BAB V PEMBAHASAN
A. Tebal Epitel Tubulus Seminiferus Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil berupa terdapat perbedaan tebal epitel tubulus seminiferus yang bermakna antara kelompok yang tidak mendapat paparan asap rokok (KN), kelompok yang mendapat paparan asap rokok saja (KK(-)) dan kelompok yang mendapat paparan asap rokok serta ekstrak akuades biji sirsak (KP 1, KP2 dan KP3). KN yang tidak mendapat paparan asap rokok memiliki tebal epitel yang paling besar dibandingkan kelompok yang mendapat paparan asap rokok (KK(-), KP1, KP2 dan KP3). Hal ini sejalan dengan penelitian Mohammed et al. (2011) dan Galam et al. (2013), yang menyatakan bahwa paparan asap rokok dan kandungan nikotin dapat mempengaruhi tebal epitel tubulus seminiferus. Paparan asap rokok dapat mempengaruhi tebal epitel tubulus seminiferus kemungkinan melalui mekanisme apoptosis sel germinal dan sel sertoli yang menyusun epitel tubulus seminiferus. Apoptosis sel germinal dan sel sertoli dipicu oleh kerusakan DNA akibat peningkatan stres oksidatif yang ditimbulkan oleh kandungan zat kimia pada asap rokok (Abdul-Ghani et al., 2014; La Maestra et al., 2015).
45
46
Sel germinal testis yang menyusun epitel tubulus seminiferus sangat rentan terhadap stres oksidatif karena tingkat metabolismenya yang tinggi. Selain itu, organ testis merupakan organ yang sangat rentan terhadap hipoksia karena tingkat kebutuhan metabolismenya yang tinggi namun tidak disertai dengan vaskularisasi yang cukup (Dai et al., 2015). Penurunan fungsi mitokondria sel germinal karena stres oksidatif serta asupan oksigen yang berkurang akibat paparan asap rokok dapat menyebabkan hipoksia yang berujung pada apoptosis sel germinal testis (Ahmadnia et al., 2007). Asap rokok selain menyebabkan kerusakan sel germinal juga dapat menyebabkan kerusakan sel leydig dan sel sertoli. Kerusakan sel leydig yang berperan dalam produksi testosteron dan sel sertoli yang merupakan sel penyokong secara tidak langsung berpengaruh terhadap gangguan proses spermatogenesis (Ahmadnia et al., 2007). Kelompok yang mendapat paparan asap rokok serta ekstrak akuades biji sirsak (KP1, KP2 dan KP3) memiliki tebal epitel yang lebih besar bila dibandingkan kelompok yang hanya mendapat paparan asap rokok saja (KK(-)). Hal ini kemungkinan terjadi karena kandungan antioksidan dalam ekstrak biji sirsak mampu menetralisir oksidan dan mengurangi terjadinya stres oksidatif yang dapat merusak sel (Agbai et al., 2015; Vijayameena et al., 2013; Ukwubile, 2012; Gajalakshmi et al., 2012). Ekstrak akuades biji sirsak yang diambil dengan metode maserasi memiliki kandungan antioksidan yang paling tinggi dibandingkan dengan metode
47
soxhletasi dan lyophilisation atau freeze drying (Raybaudi-Massilia et al., 2015). Ekstrak akuades biji sirsak memiliki kandungan superoksida dismutase (SOD), katalase, vitamin C, vitamin E dan acetogenin yang dapat berperan sebagai antioksidan. SOD dan katalase adalah antioksidan enzimatik sedangkan acetogenin dapat menetralisir radikal hidroksil dan peroksil sehingga dapat berperan sebagai agen pemutus rantai oksidasi. Vitamin C dan vitamin E dapat menetralisir radikal bebas melalui transfer elektron (Vijayameena et al., 2013). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Mohammed et al. (2011) yang menyatakan bahwa kandungan katalase dan vitamin E mampu mengurangi penurunan tebal epitel tubulus seminiferus akibat paparan asap rokok. Pada kelompok yang mendapat paparan asap rokok dan ekstrak akuades biji sirsak dosis 14 mg/ 20 g BB, 21 mg/ 20 g BB dan 28 mg/ 20 g BB (KP 1, KP2 dan KP3), perbedaan dosis ekstrak akuades biji sirsak menunjukkan perbedaan tebal epitel tubulus seminiferus. KP1 tidak menunjukkan perbedaan tebal epitel tubulus seminiferus yang signifikan dibandingkan dengan KP2, meski begitu KP1 dan KP2 menunjukkan perbedaan tebal epitel tubulus seminiferus yang bermakna bila dibandingkan dengan KP3. Rata-rata tebal epitel tubulus seminiferus pada KP3 lebih besar dibandingkan dengan KP1 dan KP2. Hasil ini sejalan dengan penelitian Agbai et al. (2015) yang menyatakan bahwa semakin besar dosis ekstrak akuades biji sirsak yang diberikan semakin dapat mengurangi stres oksidatif yang terjadi dalam tubuh. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena terdapat lebih banyak
48
kandungan antioksidan pada dosis ekstrak yang lebih besar, sehingga lebih dapat mengurangi kerusakan epitel tubulus seminiferus akibat paparan asap rokok.
B. Diameter Tubulus Seminiferus Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, tampak bahwa terdapat penurunan diameter tubulus seminiferus yang signifikan secara statistik pada kelompok yang dipapar asap rokok dibandingkan dengan dengan kelompok yang tidak dipapar asap rokok. KN yang tidak dipapar asap rokok memiliki ukuran diameter tubulus seminiferus paling besar dibandingkan dengan KK(-) KP1, KP2 dan KP3 yang dipapar asap rokok. Hal tersebut sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa paparan asap rokok dapat menimbulkan kerusakan pada tubulus seminiferus testis yang ditandai dengan penurunan diameter tubulus seminiferus (Ahmadnia et al., 2007; Mohammed, 2011; Cho Ping et al., 2014). Penuruan diameter tubulus seminiferus akibat paparan asap rokok kemungkinan terjadi karena zat kimia dalam asap rokok. Kandungan zat kimia dalam asap rokok dapat mempengaruhi morfologi tubulus seminiferus testis melalui mekanisme peningkatan stres oksidatif yang dapat menyebabkan kerusakan sel dan jaringan penyusun tubulus seminiferus (La Maestra et al., 2015; Abdul-Ghani et al., 2014). KP1, KP2, dan KP3 (kelompok perlakuan yang diberikan paparan asap rokok dan dosis esktrak akuades biji sirsak dosis 14 mg/ 20 g BB, 21 mg/ 20 g BB dan
49
28 mg/ 20 g BB) tidak menunjukkan perbedaan diameter tubulus seminiferus bila dibandingkan dengan KK(-) (kelompok yang hanya mendapat paparan asap rokok tanpa pemberian ekstrak akuades biji sirsak). Hasil tersebut kemungkinan terjadi karena kandungan antioksidan dalam ekstrak akuades biji sirsak belum mampu melakukan perlindungan maksimal terhadap kerusakan diameter tubulus seminiferus. Kandungan antioksidan yang paling tinggi dalam ekstrak akuades biji sirsak adalah Superoksida Dismutase (Vijayameena et al., 2014). Kandungan SOD yang tinggi saja kemungkinan tidak cukup untuk memberikan perlindungan maksimal terhadap stres oksidatif jika tidak disertai dengan kandungan katalase atau gluthatione peroxidase yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan SOD bekerja sama dengan katalase dan gluthatione peroxidase dalam menetralisir radikal bebas. SOD akan mengubah anion superoksida menjadi hidrogen peroksida dan oksigen. Hidrogen peroksida merupakan salah satu jenis ROS dan dapat menyebabkan stres oksidatif. Hidrogen peroksida selanjutnya diubah menjadi air dan oksigen oleh enzim katalase dan gluthatione peroxidase, sehingga tanpa enzim katalase dan gluthatione peroxidase, radikal bebas seperti superoksida tidak dapat dipecah menjadi oksigen dan air (Smith et al., 2005). Antioksidan yang bekerja pada testis harus dapat melindungi seluruh komponen penyusun tubulus seminiferus agar dapat menjaga diameter tubulus seminiferus tetap normal. Tubulus seminiferus disusun oleh epitel tubulus yang terdiri sel germinal dan sel sertoli, lamina basalis dan tunika jaringan ikat fibrosa
50
(Junqueira, 1998). Berdasarkan hal tersebut, terdapat kemungkinan bahwa jumlah antioksidan yang mampu melindungi epitel tubulus seminiferus pada penelitian ini belum tentu mampu melindungi diameter tubulus seminiferus. Hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Santoso (2011) dan Noorhafiza (2013) yang mengatakan bahwa kandungan antioksidan dalam ekstral herbal mampu mengurangi kerusakan diameter tubulus seminiferus akibat paparan asap rokok. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena adanya perbedaan jumlah dan jenis antioksidan yang terdapat dalam ekstrak biji sirsak pada penelitian ini dengan antioksidan yang terdapat dalam ekstrak biji bunga matahari dan ekstrak madu yang digunakan dalam penelitian Santoso (2011) dan Noorhafiza (2013). Disamping itu, lama perlakuan hewan coba antara penelitian ini dengan penelitian Santoso (2011) dan Noorhafiza (2013) juga dapat mempengaruhi perbedaan hasil penelitian yang didapatkan.