BAB V Penutup
5.1
Kesimpulan dan Refleksi Upacara slametan sebagai salah satu tradisi yang dilaksanakan jemaat GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus sebagai juruslamat yang telah memberikan keselamatan bagi orang percaya. Slametan bisa dipandang untuk mengenang Yesus dalam perjamuan terakhir dimana
Yesus
juga
membagikan
cinta
kasih
kepada
semua
orang.
Upacara slametan merupakan upacara tradisional yang mengandung makna bagi warga jemaat GKJW Magetan, mencakup aspek keagamaan yang meliputi; ibadah iman Kristen, aspek sosial yang meliputi; interaksi sosial, mengandung makna kegotong-royongan, kesetiakawanan, menjalin relasi kekeluargaan, mengatur nilai dan norma Serta aspek kebudayaan yang merupakan warisan nenek moyang yang harus dipertahankan dan menjaga kelestariannya. Warga GKJW Magetan tidak dapat lepas dari kebudayaan setempat karena kebudayaan tersebut menjadikan ciri khas tersendiri bagi orang Jawa, baik merupakan warisan nenek moyang maupun tradisi turun-temurun yang dilakukan masyarakat setempat, karena dengan kebudayaan orang dapat mengekspresikan keinginannya dalam mencari keselamatan seperti dalam budaya slametan Jawa, seseorang tidak dapat mengklaim bahwa kebudayaan tersebut salah, karena di balik kebudayaan itu terdapat nilai dan norma untuk menjaga solidaritas sosial. Melihat hal ini GKJW Magetan harus dapat berbaur dan berjalan dengan
78
kebudayaan setempat, karena seperti yang kita ketahui bersama bahwa munculnya kebudayaan lebih dahulu daripada agama, sehingga sewajarnya jika agama lebih menyesuaikan diri dengan kebudayaan setempat. Gereja atau agama seharusnya memberikan pemahaman tentang kebudayaan, sehingga jemaatnya dapat memilah-milah kebudayaan tersebut baik atau tidak untuk dilakukan. Dalam berteologi gereja juga harus dapat memunculkan sebuah penghayatan iman Kristen pada konteks ruang dan waktu tertentu. Di sinilah asumsi dasar dari teologi kontekstual, bahwa Allah yang menciptakan langit dan bumi dengan Firman-Nya, Allah yang hadir dalam Rupa Manusia Yesus adalah Allah yang menyatakan kehendak-Nya di sepanjang masa sejarah umat manusia. Artinya, bahwa teologi harus memperhatikan tradisi yang ada. Karena tradisi adalah sumber kasaksian tentang upaya umat Kristen untuk mencari penyataan Allah dalam pengalaman praksis manusia dan memahami kehendak Allah di sepanjang zaman. Teologi kontekstual adalah teologi yang fungsional. Teologi yang terasing dari konteksnya ia berada di “awang-awang” atau abstrak. Teologi kontekstual merupakan sebuah upaya untuk mempertemukan antara “teks” dan “konteks”. Pertanyaannya adalah bagaimana cara mempertemukan kabar kesukaan dalam Alkitab dengan kehidupan praksis dalam budaya setempat (budaya Jawa). Tradisi slametan dalam jemaat meskipun tidak sedikit yang “dibalut” dengan kata “syukuran”. Masyarakat Jawa yang beragama Kristen khususnya jemaat GKJW Magetan, baik yang berdomisili di kota maupun desa selalu mengadakan slametan dalam peristiwa tertentu sebagai peringatan. Sejak seorang ibu hamil, melahirkan sampai dengan “peringatan” peristiwa kematian. Hal ini
79
sebenarnya sangat berkaitan dengan kepercayaan pribumi sebelum agama-agama besar dunia merambah di Tanah Jawa, yakni “agama” animisme, dinamisme, dan kepercayaan pada roh orang mati. Bagi orang Jawa setiap benda (baik mati maupun hidup) mempunyai kekuatan yang menungguinya. Bahkan dalam doa slametan orang Jawa juga mengikuti tradisi yang ada yang mengacu pada roh halus. Padahal dalam iman Kristen doa hanya ditujukan kepada Tuhan dan tidak kepada yang lain. Sebagaimana sudah disinggung diatas, bahwa slametan yang dilakukan oleh orang Jawa-Kristen adalah buah dari uangkapan syukur atas keberhasilan yang diperoleh.
Dan
slametan itu sendiri, menurut saya
adalah rumusan teologi orang Jawa dalam menyikapi hubungannya dengan Tuhan. Itu artinya jika kita setuju secara kreatif dan inovatif dengan Injil, antara “konteks” slamatan dan “teks” tidak ada yang perlu dipermasalahkan sebagai sebuah pertentangan. Justru sebaliknya, harus diarahkan dan diberi makna Kristiani. Berangkat
dari
sebut pengalaman teologi
pengalaman
tersebut,
yang
kemudian
penulis
orang Jawa, kita harus tetap memelihara tradisi
tersebut dengan tidak memandang sebelah mata atau menganggapnya sebagai yang bertolak belakang dengan ajaran Kristen, tetapi diterima sebagai teologi Jawa. Karenanya dalam menggagas yang ada dalam lingkup GKJW Magetan: upacara slametan yang harus perlu diperhatikan adalah doktrin. Sebagai kelompok agama, memang perlu membangun kehidupan iman secara sistematis. Tetapi sangat penting kita memahami latar belakang munculnya sebuah doktrin atau ajaran. Bagaimana latar belakang sosial-budayanya, kondisi lingkungannya,
80
zamannya. Alkitablah dasar utama kita merumuskan pemahaman teologi yang kemudian kita refleksikan dalam konteks tertentu. Selain itu menumbuhkan sikap mau mengerti terhadap budaya setempat. Tidak menolak atau meremehkan budaya yang ada lantaran tidak mengerti apa falsafah budaya atau adat-istiadat tersebut muncul. Sehingga mampu memberikan sumbangan bagi pembinaan penghayatan iman. Serta mengembangkan prinsip, yang perlu dipegang adalah bukan menerima atau menolak, tetapi menerima bagian tertentu dari budaya dan menolak bagian tertentu dari budaya. Dan budaya setempat dapat diwarnai oleh iman Kristen, menjadikan kebudayaan itu penting untuk dilakukan dengan pemahaman yang berbeda. Sehingga dalam kaitannya dengan slametan menjadi budaya yang bernafaskan iman Kristen.
5.2
Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dibuat, maka penulis menyampaikan saran dan kiranya dapat bermanfaat bagi umat Kristen, khususnya bagi jemaat GKJW Magetan. 1. Gereja harus dapat bersifat universal dan terbuka (khususnya GKJW Magetan) dimana peranan seorang pendeta dapat mengerti akan kebutuhan warga jemaatnya untuk menerima dan melakukan kebudayaan slametan, serta memberikan pemahaman ulang pada jemaat yang belum begitu faham dengan iman Kristen, karena dengan demikian gereja harus dapat transformasi budaya, sehingga baik gereja dan kebudayaan dapat berjalan seimbang yang diwarnai dengan nilai-nilai Kekristenan didalamnya dan
81
menjadikan budaya yang bernafaskan iman Kristen dengan berpusat pada Yesus. 2. Jemaat GKJW Magetan dengan adanya kebudayaan slametan yang melekat pada diri orang Jawa kiranya bisa menujukan rasa solidaritas dan cinta kasih kepada sesama dengan meninggalkan pemahaman akan kekuatan gaib dan memasukan nilai-nilai Kristen dalam budaya slametan tersebut dan menjadikan kebudayaan slametan bernafaskan Kristiani. 3. Fakultas teologi UKSW sebagai lembaga pendidikan yang mempersiapkan calon-calon pekerja gereja yang memadai, sudah membekali para mahasiswanya dengan pengetahuan akan pentingnya kebudayaan, sehingga nantinya calon pekerja gereja dapat membangun jemaat yang ideal tanpa harus meninggalkan kebudayaan, dan tidak menimbulkan kontroversi antara gereja, jemaat dan kebudayaan.
82