BAB V ANALISA KINERJA JARINGAN JALAN
V.1 Analisa Indeks Prasarana Jalan (IPJ) V.1.1 Kualifikasi dan Pembobotan Variabel Indeks Prasarana Jalan Untuk mengestimasi skor IPJ di suatu wilayah, sebagaimana disampaikan pada Sub Bab III.6, diperlukan adanya proses kualifikasi dan pembobotan variabel penyusun IPJ sehingga diperoleh suatu skor IPJ yang unik dan mampu menggambarkan kondisi umum penyediaan prasarana jalan di suatu wilayah. Kualifikasi dan bobot variabel IPJ diperoleh dari analisis persepsi para responden terhadap kualifikasi nilai/besaran dan tingkat kepentingan dari masing-masing variabel, yakni: Ketersediaan prasarana jalan (Ktj), Kinerja prasarana jalan (Knj), Beban lalulintas (Bln), dan Pelayanan prasarana jalan (Pyp). Pada beberapa sub bab berikut ini akan disampaikan analisis hasil pengisian kuisioner mengenai kualifikasi dan bobot variabel IPJ yang diperoleh dari kunjungan lapangan di wilayah studi. Bentuk kuisioner yang digunakan di dalam studi ini disampaikan pada Lampiran. Secara umum kuisioner tersebut berisi penjelasan mengenai maksud dan tujuan studi serta pelaksanaan survey, deskripsi wilayah pembanding (Provinsi DKI Jakarta yang dianggap memiliki penyediaan jaringan jalan yang paling ekstensif di Indonesia), serta daftar pertanyaan yang diajukan kepada responden. Untuk kualifikasi suatu variabel IPJ, responden dihadapkan pada beberapa nilai variabel IPJ (dimensional) untuk dikualifikasi dengan skor 1 s.d 10 (nondimensional). Sebagai gambaran/acuan dalam melakukan kualifikasi responden disodorkan beberapa nilai variabel IPJ di sejumlah Kab/Kota di Indonesia yang karakteristiknya berlainan.
72
Sedangkan untuk pembobotan antar variabel, responden dihadapkan pada pertanyaan mengenai seberapa penting setiap variabel IPJ (Ktj, Knj, Bln, Pyp) untuk dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan dalam menyusun kebijakan penyelenggaraan jalan. Responden dipilih dari para pengambil keputusan di dinas/instansi terkait dengan penyelenggaraan jalan di Daerah, yakni wakil dari Dinas PU / Bina Marga Kabupaten, Bappeda/Bapeda Kabupaten, dan Dinas Perhubungan di setiap kabupaten yang dipilih menjadi wilayah studi. Dalam studi perspektif ini, jumlah responden bukanlah penentu keabsahan data namun kualitas/kapasitas responden yang lebih menentukan, sehingga dalam hal ini responden dipilih dari para penentu kebijakan penanganan jalan di daerah.
V.1.1.1 Kualifikasi Variabel Ketersediaan Prasarana Jalan (Ktj) Dalam rumusan IPJ yang digunakan pada studi ini variabel ketersediaan prasarana jalan (Ktj) didefinisikan sebagai “panjang total jaringan jalan per luas wilayah” dengan satuan km/km2. Terdapat 2 definisi yang perlu dijelaskan terlebih dahulu untuk menghitung nilai variabel ini, yakni tentang: -
Definisi panjang total jaringan jalan yang merepresentasikan penyediaan jaringan jalan di suatu wilayah: apakah hanya jalan Kab/Kota saja, jalan Provinsi saja, jalan Nasional saja dlsb.,
-
Definisi mengenai luas wilayah yang merepresentasikan cakupan luasan wilayah yang harus dilayani prasarana jalan: apakah hanya luas wilayah terbangun, luas wilayah daratan, atau luas wilayah administrasi secara keseluruhan,
Dengan asumsi bahwa “total panjang jalan” adalah “jumlah panjang jalan Kabupaten“ dan “luas wilayah” adalah “total luas wilayah administrasi darat” diperoleh distribusi jawaban kualifikasi dari para responden sebagaimana disampaikan pada Tabel V.1 berikut ini. Adapun bentuk model dari penilaian/kualifikasi jawaban responden tersebut disampaikan pada Gambar V.1.
73
Tabel V.1 Rata-rata Skor dan Standard Deviasi Kualifikasi Responden terhadap Variabel Ktj No 1 2 3 4 5
Nilai Ktj (km/km2) 0,05 0,15 0,50 1,50 5,00
Keterangan 1 km jalan melayani 20 km2 wilayah 1 km jalan melayani 6,7 km2 wilayah 1 km jalan melayani 2 km2 wilayah 1 km jalan melayani 0,67 km2 wilayah 1 km jalan melayani 0,2 km2 wilayah
Skor rata-rata 1.50 2.83 4.33 6.00 7.67
Standard Deviasi 0.84 0.75 0.82 0.89 1.21
Model Kualifikasi Variabel Ktj 9.0 8.0 7.0
Skor
6.0 5.0
y = 1.3464Ln(x) + 5.4283 R 2 = 0.9981
4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
Ktj (1) (km/km2)
Gambar V.1 Model Kualifikasi Variabel Ktj Jawaban para responden memberikan spektrum penilaian pada kualifikasi variabel Ktj yang tidak linier. Hasil analisi menyatakan bahwa fungsi yang paling tepat untuk mendekati perilaku kualifikasi para responden tersebut adalah dengan pendekatan fungsi Logaritmik. Adapun hasil kalibrasi menghasilkan fungsi kualifikasi/skoring variabel sebagai berikut : (Skor Ktj) = 1,3464 * Ln (Nilai Ktj) + 5.4283....(R2 = 0,9981)..................(5.1)
74
V.1.1.2 Kualifikasi Variabel Kinerja Jaringan Jalan (Knj) Dalam rumusan IPJ yang digunakan pada studi ini variabel Kinerja Jaringan Jalan (Knj) didefinisikan sebagai “panjang jalan kabupaten mantap per total panjang jaringan jalan kabupaten” yang dimensinya berupa proporsi atau persentase (%) jumlah panjang jalan yang mantap. Distribusi jawaban kualifikasi dari para responden mengenai beberapa nilai Knj yang disodorkan dalam kuisioner disampaikan pada Tabel V.2. Adapun bentuk model dari skoring/kualifikasi jawaban responden dalam bentuk grafis disampaikan pada Gambar V.2. Tabel V.2 Rata-rata Skor dan Standard Deviasi Kualifikasi Responden terhadap Variabel Knj
1 2 3 4 5
Keterangan
Skor rata-rata
Standard Deviasi
25% jalan mantap, 75% jalan tidak mantap 40% jalan mantap, 60% jalan tidak mantap 60% jalan mantap, 40% jalan tidak mantap 75% jalan mantap, 25% jalan tidak mantap 95% jalan mantap, 5% jalan tidak mantap
1.17 2.83 4.83 6.17 8.00
0.41 0.75 1.17 0.98 0.89
Nilai Knj 25% 40% 60% 75% 95%
Model Kualifikasi Variabel Knj 9.0 8.0 7.0
y = 9.7068x - 1.127 R 2 = 0.9982
6.0 Skor
No
5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 0%
20%
40%
60%
80%
Knj (% jalan mantap)
Gambar V.2 Model Kualifikasi Variabel Knj
75
100%
Jawaban para responden memberikan spektrum penilaian pada kualifikasi variabel Knj yang relatif linier. Hal ini diperkuat dengan hasil analisa menyatakan fungsi yang paling tepat untuk mendekati perilaku kualifikasi para responden tersebut adalah dengan pendekatan fungsi Linier. Adapun hasil kalibrasi menghasilkan dari fungsi skoring/kualifikasi variabel Knj sebagai berikut : (Skor Knj) = 9,7068 * (Nilai Knj) – 1,127...........(R2 = 0,9982) )..................(5.2)
V.1.1.3 Kualifikasi Variabel Beban Lalu Lintas (Bln) Dalam rumusan IPJ yang digunakan pada studi ini, variabel Beban Lalulintas (Bln) didefinisikan sebagai “Panjang total jaringan jalan kabupaten per jumlah kendaraan” yang dimensinya berupa (km/1000 smp). Variabel ini diharapkan merepresentasikan kondisi beban lalu lintas jalan, meskipun secara riil variabel terbaik untuk menggambarkan beban lalulintas jalan adalah nilai LHR (Lalulintas Harian Rata-rata), namun keterbatasan ketersediaan data LHR di setiap ruas jalan (terutama di jalan Kabupaten) menyebabkan variabel LHR ini tidak dapat digunakan dalam studi ini. Di masa datang hendaknya dipikirkan untuk dapat menggunakan data LHR sebagai representasi variabel Bln. Distribusi jawaban kualifikasi dari para responden mengenai beberapa nilai Bln yang disodorkan dalam kuisioner disampaikan pada Tabel V.3
berikut ini.
Adapun bentuk model dari skoring/kualifikasi jawaban responden tersebut dalam bentuk grafis disampaikan pada Gambar V.3. Tabel V.3 Rata-rata Skor dan Standard Deviasi Kualifikasi Responden terhadap Variabel Bln No
Nilai Bln
1 2 3 4 5
5 km per 1000 smp 10 km per 1000 smp 25 km per 1000 smp 40 km per 1000 smp 60 km per 1000 smp
Keterangan 1 km jalan melayani 200 kendaraan (smp) 1 km jalan melayani 100 kendaraan (smp) 1 km jalan melayani 40 kendaraan (smp) 1 km jalan melayani 25 kendaraan (smp) 1 km jalan melayani 17 kendaraan (smp)
76
Skor rata-rata 1.50 3.17 4.67 6.33 7.67
Standard Deviasi 0.55 0.75 0.52 0.82 1.03
Model Kualifikasi Variabel Bln 9.0 8.0 7.0
Skor
6.0 5.0 4.0
y = 2.3874Ln(x) - 2.4547
3.0
R = 0.9806
2
2.0 1.0 0.0 0
10
20
30
40
50
60
70
Bln (km/1000 smp)
Gambar V.3 Model Kualifikasi Variabel Bln Jawaban para responden memberikan spektrum penilaian pada kualifikasi variabel Bln yang tidak linier. Hal ini diperkuat dengan hasil analisis menyatakan bahwa fungsi yang paling tepat untuk mendekati perilaku kualifikasi para responden tersebut adalah dengan pendekatan fungsi Logaritmik. Adapun hasil kalibrasi menghasilkan fungsi skoring/kualifikasi variabel Bln sebagai berikut : (Skor Bln) = 2,3874 * Ln (Nilai Bln ) – 2,4547........(R2 = 0,9806)..................(5.3)
V.1.1.4 Kualifikasi Variabel Pelayanan Prasarana Jalan (Pyp) Dalam rumusan IPJ yang digunakan pada studi ini variabel Pelayanan Prasarana Jalan (Pyp) didefinisikan sebagai “Panjang total jaringan jalan kabupaten per jumlah penduduk” yang dimensinya berupa (km/1000 penduduk). Variabel ini diharapkan memberikan proporsi penyediaan jalan terhadap populasi penduduk di suatu wilayah sebagai determinan utama pelaku perjalanan maupun yang menghasilkan kebutuhan barang. Meskipun dalam sejumlah studi dibuktikan bahwa
tingkat
produktivitas
penduduk
77
(PDRB
perkapita)
juga
sangat
mempengaruhi besarnya kebutuhan perjalanan, namun jika pengembangan prasarana jalan diharapkan memberikan kesempatan yang sama terhadap semua penduduk, maka berapapun produktivitasnya harus memiliki akses yang sama terhadap jalan. Distribusi jawaban kualifikasi dari para responden mengenai beberapa nilai Pyp yang disodorkan dalam kuisioner disampaikan pada Tabel V.4 berikut ini. Adapun bentuk model dari skoring/kualifikasi jawaban responden tersebut dalam bentuk grafis disampaikan pada Gambar V.4. Tabel V.4 Rata-rata Skor dan Standard Deviasi Kualifikasi Responden terhadap Variabel Pyp No
Nilai Pyp
Keterangan
1 2 3 4 5
0,2 km/ 1000 org 0,5 km/ 1000 org 1,0 km/ 1000 org 2,0 km/ 1000 org 5,0 km/ 1000 org
1 km jalan melayani 5000 orang 1 km jalan melayani 2000 orang 1 km jalan melayani 1000 orang 1 km jalan melayani 500 orang 1 km jalan melayani 200 orang
Skor rata-rata
Standard Deviasi
1.83 3.67 5.50 7.00 8.83
0.75 1.03 0.84 1.26 1.47
Model Kualifikasi Variabel Pyp 10.0 9.0 8.0 7.0 Skor
6.0 5.0
y = 2.2106Ln(x) + 5.3667
4.0
2
R = 0.9978
3.0 2.0 1.0 0.0 0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
Pyp (km/1000 penduduk)
Gambar V.4 Model Kualifikasi Variabel Pyp
78
5.0
6.0
Jawaban para responden memberikan spektrum penilaian pada kualifikasi variabel Pyp yang tidak linier. Hal ini diperkuat dengan hasil analisis menyatakan bahwa fungsi yang paling tepat untuk mendekati perilaku kualifikasi para responden tersebut adalah dengan fungsi Logaritmik. Adapun hasil kalibrasi menghasilkan fungsi skoring/kualifikasi variabel Pyp sebagai berikut : (Skor Pyp) = 2,2106 * Ln (Nilai Pyp ) + 5,3667.......(R2 = 0,9978) )..................(5.4)
V.1.1.5 Uji Kecukupan Data Uji statistik ini harus dilakukan untuk menentukan jumlah data minimum yang harus tersedia. Semakin tinggi tingkat akurasi yang diinginkan, semakin banyak data yang dibutuhkan (Sumber : Tamin, O.Z, 2000). Jumlah data minimum dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (5.5) berikut. CV 2 Z α2 N= ..........................................................(5.5) E2 Dimana : CV
= koefisien variasi
E
= tingkat akurasi
Zα
= nilai variansi untuk tingkat kepercayaan α yang diinginkan
Sehingga dalam penelitian ini, dengan tingkat akurasi (E) 20% dengan tingkat kepercayaan (α) 95%, dimana untuk α = 95%, maka nilai Zα adalah 1,96. Dengan nilai CV = 0,27, didapatkan : N = 0,27 (1,96)2/(0,2)2 = 26 Jadi, dibutuhkan jumlah data minimum sebanyak 26 buah untuk tingkat akurasi 20% dengan tingkat kepercayaan 95%.
79
V.1.1.6 Bobot Kepentingan antar Variabel IPJ Sebagaimana disampaikan dalam rumusan IPJ, lihat Sub Bab III.6, skor variabel IPJ yang dikualifikasi dengan model yang disampaikan pada Sub Bab V.1.1.1 sampai dengan Sub Bab V.1.1.4 harus terlebih dahulu dikalikan dengan bobotnya masing-masing untuk mendapatkan nilai IPJ secara keseluruhan. Pembobotan terhadap variabel IPJ ini menunjukkan adanya perspektif mengenai perbedaan tingkat kepentingan antar variabel IPJ sesuai dengan pendapat para responden yang dipilih sebagai wakil stakeholders. Perbedaan tingkat kepentingan ini merepresentasikan bobot pertimbangan setiap variabel IPJ dalam pengambilan keputusan penanganan jalan. Dengan bobot yang representatif diharapkan bahwa indikator IPJ yang diperoleh mampu menggambarkan kondisi umum yang dapat mewakili perspektif setiap wilayah dalam pengambilan keputusan. Subyektivitas penilaian kemungkinan tidak dapat terhindarkan, karena perspektif yang berkembang di suatu daerah akan berbeda dengan daerah yang lain, sesuai dengan kondisi dan tantangan yang ada. Namun dengan menggabungkan perspektif tingkat kepentingan variabel IPJ dari semua wilayah studi diharapkan diperoleh perspektif tingkat kepentingan yang unik dan dapat digunakan sebagai acuan yang fair dalam penghitungan IPJ sebagai alat bantu dalam penyusunan kebijakan penanganan jalan di Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang. Resume terhadap hasil pengisian kuisioner yang dilakukan para responden disampaikan pada Tabel V.5. Hasil survey menyatakan bahwa untuk urutan tingkat kepentingan no.1 (paling penting) pilihan terbanyak diperoleh variabel Ketersediaan Prasarana Jalan (Ktj) dengan dukungan 100% responden. Sedangkan untuk urutan tingkat kepentingan no. 2 suara terbanyak diperoleh variabel Kinerja Jaringan Jalan (Knj) dengan dukungan dari sebanyak 66,67% responden. Untuk urutan tingkat kepentingan no. 3 suara terbanyak diperoleh variabel Beban Lalulintas (Bln) dengan dukungan dari sebanyak 50% responden. Dan terakhir, Untuk urutan tingkat kepentingan no. 4 suara terbanyak diperoleh variabel
80
Pelayanan Prasarana Jalan (Pyp) dengan dukungan dari sebanyak 66,67% responden. Tabel V.5 Distribusi Urutan Kepentingan Variabel IPJ Variabel IPJ Ketersediaan Prasarana Jalan (Ktj) Kinerja Jaringan Jalan (Knj) Beban Lalulintas (Bln) Pelayanan Prasarana Jalan (Pyp)
Urutan tingkat kepentingan 1
2
3
4
100% 0% 0% 0%
0% 66,67% 33,33% 0%
0% 16,67% 50% 33,33%
0% 16,67% 16,67% 66,67%
Dari tabel tersebut terlihat sudah ada polarisasi urutan kepentingan yang dilakukan oleh para responden, dimana urutan kepentingan tertinggi (no. 1) paling banyak diperoleh variabel Ketersediaan Prasarana Jalan (Ktj), dan seterusnya sampai dengan urutan kepentingan terrendah (no. 4) yang paling banyak diperoleh variabel Pelayanan Prasarana Jalan (Pyp). Namun demikian dengan sistem perangkingan diatas belum dapat ditentukan bagaimana tingkat perbedaan/rentang perbedaan tingkat kepentingan antara 2 buah variabel IPJ. Hal ini perlu didapatkan untuk mempermudah estimasi IPJ di suatu wilayah dan penggunaannya dalam pengambilan keputusan. Dengan bobot yang kuantitatif diharapkan proses pengambilan keputusan didukung oleh data angka berupa IPJ yang cukup obyektif. Untuk lebih mengkuantitatifkan hasil pengurutan tingkat kepentingan variabel IPJ, maka dilakukan proses pembobotan dengan metodologi yang disampaikan pada Sub Bab III.6.2. Kualifikasi dilakukan untuk setiap variabel IPJ dengan rentang nilai 1 s.d 10, di mana nilai 1 diberikan kepada variabel IPJ yang dianggap ”sangat tidak penting” dan seterusnya sampai dengan nilai 10 yang diberikan kepada variabel IPJ yang dianggap responden ”sangat penting”. Hasil kualifikasi pembobotan yang dilakukan para responden kemudian dijumlahkan dan di rata-ratakan untuk setiap variabel IPJ sebagaimana disampaikan pada Tabel V.6 berikut ini.
81
Tabel V.6 Bobot Kepentingan Variabel IPJ Variabel IPJ Ketersediaan Prasarana Jalan (Ktj) Kinerja Jaringan Jalan (Knj) Beban Lalulintas (Bln) Pelayanan Prasarana Jalan (Pyp) Total
Urutan kepentingan 1 2 3 4
Bobot kepentingan 0.30 0.26 0.24 0.20 1,00
Terlihat bahwa variabel Ketersediaan Prasarana Jalan (Ktj) mendapatkan prioritas urutan kepentingan no.1 dengan bobot kepentingan sekitar 0,30. Selanjutnya variabel Kinerja Jaringan Jalan (Knj) mendapatkan urutan tingkat kepentingan no. 2 dengan bobot kepentingan sekitar 0,26. Kemudian variabel Beban Lalulintas (Bln) mendapatkan urutan tingkat kepentingan no. 3 dengan bobot kepentingan sekitar 0,24. Dan terakhir, variabel Pelayanan Prasarana Jalan (Pyp) mendapatkan urutan tingkat kepentingan no. 4 dengan bobot kepentingan sekitar 0,20. Interpretasi dari bobot kepentingan variabel IPJ yang disampaikan pada Tabel V.6 tersebut dalam menghitung variabel IPJ dicontohkan sebagai berikut: -
Bobot kepentingan variabel Ktj = 0,30 dan bobot kepentingan variabel Knj = 0,26, sehingga perbandingan kepentingan antara kedua variabel tersebut adalah sebagai berikut: Ktj/ Knj = 0,30/0,26 = 1,15
-
Artinya, dalam penyusunan IPJ bobot kepentingan variabel Ktj sekitar 1,15 kali lebih besar dibandingkan dengan bobot kepentingan variabel Knj.
-
Hal ini dapat dilanjutkan interpretasinya bahwa jika indikator IPJ digunakan dalam pengambilan keputusan, misalnya alokasi dana, maka pertimbangan terkait dengan variabel Ktj (panjang jalan vs luas wilayah) 1,15 kali lebih penting/diprioritaskan dibandingkan dengan pertimbangan terkait dengan variabel Knj (% jalan mantap),
-
Perbandingan tersebut juga berlaku untuk variabel-variabel IPJ lainnya.
82
V.1.1.7 Model Estimasi Indikator IPJ Dari hasil kualifikasi variabel IPJ sampai dengan pembobotan variabel IPJ yang disampaikan pada Sub Bab V.1.1 dapat disusun rumusan estimasi IPJ yang digunakan pada studi ini, yakni sebagai berikut:
IPJ = 0,30 * skor (Ktj) + 0,26 * skor (Knj) + 0,24 * skor (Bln) + 0,20 * skor (Pyp)......(5.6)
Dengan: (Skor Ktj) = 1,3464 * Ln (Nilai Ktj) + 5,4283 (Skor Knj) = 9,7068 * (Nilai Knj) – 1,127 (Skor Bln) = 2,3874 * Ln (Nilai Bln ) – 2,4547 (Skor Pyp) = 2,2106 * Ln (Nilai Pyp ) + 5,3667 Dalam hal ini satuan untuk masing-masing nilai adalah : -
(Nilai Ktj) dalam km/km2
-
(Nilai Knj) dalam % jalan mantap
-
(Nilai Bln ) dalam km/1000 smp
-
(Nilai Pyp ) dalam km/1000 penduduk
V.1.2 Perhitungan Indeks Prasarana Jalan (IPJ) Dengan terumuskannya model estimasi indikator IPJ sebagaimana disampaikan pada Sub Bab V.1.1, maka untuk setiap Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang yang digunakan sebagai pembanding dapat dilakukan perhitungan estimasi skor IPJ sebagai representasi kondisi umum dari penyelenggaraan prasarana jalan di kedua kabupaten tersebut. Pada dasarnya dalam perumusan IPJ memerlukan data yang paling up to date dari seluruh kabupaten. Telah dilakukan pencarian data tiga tahun terakhir dari berbagai sumber yang ada dimulai dari tahun 2004 sampai tahun 2006. Data-data pendukung yang diperlukan dalam perhitungan IPJ adalah data social ekonomi dan data penyediaan jalan.
83
Tabel V.7 Data Sosial Ekonomi Item Data
Satuan
1. Kewilayahan
Keterangan
km2
1.1 Luas wilayah administrasi 2. Kependudukan 2.1 Jumlah penduduk 2.2 Kepadatan penduduk 2.2.1 di seluruh wilayah administrasi = (2.1)/(1.1) 2.2.2 di wilayah terbangun = (2.1)/(1.3) 3. Populasi Kendaraan 3.1 Mobil penumpang 3.2 Bus 3.3 Truk 3.4 Sepeda motor 3.5 Total dalam satuan kendaraan 3.6 Total dalam satuan smp 4. Perekonomian wilayah 4.1 Total PDRB wilayah 4.1.1 Harga Berlaku 4.1.2 Harga Konstan 4.2 PDRB perkapita 4.2.1 Harga Berlaku = (4.1.1)/(2.1) 4.2.2 Harga Konstan = (4.1.2)/(2.1)
jiwa jiwa/km2 jiwa/km2 kend kend kend kend kend smp
emp = 1 emp = 1,5 emp = 1,5 emp = 0,5
Rp Rp Rp/jiwa Rp/jiwa
Tabel V.8 Data Penyediaan Jalan Kondisi Status
Baik
Sedang
Rusak Ringan
Rusak Berat
Mantap
Tdk Mantap
Total
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)=(a)+(b)
(f)=(c)+(d)
(g)=(e)+(f)
Nasional Propinsi Kabupaten Kota Total
Hasil perhitungan IPJ dapat dilihat pada Tabel V.9 berikut ini.
84
Tabel V.9 Hasil Perhitungan Indeks Prasarana Jalan (IPJ) Konstanta Tahun
Kabupaten
a
b
c
d
Ktj
Knj
Bln
Pyp
Ketersediaan Prasarana Jalan Ktj (km/km2)
Skor Ktj
Kinerja Jaringan Jalan Knj (%)
Skor Knj
Beban Lalu Lintas Bln (km/1000 smp)
Skor Bln
Pelayanan Prasarana Jalan Pyp (km/1000 pddk)
Skor Pyp
Indeks Prasarana Jalan IPJ
2004
Serang Pandeglang
0,30 0,30
0,26 0,26
0,24 0,24
0,20 0,20
0,49 0,19
4,47 3,19
0,39 0,66
2,66 5,28
19,92 26,47
4,69 5,37
0,46 0,48
3,65 3,74
3,89 4,37
2005
Serang Pandeglang
0,30 0,30
0,26 0,26
0,24 0,24
0,20 0,20
0,40 0,19
4,19 3,19
0,41 0,70
2,85 5,67
13,84 22,50
3,82 4,98
0,37 0,48
3,17 3,74
3,55 4,37
2006
Serang Pandeglang
0,30 0,30
0,26 0,26
0,24 0,24
0,20 0,20
0,40 0,16
4,19 2,96
0,47 0,80
3,44 6,64
11,13 14,99
3,30 4,01
0,36 0,39
3,11 3,28
3,57 4,23
Sumber : Hasil Analisis
85
Setelah diperoleh skor IPJ, maka nilai tersebut dapat diinterpretasikan untuk membandingkan kondisi prasarana jalan di dua atau lebih wilayah. Kaidah umum dalam menginterpretasi hasil estimasi skor IPJ adalah sebagai berikut : a. Skor IPJ merepresentasikan kondisi umum penyediaan preasarana jalan di suatu wilayah, terkait dengan kuantitas relatif terhadap luas wilayah, jumlah kendaraan, dan jumlah penduduk, serta kondisi fisik jalan. b. Semakin tinggi skor IPJ di suatu wilayah maka kondisi umum penyediaan prasarana jalan di wilayah tersebut semakin baik. Pada studi Pengembangan Indikator Efektifitas Pelaksanaan Program Prasarana Wilayah Tahun 2004, dicoba digunakan rentang skor untuk mengkualifikasi suatu nilai IPJ. Tabel V.10 Rentang Skor dan Kualifikasi Variabel IPJ Rentang Skor
Kualifikasi
1-2
Sangat kurang
3-4
Kurang
5-6
Sedang
7-8
Tinggi
9-10
Sangat tinggi
Dari data pada Tabel V.9 Hasil Perhitungan Indeks Prasarana Jalan (IPJ) disimpulkan beberapa kondisi dasar dalam penyediaan prasarana jalan di Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang, yakni: a. Skor IPJ pada tahun terakhir (2006) di Kabupaten Serang = 3,57 dan di Kabupaten
Pandeglang
=
4,23
dinyatakan
bahwa
penyediaan
kuantitas/jumlah dan kualitas/kondisi fisik prasarana jalan di kedua kabupaten tersebut adalah ”kurang” (skor antara 3-4) b. Dari skor yang ditunjukkan oleh setiap variabel IPJ di Kabupaten Serang, skor terendah ditunjukkan oleh variabel Knj (kinerja jaringan jalan dalam % jalan mantap) dengan skor 2,66, disusul oleh skor variabel Pyp (dalam km/1000 penduduk) dengan skor 3,11. Sedangkan dua variabel lainnya Ktj dan Bln menunjukkan skor yang relatif lebih tinggi.
86
c. Pemeliharaan dan kondisi jalan mantap yang minim di Kabupaten Serang sangat mempengaruhi kinerja jalan, walaupun dengan didukung jumlah panjang jalan kabupaten yang lebih banyak untuk memberikan akses pada wilayah administrasi yang cenderung lebih kecil dibandingkan Kabupaten Pandeglang, hal ini belum dapat menaikkan skor IPJ. Terlebih dengan beban lalu lintas dan jumlah penduduk yang lebih padat. Terdapat permasalahan dalam hal pelayanan jalan terhadap jumlah kendaraan yang ada. Sehingga hal inilah yang menjadikan skor IPJ Kabupaten Serang berada di bawah skor IPJ Kabupaten Pandeglang. d. Dan skor yang ditunjukkan oleh setiap variabel IPJ di Kabupaten Pandeglang, skor terendah ditunjukkan oleh variabel Ktj (ketersediaan prasarana jalan dalam km/km2) dengan skor 2,96, disusul oleh skor variabel Pyp (dalam km/1000 penduduk) dengan skor 3,28. Sedangkan dua variabel lainnya Knj dan Bln menunjukkan skor yang relatif lebih tinggi. e. Ketersediaan jalan yang ada di Kabupaten Pandeglang belum mampu memberikan akses yang cukup untuk melayani wilayah administrasinya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan pemanfaatan ruang pada Kabupaten Pandeglang. Namun kinerja jaringan jalan kabupaten memberikan kontribusi nilai yang tinggi. Dalam beberapa tahun terakhir pemerintah daerah Kabupaten Pandeglang melakukan pemeliharaan di beberapa ruas jalan, sehingga banyak ruas jalan yang memiliki kondisi mantap. Begitu pula dengan kepemilikan kendaraan bermotor
yang
jumlahnya lebih sedikit dibandingkan Kabupaten Serang, sehingga skor Bln Kabupaten Pandeglang lebih tinggi dari Kabupaten Serang.
V.1.3 Analisis Efisiensi dan Efektivitas Kinerja Jaringan Jalan Berdasarkan IPJ Efisiensi suatu jaringan jalan ditunjukkan oleh hubungan antara IPJ dengan dana yang dikeluarkan pemerintah untuk sub sektor jalan, sedangkan efektivitas ditunjukkan oleh hubungan antara IPJ dengan PDRB per kapita. Suatu jaringan jalan dikatakan efisien apabila dana yang dikeluarkan pemerintah untuk sub sektor jalan minimal, tetapi menghasilkan IPJ yang maksimal.
87
Tabel V.11 Indikator Kinerja Jaringan Jaringan Jalan Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang Indikator Masukan (input) Keluaran (output)
Aspek Finansial Aset
Pengeluaran pemerintah untuk sub sektor jalan (Rp) Panjang jalan nasional (km) Panjang jalan propinsi (km)
Hasil (outcome)
Efektivitas preservasi aset
Manfaat (benefit)
Tingkat resiko
Dampak (impact)
Ekonomi
Kabupaten Serang
Indikator Kinerja
Panjang jalan kabupaten (km) Panjang jalan kabupaten kondisi baik (km) Panjang jalan kabupaten kondisi sedang (km) Panjang jalan kabupaten kondisi rusak (km) Panjang jalan kabupaten kondisi rusak berat (km) Jumlah kejadian kecelakaan Jumlah kematian akibat kecelakaan di jalan PDRB (juta Rp) PDRB per kapita (Rp/kap/thn)
Kabupaten Pandeglang
Tahun 2004
Tahun 2005
Tahun 2006
Tahun 2004
Tahun 2005
Tahun 2006
22.275.500.000
46.132.827.150
74.338.643.293
2.629.000.000
6.245.000.000
32.566.664.000
55,270
83,97
108,60
169,26
169,26
200,59
94,51
168,00
321,24
85,90
85,90
151,27
852,30
686,11
686,11
531,30
531,30
114,92
151,35
176,93
102,919
108,060
86,920
217,88
126,98
145,93
250,224
262,740
260,760
132,20
93,58
115,65
90,950
108,610
65,190
387,30
314,20
247,60
87,207
51,890
21,730
29
68
57
16
40
33
31
27
31
19
16
18
9.974.639
11.192.422
12.249.006
4.308.923
4.887.396
5.465.869
5.437.211
5.996.438
6.394.672
3.910.533
4.416.951
4.923.369
88
434,60
Dengan kata lain, suatu jaringan jalan dikatakan efisien apabila rasio pengeluaran pemerintah untuk sub sektor jalan dengan IPJ setiap tahunnya mengalami penurunan. Artinya, setiap peningkatan dana yang dikeluarkan pemerintah untuk sub sektor jalan, idelanya akan meningkatkan IPJ. Gambar V.5 menyajikan hubungan antara IPJ dengan dana yang dikeluarkan pemerintah untuk sub sektor jalan pada tahun 2004 hingga tahun 2006 di Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang. Gambar V.5 menunjukkan bahwa tidak selamanya peningkatan dana yang dikeluarkan pemerintah untuk sub sektor jalan akan meningkatkan IPJ. Bahkan dari hasil perhitungan diketahui bahwa hampir setiap tahun nilai IPJ Kabupaten Serang mengalami penurunan. Gambar V.5 juga menunjukkan bahwa tingginya dana yang dikeluarkan pemerintah untuk sub sektor jalan, tidak selalu menghasilkan IPJ yang besar.
80000
Pengeluaran Sub Sektor Jalan (Juta Rupiah)
70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0 3.5
3.6
3.7
3.8
3.9
4
4.1
4.2
4.3
4.4
Indeks Prasarana Jalan Kabupaten Serang 2004
Kabupaten Pandeglang 2004
Kabupaten Serang 2005
Kabupaten Pandeglang 2005
Kabupaten Serang 2006
Kabupaten Pandeglang 2006
Gambar V.5 Hubungan IPJ dengan Pengeluaran Pemerintah untuk Sub Sektor Jalan
89
4.5
Tabel V.12 menunjukkan rasio pengeluaran Pemerintah untuk sub sektor jalan dengan IPJ, terlihat bahwa setiap tahunnya rasio pengeluaran Pemerintah untuk sub sektor jalan dengan IPJ Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang mengalami kenaikan. Artinya, jaringan jalan kabupaten di Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang tidak efisien. Tabel V.12 Rasio Pengeluaran Pemerintah untuk Sub Sektor Jalan dengan IPJ Uraian Pengeluaran pemerintah untuk sub sektor jalan (Juta Rp) IPJ
Kabupaten Serang
Kabupaten Pandeglang
2004
2005
2006
2004
2005
2006
22.275
46.132
74.338
2.629
6.245
32.566
3,89
3,55
3,57
4,37
4,37
4,23
12.994
20.822
0,601
1.429
7.698
Rasio Pengeluaran 5.726 pemerintah untuk sub sektor jalan dengan IPJ Sumber : Hasil Analisis
Suatu jaringan jalan dikatakan efektif apabila jaringan jalan tersebut menghasilkan pendapatan per kapita yang tinggi. Dengan kata lain, jaringan jalan dikatakan efektif apabila rasio PDRB per kapita dengan IPJ setiap tahunnya mengalami peningkatan. Gambar V.6 menyajikan hubungan antara PDRB per kapita penduduk dengan IPJ. Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa IPJ yang lebih rendah tidak selalu menghasilkan PDRB per kapita yang rendah, demikian pula sebaliknya. Dalam penelitian ini ditunjukkan bahwa hampir setiap tahun nilai IPJ di Kabupaten Serang mengalami penurunan, akan tetapi PDRB per kapita penduduk justru mengalami peningkatan. Apabila dilakukan perbandingan, maka diketahui bahwa wilayah Kabupaten Serang yang memiliki IPJ lebih kecil ternyata menghasilkan PDRB per kapita yang besar. Sebaliknya, Kabupaten Pandeglang yang memiliki IPJ lebih besar menghasilkan PDRB per kapita yang kecil. Adapun rasio PDRB per kapita dengan IPJ disajikan pada Tabel V.13. Tabel V.13 menunjukkan bahwa setiap tahunnya rasio PDRB per kapita dengan IPJ Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang mengalami kenaikan. Artinya jaringan jalan Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang efektif.
90
7000000
PDRB (Rp/kap/thn)
6500000 6000000 5500000 5000000 4500000 4000000 3500000 3.5
3.6
3.7
3.8
3.9
4
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
Indeks Prasarana Jalan Kabupaten Serang 2004
Kabupaten Pandeglang 2004
Kabupaten Serang 2005
Kabupaten Pandeglang 2005
Kabupaten Serang 2006
Kabupaten Pandeglang 2006
Gambar V.6 Hubungan IPJ dengan PDRB per kapita Tabel V.13 Rasio PDRB per kapita dengan IPJ Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang Uraian PDRB per kapita (Juta Rp/kap/thn) IPJ
Kabupaten Serang
Kabupaten Pandeglang
2004 5,437
2005 5,996
2006 6,394
2004 3,910
2005 4,416
2006 4,923
3,89
3,55
3,57
4,37
4,37
4,23
1,689
1,791
0,894
1,010
1,163
Rasio PDRB per kapita 1,397 dengan IPJ Sumber : Hasil Analisis
Terjadi inkonsistensi dalam hal hubungan antara IPJ dengan PDRB per kapita, logikanya kenaikan IPJ (yang berarti semakin baiknya kinerja jaringan jalan) akan menaikkan PDRB per kapita, namun kenyataannya tidak begitu pada jaringan jalan kabupaten di Kabupaten Serang maupun Kabupaten Pandeglang. Setiap tahunnya nilai IPJ di kedua kabupaten ini mengalami penurunan namun dapat menghasilkan pendapatan per kapita dari masyarakatnya yang meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dikarenakan adanya jalan negara dan jalan propinsi yang
91
memberikan kontribusi sangat baik dan banyak dimanfaatkan untuk melakukan pergerakan dari satu tempat ke tempat lainnya bila dibandingkan dengan pemanfaatan jalan kabupatennya. Untuk lebih jelasnya akan ditunjukkan pada Tabel V.14 dan Tabel V.15 berikut tentang prosentase dan kondisi dari masingmasing kabupaten tersebut. Tabel V.14 Prosentase dan Kondisi Jaringan Jalan di Kabupaten Serang Status Jalan Negara
Propinsi
Kabupaten
2004 2005 2006 2004 2005 2006 2004 2005 2006
Panjang Jalan Km % 55,270 5,52 83,970 8,95 108,600 9,73 94,510 9,43 168,000 17,91 321,240 28,79 852,300 85,05 686,110 73,14 686,110 61,48
Kondisi Mantap Km % 48,215 87,24 48,215 87,24 48,215 87,24 93,748 99,19 156,700 93,27 309,910 96,47 332,800 39,05 278,330 40,57 322,860 47,06
Dari Tabel V.14 terlihat bahwa prosentase panjang jaringan jalan negara dan jalan propinsi lebih sedikit dibandingkan jaringan jalan kabupaten namun masingmasing jalan tersebut (jalan negara dan propinsi) memiliki kondisi mantap yang tinggi, menunjukkan kinerjanya yang baik. Didukung pula dengan letak jaringan jalan negara dan propinsi yang berada dan melewati kantong-kantong demand (menurut RTRW Kabupaten Serang yang terdapat pada sub bab IV.1.4 dan peta jaringan jalan Kabupaten Serang) sehingga lebih banyak dimanfaatkan untuk mobilisasi dalam wilayahnya. Tabel V.15 Prosentase dan Kondisi Jaringan Jalan di Kabupaten Pandeglang Status Jalan Negara
2004 2005 2006
Panjang Jalan Km % 169,260 21,52 169,260 21,52 200,593 25,51
92
Kondisi Mantap Km % 147,654 87,24 147,654 87,24 178,987 89,23
Tabel V.15 (lanjutan) Prosentase dan Kondisi Jaringan Jalan di Kabupaten Pandeglang Status Jalan
Propinsi
Kabupaten
2004 2005 2006 2004 2005 2006
Panjang Jalan
Kondisi Mantap
Km
%
Km
%
85,900 85,900 151,267 531,300 531,300 434,600
10,92 10,92 19,23 67,56 67,56 55,26
85,208 85,208 150,575 353,143 370,800 347,680
99,19 99,19 99,54 66,47 69,79 80,00
Begitupula halnya dengan Kabupaten Pandeglang, dapat dilihat dari Tabel V.15 bahwa prosentase jaringan jalan negara sekitar 25,51% dan jaringan jalan propinsi sekitar 19,23% dari panjang total jaringan jalan, yang berarti lebih banyak di bandingkan prosentase jaringan jalan negara dan propinsi pada Kabupaten Serang. Dan di dukung dengan kondisi mantap yang lebih tinggi dari masing-masing jaringan jalan serta letak jaringan jalan negara dan propinsi yang melewati kawasan-kawasan dengan penduduk yang padat dan mobilisasi tinggi (lihat sub bab IV.2.4 dan gambar peta jaringan jalan di Kabupaten Pandeglang), sehingga menyebabkan kenaikan PDRB per kapita masyarakat Kabupaten Pandeglang setiap tahunnya.
V.2 Analisa Standar Pelayanan Minimum V.2.1 Indeks Aksesibilitas Tabel V.14 menyajikan pencapaian nilai indeks aksesibilitas penyediaan jaringan jalan di setiap Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang. Dari tabel tersebut terlihat bahwa dari sisi kuantitas penyediaan jaringan jalan (relatif terhadap luas wilayah dan kepadatan penduduk) untuk tingkat Kabupaten Serang masih di bawah Standar Pelayanan Minimum (indeks aksesibilitas eksisting = 0,40 < 1,50) dan Kabupaten Pandeglang sudah memenuhi Standar Pelayanan Minimum (indeks aksesibilitas eksisting = 0,16 > 0,15). Dari Tabel V.14 terlihat bahwa di Kabupaten Serang dengan wilayah yang cukup kecil dan kepadatan penduduk termasuk dalam kategori tinggi, namun karena
93
jaringan jalan yang ada cukup pendek, maka pencapaian indeks aksesibilitasnya masih di bawah persyaratan. Sedangkan di Kabupaten Pandeglang yang memiliki wilayah yang lebih luas dari Kabupaten Serang, namun kepadatan penduduknya termasuk dalam kategori rendah dan jaringan jalan yang ada cukup pendek, maka pencapaian indeks aksesibilitasnya sudah memenuhi persyaratan. Sesuai dengan kondisi yang ada, dimana saat ini secara hirarkis penyediaan jaringan jalan primer (nasional dan propinsi) secara konseptual telah memenuhi standar, dimana semua ibukota kabupaten telah terhubungkan oleh jaringan jalan propinsi dan nasional, sehingga penambahan jaringan jalan untuk masing-masing kabupaten untuk memenuhi Standar Pelayanan Minimum jaringan jalan indeks aksesibilitas seyogyanya diarahkan melalui pengembangan jaringan jalan sekunder, dalam arti yang dikembangkan adalah jaringan jalan kabupaten. Tabel V.16 Analisis Pencapaian SPM Jaringan Jalan Kabupaten untuk Indeks Aksesibilitas Indeks Aksesibilitas (Km/Km2) Eksist. Syarat
Luas Wilayah (Km2)
Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2)
Panjang Jalan (Km)
Serang
1.734,09
1.104,62
686,11
0,40
>1,5
TM
Pandeglang
2.746,89
405,06
434,60
0,16
>0,15
M
Kabupaten
M/TM
Keterangan : M = memenuhi TM = tidak memenuhi V.2.2 Indeks Mobilitas Tabel V.15 menyajikan pencapaian nilai indeks mobilitas penyediaan jaringan jalan di Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang. Dari tabel tersebut terlihat bahwa dari sisi kuantitas penyediaan jaringan jalan (relatif terhadap jumlah penduduk dan PDRB per kapita) untuk tingkat Kabupaten Serang masih di bawah SPM (indeks mobilitas eksisting = 0,36 < 2,0), begitupula dengan Kabupaten Pandeglang (indeks mobilitas eksisting = 0.39 < 1,0), hal ini menunjukkan kecendrungan bahwa penyebaran penduduk dan pencapaian PDRB per kapitas pada masing-masing kabupaten tidak merata.
94
Sebagaimana untuk pemenuhan SPM jaringan jalan indeks aksesibilitas, penambahan jaringan jalan pada Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang yang masih belum memenuhi standar SPM seyogyanya diarahkan melalui pengembangan jaringan jalan sekunder, dalam arti jaringan jalan yang dikembangkan adalah jaringan jalan kabupaten. Kebutuhan penambahan jaringan jalan untuk memenuhi SPM jaringan jalan pada masing-masing kabupaten disajikan pada Tabel V.16. Tabel V.17 Analisis Pencapaian SPM Jaringan Jalan untuk Indeks Mobilitas Indeks Mobilitas (Km/1000 pddk) Eksist. Syarat
Jumlah Penduduk (Jiwa)
PDRB per kapita (Juta Rp/kap/thn)
Panjang Jalan (Km)
Serang
1.915.502
6,394
686,11
0,36
>2,0
TM
Pandeglang
1.112.665
4,923
434,60
0,39
>1,0
TM
Kabupaten
M/TM
Keterangan : M = memenuhi TM = tidak memenuhi Tabel V.18 Daftar Kebutuhan Penambahan Jaringan Jalan untuk Pemenuhan SPM Jaringan Jalan Kabupaten Serang Pandeglang
Kebutuhan Penambahan Jaringan Jalan (Km) Aksesibilitas Mobilitas 1.915,03 -
Penambahan Jaringan Jalan (Km)
3.144,89
3.144,89
678,07
678,07
Sumber : Hasil Analisis
V.2.3 Indeks Kecelakaan Tabel V.17 menyajikan pencapaian nilai indeks kecelakaan di setiap Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang. Dari tabel tersebut terlihat bahwa untuk Kabupaten Serang memiliki nilai indeks kecelakaan relatif tinggi (0,05) dibandingkan Kabupaten Pandeglang (0,04).
95
Walaupun standar indeks kecelakaan dalam Keputusan Mentri Kimpraswil No.534/KPTS/M/2001 belum tercantum (belum ditetapkan), namun dengan sering terjadinya kecelakaan lalu lintas di jalan raya khususnya di Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang, maka perlu upaya-upaya untuk mengurangi tingkat kecelakaan, terutama yang berkaitan dengan fisik jalan dan perlengkapannya. Mengingat bahwa faktor terbesar yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas adalah faktor manusia, maka salah satu upaya untuk mengurangi tingkat kecelakaan adalah dengan menambah/melengkapi perlengkapan jalan, seperti rambu jalan, marka jalan, patok pengarah, rel pengaman dan lain sebaginya. Walaupun untuk pengadaan perlengkapan jalan merupakan tanggung jawab Dinas Perhubungan, akan tetapi pelaksanaannya sebagimana yang selama ini berjalan dapat dimasukkan pada kegiatan di Dinas Bina Marga. Untuk faktor jalan, walaupun relatif kecil, pada lokasi-lokasi rawan kecelakaan perlu dilakukan kajian penyebabnya, sehingga dapat diamil tindakan penanganan terhadap konstruksi jalan, misalnya apakah perlu ada perbaikan geometrik atau pada lapisan perkerasannya. Sedangkan untuk faktor kendaraan dan faktor alam, upaya pencegahan harus di koordinasikan dengan instansi terkait (di luar Dinas Bina Marga). Tabel V. 19 Analisis Pencapaian SPM Jaringan Jalan untuk Indeks Kecelakaan Kabupaten Serang Pandeglang
Indeks Kecelakaan (Kec/Km/Thn) Eksist. Syarat
Jumlah Kecelakaan per thn
Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2)
Panjang Jalan (Km)
57
1.104,62
1115,95
0,05
-
-
405,06
786,46
0,04
-
-
33 Sumber : Hasil Analisis
M/TM
V.3 Kebutuhan Penangan Jalan Kabupaten Serang Sebagaimana telah diuraikan pada Sub Bab V.2 dimana masih terdapat kondisi jalan yang belum memenuhi persyaratan SPM, maka perlu ada penanganan terhadap jalan eksisting yang masih di bawah persyaratan SPM.
96
Penanganan untuk jaringan jalan kabupaten di Kabupaten Serang dapat didetailkan kebutuhannya menurut wilayah kecamatan, baik pemenuhan SPM untuk aksesibilitas maupun mobilitasnya, hal ini dapat dilihat pada Tabel V.18 berikut. Tabel V.20 Kebutuhan Penanganan Jalan Kabupaten untuk Pemenuhan SPM No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Cinangka Padarincang Ciomas Pabuaran Gunungsari Baros Petir Tanjung Teja Curug Cikeusal Pamarayan Bandung Jawilan Kopo Cikande Kibin Kragilan Walantaka Cipocok Jaya Serang Taktakan Waringinkurung Mancak Anyar Bojonegara Pulo Ampel Kramatwatu Kesemen Ciruas
Luas Wilayah
Jumlah Penduduk
Panjang Jalan
111,47 99,12 48,53 79,14 48,60 44,07 46,94 39,52 49,60 88,25 41,92 25,18 38,95 44,69 50,53 33,51 51,56 48,48 31,54 25,88 47,88 51,29 74,03 56,81 30,30 32,56 48,59 63,36 40,61
59.552 64.254 37.832 38.545 19.288 50.682 52.539 40.964 44.751 66.113 40.897 40.362 46.927 47.415 85.976 67.313 71.136 66.970 55.725 196.063 67.104 38.697 43.485 50.028 41.249 31.302 91.326 84.188 64.957
42,80 11,70 17,80 3,00 16,60 32,35 30,35 3,80 4,00 50,40 37,73 14,00 3,50 12,70 30,40 3,20 37,60 35,00 1,48 36,50 8,90 19,10 36,90 32,00 9,60 0,00 11,60 32,30 33,50
97
Kebutuhan Penambahan Jaringan Jalan (Km) Aksesibilitas Mobilitas 124,41 136,98 55,00 115,71 56,30 33,76 40,06 55,48 70,40 81,98 25,15 23,77 54,93 54,34 45,40 47,07 39,74 37,72 45,83 2,32 62,92 57,84 74,15 53,22 35,85 48,84 61,29 62,74 27,42
76,30 116,81 57,86 74,09 21,98 69,01 74,73 78,13 85,50 81,83 44,06 66,72 90,35 82,13 141,55 131,43 104,67 98,94 109,97 355,63 125,31 58,29 50,07 68,06 72,90 62,60 171,05 136,08 96,41
Penambahan Jaringan Jalan (Km) 124,41 136,98 57,86 115,71 56,30 69,01 74,73 78,13 85,50 81,98 44,06 66,72 90,35 82,13 141,55 131,43 104,67 98,94 109,97 355,63 125,31 58,29 74,15 68,06 72,90 62,60 171,05 136,08 96,41
Tabel V.20 (lanjutan) Kebutuhan Penanganan Jalan Kabupaten untuk Pemenuhan SPM No 30 31 32 33 34
Luas Wilayah
Jumlah Penduduk
Panjang Jalan
64,85 36,40 26,17 64,46 49,30 Jumlah 1.734,09 Sumber : Hasil Analisis
56.883 43.873 27.727 43.042 38.337 1.915.502
17,70 30,60 5,70 23,30 0,00 686,11
Kecamatan Pontang Carenang Binuang Tirtayasa Tanara
Kebutuhan Penambahan Jaringan Jalan (Km) Aksesibilitas Mobilitas 79,58 24,00 33,56 73,39 73,95 1.915,03
Penambahan Jaringan Jalan (Km)
96,07 57,15 49,75 62,78 76,67 3.144,89
96,07 57,15 49,75 73,39 76,67 3.323,94
Dari kondisi jalan kabupaten yang terdapat pada Tabel IV.5, dapat disimpulkan bahwa kondisi jalan kabupaten di Kabupaten Serang adalah sebagai berikut: a. Kondisi Baik
: 176,93 km
(25,79%)
b. Kondisi Sedang
: 145,93 km
(21,27%)
c. Kondisi Rusak Ringan
: 115,65 km
(16,85%)
d. Kondisi Rusak Berat
: 247,60 km
(36,09%)
Secara teknis, penanganan jalan untuk memenuhi persyaratan SPM dan memenuhi fungsi jalan, yaitu lokal primer untuk jalan kabupaten adalah melalui pelebaran jalan, sedangkan untuk kondisi jalan adalah melalui program peningkatan untuk kondisi rusak ringan dan rusak berat Pada Lampiran terdapat data inventarisasi jalan Kabupaten Serang, terlihat bahwa kebutuhan penanganan dan kebutuhan biaya dalam rangka pemenuhan SPM untuk jalan kabupaten adalah sebagai berikut: 1. Penanganan pelebaran, sepanjang = 182,38 km dengan kebutuhan biaya sebesar Rp.279.858.600.000,2. Penanganan perkerasan untuk kondisi rusak ringan dan rusak berat dengan kebutuhan biaya sebesar Rp. 292.976.581.900,Dari Lampiran data inventarisasi jalan Kabupaten Serang tersebut dapat dirinci jalan kabupaten yang diperlukan untuk pelebaran dan peningkatan perkerasan.
98
Kebutuhan biaya untuk pemenuhan SPM jalan kabupaten di Kabupaten Serang sebesar Rp. 572.835.181.900,-. Apabila dibandingkan dengan kemampuan Pemerintah Kabupaten Serang dalam menyediakan alokasi dana untuk sub sektor jalan setiap tahunnya, tentunya sangat berat untuk dapat dipenuhi sekaligus, untuk itu perlu dibuat skala prioritas penanganan jalan.
V.4 Sistem Pembiayaan dan Pengelolaan Jalan Dalam penyelenggaraan jalan, sesuai dengan UU Jalan No. 38 Tahun 2004 yaitu dilakukan berdasarkan status jalan tersebut. Di wilayah Kabupaten Serang terdapat beberapa ruas jalan dengan statusnya jalan nasional, jalan propinsi dan jalan kabupaten dengan penyelenggara sebagaimana dalam Tabel V.20. Tabel V.21 Penyelenggara jalan di Kabupaten Serang No
Status Jalan
Panjang (km)
1.
Nasional
108,60
2.
Propinsi
321,24
3.
Kabupaten
686,11
4.
Desa
46,51
Kondisi Baik Baik, sedang, rusak ringan, rusak berat Baik, sedang, rusak ringan, rusak berat Baik, sedang
Penyelenggara Dinas Bina Marga Propinsi Banten Dinas Bina Marga Propinsi Banten Dinas Bina Marga Kabupaten Serang Dinas Bina Marga Kabupaten Serang
Sumber : Dinas Bina Marga Kabupaten Serang (2006)
Adapun pembiayaannya, masing-masing status jalan dibiayai dengan sumber dana yang berbeda tergantung pada kewenangan dalam mengelola jalan tersebut, selengkapnya sebagaimana pada Tabel V.21. Tabel V.22 Sumber Pembiayaan Jalan di Kabupaten Serang No Status Jalan 1. Nasional 2.
Propinsi
3.
Kabupaten
4.
Desa
-
Sumber Pembiayaan APBN Bantuan Luar Negeri (BLN) DAU Prop. Banten APBD Prop. Banten DAK Departemen PU DAU Kab. Serang APBD Kab. Serang DAU Kab. Serang APBD Kab. Serang
Sumber : Dinas Bina Marga Kabupaten Serang (2006)
99
Penyelenggara Dinas Bina Marga Propinsi Banten Dinas Bina Marga Propinsi Banten Dinas Bina Marga Kabupaten Serang Dinas Bina Marga Kabupaten Serang
Jalan kabupaten dan jalan desa di Kabupaten Serang yang memiliki panjang 732,62 km, tidak seluruhnya dapat ditangani mengingat dana yang tersedia dalam APBD Kabupaten Serang sangat terbatas. Untuk itu dalam penyusunan program jalan kabupaten dan jalan desa dilakukan prioritas program dengan mekanisme sebagaimana dalam Gambar V.7.
Aspirasi Masyarakat
Kajian Teknis
Musrenbang Kab.
Pembahasan DASK Pengesahan DASK - SKO
Pengesahan RASK
Pembuatan RASK Pelaksanaan DASK
Pembuatan DASK
Pembahasan RASK
Gambar V.7 Mekanisme Penyusunan Program Jalan Kabupaten Sumber : BAPPEDA Kabupaten Serang (2006)
Keterangan Gambar : 1. Kajian Teknis
: Merupakan kegiatan penyusunan program jalan kabupaten berdasarkan kondisi jalan dan kebutuhan penanganan jalan yang mengacu kepada SK Menteri
PU
No.
77/KPTS/Db/1990
tentang
Petunjuk Teknis Perencanaan dan Penyusunan Program Jalan Kabupaten. 2. Aspirasi Masyarakat
:
Merupakan kegiatan dalam rangka menjaring aspirasi masyarakat secara langsung bertatap muka dengan masyarakat baik melalui Musyawarah Pembangunan di Desa (Musbangdes) ataupun Musyawarah (Musbangkec).
100
Pembangunan
di
Kecamatan
3. Musrenbang Kab.
: Merupakan kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kabupaten, yang merupakan gabungan antara kajian teknis dengan aspirasi masyarakat dan melibatkan seluruh komponen stakeholders di wilayah Kabupaten Serang.
4. Pembuatan RASK
: Setelah perencanaan pada saat Musrenbang Kab. Dianggap final disesuaikan dengan anggaran yang tersedia, maka dilanjutkan dengan pembuatan Rencana Anggaran Satuan Kerja (RASK).
5. Pembahasan RASK
: Setelah RASK dibuat oleh eksekutif maka dilanjutkan dengan pembahasan RASK oleh Panitia Anggaran DPRD Kabupaten Serang.
6. Pengesahan RASK
: Pengesahan RASK dilakukan oleh DPRD melalui pendapat fraksi-fraksi di DPRD.
7. Pembuatan DASK
:
Merupakan
kegiatan
pembuatan
Dokumen
Anggaran Satuan Kerja (DASK) oleh pihak eksekutif setelah APBD disetujui oleh DPRD. 8. Pembahasan DASK
:
Setelah
DASK
dibuat,
dilanjutkan
dengan
pembahasan DASK antara masing-masing Dinas dengan Tim Peneliti DASK yang merupakan gabungan BAPPEDA, Bagian Keuangan dan Bagian Pembangunan. 9 Pengesahan DASK
: Dilakukan oleh Bupati Kabupaten Serang, setelah DASK dianggap final.
10. Pelaksanaan DASK
: Setelah DASK disyahkan oleh Bupati maka SKPD atau
Dinas-dinas
melakukan
kegiatan
sesuai
dengan kegiatan-kegiatan yang tercantum dalam DASK.
101