Sumber daya yang dimaksud adalah jumlah tenaga kesehatan yang bergerak langsung menangani kasus DBD. Karena meskipun pembagian jumlahnya sama ditiap kelurahan, ternyata tidak sepadan dengan kelompok sasaran program. Keterbatasan ini dapat menyebabkan program tidak berjalan secara maksimal. Penambahan jumah SDM ini hendaknya disesuaikan dengan jumlah penduduk yang menjadi kelompok sasaran. Namun tidak hanya menambah jumlah personil, tetapi juga harus memperhatikan aspek skill kemampuan mereka dalam menangani kasus DBD. 2. Jika SDM sudah terpenuhi jumlahnya maka pelaksanaan kegiatan yang melibatkan implementor juga harus ditingkatkan, dikarenakan semakin banyak
kegiatan
yang dilakukan
maka
akan
dapat
mempengaruhi
implementasi program dalam mencapai tujuannya yaitu menurunkan jumlah penderita DBD. 3. Perlu adanya penambahan dalam mengambil aternatif
kebijakan dengan
sektor lain dalam pengendalian Demam Berdarah Dengue (DBD) seperti 137 | P a g e
Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) untuk menata banyaknya kebunkebun kosong yang berada di Kelurahan Sorosutan. Karena area tersebut jarang dijangkau manusia sehingga menyebabkan potensia menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Dengan adanya koordinasi dengan sektor lain diharapkan dapat mengurangitempat-tempat yang berpotensial menjadi tempat perkembangbiakannyamuk serta menjadikan daerah tersebut lebih terawat dan tertata rapi. 4. Menciptakan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan program. Dengan cara menganggap masyarakat bukan hanya sebagai objek atau kelompok sasaran program tetapi sebagai mitra atau partner. Dengan sering melakukan komunikasi atau obrolan ringan ketika implementor turun ke lapangan. Karena dengan seperti itu masyarkat akan lebih bergerak secara aktif dengan tidak memandang pelaksanaan program merupakan tanggung jawab dari pemerintah saja tetapi juga semua masyarakat diwilayah tersebut. 5. Membuat akses yang dapat mempermudah masyarakat ketika akan melakukan kegiatan DBD secara swadaya atau tanpa bantuan dengan pemerintah dengan memberikan inovasi seperti call-cantre DBD atau website khusus DBD. Untuk mempermudah masyarakat dalam menghubungi implementor
138 | P a g e