BAB V ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN BAHASA MODEBUR, BAHASA KAERA, DAN BAHASA TEIWA SECARA KUANTITATIF DAN KUALITATIF 5.0 Pengantar Berdasarkan pengumpulan data awal ditemukan bahasa-bahasa di Pulau Pantar yang berjumlah sepuluh bahasa. Kesepuluh bahasa tersebut adalah bahasa Modebur, bahasa Kaera, bahasa Teiwa, bahasa Blagar, bahasa Munaseli/Alor, bahasa Deing, bahasa Klamu/Mauta, bahasa Lamma, bahasa Blagar, bahasa Klong. Bahasa-bahasa yang dikemukakan di luar Pulau Pantar digunakan sebagai bahasa pembanding, yaitu bahasa Kedang dan bahasa Lamaholot merupakan bahasa yang termasuk ke dalam bahasa Austronesia, yang terdapat di Flores Timur, tepatnya di sebelah selatan Pulau Pantar, sedangkan bahasa Pura dan Retta termasuk kelompok non-Austronesia yang terdapat di Pulau Pura tepatnya di sebelah timur Pulau Pantar (SIL, 2000). Pengambilan bahasa Pura dan bahasa Retta sebagai salah satu pembanding dalam penelitian adalah karena letak bahasa tersebut berbatasan langsung dengan bahasa sasaran penelitian. Kedua bahasa tersebut berada di Pulau Pura yang berbatasan langsung dengan Pulau Pantar. Pengambilan bahasa Kedang dan bahasa Lamaholot dalam penelitian ini disebabkan oleh kedua bahasa ini masuk ke dalam kelompok Ambon-Timur (Austronesia), yang lokasinya berdekatan dengan Pulau Pantar. (lihat lampiran peta). Hasil penghitungan leksikostatistik terhadap KKP daftar Swadesh (revisi Blust, 1980) membuktikan bahwa bahasa Modebur (Md), bahasa Kaera (Kr), dan
98
99
bahasa Teiwa (Tw) berada dalam satu garis silsilah kekerabatan bahasa. Dengan cara ini akan diperoleh bukti kesamaan kosakata pokok antara bahasa Md, bahasa Kr, bahasa Tw dalam bentuk persentase. Kesamaan kata-kata dasar ketiga bahasa itu dibandingkan pula dengan persentase kesamaan bahasa-bahasa pembanding. Bahasa yang dijadikan pembanding berjumlah sebelas buah bahasa yaitu bahasa Baranusa, Lamaholot, Munaseli/Alor, Deing, Klamu/Mauta, Lamma, Blagar, Pura, Klong, Kedang, Retta. Berdasarkan data kuantitaif isolek Lamma dan Mauta merupakan beda dialek bukan beda bahasa karena persentase kognat kedua isolek 89%. Oleh karena itu, dalam penyebutan selanjutnya kedua isolek ini yang diidentifikasi sebagai bahasa adalah Lamma/Mauta. Disebut demikian disebabkan oleh desadesa yang memakai isolek Lamma menyebut dengan bahasa Lamma, sedangkan desa-desa yang memakai isolek Mauta menyebut dengan bahasa Mauta. Bahasa Md, Bahasa Kr, Bahasa Tw merupakan tiga bahasa sekerabat yang erat relasi historisnya jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain di luar subkelompok maupun kelompoknya. Yang dimaksud dengan di luar kelompoknya adalah bahasa Baranusa, bahasa Munaseli/Alor, bahasa Kedang, dan bahasa Lamaholot yang termasuk kelompok bahasa Austronesia. Yang dimaksud dengan subkelompoknya adalah bahasa Deing, Klamu, Mauta/Lamma, Blagar, Pura, Klong, Retta yang termasuk kelompok bahasa non-Austronesia. Adapun dalam analisis kualitatif relasi kesebelas bahasa tersebut dengan bahasa-bahasa di luar kelompok dan subkelompoknya tidak dibahas lebih lanjut mengingat hasil kajian secara kuantitatif mempelihatkan persentase lebih rendah. Dengan demikian,
100
hubungan antara kesebelas bahasa tersebut dengan tiga bahasa yang akan diteliti dipandang tidak erat sehingga dianggap berada di luar subkelompok. Dalam bab ini akan diuraikan secara berurutan analisis kuantitatif hubungan antara bahasa-bahasa sekerabat mendahului analisis kualitatif. Tujuan analisis kuantitatif adalah untuk menemukan gambaran sekilas tentang relasi kekerabatan antarbahasa yang dibandingkan dalam rangka menetapkan diagram pohon silsilah kekerabatan secara kuantitatif. Selain itu, berdasarkan hasil yang diperoleh pada tahap itu ditempuh langkah kerja selanjutnya berupa penetapan hipotesis kerja pada tahap analisis kualitatif.
5.1 Kajian Kuantitatif Pada tahap ini dilakukan analisis kuantitatif dengan teknik leksikostatistik untuk penerapan garis silsilah kekerabatan antarbahasa yang dibandingkan dalam kajian ini. Dengan menerapkan analisis kuantitatif, pada tahap ini dapat ditetapkan persentase kognat antara bahasa sekerabat dalam subkelompok bahasa-bahasa di Pulau Pantar yang dibandingkan dengan bahasa Baranusa, Alor, bahasa Kedang, bahasa Lamaholot yang merupakan bahasa yang berada di luar kelompoknya dan dengan bahasa-bahasa di Pulau Pantar yang merupakan satu subkelompok.
101
Bagan 5.1 Persentase Kesamaan/Kemiripan Kata Seasal (Kognat) Bahasa di Pulau Pantar dan Bahasa di Sekitarnya Berdasarkan Perhitungan Leksikostatistik 200 Kata Daftar Swadesh (Revisi Blust,1980) Modebur Kaera Teiwa Baranusa L.holot Munaseli Deing Klamu Mauta Lamma Blagar Pura Klong Kedang Reta
71 48 50 3 3 3 1 1 0 42 4 3 2 60 37 17 16 23 1 6 2 20 17 13 6 1 6 31 15 11 9 1 0 1 16 25 18 15 10 1 1 0 12 21 89 26 21 14 4 2 4 12 16 13 11 33 23 19 3 2 4 13 15 15 15 69 15 13 10 1 1 1 7 9 6 11 14 16 4 2 1 28 25 21 3 3 1 2 2 3 3 22 15 15 4 1 3 10 13 11 12 47 48 18 8 Mo Ka Te Ba La Mu De Kl Ma La Bl Pu Kl Ke Re Persentase Kesamaan/Kemiripan Kata Seasal (Kognat) Bahasa Modebur, Bahasa Kaera, Bahasa Teiwa, dan Bahasa di Sekitarnya Berdasarkan Perhitungan Leksikostatistik 200 Kata Daftar Swadesh (Revisi Blust,1980)
Penjelasan Tabel Pada bagan 5.1 Diagram di atas ditunjukkan bukti bahwa bahasa-bahasa yang diteliti memiliki hubungan keseasalan dan keeratan hubungan genetis yang sangat bervariasi. Variasi hubungan di antaranya terbukti dari persentase kemiripan dan kesamaan kosakata seasal yang tertinggi
71% dan terendah
mencapai 0 %. Angka persentase ini menunjukkan bahwa hubungan bahasa pada tingkat tertinggi adalah keluarga (family) dan tingkat terendah adalah rumpun (stock). Keadaan persentase seperti ini membuktikan bahwa bahasa-bahasa yang
102
diteliti dan direkonstruksi termasuk dalam rumpun yang sama (Keraf, 1991:135), yakni rumpun non-Austronesia. Menurut Swadesh (1955:101) apabila hubungan di antara bahasa itu menunjukkan persentase kognat dari 36% sampai dengan 80% (atau di atas 36% dan di bawah 81 %) maka angka persentase itu menunjukkan hubungan sebagai keluarga bahasa (language of family). Jika kriteria leksikostatistik itu ditetapkan di sini maka rentangan persentase antarbahasa di Pulau Pantar dari angka persentase sebasar 11% sampai dengan 71% adalah sebagai keluarga bahasa. Selanjutnya berdasarkan kriteria leksikostaistik (Swadesh, 155:101) bahasa-bahasa yang memperlihatkan persentase kognat di atas 12% hingga 36% dapat digolongkan sebagai bahasa seturunan (stock). Sehubungan dengan itu, dapat dikatakan bahwa hubungan bahasa yang secara geografis berada di luar Pulau Pantar dan berada di Pulau Pantar mencerminkan relasi kekerabatan relatif kurang erat (dengan rerata 10,74 %) jika dibandingkan dengan hubungan antarbahasa sekerabat dalam subkelompok MdKrTw (48%--71%). Dengan demikian, hasil yang dicapai berdasarkan analisis leksikostatistik ini dapat menjadi hipotesis kerja bagi tahap penelitian selanjutnya, dalam hal ini analisis kualitatif. Relasi kekerabatan yang paling erat di antaranya tampak pada kelompok kecil bahasa-bahasa Md, Kr, Tw yang memiliki angka persentase antara 48% sampai dengan 71% dengan rerata 56%. Kelompok bahasa tersebut memiliki angka persentase yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan angka persentase yang dimiliki bahasa-bahasa lain di sekitarnya yang dapat dikategorikan sebagai bahasa-bahasa yang tidak berkerabat. Bukti-bukti tersebut menunjukkan bahwa
103
secara kuantitatif bahasa Md, Kr, Tw merupakan kelompok tersendiri sebagai keluarga (family) (Dyen, 1965:18) yang berbeda denga bahasa-bahasa lain yang hidup disekitarnya. Sebagai kelompok tersendiri bahasa-bahasa Md, Kr, Tw selanjutnya dapat disilsilahkan (Dyen, 1977:34) berdasarkan angka persentase kosakata seasal yang dimiliki tiap-tiap bahasa tersebut. Jika diperhatikan di antara kelompok tersebut, hubungan antara bahasa Md dengan bahasa Kr memiliki angka persentase kosakata seasal tertinggi (71%), disusul hubungan antara bahasa Kr dan Tw memiliki angka persentase kosakata seasal 50%, disusul hubungan antara bahasa Md dan Tw persentase kognatnya 48%, yang merupakan kognat terendah. Berdasarkan persentase kosakata seasal itu dapat dibuat garis silsilah pengelompokan genetis bahasa-bahasa tersebut seperti pada diagram berikut ini.
104
Bagan 5.2 Silsilah Kekerabatan Bahasa Md, Kr, dan Tw (secara Kuantitatif) Persentase kosakata seasal
Garis silsilah kelompok genetis Md, Kr, dan Status Tw Bahasa
3536
Keluaraa 36% (family)
4045-
48
505560-
Subkeluarga
62
61%
65 70 71 75 80 85
Dialek 81%
BahasaBahasa Kr, Tw
Mo Md,
Ka
Te
105
Keterangan Diagram 5.2 Garis silsilah kekerabatan bahasa-bahasa Modebur, Kaera,
dan Teiwa
dapat dijelaskan sebagai berikut. a) Bahasa Modebur, bahasa Kaera, dan bahasa Teiwa merupakan satu kelompok tersendiri, yaitu kelompok Modebur-Kaera-Teiwa. b) Kelompok bahasa Modebur-Kaera-Teiwa menurunkan subkelompok bahasa Modebur-Kaera dan bahasaTeiwa sebagai satu anggota tersendiri. c) Secara leksikostatistik, kelompok bahasa Modebur, Kaera, dan Teiwa mencapai rata-rata persentase kosakata seasal sebesar 52,6% tergolong dalam subkeluarga bahasa.
5.2 Bukti Kualitatif Bukti
kualitatif
merupakan
fakta-fakta
kebahasaan
yang
dapat
diidentifikasi sebagai unsur inovasi bersama, baik berupa unsur fonologis maupun unsur leksikal yang bersifat eksklusif di samping unsur-unsur retensi bersama yang diwariskan dari bahasa moyang (proto). Hal ini dilakukan dengan berpegang pada suatu pandangan bahwa setiap bahasa yang hidup pada periode tertentu akan berubah menurut pola dan cara bahasa itu sendiri (Bynon, 1979:22) Bukti-bukti kualitatif dibutuhkan untuk memperkuat bukti-bukti kuantitatif yang telah ditemukan. Selain itu, dapat juga dipakai sebagai alat yang sahih dalam menetapkan garis silsilah kekerabatan dan pengelompokan terhadap bahasabahasa tersebut. Unsur inovasi bersama, baik fonologi maupun leksikon yang
106
dimiliki oleh satu kelompok atau subkelompok secara eksklusif merupakan bukti yang sah dalam upaya pengelompokan bahasa. Pembuktian terhadap kekerabatan bahasa-bahasa Md, Kr,
dan Tw
dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut. 1) Pembuktian terhadap bahasa Md dan Kr sebagai subkelompok tersendiri yang terpisah dari bahasa Tw. 2) Pembuktian terhadap subkelompok MdKr dengan bahasa Tw. Berikut ini bukti-bukti kualitatif berupa inovasi bersama ekslusif yang disajikan dalam bentuk bukti penyatu dan pemisah kelompok. Uraian ini akan diawali dengan bukti penyatu dan pemisah subkelompok Md dan Kr. Setelah itu diuraikan bukti penyatu dan pemisah kelompok Md-Kr-Tw.
5.2.1 Bukti Penyatu Subkelompok Md-Kr 5.2.1.1 Bukti Penyatu Secara Fonologis Secara garis besar bukti fonologis yang ditemukan dalam subkelompok MdKr dimiliki bersama secara eksklusif dalam subkelompok MdKr sebagai bukti penyatu subkelompok MdKr. Bukti fonologis tersebut dapat dipakai sebagai indikator bahwa kedua bahasa tersebut memiliki hubungan keseasalan terpisah dari Tw. Pada subkelompok MdKr ditemukan fonem /j/, sedangkan pada Tw tidak ditemukan. Hal itu dapat dilihat pada data berikut ini. PMdKrTw *jer *jibar *jipar *jasi *jeg *jedo
PMdKr jer jibar jipar jasir jeg jedo
Tw yer ‘air’ yifar ‘anjing’ yifar ‘bermimpi’ yas ‘buruk’ yiag ‘banjir’ yed ‘belum’
107
Berdasarkan data di atas dapat dijelaskan bahwa fonem /j/ merupakan bukti penyatu subkelompok MdKr, sekaligus pemisah dengan bahasa Tw.
5.2.1.2 Bukti Penyatu Secara Leksikal Sejumlah kata yang disajikan di bawah ini merupakan inovasi yang ditemukan dalam bahasa Md dan bahasa Kr. Sejumlah berikut diasumsikan sebagai penyatu secara leksikal subkelompok MdKr. Hal ini dapat dilihat pada contoh-contoh berikut ini.
Modebur /tabagat/ /tene/ /kiki / /χau/ /goda/ /ede/ /walo/ /mudiŋ/ /tenu/ /wara/ /ma /lamo/ /tu/ /demaŋ bram/ /nekau/ /eitili/ /meniŋ/ /kono / /urut/ /daroso/ /meliwar/ /nuwata/ /bisir/ /brea/
Kaera /tabagat/ /tene/ /kiki/ /χau/ /goda/ /ede/ /walo/ /mudiŋ/ /tenu/ /wara / /ma/ /lamo/ /tu/ /demaŋ bram/ /nekau/ /eitili/ /meniŋ/ /kono/ /urut/ /daroso/ /meliwar/ /nuwata/ /bisir/ /brea/
Glos ‘bahu’ ‘kanan’ ‘kecil’ ‘lemak’ ‘melempar’ ‘membakar’ ‘membeli’ ‘menanam’ ‘nama’ ‘panas’ ‘rumah’ ‘siapa’ ‘susu’ ‘abu dapur’ ‘adik’ ‘anjuŋan’ ‘atap alaŋ-alaŋ’ ‘baju perempuan’ ‘bekas luka’ ‘bernyanyi’ ‘berperaŋ’ ‘betina’ ‘bisul’ ‘bubur nasi’
108
/ploχal/ /umat/ /user/ /gaboi/ /gabui/ /ukoŋ/ /depil/ /punuput/ /tuniŋ /mi /bleleŋ mi/ /gomo mi/ /keb/ /wena/ /sereŋ / /taŋtasi/ /masik/ /drewaŋ / /amur/ /molo/ /tubar/
/ploχal/ /umat/ /user/ /gaboi/ /gabui/ /ukoŋ/ /depil/ /punuput/ /tuniŋ/ /mi/ /bleliŋ mi/ /gomo mi/ /keb/ /wena/ /sereŋ/ /taŋtasi/ /masik/ /drewaŋ/ /amur/ /molo/ /tubar/
/bot/ /sinikal/ /tamek/ /gotoki/ /moleŋ/ /goda/ /kodok/ /bleleŋ/ /sloar/ /tauŋ/ /ploit/ /drewaŋ/ /ajai/ /bakuŋ/ /gubui/ /gotobaŋ/ /pemeχ/ /poriŋ/
/bot/ /sinikal/ /temak/ /gotoki/ /moleŋ/ /goda/ /kodok/ /bleleŋ/ /sloar/ /tauŋ/ /ploit/ /drewaŋ/ /ajai/ /baχuŋ/ /gubui/ /gotobuŋ/ /pemeχ/ /poriŋ/
‘bulir’ ‘busur’ ‘cepat’ ‘cerai’ ‘cerita’ ‘cermin’ ‘daŋkal (suŋai)’ ‘dapur pandai besi ‘daun pintu’ ‘dengar’ ‘di luar’ ‘di sana’ ‘dindiŋ ‘ ‘emas’ ‘ginjal’ ‘injak-injak’ ‘jantan’ ‘jari manis’ ‘jimat’ ‘jujur’ ‘kepitiŋ’ ‘kotoran pada badan (daki)’ ‘kumparan benaŋ’ ‘kutu busuk’ ‘lambuŋ’ ‘lelah’ ‘lempar’ ‘lompat’ ‘luar’ ‘luas’ ‘madu’ ‘malas’ ‘manis’ ‘melahirkan’ ‘membaŋun’ ‘membuaŋ’ ‘mendoroŋ’ ‘meŋepit’ ‘menjemur di ‘matahari’
109
/griki/ /tu/ /war/ /jasi/ /giriaŋ/ /kokor/ /ujaχa/ /tomi/ /ilpina/ /tuni/ /amai/ /braki/ /sraŋ/ /brako/ /gaweŋ/ /pupui/ /weg/ /bagu/ /etaŋ/ /jama/ /tubu/ /kawateŋ/ /doweŋ/
/griki/ /tu/ /war/ /jasi/ /giriaŋ/ /kokor/ /ujaχa/ /tomi/ /ilpina/ /tuni/ /amai/ /braki/ /sraŋ/ /brako/ /gaweŋ/ /pupui/ /weg/ /bagu/ /etaŋ/ /jama/ /tubu/ /kawateŋ/ /doweŋ/
‘merobohkan’ ‘payudara’ ‘pedas’ ‘pelacur’ ‘pelihara binataŋ’ ‘pendopo’ ‘penduduk’ ‘perdamaian’ ‘petani’ ‘pintu’ ‘rendah’ ‘rusak’ ‘sahabat’ ‘sebar’ ‘selatan’ ‘sumpitan’ ‘taŋga’ ‘taŋis’ ‘tempo hari’ ‘tendiŋ’ ‘terompet dari keoŋ’ ‘ukuran (berat)’ ‘utara’
5.2.2 Bukti Pemisah Subkelompok Md dan Kr 5.2.2.1 Bukti Pemisah Secara Fonologis Ada sejumlah inovasi bersama secara fonologis yang dapat dijadikan sebagai bukti pemisah kelompok Modebur-Kaera. Bukti fonologis tersebut dapat diamati dalam sejumlah etimon protobahasa kelompok Modebur-Kaera.
110
1) PMdKr –*(i,o)- –*(i,o) >Md i Kr o PMdKr * /t(i,o)mbenu/ */t(i,o)gaŋ/ */tamad(i,o)/ */tas(i,o/) */mis(i,o)/ */tatas(i,o)/ */χas(i,o/) */ag(i,o)/
Md
Kr
/timbenu/ /tigaŋ/ /tamadi/ /tasi/ /misi/ /tatasi/ /χasi/ /ago/
/tombenu/ ‘kesedihan’ /togaŋ/ ‘menyalak’ /tamado/ ‘berat’ /taso/ ‘berdiri’ /mis/o ‘duduk’ /tataso/ ‘injak’ /χaso/‘pecah’ /agi/‘panjat’
Data di atas memperlihatkan bahwa protofonem MdKr adalah *i-o. Protofonem ini hanya bisa ditemukan di tengah kata dan di akhir kata, tidak ditemukan diawal kata. Berubahnya proto *i-o menjadi /i/ pada Md dan /o/ pada Kr itu memberikan bukti kuat bahwa kedua fonem tersebut sebagai pemisah antara bahasa Md dan bahasa Kr. Penentuan protofonem kedua bahasa tersebut dilakukan apabila ada dua buah fonem yang berbeda pada bahasa yang direkonstruksi, maka fonem protonya ditetapkan kedua fonem tersebut. Adapun tata cara penentuan protofonem telah dijelaskan pada bagian 3.5.2.1. 2) PMdKr *-N > Md ŋ Kr m PMdKr */buN/ */duN/ */taN/ */gagoleN/ */sanahaN/ */baiN/
Md /buŋ/ /duŋ/ /aŋ/ /gagoleŋ/ /sanahaŋ/ /baiŋ/
Kr /bum/ ‘bunga’ /dum/ ‘burung’ /tam/ ‘laut’ /gagolem/ ‘sekeliling’ /sanaham/ ‘selendang’ /baim/ ‘merasa sakit’
Data di atas memperlihatkan bahwa protofonem MdKr adalah *N. Protofonem ini hanya bisa ditemukan di akhir kata, tidak ditemukan diawal kata dan di tengah kata. Berubahnya proto */N/ menjadi /m/ pada Md dan /ŋ/ pada Kr
111
itu memberikan bukti kuat bahwa kedua fonem tersebut sebagai pemisah antara bahasa Md dan bahasa Kr. Penentuan protofonem kedua bahasa tersebut dilakukan apabila ada dua buah fonem yang berbeda pada bahasa yang direkonstruksi, maka fonem protonya ditetapkan kedua fonem tersebut. Apabila ada dua buah fonem berbeda dan fonem-fonem tersebut telah direkonstruksi maka protonya adalah dibuatkan lambang baru untuk melambangkan fonem hasil rekonstruksi kedua fonem tersebut. Dengan demikian, untuk lambang /m/ dan /ŋ/ direkonstruksi menjadi /N/ Adapun tata cara penentuan protofonem telah dijelaskan pada bagian 3.5.2.1. 3) PMdKr *-K -K- > Md k PMdKr */Koi/ */Kala/ */Kau/ */Kibui/ */Kupi/ */odoKi/ */marbaKo/ */KoKo/ */baKuŋ/
Md /koi/ /kala/ /kau/ /kibui/ /kupi/ /odoki/ /marbako/ /koko/ /bakuŋ/
Kr χ Kr /χoi/ ‘atap ijuk’ /χala/ ‘bangku perahu’ /χau/ ‘berlemak’ /χibui /‘daging buah’ /χupi/ ‘tumbuk’ /odoχi /‘beertelur’ /marbaχo/ ‘buku’ /χoχo/ ‘kupu-kupu’ /baχuŋ/ ‘membangun’
Data di atas memperlihatkan bahwa protofonem MdKr adalah */K/. Protofonem ini hanya bisa ditemukan di awal kata dan di tengah kata, tidak ditemukan di akhir kata. Berubahnya proto */K/ menjadi /k/ pada Md dan /χ/ pada Kr itu memberikan bukti kuat bahwa kedua fonem tersebut sebagai pemisah antara bahasa Md dan bahasa Kr. Penentuan protofonem kedua bahasa tersebut dilakukan apabila ada dua buah fonem yang berbeda pada bahasa yang direkonstruksi maka fonem protonya ditetapkan kedua fonem tersebut. Apabila ada dua buah fonem berbeda dan fonem-fonem tersebut telah direkonstruksi
112
maka, protonya adalah dibuatkan lambang baru untuk melambangkan fonem hasil rekonstruksi kedua fonem tersebut. Dengan demikian, untuk lambang /k/ dan /χ/ direkonstruksi menjadi /K/ Adapun tata cara penentuan protofonem telah dijelaskan pada bagian 3.5.2.1. 4) PMdKr *-(a,o) –(a,o)- -(a,o)
Md a
Kr o
PMdKr
Md
Kr
*/(a,o)ŋ/ */war(a,o)/ */p(a,o)r/ */tar(a,o)/ */ibir(a,o)/ */an(a,o)/ */bir(a,o)/ */ser(a,o)/ */sin(a,o)/ */ujaχ(a,o)/
/oŋ/ /wara/ /por/ /tara/ /ibira/ /ana/ /bira/ /sera/ /sina/ /ujaχa/
/aŋ/ ‘pas /waro/ ‘bengkak’ /par/ ‘bumi’ /taro/ ‘berenang’ /ibiro/ ‘daratan’ /ano/ ‘gali’ /biro/ ‘rata’ /sero/ ‘turun’ /sino/ ‘menganyam’ /ujaχo/ ‘manusia’
Data di atas memperlihatkan bahwa proto fonem MdKr adalah *a-o. Protofonem ini dapat ditemukan di awal kata, di tengah kata, dan di akhir kata. Data di atas memperlihatkan pula bahwa telah terjadi proses penghilangan dari protobahasa ke bahasa turunannya. Proto *a-o pada Md terjadi penghilangan /o/ sedangkan pada Kr terjadi penghilangan /a/. Dengan demikian, /a/ tetap bertahan pada Md sedangkan /o/ tetap bertahan pada Kr. Hal itu memberikan bukti kuat bahwa kedua fonem tersebut sebagai pemisah antara bahasa Md dan bahasa Kr. Penentuan protofonem kedua bahasa tersebut dilakukan apabila ada dua buah fonem yang berbeda pada bahasa yang direkonstruksi, maka fonem protonya ditetapkan kedua fonem tersebut. Adapun tata cara penentuan protofonem telah dijelaskan pada bagian 3.5.2.1.
113
5) PMdKr *–(o,u)- -(o,u) PMdKr */t(o,u)l/ */k(o,u)l */g(o,u)tau */misip(o,u)/ */dek(u,o)
Md o
Kr u
Md /tol/ /kol/ /gotau/ /misipo / /deko/
Kr /tul/ ‘ranjau bambu’ /kul/ ‘teko’ /gutau/ ‘kelambu’ /misipu/ ‘sepat (rasa) /deku/ ‘celana’
Data di atas memperlihatkan bahwa protofonem MdKr adalah *u-o. Protofonem ini dapat ditemukan di tengah kata dan di akhir kata tidak ditemukan di awal kata.
Data di atas memperlihatkan pula bahwa telah terjadi proses
penghilangan dari protobahasa ke bahasa turunannya. Proto *u-o pada Md terjadi penghilangan /u/ sedangkan pada Kr terjadi penghilangan /o/. Dengan demikian, /o/ tetap bertahan pada Md sedangkan /u/ tetap bertahan pada Kr. Hal
itu
memberikan bukti kuat bahwa kedua fonem tersebut sebagai pemisah antara bahasa Md dan bahasa Kr. Penentuan protofonem kedua bahasa tersebut dilakukan apabila ada dua buah fonem yang berbeda pada bahasa yang direkonstruksi maka fonem protonya ditetapkan kedua fonem tersebut. Adapun tata cara penentuan protofonem telah dijelaskan pada bagian 3.5.2.1 6) PMdKr * –(a,i)- -(a,i) PMdKr */wil(a,i)ŋ/ */w(a,i)s/ */wil(a,i)ŋ/ */χ(a,i)bib/ */gid(a,i)t/ */χoχ(a,i)s/ */gisik(a,i)/ */ped(a,i)/ */taχ(a,i)/
Md a Md /wilaŋ/ /was/ /wilaŋ/ /χabib/ /gidat/ /χoχas/ /gisika/ /peda/ /taχa/
Kr i Kr /wiliŋ/ ‘bertumbuh’ /wis/ ‘pasir’ /wiliŋ/ ‘bertumbuh’ /χibib/ ‘kambing’ /gidit/ ‘menantu’ /χoχis/ ‘karang’ /gisiki/ ‘memutuskan tali’ /pedi/ ‘parang’ /taχi/ ‘kapak’
114
Data di atas memperlihatkan bahwa proto fonem MdKr adalah *a-i. Protofonem ini dapat ditemukan di tengah kata dan di akhir kata tidak ditemukan di awal kata. Data di atas memperlihatkan pula bahwa telah terjadi proses penghilangan dari protobahasa ke bahasa turunannya. Proto *a-i pada Md terjadi penghilangan /i/ sedangkan pada Kr terjadi penghilangan /a/. Dengan demikian, /a/ tetap bertahan pada Md sedangkan /i/ tetap bertahan pada Kr. Hal itu memberikan bukti kuat bahwa kedua fonem tersebut sebagai pemisah antara bahasa Md dan bahasa Kr. Penentuan protofonem kedua bahasa tersebut dilakukan apabila ada dua buah fonem yang berbeda pada bahasa yang direkonstruksi, maka fonem protonya ditetapkan kedua fonem tersebut. Adapun tata cara penentuan protofonem telah dijelaskan pada bagian 3.5.2.1. 7) PMdKr * -(e,i) –(e,i)- Md e PMdKr */(e.i)daŋ/ */(e,i)war */(e,i)pang */mol(e,i)ŋ/ */g(e,i)ta */m(e,i)saing
Kr i
Md edaŋ ewar epang moleŋ geta megasaing
Kr idaŋ ‘beberapa’ iwar ‘upeti’ ipang ‘puas’ moliŋ ‘lemah’ gita ‘sengat’ migasaing ‘keliru’
Data di atas memperlihatkan bahwa protofonem MdKr adalah *e-i. Protofonem ini dapat ditemukan di awal kata dan di tengah kata tidak ditemukan di akhir kata.
Data di atas memperlihatkan pula bahwa telah terjadi proses
penghilangan dari protobahasa ke bahasa turunannya. Proto *e-i pada Md terjadi penghilangan /i/ sedangkan pada Kr terjadi penghilangan /e/. Dengan demikian, /e/ tetap bertahan pada Md sedangkan /i/ tetap bertahan pada Kr. Hal itu memberikan bukti kuat bahwa kedua fonem tersebut sebagai pemisah antara
115
bahasa Md dan bahasa Kr. Penentuan protofonem kedua bahasa tersebut dilakukan apabila ada dua buah fonem yang berbeda pada bahasa yang direkonstruks,i maka fonem protonya ditetapkan kedua fonem tersebut. Adapun tata cara penentuan protofonem telah dijelaskan pada bagian 3.5.2.1. 8) PMdKr * –(e,o)-
Md e
PMdKr */isiw(e,o)ŋ/ */w(e.o)r/ */k(e,o)tok/
Kr o Md /isiweŋ/ /wer/ /ketok/
Kr /isiwoŋ/ ‘berbuah’ /wor/ ‘bubu’ /kotok/ ‘cacing kremi’
Data di atas memperlihatkan bahwa proto fonem MdKr adalah *e-o. Protofonem ini hanya dapat ditemukan di tengah kata tidak ditemukan di awal kata dan di akhir kata. Data di atas memperlihatkan pula bahwa telah terjadi proses penghilangan dari protobahasa ke bahasa turunannya. Proto *e-o pada Md terjadi penghilangan /o/ sedangkan pada Kr terjadi penghilangan /e/. Dengan demikian, /e/ tetap bertahan pada Md sedangkan /o/ tetap bertahan pada Kr. Walaupun data yang ditampilkan sangat terbatas tetapi hal itu memberikan bukti kuat bahwa kedua fonem tersebut sebagai pemisah antara Bahasa Md dan Bahasa Kr. Penentuan protofonem kedua bahasa tersebut dilakukan apabila ada dua buah fonem yang berbeda pada bahasa yang direkonstruksi maka fonem protonya ditetapkan kedua fonem tersebut. Adapun mengenai tatacara penentuan protofonem telah dijelaskan pada bagian 3.5.2.1. 9) PMdKr * –(o,a)- Md o
Kr a
PMdKr
Md
Kr
/bogori/ /por/ /χot/
/bagori kuning’ /par/ ‘bumi /χat/ ‘kudis’
*/b(o,a)gori/ */p(o,a)r/ */χ(o,a)t/
116
Data di atas memperlihatkan bahwa proto fonem MdKr adalah *o-a. Protofonem ini hanya dapat ditemukan di tengah kata saja, tidak ditemukan di awal dan di akhir kata. Data di atas memperlihatkan pula bahwa telah terjadi proses penghilangan dari protobahasa ke bahasa turunannya. Proto *o-a pada Md terjadi penghilangan /a/ sedangkan pada Kr terjadi penghilangan /o/. Dengan demikian, /o/ tetap bertahan pada Md sedangkan /a/ tetap bertahan pada Kr. Walaupun data yang ditampilkan sangat terbatas tetapi hal itu memberikan bukti kuat bahwa kedua fonem tersebut sebagai pemisah antara bahasa Md dan bahasa Kr. Penentuan protofonem kedua bahasa tersebut dilakukan apabila ada dua buah fonem yang berbeda pada bahasa yang direkonstruksi, maka fonem protonya ditetapkan kedua fonem tersebut. Adapun tata cara penentuan protofonem telah dijelaskan pada bagian 3.5.2.1.
5.2.2.2 Bukti Pemisah Secara Leksikal Md-Kr Sejumlah kata yang disajikan di bawah ini merupakan inovasi yang hanya ditemukan dalam bahasa Md, tetapi tidak ditemukan bahasa Kr. Sampai sejauh ini belum ditemukan pasangan kognatnya sehingga diasumsikan sebagai inovasi leksikal pemisah subkelompok bahasa Md, Kr. Hal ini dapat dilihat pada contohcontoh berikut ini. Modebur
Kaera
Glos
/riki/ /aχuŋ/ /χudu/ /siba/ /boχa/ /molo/
/akoŋ/ /χowo/ /sue/ /dobuŋ/ /er/ /χuno/
‘akar’ ‘baik’ ‘barangkali’ ‘baru’ ‘batang’ ‘benar’
117
/mulal/ /bona/ /tobaŋ/ /aχuŋ/ /kopol/ /geŋ/ /maŋ/ /etela/ /amai/ /rama/ /χewi/ /gosa/ /beber/ /χadaŋ/ /galagar/ /mau/ /gewili/ /takanaŋ/ /nor/ /aja/ /taga/ /demel/ /gomi/ /tamal/ /sora/ /namaŋ/ /taχata/ /pawal/ /kubenu/ /tobok/ /wisu/ /toaŋ /brea/ /miniaŋ/ /wela/ /melaχpitoŋ/ /agi/ /gali/ /χadaŋ/ /χadaŋ/
/supaŋ/ /panat/ /uruŋ/ /molo/ /salik/ /dimaŋ/ /re/ /ge elesiŋ/ /ge uaŋ/ /ukuru/ /iriŋ/ /turu/ /biriŋ/ /gausi// /kiba/ /gaboŋ/ /dai/ /tego/ /ai/ /nou/ /keso/ /merei/ /oroŋ/ /misipu/ /sek/ /χao/ /siso, ruko/ /diro/ /beŋkuk/ /χalita/ /tetai/ /goroso/ /tipa/ /riai/ /heo/ /puraŋ/ /tarako/ /masaŋ/ /naχarao/ /χaraio/
‘bernapas’ ‘besan’ ‘besok’ ‘boleh’ ‘bundar’ ‘dapur’ ‘datang ‘ ‘di atas’ ‘di bawah’ ‘diam’ ‘dingin’ ‘garu (alt rata tanah)’ ‘gemetar’ ‘gigit’ ‘guntur’ ‘hampir’ ‘harga’ ‘hitung’ ‘hujan’ ‘ibu’ ‘jolok’ ‘kalong’ ‘kebun’ ‘kecut (ttg buah)’ ‘keranjang’ ‘keras’ ‘kering’ ‘kesemutan’ ‘ketela’ ‘kotor’ ‘kurang’ ‘lebih’ ‘lembut’ ‘malu’ ‘mandi’ ‘meludah’ ‘memilih’ ‘menembak’ ‘menggigit’ ‘mengunyah’
118
/gupui, pui/ /oχar/ /mida/ /jaχuŋ/ /tamagul/ /tewekir/ /gotoku kiki/
/wampuo/ /igir/ /ekeŋ/ /moχwal/ /torkiri/ /tuar/ /tudiaχ
‘meniup’ ‘muntah’ ‘naik’ ‘perempuan’ ‘punggung’ ‘telinga’ ‘usus’
5.2.3 Bukti Penyatu Kelompok Md-Kr-Tw 5.2.3.1 Bukti Penyatu Fonologis Secara garis besar bukti fonologis yang ditemukan dalam kelompok MdKrTw yang dimiliki bersama secara eksklusif dalam kelompok ModeburKaera-Teiwa sebagai bukti penyatu kelompok sangat khas. Kekhasan itu berupa konsonan /χ/, baik di awal kata, di tengah kata, maupun di akhir kata. Bukti fonologis tersebut dapat dipakai sebagai indikator bahwa ketiga bahasa tersebut memiliki hubungan keseasalan. Konsonan yang dimaksud adalah sebagai berikut. PMdKrTw */χa/ */χeb/ */χala/ */saχiŋ/ */slaχaŋ/ */gemaχa/ */gaχas/ */tibaχ/ */hewitaχ/ */taχ/ */bonaχ/
PMdKr */χa/ */χeb/ */χala/ */saχiŋ/ */slaχaŋ/ */gemaχa/ */gaχas/ */tibaχ/ */hewitaχ/ */taχ/ */bonaχ/
Tw /χa/ ‘kotoran pada mata’ /χeb/ ‘kambing’ /χala/ ‘lantai’ /saχiŋ/ ‘induk binatang’ /slaχaŋ/ ‘sedu’ /gemaχa/ ‘empedu’ /gaχas/ ‘kotoran manusia (tahi)’ /tibaχ/ ‘jembatan’ /hewitaχ/ ‘patah’ /taχ/ ‘buah pelir’ /bonaχ/ ‘pandan’
Berdasarkan data di atas dapat dijelaskan bahwa fonem /χ/ merupakan bukti kuat sebagai penyatu kelompok bahasa tersebut.
119
5.2.3 Bukti Penyatu Leksikal Kelompok Md-Kr-Tw Dalam bahasa-bahasa anggota kelompok Modebur-Kaera-Teiwa ini ditemukan sejumlah ciri leksikal yang dimiliki bersama secara eksklusif yang tidak ditemukan pasangan kognatnya pada bahasa atau kelompok bahasa lainnya. Proses penemuan inovasi leksikal sebagai unsur penyatu kelompok tersebut setelah dibandingkan secara vertikal dan horizontal atau melalui penelusuran dan pengamatan dengan teliti terhadap bahasa-bahasa di sekitarnya. Ciri bersama secara leksikal tersebut yang direkonstruksi sebagai etimon MdKrTw merupakan bukti pengelompokan kualitatif di samping inovasi fonologis. Etimon-etimon yang dimaksud adalah sebagai berikut. glos
MdKrTw
Baranusa
Lamaholot Alor
Deing
abu
bram
karawuk
kaawuk
ato
damam
air angin anjing atap awan bapak basah belok berdiri berenang bermimpi besar bulu burung dua ekor hati hidup
jer enar jibar warang banab boma kholo berung tasi tara ipar wado mud dung rakho gora khom ewat
wai anggi a ho takar awan bapa ele belok tide nangge nurong bea wulluk kolong rua ikuk ateng movi
wai angi a ho ubun kowa amang nema beilok de’i nange turan be la ra’wu buro rua ikung ona mo’rin
fei angi arto take kofa amang ele heko tede nangge nureng being fulo kolong rua ikukung ateng mori
alia mihin godu wai unis nau rik hawan natar talis ta uat namu dal alaku gah goum banan
120
itu jarum kabut
gau bati banakuku
kalli batul kawa
kete batul marru
ansusu gesiki id
leing kotong mikeng wewel marring matang
nawe luhi kabut/ gagak lein kotan neki mewer remma mata
kaki kepala kiri lidah malam mata
tabat kul jakhur teleb ikhana tet
leing kotong hekeng fefeleng mareng matang
nauta ping eker gele ibes geit
memasak
dua
dakang
dena
dakang
hardao
Paparan yang lebih lengkap mengenai beberapa ciri leksikal yang dimiliki bersama kelompok bahasa Modebur, Kaera, dan Teiwa yang direkonstruksi sebagai etimon PMdKrTw dapat dilihat pada lampiran 1 dalam disertasi ini.
5.2.4 Bukti Pemisah Kelompok MdKr-Tw Bukti pemisah kelompok merupakan fakta-fakta kebahasaan yaitu berupa inovasi bersama yang hanya ditemukan dalam bahasa atau subkelompok tertentu. Berkaitan dengan hal itu, bukti pemisah kelompok ini dibutuhkan untuk menunjukkan bahwa kelompok bahasa-bahasa Modebur, Kaera, dan Teiwa dapat dibedakan atas subkelompok Modebur-Kaera yang terdiri atas bahasa Modebur dan bahasa Kaera sebagai anggotanya serta subkelompok Teiwa yang hanya bahasa itu sendiri sebagai anggotanya. Inovasi bersama yang eksklusif hanya terjadi dan ditemukan dalam bahasa Modebur dan bahasa Kaera, tetapi tidak terjadi dalam bahasa Teiwa. Sebaliknya, bila inovasi bersama yang eksklusif terjadi pada bahasa Teiwa, maka tidak akan
121
ditemukan dalam bahasa Modebur dan bahasa Kaera. Hal ini berarti bahwa kedua subkelompok bahasa menunjukkan subkelompok yang berbeda yang pernah merupakan sebuah kelompok yang sama dan kemudian berpisah sebagai akibat proses perjalanan sejarah. Bukti-bukti pemisah kelompok yang ditemukan tersebut berupa inovasi fonologis dan leksikal. Unsur-unsur inovasi pemisah kelompok digambarkan sebagai berikut.
5.2.4.1 Bukti Pemisah secara Fonologis Ada sejumlah inovasi bersama secara fonologis yang dapat dijadikan sebagai bukti pemisah kelompok Modebur-Kaera-Teiwa, sekaligus penyatu subkelompok MdKr. Bukti fonologis tersebut dapat diamati dalam sejumlah etimon protobahasa kelompok Modebur-Kaera-Teiwa (PMdKrTw) sebagai berikut. 1) PMdKrTw *j
Tw y/#-
Konsonan /j/ pada beberapa etimon terjadi perubahan menjadi /y/ pada Tw pada posisi awal. PMdKrTw
PMdKr
Tw
*/jer/ */jibar/ */jaχur/ */jeg/ */jedo/
*/jer/ */jibar/ */jaχur/ */jeg/ */jedo/
/yer/ ‘air’ /yifar/ ‘anjing’ /yaχur/ ‘gelang kaki’ /yiag/ ‘banjir’ /yed/ ‘belum’
Berdasarkan data di atas dapat dijelaskan bahwa fonem /j/ ditetapkan sebagai protofonem MdKrTw. Penetapan fonem /j/ sebagai protofonem didasarkan atas distribusi kehadirannya pada bahasa yang direkonstruksi (lihat kriteria penentuan protofonem pada 3.5.2.1.). Jadi, berdasarkan kriteria tersebut
122
diketahui bahwa distribusi kehadiran /j/ lebih banyak, yaitu pada bahasa Md dan Kr. Fonem /j/ itu pula yang menjadi penguat dan sebagai penyatu subkelompok MdKr, sedangkan fonem /y/ sebagai pemisah subkelompok MdKr dengan Tw. Artinya, fonem /j/ merupakan bukti kuat penyatu subkelompok MdKr yang tidak ditemukan pada Tw dan fonem /y/ sebagai pemisah subkelompok MdKr dengan Tw karena fonem /y/ hanya ditemukan pada Tw, tidak ditemukan pada subkelompok MdKr. 2) PMdKrTw *b
f / V-V, -#
Tw
p/ V-V, -# PMdKrTw */jibar/ */gabar/ */tabago/ */kubal/ */banab/ */ab/ */tabago/ */kubal/ */keb/ */gubui/ */uba/ */teleb/
PMdKr /jibar/ /gabar/ /tabago/ /kubal/ /banab/ /ab/ /tabago/ /kubal/ /keb/ /gubui/ /uba/ /teleb/
Tw /yifar/ ‘anjing’ /gafar/ ‘membunuh’ /tafago/ ‘bungkus’ /kufal/ ‘demam keras’ /banaf/ ‘awan’ /χaf/ ‘ikan’ /tafago/ ‘bungkus’ /kufal/ ‘demam keras’ /χef/ ‘dinding’ /gupui/ ‘membuang’ /upa/ ‘timah’ /telep/ ‘lidah’
Berdasarkan data di atas dapat dijelaskan bahwa fonem /b/ ditetapkan sebagai proto pada PMdKrTw. Penetapan fonem /b/ sebagai protofonem berdasarkan distribusi kehadirannya pada bahasa yang direkonstruksi (lihat kriteria penentuan protofonem 3.5.2.1.). Jadi, berdasarkan kriteria tersebut diketahui bahwa distribusi kehadiran /b/ lebih banyak, yaitu pada bahasa Md dan Kr. Fonem /b/ sebagai protofonem MdKrTw
menjadi split pada Tw, yaitu
menjadi /f/ dan /p/. Terjadinya split atau perengkahan tersebut memberikan bukti
123
kuat bahwa MdKr merupakan satu subkelompok terpisah dengan Tw. Tidak ditemukannya pula fonem /f/ pada subkelompok MdKr dan hanya ditemukan pada Tw semakin menguatkan dugaan bahwa MdKr dan Tw merupakan dua kelompok yang berbeda. 3) PMdKrTw *p *w
f /#-, V-V, -#
PMdKrTw */paraχ/ */pinita/ */per/ */jipar/ */raput/ */ap/ */kep/ */jep/ */guwar/ */χawi/ */meliwar/
PMdKr */paraχ/ */pinita/ */per/ */jipar/ */raput/ */ap/ */kep/ */jep/ */guwat/ */χawi/ */meliwar/
Tw
Tw /furaχ/ ‘alat timba perahu’ /finite/ nampan’ /fer/ ‘ikan pari’ /yifar/ ‘bermimpi’ /rafut/ ‘sirsak’ /af/ ‘depa’ /kef/ ‘laba (untung) /yef/ ‘lada’ /gufar/ ‘sayap’ /χafif/ ‘janggut kambing’ /melifar/ ‘berperang’
Berdasarkan data di atas dapat dijelaskan bahwa fonem /p/ dan /w/ ditetapkan sebagai proto pada PMdKrTw. Penetapan fonem /p/ dan /w/ sebagai protofonem berdasarkan distribusi kehadirannya pada bahasa yang direkonstruksi (lihat kriteria penentuan protofonem pada 3.5.2.1.). Jadi berdasarkan kriteria tersebut maka /p/ dan w distribusi kehadirannya lebih banyak yaitu pada bahasa Md dan Kr. Fonem /p/ dan /w/ terjadi merger pada Tw menjadi /f/. Maka dengan terjadinya merger tersebut memberikan bukti kuat bahwa MdKr merupakan satu subkelompok terpisah dengan Tw. Tidak ditemukannya pula fonem /f/ pada subkelompok MdKr dan hanya ditemukan pada Tw semakin menguatkan dugaan bahwa MdKr dan Tw merupakan dua kelompok yang berbeda.
124
4) PMdKrTw *g *k PMdKrTw */aga/ */magaŋ/ */tekil/
χ / V-V
Tw
PMdKr */aga/ */magaŋ/ */tekil/
Tw /aχa/ ‘ini’ /maχaŋ/’tajam’ /teχil/ ‘tipis’
Berdasarkan data di atas dapat dijelaskan bahwa fonem /g/ dan /k/ ditetapkan sebagai proto pada PMdKrTw. Penetapan fonem /g/ dan /k/ sebagai protofonem berdasarkan distribusi kehadirannya pada bahasa yang direkonstruksi, (lihat kriteria penentuan protofonem pada 3.5.2.1.). Jadi, berdasarkan kriteria tersebut diketahui bahwa distribusi kehadiran/g/ dan /k/ lebih banyak, yaitu pada bahasa Md dan Kr. Fonem /g/ dan /k/ merger pada Tw menjadi /χ/. Terjadinya merger tersebut memberikan bukti kuat bahwa MdKr merupakan satu subkelompok terpisah dari Tw. 5) PMdKrTw *χ Tw k/#-, V-V PMdKrTw */χolo/ */raχo/ */iχana/ */χai/ */χamasi/
PMdKr */χolo/ */raχo/ */iχan(a,o)/ */χai/ */χamasi/
Tw /kolo/ ‘basah’ /rako/ ‘dua’ /ikana/ ‘malam’ /kai/ ‘burung gagak’ /kamasi/ ‘cubit dengan pelan’
Berdasarkan data di atas dapat dijelaskan bahwa fonem /χ/ ditetapkan sebagai proto pada PMdKrTw. Penetapan fonem /χ/ sebagai protofonem berdasarkan distribusi kehadirannya pada bahasa yang direkonstruksi (lihat kriteria penentuan protofonem pada 3.5.2.1.). Jadi, berdasarkan kriteria tersebut diketahui bahwa distribusi kehadiran /χ/ lebih banyak, yaitu pada bahasa Md dan Kr.
Fonem /χ/
mengalami perubahan
pada Tw menjadi /k/. Terjadinya
125
perubahan tersebut memberikan bukti kuat bahwa MdKr merupakan satu subkelompok terpisah dari Tw 6) PMdKrTw *k
Tw χ/-#, V-V
PMdKrTw
PMdKr
Tw
*/takami/ */kumudi/ */kalain/
*/takami/ */kumudi/ */kalain/
/taχami/ ‘bertanya’ /χumudi/ ‘demam’ /χalain/ ‘hadiah’
Berdasarkan data di atas dapat dijelaskan bahwa fonem /k/ ditetapkan sebagai
proto
pada PMdKrTw. Penetapan fonem /k/ sebagai protofonem
berdasarkan distribusi kehadirannya pada bahasa yang direkonstruksi (lihat kriteria penentuan protofonem pada 3.5.2.1.). Jadi, berdasarkan kriteria tersebut diketahui bahwa distribusi kehadiran /k/ lebih banyak, yaitu pada bahasa Md dan Kr.
Fonem
/k/
mengalami perubahan
pada Tw menjadi /χ/. Terjadinya
perubahan tersebut memberi bukti kuat bahwa MdKr merupakan satu subkelompok terpisah dari Tw. 7. Pelesapan Fonem a) Aferesis (penghilangan fonem di awal kata) PMdKrTw */naχar/ */isiriŋ/ */pasapao/ */narat/ */umokh/
PMdKr */naχar/ */isiriŋ/ */pasapao/ */narat/ */umokh/
Tw /aχar/ ‘makanan’ /siriŋ/ ‘puasa’ /asapao/ ‘kebaya’ /arat/ ‘kemanakan’ /mokh/ ‘menghukum’
Data di atas memperlihatkan bahwa terjadi penghilangan fonem dan suku kata di awal kata. Fonem yang dimaksud adalah /n/ pada kata naχar dan narat, /i/ pada kata isiring, /p/ pada kata pasapao, /u/ pada kata umokh. Fonem tersebut dari PMdKrTw tetap bertahan pada PMdKr, tetapi lesap pada Tw. Hal tersebut
126
membuktikan bahwa PMdKr merupakan satu subkelompok,
sedangkan Tw
merupakan satu kelompok tersendiri. b) Sinkope (penghilangan fonem dan suku kata di tengah kata) PMdKrTw
PMdKr
Tw
*/tuamba/ */kumpalo/ */tadililiŋ/ */toampina/ */tugena/
*/tuamba/ */kumpalo/ */tadililiŋ/ */toampina/ */tugena/
/tumba/ ‘berjumpa, saling’ /kupalo/ ‘bersila’ /tadiliŋ/ ‘gelagah’ /tampina/ ‘mengawinkan /tuna/ ‘menyusui’
Data di atas memperlihatkan bahwa terjadi pelesapan fonem dan suku kata di tengah kata. Fonem yang dimaksud adalah /a/ pada tuamba, /m/ pada kata kumpalo, /o/ pada kata toampina, dan suku kata li pada kata tadililing, ge pada kata tugena. Perubahan yang dimaksud adalah fonem dan suku kata tersebut dari PMdKrTw tetap bertahan pada PMdKr, tetapi lesap pada Tw. Hal tersebut membuktikan bahwa PMdKr merupakan satu subkelompok, sedangkan Tw merupakan satu kelompok tersendiri. c) Apakope (penghilangan fonem di akhir kata) PMdKrTw
PMdKr
Tw
*/tas(i,o)/ */mis(i,o)/ */nuk(u,o)/ */tatas(i,o)/ */lol(o,u)/ */sin(a,o)/ */ujaχ(a,o)/ */ped(a,i)/ */χas(i,o)/ */gora/ */totu/ */duru/ */kiri/ */bati/
*/tas(i,o)/ */mis(i,o)/ */nuk(u,o)/ */tatas(i,o)/ */lol(o,u)/ */sin(a,o)/ */ujaχ(a,o)/ */ped(a,i)/ */χas(i,o)/ */gora/ */totu/ */duru/ */kiri/ */bati/
/tas/ ‘berdiri’ /mis/ ‘duduk’ /nuk/ ‘satu’ /tatas/ ‘injak’ /lol/ ‘longgar’ /sin/ ‘menganyam’ /uyaχ/ ‘manusia’ /ped/ ‘parang’ /χas/ ‘pecah’ /gor/ ‘ekor’ /tot/ ‘mengalir’ /dur/ ‘tikus’ /kir/ ‘tulang’ /bat/ ‘ampas kelapa’
127
*/kono/ */deki/ */jedo/ */jasi/
/kon/ ‘baju’ /dek/ ‘bale-bale’ /yed/ ‘belum’ /yas/ ‘buruk’
*/kono/ */deki/ */jedo/ */jasi/
Data di atas memperlihatkan bahwa terjadi pelesapan fonem vokal di akhir kata. Fonem tersebut dari PMdKrTw tetap bertahan pada PMdKr, tetapi hilang pada Tw. Hal tersebut membuktikan bahwa PMdKr merupakan satu subkelompok, sedangkan Tw merupakan satu kelompok tersendiri. 8. Penambahan Fonem di awal kata dan di akhir kata PMdKrTw */enar/ */edo/ */samuŋ/ */wa/ */iga/ */χawi/ */temeku/ */dade/
PMdKr */enar/ */edo/ */samuŋ/ */wa/ */iga/ */χawi/ */temeku/ */dade/
Tw /henar/ ‘angin’ /wedo/ ‘tadi’ /esamuŋ/ ‘menyertai’ /waχ/ ‘rambut’ /igak/ ‘sembunyi’ /χafif/ ‘janggut kambing’ /temekuŋ/ ‘cecak’ /dadeŋ/ ‘cangkul’
Data di atas memperlihatkan bahwa terjadi penambahan fonem di awal kata dan di akhir kata, sedangkan pada tengah kata tidak ditemukan. Fonem dari PMdKrTw tetap bertahan pada PMdKr tetapi hilang pada Tw. Hal tersebut membuktikan bahwa PMdKr merupakan satu subkelompok, sedangkan Tw merupakan satu kelompok tersendiri. 9 Metatesis Metatesis merupakan proses pertukaran letak fonem pada setiap kata dan makna kata tersebut tidak berubah.
128
PMdKrTw */omia/ */dua/ */murai/ */olak/ */kiri/ */χala/ */giteŋ/ */likat/ */samolaŋ/ */dumuri/ */kunur/
PMdKr */omia/ */dua/ */murai/ */olak/ */kiri/ */χala/ */giteŋ/ */likat/ */samolaŋ/ */dumuri/ */kunur/
Tw /omai/ ‘berpikir’ /dau/‘memasak’ /miaru/ ‘belut’ /kalo/ ‘besi’ /riki/ ‘cukur’ /laχa/ ‘dinding bambu’ /getiŋ/ ‘gagap’ /χilat/ ‘ketiak’ /masolaŋ/ ‘bersih’ /muduri/ ‘pinjam’ /runuk/ ‘sukun, poh
Data di atas memperlihatkan bahwa terjadi metatesis pada Tw, sedangkan PMdKrTw tetap bertahan pada MdKr. Hal tersebut membuktikan bahwa PMdKr merupakan satu subkelompok, sedangkan Tw merupakan satu kelompok tersendiri. 10) Monofonemisasi (1) PMdKrTw *ai *ia
e/ K-K, -# Tw
PMdKrTw
PMdKr
Tw
*/tia/ */χiato/ */waimara/ */sai/ */gaiŋ/ */pai/
*/tia/ */χiato/ */waimara/ */sai/ */gaiŋ/ */pai/
/te/ ‘tidur’ /χeto/ ‘berak’ /wemara/ ‘burung enggang’ /se/ ‘tempai anak panah’ /geŋ/ ‘merintahkan’ /pe/ ‘menyunat’
Data di atas memperlihatkan bahwa terjadi proses monofonemisasi, yaitu proses yang awalnya dua fonem menjadi satu fonem. Perubahan dari dua fonem (difonem) menjadi satu fonem (monofonem) bisa disebutkan juga dengan istilah merger dalam istilah linguistik historis komparatif. Monofonemisasi yang dimaksud adalah difonem a-i pada PMdKrTw, tetap bertahan pada PMdKr, tetapi
129
berubah menjadi monofonem /e/ pada Tw dan difonem i-a pada PMdKrTw tetap bertahan pada PMdKr, tetapi berubah menjadi monofonem /e/ pada Tw. Difonem a-i dan i-a pada PMdKrTw tetap bertahan pada PMdKr, tetapi berubah menjadi monofonem e/ pada Tw. Adapun arah perubahan monofonemisasi ini adalah vokal rendah diikuti vokal tinggi depan dan vokal tinggi depan diikuti vokal rendah maka akan terjadi monofonem menjadi vokal madya depan pada akhir kata. Proses monofonemisasi ini menguatkan bukti bahwa PMdKr merupakan satu subkelompok, sedangkan Tw merupakan satu kelompok tersendiri. (2) PMdKrTw *au *ua
o/ #-, K-K Tw
PMdKrTw
PMdKr
*/kanaut/ */ua/ */uaχa/ */kuar/ *taumi *saumba
*/kanaut/ */ua/ */uaχa/ */kuar/ *taumi *saumba
Tw /kanot/ ‘gelang’ /o/ ‘kutu baju’ /oχa/ ‘peluk’ /kor/ ‘pemuda lk’ /tomi/ ‘kemenangna’ /somba/ sangat’
Data di atas memperlihatkan bahwa terjadi proses monofonemisasi juga, yaitu proses yang awalnya dua fonem menjadi satu fonem. Perubahan dari difonem menjadi monofonemi bisa disebutkan juga dengan istilah merger dalam istilah linguistik historis komparatif. Monofonemisasi yang dimaksud adalah difonem a-u pada PMdKrTw tetap bertahan pada PMdKr tetapi berubah menjadi monofonem /o/ pada Tw dan difonem u-a pada PMdKrTw tetap bertahan pada PMdKr, tetapi berubah menjadi monofonem /o/ pada Tw. Difonem a-u dan u-a pada PMdKrTw tetap bertahan pada PMdKr, tetapi berubah menjadi monofonem o/ pada Tw. Adapun arah perubahan monofonemisasi ini adalah vokal rendah
130
diikuti vokal tinggi belakang dan vokal tinggi belakang diikuti vokal rendah, maka akan terjadi monofonemisasi vokal madya belakang pada awal kata, tengah, dan akhir kata. Proses monofonemisasi ini menguatkan bukti bahwa PMdKr merupakan satu subkelompok, sedangkan Tw merupakan satu kelompok tersendiri. 11) Difonemisasi 1) PMdKrTw *e
PMdKrTw */we/ */te/ */meχo/ */jeg/ */re/ */weχ/ */tet/ */des/ */tes/ */teχa/
ai / K-K, -# Tw ia PMdKr */we/ */te/ */meχo/ */jeg/ */re/ */weχ/ */tet/ */des/ */tes/ */teχa/
Tw /wai/ ‘darah’ /tia/ ‘berbaring’ /miaχo/ ‘putih’ /yiag/ ‘banjir’ /ria/ ‘datang kemari’ /wiaχ/ ‘dayung’ /tait/ ‘dubur’ /dias/ ‘ikan kerapu’ /tais/ ‘jambu’ /tiaχ/ ‘lapar’
Data di atas memperlihatkan bahwa terjadi proses difonemisasi, yaitu proses yang awalnya satu fonem menjadi dua fonem. Perubahan dari monofenem menjadi difonemisasi bisa disebutkan juga dengan istilah perengkahan dalam istilah linguistik historis komparatif. Difonemisasi
yang dimaksud adalah
monofonem /e/ pada PMdKrTw tetap bertahan pada PMdKr tetapi berubah menjadi difonem a-i dan i-a pada Tw. Adapun arah perubahan difonemisasi ini adalah vokal madya depan pada tengah dan akhir kata menjadi difonem vokal rendah diikuti vokal tinggi depan dan difonem vokal tinggi depan diikuti vokal rendah. Proses difonemisasi ini menguatkan bukti bahwa PMdKr merupakan satu subkelompok, sedangkan Tw merupakan satu kelompok tersendiri.
131
2) PMdKrTw o
PMdKrTw */os/ */toku/ */haro/ */toχ/ */χalo/ */omba/
ua/ #-, K-K, -# Tw au PMdKr */os/ */toku/ */haro/ */toχ/ */χalo/ */omba/
Tw /uas/ ‘angkat’ /taukuχ/ ‘berjongkok’ /harau/ ‘kuskus’ /tauχ/ ‘tuak’ /χalau/ ‘dahak’ /uamba/ ‘kena’
Data di atas memperlihatkan bahwa terjadi proses difonemisasi, yaitu proses yang awalnya satu fonem menjadi dua fonem. Perubahan dari monofenem menjadi difonem bisa disebutkan juga dengan istilah perengkahan dalam istilah linguistik historis komparatif. Difonemisasi yang dimaksud adalah monofonem /o/ pada PMdKrTw tetap bertahan pada PMdKr, tetapi berubah menjadi difonem a-u dan u-a pada Tw. Adapun arah perubahan difonemisasi ini adalah vokal madya belakang pada tengah dan akhir kata menjadi difonem vokal rendah diikuti vokal tinggi belakang dan difonem vokal tinggi belakang diikuti vokal rendah. Proses difonemisasi ini menguatkan bukti bahwa PMdKr merupakan satu subkelompok, sedangkan Tw merupakan satu kelompok tersendiri.
5.2.4.2 Bukti Pemisah secara Leksikal Sejumlah kata yang disajikan di bawah ini merupakan inovasi bersama yang hanya ditemukan dalam bahasa Md dan bahasa Kr, tetapi tidak ditemukan dalam bahasa Tw. Sampai sejauh ini belum ditemukan pasangan kognatnya pada bahasa Tw sehingga diasumsikan sebagai inovasi leksikal penyatu subkelompok bahasa Md, Kr. Hal ini dapat dilihat pada contoh-contoh berikut ini.
132
Modebur /naba/ /getaraŋ/ /tabagat/ /tamadi/ /piŋ/ /wed/ /ola/ /tene/ /kiki / /χau/ /goda/ /lala/ /ede/ /walo/ /kupi/pudaχ/ /mudiŋ/ /baga/ /torosi/ /tenu/ /ujaχa/ /wara/ /weliŋ/ /ma /kupok/ /lamo/ /tu/ /lala/ /sel/ /pusi/ /igera/ /tekil/ /boma /demaŋ bram/ /nekau/ /medi /eitili/ /meniŋ/ /kono /
Kaera /nabo/ /taraŋ/ /tabagat/ /tamado/ /peŋ/ /wer/ /olo/ /tene/ /kiki/ /χau/ /goda/ /lalo/ /ede/ /walo/ /kupo,bako/ /mudiŋ/ /bago/ /sorota, sirota/ /tenu/ /ujaχo/ /wara / /welum,weliŋ/ /ma/ /kopok/ /lamo/ /tu/ /lalo/ /sil/ /puso/ /agaro/ /teki/ /bom /demaŋ bram/ /nekau/ /med /eitili/ /meniŋ/ /kono/
Teiwa /amidan/ /gigalal/ /tadia// /sor,suχur/ /kas/ /at/ /afan/ /idan/ /sam/ /intemad/ /gakyes/ /wurkuaχ/ /kur/ /inol/ /goa/ /itap/ /kid/ /intaχ/
Glos ‘apa’ ‘bagaimana’ ‘bahu’ ‘berat’ ‘dekat’ ‘hari’ ‘jauh’ ‘kanan’ ‘kecil’ ‘lemak’ ‘melempar’ ‘melihat’ ‘membakar’ ‘membeli’ ‘memukul’ ‘menanam’ ‘menangis’ ‘menjahit’
/hayit/ /uiŋ/ /og/ /tian/ /yaf/ /tuχul/ /ilag/ /ham/ /χuruan/ /taχ/ /tum/ /yuχar/ /taχal/ /ikir /diχ/ /bif/ /bir/ /gahas/ /man mawai/ /klet/
‘nama’ ‘oraŋ’ ‘panas’ ‘panjaŋ’ ‘rumah’ ‘sempit’ ‘siapa’ ‘susu’ ‘tahu’ ‘tali’ ‘tebal’ ‘tertawa’ ‘tipis’ ‘tua’ ‘abu dapur’ ‘adik’ ‘ambil’ ‘anjuŋan’ ‘atap alaŋ-alaŋ’ ‘baju perempuan’
133
/tasi/ /urut/ /namar/ /daroso/ /meliwar/ /nuwata/ /bisir/ /gubui/ /wer/ /brea/ /gaiŋ gsoi/ /ploχal/ /kielaŋ/ /umat/ /umat sel/ /ketok/ /user/ /gaboi/ /gabui/ /ukoŋ/ /lera/ /depil/ /punuput/ /bira/ /tuniŋ /mi /bleleŋ mi/ /gomo mi/ /igoŋ mi/ /keb/ /omolos misit/ /nag magaŋ/ /wena/ /mopuŋ/ /pota/ /sereŋ / /taŋtasi/ /masik/ /kubaŋ/ /drewaŋ /
/taso/ /urut/ /amar/ /daroso/ /meliwar/ /nuwata/ /bisir/ /gubio/ /wor/ /brea/ /gaiŋ walo/ /ploχal/ /kelelaŋ/ /umat/ /kilis/ /kotok/ /user/ /gaboi/ /gabui/ /ukoŋ/ /lero/iteladi/ /depil/ /punuput/ /biro/ /tuniŋ/ /mi/ /bleliŋ mi/ /gomo mi/ /igaŋ gu/ /keb/ /omolo miso/ /magaŋ/ /wena/ /mapuŋ/ /potu/ /sereŋ/ /taŋtasi/ /masik/ /pikubaŋ/ /drewaŋ/
/tup// /arku/ /golaŋ/ /olaχ hamar/ /yia pin/ /χaf/ /puχ/ /maos/ /dag/ /lala/ /taban/ /raχ kil ga/ /par/ /hutan/ /utantar/ /yefir/ /slara/ /os/ /taraχ hernuk/ /padom/ /wad war χau/ /selau/ /poi gaχalak/ /hawaŋ bin/ /gowa/ /wuruk/ /iχalat, regan/ /afo, ifo/ /wunaχai/ /oi// /pahona mis/ /keei/ /ru/ /hayan/ /huk/ /suat/ /tataχor/ /daχaran/ /gauk/ /gaχan/
‘baŋun’ ‘bekas luka’ ‘beraŋkat’ ‘bernyanyi’ ‘berperaŋ’ ‘betina’ ‘bisul’ ‘buaŋ’ ‘bubu (al taŋkap ikan)’ ‘bubur nasi’ ‘budak’ ‘bulir’ ‘buruŋ layaŋ-layaŋ’ ‘busur’ ‘busur, tali’ ‘caciŋ kremi’ ‘cepat’ ‘cerai’ ‘cerita’ ‘cermin’ ‘cuaca cerah’ ‘daŋkal (suŋai)’ ‘dapur pandai besi ‘datar’ ‘daun pintu’ ‘dengar’ ‘di luar’ ‘di sana’ ‘di situ’ ‘dindiŋ ‘ ‘duduk lurus’ ‘duri’ ‘emas’ ‘embun’ ‘getah’ ‘ginjal’ ‘injak-injak’ ‘jantan’ ‘jantuŋ’ ‘jari manis’
134
/amur/ /molo/ /kolokal/ /tahata/ /lolu/ /tubar/
/amur/ /molo/ /χabei/ /tahata/ /luluŋ/ /tubar/
/duan pin/ /un kunan/ /bog/ /sisan/ /atoχa/ /nanan/
/bot/ /temiŋ kaniŋ/ /χot/ /sinikal/ /atuk/ /tamek/ /boma/ /luguŋ/ /gotoki/ /moleŋ/ /goda/ /kamatik/ /kodok/ /bleleŋ/ /sloar/ /tauŋ/ /ploit/ /drewaŋ/ /ajai/ /kedok/ /bakuŋ/ /gubui/ /gisika/ /nag mudiŋ/ /gidat/ /gotobaŋ/ /pemeχ/ /poriŋ/ /tumigena/ /griki/ /tu/ /war/ /jasi/
/bot/ /temiŋ/ /χat/ /sinikal/ /atut/ /temak/ /bom/ /lugum/ /gotoki/ /moleŋ/ /goda/ /kamakit/ /kodok/ /bleleŋ/ /sloar/ /tauŋ/ /ploit/ /drewaŋ/ /ajai/ /kodok/ /baχuŋ/ /gubui/ /gisiki/ / mudiŋ/ /gidit/ /gotobuŋ/ /pemeχ/ /poriŋ/ /tumegeŋ/ /griki/ /tu/ /war/ /jasi/
/usaχ/ /tafindu raχ/ /kusban/ /hopal/ /hat/ /mai/ /keimi wal/ /ana/ /ipalat/ /paχdu/ /wantar/ /χafat/ /der/ /ia χalaχ/ /telag/ /or yir/ /taχdu/ /hub/ /bif gamin/ /ader/ /soi tap/ /maos/ /tar pua/ /berak/ /emak bif/ /digan/ /karapas/ /moudan/ /geaχa/ /getuχar/ /χam/ /og/ /ui busiŋ/
‘jimat’ ‘jujur’ ‘kelapa muda’ ‘kelapa tua ‘kendur’ ‘kepitiŋ’ ‘kotoran pada badan (daki)’ ‘kotoran pada hiduŋ’ ‘kudis’ ‘kumparan benaŋ’ ‘kutu anjiŋ’ ‘kutu busuk’ ‘laki-laki tua’ ‘lama’ ‘lambuŋ’ ‘lelah’ ‘lempar’ ‘lintah’ ‘lompat’ ‘luar’ ‘luas’ ‘madu’ ‘malas’ ‘manis’ ‘melahirkan’ ‘melompat’ ‘membaŋun’ ‘membuaŋ’ ‘memutuskan (tali)’ ‘menabur benih’ ‘menantu’ ‘mendoroŋ’ ‘meŋepit’ ‘menjemur di ‘matahari’ ‘menyusui’ ‘merobohkan’ ‘payudara’ ‘pedas’ ‘pelacur’
135
/giriaŋ/ /kokor/ /ujahχa/ /tomi/ /ilpina/ /tuni/ /auχ/ /amai/ /braki/ /sraŋ/ /brako/ /gaweŋ/ /pupui/ /weg/ /bagu/ /etaŋ/ /jama/ /tubu/ /teriŋ/ /kawateŋ/ /doweŋ/
/giriaŋ/ /kokor/ /ujaχa/ /tomi/ /ilpina/ /tuni/ /auk/ /amai/ /braki/ /sraŋ/ /brako/ /gaweŋ/ /pupui/ /weg/ /bagu/ /etaŋ/ /jama/ /tubu/ /wanteriŋ/ /kawateŋ/ /doweŋ/
/nagohal/ /yuf/ /horan/ /nuku/ /ibram wal/ /weχa/ /suta/ /ragan/ /ias/ /naχawal/ /namar/ /por ma seman/ /tefesaχ/ /χadar, lifan/ /kidan/ /wade/ /afat matasuχ/ /uraχ/ /sebar/ /balek/ /warban/
‘pelihara binataŋ’ ‘pendopo’ ‘penduduk’ ‘perdamaian’ ‘petani’ ‘pintu’ ‘piriŋ’ ‘rendah’ ‘rusak’ ‘sahabat’ ‘sebar’ ‘selatan’ ‘sumpitan’ ‘taŋga’ ‘taŋis’ ‘tempo hari’ ‘tendiŋ’ ‘terompet dari keoŋ’ ‘tutup’ ‘ukuran (berat)’ ‘utara’
Berdasarkan sejumlah bukti kualitatif yang telah disajikan di atas, maka dapat disusun silsilah kekerabatan bahasa Md, bahasa Kr, dan bahasa Tw sebagai berikut.
136
DIAGRAM 5.3 Silsilah Kekerabatan Kelompok Bahasa Md-Kr-Tw Berdasarkan Bukti-Bukti Kualitatif KELOMPOK BAHASA Md-Kr-Tw
SUBKELOMPOK Md-Kr
BAHASA Md
BAHASA Kr
BAHASA Tw
Keterangan diagram 5.3: 1) Bahasa Modebur, Kaera, dan Teiwa merupakan satu kelompok bahasa seasal yang beranggotakan bahasa Modebur, bahasa Kaera, dan bahasa Teiwa. 2) Kelompok bahasa Modebur – Kaera – Teiwa terdiri atas dua pilahan bahasa turunan, yaitu bahasa Teiwa dan subkelompok bahasa ModeburKaera. 3) Subkelompok bahasa Modebur-Kaera beranggotakan bahasa Modebur dan bahasa Kaera. Berdasarkan diagram di atas dapat dirumuskan suatu simpulan tentang pengelompokan secara genetis bahasa-bahasa itu. Bahasa Modebur, Kaera, dan
137
Teiwa memiliki keeratan hubungan secara genetis. Keeratan hubungan secara genetis itu terbukti dengan ditemukannya unsur-unsur inovasi penyatu kelompok bahasa Modebur-Kaera-Teiwa berupa perubahan bunyi bersama dan perangkat leksikal yang inovatif. Unsur-unsur inovasi yang ditemukan itu pula memberikan bukti adanya hubungan genetis yang lebih erat antara bahasa Modebur dan bahasa Kaera. Kedua bahasa itu merupakan satu subkelompok bahasa tersendiri yang terpisah dari bahasa Teiwa. Selanjutnya, simpulan kualitatif adanya keeratan hubungan genetis yang berjenjang itu bila dibandingkan dengan simpulan kuantitatif ternyata tidak berbeda. Kedua bukti itu saling mendukung, bahkan saling menguatkan. Dengan demikian, hubungan genetis antara bahasa Modebur, bahasa Kaera, dan bahasa Teiwa telah dapat dibuktikan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Berdasarkan susunan dan garis silsilah secara genetis itulah, tahapan-tahapan rekonstruksi terhadap kelompok bahasa Modebur-Kaera-Teiwa dapat dilakukan.