BAB VI KESIMPULAN
6.1
Kesimpulan Berbicara mengenai Kampung Kauman, tidak akan lepas dari identitasnya
sebagai kampung santri. Dan dalam perkembangan permukimannya, kampung Kauman Surakarta membangkitkan sektor ekonomi dengan mengusung identitas sebagai kampung wisata batik. Keberadaan Kampung Kauman Surakarta tidak jauh dari Masjid Agung yang begitu penting dalam masa kejayaan Keraton Surakarta dan perkembangan agama Islam itu sendiri. Aktivitas keagamaan yang menonjol menjadi faktor utama dimunculkannya nama kampung santri dan memiliki pengaruh yang kuat terhadap setting untuk melakukan aktivitas keagamaan tersebut. Dari serangkaian analisis yang dilakukan pada tesis ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Bagan 6.1 Sistem setting dan sistem aktivitas keagamaan di Kampung Kauman Surakarta Sumber: Analisis pribadi, 2016
246
1. Sistem setting dan sistem aktivitas keagamaan yang ada di Kampung Kauman Surakarta Gambar di atas menunjukkan sistem aktivitas dan sistem setting yang ada pada Kampung Kauman Surakarta. Ada beberapa poin penting yang menjadi penjelasan mengenai bagan di atas, yaitu: a. Adanya hirarki yang terjadi pada sistem setting dan sistem aktivitas keagamaan di Kampung Kauman Surakarta. Jika digambarkan dalam sebuah piramida hirarki akan menjadi sebagai berikut:
Masjid Agung Langgar dan Fasilitas Umum Rumah dan bangunan lainnya
Gambar 6.1 Hirarki dalam sistem setting dan sistem aktivitas keagamaan di Kampung Kauman Surakarta Sumber: Analisis pribadi, 2016
Hirarki tersebut menandakan adanya tingkat kepentingan ruang. Untuk kegiatan berskala kecil, dilakukan di rumah tinggal dan bangunan lainnya. Kegiatan tersebut lebih banyak dilakukan oleh warga sekitar dan juga lebih banyak yang bersifat mingguan. Dalam beberapa kegiatannya, mampu mengubah teritori privat sebuah rumah tinggal menjadi semi publik.
Untuk kegiatan berskala sedang, dilakukan di langgar dan fasilitas umum yang ada di Kampung Kauman Surakarta. Kegiatan tersebut lebih banyak dilakukan oleh warga Kauman dan juga warga dari luar Kauman. Kegiatan yang dilakukan lebih banyak bersifat harian dan mingguan serta beberapa diantaranya mampu mengubah teritori publik menjadi semi publik.
Semakin kegiatan tersebut dilakukan pada hirarki paling tinggi dengan skala besar (kota), yakni Masjid Agung Surakarta, maka pelaku
247
kegiatannya semakin banyak dan melibatkan orang – orang dari luar Kauman. Kegiatan yang dilakukan juga mampu mengubah teritori publik menjadi semi publik. b. Kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh pelaku pria lebih banyak di Masjid Agung, sedangkan kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh pelaku wanita lebih banyak di rumah – rumah penduduk. c. Pelaku kegiatan keagamaan yang berasal dari luar Kampung Kauman Surakarta memiliki keterikatan tempat yang besar. Hal itu disebabkan karena mereka pernah tinggal di Kampung Kauman, sehingga masih ingin melakukan aktivitas keagamaan yang sudah rutin sebelumnya. d. Sistem setting untuk kegiatan keagamaan di Kampung Kauman bersifat temporal, mereka melakukannya secara bergiliran dari satu tempat ke tempat yang lain berdasarkan waktu dilaksanakannya kegiatan. Hal ini terjadi karena semakin banyak rumah atau tempat yang membuka diri untuk kegiatan keagamaan, namun sebenarnya pelaku kegiatan orang – orang yang kurang lebih sama. e. Di tengah identitasnya saat ini yang merupakan Kampung Wisata Batik Kauman, ternyata aktivitas keagamaannya masih terus berjalan dan berkembang. Beberapa showroom batik pun memberikan toleransi ruang untuk melakukan aktivitas keagamaan. Hal ini cukup menggambarkan kegiatan perekonomian dan keagamaan di Kampung Kauman bisa berjalan beriringan. 2. Faktor – faktor yang berpengaruh terhadap pemanfaatan ruang dari sistem setting dan sistem aktivitas keagamaan tersebut terbagi dalam beberapa jenis aktivitas, antara lain: a) Kegiatan di Masjid Agung Surakarta Kegiatan yang terjadi di Masjid Agung Surakarta lebih bersifat tahunan. Kegiatan tersebut antara lain kegiatan sholat lima waktu berjama’ah, sholat Jum’at, kegiatan Ramadhan, kegiatan Hari Besar Islam, Takbiran, Jamuro, Halal bihalal, sholat Idul Fitri dan Idul Adha. Dari data sampel yang diperoleh dari lokasi berwarna kuning seperti gambar di bawah ini
248
menunjukkan kuatnya faktor aksesibilitas. Jarak yang dekat membuat pelaku melakukan aktivitas keagamaannya di Masjid Agung. Akan tetapi area yang diberi warna oranye, juga tetap melakukan kegiatan tahunan di Masjid Agung. Faktor makna menjadi faktor yang kuat pengaruhnya karena mereka percaya dengan keberkahan dan pahala yang diperoleh ketika melakukan aktivitas – aktivitas tahunan di Masjid Agung.
Gambar 6.2 Gambaran mengenai faktor yang berpengaruh dalam pemanfaatan ruang di Masjid Agung Sumber: Analisis pribadi, 2016
b) Kegiatan di Langgar dan Fasilitas Umum Kegiatan yang terjadi di Langgar dan juga fasilitas umum lebih bersifat harian dan mingguan. Kegiatan tersebut antara lain kegiatan sholat lima waktu berjama’ah, sholat Jum’at, pengajian tafsir, pengajian umum, pengajian fiqih, tadarus Al Qur’an, TPA, dan belajar tajwid. Dilihat dari tatanan setting setiap langgar membentuk cluster. Yang mana mengelompok satu sama lain mewadahi aktivitas pelaku di sekitarnya. Dari gambar di bawah ini, terlihat bahwa mayoritas pelaku memanfaatkan ruang untuk aktivitasnya di langgar adalah karena faktor aksesibilitas. Yakni faktor jarak yang dekat secara waktu tempuh dan juga persepsi visual. Selain itu, dipengaruhi juga faktor sosialitas dan kenyamanan. Sosialitas di sini adalah bentuk kegiatan secara berkelompok saling
249
mengajak satu sama lain. Sedangkan kenyamanan di sini adalah kenyamanan dengan lingkungan yang sudah mereka kenal sebelumnya.
Gambar 6.3 Gambaran mengenai faktor yang berpengaruh dalam pemanfaatan ruang di Langgar dan fasilitas kampung Sumber: Analisis pribadi, 2016
c) Kegiatan di rumah tinggal dan bangunan lainnya Kegiatan yang terjadi di rumah tinggal dan bangunan lainnya lebih bersifat mingguan. Kegiatan tersebut antara lain kegiatan pengajian tafsir, pengajian fiqih, pengajian tajwid dan pengajian umum. Dari ilustrasi gambar di bawah ini, terlihat bahwa penggunanaan ruang didominasi oleh kelompok – kelompok kecil yang berasal dari Kauman, dari luar Kauman yang memiliki keterikatan tempat maupun dari luar Kauman yang tidak memiliki keterikatan tempat. Faktor yang paling besar berpengaruh adalah sosialitas dan kenyamanan. Di mana mereka melakukan kegiatan secara berkelompok karena ajakan teman, tetangga, maupun para pedagang. Kenyamanan di sini adalah kesesuaian pelaku terhadap materi yang diberikan, serta pembicara atau pengajar di setiap aktivitas pengajian.
250
Gambar 6.4 Gambaran mengenai faktor yang berpengaruh dalam pemanfaatan ruang di rumah tinggal dan bangunan lainnya Sumber: Analisis pribadi, 2016
6.2
Saran
Setelah penulis melakukan penelitian di lapangan kemudian mengolah data dan melakukan analisis secara mendalam maka diharapkan: 1. Nantinya akan menjadi pertimbangan pemerintah kota dalam program perbaikan fasilitas sebuah kampung, karena Kauman merupakan salah satu Kampung Kota di Surakarta. Sehingga dalam program perbaikan dan peningkatan kualitas kampung diutamakan pada potensi yang dimiliki. Dalam hal ini, Kampung Kauman memiliki potensi yang besar dan erat kaitannya dengan aktivitas keagamaan sehingga setting - setting yang kerap digunakan untuk aktivitas keagamaan di atas bisa lebih diperhatikan. Hal ini diharapkan mampu diprioritaskan untuk menunjang dan membangun identitas Kauman sebagai kampung santri, sebagaimana sejarahnya dahulu.
2. Sistem aktivitas keagamaan yang cukup padat di Kauman tersebut selama ini mayoritas dimanfaatkan oleh penduduk yang berasal atau tinggal di luar Kauman. Warga Kauman yang kebanyakan adalah 251
pendatang tidak terlalu banyak melakukan aktivitas keagamaannya di Kampung Kauman. Untuk itu diperlukan adanya sosialisasi yang lebih lagi, supaya dari warganya sendiri bisa memanfaatkan seting yang ada untuk meningkatkan aktivitas keagamaan di Kampung Kauman. Selain itu untuk regenerasi dalam hal pelestarian, sebaiknya ada sosialisasi lebih untuk kegiatan keagamaan bagi remaja di Kampung Kauman Surakarta.
3. Penulis menyadari kalau dalam penulisan maupun penyusunan tesis ini masih banyak kekurangan, sehingga dibutuhkan penyempurnaan untuk penelitian serupa. Adapun bentuk dari penyempurnaan itu bisa berupa penelitian yang lebih mendalam mengenai setting dan aktivitas keagamaan dengan membandingkan antara Kampung Kauman yang ada di beberapa daerah di Jawa. Sehingga bisa mendapatkan karakter masing – masing Kampung Kauman dan juga benang merah dari aktivitas serta setting satu tempat dengan yang lain.
252