BAB V MODEL INSTRUKSI LANGSUNG DALAM PEMBELAJARAN TINDAK TUTUR BERTANYA GURU 5.1 Model Pembelajaran 5.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Pengertian model pembelajaran menurut Dewey, pengajaran merupakan gambaran suatu lingkungan pembelajaran, yang juga meliputi perilaku kita sebagai guru saat model tersebut diterapkan. Model-model ini memiliki banyak kegunaan yang menjangkau segala bidang pendidikan, mulai dari materi perencanaan dan kurikulum hingga materi perencanaan instruksional (Joyce, 2009. Terj: 30). Sedangkan menurut Kemp (Rusman, 2010: 138) suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dick and Carey juga menyebutkan bahwa pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada peserta didik atau siswa (Rusman, 2010:138). Upaya mengimplementasikan rencana pembelajaran yang telah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun dapat tercapai secara optimal, maka diperlukan suatu metode yang digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efesien untuk mencapai tujuan pendidikannya.
162
163
Kegunaan model-model dalam pembelajaran adalah merespon informasi {Information processing models) menekankan cara-cara dalam meningkatkan dorongan alamiah untuk membentuk makna tentang dunia {sense of the world) dengan memperoleh dan mengolah data, merasakan masalah-masalah dan menghasilkan solusi-solusi yang tepat, serta mengembangkan konsep dan bahasa untuk mentransfer solusi atau data. Bagi para guru, baik yang baru maupun yang telah berpengalaman, konsep tentang berbagai model pembelajaran merupakan jalan besar untuk mempertahankan profesionalisme guru. Cara penerapan suatu model pembelajaran akan berpengaruh besar terhadap kemampuan siswa dalam mendidik diri mereka sendiri. Guru yang sukses bukan sekadar penyaji yang kharismatik dan persuasive. Lebih jauh, guru yang sukses adalah guru yang melibatkan para siswa dalam tugas-tugas yang sarat muatan kognitif dan sosial, dan mengajari siswa bagaimana mengerjakan tugastugas tersebut secara produktif. Menurut Dilworth (1992:74) “A model is an abstract representation of some real world process, system, subsystem. Model are used in all aspect of life. Model are useful in depicting alternatives and in analysing their performance”. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa model merupakan representasi abstrak dari proses, sistem, atau subsistem yang konkret. Model digunakan
dalam
seluruh
aspek
kehidupan.
Model
bermanfaat
dalam
mendeskripsikan pilihan-pilihan dan dalam menganalisis tampilan-tampilan pilihan tersebut.
164
Pembelajaran merupakan penguasaan atau pemerolehan pengetahuan tentang suatu subjek sebuah keterampilan dengan belajar, pengalaman, atau instruksi. Demikian pula dengan Slevin (2003, h.138) mengatakan bahwa pembelajaran merupakan sebuah perubahan dalam diri seseorang yang disebabkan oleh pengalaman. Lain halnya dengan Skinner, bahwa melihat pembelajaran sebagai proses pengondisian ke arah perilaku spontan, yang dicapai melalui program pelatihan dengan imbalan dan hukuman. Dewey (1916) berpendapat bahwa model pengajaran merupakan suatu lingkungan pembelajaran, yang juga meliputi perilaku kita sebagai guru saat model tersebut diterapkan. Model-model ini memiliki banyak kegunaan yang menjangkau segala bidang pendidikan, mulai dari materi, perencanaan dan kurikulum hingga materi perancangan instruksional (Bruce. 2009. Terj. 30) Menurut pandangan Pieget dan Vygotsky mengemukakan adanya hakikat sosial dari sebuah proses belajar dan juga mengemukakan tentang penggunaan kelompok-kelompok belajar dengan kemampuan anggotanya yang beragam, sehingga terjadi perubahan konseptual. 5.2 Tindak Tutur Tuturan-tuturan dalam suatu peristiwa berbahasa telah banyak mendapat perhatian
para
pakar
pragmatik,
etnografi
komunikasi,
maupun
pakar
sosiolinguistik. Namun demikian, hasil kajian yang banyak dijadikan sebagai acuan dalam bidang ini, hingga dewasa ini adalah dari John L. Austin, seorang folsuf (Inggris). Menurut pandangan Austin yang kemudian dipopulerkan oleh Searle, bahwa “Memakai sebuah bahasa adalah melaksanakan tindak-tindak ujar”
165
(Ibrahim 1995:143). Penegasan Searle tersebut dengan mengambil ungkapan Austin, yang mengatakan bahwa kalimat-kalimat yang diucapkan penutur dan petutur dalam berkomunikasi tidak hanya digunakan untuk mengatakan sesuatu atau untuk memberikan sesuatu, tetapi juga dimaksudkan untuk melakukan sesuatu secara aktif. Austin meletakkan gagasannya tersebut atas dasar argumen, bahwa berbahasa adalah bertindak sehingga teorinya disebut teori tindak tutur (speech act), Austin (1980). Lebih lanjut, Austin mengatakan bahwa tindak tutur adalah keinginan, yakni kata-kata yang melakukan berbagai hal di dunia. Dalam hal ini Austin hendak menegaskan bahwa tindak tutur adalah tindakan itu sendiri, bukan sekedar dalil (proposisi). Dalam mengkaji tindak tutur secara lebih luas, Austin seperti yang dikutip Levinson, (1983-236) membagi tindak tutur menjadi tiga kategori, yakni: (a) tindak lokusi adalah tindak mengucapkan ujaran dengan makna sebagaimana terdapat dalam ujaran. Maksudnya, makna suatu tindak tutur atau tindak ujar langsung dapat ditangkap dari apa yang diujarkan penutur, (b) tindak ilokusi adalah tindak melakukan sesuatu, misalnya pernyataan, pertanyaan, perintah, tawaran, dan sebagainya, dan (c) tindak perlokusi adalah efek yang ditimbulkan oleh ujaran yang disampaikan oleh penutur. Pada perkembangan berikutnya dalam kajian tindak tutur, Searle (1980) yang tidak lain adalah murid Austin sendiri membagi tindak tutur menjadi empat kategori, yaitu: (a) tindak ujar, (2) tindak proposisi, (c) tindak ilokusi, dan (d) tindak perlokusi.
166
Kajian tindak tutur lebih ditekankan pada tindak ilokusi. Berkaitan dengan tindak ilokusi, Searle membaginya atas lima kriteria, yakni (a) asertif (assertives), (b) tindak direktif (directive), (c) komisif (commissive), (d) ekspresif (expressive), dan (e) tindak deklarasi (declaration), (Leech, 1993:164-165). Kelima kategori tersebut diuraikan sebagai berikut. (a). Ilokusi asertif (tindak asertif), merupakan tindak penyampaian proposisi yang benar. Maksudnya adalah penutur terikat pada proposisi yang diungkapkan. Yang termasud ilokusi asertif (tindak asertif) adalah menyatakan, melaporkan, mengeluh, menyarankan, mengusulkan, membual. Umumnya, ilokusi asertif cenderung netral dari aspek prinsip sopan santun, kecuali tindak membual biasa dianggap tidak sopan. (b). Ilokusi direktif (tindak direktif), adalah ilokusi yang dimaksudkan agar petutur (pendengar) melakukan sesuatu tindakan sebagaimana terdapat dalam ujaran, antara lain misalnya perintah, permintaan, saran, rekomendasi. (c). Ilokusi komisif (tindak komisif), yaitu ilokusi yang menuntut penutur terikat pada suatu tindakan di masa depan, misalnya menjanjikan, menawarkan, bersumpah. Jenis ilokusi ini cenderung untuk menyenangkan dan kurang bersifat kompetitif karena tidak mengacu pada kepentingan petutur. Komisif melakukan sebuah perubahan pada dunia dengan maksud menciptakan sebuah kewajiban, namun kewajiban itu berlaku bagi penutur, bukan petutur. Hal itu disebabkan pada unsur kepentingan petutur. (d). Ilokusi ekspresif (tindak ekspresif), yaitu tindak yang dilakukan penutur untuk mengekspresikan perasaan kejiwaannya (sikap psikologis) sehubungan
167
dengan
keadaan
tertentu.
Yang
termasuk
ilokusi
ekpresif
adalah
mengucapkan salam, terima kasih, memberi maaf, mengecam, memuji, dan sebagainya. Seperti halnya ilokusi komisif, ilokusi ekspresif cenderung menyenangkan karena secara intrinsik, ilokusi ini mengacu pada prinsip kesopanan, kecuali untuk ilokusi ekspresif mengecam atau menuduh. (e). Ilokusi deklaratif (tindak deklaratif), yaitu ilokusi yang menghendaki adanya kesesuaian antara isi tuturan atau proposisi dengan realitas yang sebenarnya. Yang termasuk ilokusi deklaratif adalah mengundurkan diri, membaptis, memberi nama, dan sebagainya. Menurut Searle, tindak-tindak tersebut merupakan tindak ujar yang sangat khusus karena tindak itu biasanya dilakukan oleh seorang yang diberi wewenang untuk melakukannya. Tindak tutur juga dibedakan menjadi dua yaitu tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung. Penggunaan tuturan secara konvensional menandai kelangsungan suatu tindak tutur langsung. Tuturan deklaratif, tuturan interogatif, dan tuturan imperatif secara konvensional dituturkan untuk menyatakan suatu informasi, menanyakan sesuatu, dan memerintahkan mitra tutur melakukan sesuatu. Kesesuaian antara modus dan fungsinya secara konvensional inilah yang yang merupakan tindak tutur langsung. Sebaliknya, jika tututan deklaratif digunakan untuk bertanya atau memerintah atau tuturan yang bermodus lain yang digunakan secara tidak konvensional, tuturan itu merupakan tindak tutur tidak langsung.
168
5.3 Model Instruksi Langsung Istilah "instruksi-langsung" telah digunakan oleh beberapa peneliti untuk merujuk pada suatu model pengajaran yang terdiri dari penjelasan guru mengenai konsep atau keterampilan baru terhadap siswa. Penjelasan ini dilanjutkan dengan meminta siswa menguji pemahaman mereka dengan melakukan praktik di bawah bimbingan guru (praktik yang terkontrol, controlled practice), dan mendorong mereka meneruskan praktik di bawah bimbingan guru (praktik yang dibimbing, guided practice) Sebelum menyajikan dan menjelaskan materi baru, akan sangat membantu jika guru membuat sebuah kerangka pelajaran dan mengarahkan materi baru terhadap siswa. Menyusun komentar yang dibuat di awal pelajaran dirancang untuk bisa mengklarifikasi tujuan, prosedur, dan materi yang ada dalam rangkaian pengalaman belajar. Komentar semacam ini berhubungan erat dengan peningkatan partisipasi siswa dalam pelajaran selama aktivitas ini berlangsung dan tentunya dengan segala capaian yang juga mengalami perkembangan. (Block, 1980; Medley; Soar; dan Coker, 1984;. Fisher, dkk., 1980; Medley, 1977). Komentarkomentar ini bisa muncul bermacam-macam, di antaranya (1) aktivitas perkenalan yang dapat memunculkan struktur struktur pengetahuan relevan yang sudah ada pada siswa; (2) mendiskusikan sasaran materi pelajaran; (3) memberikan arahan yang jelas dan eksplisit tentang tugas yang harus dilakukan; (4) menjelaskan materi yang akan digunakan siswa dan aktivitas yang akan mereka jalani selama pelajaran; (5) menyediakan rekapitulasi pelajaran.
169
Sekali konteks pembelajaran ditetapkan, instruksi bisa dimulai dengan menyajikan konsep atau keterampilan baru. Kesuksesan siswa dalam mempelajari materi baru harus sesuai dengan ketuntasan dan kualitas penjelasan guru. Guru yang efektif menghabiskan lebih banyak waktu untuk menjelaskan dan menyajikan materi baru dibandingkan guru yang kurang efektif (Rosenshine, 1985). Praktik-praktik presentasi yang muncul untuk memfasilitasi pembelajaran mencakup: (1) menyajikan materi dengan langkah-langkah yang singkat sehingga satu point/inti pelajaran bisa dikuasai dalam satu waktu; (2) menyediakan beberapa bahkan beragam contoh mengenai keterampilan atau konsep baru; (3) memeragakan,
atau
memberikan
gambaran
naratif,
mengenai
tugas
pembelajaran; (4) menghindari digresi, tetap dan konsisten pada satu topik, dan (5) menjelaskan kembali point yang sulit (Rosenshine, 1985). Penelitian mengenai konsep pembelajaran juga menunjukkan bahwa ketika mengajarkan sebuah konsep baru, maka hal yang juga penring adalah mengidentifikasi karakteristik konsep tersebut secara jelas dan memberikan aturan penjabaran (atau beberapa rangkaian
langkah
dalam
pembelajaran
keterampilan).
Pada
akhirnya,
menyediakan representasi visual mengenai konsep atau skill bersama dengan penjelasan verbal dapat membantu siswa dalam mempelajari penjelasan selanjutnya. Kemudian, pada point lain dalam proses pembelajaran, representasi visual bisa berbentuk tanda/isyarat atau bisikan. Sesi penjelasan dilanjutkan dengan sesi diskusi, di mana guru menguji pemahaman siswa terhadap konsep atau skill baru yang telah diajarkan. Kesalahan yang biasa terjadi adalah menanyakan pada siswa, apakah mereka
170
mengerti atau memiliki pertanyaan, dan jika tidak ada seorang siswa pun yang memberikan respons, maka semua siswa dianggap telah memahami pelajaran dan telah siap mendapat pelajaran yang selanjutnya. Seorang guru yang efektif akan mengajukan pertanyaan lebih banyak dan memastikan pemahaman siswa dibanding dengan guru yang kurang efektif (Rosenshine, 1971,1985). Pertanyaanpertanyaan yang demikian akan merangsang adanya jawaban khusus dari siswa serta menuntut agar guru bisa menjelaskan dan mempraktikkan bagaimana cara menjawab pertanyaan. Menurut Rosenshine guru yang efektif tidak hanya bisa mengajukan pertanyaan dalam jumlah yang banyak, namun juga menghabiskan banyak waktu dalam praktik pengajaran dan mengulang materi baru yang telah dipelajari. Aspek-aspek lain dari perilaku mengajukan pertanyaan efektif (effective questioning iehavior) dalam pendekatan instruksi langsung adalah: (1) mengajukan pertanyaan-pertanyaan konvergen (beberapa pertanyaan yang mengarah pada satu jawaban), sebagai lawan dari pertanyaan divergen (Rosenshine, 1971, 1985) (2) memastikan bahwa semua siswa memiliki kesempatan untuk merespons, tidak hanya mereka yang mengangkat tangan atau berteriak lantang. Hal ini bisa diselesaikan dengan memanggil seorang siswa dengan pola tertentu, semisal memanggil siswa yang namanya berada dalam absen pertama, nama pertama dalam sebuah kelompok, atau meminta respons semua siswa secara bersamaan (Gage dan Berliner, 1983, Rosenshine, 1985); (3) mengajukan pertanyaan pada siswa selama sepersekian waktu (misal 75 hingga 90% dari seluruh jam pelajaran) (Rosenshine, 1985); dan (4) menghindari pertanyaan yang tidak berhubungan
171
dengan hal-hal akademik selama proses instruksi langsung (Rosenshine, 1985; Soar, Soar, dan Ragosta, 1971). Setelah guru mengajukan pertanyaan dan siswa memberi respons, guru haruslah memberi respons balik terhadap jawaban dan atau respons yang diberikan siswa tersebut. Penelitian menunjukkan bahwa guru yang efektif mampu memberikan respons balik yang lebih baik dibanding guru yang tidak efektif (Rosanshine, 1971). Guru yang efektif tidak akan memberikan jawaban langsung pada kesalahan yang diperbuat siswa, misalnya dengan cara memberi jawaban yang benar pada siswa yang memberikan respons kurang tepat. Mereka menggunakan teknik "memperbaiki" jawaban siswa atau kembali mengajarkan materi. Selain itu, guru yang efektif juga selalu tanggap terhadap siswa, utamanya dalam aktivitas resitasi (membaca di muka umum). Ketika guru memberikan respons balik yang berupa perbaikan atau kembali mengulang pelajaran, mereka melaksanakannya dengan efisien sehingga mampu menyisihkan waktu dan kesempatan untuk praktik lanjutan, sehingga siswa pun memiki kesempatan untuk memberikan respons. Misalnya, ketika siswa memberikan jawaban yang benar, maka guru akan mengajukan pertanyaan baru. Pada awal-awal pembelajaran, ketika ada jawaban yang benar namun agak sangsi, maka guru memberikan pengetahuan mengenai hasil dan proses pemberian respons balik dengan cepat ("Ok, bagus sekali. Kamu ingat bahwa Y terletak sebelum 'e' jika terletak sesudah 'c'). Jika siswa memberikan jawaban yang salah, maka guru memberikan respons balik yang sifatnya korektif kemudian baru berpindah pada bahasan selanjutnya. Jika jawaban yang salah menunjukkan kurangnya pemahaman, guru seharusnya memberikan
172
isyarat atau petunjuk, semisal menggunakan representasi visual. Hal yang juga penting adalah memeriksa klarifikasi dan jawaban yang dikembangkan. Respons balik yang efektif lebih berorientasi akademik, bukan berorientasi pada aspek perilaku (Fisher dkk.. 1980). Guru juga harus memberi keterangan pada siswa mengapa tugas mereka dinilai benar. Respons balik bisa dikombinasikan dengan pujian. Pujian memang patut didapat siswa berdasarkan kualitas respons yang diberikannya (Gage dan Berliner, 1983). Dalam hal pujian ini, ada beberapa tipikal siswa yang cukup berbeda; beberapa siswa, khususnya yang memiliki prestasi rendah, membutuhkan lebih banyak pujian, meskipun siswa yang lain juga membutuhkan. Walaupun memberikan pujian pada siswa adalah hal yang baik, namun siswa seharusnya tidak mendapat pujian karena memberikan respons yang tidak benar (Brophy, 1981). Poin utama lain, yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa jenis respons balik yang diterima siswa selama pelaksanaan praktik sangat berpengaruh pada kesuksesan yang akan mereka capai. Respons balik membantu siswa mengetahui bagaimana mereka memahami materi baru dan apa kesalahan mereka. Agar efektif, respons balik haruslah bersifat akademik, korektif, penuh respek, dan layak. Tampaknya, kebutuhan-kebutuhan yang harus diberikan pada siswa selama proses penjelasan dan praktik yang berupa respons ulang haruslah diberikan sebelum mereka memulai praktik. Namun yang jelas, baik dalam penelitian maupun dalam pengalaman pribadi penulis, ada kenyataan bahwa siswa sering diminta untuk bekerja dari teks atau buku pelajarannya tanpa sedikit pun diberi
173
penjelasan dan atau praktik arahan oleh guru. Siswa harus bisa sukses dan berhasil saat mereka terlibat dalam keterampilan-keterampilan membaca dan praktik. Agar hal ini berhasil diwujudkan, siswa seharusnya tidak lagi menggunakan praktik yang terstruktur, akan tetapi diganti dengan praktik terbuka yang hanya bisa dilaksanakan saat mereka telah meraih 90 persen akurasi dalam contoh praktik yang terstruktur. Di ruang kelas, siswa menghabiskan waktu 50 hingga 70 persen waktu mereka untuk mengerjakan tugas seorang diri (Rosenshine, 1985). Jika jumlah waktu yang lama ini diarahkan secara produktif untuk memproses pembelajaran, siswa senyatanya masih bisa berpartisipasi aktif dalam tugas pembelajaran. Hal yang sangat mendukung dalam partisipasi tersebut adalah persiapan yang bagus dengan penyajian dan praktikyang dituntun oleh guru. Praktik yang secara langsung berhubungan dengan presentasi dan muncul sesudah praktik di bawah bimbingan guru dapat memancing partisipasi siswa Hal ini juga akan sangat membantu bagi guru untuk menggilir siswa saat mereka tengah bekerja, memonitor masingmasing siswa dengan kontak atau hubungan yang relatif singkat. (Rosenshine, 1985). 5.4 Model Pengajaran a. Struktur Model instruksi langsung terdiri dari lima tahap aktivitas; yakni orientasi, presentasi, praktik yang terstruktur, praktik di bawah bimbingan, dan praktik mandiri. Namun, penerapan model ini harus didahului oleh diagnosis yang
174
efektif mengenai pengetahuan atau skill siswa untuk memastikan bahwa mereka memiliki pengetahuan dan skill untuk menapaki beberapa proses dan mampu mendapatkan level akurasi praktik dalam model ini. Tahap pertama adalah orientasi di mana kerangka kerja pelajaran dibangun. Selama tahap ini, guru menyampaikan harapan dan keinginannya, menjelaskan tugas-tugas yang ada dalam pembelajaran, dan menentukan tanggung jawab siswa. Ada tiga langkah yang sangat penting dalam menggoalkan tujuan tahap ini, yakni (1) guru memaparkan maksud dari pelajaran dan tingkat-tingkat performa dalam praktik; (2) guru menggambarkan isi pelajaran dan hubungannya dengan pengetahuan dan atau pengalaman sebelumnya; (3) guru mendiskusikan prosedur-prosedur pelajaran yakni bagian yang berbeda antara pelajaran dan tanggung jawab siswa selama aktivitas-aktivitas ini berlangsung. Tahap kedua adalah presentasi yakni menjelaskan konsep atau skill baru dan memberikan pemeragaan serta contoh. Jika materi yang ada merupakan konsep baru, maka guru harus mendiskusikan karakteristik-karakteristik dari konsep tersebut, aturan-aturan pendefinisian, dan beberapa contoh. Jika materinya adalah skill baru, maka hal yang harus disampaikan guru adalah langkah-langkah untuk memiliki skill tersebut dengan menyajikan contoh di setiap langkah. (Kesalahan
umum
pada
bagian
ini
adalah
terlalu
sedikitnya
demonstrasi/pemeragaan yang disajikan). Pada kasus apa pun, akan sangat membantu jika guru mentransfer informasi materi atau skill baru, baik secara lisan maupun secara visual, sehingga siswa akan memfliki dan dapat mempelajari representasi visual sebagai referensi dalam awal pembelajaran. Tugas lain adalah
175
menguji apakah siswa telah memahami informasi baru sebelum mereka mengaplikasikannya dalam tahap praktik. Bisakah mereka kembali mengingat karakteristik-karakteristik konsep yang telah dijelaskan guru? Bisakah mereka mengingat urutan dan daftar langkah-langkah dalam skill yang baru saja mereka pelajari? Menguji pemahaman yang demikian mengharuskan siswa mengingat dan memperhitungkan informasi yang baru saja mereka pelajari. Pada tahap praktik yang terstruktur, mereka akan mengaplikasikannya. Tahap ketiga adalah praktik yang terstruktur. Guru menuntun siswa melalui cpntoh-contoh praktik dan langkah-langkah di dalamnya. Biasanya, siswa melaksanakan praktik dalam sebuah kelompok, dan menawarkan diri untuk menulis jawaban. Cara yang paling baik dalam hal ini adalah menggunakan proyektor, menyajikan contoh praktik secara transparan dan terbuka, sehingga semua siswa bisa melihat bagaimana tahap-tahap praktik dilalui. Peran guru dalam tahap ini adalah memberi respons balik terhadap respons siswa, baik untuk menguatkan respons yang sudah tepat maupun untuk memperbaiki kesalahan dan mengarahkan siswa pada performa praktik yang tepat. Jika guru telah mampu menjalankan fungsi tersebut dengan baik dan bisa memberikan contoh praktik yang benar, bisa dipastikan bahwa siswa akan mampu memahami segala langkah dalam praktik sehingga mereka bisa mengandalkan pengetahuan tersebut sebagai referensi utama sebelum menjalani tahap praktik semi-independert. Tahap keempat, praktik di bawah bimbingan guru; memberikan siswa kesempatan untuk melakukan praktik dengan kemauan mereka sendiri. Praktik di bawah bimbingan memudahkan guru mempersiapkan bantuan untuk mengembangkan kemampuan
176
siswa dalam menampilkan tugas pembelajaran. Hal ini biasanya dilakukan dengan cara membantu meminimalisir jumlah dan ragam kesalahan yang diiakukan siswa. Peran guru dalam tahap ini adalah mengontrol kerja siswa, dan jika dibutuhkan, memberikan respons yang korektif ketika dibutuhkan. Pada tahap kelima, kita menuju praktik mandiri. Praktik ini dimulai saat siswa telah mencapai level akurasi 85 hingga 90 persen dalam praktik di bawah bimbingan. Tujuan dari praktik mandiri ini adalah memberikan materi baru untuk memastikan
dan
meng-uji
pemahaman
siswa
terhadap
praktik-praktik
sebelumnya. Dalam praktik mandiri, siswa melakukan praktik dengan caranya sendiri tanpa bantuan dan respons balik dari guru. Praktik mandiri ini harus ditinjau sesegera mungkin setelah siswa menyelesaikan seluruh proses. Hal ini dilakukan untuk memperkirakan dan mengetahui apakah level akurasi siswa telah stabil ataukah tidak, serta untuk memberikan respons balik yang sifatnya korektif di akhir praktik terhadap mereka yang membutuhkannya. Aktivitas praktik mandiri bisa diterapkan dalam waktu yang singkat; namun, praktik mandiri ini tidak seharusnya dilakukan dalam satu waktu. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, lima atau enam sesi praktik yang tersebar selama satu bulan atau lebih akan mampu mempertahankan penyerapan siswa terhadap materi yang telah diterimanya.
b. Sistem Sosial Sistem sosial dalam model instruksi langsung ini benar-benar terstruktur.
177
c. Peran/Tugas Guru Tugas guru dalam model ini adalah menyediakan pengetahuan mengenai hasil-hasil, membantu siswa mengandalkan diri mereka sendiri, dan melakukan penguatan. Sistem dukungan mencakup rangkaian tugas pembelajaran, yang terkadang sama rumitnya dengan seperangkat materi yang dikembangkan oleh tim instruksi yang diberikan secara individual. d. Dampak-Dampak Instruksional dan Pengiring Model ini, sebagaimana namanya, adalah bimbingan dan pemberian respon balik secara langsung. Model ini mendekati materi akademik dan keterampilan secara sistematis. Rancangan dibentuk untuk meningkatkan dan memelihara motivasi melalui aktivitas mengandalkan diri sendiri dan penguatan ingatan terhadap materi-materi yang telah dipelajari. Melalui kesuksesan dan respon balik positif, model ini mencoba memperkaya penghargaan diri siswa. e. Model Instruksi Langsung Tahap Pertama: Orientasi Guru menentukan materi pelajaran Guru meninjau pelajaran sebelumnya Guru menentukan tujuan pelajaran Guru menentukan prosedur pengajaran Tahap Kedua: Presentasi Guru menjelaskan konsep atau keterampilan baru Guru menyajikan representasi visual atas tugas yang diberikan
178
Guru memastikan pemahaman Tahap Ketiga: Praktik yang Terstruktur Guru menuntun kelompok siswa dengan contoh praktik dalam beberapa langkah Siswa merespons pertanyaan Guru memberikan koreksi terhadap kesalahan dan memperkuat praktik yang telah benar Tahap Keempat: Praktik di Bawah Bimbingan Guru Siswa berpraktik secara semi-independen Guru menggilir siswa untuk melakukan praktik dan mengamati praktik Guru memberikan tanggapan balik berupa pujian, bisikan, maupun petunjuk. Tahap Kelima: Praktik Mandiri Siswa melakukan praktik secara mandiri di rumah atau di kelas. Guru menunda respons balik dan memberikannya di akhir rangkaian praktik.
5.5 SILABUS Nama Sekolah
: MA Negeri 1 Kendari
Mata Pelajaran
: Bahasa Indonesia
Kelas
: XI
Semester
: 2
Standar Kompetensi : Berbicara 2. Mengungkapkan secara lisan informasi hasil membaca dan wawancara
179
Kompetensi Dasar
Materi Pembelajaran
Kegiatan Pembelajaran
Indikator
Penilaian
2.1 Menjel askan secara lisan uraian topik tertentu dari hasil memba ca (artikel atau buku)
Artikel/ buku
• Membaca artikel/ buku • Mendata pokokpokok isi artikel/ buku yang diperoleh dari hasil membaca • Menyampaikan (secara lisan) isi artikel dengan memperhatikan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar • Mengemukan halhal yang menarik dalam artikel/ buku yang telah dibacanya dengan memberikan alasan
• Mendata pokokpokok isi artikel/ buku yang diperoleh dari hasil membaca • Menyampaikan (secara lisan) isi artikel dengan memperhatikan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar • Mengemukan halhal yang menarik dalam artikel/ buku yang telah dibacanya dengan memberikan alasan
Jenis Tagihan: • praktik • tugas individu • tugas kelompok
5.6
• pokokpokok isi artikel/ buku • hal-hal yang menarik dalam artikel/ buku
Aloka si Waktu 4
Sumber/ Bahan/ Alat • buku/ artikel dari media cetak/ elektron ik
Bentuk Instrumen: • unjuk kerja • format pengamata n
Penerapan Model Instruksi Langsung dalam Pembelajaran Tindak Tutur Bertanya RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Sekolah asal
: Madrasah Aliyah Negeri 1 Kendari
Mata Pelajaran
: Bahasa Indonesia
Kelas / Semester
: XI / 2
Alokasi waktu
: 4 X 45 menit
I. Standar Kompetensi
: Berbicara Mengungkapkan secara lisan informasi hasil membaca dan wawancara
180
II. Kompetensi Dasar
: Menjelaskan secara lisan uraian topik tertentu dari hasil membaca (artikel atau buku).
III. Indikator 1. Siswa dapat mendata pokok-pokok isi artikel/buku yang diperoleh dari hasil Membaca. 2. Siswa dapat menyampaikan (secara lisan) isi bacaan dengan memperhatikan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. 3.Mengemukakan hal-hal yang menarik dalam artikel/buku yang telah dibacanya dengan memberikan alasan. IV. Materi Pembelajaran 1. Pokok-pokok isi artikel/buku Ki Hajar Dewantoro : Batu Cadas yang Lembut a. Istri Suryaningrat. Kamis Legi, 2 Mei 1889 melahirkan bayi bernama R.M. Suwardi b. Menjadi pemuda Ksatria dan penuh gagasan untuk memajukan pendidikan. c. Mendapat pengakuan dari teman-teman, Suwardi berganti nama Ki Hajar Dewantoro. d. Kihajar Dewantoro memiliki keberanian yang mencengangkan.
181
e. Ki Hajar Dewantoro berhati lembut yang tak pernah memaksakan kehendaknya. 2. Hal-hal yang menarik dalam artikel/buku Pada saat kegiatan diskusi R.M. Sutatmo Suryokusumo selaku pemimpin diskusi, secara spontanitas mengubah nama Suwardi dengan sebutan Ki Ajar. Kemudian tepatnya 23 Februari 1928 nama R.M. Suwardi berganti nama Ki Hajar Dewantoro. V. Alat dan Media Pembelajaran 1. Fotokopi artikel dari media cetak/buku 2. Foto/gambar Ki Hajar Dewantoro VI. Metode Pembelajaran 1. Pendekatan
:
Kooperatif, integratif
2. Metode
:
Penugasan, tanya jawab
VII Langkah-langkah Pembelajaran 7.1 Kegiatan Awal (10 menit ) 1) Guru
memberikan
apersepsi
tentang
pokok
pembelajaran
sebelumnya dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa. Apabila siswa secara tegas dan lancar menjawab pertanyaan yang diajukan guru, maka pembelajaran materi baru dapat dilaksanakan. 2) Guru memberikan pertanyaan kepada siswa, untuk menyebutkan jenis karya ilmiah/tulis.
182
3) Siswa memberikan pertanyaan Contoh jenis karya ilmiah/tulis. 4) Guru meminta penjelasan tentang
artikel, dimana artikel itu
biasanya ditemukan dan siapa yang menulisnya. 5) Guru memberikan penegasan tentang konsep artikel 6) Guru menunjukkan contoh artikel yang biasa dimuat dalam media cetak. 7.2. Kegiatan Inti (75 menit) 1) Guru membagi fotokopi artikel atau menyuruh siswa untuk membuka buku pembelajaran. Tentang sebuah artikel 2) Guru membentuk kelaompok siswa sesuai dengan jumlah paragraf dalam artikel 3) Guru menyuruh kepada seluruh siswa untuk membaca artikel dengan waktu yang ditentukan ± 15 menit ( disesuaikan dengan bacaan) 4) Masing-masing kelompok
mendata pokok-pokok isi artikel dan
menentukan hal yang menarik (sesuai dengan tugas) Kelompok I mendata pokok isi paragraf 1 Kelompok II mendata pokok isi paragraf 2 Kelompok III mendata pokok isi paragraf 3, dst 5) Guru menyuruh masing-masing anggota kelompok untuk menyebar satu persatu kekelompok lain untuk membentuk kelompok baru dan masing-masing menjadi staf ahli untuk menjelaskan kepada teman anggota.
183
6) Setiap kelompok secara bergiliran untuk mempresentasikan hasil kerja dengan baik. 7) Secara bergiliran kelompok lain untuk menyampaikan tanggapan. 8) Guru memberikan penguatan terhadap jawaban atau pendapat siswa. 7.3 Kegiatan Akhir (10 menit) Guru bersama siswa mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar yang dicapai. VIII. Metode Pembelajaran 8.1 Pendekatan
: Kooperatif dan Integratif
8.2 Metode
: Tanya jawab dan penugasan
IX. Penilaian 9.1 Jenis Penilaian
: Tertulis dan lisan
9.2 Bentuk Penilaian : Uraian Soal : 1. Datalah pokok-pokok isi arikel berikut ini! 2. Sebutkan hal-hal yang menarik isi artikel berikut ini disertai alasan! 3. Kemukakan isi bacan artikel dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar!
184
X. Referensi Dr. Rofiudin.Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Drs. Andoyo Sastromiharjo, M.Pd. Laras Berbahasa Indonesia 2a. XI. Analisis Hasil Belajar 1. Siswa yang sudah memperoleh nilai tuntas mendapatkan program pengayaan. 2. Siswa yang belum memperoleh nilai tuntas mendapatkan program perbaikan.