BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir ini, penulis akan mengemukakan kembali hal-hal pokok yang perlu diketahui dari bab-bab sebelumnya dalam bentuk kesimpulan, selain itu juga memuat tentang saran-saran yang perlu diusulkan sebagai bahan masukan. A.
KESIMPULAN
1. Proses Pembebanan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan pada pewarisan bagi tanah yang telah bersertifikat, dan tanah yang belum bersertifikat
di
kabupaten Sleman, pada saat turun waris, Permohonan peralihan hak atas tanah dan atau bangunan, dilakukan ahli waris yang berhak atas tanah dan atau bangunan tersebut atau kuasanya ke kantor pertanahan dengan melampirkan sertifikat hak atas tanah dan atau bangunan atas nama pewaris atau bukti lain berupa girik, letter C,Model D, jika tanah belum bersertifikat, surat keterangan kematian dari Kepala Desa/Lurah tempat tinggal pewaris waktu meninggal dunia, rumah sakit, petugas kesehatan, atau intansi lain yang berwenang, Surat keterangan waris, Surat kuasa tertulis dari ahli waris apabila dikuasakan kepada pihak lain, bukti identitas ahli waris berupa Kartu Tanda Penduduk, apabila telah ada akta pembagian hak waris maka harus dilampirkan. Akta pembagian hak waris dibuat dalam bentuk akta dibawah tangan dengan dihadiri dua orang saksi atau dengan akta notaris.selain itu harus melampirkan bukti pembayaran pajak berupa
Surat Setoran Bea perolehan hak
atas tanah dan bangunan (SSPD)
sebagaimana diatur dalam Pasal 24 Ayat (3) undang-undang BPHTB.
108
109
2. Perbedaan pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan pada pewarisan tanah bersertifikat dan tanah yang belum bersertifikat. Perbedaan pengenaan pajak BPHTB terjadi apabila peristiwa pewarisan diikuti dengan pembagian harta warisan, yang tertuang dalam akta pembagian harta bersama oleh PPAT. Pada peristiwa pewarisan tanah yang belum bersertifikat terjadi pengenaan pajak BPHTB secara satu kali, hal ini karena pada saat ahli waris mendaftarkan peralihan hak atas tanah yang belum bersertifikat tersebut dengan melampirkan bukti kepemilikan hak berupa girik, letter C atau model D ke kantor pertanahan biasanya pada saat itu juga terjadi proses penerbitan sertifikat sekaligus atas nama ahli waris yang menerima pembagian harta warisan. Hal ini berkaitan dengan Pasal 3 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang BPHTB. Perubahan hak yang lama menjadi satu hak yang baru menurut Undang-Undang Pokok Agraria. Contohnya adalah bekas tanah hak milik adat
(dengan bukti surat Girik atau sejenisnya)
menjadi
hak baru
(misalnya sertifiktat hak milik/SHM). Untuk memperoleh SHM tersebut, maka ahli waris (dengan bukti surat girik) mendaftarkannya ke kantro Pertanahan. Pada saat pendaftaran peralihan hak atas tanan dan bangunan yang menjadi obyek pewarisan tersebut sekaligus menerbitkan sertifikat atas nama ahli waris yang menerima pembagian harta warisan yang dimaksud. Hutang pajak BPHTB dikenakan kepada ahli waris yang menerima warisan tersebut. Bagi tanah bersertifikat yang menjadi obyek warisan terjadi pengenaan pajak BPHTB secara dua kali apabila peristiwa turun waris tersebut diikuti dengan pembagian harta
110
warisan. Peristiwa turun waris dilanjutkan dengan pendaftaran perolehan hak atas tanah dan atau bangunan oleh ahli waris sebagai hak bersama (kumulatif), saat inilah terjadi hutang pajak BPHTB. Semua ahli waris berkewajiban membayar pajak BPHTB. Pada suatu waktu saatnya suatu hak bersama (kumulatif) , baik yang diperoleh sebagai warisan maupun sebab lain, perlu dibagi sehingga menjadi hak individu. Untuk itu kesepakatan antara pemegang hak bersama tersebut perlu dituangkan dalam akta PPAT yang akan menjadi dasar bagi pendaftarannya. Dalam pembagian tersebut tidak harus semua pemegang hak bersama memperoleh bagian. Dalam pembagian harta warisan seringkali yang menjadi pemegang hak individu hanya sebagaian dari keseluruhan penerima warisan, asalkan hal tersebut disepakati oleh seluruh penerima
warisan
sebagai
pemegang hak bersama. Dengan demikian, jika ada orang atau badan yang memisahkan diri dari hak bersama, maka pemisahan tersebut harus dibuatkan akta PPAT terlebih dulu dan perbuatan hukum seperti ini terutang BPHTB. Saat terhutang BPHTB adalah saat sejak dibuat dan ditandatanganinya Akta Pembagian Hak Bersama. Pasal 3 Undang-undang BPHTB, di antaranya adalah ayat (1) huruf d pasal tersebut menyatakan bahwa, "Objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena konversi hak atau perbuatan hukum lainnya, dengan tidak adanya perubahan nama". Artinya, sebuah perbuatan hukum akan terutang BPHTB jika terjadi pelanggaran, yaitu terjadi perubahan nama. Pasal 56 Peraturan Pemerintah mengenai
perubahan
Nomor
24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
nama menyatakan: “Pendaftaran perubahan data
111
pendaftaran tanah sebagai akibat
pemegang hak yang ganti nama dilakukan
dengan mencatatnya di dalam buku tanah dan sertipikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan berdasarkan bukti mengenai ganti nama pemegang hak tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.” B. SARAN Sebagai bagian terakhir dari bab ini, maka penulis memberikan saran: 1. Para ahli waris, yang berhak atas tanah dan atau bangunan yang menjadi obyek pewarisan tersebut, segera membuat Surat Keterangan Waris dan surat-surat lain yang diperlukan dalam proses pewarisan di kantor kelurahan dimana pewaris bertempat tinggal terakhir, agar mendapat keabsahan sebagai ahli waris yang sah dari pewaris. 2. Penerima hak atas tanah dan atau bangunan yang berasal dari pewarisan diharapkan segera mendaftarkan perolehan hak tersebut ke kantor pertanahan setempat dengan melampirkan syarat-syarat berdasarkan undang-undang yang berlaku dan apabila peristiwa pewarisan tersebut diikuti dengan pembagian hak bersama maka segenap ahli waris berdasarkan kesepakatan
yang
tertuang
dalam surat pernyataan pembagian harta warisan segera dibuatkan akta otentik yaitu berupa akta pembagian hak bersama di hadapan pejabat yang berwenang, dalam hal ini PPAT sehingga dapat memberikan perlindungan hukum yang kuat bagi pemegang hak. 3. Penerima hak atas tanah yang berhak atas obyek warisan tersebut selain berkewajiban untuk mendaftarkan peralihan hak, juga berkewajiban untuk
112
membayar hutang pajak BPHTB, oleh karena itu system pembayaran pajak self assessment mengenai perhitungan dan pembayaran sendiri yang dilakukan wajib pajak harus sesuai dengan apa yang tercantum dalam peraturan yang berlaku. 4. Bagi penerima hak atas tanah dan bangunan karena pewarisan, apabila tanah tersebut bukti kepemilikan masih berupa girik, Letter C ataupun Model D, diharapkan segera mendaftarkannya ke kantor pertanahan setempat, agar atas tanah dimaksud segera diterbitkan bukti yang lebih kuat berupa sertifikat hak milik atas tanah dan atau bangunan guna menjamin kepastian hukum para ahli waris atau pemegang hak. 5. Para ahli waris yang hendak melakukan pendaftaran peralihan hak karena pewarisan apabila pada akhirnya obyek warisan tersebut diberikan kepada salah satu ahli waris atau beberapa ahli waris, sebaiknya sekaligus menentukan terlebih dahulu ahli waris yang berhak atas peralihan tersebut, sebelum mengadakan pendaftaran, tanpa harus ada kepemilikan bersama atas obyek pewarisan itu. Hal ini dilakukan guna menghindari pembebanan pajak BPHTB secara dua kali atas obyek tanah yang sama.