BAB VI PEMBAHASAN
Subjek pada penelitian ini berjumlah 16 orang yang terbagi menjadi 2 kelompok perlakuan, masing-masing kelompok berjumlah 8 orang. Kelompok I diberika perlakuan pelatihan jalan intesitas sedang dan kelompok II diberikan perlakuan pelatihan static bicycle intesitas sedang. 6.1 Karakteristik Subjek Penelitian Subjek penelitian ini terdiri dari 10 orang laki-laki dan 8 orang perempuan, dimana pada kelompok I diikuti oleh 5 orang laki-laki dan 3 orang perempuan sedangkan pada kelompok II diikuti oleh 4 orang laki-laki dan 4 orang perempuan. Rata-rata umur subjek pada kelompok pelatihan jalan intesitas sedang adalah 66,12 tahun dan rata-rata umur subjek pada pelatihan static bicycle intesitas sedang adalah 65,50 tahun. Berat badan sangat mempengaruhi tingkat endurance pada lansia. Berat badan dan tinggi badan diukur untuk mengetahui indek massa tubuh (IMT), rerata indeks massa tubuh sebagai sampel penelitihan Kelompok I adalah 21,15 kg/m2. Rerata indek masa tubuh pada Kelompok II 20,14 kg/m2. Pada kelompok perlakuan latihan jalan intesitas sedang dan kelompok static bicycle intesitas sedang memilki IMT dan usia yang sama. IMT dan usia sangat mempengaruhi kondisi endurance kardiorespirasi seseorang.
73
74
6.2 Pelatihan Jalan Intesitas Sedang Tidak Perbedaan secara signifikan dengan Pelatihan Static Bicycle dalam Meningkatkan Vo2 max lansia. Berdasarkan hasil uji Indepedent sample t test
pada tabel 5.14,
Menunjukkan bahwa beda rerata total Vo2 max sesudah perlakuan antara kelompok pelatihan jalan intesitas sedang dengan kelompok pelatihan static bicycle intesitas sedang memiliki nilai p >0,05 , hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna. Disimpulkan bahwa pelatihan berjalan intesitas sedang dan static bicycle intesitas sedang sama – sama
efektif
meningkatkan Vo2 max lansia. Pelatihan
Pada penelitian yang dilakukan oleh Thomas et al. (2001)
terjadi peningkatan Vo2 max pada subjek lansia yang melakukan pelatihan jalan intesitas sedang. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Gromley et al. (2008) terjadi peningkatan Vo2 max pada subjek lansia yang melakukan latihan static bicycle intesitas sedang. Pada penilitian yang dilakukan oleh Leung et al. (2010) pada subjek COPD(chronic obstructive pulmonary disease) pelatihan jalan lebih baik dibandingkan pelatihan static bicycle. Peningkatan
endurance
kardiorespirasi
menyebabkan
penuingkatan
kebutuhan Vo2 max bagi tubuh manusia. Peningkatan Vo2 max menyebabakan tubuh akan lebih lama dalam beraktifitas. Ketika seseorang berlatih secara rutin akan meningkatkan Vo2 max antara 15 – 20 persen (Hoeger. 2011).
75
Hasil akhir yang dibuktikan dari penelitian ini adalah bahwa pelatihan jalan intesitas sedang dan pelatihan static bicycle intesitas sedang keduanya sama-sama dapat meningkatkan Vo2 max lansia perbedaan peningkatan
Vo2 max
namun tidak terdapat
yang terbukti antara kedua kelompok
tersebut jika dibandingkan dengan uji beda statistik. Walaupun secara uji beda rerata selisih peningkatan Vo2 max pada kelompok pelatihan jalan intesitas sedang kecenderungannya terlihat lebih tinggi dari pada selisih peningkatan Vo2 max pada kelompok pelatihan static bicycle intesitas sedang. 6.3 Pelatihan Jalan Intesitas Sedang Tidak ada Perbedaan secara Signifikan dengan Pelatihan Static Bicycle dalam Menurunkan Heart Rate Lansia Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji independent sample t test seperti pada Tabel 5.15 di atas menunjukkan bahwa beda rerata heart rate istirahat sesudah perlakuan antara kelompok pelatihan jalan intesitas sedang dengan kelompok pelatihan static bicycle intesitas sedang memiliki nilai p >0,05 , hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna. Disimpulkan bahwa pelatihan berjalan intesitas sedang dan static bicycle intesitas sedang sama – sama menurunkan heart rate istirahat pada lansia. Pada penelitian yang dilakukan oleh Jurca et al. (2005) terjadi penurunan heart rate subjek post manopouse pada pelatihan jalan. fungsi jantung akan lebih efisien sehingga denyut jantung akan menurun. Pada penenlitian yang dilakukan oleh Kisan et al. (2012) pada dewasa muda terjadi penurunan heart rate pada pelatihan jalan di treadmill dan static
76
bicycle. Pelatihan jalan di treadmill lebih menurunkan heart rate dibandingkan latihan static bicycle. Peningkatan endurance kardiorespirasi menyebabkan heart rate akan lebih rendah. Penurunan heart rate diakibatkan peningkatan stroke volume dan peningkatan volume darah setiap kali berdenyut akibat jantung lebih efisien dalam memompa darah setiap denyutnya. Hasil akhir yang dibuktikan dari penelitian ini adalah bahwa pelatihan jalan intesitas sedang dan Pelatihan static bicycle intesitas sedang keduanya sama-sama dapat menurunkan heart rate
lansia
namun tidak terdapat
perbedaan penurunan heart rate yang terbukti antara kedua kelompok tersebut jika dibandingkan dengan uji beda statistik. Walaupun secara uji beda rerata selisih penurunan heart rate pada kelompok pelatihan jalan intesitas sedang kecenderungannya terlihat lebih tinggi dari pada selisih penurunan heart rate pada kelompok pelatihan static bicycle intesitas sedang.
6.4 Pelatihan Jalan Intesitas Sedang Tidak ada Perbedaan secara Signifikan dengan
Pelatihan
Static Bicycle
dalam
meningkatkan
Inspirasi
Maksimal Lansia. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji Indepedent t test seperti pada Tabel 5.16 di atas menunjukkan bahwa beda total sesudah perlakuan antara kelompok pelatihan jalan intesitas sedang dengan kelompok pelatihan static bicycle intesitas sedang memiliki nilai p >0,05 , hal ini berarti bahwa
tidak ada perbedaan yang bermakna. Disimpulkan bahwa
pelatihan berjalan intesitas sedang dan static bicycle intesitas sedang sama –
77
sama
meningkatkan inspirasi maksimal pada lansia. Ketika seseorang
berlatih secara periodik fungsi paru – paru akan meningkat. Fungsi otot abdominal dan diapragma juga meningkatkan akibat kebutuhan oksigen dalam tubuh meningkat. Peningkatan tersebut menyebabkan kapasitas paru seseorang akan meningkat. Kapasitas paru seseorang normal memiliki kapasitas 110 liter per menit. Ketika latihan diberikan kapasitas paru meningkat menyampai 135 liter per menit. Pada atlit kapasitas paru meningkat bisa mencapai 180 – 200 liter per menit (Rosato et al. 2010). Pada penelitian yang dilakukan oleh Leung et al. (2010) tidak terjadi perbedaan secara signifikan antara latihan jalan dan static bicycle dalam meningkatkan kapasitas paru pada subjek COPD(chronic obstructive pulmonary disease). Hal ini sejalan dengan penelitian ini bahwa pelatihan jalan intesitas sedang dan pelatihan static bicycle intesitas sedang keduanya sama-sama dapat meningkatkan inspirasi maksimal
lansia
namun tidak
terdapat perbedaan penurunan inspirasi maksimal terlihat dari uji statistik. Peningkatan Vo2 max menyebabkan fungsi konsumsi oksigen dalam tubuh akan meningkat sehingga tubuh akan merespon dengan meningkatkan kapasitas paru – paru. Peningkatan kapasitas paru – paru menyebabkan pertukaran Co2 dan O2 dalam tubuh karena meningkat secara cepat dan besar. Peningkatan endurance kardiorepsirasi menyebabkan fungsi jantung meningkat salah salah satu indikasinya penurunan denyut jantung secara perlahan karena jantung akan lebih banyak dan efisien dalam memompa setiap denyutnya(corbin et al. 2014)
78
6.5 Kelemahan Penelitian Beberapa kelemahan yang dijumpai oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kesulitan dalam mengontrol atau mengendalikan motivasi dan keadaan psikis subjek saat tindakan intervensi fisioterapi. 2. Pada penelitian ini belum menyertakan pencapaian latihan sesuai dengan target zone heart rate. 3. Kesulitan dalam mengontrol variabel pengganggu seperti aktivitas fisik setiap subjek yang berbeda, pola makan setiap subjek yang mempengaruhi peningkatan endurance pada lansia. Upaya yang telah dilakukan oleh penulis sebagai peneliti untuk mengatasi kelemahan penelitian adalah dengan memberi saran edukatif pentingnya kesehatan bagi lansia.