BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Persatuan hidup antara suami-istri merupakan anugerah sekaligus amanat dari Tuhan yang tidak boleh dinaifkan. Sebagai amanat, maka suami-istri perlu menjalankannya. Sebab Tuhan pernah bersabda: “Tidak baiklah kalau manusia itu hidup sendirian. Ia harus bersatu dengan yang lain dalam cinta”(Kej 2:18). Untuk merealisasikan sabdaNya, Tuhan menciptaka n pria dan wanita untuk saling melengkapi dengan bersabda “hendaklah seorang pria meninggalkan orang tuanya untuk bersatu dengan istrinya”(Mat 19:5). Demikian juga seorang wanita meninggalkan orang tuanya untuk bersatu dengan suaminya sehingga “mereka bukan lagi dua melainkan satu”(Mat 19:5-6). Tuhan menciptakan manusia sebagai pria dan wanita dengan maksud agar mereka bersatu dalam ikatan perkawinan dan membentuk satu keluarga. Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting karena di sana manusia telah menjawab panggilan Allah yakni panggilan untuk mencintai. Maka perkawinan merupakan persekutuan hidup antara pria dan wanita atas dasar saling mencintai untuk membentuk hidup bersama secara tetap dan memiliki tujuan sama yakni saling membahagiakan. Gereja menyatakan bahwa persekutuan hidup dan kasih suami-istri dibangun oleh perjanjian atau persetujuan pribadi yang tak dapat ditarik kembali. Perjanjian pernikahan antara pria dan wanita merupakan ungkapan penuh makna dari persekutuan cinta antara Allah dan umatNya. Persekutuan hidup berarti berbagi nasib yang menunjukkan aspek pribadi dan persatuan yakni persekutuan seluruh hidup yang mau dibangun atas dasar cinta kasih dan diteguhka n dalam perjanjian, dua pribadi disatukan. Dalam persekutuan itu suami-istri memiliki kewajiban dan hak yang sama mengenai hal-hal yang menyangkut persekutuan hidup pernikahan. Suamiistri dipanggil untuk mencerminkan relasi Kristus dengan umatNya dalam hidup mereka sendiri. Maksudnya ialah bahwa semangat dan sikap kasih sayang suami-istri juga harus sama-
sama saling menerima dan memberi. Artinya mau menerima satu sama lain seperti apa adanya, termasuk kelebihan dan kekurangannya. Mengalami penerimaan yang sedemikian ini lalu akan ada tanggapan dengan memberikan diri seutuhnya, jiwa raga yang berupa penyerahan diri atas dasar kasih dan kepercayaan yang tulus. Menerima kasih dan kepercayaan ditanggapi dengan memberika n kasih dan juga kepercayaan, sehingga keduanya sungguh saling melengkapi. Setiap pribadi suami-istri menjadi semakin bertumbuh dan berkembang. Orang beriman yang penuh kasih mau tunduk pada pasangannya sebagai ungkapan memberi diri padanya dengan latar belakang tunduk kepada Kristus. Dengan motivasi yang sama suami adalah kepala istri. Di sini kepala bukan dimaksudkan dengan kedudukan, kekuasaan tetapi menunjukkan relasi cinta kasih mendalam antara suami-istri seperti Kristus dengan Gereja. Di sana ada pengalaman bersama saling melihat dan merasakan Kristus yang terpancar dari kelembutan kasih yang menyejukka n lewat dan dalam pasangan melalui sikap, tutur kata serta perbuatan. Buah dari sebuah kebahagiaan adalah suami-istri mampu bersikap tulus dan jujur (tanpa topeng), menerima pasangan apa adanya seperti kelebihan dan kekurangan, termasuk pasangan dalam keadaan apapun. Semua ini merupakan suatu proses yang panjang. Kadang-kadang suami-istri mengalami pertengkaran, beda pendapat, tidak saling memahami, mengala mi kekecewaan namun hal ini justru dapat menjadi suatu bentuk komunikasi yang bisa mempererat relasi. Dan hasil yang didapat adalah menjalin keakraban yang mendalam, saling mengenal perasaan dan kebutuhan masing- masing dan kemudian sama-sama saling membantu memenuhi kebutuhannya. 5.2 Saran Seperti setiap realitas hidup lain, keluarga juga dipanggil untuk berkembang dan bertumbuh. Krisis dan konflik harus menghasilkan pembaharuan yang membawa suami-istr i pada kebaruan. Jika suami-istri mampu mengatasi masalah-masalah ini, melalui pengorbanan
dan pelepasan diri, mereka memperdalam komitmen mereka satu sama lain. Mereka dapat saling mengenal lebih baik dan bersama mereka mampu menyujudkan rasa tanggungja wab bersama. Setiap pasangan membawa ke perkawinan rencana dan perspektifnya sendiri berarti masing- masing membutuhkan yang lain untuk menyujudkan hidup bersama. Oleh karenanya mereka harus berbagi bersama penderitaan,
kesulitan,
kurang
berhasil,
kegagalan,
kegembiraan, yang dapat mereka gapai. Meskipun suami-istri mengalami banyak masalah, namun tetap berkomitmen pada janji hidup perkawinan dapat mengembangkan bonum coniugum karena berkaitan dengan martabat hidup kekal. Tak terceraikan, kesetiaan, dan keterbukaan pada keturunan mempunya i hubungan yang khusus dengan bonum coniugum. Bonum coniugum adalah hasil pengorbanan setiap hari yang perlu untuk memberikan diri seseorang dan menerima diri yang lain dalam kebersamaan suami-istri. Oleh karena itu sikap individualisme atau sikap egoisme dalam diri hendaknya tidak tertanam dalam hati suami-istri karena sikap ini dapat merusak persekutuan atau kebersamaan hidup.
DAFTAR PUSTAKA
ALKITAB Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta: 2002 KAMUS DAN ENSIKLOPEDIA Alwi, Hasan,dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Jakarta: Balai Pustaka,2007 Departemen Agama RI Direktoral Bimbingan
Masyarakat Katolik, Undang-Undang
Perkawinan , Jakarta: Yayasan Cipta Loka Karya, 1978 Junus Melalatoa, M, Ensiklopedia Nasional Indonesia, Jakarta: P.T Delta Pamungkas, 1997 Prent, K, dkk., Kamus Latin-Indonesia, Yogyakarta: Kanisius,1969 W.J.S. Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indoesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1987 DOKUMEN-DOKUMEN GEREJA Yohanes Paulus II, Paus, Dokumen Konsili Vatikan II, dalam Hardawiryana, R, (Pentrj), Jakarta: Departemen Penerangan dan Dokumentasi KWI & Obor, 2002.
_____,(Promulgator), Codex Iuris Canonici M. DCCCC. L. XXX. III, dalam R.D.R. Rubiyatmoko. (Edit). Kitab Hukum Kanonik 1983, Jakarta: Konfrensi Wali Gereja, 2006
_____,Catechismus Catholicae Ecclesiae, dalam Herman Embuiru (pentrj), Katekismus Gereja Katolik, Ende: Arnoldus,1995. Konsili Vatikan II, Anjuran Apostolik Tentang Keluarga Kristiani Dalam Dunia Modern, Familiaris Consertio, dalam R. Hardiwiryana (Pentrj), Jakarta: Dep. Dokumentasi dan penerangan KWI, 1993. Go Piet, (penerj), Seri Dokumen Gerejawi; Keluarga Dan Hak-Hak Asasi,
Jakarta:
Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, 2006 BUKU-BUKU Bagus Irawan, Al, Menyikapi Masalah-Masalah Keluarga, Yogyakarta:Yayasan Pustaka Nusatama, 2007 Bria, Benyamin, Pastoral Perkawinan Gereja Katolik Menururt Kitab Hukum Kanonik 1983,Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama, 2002 Catur Raharso, Alf, Paham Perkawinan dalam Gereja Katolik, Malang : Dioma, 2006 Coriden, James A, An Introduction to Canon Law,England: Geoffrey Chapman, 1991 _____________ ,
The Code Of Canon Law A Text And Comentary, USA: Paulist Press,
1985 Fau, Eligius Anselmus F, Persiapan Perkawinan Katolik, Ende: Nusa Indah,2000 Gilarso, T,(edit), Membangun Keluarga Kristiani,Yogyakarta : Kanisius,1996 G.B. Kusumawanto, Dominikus, Analisis Yuridis “ Bonum Coniugum” Dalam Perkawinan Katolik, Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama, 2007 Go, Piet, Hukum Perkawinan Gereja Katolik, Edisi Revisi, Malang: Dioma, 2003 Gunadi, Paul, How To Enjoy Your Marriage, Yogyakarta: Gloria Grafa, 2007
Jimung, Martin, Semoga Kami Bersatu; Suatu Ziarah Batin Para Pasutri, Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama, 2007 Komisi Keluarga K.W.I, Membangun Keluarga Sejahtera dan Bertanggung Jawab Berdasarkan Pandangan Katolik, Jakarta: BKKBN, 2008 Komisi Keluarga Keuskupan Agung Kupang, Kursus Persiapan Perkawinan, Kupang : Gita Kasih, 2008 Mahardika, Deni, Problem solving of Masalah keluarga, Yogyakarta : Saufa, 2015 Maas, Kees, Teologi Moral Seksualitas, Ende: Nusa Indah, 1998 O. Ihromi, T, (penyunting), Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, Jakarta: Yayasan Obor,2004 Purwa Hadiwardoyo, Al, Perkawinan Dalam Tradisi Katolik, Yogyakarta: Kanisius, 1988 Purwaharsanto, FXS, Perkawinan Adat Di Indonesia : Tinjauan Dari Hukum Kanonik 1983, Jakarta: Obor, 2001 Pinheiro, Anthony, Marriage Law In The Latin Code & In The Eastern Code, India: Pontifical Intitute Publication, 1995 Punda Panda,Herman, Sakramen Dan Sakramentali Dalam Gereja, Yogyakarta : Amara Books, 2012 Poespowardojo, A.S.P, Tumbuh Bersama Dalam Iman Dan Kasih Berkat Sakramen Perkawinan, Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama, 2005 Riberu, J “Membina Keluarga Bahagia Dalam Tantangan Modern” dalam Hasil Lokakarya Nasional I, Merintis Pembinaan Kehidupan Keluarga, Jakarta: Lembaga Katolik Untuk Kesejahteraan Keluarga, LK3I, 1974
Rubiyatmoko, Robertus, Perkawinan Katolik Menurut Kitab Hukum Kanonik,Yogyakarta : Kanisius, 2011 Supratiknya, A, Komunikasi AntarPribadi Tinjauan Psikologis, Yogyakarta: Kanisius, 1995 Subiyanto,
Paul,
Kiat-Kiat Jitu
PustakaNusatama, 2003
Merawat
Perkawinan,
Yogyakarta:
Yayasan
Subagya, Rahmat, Agama dan Alam Kerohanian Asli Indonesia, Jakarta: Yayasan Loka Caraka, 1979 Tim Publikasi Redemptoris, Menjadi Keluarga Katolik Sejati, Yogyakarta: Kanisius, 2001 Wuwur Henderikus, Dori, Patnership: Tonggak Kebahagiaan Suami-Istri,
Maumere:
LPBAJ, 2001 Wignyasumarta, Ignatius, Membangun Taman Firdaus Dalam Keluarga, Yogyakarta: Kanisius, 2014 Wilis, H. Sofyan, Konseling Keluarga, Suatu Upaya Membantu Memecahkan Masalah Komunikasi Dalam Keluarga Bandung: Alfa Beta, 2011 BAHAN AJAR DAN BULETIN Edel Asuk, Leo, Teologi Moral Perkawinan, Kupang, 2004 Eky Junedin, “Satu Bagi Yang Lain.” Dalam, majalah carmelo edisi Th. XVIII, no. 1, Keluarga Basis Hidup Beriman, Kupang: Biara Karmel San Juan, 2015 Subani, Yohanes, Pengantar Huku