176
BAB V CATATAN PRODUKSI Proses pengerjaan film dokumenter "Mereka Yang Mandiri" memakan waktu sekitar 15 bulan. Dimulai pada bulan September 2014 dan karya ini terselesaikan pada akhir bulan Desember 2015 dengan rincian sebagai berikut : A. Proses Pra Produksi : Pada awalnya penulis melihat adanya berita di televisi tentang kenaikan harga BBM, dimana setiap kenaikan harga BBM selalu terjadi kegaduhan di masyarakat. Selain itu, kenaikan BBM selalu berdampak pada kenaikan hargaharga barang khususnya bahan kebutuhan pokok. BBM menjadi salah satu energi utama di negara kita. BBM tidak dapat dipisahkan dari kehidupan kita sehari, mulai bangun tidur sampai menjelang tidur kita tidak bisa lepas dari BBM. Kenaikan harga minyak dunia menajadi pemicu kenaikan harga BBM. Padahal seingat penulis Indonesia pada zaman dahulu adalah anggota OPEC atau organisasi negara-negara penghasil minyak besar di dunia, seharusnya ketika kenaikan harga minyak dunia terjadi, bukankah negara kita juga mengambil untung dengan kejadian tesebut. Setelah penulis mencari tahu, ternyata Indonesia sudah keluar dari organisasi itu sejak tahun 2006 karena kebutuhan akan minyak yang ada di dalam negeri tak bisa lagi dicukupi sendiri, oleh karena itu impor menjadi salah satu solusi untuk mencukupi kebutuhan BBM di dalam negeri. BBM merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, sehingga apabila suatu saat habis, tidak akan ada lagi, atau akan butuh waktu berjuta-juta
177
tahun untuk terbentuk kembali. Melihat fakta tersebut pemerintah telah mengupayakan konversi dari BBM ke Gas untuk kebutuhan energi rumah tangga, meskipun cara itu dapat menghemat ketersediaan BBM lebih lama, namun kita juga perlu ketahui bahwa Gas juga merupakan energi yang tidak dapat diperbaharui, maka keduanya seawaktu-waktu juga akan habis. Suatu saat nanti kita akan menghadapi keadaan di mana kedua jenis energi ini mengalami kelangkaan yang berujung pada semakin meningkatnya harga energi migas ini. Semakin tingginya konsumsi masyarakat Indonesia terhadap energi fosil ini membuat migas semakin tereksplotasi. Hal ini akan semakin mempercepat menipisnya persediaan migas di perut bumi. Oleh karena itu penulis mulai mencari tahu tentang sumber energi yang dapat diperbaharui, ternyata ada banyak sekali sumber-sumber energi yang ada di sekitar kita seperti angin , air, sinar matahari, panas bumi, biomassa, dan biogas. Beruntung kita tinggal di Negara Indonesia yang kaya akan sumber daya alam, di mana sebenarnya banyak sekali sumber-sumber energi alternatif yang ada di sekitar kita. Namun pemanfaatan sumber-sumber energi tersebut masih sangat minim jika dibandingkan dengan potensi yang dimiliki, Dari sekian banyak sumber-sumber energi alternatif penulis tertarik dengan salah satu sumber energi alternatif yaitu biogas, dimana energi ini berasal dari kotoran hewan atau manusia dan juga sisa-sisa sampah organik sebagai sumbernya. Kotoran hewan maupun manusia yang selama ini kita anggap tidak berguna dan menganggu dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif. Dengan alasan tersebut penulis tertarik untuk mengangkatnya menjadi sebuah tema penelitian untuk tugas akhir penulis, Selain alasan di atas isu
178
kelangkaan energi masih menjadi salah satu isu yang menarik karena keberadaanya yang begitu dekat dengan kehidupan kita sehari-hari dan juga masalah energi juga telah menjadi masalah global di dunia. Dengan argumen di atas penulis mulai lebih serius meneliti tentang energi alternatif khususnya biogas. Untuk lebih mengetahui tentang energi alternatif
khususnya biogas,
penulis melakukan riset pustaka melalui buku, artikel, maupun internet sebagai referensi awal untuk menentukan pijakan ke depan, selain itu riset awal ini bertujuan untuk bahan pertimbangan apakah tema ini layak untuk dijadikan tugas akhir dalam format film dokumenter, baik dari segi isi maupun artistik. Dari hasil riset awal yang penulis lakukan, Penulis menemukan fakta- fakta yang menarik tentang biogas sebagai salah satu energi alternatif. Sebenarnya di beberapa daerah seperti Klaten dan Boyolali sudah terdapat biogas, namun baru sebagian kecil masyarakat yang benar-benar bisa memanfaatkannya dengan tepat, sebagian lagi instalasi biogas yang dibangun mangkrak karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penggunaan maupun perawatan biogas. Hal ini dipicu karena sebagian besar instalasi yang dibangun adalah program dari pemerintah yang sifatnya proyek. Para peternak atau pemilik biogas tidak ikut dilibatkan dalam proses pembangunannya. Mereka hanya sebagai objek, sehingga bila terjadi masalah dalam pemakaian atau perawatan mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Sejak saat itu penulis mulai mencari tahu lebih dalam tentang keberadaan biogas terutama di Soloraya, khususnya daerah Karanganyar, Boyolali dan Klaten
179
yang merupakan salah satu daerah yang masih banyak memiliki ternak. Berawal dari pembicaraan dengan kakak penulis yang mempunyai kenalan seorang konsultan biogas bernama Bapak Lilik Kuswinantya, penulis mencari tahu tentang biogas yang dibangun atas inisiatif masyarakat sendiri, sehingga mereka benarbenar tahu fungsi, cara penggunaaan dan perawatan biogas. Selain itu bagaimana biogas ini dapat menjadi alternatif energi bagi masyarakat di mana biogas itu dibuat. Dari hasil pembicaraan dengan bapak Lilik, penulis diberi tahu tempat di mana sebagian masyarakat menggunakan biogas atas inisiatif mereka sendiri sebagai energi dalam kehidupan rumah tangga mereka sehari-hari, yaitu di desa Mundu, kecamatan Tulung, Klaten. Setelah memperoleh informasi tersebut, penulis segera menuju ketempat tersebut. Di sana penulis bertemu kelompok masyarakat yang tergabung dalam kelompok ternak Margo Mulyo yang diketuai oleh bapak Teguh Sutikno, yang juga salah satu pemilik biogas di desa Mundu. Setelah berbincang dengan beliau, beliau bercerita tentang bagaimana awalnya mereka menginisiasi adanya biogas di desa mereka. Beliau bercerita bahwa, desa Mundu yang berjarak sekitar 15 km dari puncak gunung Merapi merupakan desa yang masih asri, Masih banyak pohon-pohon, jadi dalam kehidupan sehari-hari mereka masih memanfaatkan kayu bakar sebagai bahan bakar untuk kebutuhan rumah tangga. Namun keberadaan kayu bakar semakin hari semakin berkurang, jadi mereka harus meluangkan waktu lebih jika ingin mencari kayu bakar. Oleh karena itu sebagian masyarakat mulai menebangi pohon untuk menjadikanya kayu bakar. Hal ini tentu akan membuat pohon semakin hari semakin berkurang, dan dikhawatirkan dapat membuat suasana desa tidak asri lagi, selain itu
180
penggunaan kayu bakar akan terganggu jika musim hujan tiba, kayu jadi sulit terbakar karena kayu basah dan sulit kering. Penggunan kayu bakar juga akan memakan waktu lebih lama untuk memasak. Selain memanfatkan kayu bakar warga juga menggunakan gas LPG untuk kebutuhan bahan bakar dalam memasak. Penggunaan gas LPG dirasa lebih praktis, mereka bisa menghemat waktu memasak serta tidak perlu waktu lebih untuk mencari kayu bakar. Semakin lama keberadaan LPG tidak semudah ketika pertama kali ada, mereka merasakan adanya pasokan gas LPG yang tidak lancar di sekitar mereka, kalaupun ada harganya sudah jauh dari harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah. Riset yang dilakukan penulis tidak berhenti sampai di situ. Saat itu penulis mencoba menggali pertanyaan yang lebih mendalam terkait awal keberadaan biogas yang ada di desa tersebut. Pertanyaan tidak hanya digali dari satu orang narasumber, penulis mencari anggota kelompok lain atas bantuan bapak Teguh, penulis bertemu bapak Eko Sumasto, Riyadi,dan Waluyo. Mereka bercerita, di desa Mundu hampir setiap rumah memiliki ternak sapi, dan yang memiliki ternak paling tidak mereka memiliki dua ekor sapi. Kotoran sapi yang belum terkelola menimbulkan bau yang menyengat dan juga menimbulkan pencemaran lingkungan. Dalam sebuah pertemuan kelompok banyak diantara mereka yang mengeluhkan keadaan tersebut, selain itu kondisi kandang yang kurang bersih juga berpengaruh terhadap kualitas susu yang dihasilkan oleh sapi, lalu diantara mereka teringat ada seorang teman yang memiliki biogas namun dari desa lain, di mana dahulu si pemilik biogas juga memiliki keluhan yang sama seperti mereka,
181
tapi semenjak ada biogas masalah tersebut dapat teratasi. Dari situlah akhirnya mereka tertarik untuk membuat biogas.
Pertemuan Kelompok Ternak Margo Mulyo membahas permasalahan kotoran ternak
Setelah melakukan riset selama satu bulan dengan kelompok ternak tersebut, penulis mulai menemukan susunan untuk melengkapi isi film dokumenter “ Mereka Yang Mandiri”. Dari hasil wawancara dari semua narasumber, penulis mulai mengumpulkan fakta-fakta yang ada lalu menyusunnya menjadi treatment dan storyline untuk dilanjutkan ke tahap produksi. Hambatan dalam proses pra produksi: o Pada awalnya penulis sempat kesulitan mempersempit tema untuk film dokumenter ini. Karena banyaknya potensi energi alternatif yang ada di Indonesia. o Penulis sempat kesulitan mencari narasumber di awal riset yang dapat dijadikan tempat menggali informasi mendalam tentang biogas, karena
182
kebanyakan narasumber hanya menguasai tentang hal-hal yang bersifat teknis. o Sumber referensi tentang biogas bisanya hanya berbicara tentang masalah teknis pembuatan dan pemakaian, sedangkan aspek sosial dan referensi tentang biogas sebagai energi alternatif pengganti energi fosil serta aspek –aspek lain sangat kurang. B. Proses Produksi Proses produksi film dokumenter “ Mereka Yang Mandiri “ dimulai pada bulan Oktober 2014 sampai terakhir bulan November 2015, pada awalnya penulis menjadwalkan proses produksi dengan membuat shoting breakdown dari Oktober 2014 sampai Februari 2015, namun proses produksi yang dilakukan penulis sempat terhenti beberapa kali karena jadwal kegiatan penulis dan narasumber yang tidak sesuai, selain itu penulis merasa adanya kekurangan footage sehingga harus kembali mengambil gambar.
Proses pembuatan biogas oleh masyarakat Desa Mundu, Tulung, Klaten
183
Proses produksi mayoritas dilakukan di desa Mundu, Tulung, klaten, dimana masyarakat melakukan aktivitas terkait dengan biogas, serta aktivitas sehari-hari narasumber, selain itu produksi juga dilakukan di kota Solo untuk melengkapi gambar stock shot yang telah direncanakan dalam treatment, shoting list dan shoting script, penulis juga mengambil gambar kejadian-kejadian spontan yang dilakukan para pengguna biogas sehingga dapat memperkuat pesan yang ingin disampaikan dalam film. Hambatan dalam proses produksi: o Ketidakcocokan jadwal antara narasumber dengan penulis karena kesibukan masing-masing narasumber merupakan hambatan utama. Jadwal pertemuan yang sudah direncanakan sering batal dan harus mengatur kembali jadwal untuk bertemu sehingga waktu produksi menjadi lebih lama. o Sikap sebagian narasumber yang canggung di depan kamera, membuat penulis harus mengulang beberapa kali wawancara. o Kurangnya pengetahuan penulis tentang kebiasaan masyarakat setempat membuat proses produksi berhenti hampir empat bulan, karena sebagian narasumber harus merantau ke Jakarta di musim kemarau o Kurangnya pengetahuan penulis tentang kultur budaya masyarakat setempat sehingga pada bulan penanggalan kalender jawa, seperti Ruwah dan Suro masyarakat amat sibuk melakukan kegiatan seperti bersih desa, ziarah makam serta ritual-ritual lain sehingga sulit diganggu .
184
o Kurangnya peralatan produksi yang dimiliki penulis terkadang membuat membuat jalannya proses produksi terhambat. C. Proses Pasca Produksi Proses pascaproduksi dimulai dengan mengumpulkan stockshoot yang telah diambil selama proses produksi ,lalu penulis memilah-milah gambar yang telah diambil berdasarkan shooting list yang telah dibuat, setelah itu penulis melakukan transkrip wawancara untuk memudahkan proses editing dan penyusunan alur cerita. Dalam tahap ini penulis melakukan kategorisasi atas data-data audiovisual yang dikumpulkan pada tahap pengambilan gambar. Penulis memilah-milah gambar dan statement yang dianggap penting dan menunjang cerita, dan gambar yang tidak terlalu penting bahkan tidak penting sama sekali sehingga perlu disingkirkan. Setelah selesai menbuat transkrip, selanjutnya penulis menyusun editing script, sebagai panduan kerja dalam proses editing. Editing script diharapkan dapat menjadi panduan dalam proses editing dan membantu memberikan perspektif film secara utuh.
Selama proses editing penulis beberapa kali
mengubah alur cerita karena adanya temuan-temuan baru selama proses pengambilan gambar. Proses pembuatan film ”Mereka Yang Mandiri” secara keseluruhan berlangsung dengan baik, mulai dari tahapan pra produksi, produksi, sampai pasca produksi. Walaupun penulis banyak menemukan kendala selama proses produksi namun penulis dapat menyelesaikan kendala tersebut karena bantuan dari banyak pihak.
185
Penulis berharap pada akhirnya, adanya film ini dapat ini dapat memberikan perspektif baru dan pemahaman kepada masyarakat tentang energi alternatif yang ada di sekitar kita. Mulai saat ini kita harus segera menyadari pada saatnya nanti energi fosil yang kita gunakan selama ini akan habis, oleh karena itu mengusahakan energi alternatif perlu dimulai dari sekarang. Film ini diharapkan menjadi contoh kecil bagaimana masyarakat mengusahakan sendiri energi alternatif untuk mencoba mengurangi ketegantungan terhadap energi fosil. Sebuah solusi yang masyarakat ciptakan sendiri, ketika yang lain masih terus
bergantung
pada
energi
fosil,
masih
membayar
mahal
untuk
mendapatkannya, masih mengumpat dan pasrah terhadap keadaan yang menimpa mereka, mereka telah melakukan usaha yang mungkin tidak terpikirkan oleh masyarakat kebanyakan. Sebuah contoh usaha yang bisa direplikasi mengingat masih banyaknya potensi kotoran ternak yang ada di Indonesia. Karena tidak akan muncul sesuatau yang besar bila tidak diawali dari sesuatu yang kecil. Kemandirian sebuah negara akan tercipta dari kemandirian warganya. Dan akhirnya penulis berharap masyarakat dapat memahami pesan dan tujuan dari film ini setelah didistribusikan.
186
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A.
Kesimpulan Semakin besarnya kebutuhan masyarakat akan energi fosil akan
mengakibatkan energi ini akan semakin sulit dicari pada saatnya nanti, dan masyarakat
harus
membayar
mahal
untuk
mendapatkanya.
Sedangkan
penggunaan kayu bakar semakin lama semakin membuat pepohonan menjadi berkurang yang akan mengakibatkan kerusakan lingkungan suatu saat nanti. Biogas sebagai energi alternatif dapat menjadi salah satu solusi permasalahan energi yang ada di Indonesia saat ini khususnya di pedesaan yang memiliki potensi ternak yang melimpah. Di Desa Mundu, Tulung, Klaten yang sebagian masyarakatnya memiliki sapi perah, kotoran sapi kini dimanfaatkan sebagai biogas setelah sekian lama tidak termanfaatkan dengan baik dan mencemari lingkungan. Biogas dapat menjadi sebuah gerakan masyarakat dimana mereka mengusahakan energi alternatif sebagai salah satu cara mengurangi ketergantungan akan energi fosil. Karena jika hanya mengandalkan energi fosil warga desa akan selalu menjadi korban, mereka akan akan membayar paling mahal karena berada di urutan terbawah jika dilihat dari rantai distribusi migas, sedangakan jika terjadi kelangkaan mereka akan menjadi yang paling merasakanya.
187
Adanya biogas tidak hanya dirasakan sebagai energi alternatif semata, melalui biogas banyak aspek yang dapat disentuh seperti kebersihan lingkungan, kesehatan, pertanian dan ekonomi tentunya. Sebuah teknologi tepat guna, yang dapat menjadi salah satu solusi berbagai masalah yang dialami masyarakat desa saat ini B. Saran a. Kepada Pemerintah 1. Energi alternatif diperlukan untuk diversifikasi energi berdasarkan potensi sumber daya alam yang dimiliki suatu daerah. 2. Perlu pengembangan produksi energi alternatif berkelanjutan yang terdesentralisasi dan berskala kecil yang mengutamakan pemenuhan kebutuhan lokal agar dapat berkembang di banyak tempat. 3. Pemberian insentif kepada warga masyarakat yang menggunakan energi alternatif, agar masyarakat mempertahankan kebiasaan baik yang telah dirintis, serta menarik mereka yang belum menggunakanya. 4. Perlunya mengingatkan bahwa energi fosil yang mayoritas masyarakat gunakan saat ini suatu saat akan habis, agar masyarakat lebih bijak dalam menggunakan, dan mengkampanyekan energi alternatif yang ramah lingkungan sebagai gantinya. 5. Perlu adanya inovasi tentang energi alternatif yang tidak hanya terhenti pada skala penelitian, tapi juga harus segera direalisasikan di lapangan, agar pada saatnya nanti masyarakat telah siap, saat energi fosil telah habis.
188
b. Kepada Masyarakat 1. Perlunya keterlibatan masyarakat dalam proses pengembangan energi alternatif, mulai dari tahap perencanaan, pembangunan sampai perawatan, agar masyarakat tahu apa yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan mereka, sehingga timbul rasa memiliki dan memiliki kemampuan untuk mengelola secara maksimal.