BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang manajemen pembiayaan pendidikan di Universitas Syiah Kuala dapat penulis menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Proses perencanaan dalam manajemen pembiayaan pendidikan di Universitas Syiah Kuala menggunakan pola bottom up. Dengan pola ini maka diperlukan peran aktif unit kerja terkecil sebagai ujung tombak pelayanan pendidikan, yaitu jurusan dan fakultas-fakultas dalam penyusunan rencana pembiayaan untuk disusun dan diakomodir pada proses perencanaan pembiayaan pendidikan di tingkat universitas. Selanjutnya dari tingkat universitas diusulkan lagi pada tingkat kementerian/lembaga. Pada akhirnya dibahas dalam musyawarah rencana pembangunan (musrenbang) untuk dijadikan Rencana, Program, Kegiatan dan Anggaran Pendidikan Tinggi. Sebagai implementasi perencanaan bottom-up, digunakan model Sistem Penyusunan Perencanaan, Program dan Penganggaran (SP4). Selain itu dalam pelaksanaan perencanaannya menggunakan pedoman baku berdasarkan Standar Operasional Prosedur Perencanaan dan Penganggaran yang mengacu kepada Permendiknas Nomor 15 Tahun 2007 tentang Sistem Perencanaan di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional. Dalam penyusunan rencana dan program, Tim SP4 berpedoman kepada isu-isu strategis serta data dan informasi yang akurat yang dituangkan dalam analisis lingkungan internal dan eksternal (SWOT), sebagai pedoman utamanya. Hal ini dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan skala prioritas. Selain itu, setiap perencanaan yang dilakukan setiap tahun harus sesuai visi, misi dan tujuan 103
104 yang telah dirumuskan dalam Rencana Strategis. Hal penting yang menjadikan perhatian bahwa dalam menetapkan kebijakan perencanaan adalah membuat analisis stakeholder, agar setiap kebijakan perencanaan mendapat dukungan dari pihak-pihak yang berpengaruh dan berkepentingan. Dalam penetapan perencanaan pembiayaan mengacu kepada tiga pilar pembangunan pendidikan berdasarkan Renstra, yakni: Pemerataan dan perluasan akses pendidikan; peningkatan mutu, relevansi dan daya saing bangsa; serta penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik. Perencanaan pembiayaan pendidikan di Universitas Syiah Kuala merupakan wewenang Biro Administrasi Perencanaan dan Sistem Informasi (BAPSI) berkoordinasi dengan Tim SP4 sebagai tim fungsionalnya. 2. Pelaksanaan pembiayaan pendidikan di Universitas Syiah Kuala, diimplementasikan dalam penyusunan dan penggunaan anggaran.
Di samping
itu, dalam
pelaksanaaannya harus berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003. Pembiayaan pendidikan di Universitas Syiah Kuala dalam konteks penggunaan keuangan negara, berasal dari APBN dan APBD. Dimana dalam anggaran terdiri dari tiga sumber pendapatan, yaitu rutin, pembangunan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Biaya rutin dilakukan untuk menunjang operasional dan kegiatan rutinitas perkantoran,
biaya pembangunan digunakan untuk
investasi dan
pengembangan institusi sedangkan PNBP untuk menunjang kegiatan tridarma perguruan tinggi. Penyusunan anggaran menjadi tugas pokok dan fungsi Biro Adminstrasi Perencanaan dan Sistem Informasi, dimana output dari penyusunan anggaran adalah Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) untuk ABBN ddan Rencana Kerja Angggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD). Setelah melalui
105 proses pembahasan keluar Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) untuk APBN dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) untuk APBD. Dengan keluarnya DIPA dan DPA maka Universitas Syiah Kuala memiliki pagu anggaran sah dan dijadikan sebagai pedoman penggunaan dananya. Pelaksanaan anggaran untuk menunjang kegiatan penunjang pendidikan tersebut dilaksanakan sepenuhnya oleh Biro Adminstrasi Umum dan Keuangan (BAUK) dan berkoordinasi dengan Pejabat Pembuat Komitmen. 3. Pengendalian dilakukan untuk menghindari penyimpangan kegiatan agar sesuai dengan yang telah direncanakan baik dari rencana tahunan dan Renstra. Pengendalian merupakan bentuk pengawasan internal, dilakukan oleh BAPSI melalui penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) untuk menilai sejauh mana kinerja yang telah dicapai dari pelaksanaan kegiatan dan anggaran. Selain itu, untuk mengukur prestasi yang dicapai dibandingkan dengan indikator kinerja yang telah ditetapkan. Dengan pengendalian dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk perbaikan internal organisasi serta dijadikan input bagi lembaga pengawasan yang berkompeten dari eksternal orgnanisasi, misalnya: Inspektorat Jenderal, BPKP dan Bawasda. B. Rekomendasi 1. Perencanaan pembiayaan Universitas Syiah Kuala sesuai dengan pilar-pilar pembangunan pendidikan, sebagaimana yang dirumuskan dalam rencana strategis Departemen Pendidikan Nasional, tetapi dalam pelaksanaan masih ditemui kebijakan perencanaan yang kurang sesuai dengan arah kebijakan pembangunan pendidikan, berakibat adanya usulan program dan kegiatan yang tidak disetujui. Untuk menghindari usulan program yang tidak disetujui, maka Universitas Syiah Kuala
106 dalam setiap pengusulan di samping memperhatikan rencana strategis, juga harus mentaati arah dan kebijakan pengembangan pendidikan sebagai skala prioritas. 2. Pada tahap pelaksanaan pembiayaan, penggunaan biaya pendidikan apabila dikaitkan dengan rencana strategis, 59,10% digunakan untuk mendukung pilar penguatan tata kelola, 33,57% untuk program peningkatan mutu, relevansi dan daya saing dan hanya 7,33% untuk program pemerataan dan perluasan akses. Berdasarkan standar ideal unit cost, bahwa unit cost di Universitas Syiah Kuala hanya Rp 9.769.782,/mahasiswa, sedangkan unit cost ideal menurut Standar Nasional Pendidikan dan Ditjen Dikti adalah Rp 18.000.000,-/mahasiswa. Kecilnya unit cost sangat mempengaruhi kualitas pembelajaran maupun pelayanan pendidikan. Apabila dikaitkan dengan visi Universitas Syiah Kuala yang berkualitas dan daya saing, maka alokasi biaya untuk program peningkatan mutu, relevansi dan daya saing harus diperbesar. 3. Berdasarkan data penelitian tentang pengendalian pembiayaan, indikator kinerja pembiayaan Universitas Syiah Kuala hanya 58,34% dari belanja pembangunan dan 70,76% dari APBA yang terlaksana. Rendahnya kinerja pembiayaan memberikan dampak terhadap ketersediaan sarana dan prasarana yang dimiliki Universitas Syiah Kuala yang tidak memadai. Hal yang menjadi penyebabnya adalah kurang optimalnya fungsi monitoring dan evaluasi, baik dari aspek pembiayan maupun dari aspek mutu. Menurut hasil penelitian bahwa sarana dan prasarana pendidikan tinggi di Universitas Syiah Kuala tidak sesuai dengan standar mutu akademik yang ditetapkan Dijten Dikti maupun Standar Nasional Pendidikan. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap peringkat akreditasi.
107 C. Saran-saran 1. Sehubungan dengan adanya beberapa usulan yang tidak disetujui, perencanaan biaya selain mengacu kepada data dan informasi akurat, isu-isu strategis dan kepatuhan terhadap Renstra serta SOP, untuk mendapatkan dukungan stakeholder, perencanaan pembiayaan juga mengacu kepada arah kebijakan pengembangan pendidikan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Untuk itu diperlukan koordinasi yang baik antara BAPSI dengan Tim SP4, serta pihak yang terlibat, untuk taat terhadap arah kebijakan pendidikan yang telah ditetapkan 2. Pelaksanaan pembiayaan pendidikan apabila dikaitkan dengan visi yang ingin dicapai dalam Renstra yaitu meningkatkan mutu dan daya saing, maka dalam penggunaan pembiayaan pendidikan juga harus diarahkan dan dititikberatkan kepada program peningkatan mutu, relevansi dan daya saing. Selain itu, staf pelaksanaan pembiayaan harus terampil dan sesuai dengan kompetensinmya terutama dari aspek pendidikan, ditunjang program pengembangan peningkatan kualitas kerjanya. Sehingga mereka memahami SOP sebagai pedoman teknis pelaksanaan kegitan. 3. Pengendalian pembiayaan diimplementasikan dalam penyusunan LAKIP serta penyusunan audit mutu yang menggambarkan kinerja anggaran dan mutu output kegiatan. Untuk meningkatkan kinerja anggaran dan mutu output kegiatan, tidak bisa hanya mengandalkan pada laporan dan evaluasi secara tertulis dalam buku, akan tetapi harus diikuti dengan kegiatan monitoring terhadap pelaksanaan kegiatan untuk meminimalisir penyimpangan-penyimpangan. Karena penyimpangan-penyimpangan dari aspek waktu, penyerapan dana dan komponen lainnya berpengaruh terhadap kinerja pembiayaan. Beberapa hal yang harus dilakukan untuk meningkatkan kinerja keuangan antara lain: mengefektifkan birokrasi keuangan, ketaatan terhadap standar operional dan prosedur serta pelaksanaan monitoring pelaksanaan kegiatan harus lebih ditingkatkan lagi.