BAB V POLA KOMUNIKASI DALAM JAMAAH PRODUKSI SPPQT 5.1
Jamaah Produksi dan Wacana Pertanian Modern Bachrudin paham betul bagaimana saat ini dunia menjadi semacam sebuah
desa di mana era tekhnologi informasi yang begitu mudah diakses menjadikan masyarakat saat ini semakin melek terhadap media. Atas dasar hal ini lah kemudian Bachrudin beserta sejumlah kader mencoba untuk menggagas bagaiaman membangun jamaah produksi dengan memperkenalkan komunikasi modern kepada para petani tradisional. Dalam beberapakali kesempatan, Bahrudin di depan para petani di wilayah Desa Kalibening Salatiga, mengupayakan untuk para petani di wilayah tersebut sadar akan pentingnya komunikasi dan menggunakan media komunikasi untuk berserikat dan berkumpul. Maka kemudian dimulailah membuat semacam pertemuan-pertemuan yang melibatkan para penyuluh pertanian dengan para petani itu sendiri. Bachrudin mulai memperkenalkan konsep focus group discussion (FGD) yang merupakan salah satu dasar untuk memulai menyamakan persepsi antara petani dengan kader SPPQT. Dalam konteks komunikasi, FGD merupakan sebuah metode yang bisa dikategorikan sebagai penerapan komunikasi kelompok.FGD, bagi Bahchrudin, dianggap sebagai media yang efektif untuk mengetahui bagaimana para petani menjalani kehidupan berbasis pertanian selama ini. Di dalam FGD juga nantinya akan bisa terlihat bagaimana antusiasme para petani
dalam menyambut satu wacana baru yang diperkenalkan yaitu konsep-konsep pertanian modern. Pada awal 2006, Bachrudin mencoba memulai pergerakan jamaah produksi di Kota Salatiga. Beberapa desa diantaranya, Kalibening, Bugel, Tingkir Tengah dan Tingkir
Lor.
Melalui
gerakan
ini,
Bachrudin
kemudian
mengumpulkan para kader pertanian dari setiap desa tersebut untuk terlebih dahulu mengikuti FGD terbatas. Adapun masing-masing desa terdiri dari empat orang kader yang dikumpulkan di Kantor SPPQT Kalibening. Dari pertemuan tersebut kemudian muncul wacana Jamaah Produksi. Menurut Bachrudin, Kata Jamaah diambil sebagai implementasi sebuah perkumpulan berserikat dengan satu tujuan. Sementara produksi merupakan sebuah konsep yang dimaknai sebagai pemrakasa, pembuat, pengolah dan sebagainya. Sejumlah kegiatan kemudian mulai dirancang oleh jamaah produksi untuk melakukan pendekatan kepada para petani binaan di empat desa tersebut. Secara efektif, jamaah produksi baru bisa bergerak mulai Agustus 2015 lalu ditandai dengan adanya pelantikan para kder jamaah produksi yang bertempat di Gedung DPRD Salatiga. Hal inilah kemudian yang menjadi awal gerakan jamaah produksi SPPQT untuk melakukan pembinaan kepada para petani dengan kosnep-konsep komunikatif berbasis pergerakan. Dalam konteks inilah kemudian muncul sebuah kesadaran komunikatif yang terbangun diantara para anggota SPPQ.Tidak bisa dipungkiri, bahwa
hadirnya SPPQT menjadikan nuansa gerakan masyarakat petani kian menemukan arah tujuan. Dalam konteks wacana pertanian modern, SPPQT sadar berul bahwa komunikasi dan peggunaan media komunkiasi itu sendiri sangatlah penting.Sejak berdirinya serikat hingga saat ini, telah banyak media komunikasi yang digunakan oleh serikat untuk mentransformasikan ide-ide gerakan petani kepada kelompok basis. Media komunikasi ini dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu media cetak, elektronik dan alternatif. Media cetak yang saat ini digunakan adalah buletin Caping yang dikelola oleh pemuda tani Lumbung Sumber Daya Pemuda (LSDP). Media elektronik yang digunakan adalah situs serikat situs buletin Caping dan Facebook. Penggunaan media alternatif menjadi penting untuk serikat karena dinilai lebih efektif dalam menjangkau basis seperti media interpersonal dan pertemuan kelompok. Kedua mediaini lebih dekat dengan petani, karena keduanya sudah ada dan berkembang di masyarakat petani seperti keberadaan forum musyawarah, pengajian dan rembug. Penggunaan media ini lebih dapat diterima ketimbang media cetak apalagi media internet dengan alasan akses petani yang rendah dan terbentur oleh sarana prasarana penggunaan
yang
tidak
mendukung.
Sedangkan
media demonstrasi, seminar dan diskusi umum digunakan oleh
serikat tidak hanya untuk kalangan internal tetapi juga untuk kalangan publik di di luar organisasi tani. Sasaran
utama adalah penyadaran kepada publik
terhadap isu-isu pertanian dan pedesaan yang tengah berkembang saat ini.
5.2.
Pola Komunikasi Kader Dan Anggota Jamah Produksi SPPQT Memahami pola komunikasi yang terjalin dalam serikat paguyuban
Qaryah Thayibah, tentu saja memerlukan sebuah pengamatan yang mendalam
dengan
mengedepankan
metode wawancara
kualitatif.
Beberapa hal yang dilakukan penulis adalah dengan mengikuti sejumlah kegiatan yang melibatkan peran para anggota Qaryah Thayibah seperti misalnya focus group discuss (FGD) dan sebagainya. Gambar 5.21 Pola komunikasi Kader dan kader lainnya
K1 K
K K
K
K1 = Kader yang dituakan penyimpul keputusan K = kader – kader lainnya bebas mengemukakan pendapat Dari gambar diatas para kader berinterakasi satu sama lain tanpa batasan memberikan pendapat untuk mewujudkan program – program yang akan dilakukan oleh jamaah produksi. Keputusan diambil setelah semua sepakat dengan apa yang telah dirapatkan oleh para kader dan akhir keputusan diputuskan oleh Bachrudin ( kader yang dituakan ).
1.2.2 Gambar Pola
JP
JP
JP
JP
JP
JP
JP
JP
JP = Petani / anggota Jamaah Produksi Para petani binaan saling memberikan pendepat satu sama lain . Dalam komunikasinya tidak ada yang memimpin atau salah seorang yang mempunyai kuasa dalam mengambil keputusan. Keputusan diambil bersama – bersama.
5.23 Gambar Pola komunikasi Kader dan Kolompok tani binaan / Jamaaah produksi Pola Komunikasi Kader jamaah produksi SPPQT
Kelompok petani binaan
1. Peyadaran kritis 2. Keterbukaan informasi 3. Konsep Desa berdikari Petani Mandiri
Dari gambar di atas menunjukkan bahwa kader jamaah produksi memiliki peran dalam penyadaran kritis serta memberikan peluang akses informasi yang seluas-luasnya bagi para kelompok petani binaan. Dalam prosesnya kemudian muncul strategi dan pola komunikasi yang menurut temuan di dalam penelitian ini merujuk kepada pola komunikasi berbasis komunitas atau informal. Setelah berproses secara internal melalui sejumlah strategi yang diterapkan oleh kelompok jamaah produksi, diharapkan para petani mampu tampil sebagai petani yang terbuka dan mandiri. Dalam konsep yang diusung oleh jamaah produksi, petani diarahkan untuk menjadi petani mandiri yang dapat mendukung munculnya desa berdikari.
Selama ini sudah banyak diketahui, bahkan diyakini, bahwa kelompok - kelompok masyarakat dapat menjadi wahana belajar dan kemajuan yang bergerak secara mandiri. Ini terbukti dengan telah begitu banyaknya kelompok - kelompok yang muncul ataupun dibentuk di masyarakat, termasuk kelompok tani. Namun menurut pengamatan , kelihatannya kelompok-kelompok itu sebagian dibentuk dari atas dan hanya dimanfaatkan sebagai media komunikasi untuk menyampaikan pesan - pesan pembangunan pemerintah. Hal itu tidak salah, tetapi sebenarnya kelompok mempunyai potensi yang jauh lebih besar dari hanya sebagai media komunikasi. Mereka dapat menjadi sistem sosial yang dinanamis, yang dengan kekuatannya sendiri dapat berusaha mencapai apa yang mereka inginkan yaitu kemajuan dan perkembangan dan kemajuan diri dan kehidupan mereka. Kondisi semacam ini tidak dengan sendirinya akan muncul, tetapi dalam banyak hal harus dengan sengaja ditumbuhkan agar kelompok tani dapat tumbuh menjadi kelompok yang dinamis, yang dengan kekuatan dan kemampuannya sendiri meraih kemajuan-kemajuan yang diinginkan. Dengan lain kata mereka perlu secara sistematis ditumbuhkan dan dibina kearah kemandirian, agar dengan kekuatan dan memampuannya sendiri dapat berupaya bekerjasama mencapai segala apa yang dibutuhkan dan diinginkan, termasuk mencari informasi-informasi dan merencanakan kerjasama
dalam perencanaan dan pelaksanaan program-program
pembangunan.
Selama ini kelihatannya pembentukan dan pembinaan kelompok tani belum secara sengaja dan sistematis diarahkan ketujuan semacam itu. Banyak kelompok tani yang umurnya telah panjang tidak menunjukkan kemandirian, tetapi justru menunjukkan ketergantungannya yang sangat kuat pada kekuatan - kekuatan dari luar. Ketergantungan ini termasuk ketergantungan kepada para Penyuluh Pertanian, tidak hanya dalam hal mendapatkan informasi, tetapi juga dalam membuat keputusan-keputusan. Padahal mereka memiliki potensi dan perlu untuk mandiri dan menjadi kelompok yang dinamis. Akhir-akhir ini program Sekolah Lapangan yang telah diterapkan, merupakan contoh pembentukan dan pembinaan kelompok mandiri. Hendaknya program semacam itu tidak hanya syarat dengan pembinaan teknik pertanian, tetapi ditambah dengan kadar pembinaan keorganisasiannya ( dinamika kelompok ), agar dalam waktu yang relatif singkat dapat menjadi kelompok yang mandiri dan dinamis. Bila kondisi ini tercapai, maka yang perlu dilakukan dalam penyuluhan adalah pelayanan informasi ekstensif dan intensif. Pembinaan kelompok tani semacam itu perlu dirancang dan direncanakan programnya secara khusus, dan tidak hanya sebagai pelengkap dan pendukung dari sesuatu program pertanian tertentu. Lebih lebih di wilayah yang petaninya telah maju, pembinaan kelompok tani semacam itu benar-benar telah merupakan kebutuhan. Hal inilah yang kemudian terjadi pada Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayibah. Pembinaan kelompok tani melalui konsep jamaah produksi dijalankan
dengan mekanisme pertanian modern dengan mengedepankan pola komunikasi interaktif antara para petani dengan kader jamaah produksi yang berperan sebagai para penyuluh pertanian. Dalam keterangan melalui wawancara dengan Bahrudin, konsep komunikasi antar anggota Jamaah Produksi mengedepankan komunikasi berbasis komunitas dengan
pola komunikasi informal. Komunikasi
informal, seperti dijelaskan pada bab seelumnya, merupakan sebuah pola komunikasi organisasi yang menganggap seluruh peserta komunikasi berada pada kelas yang sama (sejajar). Adapun setiap keputusan mengenai gerakan petani binaan, kader jamaah produksi memposisikan diri sebagai fasilitator sedangkan segala keputusan yang berkaitan dengan para petani, diambil melalui jalan permusyawaratan dan tidak ada konsep keterwakilan serta intervensi dari pihak luar. Dalam berbagai kasus pembicaraan mengenai keputusan gerakan terjadi ketidaksepahaman antar anggota petani, hal ini tidak serta merta menghilangkan adanya prisnsip permusyawaratan sehingga mengambil keputusan dengan cara suara terbanyak. Diskusi yang komunikatif dan terbuka, terbukti mampu memberikan penekanan terhadap pentingnya permusyawaratan kelompok di dalam pengambilan keputusan. Hal ini diperkuat dengan adanya sejumlah kegiatan berupa diskusi antara anggota serikat petani di markas SPPQT, Kalibening. Dalam
pertemuan yang dilakukan tersebut, para petani sebagai anggota bebas mengemukakan pendapat dan berhak mendengarkan penyuluhan dari para kader Jamaah Produksi.
Diskusi antara kader jamaah prroduksi dengan para petani SPPQT/doc SPPQT
Seperti yang terlihat pada gambar di atas, diskusi mengenai sejumlah isu pertanian menjadi pembelajaran bagi para petani untuk memperkaya ilmu mereka terkait dengan pertanian modern. Komunikasi menjadi kunci utama bagi masuknya kajian-kajian pertanian modern seperti misalnya kemandirian petani berbasis internet.Dengan ini, para petani bisa mengembangkan kemampuan diri mereka dalam dunia pertanian. Di dalam kegiatannya kelompok tani ini menerapkan pola komunikasi formal dan non formal. Menurut Feldman dan Arnold (1993) jaringan komunikasi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu jaringan komunikasi formal ( menyerupai struktur organisasi ) dan jaringan komunikasi informal yang disebut juga sebagai grapevine atau benalu komunikasi. Sedangkan Sajogyo (1996) mengistilahkan
jaringan komunikasi informal sebagai jaringan komunikasi tradisional. Jaringan komunikasi tradisional merupakan saluran komunikasi yang paling penting untuk mobilisasi desa. Komunikasi memegang peranan yang sangat penting mengintegrasikan dan mengkoordinasikan semua bagian dan aktivitas di dalam organisasi. Aliran komunikasi dalam organisasi merupakan pedoman kemana seseorang dapat berkomunikasi dalam organisasi. Komunikasi yang efektif tergantung pada kualitas dari proses komunikasi yang baik pada tingkat individu maupun pada tingkat organisasi. Memperbaiki komunikasi dalam organisasi berkaitan dengan melakukan proses yang akurat mulai dari proses penyandian, penyampaian pesan, penguraian dan umpan balik pada tingkat komunikasi antar pribadi, dan pada tingkat organisasi menciptakan dan memonitor saluran komunikasi yang tepat.