7 Perpustakaan Unika
Bab ini mengenai deskripsi objek penelitian, analisis data pengujian pengarah variabel independent terhadap variabel dependen, serta pembehasan mengenai temuan dalam penelitian skripsi ini. BAB V : Bab ini merupakan bab terakhir dan penutup dari penulisan skripsi ini. Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian dan akan disampaikan pula pada saran bagi pihak-pihak yang terkait.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bagian ini akan membahas telaah teoritis dari berbagai literatur dan hasil penelitian. Kajian literatur dan hasil penelitian tersebut selanjutnya menjadi landasan teori untuk mengembangkan model penelitian dan akhirnya merumuskan hipotesis.
8 Perpustakaan Unika
2.1. Landasan Teori 2.1.1. Ekspektasi Dalam Audit Judgment 2.1.1.1. Ekspektasi Ekspektasi adalah suatu pengamatan pada variasi waktu dan pengembangan keputusan ilmiah dalam berbagai disiplin (Budiyanto, 2005). Berkenaan dengan ekspektasi, perilaku seseorang mencerminkan suatu pilihan yang sadar berdasarkan pada suatu evaluasi perbandingan tentang alternatif perilaku yang secara sama mempunyai konsekuensi menguntungkan. Harapan seseorang akan selalu berbeda dari realitas seseorang lainnya. Hal ini terjadi pada setiap aspek. Masalah timbul ketika ada harapan tersebut menemukan realitas yang berbeda. Expectation gap terjadi ketika perbedaan antara harapan publik dari auditor dan apa yang secara nyata auditor sediakan. Pemakai laporan keuangan mengharapkan auditor lebih bertanggung jawab mendeteksi serta melaporkan kecurangan dan tindakan illegal, memperbaiki keefektifan audit dengan mendeteksi salah saji material, mengkomunikasikan kepada pemakai laporan keuangan informasi yang berguna termasuk peringatan awal kemungkinan kegagalan bisnis dan mengkomunikasikan dengan lebih jelas dengan komite audit (Arrozi, 2004). Proses ekspektasi yang berbeda antara auditor, klien, dan investor terjadi karena pengaruh persepsi dan penilaian seseorang yang berbeda-beda mengenai perilaku auditor. Sebab expectation gap terjadi adalah pendidikan pengguna yang mempunyai latar belakang berbeda dengan auditor, pemeriksaan yang dilakukan auditor dengan berbagai macam probabilitas lingkungan yang berbeda-beda dan hasil pemeriksaan harus dapat dikomunikasikan secara nyata kepada pengguna (Arrozi, 2004) . Kebutuhan pemakai jasa profesi auditor independen terhadap jenis dan mutu jasa yang dihasilkannya semakin berkembang. Masyarakat dan pemakai laporan keuangan yang telah diaudit mengharapkan auditor untuk (1) melakukan audit dengan kompetensi
9 Perpustakaan Unika
teknik, integritas, independen dan objektif, (2) mencari dan mendeteksi salah saji material baik disengaja maupun tidak disengaja, (3) mencegah diterbitkannya laporan keuangan yang menyesatkan terutama akibat kecurangan dan pelanggaran hukum, (4) mengungkapkan kemungkinan ketidakmampuan perusahaan untuk meneruskan usahanya dimasa datang (Haryono Jusup, 2001). Sebagai pemakai laporan keuangan berkesimpulan bahwa harapan-harapan tersebut tidak dapat terpenuhi, sehingga timbul kesenjangan ekspektasi sebagian besar berhubungan
dengan 3 hal yaitu (1) menemukan dan melaporkan kekeliruan dan
ketidakberesan, terutama kecurangan, (2) mendeteksi dan melaporkan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh klien , dan (3) melaporkan apabila terdapat ketidakpastian mengenai kemampuan perusahaan klien untuk melanjutkan usahanya / mempertahankan kelangsungan hidupnya (Haryono Jusup, 2001).
2.1.1.2. Audit Judgment Auditor membuat judgment dengan kesadaran bahwa penilaiannya akan ditinjau dan akan dimintai keterangan pertanggung jawaban merupakan faktor penting dalam lingkup auditor judgments. Gibbins dan Emby menyatakan bahwa salah satu kualitas terpenting
dalam
membuat
judgment
profesional
adalah
kemampuan
untuk
membenarkan penilaian tersebut (Budiyanto, 2005). Dalam melaksanakan tugas audit, auditor melakukan pemeriksaan terhadap seluruh bukti tetapi atas dasar pengujian, sehingga diperlukan pemahaman yang memadai terhadap pengendalian intern klien sebagai dasar untuk menentukan jenis dan luas pengujian yang dilakukan dalam pemeriksaan, dimana luas pengujian dan pemilihan prosedur audit ditentukan untuk judgment auditor dan pengalamannya (Haryono Jusup, 2001).
10 Perpustakaan Unika
Proses audit melalui prosedur yang berjenjang dan setiap tahapan akan melibatkan judgment auditor atas suatu kejadian / fakta. Terdapat 4 tahapan dalam proses audit atas laporan keuangan yaitu penerimaan perikatan audit, perencanaan audit, pelaksanaan pengujian audit dan pelaporan audit (Mulyadi, 2001). Auditor diharapkan memiliki judgment yang berkualitas. Judgment mengacu pada aspek kognitif dalam proses pengambilan keputusan dan mencerminkan perubahan dalam evaluasi, opini, atau sikap. Kualitas judgment adalah suatu fungsi dan kapasitas effort, data internal dan eksternal. Kualitas judgment independen terhadap outcome. Sebagai contoh, dalam suatu lingkungan yang tidak pasti suatu outcome yang buruk mungkin dihasilkan di suatu proses yang baik, dalam arti semua informasi telah secara tepat dipertimbangkan. Auditor membuat judgment dalam mengevaluasi pengendalian intern, menilai resiko audit, merancang dan mengimplementasikan penyampelan dan menilai serta melaporkan aspek-aspek ketidakpastian. Auditor secara eksplisit maupun implisit memformulasikan suatu hipotesis terkait dengan judgment mereka (Suratna, 2005).
2.1.1.3. Ekspektasi Klien Terhadap Audit Judgment Berdasarkan pengertian ekspektasi dan audit judgment maka ekspektasi terhadap audit judgment diartikan sebagai suatu pengamatan pada variasi waktu dan pengembangan keputusan ilmiah terhadap keputusan audit (opini) yang akan dibuat oleh KAP (Budiyanto, 2005). Dalam melakukan tugas audit, auditor harus mengevaluasi berbagai alternatif informasi dalam jumlah yang relatif banyak untuk memenuhi standar pekerjaan lapangan yaitu bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit (IAI,
11 Perpustakaan Unika
2002). Lebih lanjut IAI menyatakan bahwa untuk dapat dikatakan kompeten, bukti audit terlepas dari bentuknya harus sah dan relevan. Akuntan publik mendapat kepercayaan, baik dari perusahaan yang diauditnya atau klien yang membayar fee maupun dari pihak ketiga yang berkepentingan terhadap laporan keuangan perusahaan tersebut. Sekalipun akuntan publik dibayar oleh klien, ia harus tetap memiliki kebebasan yang cukup untuk melakukan audit yang andal guna memenuhi kepentingan pihak ketiga. Namun demikian sebagai pihak yang membayar akuntan, klien memiliki harapan-harapan tertentu (ekspektasi) dalam audit judgment yang akan dibuat oleh akuntan dalam proses auditing.
2.1.2. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Ekspektasi Klien dalam
Audit
Judgment 2.1.2.1. Gender Gender atau jenis kelamin adalah pembedaan pria dan wanita atas dasar fisik yaitu berdasarkan struktur anatomi tubuh pria dan tubuh wanita. Perbedaan gender diantara pria dan wanita dibentuk untuk proses yang sangat panjang. Pembentukan perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal misalnya, melalui sosialisasi, budaya yang berlaku serta kebiasaan-kebiasaan yang ada. Perbedaan gender ini sebenarnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan baik bagi pria maupun wanita (Laksmi dan Indriantoro, 1999). Ketidakadilan gender tersebut dapat berwujud dalam berbagai bentuk ketidakadilan, misalnya marginalisasi, proses kemiskinan ekonomi, subordinasi pengambilan keputusan, stereotyping dan diskriminasi, pelabelan negatif, bekerja untuk wanita yang lebih lama dan memikul beban ganda (Fakih, 1996).
12 Perpustakaan Unika
Pandangan terhadap gender (pria atau wanita) dihubungkan dengan sifat positif dan negatif. Sifat pria dipandang memiliki sifat kuat dan keras (strong hard), yang memiliki konotasi nilai positif, sedangkan sifat wanita dipandang memiliki sifat lemah dan lembut yang memiliki konotasi negatif dilingkungan pekerjaan. Apabila sifat wanita ini sesuai dengan kondisi lingkungan pekerjaan akan menjadi sangat terbatas sekali, misal sifat wanita ini hanya akan cocok untuk pekerjaan sebagai sekretaris, perawat rumah sakit dan administratif (Kinicki dan Griffith, 1985; Barnes Farrel, 1991). Dalam perkembangan selanjutnya diperoleh bukti-bukti bahwa sifat-sifat pada wanita juga memiliki kelebihan dibanding sifat-sifat pria seperti sifat kuat dan keras memiliki kecenderungan sifat positif, yaitu berupa sifat kaku, sehingga kurang memiliki kemampuan untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan, sedangkan sifat wanita berupa sifat lemah dan lembut yang memiliki kecenderungan sifat positif, yaitu sifat yang memiliki kemampuan yang lebih fleksibel dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan kerja. Adanya kenyataan yang spesifik dengan kondisi di Indonesia pada umumnya latar belakang budaya, kultur, lingkungan sosial dan peran gender yang saling bersinergi secara lebih harmonis, sehingga terdapat kemungkinan beberapa kenyataan yang berbeda dibandingkan dengan uraian hasil penelitian sebelumnya (dari penelitian di Amerika Serikat). Kesetaraan gender di Indonesia juga mempunyai eksistensi yang kuat sebagai konsekwensi logis dari ditandatanganinya konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita oleh pemerintah Indonesia pada tanggal 29 Juli 1980, tentang kesempatan dalam laporan kerja dan pekerjaan serta pengupahan antara pria dan wanita. Peraturan mengenai perlindungan terhadap diskriminasi kepada para pegawai berdasarkan gender di Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 tahun 1997, tentunya juga turut mempengaruhi kesetaraan tersebut.
13 Perpustakaan Unika
2.1.2.2. Hubungan Klien dengan KAP Hubungan masa jabatan auditor dengan audit judgment telah lama menjadi perhatian bagi regulator. The Metcalf Committee Report menyatakan hubungan yang lama antara perusahaan dengan KAP akan menyebabkan keterkaitan erat dari KAP dengan kepentingan manajemen kliennya, dimana tindakan yang benar-benar independen oleh KAP akan menjadi sulit (Budiyanto, 2005). Beberapa perhatian terhadap aksi independensi telah mendorong untuk diterapkannya peraturan terhadap rotasi audit. Salah satu persepsi adalah bahwa auditor akan lebih mudah dipengaruhi oleh manajer pada keputusan pelaporan hal penting selama masa perikatan audit meningkat. Sehingga penganjuran kewajiban rotasi auditor menyarankan bahwa pembatasan nilai jabatan diharapkan meningkatkan kualitas audit dengan mengurangi kemampuan klien untuk mempengaruhi auditor. Di Indonesia peraturan mengenai rotasi audit diatur dalam KMK RI No.359 tahun 2003 tentang jasa akuntan publik pasal II, yang menyebutkan bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan di suatu entitas dapat dilakukan oleh KAP paling lama untuk 5 tahun buku berturut-turut dan oleh seorang akuntan publik paling lama untuk 3 tahun buku berturut-turut. Pembatasan penggunaan KAP dan akuntan publik menurut ketua Bapepam Herwidayatmo (2002) merupakan salah satu cara untuk mengembalikan kepercayaan investor. Menurut Herwidayatmo (2002) kasus Enron dan kasus lainnya di Amerika Serikat terjadi karena jasa akuntan memberikan pelayanan yang cukup lama pada satu klien dan tidak dibatasi pada jasa audit. Sehingga pengembalian kepercayaan ini tidak saja oleh emiten tetapi oleh profesi penunjangnya SPAP.
14 Perpustakaan Unika
Pandangan yang berlawanan adalah bahwa masalah audit terjadi lebih sering untuk klien baru, karena auditor memiliki informasi yang kurang tentang perusahaan tersebut. Informasi spesifik klien penting sekali bagi auditor untuk mendeteksi kesalahan regulator. De Angelo (1981) dalam Robert dan Tseng (1990) menyatakan bahwa honor audit pada tahun-tahun selanjutnya (untuk memungkinkan auditor menutup investasi awal tersebut). Ini menunjukkan bahwa tantangan terhadap independensi dan objektifitas kemungkinan terbesar pada awal tahun perikatan audit. Auditor akan lebih rentan terhadap ancaman penghentian di tahun-tahun awal KAP memeriksa suatu klien. Karena itu, auditor kemungkinannya lebih dipengaruhi untuk manajemen dari klien yang baru didapatkan daripada oleh manajemen klien yang telah diaudit untuk periode yang lebih lama (Robert dan Tseng, 1990). Haryono Jusup (2001) mengemukakan bahwa dalam suatu audit laporan keuangan, auditor menjalin hubungan profesional dengan beberapa pihak, yaitu : (1) Manajemen Dalam konteks audit, manajemen meliputi pejabat pimpinan, kontroler dan personilpersonil kunci dalam perusahaan. Selama audit berlangsung, auditor sangat sering berhubungan / berinteraksi dengan manajemen untuk mendapatkan bukti yang diperlukan dalam suatu audit, auditor seringkali meminta data perusahaan yang bersifat rahasia. Oleh karena itu sangatlah penting bagi auditor untuk menjalin hubungan baik dengan manajemen atas dasar saling percaya dan saling menghormati. Bila tidak demikian maka audit akan sulit untuk dilakukan. Pendekatan yang lazimnya dilakukan auditor terhadap asersi manajemen adalah apa yang biasa disebut skeptis profesional. Ini berarti bahwa auditor tidak bersikap tidak mempercayai asersi manajemen, tetapi juga tidak begitu saja mempercayai / menerima pernyataan
15 Perpustakaan Unika
tersebut. Sikap auditor adalah mengakui perlunya penilaian yang objektif atas kondisi yang diselidiki dan bukti yang diperoleh selama audit berlangsung. (2) Dewan Komisaris dan Komite Audit Dewan Komisaris sebuah perseroan berkewajiban untuk mengawasi apakah perusahaan telah berjalan sesuai dengan kepentingan para pemegang saham. Hubungan auditor dengan dewan komisaris tergantung pada komposisi dewan-dewan tersebut. Apabila dewan komisaris utama terdiri dari pimpinan perusahaan, maka hubungan auditor dengan dewan komisaris dan manajemen pada dasarnya sama. Namun apabila dewan komisaris mempunyai sejumlah anggota yang berasal dari luar, maka hubungannya bisa menjadi berbeda. Anggota luar berarti anggota dewan komisaris yang bukan merupakan unsur manajemen / karyawan perusahaan. Audit Committee Communications (AICPA, 2000) menghendaki bahwa auditor berdiskusi dengan komite audit dari klien mengenai pertimbangan auditor mengenai kualitas, dibanding hanya dengan menerima pilihan pertimbangan akuntansi oleh manajer. Dalam keadaan demikian, dewan komisaris / komite audit yang ditunjuk, dapat bertindak sebagai penegak antara auditor dan manajemen. (3) Auditor Intern Akuntan Publik biasanya menjalin kerjasama yang erat dengan auditor intern pada perusahaan klien akuntan publik juga mempunyai kepentingan langsung terhadap pekerjaan auditor intern yang merupakan bagian dasar pelaksanaan struktur pengendalian intern klien. Selain itu dimungkinkan pula bagi auditor intern untuk memberi bantuan langsung kepada akuntan publik dalam pelaksanaan audit atas laporan keuangan. Pekerjaan auditor intern tidak bisa digunakan sebagai pengganti pekerjaan akuntan publik, melainkan bisa menjadi pelengkap yang berguna bagi akuntan publik.
16 Perpustakaan Unika
(4) Pemegang Saham Para pemegang saham mengandalkan laporan keuangan yang telah diaudit untuk mendapatkan keyakinan bahwa manajemen telah melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik. Oleh karena itu auditor memiliki tanggung jawab yang penting terhadap para pemegang saham sebagai pemakai utama laporan auditor. Selama perikatan audit berlangsung, auditor biasanya tidak berhubungan langsung dengan para pemegang saham karena mereka bukanlah pejabat / pegawai perusahaan. Namun demikian auditor akan berhadapan langsung dengan para pemegang saham pada saat perusahaan menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan auditor harus menjawab pertanyaan yang diajukan pemegang saham.
2.1.2.3. Pentingnya Klien Bagi KAP Dalam profesi akuntan publik terjadi persaingan yang cukup ketat antar kantor akuntan publik untuk mendapatkan klien. Bagi suatu kantor akuntan publik, klien baru ataupun klien lama yang diharapkan akan melanjutkan memberikan perikatan audit pada tahun-tahun berikutnya. Klien baru bisa merupakan perusahaan yang baru pertama kali diaudit oleh akuntan publik, atau perusahaan yang pernah diaudit oleh kantor akuntan publik lain. Haryono Jusup (2001) mengungkapkan bahwa pergantian auditor dapat terjadi karena berbagai alasan yaitu, (1) klien merupakan hasil merger antara beberapa perusahaan yang semula memiliki masing-masing auditor yang berbeda, (2) ada kebutuhan untuk mendapat perluasan jasa profesional, (3) tidak puas terhadap kantor akuntan publik yang lama, (4) ingin mencari auditor dengan honoranium audit yang lebih murah, (5) penggabungan antara beberapa kantor akuntan publik.
17 Perpustakaan Unika
Auditor tidak wajib menerima setiap permintaan untuk melakukan audit laporan keuangan yang diajukan oleh calon kliennya. Apabila auditor memutuskan untuk menerima suatu perikatan audit, maka auditor harus memikul tanggung jawab profesional terhadap masyarakat, klien, dan terhadap anggota profesi akuntan publik yang lain. Auditor harus menjaga kelangsungan kepercayaan masyarakat terhadap profesi dengan menjaga independensi, integritas dan obyektifitas. Kepentingan klien harus dilayani dengan memperhatikan kompetensi dan profesionalitas. Terhadap anggota lain seprofesi, auditor bertanggung jawab untuk meningkatkan dan menjaga nama baik profesi, serta meningkatkan kemampuannya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Ini berarti bahwa keputusan untuk menerima perikatan dari klien baru. Perikatan lanjutan dari klien lama bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan tanpa pertimbangan yang matang. Pertimbangan dalam memutuskan untuk menerima perikatan juga berhubungan langsung dengan kemampuan auditor untuk memenuhi persyaratan seperti yang diminta oleh standar auditing serta kode etik akuntan untuk menjamin bahwa penerimaan perikatan hanya diberikan pada perkiraan audit yang dapat diselesaikan sesuai dengan standar profesi, maka diperlukan sejumlah tahapan yang harus dilakukan oleh suatu kantor akuntan publik, yaitu (1) evaluasi atas integritas manajemen, (2) mengidentifikasi keadaan-keadaan khusus dan resiko tidak biasa, (3) menetapkan kompetensi untuk melakukan audit, (4) mengevaluasi independensi, (5) menentukan kemampuan untuk bekerja dengan cermat dan seksama, (6) menyiapkan syarat perikatan (Haryono Jusup, 2001).
2.1.2.4. Jasa Non Audit Jasa Non Audit yang dapat diberikan oleh kantor akuntan publik antara lain sebagai berikut:
18 Perpustakaan Unika
(1) Jasa Akuntansi Jasa akuntansi dapat diberikan melalui perancangan sistem akuntansi dan penyusunan laporan keuangan klien (jasa kompilasi). KAP dapat melakukan kompilasi laporan keuangan berdasar catatan data keuangan serta informasi lainnya yang diberikan manajemen suatu entitas ekonomi. Dengan kompilasi ini, KAP tidak memberikan pernyataan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan atas suatu keyakinan apapun terhadap laporan tersebut. Tanggung jawab atas laporan keuangan sepenuhnya tetap berada pada manajemen entitas ekonomi yang bersangkutan. Pelaksanaan kompilasi laporan keuangan oleh KAP dilakukan berpedoman pada standar jasa akuntansi dan review yang terdapat dalam SPAP. (2) Jasa Konsultasi Jasa konsultasi yang diberikan KAP meliputi jasa konsultasi umum kepada manajemen, perancangan sistem dan implementasi sistem akuntansi, penyusunan proposal kas dan studi kelayakan proyek, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pelaksanaan seleksi dan rekuitmen pegawai, dan konsultasi pelaksanaan merger dan akuisisi. Dalam pemberian jasa konsultasi ini KAP berpegang pada standar jasa konsultasi dalam SPAP. Akuntan publik dengan kapasitasnya sebagai konsultan, tidak dibenarkan membuat ataupun menentukan keputusan manajemen. (3) Jasa Perpajakan Jasa perpajakan yang diberikan oleh KAP meliputi konsultasi umum perpajakan, perencanaan pajak, pengisian surat laporan pajak dan penyelesaian masalah perpajakan.
2.1.2.5. Pengalaman Audit
19 Perpustakaan Unika
Banyak negara menetapkan pengalaman kerja dibidang pengauditan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh ijin berpraktik sebagai akuntan publik. Di Indonesia setiap calon akuntan publik harus atau telah memiliki pengalaman bekerja di kantor akuntan publik sekurang-kurangnya 3 tahun dan pengalaman dibidang pengauditan sekurang-kurangnya 3000 jam dengan reputasi baik (Haryono Jusup, 2001). Didalam melaksanakan audit sampai pada suatu pertanyaan pendapat, auditor harus senantiasa bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang auditing. Pencapaian keahlian tersebut dimulai dengan pendidikan formalnya yang diperluas melalui pengalaman-pengalaman
selanjutnya
dalam praktik
audit.
Dalam menjalankan
praktiknya sehari-hari, auditor independen menghadapi berbagai pertimbangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan yang sangat bervariasi, dari yang benar-benar objektif sampai kadang-kadang secara ekstern berupa pertimbangan yang disengaja menyesatkan. Ia diminta untuk melakukan audit dan memberikan pendapat atas laporan keuangan. Suatu perusahaan karena melalui pendidikan, pelatihan dan pengalamannya, ia menjadi orang yang ahli dalam bidang akuntansi dan auditing, serta memiliki kemampuan untuk tidak memihak terhadap informasi yang dicatat didalam pembukuan perusahaan / informasi lain yang berhasil diungkapkan melalui auditnya (SPAP, 2001). Setelah seseorang mendapat ijin praktik, ia memiliki kewajiban untuk terus memelihara dan meningkatkan kemampuan dan pengetahuannya melalui pendidikan formal maupun tidak formal yang disebut pendidikan profesional berkelanjutan untuk memenuhi persyaratan sebagai profesional, auditor harus menjalani pelatihan teknis yang cukup. Pelatihan ini harus mencakup aspek teknis maupun pendidikan umum. Tujuan ketentuan ini adalah agar akuntan publik selalu mengikuti perkembangan mutakhir dibidang akuntansi, pengauditan, dan bidang-bidang terkait lainnya.
20 Perpustakaan Unika
Menurut Tubb, auditor yang berpengalaman memiliki keunggulan di antaranya dalam hal: 1) mendeteksi kesalahan, 2) memahami kesalahan secara akurat, dan 3) mencari penyebab kesalahan (Ridwan, 2002). Melalui keunggulan-keunggulan tersebut akan bermanfaat bagi klien untuk melakukan perbaikan-perbaikan, dengan demikian akan memberikan kepuasan bagi klien.
2.1.3. Peranan Akuntan Publik dalam Good Corporate Governance Good Corporate Governance secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (Value added) untuk semua stakeholder. Ada 2 hal yang ditekankan dalam konsep ini. Pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar (akurat) dan tepat pada waktunya. Kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan dan stakeholder. Atau secara singkat, ada 4 komponen utama yang diperlukan dalam konsep Good Corporate Governance ini, yaitu fairness, transparancy, accountability dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip Good Corporate Governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan. Prinsip Good Corporate Governance yang diterapkan dengan konsisten dapat menjadi penghambat (constrain) aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan (Sulistyanto dan Wibisono, 2003). Kerangka Good Corporate Governance harus menjamin adanya pengungkapan yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahan yang berkaitan dengan perusahaan. Pengungkapan ini meliputi informasi mengenai keadaan keuangan, kinerja perusahaan kepemilikan dan pengelolaan. Disamping itu, informasi yang diungkapkan harus disusun, diaudit, dan disajikan sesuai dengan standar
21 Perpustakaan Unika
yang berlaku umum. Manajemen juga diharuskan meminta auditor eksternal melakukan audit atas laporan keuangan. Untuk mendukung keberhasilan Good Corporate Governance, akuntan publik berperan sebagai pihak yang independen atas laporan keuangan (Endri, 2006).
2.1.4. Teori Independensi Auditor Independensi Audit dipandang sebagai sikap mental yang harus dipertahankan oleh auditor. Dalam menjalankan tugasnya tidak dibenarkan memihak pada kepentingan siapapun. Independensi audit dipandang sebagai sikap mental yang harus dipertahankan oleh auditor. Dalam kaitannya dengan independensi auditor terdapat 2 teori yang mendasar, yaitu : Teori Sikap dan Perilaku Etis dan Behavioral Decision Theory.
2.1.4.1. Teori Sikap dan Perilaku Etis Definisi sikap menurut Krech dan Krutchfield (1983 dalam Maryani dan Ludigdo, 2000) adalah keadaan dalam diri manusia yang menggerakkan untuk bertindak, menyertai manusia dengan perasaan-perasaan tertentu dalam menanggapi obyek yang terbentuk atas dasar pengalaman-pengalaman. Sikap merupakan tenaga pendorong (motif) dari seseorang untuk timbulnya sesuatu perbuatan / tingkah laku. Sikap yang ada pada seseorang akan menentukan warna / corak pada tingkah laku orang tersebut. Dengan mengetahui sikap seseorang maka akan dapat diduga respon / perilaku yang akan diambil oleh seseorang terhadap masalah / keadaan yang dihadapakan padanya. Selanjutnya pembentukan / perubahan sikap ditentukan oleh 2 faktor pokok yaitu faktor individu dan faktor luar. Faktor individu / faktor dalam adalah bagaimana individu menanggapi dunia luarnya secara selektif. Sedangkan faktor luar / eksternal adalah hal-
22 Perpustakaan Unika
hal / keadaan dari luar yang merupakan rangsangan / stimulus untuk membentuk / mengubah sikap (Maryani dan Ludigdo, 2000). Perilaku etis merupakan perilaku yang sesuai dengan norma-norma sosial yang diterima secara umum sehubungan dengan tindakan-tindakan, yang bermanfaat dan yang membahayakan.
Perilaku
kepribadian
merupakan
karakteristik
individu
dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Karakteristik yang dimaksud meliputi : sifat, kemampuan, nilai, keterampilan, sikap serta intelegensi yang muncul dalam pola perilaku seseorang. Jadi perilaku merupakan perwujudan / manifestasi karakteristik seseorang dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Maryani dan Ludigdo, 2000). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang meliputi : 1. Faktor personal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu. 2. Faktor situasional, yaitu faktor yang berasal dari luar diri manusia sehingga dapat mengakibatkan seseorang cenderung berperilaku sesuai dengan karakteristik dan kelompok organisasi dimana ia ikut didalamnya. 3. Faktor stimulasi yang mendorong dan meneguhkan perilaku seseorang. Teori sikap dan perilaku ini dapat menjelaskan independensi auditor dalam penampilan. Jika seorang auditor memiliki sikap yang independen maka dia akan berperilaku independen dalam penampilan. Artinya akuntan publik dalam menjalankan tugasnya tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun. Akuntan publik mempunyai kewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas laporan auditor, seperti calon pemilik dan calon kreditur.
2.1.4.2. Behavioral Decision Theory
23 Perpustakaan Unika
Behavioral Decision Theory merupakan teori yang berhubungan dengan perilaku seseorang dalam proses pengambilan keputusan. Teori ini menyatakan bahwa seseorang mempunyai keterbatasan pengetahuan dan bertindak hanya berdasarkan persepsinya terhadap suatu situasi yang sedang dihadapi. Selain itu, tiap orang mempunyai struktur pengetahuan yang berbeda dan kondisi ini akan mempengaruhi cara keputusan. Selanjutnya disebutkan juga bahwa pembuat keputusan tidak dapat dilepaskan dari berbagai konteks sosial yang ada di dunia praktik. Konteks sosial yang ada didunia praktik. Konteks sosial yang dimaksud disini adalah adanya tekanan-tekanan / pengaruhpengaruh politik, sosial, dan ekonomi, seperti persaingan antar KAP, ukuran KAP. Hubungan sosial dengan klien dan tekanan dari klien. Seorang pembuat keputusan tidak lagi menggunakan pemikiran rasional jika dia merasa bahwa keputusan yang akan diambil sangat erat kaitannya dengan kepentingan pribadinya. Hal tersebut dapat diterangkan oleh Self Fulfilling Prophecy Effect yang menyatakan bahwa seseorang berharap pihak lain akan bertingkah laku / membuat keputusan sesuai dengan kehendaknya dengan demikian seseorang yang menginginkan harapannya terpenuhi melakukan tindakan-tindakan yang dapat memaksa seseorang untuk bertindak seperti yang diharapkan (Sekar Mayangsari, 2000). Peran sosial menggambarkan hak / kebenaran, tugas-tugas, kewajiban, dan perilaku yang sesuai dengan orang yang memegang posisi tertentu dalam konteks sosial tertentu. Peran merupakan komponen perilaku nyata yang disebut Norma. Norma adalah harapan dan kebutuhan perilaku yang sesuai untuk suatu peranan tertentu. Tiap-tiap peran berhubungan dengan suatu identitas yang menggambarkan individu dalam hal bagaimana mereka perlu bertindak dalam situasi khusus (Ikhsan et al, 2003). Sejumlah orang mempunyai peran dan identitas, bergantung pada situasi dimana mereka menemukan diri mereka. Satu aspek penting dari teori peran adalah bahwa
24 Perpustakaan Unika
identitas dan perilaku dianugrahkan secara sosial kepada dukungan sosial. Posisi seseorang yang menduduki suatu organisasi formal / suatu kelompok informal membawa pola perilaku bersama yang diharapkan. Studi keperilakuan manusia yang sistematis bergantung pada 2 fakta. Pertama, orang-orang bertindak secara teratur dan dengan pola yang berulang. Kedua, orang-orang tidak mengisolasikan bentuk, tetapi mereka saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Sehingga timbul perspektif yang sesuai dengan cara membandingkan diri kita terhadap orang lain (Ikhsan et al, 2003). Konflik peran timbul karena adanya 2 perintah berbeda yang diterima secara bersamaan dan pelaksanaan atas salah satu perintah saja akan mengakibatkan diabaikannya perintah yang lain (Ikhsan etal, 2003). Seorang profesional dalam melaksanakan tugasnya terutama ketika menghadapi suatu masalah tertentu sering dihadapkan pada 2 perintah sekaligus. Perintah pertama berasal dari kode etik profesi, sedangkan perintah kedua berasal dari sistem pengendalian yang berlaku di perusahaan. Dilema etis adalah suatu situasi dimana seseorang berhadapan dengan suatu keputusan menyangkut perilaku yang benar. Dilema etis biasanya melibatkan situasi dimana kesejahteraan seseorang / lebih terpengaruh akibat suatu keputusan. Dilema etis yang dihadapi oleh auditor kerap kali berpengaruh terhadap kesejahteraan banyak / sekelompok individu. Sebagai contoh, seandainya seorang auditor membuat keputusan yang tidak etis mengenai kandungan suatu laporan audit, maka kekayaan investor dan kreditor mungkin terpengaruh. Auditor, akuntan dan pebisnis lainnya senantiasa menghadapi dilema etis dalam karir bisnis mereka (Henry Simamora, 2002). Tujuan perilaku seseorang dalam proses pengambilan keputusan adalah untuk mempertahankan hubungan yang tidak memihak antara keberadaan profesi sebagai akuntan publik dengan manajemen serta pihak-pihak lainnya yang terkena pengaruh dari penampilannya. Banyak pengguna laporan keuangan yang memberikan perhatian tentang
25 Perpustakaan Unika
adanya pertentangan kepentingan aktual maupun potential antara pengguna laporan keuangan dengan manajemen entitas. Kekhawatiran ini berkembang menjadi ketakutan bahwa laporan keuangan dengan data yang menyertainya telah disusun sedemikian rupa oleh manajemen sehingga menjadi bias untuk kepentingan manajemen. Pertentangan kepentingan juga dapat terjadi diantara berbagai kelompok pengguna laporan keuangan seperti para kreditor dengan pemegang saham. Oleh karena itu, para pengguna mencari keyakinan dari auditor independen bahwa informasi tersebut telah (1) bebas dari bias untuk kepentingan manajemen dan (2) netral untuk kepentingan berbagai kelompok pengguna (Boyton, Jhonson, Kell, 2002).
2.1.5. Teori dan Konsep Dasar Auditing Pengauditan adalah suatu proses sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi secara obyektif untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Audit dilakukan berdasarkan asumsi bahwa data laporan keuangan dapat diteliti untuk pembuktian (verifiable). Kemampuan dapat diteliti terutama berkaitan dengan tersedianya atestasi bukti pada validitas informasi yang sedang dipertimbangkan. Akuntansi dan auditing secara signifikan memerlukan apa yang disebut pertimbangan profesional. Oleh karena itu, auditor hanya mencari dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas kewajaran laporan keuangan. Dalam melakukan pemerikasan, auditor memperoleh bukti-bukti untuk menyakinkan validitas dan ketepatan perlakuan akuntansi atas transaksi dan saldo. Berkaitan dengan konsep penyajian secara wajar, asumsi tentang pembuktian merupakan dasar yang baik (Boyton, Jhonson, Kell, 2002).
26 Perpustakaan Unika
Suatu
teori
memungkinkan
ide-ide yang
tampaknya
terpisah
menjadi
terorganisasi kedalam suatu kumpulan yang akhirnya membentuk ilmu pengetahuan (a body of knowledge). Adanya ilmu pengetahuan tersebut biasanya dinyatakan sebagai syarat utama aktivitas suatu profesi. Dengan dimilikinya suatu bidang ilmu yang formal, suatu profesi dapat memajukan proses profesionalisasinya. Suatu teori dibentuk untuk menerangkan fenomena yang dapat diobservasi didalam dunia nyata. Dengan demikian teori dimaksudkan untuk praktik yang lebih berguna. Teori auditing merupakan tuntutan untuk melaksanakan audit yang bersifat normatif. Dalam melakukan audit, seorang auditor menerapkan prosedur audit sesuai dengan standar yang diterima oleh umum menurut Mautz dan Sharaf (dalam Abdul Halim, 2001). Teori auditing tersusun atas lima dasar konsep dasar, yaitu : (1) Bukti, (2) Kehati-hatian dalam Pemeriksaan, (3) Penyajian / Pengungkapan yang Wajar, (4) Independensi, (5) Etika Perilaku.
2.1.5.1. Bukti Tujuan audit laporan keuangan untuk memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan klien. Untuk mendasari pemberian pendapat tersebut, auditor harus memperoleh dan mengevaluasi bukti. Bukti audit merupakan suatu konsep yang fundamental didalam audit. Hal itu dinyatakan secara jelas dalam standar pekerjaan lapangan ketiga dari Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP), yang menyatakan bahwa : bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan. Ukuran keabsahan (validity) bukti tersebut untuk tujuan audit tergantung pada pertimbangan auditor independen. Dalam hal ini bukti audit (audit evidence) berbeda dengan bukti hukum (legal evidence) yang diatur
27 Perpustakaan Unika
secara tegas oleh peraturan yang ketat. Bukti audit sangat bervariasi pengaruhnya terhadap kesimpulan yang ditarik oleh auditor independen dalam rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan. Relevansi, objektifitas, ketepatan waktu, dan keberadaan bukti audit lain yang menguatkan kesimpulan, seluruhnya berpengaruh terhadap kompetensi bukti (SPAP, 2001).
Abdul Halim (2001) menyatakan bahwa
secara umum, usaha untuk memperoleh bukti adalah dengan cara sebagai berikut: 1. Avjoritarianisme yaitu bukti diperoleh berdasar informasi dari pihak lain. Misalnya keterangan lisan manajemen, karyawan dan pihak luar lainnya, serta keterangan tertulis berupa dokumen. 2. Mysticism yaitu bukti dihasilkan dari institusi. Misalnya pemeriksaan buku besar, dan penelaahan terhadap keterangan dari pihak luar. 3. Rationalism
yaitu
merupakan
pemikiran
asumsi yang
diterima.
Misalnya
penghitungan kembali oleh auditor dan pengamatan terhadap pengendalian intern. 4. Empiricism yaitu merupakan pengalaman yang sering terjadi. Misalnya penghitungan dan pengujian secara fisik. 5. Pragmatism yaitu merupakan hasil praktik. Misalnya kejadian setelah tanggal selesainya pekerjaan lapangan.
2.1.5.2. Memeriksa dengan Hati-Hati Konsep kehati-hatian dalam pemeriksaan, didasarkan pada issue pokok tingkat kehati-hatian yang diharapkan pada auditor yang bertanggung jawab. Dalam auditing disebut sebagai Prudent Auditor. Tanggung jawab yang dimaksud adalah tanggung jawab seorang profesional dalam melaksanakan tugasnya. Konsep ini lebih dikenal dengan konsep konservatif. Sebagai manusia, seorang auditor tidak akan lepas dari kemungkinan berbuat kesalahan. Namun demikian sehingga seorang profesional auditor
28 Perpustakaan Unika
dituntut melakukan pekerjaannya dengan tingkat kehati-hatian yang tinggi. Konsep ini diprediksikan untuk mengurangi timbulnya kesalahan yang diakibatkan oleh kesalahan manusiawi tersebut (Abdul Halim, 2001). Prinsip kehati-hatian diatur dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia pada prinsip etika ke-V: setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian,
kompetisi
dan
ketekunan,
serta
mempunyai
kewajiban
untuk
mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien / pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi, dan teknik yang paling mutakhir (Kode Etik IAI, 2002).
2.1.5.3. Penyajian atau Pengungkapan yang Wajar Konsep ini menuntut adanya informasi laporan keuangan yang tidak memihak, tidak bias dan mencerminkan posisi keuangan, hasil operasi dan aliran kas perusahaan (Abdul Halim, 2001). Ruchyat Kosasih (1981) mengemukakan bahwa penyajian yang wajar terdiri dari 3 sub konsep sebagai berikut : (1) Ketepatan akuntansi Ketepatan akuntansi menyangkut ketepatan metode akuntansi dan ketepatan penyajian laporan keuangan. Supaya data akuntansi dapat dipercaya, tidak juga akuntansinya harus dapat diterima. Penyajiannya harus tepat, tidak boleh menghilangkan informasi yang berguna ataupun menyesatkan pemakai laporan keuangan. Tujuan prinsip akuntansi yang lazim adalah untuk dapat menyajikan data laporan keuangan yang benar-benar mencerminkan realitas kondisi keuangan dan hasil operasi suatu perusahaan. Metode akuntansi yang dapat diterima adalah cara yang realitas dalam pencatatan transaksi berikut pengaruhnya dengan memakai dasar
29 Perpustakaan Unika
accrual yaitu menghubungkan biaya (effort / cost) dengan pendapatan (revenue) dalam suatu periode tertentu. (2) Pengungkapan yang cukup Pengungkapan yang cukup mengandung ide bahwa tidak perlu melaksanakan fungsinya untuk menjelaskan informasi keuangan kepada pihak ketiga, kecuali ia sudah : (a) menyakinkan dirinya bahwa telah diperoleh informasi yang cukup bagi keputusan investment dengan kondisi pasaran yang berlaku, (b) menunjukkan kemampuannya dan itikad baiknya sebagai seorang ahli bahwa informasi tersebut telah diperiksa dan menyatakan pendapatnya, (c) mengambil langkah yang perlu untuk melindungi kepentingan para penanam modal sesuai dengan profesinya. (3) Kewajiban pemeriksaan Untuk melaksanakan hal ini auditor harus mengambil langkah-langkah untuk melindungi pemakai laporan jangan sampai tersesat, baik pada luas & sifat pemeriksaan maupun terhadap opini yang diberikannya.
2.1.5.4. Independensi Profesi akuntan publik merupakan jabatan kepercayaan masyarakat umum, maka akuntan publik dituntut harus tidak boleh memihak kepada siapapun (independen) harus bersifat objektif dan jujur. Hal ini seperti yang dinyatakan dalam Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP), dalam standar umum ke- 2 : dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan auditor (SPAP, 2001). Standar ini mengharuskan auditor bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena auditor melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan dalam hal bila berpraktik sebagai auditor intern). Auditor mengakui kewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun
30 Perpustakaan Unika
juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas laporan auditor independen, seperti calon-calon pemilik dan kreditur. Independensi merupakan aspek yang unik dan penting dari profesi akuntan publik, karena berhubungan langsung dengan pelaku fungsi penilaian (akreditas) atas laporan keuangan. Kepercayaan masyarakat terhadap sikap independensi sangat penting artinya bagi perkembangan akuntan publik itu sendiri. Persepsi masyarakat mengenai sikap mental independensi akuntan sulit dipertahankan. Kepercayaan masyarakat akan menurun bila independensi akuntan juga menurun (Mulyadi, 2001). Didalam kode etik akuntan tahun 2002 disebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari seseorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam pelaksanaan tugasnya yang bertentangan dengan prinsip integritas dan obyektifitas. Setiap akuntan harus tetap memelihara integritas dan obyektifitas dalam tugas profesionalnya dan seorang auditor harus independen dari semua kepentingan yang bertentangan / yang berpengaruh tidak layak. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa independensi merupakan sikap seseorang untuk bertindak obyektif dengan integritas yang tinggi. Independensi mencakup tiga aspek, yaitu : 1. Independensi dalam kenyataan / independence in fact. Dalam pengertian ini independensi diri akuntan dalam mempertimbangkan berbagai fakta yang dijumpai pada pemeriksaan diberikan dengan jujur dan obyektif. 2. Independensi dalam penampilan / independence in appearance. Dalam pengertian ini independensi dipandang dari sudut pandang pihak lain yang mengetahui informasi yang bersangkutan dengan diri akuntan. Auditor harus menjaga kedudukannya sedemikian rupa sehingga pihak lain akan mempercayai sikap independensi dan obyektifitasnya. Meskipun auditor independen telah menjalankan audit dengan baik
31 Perpustakaan Unika
secara independen dan obyektif, pendapatnya yang dinyatakan melalui laporan audit tidak akan dipercaya oleh para pemakai jasa auditor independen bila tidak mampu mempertahankan independensi dalam penampilan. Oleh karena itu, independensi dalam penampilan sangat penting bagi perkembangan profesi auditor. 3. Independensi dari sudut keahliannya / independence in competence. Dalam pengertian ini berhubungan erat dengan kompetisi / kemampuan auditor dalam melaksankan dan menyelesaikan tugasnya. Auditor yang awam dalam electronic data processing system tidak memenuhi independensi keahlian bila ia mengaudit perusahaan yang pengolahan datanya menggunakan sistem informasi akuntansi terkomputerisasi. Independensi dari sudut pandang keahlian terkait erat dengan kecakapan profesional auditor.
2.1.5.5. Etika Perilaku Etika dalam bahasan latin “ethica”, berarti falsafah moral. Moralitas berfokus pada perilaku
manajemen yang benar dan salah. Jadi etika berhubungan dengan
pertanyaan bagaimana seseorang bertindak terhadap orang lainnya. Setiap hubungan diantara dua / lebih individu menyertakan didalamnya ekspektasi pihak-pihak yang terlibat (Henry Simamora, 2002). Etika merupakan peraturan-peraturan yang dirancang untuk mempertahankan suatu profesi pada tingkat yang bermartabat, mengarahkan anggota profesi dalam hubungannya satu dengan yang lain dan memastikan kepada publik bahwa profesi akan mempertahankan tingkat kinerja yang tinggi (Maryani dan Ludigdo, 2000). Etika profesional ditetapkan oleh organisasi profesi bagi para anggotanya yang secara sukarela menerima prinsip perilaku profesional kode etik berpengaruh besar terhadap reputasi serta kepercayaan masyarakat pada profesi yang bersangkutan. Kode
32 Perpustakaan Unika
etik berkembang dari waktu ke waktu dan terus berubah sejalan dengan perubahan dalam praktik yang dijalankan akuntan publik (Maryani dan Ludigdo, 2000). Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam kode Etik Akuntan Indonesia. Kode etik ini mengikat para anggota IAI di satu sisi dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan / belum menjadi anggota IAI di sisi lainnya. Kode Etik Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai pedoman dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan
dunia usaha, pada
instansi pemerintah, maupun dilingkungan dunia dalam pemenuhan tanggung jawab profesionalnya. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Kongres IX Ikatan Akuntan Indonesia di Jakarta pada tahun 2002 terdiri dari 3 bagian, yaitu (1) Prinsip Etika, (2) Aturan Etika, (3) Intepretasi Aturan Etika. Untuk meminimalkan pelanggaran terhadap Kode Etik Akuntan Indonesia perlu dilakukan upaya-upaya oleh berbagai pihak. Sanksi-sanksi yang tegas terhadap para pelanggar perlu terus dilanjutkan agar dapat mengurungkan niat-niat yang kurang baik yang dapat timbul. Selain usahausaha penataran yang terus menerus dilakukan oleh IAI terhadap para anggotanya, KAP dan anggotanya profesi juga perlu diingatkan kembali mengenai pentingnya mereka menjunjung tinggi Kode Etik Profesi.
2.1.6. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu mengenai ekspektasi klien akan kemampuan klien dalam mempengaruhi auditor apabila terjadi ketidaksepakatan antara klien dengan auditor tentang penyajian laporan keuangan berdasarkan sudut pandang klien telah dilakukan di Amerika Serikat oleh Iyer dan Rama (2004) yaitu meneliti empat faktor yang mempengaruhi ekspektasi klien meliputi (1) hubungan klien dengan KAP, (2)
33 Perpustakaan Unika
pentingnya klien bagi KAP, (3) jasa non audit lain yang diberikan oleh KAP, (4) pengalaman audit klien. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa responden dari perusahaan dengan masa jabatan auditor yang pendek dengan kliennya, lebih mungkin terindikasi bahwa klien mampu mendesak auditor untuk menerima pendapat klien dalam kasus ketidaksepakatan akuntansi. Hasil ini konsisten dengan pendapat bahwa para auditor rentan tarhadap pengaruh pada tahun-tahun awal karena klien masih dalam proses untuk mengganti biaya permulaan (recouping start up cost), tetapi tidak konsisten dengan keprihatinan yang ditunjukkan legislator dan pihak lain bahwa lamanya KAP memeriksa klien juga sama, yang kontrak kerjanya lebih banyak akan mempengaruhi kualitas audit secara merugikan. Para klien meyakini bahwa bisnis klien lebih penting bagi KAP juga lebih besar kemungkinannya untuk meyakini bahwa klien bisa mendesak auditor. Meskipun demikian, jumlah jasa non audit yang digunakan dan pengalaman audit terdahulu tidak terkait dengan persepsi klien mengenai kemampuan klien untuk mendesak auditor. Penelitian
di Indonesia mengenai ekspektasi klien terhadap audit judgment
dilakukan oleh Enjang Tachyan Budiyanto (2005) yang mereplikasi dari penelitian Iyer dan Rama (2004). Subyek dalam penelitian Enjang Tachyan Budiyanto (2005) adalah semua anggota IAI-KAM yang bekerja pada perusahaan-perusahaan di Indonesia. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh besarnya nilai Adjusted R Square sebesar 0,317 yang berarti variabilitas variabel ekspektasi klien dalam audit judgment yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel hubungan klien dengan KAP, pentingnya klien bagi KAP, jasa non audit yang diberikan oleh KAP, dan pengalaman audit klien sebesar 31,7%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keempat faktor tersebut secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap ekspektasi klien dalam audit judgment.
34 Perpustakaan Unika
2.2. Pengembangan Hipotesis 2.2.1. Gender - Ekspektasi Klien dalam Audit Judgment Adanya ruang gerak yang dirasakan terbatas, maka bagi wanita yang aktif pada peran publik termasuk sebagai auditor independen atau akuntan publik akan menpunyai peran ganda dan peran tersebut diduga dapat mempengaruhi kinerja pada profesi akuntan. Profesi akuntan adalah sebuah profesi yang menuntut adanya kemampuan dalam memproses informasi dan dalam menentukan judgment dalam sebuah penugasan audit. Dalam proses pelaksanaan tugas audit dapat ditemukan berbagai variasi kompleksitas tugas yang memerlukan pemrosesan informasi oleh kemampuan kognitif individual. Meyers-Levy (1986) dalam Zulaikha (2006) juga mengembangkan kerangka teoritis untuk menjelaskan kajian tentang perbedaan antara wanita dan pria dalam memproses informasi. Kerangka teoritis ini mereka sebut dengan "selectivity hypothesis". Perbedaaan yang didasarkan pada isu gender dalam pemrosesan informasi dan pembuatan keputusan didasarkan atas pendekatan yang berbeda yaitu bahwa pria dan wanita menggunakan pemrosesan inti informasi dalam memecahkan masalah dan membuat inti keputusan. Pria pada umumnya dalam menyelesaikan masalah tidak menggunakan semua informasi yang tersedia, dan mereka juga tidak memproses informasi secara menyeluruh, sehingga dikatakan bahwa pria cenderung melakukan pemrosesan informasi secara terbatas. Sedangkan wanita dipandang sebagai pemroses informasi lebih detail, yang melakukan proses informasi pada sebagian besar inti informasi untuk pembuatan keputusan atau judgment (Zulaikha , 2006). Berdasarkan teori complementary contribution model yang berasumsi bahwa antara pria dan wanita mempunyai kemampuan yang berbeda sehingga perlu ada perbedaan dalam mengelola dan cara menilai, mencatat serta mengkombinasikan untuk
35 Perpustakaan Unika
menghasilkan suatu sinergi dan teori sosialisasi gender yang menyatakan bahwa pria dan wanita secara mendasar berbeda dalam perkembangan moral dan kecenderungannya membawa perbedaan nilai pada tempat kerja. Wanita dinilai memiliki kinerja yang lebih akurat dibandingkan pria dalam menyelesaikan tugas yang kompleks dalam pembuatan suatu judgment, sehingga berdampak pada ekspektasi klien dalam audit judgment. Dari literatur cognitive psychology dinyatakan bahwa gender sebagai faktor level individual dapat berpengaruh terhadap kinerja yang memerlukan judgment dalam berbagai kompleksitas tugas. Dalam literatur tersebut Chung and Monroe (2001) dinyatakan bahwa wanita dapat lebih efisien dan efektif dalam memproses informasi dalam tugas yang kompleks dibanding pria dikarenakan wanita lebih memiliki kemampuan untuk membedakan dan mengintegrasikan kunci keputusan. Masih dalam literatur tersebut juga dinyatakan bukti bahwa pria relatif kurang mendalam dalam menganalisis inti dari suatu keputusan. Namun pengaruh gender terhadap pemrosesan informasi dan judgment belum banyak teruji dalam konteks penugasan audit atau penugasan sebagai auditor. Hasil penelitian Giligan (1982), Sweeney dan Robert (1997), Barbeau dan Brabeck dan Cohen et al (1999) dalam Jamilah dkk (2007) membuktikan bahwa gender mempengaruhi ekspektasi klien terhadap audit judgment. Argumen dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa kaum wanita lebih efisien dibandingkan kaum pria selagi mendapatkan akses informasi. Kaum wanita juga dianggap memiliki daya ingat yang lebih tajam terhadap suatu informasi dibandingkan dengan kaum pria demikian juga dalam hal pengelolaan informasi. Hasil penelitian Cohen et al (1998) juga menyatakan adanya perbedaan
persepsi evaluasi etis dan orientasi etis berdasarkan gender dan
diversitas akademis terhadap rekruitmen tenaga audit di Kantor Akuntan Publik. Adanya
36 Perpustakaan Unika
perbedaan ini disebabkan pertimbangan bahwa wanita memiliki kemampuan mengelola informasi secara lebih baik dibandingkan dengan pria. Adanya perbedaan dalam memberikan judgment antara auditor pria dan wanita sehingga dapat disimpulkan bahwa auditor wanita dalam memberikan judgment lebih akurat ini dapat dilihat dalam pemberian penilaian sebuah asersi dalam laporan keuangan, auditor wanita menggunakan informasi secara menyeluruh dan lengkap untuk pembuatan judgment dibandingkan auditor pria. Dengan demikian dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1: Gender berpengaruh secara signifikan terhadap ekspektasi klien dalam audit judgment.
2.2.2. Hubungan Klien dengan KAP - Ekspektasi Klien dalam Audit Judgment Laporan Metcalf Committee (US Senate 1976) mencatat bahwa ”hubungan lama antara perusahaan dengan KAP akan menyebabkan keterikatan yang erat dari KAP dengan kepentingan manajemen kliennya, menjadikan tindakan yang benar-benar independen oleh KAP akan menjadi sulit”. Keprihatinan itu telah menyebabkan diwajibkannya rotasi auditor. Diwajibkan rotasi untuk auditor tersebut didasari oleh pendapat bahwa saat lamanya auditor memeriksa meningkat, maka akan meningkatkan anggapan bahwa auditor berjalan sesuai keinginan klien dalam masalah-masalah akuntansi (US senate, 1976: Business Week, 2002 dalam Nining). Hubungan antara penyedia jasa dan klien telah didefinisikan sebagai ikatan, baik secara implisit maupun eksplisit, atas keberlangsungan hubungan antara pasangan dalam pertukaran (Ratmono, 2002). Berdasarkan penelitian Supriyono (1988) menyatakan jika KAP melakukan audit dalam jangka waktu yang lama atau lebih dari lima tahun secara berturut-turut, maka
37 Perpustakaan Unika
KAP tersebut akan menjadi terbiasa dengan lingkungan kerja tersebut baik dengan pimpinan, karyawan atau anggota staff manajemen yang memiliki pengaruh baik itu besar maupun kecil terhadap perusahaan. Akibatnya KAP akan memiliki hubungan dekat dengan pihak klien dan hal ini jelas akan mempengaruhi KAP dalam membuat judgment mengenai kliennya tersebut, sehingga semakin lama hubungan audit antara KAP dengan klien maka akan ada keterkaitan antara klien dengan KAP. Penelitian Myers et al (2003) menyatakan bahwa lamanya hubungan auditor dengan klien berpengaruh terhadap ekspektasi klien dalam audit judgment. Hal ini dikarenakan semakin lama seorang auditor berinteraksi dengan klien akan menyebabkan auditor merasa sudah mengenali karakter usaha klien yang meliputi operasional dan akuntansinya. Kondisi ini memungkinkan auditor memiliki kecenderungan untuk mengabaikan beberapa prosedur yang dianggap hanya menggali bukti mengenai hal yang dianggap sudah dikenalinya. Hal ini menunjukkan bahwa lamanya hubungan klien dengan KAP mempengaruhi ekspektasi dalam audit judgment. Hasil penelitian Dye (1991) dalam Nining menyatakan bahwa hubungan klien dengan auditor mempengaruhi ekspektasi klien dalam audit judgment. Hal ini disebabkan honor audit pada tahun-tahun awal ditetapkan dengan biaya yang rendah dan honor audit meningkat pada tahun-tahun selanjutnya (untuk memungkinkan auditor menutup investasi awal). Karena itu, auditor kemungkinannya dipengaruhi oleh manajemen dari klien yang baru ditetapkan daripada manajemen klien yang telah diaudit untuk periode yang lebih lama. Ini berarti bahwa klien dari perusahaan-perusahaan yang hubungan dengan KAP lebih lama meyakini bahwa mereka (klien) lebih besar kemungkinannya untuk dapat mendesak auditor agar mau menerima pendapat mereka (klien), hal ini akan jelas mempengaruhi KAP dalam membuat
judgment. Penelitian Iyer dan Rama (2004)
38 Perpustakaan Unika
menyatakan bahwa hubungan klien dengan KAP berpengaruh terhadap ekspektasi klien dalam audit judgment. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka peneliti ingin menguji lebih lanjut variabel hubungan klien dengan KAP. Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: H2: Hubungan klien dengan KAP berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap ekspektasi klien dalam audit judgment.
2.2.3. Pentingnya Klien Bagi KAP - Ekspektasi Klien dalam Audit Judgment Seiring
dengan
berkembangnya
profesi
akuntan
publik,
menyebabkan
berkembangnya pula pada jumlah kantor akuntan publik yang ada, seiring munculnya jumlah KAP yang semakin banyak maka timbul persaingan yang cukup tajam sehingga klien menjadi sangat penting bagi KAP karena KAP akan takut kehilangan sebagian besar dari pendapatannya. Persaingan yang tajam dapat mengakibatkan solidaritas profesional yang rendah sehingga untuk mempertahankan klien tidak berpindah meminta jasa ke kantor akuntan lain maka KAP akan cenderung tunduk pada tekanan manajemen, karena klien dianggap sangat penting bagi KAP. Dari hasil ini juga dapat dimaknai bahwa pentingnya klien bagi KAP akan meningkatkan daya tawar klien terhadap KAP. Banyak penelitian terdahulu telah membahas isu-isu pentingnya klien terhadap auditor judgments. Penelitian yang meneliti opini-opini audit menemukan bahwa kemungkinan menerima opini yang dimodifikasikan adalah lebih rendah untuk perusahaan-perusahaan yang lebih besar (Hopwood, McKeown, dan Muchler, 1994). Penelitian terdahulu yang telah meneliti auditor judgments telah difokuskan pada pentingnya klien khususnya dari sudut pandang KAP. Meskipun demikian SEC (2000) telah menyatakan secara khusus bahwa peranan KAP secara individu tidak bisa diabaikan didalam konteks audit judgment. Secara khusus, SEC menyatakan :
39 Perpustakaan Unika
Kepentingan reputasi Akuntan Publik tidak sama dengan kepentingan reputasi KAP / konsultan yang melakukan sebagian besar pekerjaan untuk klien audit.................KAP dan konsultan memiliki lebih banyak keuntungan ynag mereka harus kalah dan menyebabkan kegagalan audit, khususnya jika klien berperan besar terhadap pendapatan KAP. Kerusakan reputasi akan menyebar pada seluruh bagian KAP, sedangkan pendapatan dari klien hanya terkonsentrasi pada pimpinan KAP dimana dia bekerja (SEC, 2000). Supriyono (1988) juga menyatakan bahwa kantor akuntan yang menerima audit fee yang besar dari seorang klien akan takut kehilangan klien tersebut karena akan kehilangan sebagian besar pendapatannya. Auditor yang mengaudit klien yang berukuran besar akan merasa takut apabila kehilangan klien tersebut karena otomatis dengan hilangnya klien tersebut maka pendapatan auditor menjadi berkurang. Sehingga auditor akan berusaha mempertahankan klien tersebut bagaimanapun caranya tetapi dengan tetap memegang aturan serta kode etik yang telah ditetapkan. Penelitian Iyer dan Rama (2004) menyatakan bahwa pentingnya klien bagi KAP berpengaruh positif terhadap ekspektasi klien dalam audit judgment. Ini berarti bahwa para klien meyakini bahwa klien dianggap sangat penting bagi KAP. Dugaan ini diperkuat dengan hasil penelitian Budiyanto (2005) yang menunjukkan bahwa pentingnya klien bagi KAP berpengaruh positif terhadap ekspektasi klien dalam audit judgment. Dengan demikian diajukan hipotesis sebagai berikut: H3: Pentingnya klien bagi KAP berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap ekspektasi klien dalam audit judgment.
2.2.4. Jasa Non Audit yang Diberikan oleh KAP - Ekspektasi Klien dalam Audit Judgment Semakin meningkatnya peranan akuntansi pada dunia bisnis mendorong manajemen perusahaan memerlukan jasa-jasa lain selain jasa audit dari kantor akuntan publik. Seringkali manajemen klien yang diaudit meminta kepada kantor akuntan publik
40 Perpustakaan Unika
yang melaksanakan pemeriksaan akuntan untuk memberikan jasa lain selain jasa audit. Permintaan tersebut didorong karena manajemen memandang bahwa dari pemeriksaan tersebut akuntan publik dapat mengetahui masalah-masalah dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi manajemen sehingga diharapkan masalah dan kesulitan tersebut dapat dipecahkan dengan tepat dan segera. Dapat pula terjadi sebaliknya, suatu kantor akuntan semula hanya memberikan jasa selain jasa audit pada klien tertentu tetapi karena hubungan yang sudah terjalin tersebut selanjutnya kantor akuntan yang bersangkutan diminta untuk mengaudit klien (Supriyono, 1988 : 42). Berkembangnya peranan akuntansi pada dunia bisnis mendorong permintaan terhadap jasa auditor eksternal dari KAP, tidak jarang pihak manajemen meminta akuntan publik tersebut untuk melakukan jasa lain selain jasa audit karena didorong oleh karena manajemen memandang bahwa akuntan publik dapat mengetahui kesulitankesulitan dan permasalahan yang mereka hadapi. Dapat pula terjadi sebaliknya, kantor akuntan semula hanya memberikan jasa selain jasa audit pada klien tertentu tapi karena hubungan ynag sudah terjalin selanjutnya KAP tersebut diminta mengaudit kliennya (Supriyono, 1988). Penelitian Budiyanto (2005) menyatakan bahwa jasa non audit yang diberikan oleh KAP berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekspektasi klien dalam audit judgment, dikarenakan jasa-jasa non audit akan meningkatkan pengetahuan auditor mengenai klien. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka peneliti ingin menguji lebih lanjut variabel jasa non audit yang diberikan oleh KAP ini, hipotesis yang diajukan sebagai berikut: H4: Jasa non audit yang diberikan oleh KAP berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap ekspektasi klien dalam audit judgment.
41 Perpustakaan Unika
2.2.5. Pengalaman Audit yang Dimiliki oleh KAP - Ekspektasi Klien dalam Audit Judgment Auditor harus senantiasa bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan auditing, terutama dalam melaksanakan audit sampai proses akhir audit yaitu penyataan pendapat. Pencapaian keahlian tersebut dapat dicapai dengan dimulainya pendidikan formal yang diperluas melalui pengalaman-pengalaman dan selanjutnya praktik audit. Tubs (1992) mengatakan bahwa auditor yang berpengalaman akan memiliki keunggulan dalam hal (1) mendeteksi kesalahan, (2) memahami kesalahan yang akurat, (3) mencari penyebab kesalahan. Jika seorang auditor memiliki pengalaman yang cukup lama dan dalam melakukan audit maka auditor tersebut dianggap memiliki kemampuan yang sudah tidak diragukan lagi didalam mengaudit laporan keuangan suatu perusahaan. Jadi semakin auditor berpengalaman maka klien akan puas. Sedangkan menurut Butts yang dikutip dari Yudhi Herliansyah, mengungkapkan bahwa akuntan pemeriksa yang berpengalaman membuat judgment lebih baik dalam tugas-tugas profesional daripada akuntan yang belum berpengalaman. Hal ini dipertegas oleh (Hayness et al 1998) yang menemukan bahwa pengalaman audit yang dipunyai auditor berperan dalam menentukan pertimbangan yang diambil. Lain halnya dengan Ashton (1991) yang dikutip dari Putri Noviyani dalam penelitiannya tentang hubungan pengalaman dan tingkat pengetahuan sebagai penentu keahlian audit menyimpulkan bahwa perbedaan pengalaman auditor tidak bisa menjelaskan perbedaan tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh auditor tersebut. Auditor dengan tingkat pengalaman yang sama dapat saja menunjukkan perbedaan yang besar dalam tingkat pengetahuan yang dimiliki.
42 Perpustakaan Unika
Pengalaman merupakan atribut yang penting yang dimiliki oleh auditor, hal ini terbukti dengan tingkat kesalahan yang dibuat oleh auditor yang tidak berpengalaman lebih banyak daripada auditor yang berpengalaman (Neni Meidawati, 2001 dalam Ridwan Widagdo). Bernadi (1994) dalam Sekar Mayangsari yang mengatakan bahwa pengalaman merupakan faktor yang mempengaruhi kemampuan prediksi dan deteksi auditor. Menurut Pasewark dan Wilkerson (1989) sebagaimana dikutip dari Iyer dan Rama (2004) pegawai perusahaan yang pernah bekerja di KAP besar lebih besar kemungkinannya untuk mengetahui standar auditing dan proses audit dan hal ini akan membantu klien dalam bernegosiasi dengan auditor. Jeffrey dalam Yudhi Herliansyah (2006) memperlihatkan bahwa seseorang dengan lebih banyak pengalaman dalam suatu bidang memiliki lebih banyak hal yang tersimpan dalam ingatannya dan dapat mengembangkan suatu pemahaman yang baik, pengalaman yang lebih akan menghasilkan pengetahuan yang lebih Pengalaman juga merupakan atribut penting yang harus dimiliki oleh auditor. Hal ini terbukti dengan tingkat kesalahan yang dibuat oleh auditor yang tidak berpengalaman lebih banyak daripada auditor yang berpengalaman. Selain dapat membuat audit lebih berkualitas memahami industri klien juga berguna untuk memberikan masukan agar klien beroperasi secara lebih spesifik (Ridwan, 2002). Hasil penelitian
Iyer
dan
Rama
(2004)
membuktikan
bahwa
pengalaman
audit
mempengaruhi ekspektasi klien terhadap audit judgment. Hal ini dikarenakan klien tidak yakin apakah mereka mampu melakukan persuasi kepada auditor-auditor yang telah berpengalaman. Penelitian Budiyanto (2005) menunjukkan bahwa pengalaman audit yang dimiliki oleh KAP tidak berpengaruh terhadap ekspektasi klien dalam audit judgment,
43 Perpustakaan Unika
dikarenakan klien yang pernah bekerja pada KAP mempunyai komitmen yang kuat untuk menjunjung tinggi profesi akuntansi. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka peneliti ingin menguji lebih lanjut variabel pengalaman audit klien, yang diajukan sebagai berikut: H5: Pengalaman audit yang dimiliki oleh KAP berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap ekspektasi klien dalam audit judgment.
2.3. Kerangka Pikir Menurut Janti (2005) laporan keuangan juga merupakan salah satu media terpenting dalam mengkomunikasikan fakta-fakta mengenai perusahaan dan sebagai dasar untuk dapat menentukan atau menilai posisi keuangan suatu perusahaan. Sebagai pihak yang berkepentingan untuk memberikan laporan kepada pengguna laporan keuangan, manajemen memiliki harapan-harapan tertentu mengenai laporan keuangan perusahaan, yang pada akhirnya disampaikan oleh auditor melalui audit judgment. Penelitian di Indonesia mengenai ekspektasi klien dalam audit judgment, dilakukan oleh Budiyanto dkk (2005) dan mengajukan variabel hubungan klien dengan KAP, pentingnya klien bagi KAP, jasa non audit yang diberikan oleh KAP dan pengalaman audit yang dimiliki oleh KAP. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Budiyanto dkk (2005) dengan Gender menambahkan variabel gender ke dalam model.
Hubungan Klien Variabel Independen (X) Dengan KAP
Pentingnya Klien Bagi KAP
H1 H2(+)
Jasa Non Audit yang Diberikan oleh KAP
Pengalaman Audit yang Dimiliki oleh KAP
Ekspektasi Klien dalam Audit Judgment Variabel Dependen (Y)
44 Perpustakaan Unika
H3(+)
H4(+) H5(+)
Gambar 1 : Kerangka Pemikiran Teoritis
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini membahas mengenai metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi definisi dan pengukuran variabel, populasi dan sampel, metode pengumpulan data , pengujian alat pengumpulan data, teknik analisis data. 3.1. Definisi dan Pengukuran Variabel Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari: 3.1.1. Variabel Independen Variabel independen dalam penelitian ini adalah gender, hubungan klien dengan KAP, pentingnya klien bagi KAP, jasa non audit yang diberikan oleh KAP, dan pengalaman audit yang dimiliki oleh KAP. 1. Gender (X1). Gender atau jenis kelamin adalah pembedaan pria dan wanita atas dasar fisik yaitu berdasarkan struktur anatomi tubuh pria dan tubuh wanita. Gender yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jenis kelamin yang dibagi menjadi dua yaitu pria dan wanita. Pengukuran gender dilakukan dengan