Bab V Penutup
A. Kesimpulan Dari penjabaran diatas, dapat disimpulkan bahwa kemunculan gerakan Indonesia Tanpa JIL dalam dunia pergeakan sosial kontemporer adalah sebuah bukti yang menunjukkan adanya fenomena pembentukan gerakan sosial dengan basis pendekatan structural st rain atau breakdown theory. Meski pada awalnya embrio gerakan Indonesia Tanpa JIL muncul hanya dari sekedar gerakan perlawanan di jejaring sosial Twitter, namun gerakan ini kemudian mampu untuk membentangkan gerakannya hingga menjadi sebuah gerakan nasional dan jaringannya tersebar hingga diberbagai Kota di Indonesia. Lebih jauh, gerakan Indonesia Tanpa JIL dapat dikatakan muncul sebagai akibat dari proses perbenturan wacana yang selama ini telah terjadi dalam tubuh umat Islam. Hal tersebut dimulai dengan munculnya wacana Islam liberal pada sekitar tahun 1978 di Timur – Tengah. Meski bertujuan sebagai jawaban atas mandeg-nya peradaban Islam, akan tetapi wacana Islam liberal tersebut justru mendapatkan perlawanan, terutama oleh kelompok fundamentalis.
117
Di Indonesia sendiri, proses pergulatan wacana tersebut telah muncul sejak era orde baru, yaitu pada tahun 70-an dengan diwakili oleh dua kelompok : kelompok pembaru yang mengusung gagasan Islam liberal, dan kelompok dakwah sebagai representasi Islam fundamentalis. Selepas masa Orde Baru, pergulatan dua kelompok tersebut tidaklah mereda, namun justru muncul kembali secara lebih tajam sejalan dengan dibukanya keran kebebasan sosial, politik dan intelektual. Kelompok yang dahulu lebih dikenal sebagai kelompok pembaru, kemudian melembagakan diri dalam sebuah LSM bernama Jaringan Islam Liberal (JIL). Sementara kelompok dakwah sebagai kubu penentang muncul dengan bentuk yang lebih beragam. Bagi para penentangnya, kemunculan JIL sebagai representasi gerakan liberalisasi Islam di Indonesia dianggap sebagai simbol keretakan tatanan umat muslim. Dengan berbagai penyimpangan pemikiran yang digulirkannya, keberadaan JIL dianggap akan berdampak buruk dan mengancam akidah umat Islam. Indonesia Tanpa JIL sendiri, sebagai salah satu bagian dari kelompok perlawanan terhadap JIL di Indonesia, lahir dengan cara yang cukup menarik. Ia muncul pada kisaran bulan Maret 2012 di jejaring sosial sebagai reaksi terhadap beberapa pernyataan kontroversial yang dilontarkan oleh beberapa aktivis JIL. Pada era kemajuan teknologi seperti saat ini, keterbukaan infomasi memang telah menjadikan JIL semakin gampang untuk menyebarkan gagasan – gagasan mereka
118
melalui keberadaan jejaring sosial. Namun demikian, hal tersebut juga sekaligus membuka ruang perlawanan yang semakin luas bagi para umat muslim. Seperti mendapatkan momentumnya, gerakan Indonesia Tanpa JIL yang awalnya hanya bekerja pada ranah dunia maya, akhirnya bertransformasi menjadi sebuah gerakan nyata dengan turun langsung ditengah – tengah masyarakat. Mendapatkan respon cukup baik dari masyarakat, dan dengan bergabungnya beberapa publik figur, Indonesia Tanpa JIL kemudian berkembang diberbagai kota di Indonesia dengan dibentuknya chapter – chapter Indonesia Tanpa JIL di berbagai daerah, termasuk di Yogyakarta dengan na ma gerakan Indonesia Tanpa JIL Jogja. Gerakan Indonesia Tanpa JIL Jogja menjadi sebuah bagian vital bagi proses perlawanan terhadap JIL di Indonesia, karena Yogyakarta merupakan sebuah kota yang menjadi basis penyebaran wacana Islam liberal itu sendiri. Secara resmi, gerakan Indonesia Tanpa JIL Jogja memiliki tiga tujuan. Pertama, mengkonter wacana Islam liberal atau paham sekularisme, liberalism dan sekularisme khususnya di Yogyakarta. Kedua, menyadarkan kepada masyarakat Yogyakarta akan bahaya Islam liberal. Ketiga, memajukan peradaban keilmuan yang ada di Kota Yogyakarta. Sebagai sebuah gerakan informal dengan basis keanggotaan anak muda yang fluid, gerakan Indonesia Tanpa JIL Jogja berusaha untuk mengajak masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam untuk menghindari dan mewaspadai wacana Islam liberal yang direproduksi oleh JIL. Dalam upayanya tersebut, Indonesia Tanpa JIL
119
Jogja mempunyai serangkaian strategi gerakan yang koridornya telah disesuaikan dengan kultur masyarakat Yogyakarta. 72 Adapun bentuk strategi yang digunakan oleh gerakan Indonesia Tanpa JIL Jogja dalam melawan wacana yang direproduksi oleh JIL adalah sebagai berikut : 1. Dakwah Konvensional Dakwah Konvensional bagi Indonesia Tanpa JIL Jogja dipahami sebagai upaya komunikasi dan sosialisasi dengan cara membangun tradisi keilmuan terhadap masyarakat Yogyakarta. Bentuk kongkrit dari dakwah konvensional yang dilakukan oleh Indonesia Tanpa JIL Jogja adalah dengan mengadakan serangkaian kegiatan diskusi dan kajian yang rutin diadakan diberbagai tempat di kota Yogyakarta. 2. Dakwah Kreatif Dakwah Kreatif menjadi sebuah trademark tersendiri bagi gerakan Indonesia Tanpa JIL Jogja. Inovasi dan improvisasi menjadi sebuah hal yang penting dalam strategi ini, sehingga konten atau isi yang disampaikan dapat dengan mudah diterima dan dipahami oleh masyarakat, khususnya kaum muda. Adapun bentuk dakwah kreatif yang dilakukan oleh Indonesia Tanpa JIL 72
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Suharko terkait pilihan strategi gerakan sosial. Dimana strategi yang dipilih, biasanya di dasarkan atas penilaian terhadap konteks atau setting politik tertentu, pertimbangan pihak lawan yang dihadapi, isu yang dibidik, dan kekuatan sumberdaya yang dimiliki oleh organisasi gerakan sosial tersebut. Variasi model dan pilihan inilah yang lalu harus dikembangkan di tingkat praktis agar operasi gerakan sosial dapat berjalan sesuai dengan harapan.
120
Jogja adalah : Pemanfaatan Video dan Grafis, Pembuatan Buletin dan Stiker, Aksi Ruang Publik, #ITJ Bomb, dan pemanfaatan media kaos. Dakwah kreatif ini dianggap sebagai sebuah cara efektif untuk merangkul kalangan anak muda untuk lebih mewaspadai paham Islam liberal. 3. Dakwah Melalui Media Tidak hanya sebagai simbol eksistensi para aktivis gerakan Indonesia Tanpa JIL, keberadaan media sosial bagi mereka menjadi media gerakan utama setelah mereka merasa ‘dicurangi’ oleh media masa mainstream. Penguasaan terhadap media sosial adalah salah satu trobosan bagi efisiensi dan efektivitas dalam berdakwah, karena hal ini berhubunga n erat dengan transformasi pemikiran, terutama dikalangan anak muda sebagai elemen strategis. Dalam paparan diatas, dapat disimak bahwa serangkaian bentuk kegiatan yang dilaksanakan
oleh
gerakan
Indonesia
Tanpa
JIL
Jogja
tersebut
dapatlah
dikategorisasikan sebagai bagian dari information politics sebagai bingkai strategi gerakan sosial. Hal tersebut dapat dipahami bahwasannya kesemua pola kegiatannya bertujuan untuk mempengaruhi pendapat umum. Disamping itu, dari pilihan strategi diatas, juga dapat dilihat bahwa gerakan Indonesia Tanpa JIL Jogja lebih menempuh jalur informal dengan tidak terlibat secara langsung kepada pemerintah. Dimana Indonesia Tanpa JIL Jogja lebih memilih saluran diluar politik normal, dengan
121
menerapkan taktik advokasi. 73 Dengan demikian, gerakan Indonesia Tanpa JIL Jogja tetap mengedepankan sifat keterbukaan. Dimana mereka memiliki publikasi yang jelas, saluran alternatif – alternative yang digunakan dalam melakukan strategi juga bersifat legal. Sedangkan media dalam melakukan gerakannya terbilang modern. Berakar dari kalangan remaja terdidik, sehingga medium yang digunakan merupakan sesuatu yang dekat dengan mereka. penggunaan media internet, selebaran dan aplikasi seni menunjukkan adanya ciri taktik advokasi. Tidak hanya tujuan atau targetnya yang beragam, tetapi juga dengan media yang beragam pula dan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi masa kini. B. Saran Sejak dideklarasikan pada bulan maret 2012, gerakan Indonesia Tanpa JIL mungkin memang baru ‘seumur jagung’, namun demikian gerakan ini telah menjadi sebuah gerakan nasiona l yang bergeliat di berbagai kota seperti di Depok, Bandung, Yogyakarta dan lain – lain. Seiring berjalannya waktu, tentu saja banyak cobaan yang datang menghinggapi gerakan Indonesia Tanpa JIL Jogja, mulai dari dukungan hingga kritikan. Dalam hemat penulis, tedapat beberapa saran yang dapat disampaikan terhadap gerakan Indonesia Tanpa JIL Jogja:
73
Sebagaimana diungkap oleh Suharko kembali, bahwa tidak dapat dipungkiri bahwa strategi atau taktik advokasi merupakan strategi utama yang digunakan oleh kalangan NGO baik di Negara – Negara maju maupun di Negara – Negara berkembang. Strategi advokasi seringkali digunakan untuk mendesakkan perubahan – perubahan sosial.
122
Pertama, sebagaimana yang telah disinggung di awal, di dalam gerakan Indonesia Tanpa JIL Jogja berhimpun beragam orang dari bermacam – macam latar belakang. Rambut sama hitam , tapi isi kepala (pemikiran) berbeda – beda. Ditambah lagi kenyataan bahwa di Indonesia Tanpa JIL Jogja tidak terdapat struktur organisasi. Indonesia Tanpa JIL Jogja dapat dibilang hanya berwujud ‘forum’, yang ada hanya koordinator yang sebenarnya lebih berfungsi mengkoordinir Indonesia Tanpa JIL Jogja dan sebagai pusat informasi. Setiap pegiat Indonesia Tanpa JIL berhak untuk memberikan sumbangsih bagi kelangsungan gerakan mereka sesuai dengan kemampuan dan latar belakangnya masing – masing. Dengan demikian, perbedaan latar belakang dari para pegiat gerakan Indonesia Tanpa JIL tersebut beresiko menimbulkan friksi di internal Indonesia Tanpa JIL itu sendiri. Belakangan hal tersebut cukup terbukti, misalnya aktivis gerakan Indonesia Tanpa JIL ada yang saling berdebat hal – hal yang diluar konteks tujuan dari gerakan, seperti perdebatan tentang masalah demokrasi atau mengenai ranah politik praktis. Hal tersebut tentunya menjadi tantangan gerakan Indonesia Tanpa JIL. Sebagai saran, hendaknya setiap pegiat gerakan Indonesia Tanpa JIL fokus pada cita – cita awal gerakan, yakni untuk melawan pemikiran JIL. Dalam wadah Indonesia Tanpa JIL, lupakan ‘ego’ latar belakang masing – masing dan hendaknya antar pegiat gerakan dapat saling mengingatkan akan ha l tersebut. karena disini ada common enemy : Jaringan Islam Liberal (JIL). jangan acungkan moncong senapan kepada sesama pegiat Indonesia Tanpa JIL. Arahkan semua senjata untuk tertuju pada JIL, merekalah sasaran tembaknya. Mengintensifkan silaturahmi dengan saling rutin berkomunikasi
123
tampaknya menjadi salah satu cara untuk menghindari friksi – friksi internal untuk muncul kembali. Kedua, gerakan yang berlandaskan emosi dan amarah belaka hanya akan berujung pada keletihan. Amarah akan menguras energi, sebaliknya gerakan yang berlandaskan pada visi, misi, wacana dan program kerja yang jelas akan dapat mencapai tujuan – tujuannya. Dalam gerakan Indonesia Tanpa JIL Jogja, tidak semua aktivisnya mempunyai wawasan yang sama. Ada yang memang berangkat dari akar gerakan dakwah di kampus, dan ada pula yang kurang memiliki wawasan yang seimbang. Pemikiran JIL memang sudah disepakati oleh gerakan Indonesia Tanpa JIL sebagai pemikiran yang salah arah. Tapi seperti apa bentuknya, bagaimana trik mereka memainkan wacananya, serta bagaimana menemukan titik lemah untuk meruntuhkan argument JIL belum tentu semua aktivis gerakan Indonesia Tanpa JIL tahu akan hal tersebut. Hal tersebut bisa menjadi sangat rentan. Alih – alih ingin menegakkan dalil untuk melawan pemikiran JIL, justru bisa jadi akan terjebak dalam permainan wacana oleh JIL sendiri. Berlandaskan hal tersebut, para pegiat gerakan Indonesia Tanpa JIL, khususnya Indonesia Tanpa JIL Jogja sebaiknya semakin memperdalam wawasan mengenai pemikiran Islam. Memperbanyak bacaan terkait tema tersebut bisa menjadi upaya yang dilakukan. Para pegiat Indonesia Tanpa JIL Jogja juga dapat membiasakan diri untuk menulis terkait permasalahan Islam liberal. Selain itu, menjadi penting bagi Indonesia Tanpa JIL Jogja untuk dapat berkolaborasi dengan gerakan – gerakan Islam lainnya, dan berkonsultasi dengan barisan intelektual
124
maupun ahli agama yang konsen terhadap wacana Islam liberal. Hal tersebut dalam rangka peningkatan wawasan bagi para pegiat gerakan Indonesia Tanpa JIL. Dengan adanya pemerataan wawasan tersebut, tentu nantinya akan semakin menambah keyakinan dan semangat gerakan dalam berjuang melawan Jaringan Islam Liberal (JIL).
125