BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1.
Didalam pasal 222 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan PKPU, dikatakan “Debitur yang tidak dapat atau memperkirakan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jathu waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagaian atau seluruh utang kepada kreditur”. Fungsi perdamaian dalam proses PKPU sangat penting artinya, bahkan merupakan tujuan utama bagi si debitur, dimana si debitur sebagai orang
yang
paling
mengetahui
keberadaan
perusahaan,
bagaimana
keberadaan perusahaannya ke depan baik petensi maupun kesulitan membayar utang-utangnya dari kemungkinan-kemungkinan masih dapat bangkit
kembali
dari
jeratan-jeratan
utang-utang
terhadap
sekalian
krediturnya. Dengan adanya PKPU, maka debitur harus segera menyerahkan proposal rencana perdamaian kepada pengurus, hakim pengawas dan para kreditur serta didaftarkan di kepaniteraan pengadilan niaga. Jika proposal tersebut disetujui oleh kreditur konkuren dan kreditur separatis sebagaimana sesuai dengan pasal 281 ayat (1) Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang
91
Kepailitan dan PKPU maka rencana perdamaian tersebut disahkan oleh pengadilan niaga. Bagi kreditur khususnya kreditur konkuren yang tidak mengajukan tagihan dan tidak tercantum didalam akta perdamaian, maka kreditur tersebut tetap mempunyai hak untuk menagih piutangnya kepada debitur
dengan
mengajukan
upaya
hukum
pembatalan
perdamaian
berdasarkan pasal 291 juncto pasal 170 juncto pasal 171 Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU sampai dengan tingkat upaya hukum Peninjauan Kembali, jika pembatalan perdamaian tersebut di “kalah” kan oleh pengadilan niaga. Bagi kreditur konkuren yang tidak dicocokkan tagihannya oleh pengurus dikarenakan perbedaan jumlah tagihan antara debitur dan kreditur atau kreditur tersebut terlambat mengajukan tagihan sehingga tidak dicocokkan oleh pengurus, kreditur konkuren tersebut tetap mempunyai hak atas tagihannya kepada debitur, namun kreditur konkuren tersebut hanya tidak mempunyai hak untuk mengikuti pemungutan suara (voting) dalam voting rencana perdamaian sesuai dengan ketentuan pasal 278 Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU dan kreditur konkuren tersebut tidak dapat melakukan upaya hukum jika rencana perdamaian tersebut telah mendapatkan pengesahan perdamaian oleh pengadilan niaga.
2.
Bahwa PKPU memang tertuju hanya terhadap kreditur konkuren saja, namun pengesahan perdamaian mengikat terhadap semua kreditur, biak kreditur separatis, preferen dan kreditur konkuren baik yang mengajukan tagihan,
92
yang tidak dicocokkan tagihannya dan yang tidak mengajukan tagihan tetap akan menjadi kreditur bagi debiturnya. Berdasarkan hal tersebut di atas telah jelas, apabila putusan pengesahan perdamaian memperoleh kekuatan hukum tetap, maka perdamaian mengikat semua kreditur konkuren tanpa kecuali, baik mereka yang menyetujui maupun yang tidak menyetujui rencana perdamaian. Bahkan mengikat pula kreditur yang tidak hadir atau diwakili dalam sidang penentuan perdamaian. Selain itu, dengan berakhirnya PKPU karena putusan pengesahan perdamaian telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka terangkat pula penangguhan hak-hak kreditur separatis.
3.
Terhadap rencana perdamaian yang disampaikan oleh debitur sepanjang telah memenuhi kesepakatan para pihak dan rencana perdamaian tersebut dibuat tanpa ada unsur penipuan dan persengkokolan dengan satu atau lebih kreditur, maka prinsipnya pihak pengadilan akan mengesahkan rencana perdamaian tersebut, namun tentu terlebih dahulu akan melakukan konfirmasi mengenai hasil kesepakatan antara debitur dan krediturnya terhadap rencana perdamaian tersebut. Oleh karenanya dalam menyusun rencana perdamaian tersebut, debitur harus betul-betul memperhatikan kepentingan para krediturnya. Sebab jika rencana perdamaian yang dibuat hanya memberikan keuntungan dari sisi debitur saja, dan kurang memperhatikan kepentingan kreditur, maka besar kemungkinan kreditur akan menolak rencana perdamaian tersebut yang berakibat debitur tersebut akan dipailitkan. Namun jika pengesahan perdamaian (homologasi) telah disahkan oleh pengadilan
93
dan salah satu kreditur khususnya kreditur konkuren tidak setuju terhadap skema atau metode pembayaran yang diajukan oleh debitur, maka kreditur konkuren tersebut dapat mengajukan gugatan perdata di pengadilan negeri.
B. Saran-saran 1.
Di dalam proses Kepailitan dan PKPU masih banyak debitur yang belum memahami mengenai proses PKPU ini diberikan tujuannya untuk apa, oleh karena itu baik dari pihak debitur, pihak kreditur masih banyak beranggapan bahwa pengurus yang ditunjuk dan diangkat oleh pengadilan niaga memihak kepada salah satu pihak. Bahwa perlu diketahui berdasarkan pasal 225 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU “Pengurus yang diangkat sebagaimana dimaksud pasal 225 ayat (2) harus independen dan tidak memiliki benturan kepentingan dengan debitur dan kreditur”. Menurut penulis bagi pengurus yang ditunjuk dan diangkat oleh pengadilan sebaiknya membuat surat pernyataan bahwa pengurus pada saat menjalankan proses PKPU adalah benar-benar independen dan bukan merupakan suatu pihak dari pihak tertentu. Karena asumsi-asumsi yang dikeluarkan oleh debitur ataupun kreditur akan membuat kinerja debitur menjadi kurang baik dalam menjalan tugasnya berdasarkan undang-undang. Apalagi sudah menyangkut kepentingan kreditur yang telat mengajukan tagihan, yang tidak dicocokkannya tagihan oleh pengurus. Dan pengurus harus bersikap tegas dalam menjalankan tugasnya berdasarkan undangundang.
94
2.
Menurut penulis organisasi – organisasi kurator dan pengurus yang ada di Indonesia, seperti halnya Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), Ikatan Kurator dan Pengurus Indonesia (IKAPI) serta Himpunan Kurator dan Pengurus Indonesia (HKPI) memperbanyak seminar-seminar mengenai kepailitan dan PKPU dan dibuka untuk umum termasuk pihak kepolisian, kejaksaan dan pengadilan, tujuannya adalah untuk mensosialisasikan hukum kepailitan dan PKPU tersebut. Karena masih banyak ditemukan kurator atau pengurus
dalam
menjalankan
tugasnya
berdasarkan
undang-undang
mendapatkan baik gugatan perdata maupun laporan pidana dari debitur ataupun kreditur. Dan menurut penulis Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 direvisi mengenai tugas-tugas kurator dan pengurus, karena menurut penulis undang-undang wajib memberikan hak imunitas kepada kurator atau pengurus dalam menjalankan tugasnya baik di dalam maupun sedang diluar pengadilan.
95