BAB VI PENGELOLAAN SAMPAH 3R BERBASIS MASYARAKAT DI PERUMAHAN CIPINANG ELOK 6.1.
Pewadahan Sampah Pewadahan individual Perumahan Cipinang Elok pada umumnya dibagi
menjadi
tiga
macam.
Pertama,
menggunakan
plastik
kemudian
menggantungkannya di pagar rumah. Kedua, menggunakan kaleng-kaleng bekas atau barang bekas lainnya untuk kemudian dijadikan wadah sampah dan diletakkan di depan rumah. Ketiga, membangun wadah permanen yang tebuat dari semen di depan rumah. Selain wadah individual, warga Cipinang Elok juga memiliki wadah komunal dalam bentuk kontainer. Wadah ini menampung semua sampah yang berasal dari rumahan maupun fasilitas umum. Untuk memudahkan pengelolaan, wadah komunal diletakkan di depan bangunan UPS “Mutu Elok”. Pada tahap ini, beberapa warga telah melakukan pemilahan dengan membuat pembedaan wadah sampah. Sebanyak 72,5 persen dari empat puluh responden telah melakukan pembedaan wadah meskipun 52,5 persen dari responden masih membedakan sebatas sampah kering dan basah. Pembedaan wadah antara sampah organik dan anorganik telah dilakukan oleh 15 persen atau enam orang responden dan pembedaan antara sampah B3 dan non-B3 dilakukan oleh satu orang responden atau 2,5 persen dari total responden. Pemilahan sampah paling baik, yaitu antara organik, anorganik dan B3 dilakukan oleh satu orang atau 2,5 persen dari total responden. Proporsi jenis pembedaan wadah oleh responden dapat dilihat secara lengkap pada Gambar 9.
50
Himbauan untuk memisahkan sampah dari rumah telah intensif dilakukan sejak tahun 2005. Setelah dikeluarkan himbauan dalam bentuk surat edaran pada tahun 2007, hampir seluruh warga Perumahan Cipinang Elok kegiatan pemilahan di Perumahan Cipinang Elok sempat berjalan, namun hanya bertahan selama 3 bulan. Berdasarkan keterangan beberapa responden, tidak adanya pengawasan terhadap warga dan petugas pengumpul menjadi penyebab kegiatan pemilahan sampah tidak lagi berjalan optimal. Warga yang tadinya melakukan pemilahan sampah sering mendapati petugas pengumpul mencampurkan sampah yang telah mereka pilah, sehingga warga malas untuk memisahkan sampah lagi karena merasa upayanya akan sia-sia. 2,5%
2,5% 15%
27,5%
52,5%
Tidak ada pembedaan Kering & basah Organik & anorganik Non B3 & B3 Organik, anorganik & B3
Sumber: Data Primer (2011)
Gambar 9. Proporsi Pembedaan Wadah oleh Responden 6.2.
Pengumpulan dan Pengangkutan Pengumpulan dan pengangkutan sampah dari setiap rumah dilakukan oleh
lima belas petugas pengumpul dengan menggunakan 15 unit gerobak sampah. Setiap petugas dilengkapi satu unit gerobak sampah dan bertugas untuk melayani satu RT. Pengumpulan sampah dari rumah ke TPS dilakukan setiap hari dengan ritasi12 sebanyak satu rit13.
12
Banyaknya gerakan bolak-balik pengambilan sampah dari suatu sumber menuju TPS, TPST, atau TPA dan kembali lagi ke sumber
51
Sementara itu, pengumpulan sampah yang berasal dari taman dan jalur hijau dilakukan oleh satu orang petugas UPS “Mutu Elok” dengan menggunakan 1 unit gerobak khusus. Gerobak khusus dicat dengan warna hijau agar tampak berbeda dengan gerobak yang digunakan untuk mengangkut sampah dari rumah. Pengumpulan sampah dari taman dan jalur hijau ke UPS “Mutu Elok” dilakukan setiap hari dengan ritasi sebanyak 1 rit. 6.3.
Pemindahan dan Pengolahan Seluruh sampah yang dikumpulkan dari rumahan dibawa ke TPS dan
dipilah oleh tiga orang pemulung tetap. Sampah anorganik yang memiliki nilai jual akan diambil oleh pemulung untuk dijual ke penadah. Sementara, sampah yang tidak memiliki nilai jual akan dipindahkan ke dalam kontainer. Jika selama pemilahan pemulung menemukan sampah organik terolah, maka sampah tersebut dibawa ke UPS “Mutu Elok” untuk kemudian disortir dan diolah oleh petugas UPS. Sampah organik terolah biasanya berupa sampah tanaman dan sampah bekas sayuran yang belum dimasak. Sampah berupa bonggol kayu sengaja tidak diolah karena akan merusak mesin pencacah, sedangkan sampah berupa ranting harus di potong kecil-kecil dahulu agar dapat dicacah oleh mesin pencacah. Sampah bekas makanan yang telah dimasak juga tidak diolah di UPS “Mutu Elok” karena akan menimbulkan air lindi yang dapat mencemari lingkungan. Sebagian besar sampah yang dikumpulkan dari taman dan jalur hijau terdiri dari sampah organik, sehingga setelah pengumpulan, sampah langsung dibawa ke UPS “Mutu Elok”. Bonggol kayu dan sampah anorganik yang terbawa
13
Satuan ritasi alat pengangkut sampah
52
ke dalam UPS “Mutu Elok” dipisahkan dan dipindahkan ke dalam kontainer, sedangkan sampah organik terolah dikumpulkan untuk dijadikan kompos. Berdasarkan pengamatan selama penelitian, tahapan dalam pengomposan di UPS “Mutu Elok” adalah sebagai berikut: 1.
Sampah organik terolah dikumpulkan oleh petugas UPS dan dihancurkan dengan mesin pencacah;
2.
Secara terpisah, petugas UPS kemudian membuat larutan air yang terdiri dari 200 l air, 1 l EM4, dan 1 kg gula;
3.
Selanjutnya, petugas UPS membuat adonan bokashi yang terdiri dari 30 l dedak, 10 l sekam atau gergaji kayu, dan 10 l larutan EM4 yang sudah dibuat sebelumnya. Bokashi lalu didiamkan selama 4-5 hari hingga menjadi ragi. Sekam dan gergaji kayu merupakan bahan baku kompos yang relatif sulit untuk didapatkan dan tidak bersifat harus digunakan, sehingga adonan bokashi seringkali hanya terdiri dari dedak dan larutan EM4 saja;
4.
Sampah yang telah dicacah sebelumnya dicampur dengan larutan EM4 dengan kandungan larutan sebanyak 20 sampai 25 persen;
5.
Kemudian, sampah yang telah tercampur dengan larutan EM4 dicampur lagi dengan dedak dan pupuk kandang masing-masing sebanyak 8-10 kg;
6.
Setelah itu, adonan bokasi yang telah dibuat sebelumnya ditebar di atas tumpukan sampah organik yang telah tercampur dengan dedak dan pupuk kandang;
7.
Tumpukan sampah kemudian dicetak dengan menggunakan cangkul dan garu hingga mencapai ukuran 80 x 150 x 80 cm. Sampah yang sudah dicetak kemudian ditutup dengan menggunakan terpal selama 15-18 hari. Penutupan
53
tumpukan sampah dengan terpal bertujuan agar sampah dapat terfermentasi dengan baik dengan setiap bahan campurannya; 8.
Setelah 15-18 hari, sampah akan mulai matang dan mengeluarkan asap. Sampah yang telah mejadi kompos ini kemudian diayak agar menjadi lebih halus. Jika setelah diayak ada butiran-butiran kompos yang masih kasar, kompos dimasukkan ke mesin pencacah dan mengalami proses yang sama seperti yang tercantum pada poin dua sampai delapan;
9.
Kompos yang telah halus lalu ditaruh di bak terbuka untuk diangin-anginkan agar mengandung uap air yang cukup;
10. Kompos dikemas dalam plastik atau karung sesuai dengan pemesanan. Pemesanan sebanyak 5 kg dikemas dengan plastik. Sementara pemesanan sebanyak 25 kg dikemas dengan menggunakan karung. 6.4.
Pengangkutan dan Pembuangan Akhir Sampah yang terkumpul di kontainer diangkut ke TPST Bantargebang
menggunakan truk armroll 14 . Truk armroll ini datang ke TPS Cipinang Elok dengan membawa kontainer kosong. Kontainer kosong kemudian diletakkan di TPS untuk menggantikan kontainer yang telah penuh terisi sampah. Selanjutnya, kontainer yang telah penuh dibawa ke TPST Bantargebang untuk pengosongan. Karena keterbatasan truk armroll yang dimiliki oleh kecamatan, pengangkutan sampah dari TPS Cipinang Elok ke TPST Bantargebang memiliki ritasi sebanyak 1 rit. Jika timbulan sampah terlampau banyak hingga memerlukan pengangkutan lebih dari sekali, maka ritasi dapat mencapai 2 rit. Akan tetapi, hal tersebut tidak efisien dan menghabiskan biaya.
14
Truk yang dilengkapi pengungkit untuk mengangkat dan melepaskan kontainer
54
Pada TPST, sampah Perumahan Cipinang Elok dibuang ke dalam sebuah lubang dengan kedalaman tertentu bersama sampah dari daerah lainnya. Sampah kemudian dilapisi dengan tanah hingga mencapai ketinggian tertentu. Setelah itu sampah yang telah terlapisi oleh tanah ditimbun lagi oleh sampah yang baru, dan seterusnya. Setelah 40 hari, sampah yang ditimbun ini telah berubah menjadi kompos dan dapat diambil dengan cara pengurugan. Selama masa pengomposan, sampah yang ditimbun menghasilkan gas metan yang kemudian disalurkan ke Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSA). Air lindi yang dihasilkan dari proses pembusukan disalurkan ke Instalasi Pengolahan Air Sampah (IPAS) untuk dinetralkan dengan menggunakan teknologi activated sludge system sebelum dikembalikan ke lingkungan. Teknologi pengelolaan sampah yang diterapkan di TPST Bantargebang ini dinamakan sanitary landfill. Untuk lebih jelasnya mengenai teknologi ini, dapat dilihat pada Gambar 10.
Sumber: Wahyono (2011)
Gambar 10. Teknologi Sanitary Landfill Untuk sampah yang berasal dari pasar, sampah tidak dibawa ke tempat penimbunan tetapi langsung dibawa ke hanggar pengomposan. Hal ini dilakukan
55
dengan pertimbangan sampah yang dihasilkan oleh pasar umumnya berupa sampah organik. Pengomposan dilakukan secara aerobik dengan menggunakan 6 unit mesin pencacah, 3 unit mesin pengayak, dan 1 unit mesin granule untuk memadatkan kompos dari menjadi butiran. Hanggar juga dilengkapi dengan saluran air lindi yang dialirkan ke IPAS. Kompos yang dihasilkan oleh TPST Bantargebang dipasarkan ke masyarakat dan pengusaha pertanian. Pola pengelolaan sampah Perumahan Cipinang Elok dapat dilihat secara keseluruhan pada Gambar 11. SUMBER SAMPAH
PEWADAHAN
PENGUMPULAN
PEMINDAHAN
PENGANGKUTAN
Sanitary Landfill
Kantong Plastik
Rumah
Tong Sampah
PEMBUANGAN AKHIR
Gerobak Sampah
Kontainer
Truk Armroll
TPST BANTARGEBANG
PENGOMPOSAN Bak Sampah UPS Taman & Jalur Hijau
Sumber: Data Primer (2011)
Gambar 11. Pola Pengelolaan Sampah Perumahan Cipinang Elok Mulai dari Pewadahan Hingga Pembuangan Akhir Berdasarkan gambar di atas, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pengelolaan sampah 3R berbasis masyarakat di Perumahan Cipinang Elok sudah berjalan dengan baik. Namun, kegiatan pengolahan belum berjalan optimal karena masih ada warga yang belum memilah sampah.
56