BAB V PEMBAHASAN A. Asupan Karbohidrat Berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan food recall 1 x 24 jam yang dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada hari latihan dan hari tidak latihan diketahui bahwa atlet sekolah sepak bola UNI Bandung makan utama sebanyak 3 kali sehari dengan makanan selingan 1-2 kali sehari. Makanan kurang bervariasi karena sebagian besar sumber karbohidrat didapatkan dari nasi, mie dan roti saja. Asupan karbohidrat paling rendah 169,5 gram/hari dan asupan tertinggi 369,05 gram/hari. Menurut Depkes (1997) kebutuhan karbohidrat untuk atlet adalah 60-70% kebutuhan energi. Berdasarkan AKG (Angka Kecukupan Gizi) 2013 asupan minimal karbohidrat usia 13-16 tahun adalah 376,87 gram / hari sedangkan asupan rata-rata karbohidrat atlet sekolah sepak bola UNI Bandung adalah 248,15 gram / hari atau 65,8% dari angka kecukupan gizi dan termasuk ke dalam kategori defisit tingkat berat. Menurut Irawan (2007) seorang atlet setidaknya memenuhi kebutuhan energi yang berasal dari karbohidrat sebesar 55-65%. Konsumsi karbohidrat yang tinggi dalam sehari-hari terutama sebelum berolahraga bertujuan untuk meningkatkan simpanan glikogen di dalam tubuh dan untuk menjaga level glukosa dalam darah sehingga laju produksi energi melalui pembakaran
80
karbohidrat pada saat berolahraga dapat tetap terjaga. Asupan karbohidrat defisit tingkat berat seperti yang terjadi pada atlet sekolah sepak bola UNI Bandung akan menyebabkan kurangnya cadangan glikogen dan berakibat pada kelelahan pada saat melakukan latihan atau pertandingan. B. Asupan Lemak Berdasarkan hasil wawancara menggunakan food recall 1 x 24 jam sebanyak 2 kali yang dilakukan pada hari latihan dan tidak latihan diperoleh asupan rata-rata lemak yang paling tinggi adalah 100,4 gram sedangkan yang terendah adalah 39,4 gram. Rata-rata asupan lemak 68 sampel adalah 62,67 gram / hari. Angka Kecukupan Gizi 2013 menganjurkan kecukupan lemak untuk usia 13-16 tahun adalah 91,78 gram / hari. Rata-rata asupan lemak sampel memenuhi 68,28% dari AKG 2013 atau dapat dikatakan rata-rata asupan lemak atlet sekolah sepak bola UNI Bandung termasuk kategori defisit tingkat berat. WHO menganjurkan asupan lemak 15-30% dari kebutuhan energi atau setara dengan 45,7 – 91,4 gram / hari. Jumlah ini memenuhi kebutuhan lemak esensial dan untuk membantu penyerapan vitamin larut lemak (Almatsier, 2001). Lemak penting bagi metabolisme tubuh tetapi bukan merupakan sumber energi yang utama dalam olahraga dengan intensitas ringan – berat. Lemak merupakan sumber yang baik bagi aktifitas otot selama olahraga aerobik tetapi konsumsi lemak yang berlebihan sangat tidak dianjurkan. Atlet yang
81
mengkonsumsi makanan tinggi lemak akan mengkonsumsi karbohidrat yang lebih sedikit. Asupan lemak yang rendah (kurang dari 15% dari kebutuhan energi) akan berdampak pada daya tahan saat berolahraga (Mahan, 2008). C. Asupan Protein Berdasarkan hasil wawancara menggunakan food recall 1 x 24 jam sebanyak 2 kali yang dilakukan pada hari latihan dan tidak latihan diketahui bahwa atlet sekolah sepak bola UNI Bandung mendapatkan sumber protein yang berasal dari susu dan telur yang dikonsumsi setiap hari. Asupan rata-rata protein yang paling tinggi adalah 92,2 gram sedangkan yang terendah adalah 28,25 gram. Rata-rata asupan protein 69 sampel adalah 59,77 gram/hari. Menurut Angka Kecukupan Gizi 2013 kecukupan protein untuk usia 13 – 16 tahun adalah 76,69 gram / hari. Rata-rata asupan protein atlet sekolah sepak bola UNI Bandung 77,94% dari AKG atau termasuk kategori defisit sedang. Kekurangan protein akan mengganggu fungsi utama protein sebagai bahan pembangun tubuh dan untuk memperbaiki jaringan yang rusak karena cadangan protein akan dipecah dan digunakan sebagai energi terutama saat cadangan glikogen habis. Protein dibutuhkan untuk pertumbuhan dan pembentuk jaringan baru. Olahraga memicu aktivasi enzim yang mengoksidasi asam amino di dalam otot dan digunakan sebagai sumber energi. Intensitas olahraga yang tinggi dan durasi yang panjang seperti olahraga sepak bola akan memecah protein untuk
82
dijadikan sumber energi. Frekuensi latihan 4 x dalam 1 minggu membutuhkan asupan protein yang cukup untuk menunjang latihan dan proses pertumbuhan.
D. Asupan Zat Besi Zat besi berperan dalam sintesis hemoglobin di dalam tubuh yang akan menangkap oksigen dan mengedarkan ke seluruh tubuh. Olahraga aerobik seperti sepak bola membutuhkan oksigen dalam proses produksi energinya. Sumber zat besi berasal dari kacang-kacangan, protein hewani dan sayuran hijau. Berdasarkan hasil recall 1x 24 jam yang dilakukan pada hari latihan dan tidak latihan diketahui bahwa atlet sekolah sepak bola UNI Bandung kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung sumber zat besi. Asupan terendah zat besi adalah 2,9 gram sedangkan asupan tertinggi adalah 20,05. Anjuran asupan zat besi dari Angka Kecukupan Gizi tahun 2013 untuk usia 13-16 tahun adalah 17,96 mg / hari. Asupan rata-rata zat besi atlet sekolah sepak bola UNI Bandung adalah 7,98 mg atau dapat dikatakan asupan zat besi atlet memenuhi 44,43% AKG dan termasuk kategori defisit tingkat berat. Menurut Smith (1989) asupan zat besi untuk laki-laki usia 11-18 tahun adalah 18 mg / hari. Penyerapan zat besi akan optimal jika dibantu dengan vitamin C, baik itu yang didapat dari makanan seperti buah-buahan dan sayuran maupun yang berasal dari suplemen. Rata-rata asupan vitamin C atlet sekolah sepak bola
83
UNI Bandung adalah 70,14 mg sedangkan rekomendasi AKG 2013 (Angka Kecukupan Gizi 2013) untuk usia 13-16 tahun adalah 78.97 mg / hari.
E. Kadar Hemoglobin Darah Kadar hemoglobin darah didapatkan dengan pengukuran langsung, darah sampel yang diambil sebanyak 0,02 ml dilarutkan dengan larutan cyanmet sebanyak 5 ml, lalu dimasukkan ke dalam spektrofotometer. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut didapatkan kadar hemoglobin terendah adalah 11,08 gr/dl sedangkan kadar hemoglobin tertinggi adalah 16,94 gr/dl. Rata-rata kadar hemoglobin adalah 13,98. Hasil pengukuran kadar hemoglobin dibandingkan dengan nilai normal yaitu 13 gr/dl didapatkan bahwa sebanyak 18 orang dari 68 sampel atau 26,5% dari jumlah sampel memiliki kadar hemoglobin yang rendah dan sebanyak 50 orang dari 68 sampel atau 73,5% dari jumlah sampel memiliki kadar hemoglobin yang normal. Kadar hemoglobin yang rendah dapat dikarenakan asupan zat besi yang tidak cukup sehingga sintesis hemoglobin terganggu. Zat besi tidak akan optimal penyerapannya apabila tidak dibantu dengan vitamin C. Selain itu konsumsi tannin yang berasal dari teh akan menghambat penyerapan zat besi. Berdasarkan hasil recall pada atlet sekolah sepak bola UNI Bandung diketahui bahwa beberapa responden mengkonsumsi teh bersamaan dengan waktu makan.
84
F. Daya Tahan Daya tahan diukur dengan bleep test dimana sampel harus berlari mengikuti irama bleep dengan lintasan lari 20 meter. Berdasarkan bleep test diperoleh data VO2 maksimal terendah adalah 30 ml O2/kg BB/menit sedangkan nilai VO2 maksimal tertinggi adalah 58 ml O2/kg BB/menit. Berdasarkan tingkat prestasi pemain sampel termasuk ke dalam kategori pemain amatir tingkat regional yang memiliki standar nilai VO2 maksimal 50,0 ml O2/kg BB/menit. Rata-rata nilai VO2 maksimal atlet sekolah sepak bola UNI Bandung adalah 46,48 ml O2/kg BB/menit. Rata-rata nilai VO2 maksimal atlet sekolah sepak bola UNI Bandung tersebut masih kurang dari standar pemain amatir regional. Dibandingkan dengan nilai VO2 maksimal berdasarkan umur maka terdapat 2 orang yang memiliki nilai VO2 maksimal sangat buruk dan 1 orang yang memiliki nilai VO2 maksimal buruk. Frekuensi terbanyak ada pada kategori cukup yaitu sebanyak 28 orang dan kategori baik sebanyak 24 orang sedangkan pada kategori sangat baik sebanyak 12 orang dan terdapat 2 orang yang memiliki nilai VO2 maksimal sangat baik sekali. VO2 maksimal dipengaruhi oleh jenis latihan, durasi latihan dan intensitas latihan. Jenis latihan pemain sepak bola pada posisi penjaga gawang akan berbeda dengan pemain sepak bola pada posisi penyerang atau gelandang. Kecepatan dan daya tahan akan sangat dibutuhkan bagi penyerang dan
85
gelandang karena harus berlari sprint dalam waktu tertentu dan harus memperetahankan stamina dalam waktu 2 x 45 menit. VO2 maksimal juga dipengaruhi oleh faktor genetik yaitu kapasitas jantung paru yang berbeda-beda setiap orang dan dapat diubah dengan latihan. Sekolah sepak bola UNI memiliki program latihan daya tahan selama 2 minggu dalam 1 bulan atau sebanyak 8 kali pertemuan, satu kali pertemuan durasi latihan 1,5 – 2 jam. Latihan yang dilakukan diantaranya adalah latihan fisik, taktik, tekhnik, dan mental. Latihan tekhnik terdiri dari : passing, dribbling, controlling, heading, shooting, capping, fainting. Latihan fisik terdiri dari latihan daya tahan, kekuatan, kelenturan, kelincahan, koordinasi, keseimbangan dan kecepatan. Latihan taktik dilakukan oleh individu, unit dan tim serta latihan mental yang terdiri dari : sikap percaya diri, disiplin, kerjasama dan motivasi. G. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Daya Tahan Atlet Sekolah Sepak Bola UNI Bandung Tahun 2015 Berdasarkan analisis bivariat menunjukkan hubungan yang signifikan antara asupan karbohidrat dan daya tahan dengan nilai p = 0,014. Hasil ini sejalan dengan penelitian Mahon (2014) yang menunjukkan hubungan yang signifikan antara asupan karbohidrat dan daya tahan dengan nilai p = 0,001 dan nilai r = 0,75 dengan tingkat hubungan yang kuat. Hasil uji regresi pada
86
penelitian Permatasari (2013) juga menunjukkan hubungan positif dan signifikan dengan nilai p = 0,003 dan nilai r = 0,384. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Widiastuti (2008) juga menunjukkan hubungan yang lemah dan tidak berkorelasi (r = 0,151; p>0,05). Ferry (2008) dalam penelitiannya juga menyebutkan tidak ada korelasi yang signifikan antara asupan karbohidrat dengan daya tahan (VO2 maksimal) dengan nilai p = 0,751. Sebuah studi eksperimen mengenai suplementasi CHO sebelum olahraga tidak menunjukkan adanya perbedaan performa yang signifikan antara yang diberi suplemen CHO dengan yang diberikan placebo (Gomes, 2013). Hal tersebut dikarenakan jumlah sampel yang kecil, semakin kecil jumlah sampel maka semakin besar bias pada penelitian. Daya tahan tergantung pada kekuatan aerobik, didukung dengan ketersediaan karbohidrat dan lemak (Stump, 2012). Karbohidrat dipecah menjadi glukosa yang beredar dalam pembuluh darah dan dapat segera digunakan sebagai sumber energi. Sebagian lagi disimpan di otot dan hati dalam bentuk glikogen atau jika asupan berlebih akan disimpan dalam bentuk lemak. Semakin besar glikogen yang dapat disimpan semakin besar cadangan energi yang akan digunakan untuk berolahraga (Duyff, 2002). Jumlah simpanan glikogen yang terdapat di dalam tubuh merupakan salah satu faktor penentu performa seseorang. Atlet yang mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah yang besar dalam sehari-hari akan memiliki simpanan glikogen
87
yang relatif besar. Simpanan glikogen yang rendah seorang atlet dalam menjalankan latihan / pertandingan akan cepat merasa lelah sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan performa olahraga (Irawan, 2007). Atlet sepak bola saat melakukan lari sprint (intensitas tinggi) menggunakan glikogen otot sebagai sumber energi utama. Jika dilakukan berulang-ulang selama pertandingan berlangsung, cadangan glikogen otot menipis dan otot harus menggunakan karbohidrat dari sumber yang lain yaitu glukosa darah. Glukosa darah sebagian berasal dari pemecahan asam amino dan sebagian lagi berasal dari glikogen hati. Ketika cadangan glikogen hati menipis kadar gula darah akan rendah sehingga atlet tidak mampu lagi melakukan latihan dengan durasi dan intensitas yang sama karena merasa kelelahan. Hal inilah yang terjadi pada atlet sekolah sepak bola UNI Bandung yang memiliki rata-rata daya tahan dibawah standar pemain amatir regional. Dibandingkan dengan angka kecukupan gizi 2013 termasuk ke dalam kategori defisit tingkat berat. Oleh sebab itu asupan karbohidrat yang cukup akan mampu menjaga daya tahan saat latihan / pertandingan (Bean, 2008).
H. Hubungan Asupan Lemak dengan Daya Tahan Atlet Sekolah Sepak Bola UNI Bandung Tahun 2015 Hasil uji korelasi responden diperoleh hubungan yang signifikan dengan nilai p = 0,023. Hasil ini sejalan dengan penelitian Konig et. al (2003) yang
88
mengatakan bahwa asam lemak jenuh lebih rendah (p < 0,01) dan asam lemak tidak jenuh lebih tinggi (p < 0,05) pada status daya tahan kardiorespiratori yang baik. Berbeda dengan penelitian Pertiwi (2012) bahwa asupan lemak tidak mempengaruhi daya tahan dengan nilai p = 0,653. Uji regresi menunjukkan kontribusi asupan lemak terhadap daya tahan sebesar 0,7% atau dengan kata lain sebedsar 99,3% daya tahan dipengaruhi oleh faktor lain. Daya tahan tidak hanya dipengaruhi oleh asupan makanan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain yang meningkatkan daya tahan seperti olahraga aerobik dan latihan sepak bola yang rutin. Penelitian BJ O’Brien (2008) mengatakan bahwa terdapat peningkatan konsumsi oksigen yang menandakan peningkatan daya tahan setelah melakukan latihan interval yang rutin. Latihan daya tahan yang rutin akan meningkatkan oksidasi lemak dalam tubuh. PJ Horvath (2000) dalam penelitiannya mengatakan bahwa baik olahraga aerobik maupun olahraga anaerobik tidak tergantung pada tingkat asupan lemak. Daya tahan meningkat baik pada orang yang mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak rendah maupun lemak sedang. Penggunaan lemak memungkinkan penghematan cadangan karbohidrat (glikogen) di dalam otot dan dapat meningkatkan daya tahan otot (Giriwijoyo, 2012). Otot akan menggunakan asam lemak sebagai energi ketika glukosa darah menurun. Apabila hal tersebut berlangsung lebih dari beberapa menit maka hormon epinephrine akan memberikan sinyal agar memecah lemak
89
didalam sel yang disimpan dalam bentuk trigliserida dan membebaskan asam lemak ke dalam darah (Whitney, 2008). Cadangan lemak yang tidak cukup menyebabkan sintesis energi yang kurang dalam keadaan glukosa darah yang rendah. Rata-rata asupan lemak atlet sekolah sepak bola UNI Bandung yang termasuk kategori defisit tingkat berat menyebabkan cadangan energi yang dihasilkan untuk olahraga menurun sehingga menurunkan daya tahan.
I. Hubungan Asupan Protein dengan Daya Tahan Atlet Sekolah Sepak Bola UNI Bandung Tahun 2015 Berdasarkan analisis bivariat dengan menggunakan uji korelasi diperoleh hubungan yang signifikan antara asupan protein dan daya tahan dengan nilai p = 0,107. Hasil ini sejalan dengan penelitian Permatasari (2012) yang juga menunjukkan hubungan yang signifikan antara asupan protein dan daya tahan dengan nilai p = 0,001 dan derajat hubungan sedang dengan nilai r = 0,430. Penelitian yang dilakukan oleh Konig, et al (2003) pada 80 remaja juga mengatakan terdapat hubungan yang signifikan antara asupan protein dengan daya tahan. Berbeda dengan penelitian Putra (2014) yang menyatakan hubungan yang tidak signifikan antara asupan proten dan daya tahan dengan nilai p = 0,365. Hal ini dikarenakan jumlah sampel yang sedikit, semakin sedikit jumlah sampel maka bias penelitian akan semakin besar.
90
Protein mempunyai fungsi penting sebagai bahan dasar bagi pembentukan jaringan tubuh dan memperbaiki jaringan tubuh yang telah rusak. Olahraga memicu aktivasi enzim yang mengoksidasi asam amino di dalam otot dan digunakan sebagai sumber energi. Sebuah penelitian dari Giannopoulou (2013) yang melibatkan 2845 sampel, menyatakan olahraga meningkatkan kebutuhan asam amino yang ditunjang dengan suplemen asam amino. Kerksick et. al (2008) mengatakan bahwa pemecahan asam amino terjadi setelah olahraga dengan intensitas berat Kebutuhan protein akan meningkat karena dua hal yaitu untuk mengkompensasi peningkatan pemecahan protein ketika cadangan glikogen otot menipis dan sebagai tambahan protein untuk proses pemulihan jaringan otot setelah latihan (Bean, 2008). Latihan / pertandingan dengan intensitas sedang-berat dan durasi yang panjang akan menghabiskan cadangan glikogen dan memecah asam amino (Whitney, 2008). Asam amino esensial seperti leusin dioksidasi selama latihan / pertandingan. Asam amino dapat dikonversi menjadi glutamate dengan enzin glutamate dehidrogenase lalu menjadi alanin dengan enzim glutamate-piruvat transaminase. Alanin bersama dengan laktat dan piruvat adalah prekursor pembentukan glukosa (glukoneogenesis). Melalui mekanisme inilah beberapa asam amino memegang peranan penting dalam menjaga keseimbangan kadar gula darah selama latihan dan penggantian glikogen selama masa pemulihan (GA Brooks, 1987).
91
Atlet sekolah sepak bola UNI Bandung memiliki rata-rata asupan protein yang termasuk ke dalam kategori defisit tingkat berat yang menyebabkan cadangan protein yang rendah. Cadangan protein yang rendah dalam tubuh akan menghambat proses pemulihan untuk memperisapkan sesi latihan / pertandingan berikutnya dan menyebabkan latihan tidak optimal. Hal inilah yang menyebabkan atlet sekolah sepak bola UNI Bandung memiliki rata-rata daya tahan yang masih kurang dari standar pemain amatir regional.
J. Hubungan Asupan Zat Besi dengan Daya Tahan Atlet Sekolah Sepak Bola UNI Bandung Tahun 2015 Hasil analisis bivariat menggunakan uji korelasi menunjukkan hubungan yang tidak signifikan antara asupan zat besi dan daya tahan dengan nilai p = 0,127. Hasil ini sejalan dengan penelitian Sinamo (2012) yang menunjukkan hubungan yang tidak signifikan antara asupan zat besi dengan daya tahan pada responden laki-laki dengan nilai p = 0,594. Studi eksperimen Nafita (2012) mengenai pemberian suplemen zat besi selama 2 minggu serta pengaruhnya terhadap daya tahan juga menunjukkan hubungan asupan zat besi dan daya tahan yang tidak signifikan dengan nilai p = 0,59. Hal tersebut dikarenakan waktu pemberian suplemen yang kurang sehingga kurang memberikan dampak pada daya tahan.
92
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurwidiastuti (2012) yang menunjukkan adanyan hubungan yang signifikan antara asupan zat besi dengan daya tahan dengan nilai p = 0,05. Hal ini karena jumlah sampel minimal yang diambil lebih besar, semakin besar sampel maka bias penelitian akan semakin kecil. Zat besi memiliki peran dalam pembentukan hemoglobin darah yang bertugas menangkap oksigen yang masuk ke dalam tubuh dan mengedarkan ke seluruh tubuh sebagai bahan untuk menghasilkan energi secara aerobik. Zat besi akan direduksi dari ferri menjadi ferro di dalam saluran cerna, sehingga mudah diabsorbsi yang selanjutnya bergabung dengan protein membentuk hemoglobin. Asupan zat besi yang rendah dapat menyebabkan berkurangnya oksigen yang masuk. Daya tahan kardiorespiratori adalah kemampuan unutk menerima, menyampaikan dan mengekstrak oksigen menjadi pekerjaan fisik. Olahraga endurance membutuhkan oksigen untuk pembentukan energi. Asupan zat besi atlet sepak bola UNI Bandung termasuk ke dalam kategori defisit tingkat berat dan menyebabkan daya tahan menurun.
93
K. Hubungan Kadar Hemoglobin dengan Daya Tahan Atlet Sekolah Sepak Bola UNI Bandung Tahun 2015 Hasil uji korelasi antara kadar hemoglobin dengan daya tahan diperoleh hubungan yang tidak signifikan dengan nilai p = 0,477. Hubungan yang tidak signifikan antara variabel kadar hemoglobin dan daya tahan juga ditunjukkan dalam penelitian Arum (2012) dengan nilai p = 0,802 dan nilai r = 0,045. Berbeda dengan penelitian Huldani (2010) yang menyatakan bahwa penurunan konsumsi oksigen maksimum sebesar 16% dan penurunan nilai hemoglobin akan menurunkan konsumsi oksigen maksimum sebesar 47%. Artinya semakin rendah kadar hemoglobin darah atau semakin berat kejadian anemia, akan memperbesar penurunan konsumsi oksigen. Sebanyak 18 orang (26,5%) atlet sekolah sepak bola UNI Bandung memiliki kadar hemoglobin yang rendah dan terindikasi menimbulkan sport anemia. Faktor yang dapat menimbulkan sport anemia salah satunya adalah penyerapan zat besi yang rendah. Penyerapan zat besi dibantu dengan asupan vitamin C. Atlet sekolah sepak bola UNI Bandung memiliki rata-rata asupan vitamin C yang yaitu 70,14 mg / hari yang termasuk kategori defisit tingkat ringan. Selain itu dari hasil recall diketahui bahwa terdapat bahan makanan yang mengandung tannin seperti teh yang dikonsumsi bersamaan dengan waktu makan. Tannin akan menghambat penyerapan zat besi yang akan berdampak pada rendahnya kadar hemoglobin pada beberapa responden dan
94
tentunya akan berdampak pada daya tahan karena hemoglobin merupakan pembawa oksigen dari paru-paru keseluruh jaringan tubuh sehingga mempengaruhi nilai VO2 maksimal.
95