Bab Satu Pendahuluan
“Pa, kira-kira kalau Pemerintah ka-sepindah kami ke pasar Akelamo, lalu kalau jualan kami tidak laku, apakah mereka (Pemerintah) akan ganti rugi atau tidak ?,”…. (bu1 Damis Pasuma)
Memutuskan untuk meneliti pedagang kecil (small traders)yang ada di Akediri, adalah keputusan diseparuh jalan peneliti melakukan penelitian awal pada April 2012. Kutipan pertanyaan di atas merupakan pertanyaan yang disampaikan kepada penulis ketika bercakap-cakap dengan bu Damis Pasuma di Kios tempat dagang mereka di pasar Akediri, yang ketika itu penulis singgah untuk berbelanja kebutuhan Sembilan bahan pokok (SEMBAKO). Dari percakapan itulah kemudian penulis menyarankan untuk ikut saja dalam upaya relokasi pasar pasar dan pedagang ke pasar baru di Desa Akelamo Kecamatan Sahu Timur. Namun mendengar saran saya istri bu Damis Pasuma kemudian menyahuti saran saya katanya, kalau Pemerintah bilang coba dulu, biarkan saja mereka (pedagang) yang tidak ikut ketika relokasi ke pasar Akelamo sebelumnya. Mendengar hal itu, penulis kemudian menyadari bahwa ada sesuatu dengan pedagang dan pasar yang ada di Akediri. Sejak itulah fenomena pedagang kecil di pasar Akediri makin menarik perhatian, hingga akhirnya penulis memilih untuk fokus mendalami masalah 1
Kata ‘bu’ bagi orang Maluku – Maluku Utara, tidak selalu menunjuk pada perempuan sebagai seorang ibu. Kata ini merupakan suatu sapaan yang menempatkan seseorang sebagai yang di tuakan, namun tidak juga selalu pada orang yang lebih tua dari segi usia.
Membangun Usaha Paska Konflik: Studi Terhadap Pedagang Kecil di Pasar Akediri Kab. Halmahera Barat
ini.Orang dapat saja memberikan alasan atau tanggapan berbeda jika ditanya, mengapa ia melakukan sesuatu. Begitu juga dengan berdagang, kalauditanya jawaban mereka akan variatif, ada sebagian orang berdagang hanya sebagai bentuk penyaluran minat/hobi, ada pula yang melakukan hal itu untuk mengejar prestise sosial, tetapi ada banyak juga yang melakukannya untuk tujuan ekonomi. Pada hal yang terakhir disebutkan, berdagang merupakan solusi untuk mendapatkan nafkah hidup (livelihood). Pada titik inilah berdagang sering dimaknai sebagai cara untuk mengatasi kemiskinan atau kerentanan yang dihadapi, baik individu maupun rumah tangga. Berdagang sebagai suatu aktifitas ekonomi skala besar, membutuhkan stabilitas keamanan, ketersedian modal, kepastian investasi, kepastian hokum dan tersedianya layanan publik praktis. Intinya berdaganng membutuhkan kepastian investasi, kepastian hukum, ketersedianan modal usaha dan jaminan keamanan. Keputusan para informan membangun usaha paskah konflik, menjadi fenomena menarik, untuk di teliti, atas dasar kenyataan itu munculah pertanyaa :“Bagaimana pedagang kecil membangun usaha paskah konflik.” Sehingga dari ketujuh informan lima diantaranya mampu bertahan dan bahkan ada yang bisa mengembagkan usahanya, sedangkan dua lainya mengalami penurunan usaha hingga akhirnya memutuskan untuk berhenti berdagang. Berdasaran realita tersebut, akhirya dibuatlah rumusan pertanyaan penelitian sebagai berikut : mengapa ada pedagang yang sukses? dan mengapa ada yang memilih berhenti berusaha atau beralih usaha. Untuk menemukan apa yang dicari melalui pertanyaanpertanyaan pokok di atas, dibutuhkan pertanyaan-pertanaan lain untuk mengurai lebih dalam lagi fenomena tersebut seperti : bagaimana latar belakang pekerjaan, bagaimana akses terhadap modal usaha, bagaimana mendapatkan barang dagangan, bagaimana mereka membangun jejaring usaha, dan berbagai pertanyaan-pertanyaan kritis lainya.
2
Pendahuluan
Dalam penelusuran lebih lanjut penulis menemukan bahwa mereka yang mampu bertahan dan meningkatkan usaha, karena mampu membangun jejaring usaha, menciptakan aset, melakukan diversifikasi usaha, dan tempat usaha. Sementara mereka yang tidak mampu bertahan dalam usaha, diketahui tidak menciptakan aset, dan tidak meminyaki jejaring usaha yang ada serta tidak melakukan diversifikasi usaha. Selain itu kebijakan pemerintah daerah turut mempengaruhi aktifitas berusaha. Nampaknya inilah yang membuat sebagian pedagang dapat bertahan dan sukses, tetapi ada juga yang mengalami penurunan usaha hingga akhirnya menutup usaha. Sudah menjadi keyakinan bahwa membangun usaha, erat kaitanya dengan keamanan, kepastian investasi, kepastian hukum, ketersediaan modal, dan kebijakan pemerintah sebagai prasyarat mutlak memutar roda perekonomian, tetapi keadaan terbalik justru ditunjukan oleh pedagang kecil di Akediri, walaupun ditengah ketidak pastian, ketidak stabilan, ketiaadaan jaminan modal usaha, mereka mampu menggerakan ekonomi di wilayak konflik.Tetapi sebaliknya kehadiran pemerintah dipasar Akediri menciptakan ketidak pastian berusaha dan ketidak berpihakan kepada pelaku usaha kecil. Jika mekanisme perekonomian begitu terikat pada dimensi material (uang), legalitas formal, pedagang kecil di Akediri justru menunjukan bahwa modal-modal non material, seperti social capital, trust, norma maupun institusi sosial seperti agama, dapat menciptakan usaha yang low cost. Penelitian-penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan objek maupun tempat, seperti yang dilakukan peneliti, sampai saat ini penulis belum menemukan, baik dalam bentuk buku, jurnal maupun makalah ilmiah. Penelitian yang mengambil objek pedagang kecil (petty traders) adalah yang dilakukan oleh Simon Pieter Soegijono, 2011.“Papalele” : Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon.” Studi yang dilakukan Soegijono terhadap pedagang kecil yang disebut Papalelemerupakan potret pedagang kecil di kota Ambon. Orientasi Papalele melakukan usaha sebagai strategi penghidupan. Kemudian mereka tidak berorientasi pada profit dan pengembangan 3
Membangun Usaha Paska Konflik: Studi Terhadap Pedagang Kecil di Pasar Akediri Kab. Halmahera Barat
usaha layaknya pedagang lainya. Bentuk investasi Papalele justru pada masa depan anak-anak mereka melakui pendidikan, dengan begitu jika ana-anak mereka sukses dapat menjadi sandaran hidup di hari tua. Dari sisi modal, papalele umumnya mengandalkan modal pribadi, jika membutuhkan tambahan modal keluarga menjadi alternatif partama, sebelum mereka berhubungan dengan koperasi. Sebagai pedagang kecil papalele juga eksis pada wilayah konflik, mereka mengandalakan hubungan kekerabatan untuk saling tukar informasi dan melakukan transaksi kebutuhan hidup di tapal batas. Hal lain yang menarik adalah mereka melakukan kolaborasi dengan pedagang lain untuk mendapatkan barang dagangan. Hal menarik lainya yang menjadi temuan Soegijono ialah, papalele menjadi simbol identitas status sosial pelaku usaha kecil di kota Ambon. Walau sama-sama memotret pedagang kecil, tentu ada perbedaan dan kesamaan dari kedua penelitian ini. Pedagang kecil di pasar Akediri memiliki orientasi profit, mereka melakukan investasi usaha, meningkatkan aset fisik maupun nonfisik, pedagang kecil Akediri selain membangun jejaring usaha, dengan sesama usaha, melainkan mereka juga memanfaatkan hubungkan kekerabatan dan pertemanan untuk mengakses modal bank. Hal hal inilah yang tidak dimiliki oleh papalele. Hal lain yang membedakan papalele dengan pedagang kecil di Akediri adalah bahwa pedagang kecil tidak merepresentasikan suatu identitas yang memiliki kekhasan. Hasil penelitian dalam bentuk tesis ini akan penulis sajikan secara rinci tahap dan proses yang diorganisir secara berbeda pada setiap bab. Dalam Bab dua, akan penulis fokuskan pada kajian berbagai literature yang releval dengan penelitian ini. Tujuan dari tinjauan literatur ini adalah untuk menemukan pemahaman konsep-konsep yang dianalisis, antara lain pemenuhan kebutuhan hidup, kewirausahaan, human capital, akses terhadap modal dan social capital.
4
Pendahuluan
Bab tiga merupakan rangkaian penjelasan tentang aktifitas penelitian dan metode yang dipakai. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah, metode kualitatif. Dalam penelitian yang menggunakan metode kualitatif peneliti merupakan instrumen. Karena itu penguasaan metode dan memiliki wawasan yang luas terhadap bidang yang di teliti mutlak dimiliki oleh peneliti.Lebih lanjut dalam bab ini akan diuraikan pengalaman dan lika-liku penenelitian, yang penulis alami, sejak mempersiapkan recana penelitian hinggan masuk ke lapangan, melakukan observasi, wawancara dan pengambilan dokumen. Sedangkan trianggulasi data, penulis lakukan untuk mengkroscek data, hingga mengorganisir data. Dalam penelitian ini, penulis mewawancarai tujuh orang informan kunci, dan tuju orang informan partisipan, serta empat orang pejabat pemerintah kabupaten Halmahera Barat. Proses wawancara atau amatan, bisa terjadi pada pagi hari, siang, sore, atau bahkan malam hari. Waktu yang tak tetap itu, penulis sesuaikan dengan waktu aktifitas mereka atau perjanjian sebelumnya. Pengalaman penelitian secara detail diuraikan pada bab ini. Bab empat, dalam bab ini berisikan tuturan kisah konflik agama yang terjadi di Jailolo. Pengelompokan penduduk yang terjadi berdasarkan golongan agama dan tempat hunian wilaya pantai dan bukan pantai, merupakan penegasan dari penyebaran penduduk yang sudah terpolah seperti itu. Sehingga konflik terjadi masing-masing komunitas cenderung mencari tempat hunian yang dikuasai oleh kelompok mereka. Bagaimana proses rekonsiliasi digagas dan direalisasikan. Dalam bab ini juga akan ditunjukan bahwa karena konflik hubungan persaudaraan menjadi hilang maknanya ketika keyakina mendominasi interaksi suatu komunitas. Bagaimana konflik menyebabkan migrasi dan eksodus, terputusya pelayanan publik, dan perdagangan. Hal yang menarik adalah perdamaian yang terjadi di Jailolo adalah perdamaian bersyaratk. Bab lima, bagian ini merupakan penjabaran garis besar bagaimana pedagang membangun usaha di Akediri.Untuk membangun suatu usaha mengenal potensi diri dan peluang usaha sangat penting, hal itu berkaitan dengan peramalan potensi peluang usaha dan 5
Membangun Usaha Paska Konflik: Studi Terhadap Pedagang Kecil di Pasar Akediri Kab. Halmahera Barat
menyadari potensi diri. Upaya mengenal peluang usaha berkaitan erat dengan strategi membangun usaha, memilih tempat usaha, menentukan jenis usaha yang tepat, dari mana akses pengadaan barang. Selain itu utang sebagai manejemen dagang, pendidikan anak merupakan bentuk investasi masa depan. Pada sisi lain penciptaan aset memiliki dua fungsi tujuan yaitu, aset sebagai modal, dan aset sebagai pembentuk status sosial.Inilah yang secara lengkap akan diulas dalam bab empirik ini Bab enam, pedagang yang berjualan di pasar Akediri, memiliki segudang pengalaman untuk diceritakan, persoalanya adakah yang mau mendengarkan cerita mereka. cerita mereka terkadang adalah derita, tangis, juga harapan yang ingin mereka gapai. Dari ketujuh informan masing-masing tentu memiliki kisahnya. Pengalaman para pedagang menghadapi kebijakan tentu beragam. Masalah yang paling sensitif bagi pedagang kecil adalah menyangkut persoalan illegal, perijinan pembatasan bantuan modal usaha hingga relokasi pasar. Semua bentuk kebijakan ini titik jatuhnya hanya mengena mereka yang paling kecil dan tak memiliki kemampuan ekspansi. Ketika diperhadapkan dengan kebijakan, mereka juga harus berhadapan dengan kontak tempat usaha yang tak menentu, karena selalu berubah dari tahun ke tahun nilainya makin meningkat. Untuk menyikapi hambatan keebijakan para pedagang ini memiliki cara tersendiri untuk tetap eksis berjualan di pasar Akediri. Untuk menghindari relokasi, pada akhirnya pedagang berusaha menguasai tempat usaha yang mereka kontrak, hal lain adalah menambah tempat usaha sebagai bentuk menangkap peluang usaha yang ada. Ketika pemerintah daerah mengambil sikap untuk tidak mendanai pelaku usaha di Akediri, untuk mensiasati kekurangan modal usaha, mereka membangun relasi dan menggunakan dana pihak lain, ke bank atau ke koperasi simpan pinjam. Untuk menyiasati ketidak pastian usaha, langkah yang dilakukan adalah mengkonversikan usaha, ketika usaha utama tidak lagi menjamin pendapatan rumah tangga, selain itu mereka juga 6
Pendahuluan
merelokasi tempat usaha, dan jika terdesak akhirnya mereka memutuskan untuk berhenti berusaha, seperti yang dialami oleh dua orang informan. Bab tujuh, setelah menarasikan tiga bab empiris, pada bagian ini akan dibahas terkait temua-temuan konsep dalam tida bab empirik sebelumnya. Dalam bagian ini petama-tama yang akan dibahas adalah pedagang kecil dan pemenuhan kebutuhan hidup. Selain itu akan dibahas juga tipologi jejaring usaha, menelaah,social capital, sambil kemudian membedah fungi jejaring dalam berusaha. Selain itu akan menganalisis kombinasi apa saja yang dilakukan untuk meningkatkan pendapatan, dan setelah itu bagian ini di akhiri dengan penguraian tentang investasi masa depan, jaminan hari tua serta asetaset dan modal apasaja sebagai peubah status social.Itulah poin-poin penting yang akan dibahas mendetail dalam bab-bab ini secara keseluruhan.
7