BAB V PEMBAHASAN
Berdasarkan data penelitian dan analisa hasil penelitian maka dilakukan pembahasan secara mendalam mengenai hasil penelitian. Pembahasan di fokuskan untuk menjawab permasalahan penelitian yaitu adakah pengaruh akupresur pada titik pericardium 6 terhadap morning sickness pada ibu hamil trimester I di Puskesmas Kertek I Wonosobo. 1. Skor Morning Sickness Sebelum Akupresur pada Ibu Hamil Trimester I Berdasarkan tabel 4.6, rata-rata skor pretest kelompok eksperimen sebesar 9,80 dan pada kelompok kontrol sebesar 9,60. Berdasarkan uji homogenitas, responden dalam penelitian ini memiliki karakteristik yang homogen dan hasil rerata yang sama, karena nilai signifikansi p>0,05. Skor morning sickness pada responden dapat dipengaruhi oleh perubahan hormon yang terjadi pada kehamilan, faktor psikologis maupun karakteristik, seperti usia, status gravida, pendidikan dan pekerjaan responden. Berdasarkan tabel 4.1, dari 30 ibu hamil trimester I yang mengalami morning sickness di wilayah Puskesmas Kertek I Wonosobo didapatkan hasil bahwa responden berumur 18-33 tahun yaitu 21 responden (70%) berada pada rentang usia 20-35 tahun dan 9 responden (30%) berumur <20 tahun. Umur merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya morning sickness pada trimester pertama kehamilan, karena umur ibu saat hamil dapat memengaruhi kondisi kesehatan ibu hamil maupun janin. Usia yang termasuk 41
42
dalam kehamilan berisiko tinggi adalah kurang dari 20 tahun dan diatas 35 tahun. Usia dibawah 20 tahun bukan masa yang baik untuk hamil karena organ-organ reproduksi belum sempurna sehingga dapat menimbulkan mual dan muntah. Mual dan muntah terjadi pada umur dibawah 20 tahun disebabkan karena belum cukupnya kematangan fisik, mental dan fungsi sosial dari calon ibu. Hal ini terjadi pada penelitian yang ditunjukkan dengan seluruh responden yang berusia <20 tahun memiliki skor morning sickness cukup tinggi yaitu >8. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mariantari (2014) yang berjudul “Hubungan Dukungan Suami, Usia Ibu, dan Gravida terhadap Kejadian Emesis Gravidarum” umur reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20-35 tahun. Kehamilan diusia kurang 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat menyebabkan mual muntah hingga hiperemesis karena pada kehamilan diusia kurang 20 secara biologis memiliki emosi yang belum optimal dan cenderung labil, serta mental yang belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilanya, sedangkan pada usia 35 tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa di usia ini. Morning sickness dalam penelitian ini paling banyak dialami oleh ibu hamil primigravida (66,67%). Primigravida adalah seorang wanita yang sedang hamil untuk pertama kali, sedangkan multigravida adalah wanita yang sudah hamil, 2 kali atau lebih (Varney, 2007). Kejadian mual muntah lebih sering dialami oleh primigravida daripada multigravida, hal ini berhubungan dengan
43
tingkat stres dan usia ibu saat mengalami kehamilan pertama, serta berhubungan dengan pengalaman hamil ibu. Ketika ibu baru hamil pertama kali, ibu masih sulit untuk beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi saat kehamilan, sedangkan untuk ibu yang pernah hamil, perubahanperubahan tersebut dapat lebih dikelola dengan baik oleh diri sendiri. Ibu primigravida belum mampu beradaptasi terhadap hormon estrogen dan korionik gonadotropin. Peningkatan hormon ini membuat kadar asam lambung meningkat, hingga munculah keluhan rasa mual. Keluhan ini biasanya muncul di pagi hari saat perut ibu dalam keadaan kosong dan terjadi peningkatan asam lambung (Wiknjosastro, 2007). Berdasarkan tabel 4.3, mayoritas pendidikan terakhir responden adalah sekolah dasar (33,33%). Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa ibu yang mengalami morning sickness paling banyak adalah ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan, karena dengan pendidikan seseorang akan lebih mudah menerima info yang lebih banyak dan beragam, selain itu juga dapat mengubah pola pikir menjadi lebih terbuka, sehingga akan lebih mudah mengembangkan diri utamanya untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan diri sendiri dan keluarganya. Hal ini sesuai dengan pernyataan YB Mantra yang dikutip Notoatmodjo (2010) pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup. Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah pula menerima informasi. Begitu pula, dengan ibu hamil yang mengalami morning sickness, semakin tinggi pendidikan yang
44
didapat ibu, semakin tinggi pula kemungkinan untuk mencegah. Morning sickness adalah hal wajar yang terjadi karena perubahan hormonal saat kehamilan, namun gejala yang dialami dapat dikurangi apabila ibu memiliki pengetahuan yang cukup mengenai morning sickness sehingga ibu lebih siap dan lebih mudah dalam menghadapi gejala yang ditimbulkan. Berdasarkan tabel 4.4, responden pada penelitian ini baik dari kelompok kontrol maupun eksperimen ada yang bekerja dan ada yang tidak bekerja/sebagai ibu rumah tangga. Sebanyak 19 orang (63,33%) bekerja dan 11 orang (36,67%) responden tidak bekerja/ibu rumah tangga. Sehingga, sebagian besar responden yang mengalami morning sickness yaitu ibu hamil yang bekerja. Hal ini sesuai dengan teori menurut Tiran (2008), bahwa pekerjaan dapat memengaruhi mual muntah. Beban pekerjaan akan menyebabkan penderitaan batin dan konflik. Wanita yang terpapar dengan bau/aroma, zat kimia di lingkungan sekitar mereka bekerja dapat menambah rasa mual mereka dan menyebabkan muntah. Perjalanan ke tempat kerja membuat mereka bertemu banyak orang dan dikelilingi oleh berbagai macam bau sehingga dapat mempengaruhi keparahan mualnya. 2. Skor Morning Sickness Setelah Akupresur pada Ibu Hamil Trimester I Perlakuan yang diberikan pada kelompok eksperimen adalah pemberian terapi akupresur pada titik pericardium 6 yaitu titik yang berada pada garis tengah lengan bawah, dua ibu jari menuju siku dari lipatan pergelangan tangan. Pada titik tersebut, dilakukan penekanan atau pijatan dengan 3 jari, membentuk
45
lingkaran di atas pergelangan tangan dengan lembut selama 2 menit. Peneliti melakukan terapi akupresur selama 3 hari berturut-turut pada jam yang sama setiap harinya pada responden kelompok eksperimen. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.6, rata-rata skor posttest kelompok eksperimen setelah diberikan terapi akupresur mengalami penurunan yang signifikan sebesar 3,73 dari skor 9,80 menjadi 6,07. Rerata skor morning sickness setelah akupresur pada kelompok kontrol mengalami penurunan sebesar 0,67 menjadi 8,93, kelompok tanpa intervensi ini juga mengalami penurunan, namun tidak signifikan. Hasil analisis data yang dilakukan oleh peneliti menggunakan uji statistik parametrik T tidak berpasangan didapatkan nilai p=0,000 atau p<0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara skor morning sickness pada kelompok posttest eksperimen dan kelompok posttest kontrol karena pengaruh akupresur. Penurunan skor morning sickness disebabkan oleh terapi akupresur karena pada awal pengukuran skor morning sickness kedua kelompok memiliki varian yang sama atau berawal dari rerata yang sama. Kelompok kontrol yang tidak diberikan intervensi apapun dapat mengalami penurunan skor karena ada variabel luar yang dapat memengaruhi morning sicknes selain dengan tindakan akupresur, seperti psikologis, sosial, hormonal dan lingkungan (Tiran, 2008).
46
3. Pengaruh Akupresur pada Titik Pericarium 6 terhadap Morning Sickness pada Ibu Hamil Trimester I Morning sickness adalah hal yang umum terjadi pada sebagian besar ibu hamil ketika kadar hormon gonadotropin meningkat dan ketika kelenjar endokrin mengalami perubahan drastis. Penyebab morning sickness dapat bermacammacam, yaitu karena peningkatan hormon hCG, perubahan gerakan lambung karena peningkatan hormon progesteron, peningkatan hormon estrogen, penurunan hormon TSH maupun karena faktor psikologis (Quinland, 2006). Tingkat keparahan yang dialami setiap ibu hamil bervariasi. Penelitian ini memiliki 2 kelompok percobaan untuk mengetahui skor morning sickness, yaitu kelompok eksperimen (diberi terapi akupresur) dan kelompok kontrol (tanpa terapi akupresur). Setelah dilakukan pemberian akupresur pada kelompok eksperimen, hasil penelitian dianalisis dengan melakukan uji T tidak berpasangan dan didapatkan hasil p-value=0,000 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan karena p>0,05, selain itu penurunan skor pretest dan posttest pada kelompok ini cukup besar yaitu sebesar 3,73 dibandingkan kelompok kontrol yang hanya 0,67. Sehingga hipotesis mengenai adanya pengaruh akupresur terhadap morning sickness untuk penelitian ini dapat diterima. Akupresur merupakan salah satu dari sekian banyak terapi untuk mengurangi gejala morning sickness. Dalam penelitian ini, peneliti memilih akupresur sebagai cara untuk mengatasi morning sickness. Hal tersebut sesuai dengan panduan dari Depkes RI yang menyebutkan bahwa akupresur yang
47
secara medis dapat dipertanggung jawabkan, perlu terus dibina untuk perluasan dan pemerataan pelayanan kesehatan (Handoko,2008). Selain itu, karena akupresur ini sangat mudah dipelajari dan juga membutuhkan waktu yang sedikit untuk menerapkannya (Turana, 2007). Titik pericardium 6 atau neiguan yang berada pada garis tengah lengan bawah merupakan titik stimulasi untuk mencegah mual dan muntah yang dilakukan dengan pijatan akupresur. Efek stimulasi titik tersebut belum mampu dipahami sepenuhnya, tetapi stimulasi pada titik tersebut diyakini mampu meningkatkan pelepasan beta-endorphin di hipofise dan ACTH sepanjang
chemoreceptor
trigger
zone
(CTZ)
menghambat
pusat
muntah/medulla oblongata. Menurut pengobatan tradisional China titik perikardium 6 terhubung dengan internal pathways yang mengalirkan energi melalui tubuh, sehingga stimulasi pada titik ini mampu meningkatkan kesehatan
seseorang
dengan
cara
memperlancar
aliran
energi (chi
(Sukanta,2008). Tindakan
utama
akupresur
dianggap
menutup
gerbang
untuk
menghambat perjalanan rangsang mual muntah maupun nyeri pada pusat yang lebih tinggi pada sistem saraf pusat. Selanjutnya, rangsangan taktil dan perasaan positif, yang berkembang ketika dilakukan bentuk sentuhan yang penuh perhatian dan empatik, bertindak memperkuat efek akupresur untuk mengendalikan nyeri ataupun perasaan tidak nyaman pada tubuh (Andarmoyo, 2013).
48
Berdasarkan teori menurut Sukanta (2008), efek stimulasi titik tersebut mampu meningkatkan pelepasan beta-endorphin di hipofisis dan ACTH sepanjang chemoreceptor trigger zone (CTZ) untuk menghambat pusat muntah/medulla oblongata. Mual muntah pada kehamilan terjadi karena sekresi hormon plasenta dan hCG yang merangsang chemoreceptor trigger zone dan menstimulasi medulla oblongata untuk memberikan respon mual dan muntah. Oleh karena itu, penekanan di titik pericardium 6 ini akan merangsang chemoreceptor trigger zone yang memicu pusat muntah untuk menekan kembali keinginan untuk mual dan muntah, sehingga mual muntah berkurang atau tidak terjadi. Selain itu, stimulasi pada titik ini akan dapat mengeluarkan endorfin yang dapat memberikan efek tenang, senang dan rileks yang dapat menurunkan mual muntah, karena diketahui pula bahwa salah satu faktor predisposisi mual muntah adalah kondisi psikologis yang tidak stabil. Sehingga gejala-gejala morning sickness berkurang ditandai dengan penurunan skor morning sickness dikarenakan pemberian terapi akupresur pada titik pericardium 6. Terapi komplenter seperti akupresur ini dapat efektif membantu dalam manajemen mual muntah (Lee, et al, 2008). Berdasarkan penelitian ini skor morning sickness pada kelompok eksperimen memang mengalami penurunan. Namun, ada 2 orang responden yang tidak mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena pengaruh dari psikologis ibu yang masih belum stabil untuk beradaptasi dengan kehamilannya, serta ibu yang bekerja di pabrik. Hal ini sesuai dengan teori
49
menurut Tiran (2008) yang menyatakan bahwa morning sickness tidak hanya dipengaruhi oleh perubahan hormonal pada kehamilan saja, namun juga dapat dipengaruhi oleh psikosipiritual, sosiokultural dan lingkungan. Walaupun terapi akupresur diberikan, namun bila kondisi psikospiritual, sosiokultural, dan lingkungan ibu tidak mendukung, maka gejala morning sickness dapat tidak mengalami penurunan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Utami (2014), yang berjudul “Pengaruh Akupresur pada Titik P6 terhadap Mual Muntah Lambat Akibat Kemoterapi pada Anak Usia Sekolah dengan Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)”. Hasil penelitian ini menunjukkan sebelum diberikan akupresur titik P6, sebanyak 13 responden (76,5%) mengalami mual muntah berat, 4 responden (23,5%) mengalami mual muntah sedang dan tidak ada responden mengalami mual muntah ringan. Setelah diberikan akupresur titik P6 sebanyak 12 responden (70,6%) mengalami mual muntah ringan, 5 responden (29,4%) mengalami mual muntah sedang dan tidak ada responden mengalami mual muntah berat. Selain itu, penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2014) yang berjudul “Pengaruh Akupresur pada Titik ST 36 dan PC 6 terhadap Penurunan Mual Muntah pada Ibu Hamil Trimester I di Kecamatan Magelang Utara”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pemberian terapi akupresur terhadap penurunan mual muntah pada ibu hamil trimester pertama.
50
Penelitian ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Priyanti (2014) yang berjudul “Cara Mengatasi Morning Sickness pada Ibu Hamil Trimester I di BPS Ny. Wahyu Surowati Desa Warungdowo Pohjentrek Pasuruan” didapatkan hasil bahwa akupresur merupakan cara yang efektif untuk mengobati morning sickness pada ibu hamil trimester I.