Bab Mekanisme Sensoris danPersepsi SertaAnatomiOrgan-organ Sensoris A.
KONSEPPERSEPSI I. Sensasidan Persepsi 2. Model Tradisional dari Organisasi Sistem Sensoris 3. Model Hierarkis dari Organisasi Sistem Sensoris
B.
PENGLIHATAN I. AnatomiOrgan Mata 2. Reseptordi Mata 3. Jalan Impuls di Mata 4. Visus 5. MelihatWarna 6. Penglihatanpada Waktu Remang-remang 7. Tiga Dimensi 8. Proyeksi Terbalik dari Bayangan-bayangan Pada Retina 9. Medan Penglihatan 10. Noda Buta II. MekanismeKortikaldari Penglihatan 12. Blindsight:Melihatdi Luar Kesadaran 13. Fenomena "COMPLETION"dan Scotoma 14. KorteksVisualSekunderdanKorteksAsosiasi 15. Agnosia 16. Persepsi SubjectiveContours
C.
PENDENGARAN 1. Bunyi 2. AnatomiTelinga 3. Jalannya Impuls dari Telinga ke Primary AuditoryCortex 4. OrganisasiTonotopicdari Primary Auditory Cortex 5. LokalisasiSuara 6. Efek Kerusakandi AuditoryCortex D. SENSASISOMATIS : Peraba I. AnatomiOrganonTactus 2. ReseptorKulitdan HantaranImpuls di Saraf Perifer 3. Lokalisasi Kortikaldari SensasiSomatis 4. ParadokstentangRasa Sakit 5. MekanismePengontrolRasa Sakit E. SENSASIKIMIAWI : Pembaudan Perasa 1. Sistem Olfactory 2. Sistem Gustatory 3. KerusakanOtak dan Sensasi Kimia F.
ATENSI SELEKTIF
G.
KESIMPULAN: Prinsip Umum Organisasi Sistem Sensoris
Dalam bab ini akan dibahas hal-hal umum yang berkaitan dengan mekanismesensoris atau penginderaan. baiksecara anatomis, kaitannya dengan sistem sarafyang bekerja pada saat proses penginderaan terjadi, dan kelainan-kelainan penginderaan yang mung kin dialami individu (baik karena penyebab jisiologis maupun psikologis). Secara psikologis, proses penginderaan akan diikuti dengan proses lanjutan yang melibatkan integrasi, rekognisi dan intepretasi yang disebut dengan persepsi. Perbedaan utama tentang mekanisme sensoris dan persepsi akan dibahas lebih jauh dalam bagian ini.
85
A. KONSEP PERSEPSI Dalam memahami konsep persepsi, maka tidak akan terlepas dari sistem sensoris. Dalam bab ini akan dibahas kelima macam sistem sensori manusia (panca indera/exteroceptive sensory system) yang mengintepretasi stimuli dari luartubuh, yaitu penglihatan, perabaan, pendengaran, pembau/penciuman, dan perasa.
1.
Sensasi dan Persepsi
Proses persepsi dibedakan dalam dua fase, yaitu fase sensasi dan fase persepsi. Sensasi merujuk pada proses pendeteksian hadirnya stimuli sederhana, sedangkan persepsi merujuk p ada proses lebih lanjut, yaitu proses integrasi, rekognisi, dan intepretasi pola-pola sensasi yang kompleks. Untuk menambah pengertian tentang perbedaan sensasi dan persepsi, maka dapat diambil suatu contoh konkrit, misalnya pada saat seseorang menyentuh api lilin dengan jarinya. Reseptor panas di kulit jari akan merasakan sensasi panas dari api lilin. . Tetapi bila orang tersebut pernah mengalami suatu trauma dengan api, maka ada proses pengintegrasian antara sensasi yang dial ami dengan proses rekognisi terhadap pengalamannya dengan api, sehingga sensasi panas dari api lilin dapat diintepretasikan sebagai api besar yang dapat membakar seluruh tubuhnya sehingga akan muncul reaksi histeris. Reaksi histeris itu adalah proses persepsi dari api lilin, sedangkan rasa panas dijari tangan adalah sensasi dari api lilin. 2.
Model Tradisional dari Organisasi Sistem Sensoris
Sistem sensori exteroceptive atau panca indera secara umum memiliki mekanisme yang serupa, Menurut model tradisional (Merzenich & Kaas, 1980; dalam Pinel, 1993), reseptor dari tiap organ akan menuju ke thalamus yang terletak di bagian atas batang otak . Tiap nukleus di thalamus menyampaikan pesan dar:imasing-masing reseptor ke bagian neocortex yang disebut primary sensory cortex yang sesuai. Dari primary sensory cortex, atcan dilanjutkan ke daerah pertemuan cortical yaitu secondary sensory cortex yang sesuai. Jadi tujuan utama input sensoris dalam model tradisional adalah association cortex. Association Cortex diasumsikan berhubungan dengan aktivitas berbagai macam sistem sensori, yaitu menterjemahkan input sensori menjadi suatu program untuk melakukan output motorik dan sebagai perantara aktivitas kognitif, seperti berpikir dan mengingat. Gambar 6.1. di bawah ini menggambarkan pengertian model tradisional. 3.
Model Hierarkis dari Organisasi Sistem Sensoris
Dalam perkembangannya, model tradisional tadi sudah mulai bergeser ke model hierarkis, yaitu proses yang terjadi akan berlangsung sesuai dengan kompleksitasnya. Contohnya pada
pengertian sensasi dan persepsi di atas. Pada model tradisional, tampak alur informasi dari reseptor menuju ke bagian yang lebih kompleks, yaitu otak. Sedangkan pada model hierarkis tampak bahwa ada hubungan yang erat antara yang lebih ko.mpleksdan kurang kompleks, artinya sistem sensori yang lebih tinggi adalah yang lebih bersifat persepsual dan kurang bersifat sensoris, sebaliknya sistem sensori yang lebih rendah adalah yang lebih bersifat sensoris dan kurang bersifat persepsual. 86
.
Korteks Visual Sekunder
Korteks Visual Primer
Korteks Somatosensoris Sekunder
Korteks Somatosensoris Primer
Korteks Auditory Sekunder
Korteks Auditory Primer
/ Nukleus penyampai berita visual di thalamus
Gambar
Nukleus penyampai berita Somatosensoris di thalamus
6.1. Model Tradisional dad Organisasi Sistem Sensori (pada gambar ini hanya ditampilkan tiga macam sistem sensoris) (Pinel, 1993)
8. PENGLIHATAN
1. Anatomi organ mata Mata atau organon visus secara anatomis terdiri dari Occulus dan alat tambahan (otot-otot) disekitarnya. Occulus terdiri dari Nervus Opticus dan Bulbus Occuli yang terdiri dari Tunika dan Isi. Tunika atau selubung terdiri dari 3 lapisan, yaitu: a. Tunika Fibrosa (Iapisan luar), terdiri dari kornea dan sklera b. Tunika Vasculosa (lapis an tengah) yang mengandung pembuluh darah, terdiri dari ChOIioidea,corpus ciliaris, dan iris yang mengandungpigmen dengan musculus dilatator pupillae dan musculus spchinter pupillae. c. Tunika Nervosa (Iapisan paling dalam), yang rnengandung reseptor terdiri dari dua lapisan, yaitu: Stratum Pigmenti dan Retina (dibedakan atas (1) Pars Coeca yang .87
meliputi Pars Iridica dan Pars Ciliaris; (2) Pars Optica yang berfungsi menerima rangsang dari conus dan basilus). Isi pada Bulbus Oculli terdiri dari: a. Humor Aques, zat cair yang mengisi antara komea dan lensa kristalina, di belakang dan di depan iris. b. Lensa Kristalina, yang diliputi oleh Capsula Lentis dengan Ligmentum Suspensorium Lentis untuk berhubungan dengan Corpus Ciliaris. c. Corpus Vitreum, badan kaca yang mengisi ruangan antara lensa dengan retina. Otot-otot mata
Pupil
~~efisaKristalina
Kornea Saraf Penglihatan Corpus . \ R etma / Ciliaris Sklera (bagian putih mataphoroidea (garis hitam)
.
Gambar
6.2. Penampang mata beserta bagian-bagiannya
(Pinel, 1993)
2. Reseptor diMata Reseptor penglihatan adalah sel-sel di conus (sel kerucut) dan basilus (sel batang). Conus terutama terdapat dalam fovea dan penting untuk menerima rangsang cahaya kuat dan rangsang warna. Sel-sel basilus tersebar pada retina terutama di luar makula dan berguna sebagai penerima rangsang cahaya berintensitas rendah. Oleh karena itu dikenal dua mekanisme tersendiri di dalam retina (disebut dengan Teori Duplisitas), yaitu: a. b.
Penglihatan Photop, yaitu mekanisme yang mengatur penglihatan sinar pada siang hari dan penglihatan wama dengan conus Penglihatan Scotop, yaitu mekanisme yang mengatur penglihatan senja dan malam hari dengan basilus
3. Jalan Impuls di Mata Manusia dapat melihat karena ada rangsang berupa sinar yang diterima oleh reseptor pada mata. Jalannya sinar pada mata adalah sebagai berikut: 88
Gambar 6.3. Sel-sel conus dan basilus dilihat melalui photomicrograph. Sel-sel yang berbentuk silidris adalah sel batang (rodlbasilus), sedangkan sel-sel kecil berawarna terang dan berbentuk kerucut adalah sel kerucut (conus) (Pinel, 1993) Impuls yang timbul dalam conus atau basilus berjalan melalui neuritnya menuju ke neuron yang berbentuk sel bipoler dan akhirnya berpindah ke neuron yang berbentuk sel mutipoler. Neurit sel-sel multipoler meninggalkan retina dan membentuk nervus opticus.
Kedua nervus opticus di bawah hypothalamussaling bersilangansehinggamembentuk chiasma nervus opticus. Tractus Opticus sebagian berakhir pada colliculus superior, dan sebagian lagi pada corpus geneculatum lateral yang membentuk neuron baru yang pergi ke korteks pada dinding fissura calcarina melalui capsula interna. Pada dinding fisura calcarina inilah terdapat pusat penglihatan. Lihat gambar 6.4.
Gambar
6.4. Jalannya impuls di mata
89
----
4. Visus Untuk dapat melihat, stimulus (cahaya) harus jatuh di reseptor dalam retina kemudian diteruskan ke pusat penglihatan (fovea centralis). Untuk dapat melihat dengan baik perlu ketajaman penglihatan. Ketajaman penglihatan inilah yang disebut visus. Faktor-faktoryang mempengaruhi kekuatan visus adalah: a.
Sifat fisismata, meliputiadatidaknyaaberasi (kegagalansinaruntuk berkonvergensiatau bertemu di satu titikfokus setelahmelewatisuatu sistemoptik), besarnyapupil, komposisi cahaya,ftksasiobjek,danmekanismeakomodasinyadenganelastisitasmusculusciliarisnya yang dapat menyebabkan ametropia yang meliputi (lihat gambar 6.5.): 1) Myopia, sinar sejajar axis pada mata tak berakomodasi akan memusat di muka retina, sehingga bayangan kabur. Dapat disebabkan oleh: axis terlalu panjang kekuatan refraksi lensa terlalu kuat 2)
b. c.
Hypermetropia, sinar sejajar axis pada mata yang tak berakomodasi akan memusat
di belakang retina, sehingga bayangan kabur. Dapat disebabkan oleh: axis bola mata terlalu pendek kekuatan refraksi lensa kurang kuat 3) Astigmatisma, kesalahan refraksi sistem lensa mata yang biasanya disebabkan oleh komea yang berbentuk bujur sangkar atau jarang-jarang, dan lensa yang berbentuk bujur). Faktor stimulus, yang meliputi kontras (terbentuknya bayangan benda yang berwama komplementemya), besar kecilnya stimulus, lamanya melihat, dan intensitas cahaya. Faktor Retina, yaitu makin kecil dan makin rapat conus, makin kecil minimum separable Uarak terkecil antara garis yang masih terpisah).
PR
-
I 00
(a)
PP
W--
(b)
F
I
Bendajauh tak terbatas jaraknya
Benda dekat berjarak kira-kira 25 em
....-
PP
F
Bayangan benda dekat memusat seeara tepat pada retina, tetapi bayangan bend a yang jauh jatuh di depan retina.
PR
PP
(c) Bayangan benda yang berjarakjauh memfokus seeara tepat pada retina, tetapi bayangan benda dekat jatuh di belakangnya.
Gambar 90
6.5. (a) Penglihatan Normal; (b) Myopia; (c) Hypermetropia
F
Untuk mengetahui visus adalah dengan menggunakan suatu pecahan matematis yang menyatakan perbandingan 2jarak, yang juga merupakan perbandingan ketajaman penglihatan seseorang dengan ketajaman penglihatan orang normal. Dalam praktek digunakan optotype dari Snellen yang rumusnya adalah sebagai berikut:
V=
d D
Keterangan: V = Visus d = jarak antara optotypedengansubjekyangdiperiksa D =jarak sejauhmanahuruf-hurufmasihdapatdibacamatanormal Visus berkaitan erat dengan mekanisme akomodasi seperti yang telah disebutkan di atas, adanya kontraksi akan menyebabkan peningkatan kekuatan lensa, sedangkan relaksasi menyebabkan pengurangan kekuatan. Akomodasi memiliki batas maksimum, jika benda yang telah fokus didekatkan lagi, maka bayangan akan kabur. Titik terdekat yang masih dilihat jelas oleh mata dengan akomodasi maksimum disebut punctum proximum (PP). Makin tua usia seseorang, makin jauh jarak PP; disamping itu elastisitas lensa juga berkurang dan daya mencembung juga berkurang (disebut PRESBYOPIA). Berkurangnya elastisitas oleh proses penuaan adalah akibat terjadinya kalsifikasi (pengapuran). Endapan-. endapan kapur ini menghambat elastisitas mata. Kalsifikasi ini juga dapat menyebabkan katarak pada kornea. Titik terjauh yang masih dapat dilihat dengan jelas tanpa mata berakomodasi adalah tidak terbatas."Kondisi ini disebut denganpunctum remotum (PR). Lihat gambar 6.6.
PR Benda jauh tak terbatas jaraknya
PP
F Benda dekat berjarak kira-kira 25 em
Gambar 6.6. Letak P P dan PR Dalam akomodasi inijuga terdapatAmplitudo Akomodasi (AA), yaitu jarak benda yang dapat dilihat jelas, yaitu yang terletak diantara kekuatan refraksi dinamis (PP) dan kekuatan refraksi statis (PR). J;>adaprebyopia, AA berkurang karena kekuatan refraksi dinamisnya berkurang.
91
5. Melihat Wama Penglihatan warna sangat dipengaruhi oleh tiga macam pigmen di dalam sel kemcut sehingga sel kemcut/conus menjadi peka secara selektif terhadap berbagai warna bim, merah, dan hijau. Banyak teori berbeda diajukan untuk menjelaskan fenomena penglihatan, tapi biasanya teori-teori itu didasarkan pada pengamatan yang sudah dikenal dengan baik, yaitu bahwa mata manusia dapat mendeteksi hampir semua gradasi warna bila cahaya monokromatik merah, hijau, dan bim dicampur secara tepat dalam berbagai kombinasi. Teori penting pertama mengenai penglihatan warna adalah dari Young, yang kemudian dikembangkan dan diberi dasar eksperimental yang lebih mendalam oleh Helmholtz. Menumt teori ini ada tiga jenis sel kemcut yang masing-masing beraksi secara maksimal terhadap suatu warna yang berbeda. Oleh sebab itu menumt teori ini ada 3 macam conus, yaitu: 1. Conus yang menerima warna hijau 2. Conus yang menerima warna merah 3. Conus yang menerima warna bim Ketiga macam conus itu mengandung zatphotokemis yaitu substansi yang dapat dipecah oleh sinar matahari. Jika ketiga macam conus itu mendapat rangsang bersama-sama, maka terlihatlah warna putih. Warna-warna lain adalah kombinasi dari 3 warna dasar itu dengan perbandingan berbeda-beda. Contohnya cahaya monokromatik merah dengan panjang gelombang 610 milimikron merangsang kemcut merah ke suatu nilai rangsang sebesar kirakira 0.75 (75% dari puncak perangsangan pada panjang gelombang optimum), sedangkan ia merangsang kemcut hijau ke suatu nilai rangsang sebesar kira-kira 0.13 dan kemcut bim sarna sekali tidak dirangsang. Jadi rasio perangsangan dari ketiga jenis conus dalam hal ini adalah 75: 13: 0, sehingga sistem saraf menafsirkan kelompok rasio ini sebagai sensasi merah. Untuk sensasi bim, kelompok rasionya adalah 0: 14: 86; untuk sensasi jingga tuakuning , kelompok rasionya 100: 50: 0; untuk sensasi hijau, kelompok rasionya 50: 85: 15, demikian setemsnya. Ada suatu kondisi dimana seseorang tidak dapat melihat warna sarna sekali. Cacat tersebut dinamakan buta warna yang mempengamhi total maupun sebagian kemampuan individu untuk membedakan warna. Variasi dari buta warna yang dibawa sejak lahir cukup nyata, antara lain: a) Akromatisme atall Akromatopsia, adalah kebuataan warna total dimana semua warna dilihat sebagai tingkatan warna abu-abu b) Diakromatisme, adalah kebutaan tidak sempurna yang rpenyangkut ketidakmampuan untuk membedakan warna-wama merah dan hijau. Untuk kesimpangsiuran warna ini ada tiga tipe, yaitu: Deutrinophia, yaitu orang yang kehilangan kemcut hijau sehingga ia tidak dapat melihat warna hijau
92
Protanophia, yaitu orang yang kehilangan kerucut merah sehingga ia buta warna merah Tritanophia, yaitu kondisi yang ditandai oleh ketidakberesan dalam warna biru dan kuning dimana conus biru atau kuning tidak peka terhadap suatu daerah spektrum visual Menurut Hering, buta warna partial disebabkan karena orang tua tidak mempunyai substansi warna merah-hijau (daltonis). Umumnya orang menderita buta warna merah-hijau, sedangkan buta warna kuning-hitam jarang terjadi, juga penderita buta warna yang total jarang terjadi karena itu jarang ada individu yang tidak mempunyai substansi fotochemis sarna sekali. Hering juga menyatakan bahwa ada 3 macam substansi fotochemis yang memiliki 6 macam kualitas dan dapat memberikan 6 macam sensasi. Substansi ini dapat dipecah dan dapat dibangun oleh rangsang-rangsang tertentu. Ke-2 macam substansi itu adalah: Substansi putih/hitam Substansi merah/hijau Substansi kuning/biru Ada keberatan-keberatan terhadap teori Hering karena tidak sesuai dengan doktrin energi spesifik. Dalam doktrin energi spesifik, tiap satu reseptor hanya dapat menerima satu macam rangsang yang tetap dan hanya dapat memberikan satu sensasi yang tepat. Sedangkan dalam teori Hering, satu substansi dianggap dapat mengadakan 2 sensasi warna. Kalau terlihat warna putih, berarti semua gelombang sinar dipantulkan, sedangkan kalau. melihat warna hitam berarti semua gelombang sinar dihisap (diabsorpsi). Untuk menyelidiki apakah seseorang menderita buta warna atau tidak dapat dilakukan dengan berbagai macam tes, antara lain: a)
TES HOLMGREN, yaitu tes kemampuan membedakan warna (caranya, pemeriksa mengambil sekumpulan benang-benang wol berturut-turut seutas dengan warna hijau, merah, ungu, dan kuning, kemudian subjek yang diperiksa diminta untuk mencari gulungan benang yang warnanya sarna). b) TES ISIHARA (Jepang) dan Tes STILLING (Jerman), yaitu lukisan angka dan huruf dengan titik-titik yang terdiri dari beberapa macam warna. Angka-angka huruf-huruf dan gambar itu dikelilingi dengan titik-titik yang bermacam-macam pula warnanya. Subjek yang diperiksa diminta membaca angka huruf dan gambar tersebut. 6. Penglihatan pada waktu remang-remang Penglihatan remang-remang atau penglihatan scotop berkaitan dengan rodopsin. Rodopsin terbentuk dari protein dan retinen (vitamin A). Dalam keadaan gelap, semua retinen dan opsin di dalam batang dan kerucut diubah menjadi pigmen peka cahaya. Selanjutnya, sejumlah besar vitamin A diubah menjadi retinen yang kemudian diubah menjadi pigmen peka cahaya tambahan, batas akhirnya ditentukan oleh jumlah opsin di dalam sel batang dan sel kerucut.
93
Mekanisme tersebut menyebabkan reseptor visual secara berangsur-angsur menjadi peka terhadap rangsang cahaya, bahkan yang paling lemah sekalipun. Ada:punproses pembentuk rhodopsin itu sendiri adalah sebagai berikut: Rhodopsin dibentuk dari suatu protein yang disebut scotopsin dan retineen. Retineen direduksi oleh enzym alkoholdehydrogenase; dengan adanya diphosphopyridin nucleotida dan hidrogen menjadi vitamin A. Vitamin A dan protein akan membentuk rhodopsin. Rhodopsin karena sinar matahari dipecah menjadi retineen dan protein. kemudian retineen hilang tinggal proteinnya saja. Protein dan vitamin A akan menjadi rhodopsin lagj. Bila kena sinar, ia akan pecah lagi, demikian seterusnya. Lihat gambar 6.7.
RHODOPSIN
PROTEIN + VITAMIN A
.
t
TERANG SEKALI
- RETINEEN - PROTEIN
MAKANAN
Gambar 6.7. Proses Pembentukan Rhodopsin Pada waktu terang rhodopsin dipecah terus menerus sehingga akan habis atau tidak ada. Sedangkan pada saat gelap, rhodopsin tidak dipecah sehingga banyak tertimbun. Jika seseorang datang dari tempat terang ke tempat gelap atau remang-remang, kepekaan retina lambat laun akan meningkat dan menjadi maksimum setelah 20 menit. Waktu itulah yang dibutuhkan untuk menimbun cukup rhodopsin. Disini sinar hijatt adalah sinar yang tercepat memecahnya, sedangkan sinar merah adalah sinar yang lambat memecahnya. Sebaliknya, jika seseorang pergi dari tempat gelap ke tempat terang, matanya akan menjadi silau untuk Sementara (5 menit) karena conus penuh dengan rhodopsin dan diperlukan waktu untuk mencapai tarafkeseimbangan lagi antara produksi dan penguraian.
7. Penglihatan Tiga dimensi . Penglihatan tiga dimensi merupakan persepsi kedalaman pada alat visual yang dapat berfungsi untuk menentukan jarak. Penentuan jarak dengan penglihatan tiga dimensi memerlukan penglihatan binokuler, yaitu suatu penglihatan optimal yang terjadi bila bayangan yang diterima mata sangat jelas pada kedua fovea centralis, yang secara simultan dikirim ke susunan saraf pusat, kemudian diolah menjadi suatu sensasi berupa bayangan tunggal. Penglihatan binokuler yang normal memerlukan ~yarat-syarat sebagai berikut: 94
1. Faal mata monokuler dalam keadaan baik, yaitu benda yang difiksasi pada fovea centralis akan maksimal sehingga tajamnya bayangan akan maksimal. 2. Kedua mata mempunyai posisi normal, artinya kedua bayangan jatuh tepat pada kedua fovea centralis karena adanya kerjasama yang baik dari otot-otot ekstrinsik mata yang mempunyai faal normal. 3. Susunana saraf pusat mampu mensintesa bayangan yang diterima kedua mata supaya tampak menjadi satu gambaran tunggal. Jadi dengan kata lain, syarat penglihatan binokuler adalah visus yang baik, kerja otototot ekstrinsik yang normal, dan susunan saraf pusat yang tidak ada kelainan. Dengan penglihatan binokuler, seseorang dapat menentukan atau merasakan jarak. Karenajarak satu mata dengan tepi mata berbeda kurang lebih 2 inci lebih pendek, bayangan pada kedua retina berbeda satu sarna lain, yaitu suatu benda yang terletak 1 inci di depan batang hidup membentuk bayangan pada bagian temporal retina tiap mata, sedangkan benda kecil pada 20 kaki di depan hidung mempunyai bayangan pada titik-titik yang sangat bersesuaian di bagian tengah mata. Melihat tiga dimensi adalah melihat dengan dua mata secarajelas dan nyata pada suatu benda, yaitu arah panjang,tinggi,danjarak, sedangkanmelihatdengan 2 dimenasi (dengan 1 mata), yaitu arah panjang dan tinggi.Jadi ada perbedaanjika dilihat dengan dua mata dan dilihat dengan satu mata saja. Hal ini disebutparrallaxis (beda lihat). Lihat gambar 6.8. Demi Lune atau monokuler adalah daerah yang hanya dapat dilihat dengan 1 mata saja, yaitukiri ataukanan saja.Faktoryang mempengaruhidalampenglihatandengan 1mata adalah: 1. Faktor Penutupan, benda yang menutupi atau dilihat berada di muka benda yang ditutupi 2. Pembagian Gelap dan Terang, bagian yang terkena sinar akan tampak terang, sedangkan bagian yang lain akan kelihatan gelap. Dengan adanya pembagian ini, maka dapat dibedakan antara sebuah bola dengan sebuah lingkaran 3. Perspektif Linier, bila suatu benda diletakkan pada jarak yang jauh, maka sudut pandangnya pun semakin kecil.
Gambar 6.8. Lapang penglihatan monokuler dan binokuler. Garis terputus-putus melingkari lapang penglihatan mata kiri; garis padat melingkari lapangan penglihatan mata kanan. Daerah gabungan (daerah yang jernih, berbentuk jantung di tengah) adalah daerah yang terlihat dengan penglihatan binokuler. Daerah yang bertitik-titik adalah daerah penglihatan monokuler.
95
Jenis paralaksyang memperlihatkanbayangansebuahbintik hitamdan sebuahbujur sangkar, misalnya, sebenarnya terbalik pada retina karena jarak mereka di depan mata berbeda. lni memberikan sejenis paralaks yang selalu ada bila kecluamata sedang digunakan. Paralaks binokuler atau 3 dimensi ini hampir 100% memberikan kemampuan yang lebih besar untuk menilaijarak relatifjika dibandingkan dengan 1 mata, tetapi perlu diingat bahwa penglihatan 3 dimensi ini sebenarnya tidak berguna untuk persepsi kedalaman pada jarak lebih dari 200 kaki. Penglihatan tiga dimensional ini selain membutuhkan penglihatan binokuler juga memerlukan titik disparat dan titik identik. Titik-titik identik (sejajar) adalah titik di dalam kedua retina yang menghasilkan penglihatan bila dirangsang oleh satubenda, sedangkan titik disparat merupakan titik-titik pada kedua retina yang tidak sejajar, sehingga bayangan bisa terlihat kembar akibat bayangan-bayanganjatuh tidak pada titik yang sarnapada kedua retina. Objek di luarmata yang terlihat sebagaikembar inilah yang disebutdiplopia. Diplopia terjadi akibat kesan dobel (kembar) yang ditimbulkan oleh titik-titik clisparat tersebut. Diplopia terjaclibila ada supresi pada pelupuk mata sehingga tidak berlangsung penglihatan binokuler normal. Ada beberapa gangguan faal penglihatan yang bersifat fungsionil atau diplopia ini, yaitu: 1) Aniseikonea, yaitu diplopia yang terdapat sesudah melihat secara disparsi 2) Disparsi, yaitu setelah melihat benda sejauh 1 atau 2 meter, kemudian menutup mata bergantian. Maka akan didapatkan perbeclaanbentuk, tempat, dan besar benda. 3) Ambliopia, yaitu berkurangnya kemampuan penglihatan tanpa disertai kelainan organis 4) Supresi, yaitu mata yang diplopia ditutup dan mengeliminasi bayangan dari mata lainnya. Bola mata gerakannya diatur oleh 6 pasang otot ekstrinsik mata, yaitu: 4 musculus rectus, terdiri dari · musculus rectus superior musculus rectus inferior musculus rectus medialis musculus rectus lateralis
·· ·
2 musculus obliquus, terdiri dari
··
musculus obliquus superior musculus obliquus inferior
Pergerakan bola mata ini diatur sedemikian sempurna sehingga bayangannya tepat jatuh di fovea central is sehingga penglihatan binokuler akan sempurna pula. Ada pun inervasi otototot ekstrinsik adalah sebagai berikut:
1. N. III menginervasi
··
96
musculus rectus superior musculus rectus inferior
2. 3.
· ·
musculus rectus medialis musculus obliquus inferior N. IV menginervasi musculus obliquus superior N. VI menginervasi musculus rectus lateralis
8. Proyeksi Terbalik dari Bayang-bayangan pada Retina Agar suatu objek dapat dilihat maka harus terjadi bayangan di retina dan bayangan ini harus dihantarkan ke otak, yaitu di cortex visual pada fissura calcarina untuk dapat disadari. Suatu objek akan terlihat kalau objek tersebut mengeluarkan atau memantulkan cahaya. Terjadinya bayangan di retina serta timbulnya impuls saraf untuk dikirim ke fissura kalkarina menyangkut perubahan kimiawi dari fotoreseptor di conus dan basilus. Bayangan yang terjadi di retina (2 mata) dibandingkan objeknya adalah: lebih kecil, terbalik, hitam, dan dua dimensi. Pada hakekatnya, pengolahan informasi penglihatan dalam retina menyangkut pembentukan 3 buah bayangan. Bayangan pertama yang dibentuk oleh efek cahaya pada fotoreseptor diubah menjadi bayangan kedua dalam sel-sel bipolar dan kemudian diubah menjadi bayangan ketiga dalam sel-sel ganglion. Pada pengubahan bayangan kedua, impuls diubah oleh sel horizontal; pada pembentukan bayangan ketiga, impuls diubah lagi oleh selsel amakrin. Oalam corpus geniculatum laterale hampir tidak terjadi perubahan pada pola impuls, sehingga bayangan ketiga mencapai lobus occipitalis. Oi bagian lobus occipitalis ini terjadi fungsi kedua bayangan dari mata kanan dan kiri, artinya kedua bayangan tadi diolah menjadi satu bayangan dalam kesadaran manusia. Pada bagian ini terjadi kesadaran bahwa objek yang dilihat bila dibandingkan dengan bayangan di retina adalah: lebih besar, tegak, 3 dimensi, dan berwarna-warni. Lihat gambar 6.1. di atas. Penipuan penglihatan dapat terjadi bila sinar yang masuk tidakjatuh pada bagian sentral dari retina. Penipuan penglihatan ini disebut Fenomena Fosfen. Untuk membuktikan adanya fenomena fosfen dapat dilakukanpercobaan Lecat, yaitu sehelai kertas diberi lubang dan diletakkan 2 cm dari mata, dan mata tidak dapat melihatdengan terang, lalu diantara mata dan kertas diletakkan jarum berkepala, maka bayangan jarum itu jadi tak lurus dan terbalik. Teori Purkinje-Samsonmengenaibayanganmenjelaskanbahwa apabila seseorang melihat benda maka akan terjadi 3 bayangan pada mata. Bayangan pertama dibuat oleh kornea, bayangan kedua dibuat oleh lensa kristalina sebelah muka, dan bayangan ketiga dibuat oleh lensa kristalina sebelah belakang. Bayangan kedua lebih besar daripada yang pertama, sedangkan bayangan ketiga lebih kecil dan terbalik. 9. Medan Penglihatan Medan penglihatan adalah daerah yang terlihat oleh sebuah mata pada keadaan tertentu. Oaerah yang terlihat pada sisi nasal disebut Medan Penglihatan Nasal, dan daerah yang terlihat pada sisi lateral disebut Medan Penglihatan Temporal. Luas medan penglihatan normal pada manusia adalah:
97
NodaButa Makuladi pusat
10. - 20. di temporal
Luas nonnal
a. Temporal 90. b. Atas 50. c. Nasal 60. d. Bawah 70.
Untuk membuat peta medan penglihatan seseorang dapat dilakukan secara perimetrik dengan menggunakan perimeter. Perimeter berupa lengkung dari besi yang memiliki skala. Kepala subjek yang sedang diukur medan penglihatannya diletakkan pada tempat dagu dan melihat ke arah 0" . Kemudian digerakkan sebuah benda/titik terang dari lampu batere, dari atas, dari bawah, dari kanan, dan dari kiri. Subjek kemudian dimintauntuk mencatat letak titik yang maksud. Umumnya daerah penglihatan itu adalah: a. keluar 90" (tidak terganggu) b. ke arah dalam 60" (terganggu hidung) c. ke arah bawah 50" (terganggu pipi) d. ke arah atas 50" (terganggu arcus super ciliaris/tempat alis) Perimeter juga dapat memetakan wama-wama yang dapat dilihat dengan penglihatan tidak langsungdalambagian-bagianyang berlain-Iainanpada retina.Setiap wama mempunyai medan penglihatan wama tersendiri pada retina, yaitu biru dan kuning mempunyai medan penglihatan terluas, sedangkan hijau dan merah relatif kecil luas penglihatannya dalam wilayah sentral retina. Hanya abu-abuyang dapat dilihat di luar batas garis wama-wama unik, wama lainnya tidak bisa dilihat bila menyimpang dari areanya. Medan penglihatan juga berkaitan erat dengan gerakan bola mata yang dikendalikan oleh otot-otot. Gerakan bola mata dikendalikan oleh otot-otot ekstraokuler seperti yang telah dijabarkan di atas. Otot-otot ekstraokuler ini memungkinkan manusia untuk selalu mengarahkan muka ke arah objek. Mekanisme gerakan bola mata sangat kompleks, baik untuk gerakan satu mata maupun kedua mata. 10. Noda Buta Noda buta adalah suatu titik dimana axon-axon meninggalkan mata sehingga tidak ada reseptor. Dinamakan noda buta karena tidak sensitif terhadap cahaya. Axon-axon ini berasal dari sel-sel ganglion yang distimulasi oleh sel-sel bipoler akibat perangsangan dari conus dan basilus. Axon-axon ini kemudian membentuk nervus opticus. Ketika akan meninggalkan mata, tidak ada reseptor sehingga tidak sensitif terhadap rangsangan cahaya, akhimya terjadi noda buta. Lihat gambar 6.9. Noda buta ini terletak pada sisi nasal pada retina. Oleh karena sinar berjalan dalam garis lurus, maka suatu noda buta berada dalam medan penglihatan temporal pada penglihatan peripheral.
98
Alat untuk menentukan nod a buta pada seseorang adalah campimeter. Prinsip penggunaannya sarna dengan perimeter hanya bentuknya saja yang berbeda, campimeter berupa papan dengan lingkaran-lingkaran yang digambar pada papan campimeter itu lengkap dengan derajat-derajatnya. Letak dari noda buta (pada papilla nervi optic a) yaitu.:!: ISokeluar dimana pada daerah ini retina tidak dapat melihat bend a yang digerakkan tadi. Jadi scotoma! scotum (daerah noda buta) dapat ditetapkan dengan campimeter. Benda digerakkan dari luar ke dalam dan subjek yang diperiksa diminta memberi tahu bila ia tidak melihat benda yang digerakkan agar daerah noda butanya dapat dicatat.
Gambar 6.9. Noda Buta 11. Mekanisme Kortikal dari Penglihatan Kerusakan pada primary visual cortex pada sebelah hemisphere akan mengakibatkan scotoma (daerah buta) di daerah visual bagian contralateral. Kondisi ini umumnya disertai dengan kerusakan visual-korteks. Bila seseorang mengalami kerusakan pada kedua primary visual cortex-nya, maka ia akan mengalami kebutaan; tetapi meskipun mengalami kebutaan, pasien dengan kebutaan cotical ini bisa melakukan kegiatan-kegiatan dengan sempuma, seperti merengkuh benda yang bergerak atau mengindikasi arah gerakan meskipun ia tidak dapat melihatnya. Kondisi ini disebut blindsight. 12. Blindsight: Melihat di luar kesadaran Seseorang yang mengalami kerusakan pada kedua bagian primary visual cortex akan mengalami kebutaan. Namun kebutaan yang dialami bukan seperti kebutaan yang dialami penderita tuna netra karena meskipun ia tidak dapat melihat, ia mampu melaksanakan tugastugas yang membutuhkan kemampuan visual, seperti mengenggam barang yang bergerak, menandai arah gerakan objek. Kondisi kebutaan kortikal seperti ini disebut "blindsight". Padakondisi blindsightiniseseorangbukantidakbisamelihat,namunkehilangankesadarannya dalam melihat. 99
Pada suatu percobaan yang dilakukan oleh Weiskrantz, Warrington, Sanders, dan Marshall (1974; dalam Pinel, 1993), seorang penderita kebutaan pada medan penglihatan sebelahkiri karena lobusoccipitalsebelahkanannyamengalamikerusakan;diberi serangkaian tes. Hasilnya menunjukkan bahwa (1) subjek mampu meraih benda yang terletak di medan penglihatan sebelah kirinya dengan akurasi yang tinggi; (2) subjek bisa membedakan orientasi garis vertikal dengan garis horizontal atau dengan garis diagonal; (3) subjek bisa membedakan huruf "X" dan "0". Tugas-tugas tersebut mampu dilaksanakan dengan baik bila stimuli yang diberikan lebih besar daripada ukuran kritis yang dibutuhkan seseorang untuk dapat melihat stimuli tersebut. Kondisi diatas dapat terjadi karena informasi visual berlangsung melalui beberapa jalur sehingga meskipun ada hambatan dalam satujalur tertentu, kesan yang disimpan masih dapat diproses pada jalur-jalur selanjutnya. Jadi pada kasus blindsight; analisis mekanisme penglihatan yang terjadi diperkirakan sebagai berikut: jalur dari retina yang menuju ke superiorcolliculli di midbrain akan dilanjutkan ke pulvinar nuclei di thalamus. Dari thalamus akan dilanjutkan ke secondary visual cortex, melalui primary visual cortex. Dalam perjalanannya itu, teori tentang sistem retina-geniculate-striate yang berfungsi sebagai mediator penglihatan pola dan warna; serta jalur collicular-pulvinar yang berperan dalam mendeteksi dan mengindikasi letak objek dalam ruang; memegang peranan penting, artinya bila terjadi gangguan dalam perjalanan tersebut, kesan yang disimpan masih dapat diteruskan sampai ke efektornya. 13. Fenomena "COMPLETION"
dan Scotoma
Pada organ mata terdapat noda buta. Daerah noda buta (scotum) pada manusia umumnya sangat sempit .:t20 - 25 mm dari pusat titik ke kiri atau ke kanan mata. Artinya, bila bayangan benda terletak kurang dari 20 mm di pusat penglihatan atau lebih dari 25 mm, maka bayangan benda masih dapat dilihat; namun bila lebih dari 20 mm dan kurang dari 25 mm, maka bayangan tidak dapat dilihat karena jatuh di noda buta. Pada beberapa kasus, noda buta dapat melebar dan menutup sebagian besar medan penglihatan (lihat gambar 6.10.). PETA MATA KIRI DARI PERIMETRI
PET A MAT A KANAN DARI PERIMETRI
Scotoma
Bintik Kuning (Makula)
Gambar 100
6.10. Noda buta yang melebar
Kondisi ini menyebabkan fenomena "completion", yaitu meskipun ada bagian yang tidak terlihat, penderita cenderung menyatakan bahwa ia melihat benda itu secara utuh karena ada fenomena-fenomena kesadaran yang berkaitan dengan medan penglihatan, contohnya pada kasus HEMIANOPSIC (scotomanya meliputi 1/2 bagian dari medan penglihatannya), dengan berkonsentrasi melihat hidung; penderita mengaku dapat melihat keseluruhan wajah yang dilihatnya. 14. Korteks
Visual Sekunder
dan Korteks
Asosiasi
Bagian otak yang berperan dalam penglihatan, selain yang telah disebutkan di atas adalah PRESTRIATE CORTEX atau sering disebutjuga dengan PERISTRIATE CORTEX dan INFERO TEMPORAL CORTEX (lihat gambar 6.11. di bawah ini). Kedua bagian tersebut dinamakan secondary visual cortex (bandingkan dengan posterior parietal cortex yang disebut korteks asosiasi karena selain menerima input dari primary dan secondary visual cortex, iajuga menerima input dari auditory cortex dan somatosensory cortex). Bagian itu disebut secondary visual cortex karena (1) menerima sebagian besar proyeksi dari primary visual cortex; (2) terlibat dalam proses analisis visual yang lebih kompleks dibandingkan primary visual cortex. Korteks Parietal Bagian Posterior
I.
Korteks Visual Primer
/
Korteks Inferotemporal
Gambar
6.11. Bagian-bagian neocortex yang berperan dalam penglihatan (Pinel, 1993)
Dari hasil penelitian diketahui bahwa informasi visual melaju dari primary visual cortex melalui 2 jalur. Pertama, yang melalui inferotemporal cortex via prestriate cortex yang sangat berperan dalam pengenalan objek; kedua, yang melalui posterior atau parietal cortex via prestriate cortex yang berperan dalam persepsi gerak dan lokasi spasial.
15. Agnosia Agnosia adalah kegagalan dalam melakukan rekognisi (bahasa Yunani: gnosis berarti untuk mengetahui/to know). Kegagalan ini tidak berhubungan dengan kerusakan sensoris, verbal, 101
---
maupun intelektual. Sebagian besar agnosia umumnya berkaitan dengan satu sistem sensoris tertentu. Contohnya penderita visual agnosia yang hanya akan mengalami hambatan dalam merekognisi stimulus yang dihadirkan melalui sistem visual. Macam dari visual agnosia adalah prosopagnosia (hambatan dalam merekognisi wajah; baik wajah orang lain yang sangat dikenalnya, maupun wajahnya sendiri di dalam kaca; umumnya disebabkan oleh kerusakan neuron yang terletak pada inferotemporal cortex), object agnosia (hambatan dalam merekognisi objek), dan color agnosia (hambatan dalam merekognisi warna). 16. Persepsi Subjective Contours Bila dilihat gambar-gambar di bawah ini (lihat gambar 6.12.), maka terbukti bahwa persepsi visual manusia sudah tentu lebih baik daripada kenyataan fisiknya. Karena melalui persepsi visual manusia cenderung mengintepretasikan adanya bangun persegi panjang diagonal berwarna putih yang menimpa garis (gambar a) dan ada segitiga berwarna puitih di tengahtengah susunan lingkaran (gambar b).
It (i
. (A)
(B)
Gambar 6.12. Persepsi Subjective Contours (Pinel, 1993)
Gambar di atas menunjukkan bahwa manusia cenderung memiliki persepsi adanya bangun persegi panjang dan segitiga padahal sebenarnya bangun tersebut tidak ada. Kontur visual yang sebenarnya tidak ada itu disebut subjective contours. Kontur subjektif ini merupakan produk kognisi dan berkaitan dengan neuron prestriate. C. PENDENGARAN Telinga sebagai indera pendengaran, memiliki kemampuan yang jauh lebih besar daripada yang dapat dibayangkan. Contohnya saja saat menonton konser musik, seseorang dapat mendengar bunyi yang dikeluarkan oleh beberapa alat musik sekaligus, bahkan masih mampu membedakan bunyi antara alat musik yang satu dengan lain. Demikian pula saat seseorang sedang berkonsentrasi dalam suatu pembicaraan di sebuah pesta dan secara tidak
102
sadar iajuga mampu mendengarkan gosip yang baru disebarkan disekitar tempat ia berbicara (disebut dengan fenomena cocktail-party). 1. Bunyi Bunyi adalah vibrasi molekul di udara. Manusia hanya dapat mendengar vibrasi molekul antara 20 sampai 20.000 Hz (hertz). Vibrasi berjalan melalui udara sekitar 1,238 kilometer (743 mil) perjam. Gambar 6.13. menunjukkan hubungan antara dimensi fisik dari bunyi dan persepsi pendengaran yang dilakukan manusia. Persepsi manusia terhadap bunyi yang keras tergantung dari amplitudonya, persepsi terhadap bunyi yang tinggi tergantung dari frekuensinya, dan persepsi terhadap kualitas bunyi (timbre) berkaitan dengan kompleksitas vibrasi. Bunyi yang didengar manusia sehari-hariadalahkombinasi dari berbagai gelombang, dan kombinasi tertentu dari gelombang menyebabkan tiap bunyi memiliki kualitas (timbre) atau karakteristik tertentu. Gambar 6.13 disini menunjukkan kompleksitas gelombang bunyi yang dihasilkan oleh sebuah clarinet yang sekaligus menunjukkan bahwa bunyi yang kompleks merupakan penjumlahan dari berbagai macam gelombang.
Bentuk Gelornbang dari bunyi klarinet
Bila dijurnlahkan, berbagai gelornbang yang di dengar rnanusia akan rnenunjukkan bentuk gelornbang yang sarna dengan bent uk gelornbang yang dihasilkan dari bunyi klarinet
~
Gambar 6.13. Hubungan antarl.!dimensifisik & persepsi dari bunyi (Pinel, 1993) 2. Anatomi Telinga Telinga atau organon auditus terdiri dari 3 bagian, yaitu (lihat gambar 6.14): a) Bagian Luar (Auris Externa), terdiri dari: Daun Telinga, berfungsi untuk menangkap dan mengarahkan suara Cuping Telinga Liang Telinga Gendang Telinga (Membrana Thympani), membran ini terdiri dari beberapa membran yang memiliki frekuensi berlainan. Getaran pada membrana thympani 103 -
--
-
b)
c)
--
akan diteruskan oleh tulang pendengaran (osicula auditiva) menuju sel-sel pendengar (organon corti) Bagian Tengah (Auris Media), terletak di belakang membrana thympani dan.terdapat saluran yang menghubungkan dengan rongga tekak (tuba auditiva eustachi). Pad a bagian tengah ini juga terdapat rumah siput (cochlea) yang mempunyai lubang ell ips yang ditutup selaput lendir (fonestra ovalis). Bagian ini mempunyai tulang-tulang pendengaran, yaitu: Tulang Pukul, yang bersandar pada membrana thympani atau milius Incus atau Tulang Landasan, yang terletak di tengah Stapes atau Tulang Sanggurdi, yang menghubungkan incus dengan fonestra oval is Bagian Dalam (Auris Interna), terdiri atas dua ruangan yang berhubungan satu dengan yang lain. Ruaogan-ruangan itu tidak teratur dan disebut "labyrinth". Ada dua macam labyrinth, yaitu: Labyrinthus Ossesus (din ding tulang) yang terdiri dari serambi (vestibulum), saluran gelung (canalis semi circulair), dan rumah siput (cochlea) Labyrinth us M embranicus (dinding membrana), letaknya di dalam labyrinth tulang. Terdiri dari sacula, otricula yang terletak di dalam serambi, tiga buah saluran gelung dan rumah siput yang merupakan bagian yang berhubungan dengan sacula donatricula.
Organon Auditus adalah alat pendengaran yang berfungsi sebagai pengindera bunyi. Reseptornya adalah Organum Spirale pada Organum Vestibulo Cochlearis (sebagai mekanoreseptor atau interoceptive sensory system yang merupakan lawan dari exteroceptive sensory system). Bentuk reseptornya berupa sel-sel indera yang ujungnya berbulu, dan ujung lainnya berupa dendrit bipoler. Sel-sel indera yang menyebar di sepanjang membrana basiliaris memiliki kepekaan yang berbeda-beda. Contohnya stimulasi bunyi yang memiliki frekuensi tinggi, akan mengaktifkan sel-sel indera yang terletak dekat oval window (fonestra ovalis). Sistem pendengaran ini mengacu pada konsep tonotopic (pada organ mata disebut konsep retinotopic), yaitu bahwa neuron yang paling besar berperan dalam pembentukan struktur pendengaran, berkumpul di bagian yang paling responsif. Cara kerja sel-sel reseptor itu adalah sebagai berikut: Bila membrana basiliaris bergerak ke atas (ke membrana tectoria) karena desakan perilymphe, maka sel-sel indera atau rambut tertahan oleh membrana tectoria sehingga membengkok. Bengkokan ini menimbulkan aliran listrik yang disebut aliran mikrofon yang bekerja sebagai potensial generator sehingga terjadi impuls dalam dendrit neuron bipoler itu.
3. Jalannya Impuls dari Telinga ke Primary Auditory Cortex Tidak sepertijalur retina-geniculate-striate pada sistem visual yang tunggal, sistem auditory tidak memiliki jalur tunggal, melainkan melibatkan jaringan yang kompleks. 104
Saluran Gelung Saraf
COCHLEA! RUMAH SIPUT (kondisi normal)
Pendengaran
\
Ossicle
Potonggan Melintang pada Cochlea
Membran Tektorial Sel Rambut Membran Basillaris
}
Organ of Corti
Saraf Pendengaran
Gambar 6.14. Anatomi Telinga Secara umum jalannya impuls dari telinga ke primary auditory cortex bermula dari adanya suara yang kita dengar. Suara itu menggetarkan membrana tympani yang selanjutnya menggetarkan tulang-tulang male us, incus, dan stapes secara berturut-turut. Getaran stapes mendorong perilymphe pada scala vestibuli dan kemudian perilymphe menggetarkan lamina spiral is ossea dan lamina spiralis secundaria yang disebutjuga membrana basilliaris dimana terdapat organon corti yang menuju otak. Perjalanan ke otak dimulai dari axon-axon di sinapsis saraf-sarafpendengaran
bagian
ipsilateral dari cochlear nuclei. Kemudian diteruskan ke nucleus superior olivary. Axon di neuron olivary melanjutkan ke lateral lemniscus agar mencapai inferior colliculi. Dari inferior colliculi mereka melakukan sinapsis dengan neuron yang menuju nucleus medial geniculate di thalamus yang akhimya akan menuju ke auditory cortex. Pad a manusia, sebagian besar primary auditory cortex dan daerah secondary auditory cortex terletak di bagian lateral fissure, tetapi ada bagian secondary auditory cortex yang meluas sampai ke parietal cortex. Untuk kemampuan berbahasa umumnya dikontrol dari 105
----
hemisphere bagian kiri, sedangkan sebagian besar auditory cortex sebelah kanan mengontrol analisis pengucapan (speech). Bunyi dapat didengar manusia melalui transmisi getaran bunyi. Transmisi getaran bunyi ada dua macam, yaitu: a.
Transmisi Hawa (Aerotymponal), yaitu jalannya getaran melalui penghantar hawa. Jalannya impuls sebagai berikut: sumber suara menggetarkan udara ~ daun telinga ~ meatus acusticus externus ~ menggetarkan membrana thympani ~ osicula auditiva ~
menggetarkan perilymphe ~ membran basalis bergetar ~ organon corti (reseptor
b.
pendengaran) bergetar~ membrana tectoria ~ menstimulasi ujung rambut neuroepithel ~ nervus cochlearis ~ otak (lobus temporalis) ~ sadar akan bunyi. Transmisi Tulang (Craniotymponal), yaitu jalan getaran melalui penghantar tulang. Jalannya impuls sebagai berikut: getaran sumber suara ~ menggetarkan tulang kepala
~ menggetarkan perilymphe pada skala vestibuli ~ skala tymphani ~ dan selanjutnya seperti penghantaran melalui udara atau hawa. Penghantaran melalui tulang dapat dilakukan dengan percobaan RINE, sedangkan percobaan WEBER menunjukkan penghantaran bunyi melalui tulang yang diteruskan dengan penghantaran melalui hawa. Kecepatan hantaran suara pada orang muda sebelum proses penuaan terjadi pada telinga adalah biasa dinyatakan antara 30 - 20.000 siklus per detik. Tapi, batas suara ini tergantung intensitasnya. Bila intensitasnya hanya 60 desibel, batas suara adalah 500 - 15.000 siklus per detik. Bila intensitasnya adalah 20 desibel, batas frekuensinya adalah 70 - 15.000 siklus per
detik. hanya dengan suara kuat, batas lengkap 30 - 20.000 sikl~s per detik dapat dicapai. Batas pendengaran seseorangdapat diketahuidengan menggunakanSeruling GALTON. Dengan seruling Galton kita dapat mencari batas frekuensi tertinggi dan terendah yang masih terdengar. Pada orangtua, frekuensi tinggi sering tak terdengar karena adanya perkapuran pada bagian basis atau frekuensi tinggi sehingga tidak dapat bergetar. Kelainan seperti ini disebut dengan PRESBYACOSIS. Ketajaman pendengaran seseorang dapat diketahui dengan alat ZPTH, yaitu suatu alat elektromagnetis yang dibawahnya ada papan logam yang dapat dinaik-turunkan. Selain pemahaman mengenai perjalanan impuls pendengaran di atas, kita akan meninjau Teori Gelombang yang sering digunakan untuk memahami impuls pendengaran. Menurut Teori Gelombang, bila ada getaran pada membrana thympani, maka akan diteruskan oleh endolymphe melalui skala vestibuli dan skala thympani sehingga terdapat aliran bolak-balik yang menyebabkan membran basdakus bergetar. Jika nada tinggi, getaran ada pada serabut pendek; bila nada rendah, getaran akan terjadi pada serabut panjang. Selain teori gelombang, HELMHOLTZ juga mengemukakan 2 teori mengenai pendengaran, yaitu: 1) Teori Resonansi, yang menyatakan bahwa serabut-serabut pada membrana basalis dapat disamakan dengan senar pada alat musik. Panjang tiap-tiap senar itu tidak sarna, 106
masing-masing mempunyai nada sendiri sesuai frekuensinya, dan serabut-serabut yang mempunyai frekuensi sarna akan turut bergetar. 2) Place Theory, yang merupakan pembaharuan teori resonansi yang menyatakan bahwa bukan serabut-serabut yang bergetar, melainkan suatu tempat yang bergetar pada membrana. 4. Organisasi Tonotopic dari Primary Auditory Cortex Pada awalnya, auditory cortex dibagi-bagi menjadi bagian-bagian tertentu sesuai dengan kepekaannya, tetapi menurut Woolsley (1960; dalam Pinel, 1993), bagian anterior dari primary auditory cortex paling peka terhadap nada-nada berfrekuensi tinggi, sedangkan bagian posteriomya cenderung peka terhadap frekuensi-frekuensi yang rendah. Demikian pula halnya dengan secondary auditory cortex.
5. Lokasilasi Suara Kecepatan hantaran gelombang bunyi oleh udara adalah 331,33 mldetik. Suatu sumber suara yang berasal dari bidang medium pada tubuh kita, dari muka, atas, atau belakang manusia itu akan mencapai telinga pada waktu yang sarna, sehingga sumber itu akan sulit ditemukan letaknya. Bila sumber bunyi ada di sebelah kiri, bunyi yang muncul akan mencapai telinga sebelahkiridulusehinggatimbulkesanbahwasumberbunyiterletakdi sebelahkiri.Tetapi bila bunyi muncul terus menerus pada waktu yang sarna, maka sumber bunyi akan sulit diketahui asalnya.Oleh karenaitu apabilamembunyikan sesuatudengan maksudmemberitahu sumber bunyi, maka haruslah tidak dilakukan terus menerus tetapi secara terputus-putus. Beberapa neuron di medial superior olives mampu membedakan datangnya sumber suara pada telinga kiri dan kanan. Sebaliknya, beberapa neuron di lateral superior olives mampu membedakan amplitudo bunyi antara kedua telinga. 6. Efek kerusakan di Auditory Cortex Auditory cortex manusia terletak didalam fissurre sehingga tidak mudah rusak. Bahkan kerusakan pada primary dan secondary auditorycortex hanya akan menyebabkan kekurangan pendengaran yang permanen namun tidak terlalu parah. Namun konsekuensi dari hambatan pendengaran ini umumnya berkaitan dengan fungsi organ yang lain, contohnya word deafness. Word deafness adalah hambatan dalam mempersepsikan pengucapan karena ketidakmampuan mendeteksi suara dengan jelas. Umumnya word deafness muncul setelah terjadi kerusakan bilateral pada auditory cortex. Setelah terjadi kerusakan, umumnya penderita mengalami ketulian sementara. Dalam beberapa minggu ketulian ini akan pulih, namun suara yang mampu didengarkan tidak dapat lagi ditangkap denganjelas, hanya seperti suara yang ramai atau mendengung. D.SENSASISOMATIS:PERABA Sensasi somatis mengacu pada sensasi di permukaan kulit. Somato sensoris tampaknya hanya mengacu pada satu sistem saja, yaitu sistem peraba, namun sebenamya ia memiliki tiga sistem yang berbeda namun saling berinteraksi satu sarna lain, yaitu:
107
--
1) Sistem Exteroceptive, yang mengindera stimulus ekstemal yang dirasakan kulit 2) Sistem Proprioceptive, yang memonitor informasi tentang posisi tubuh berdasarkan reseptor di otot, persendian, dan organ-organ keseimbangan 3) Sistem Interoceptive, yang mampu menyediakan semua informasitentang kondisi tubuh (temperatur, tekanan darah) Pada bagian ini, akan dititikberatkan pada sistem exteroceptive yang mampu mengindera stimulus eksternal yang dirasakan kulit. 1. Anatomi Organon Tactus Organon Tactus adalah alat yang berkaitan dengan indera peraba. Organon tactus meliputi kulit dan alat-alat tambahan. Kulit adalah pelindung terhadap dunia luar, sebagai penghalang dari kerusakan dan kuman. Kulit juga membantu membuang zat-zat yang tidak berguna dan mengatur suhu badan. Kulit terdiri dari 2lapisan (lihat gambar 6.15), yaitu: a) Cutis, terdiri dari epidermis dan corium b) Subcutis, mengandung banyak lemak terdiri dari Stratum Corneum dan Stratum Gemanaticum Di dalam kulit terdapat berbagai macam organ, yaitu: a)
b)
c)
Rambut, akarrambut tertanam dalam-dalam di dermis. Tiap helai rambut terdiri dari akar dan batang yang tumbuh melalui epidermis ke permukaan kulit. Akar rambut terpancang dalam liang yang disebutfolikel dan mendapat suplai makanan dari darah melalui bagian kembang yang disebut papUa. Kelenjar, terdiri dari: Kelenjar Minyak, berhubungan dengan folikel rambut dan menghasilkan minyak untuk melumasi kulit Kelenjar Keringat, terletak pada dermis yang terbuka pada permukaan kulit, dan melepaskan air serta sisa-sisa metabolisme tubuh. Panca Indera, terdiri dari: Inter Epithelial, merupakan jaringan-jaringan yang bersama-sama membentuk organ kulit, termasuk didalamnya jaringan saraf Jaringan Pengikat, mendukung dan membungkus sel-sel kulit dan memungkinkan makanan dari dalam darah masukke sel. Seljaringan ikat inijuga menyimpan lemak dan terutama terdapat di lapisan kulit yang terbawah dan di sekitar usus.
2. Reseptor Kulit dan Hantaran Impuls di Saraf Perifer Kulit berfungsi sebagai: a) Mekanoreseptor, berkaitan dengan indera raba, tekanan, getaran, dan kinestesi b) Thermoreseptor, berkaitan dengan penginderaan yang mendeteksi panas dan dingin c) Reseptor Nyeri, berkaitan dengan mekanisme protektif bagi tubuh.
108
Lapisan Malpigian
Melanoblas
Ujung Saraf Otot Penegak Bulu Roma Kelenjar Lemak Rambut Folikel Papila Kelenjar Keringat Kapiler Darah JARINGAN ADIPOS
Gambar
6.15. Anatomi kulit
Pada glabrous atau kulit yang tidak memiliki rambut (seperti pada telapak tangan). memiliki empat macam reseptor. Dua diantaranya sangat mudah beradaptasi dan merespon stimulasi taktil yang datang, yaituPacinian Corpuscle (Corpuscullus Lamellosum Paccini), reseptor terbesar dan letaknya paling dalam (pada subcutis); dan Meissner Corpuscle (Corpuscullus Tactus dari Meissner) yang terietak persis di bawah kulit terluar (epidermis). Sebaliknya, reseptor Merkel dan Ruffini Corpuscle (Corpuscullus Ruffini) hanya akan merespon terhadap stimulasi taktil yang lama. Seperti halnya pada kulit glabrous, kulit yang berambut juga memiliki corpuscullus Paccini, corpuscullus Ruffini, reseptor Merkel, tetapi ia tidak memiliki corpuscullus Meissner. Sebagai gantinya, maka terdapat reseptor rambut yang terietak didekat pangkal akar rambut. Lihat gambar6.16. Berdasarkan reseptor-reseptortadi, makaseseorang dapat mengidentifikasi objek melalui sentuhan (stereognosis). Modalitet peraba bagi tubuh adalah taktil, sakit atau nyeri, panas, dingin, Reseptor taktil dan sakit adalah corpuscullus Tactus dari Meissner. Reseptor corpuscuIIus Ruffini (di dekat subcutis dan corium), reseptor dingin adalah Bulbo ldeakrauso (di dekat subcutis dan corium). Reseptor tekanan adalah LameIIosum Paccini yang terletak di subcutis.
dan tekanan. panas adalah CorpuscuIIus corpuscuIIus
109
MEKANORESEPTOR PADA KULIT GLABROUS MEKANORESEPTOR PADA KULIT ADAPTASICEPAT Meissner Pacinian corpuscle
ADAPTASI LAMBAT Reseptor Merkel Ruffini Corpuscle
Gambar
,
Akhiran Saraf Bebas (rasa saki! dan temperatur)
i"~ r'A.T"[
1 BERAMBUT .-! 4 ~
'\
ADAPTASI
CEPAT
Reseptor rambu! Pacinian corpuscle
ADAPTASI LAMBAT Reseptor Merkel Ruffini Corpuscle
6.16. Perbedaan Mekanoreseptor di Glabrous (A) dan di bagian kulit yang berambut (B), (Pinel, 1993)
Serabut sarafyang menghantarkanimpulspanaslebihtebaldaripadayang menghantarkan impuls dingin. Impuls panas dan dingin dihantarkan melalui tractus spino thalamic us lateralis. Berhubungan dengan asalnya, rangsang-rangsang taktus dibedakan atas: 1) Rangsang Eksteroseptif, yaitu rangsang yang diterima dari luar, misalnya rangsang dari kulit 2) Rangsang Proprioseptif, yaitu rangsang yang ditimbulkan oleh suatu alat dan diterima oleh otot sendiri, misalnya bagian visceral. 3) Rangsang Introseptif, yaitu rangsang yang datang dari dalam tubuh, misalnya rangsang yang diterima oleh usus 4) Rangsang Kinestesi, yaitu gerakan-gerakan dan ketegangan-ketegangan dari berbagai bagian tubuh dan otot. Rangsang ini terdapat pada persendian dan otot. Bila suatu saraf pada satu tempat dipanasi atau didinginkan akan timbul aliran listrik yang dapat menimbulkan aliran aksi. Aliran listrik ini jadi timbul bila ada dua tempat yang berurutan pada saraf ada perbedaan dalam suhu atau bila adagradient. Berhubungan dengan hal ini ada pendapat bahwa reseptor thermal juga berupa akhiran saraf bebas (free nerve endings), jadi bila suhu reseptor lebih rendah daripada dendrit, maka akan timbul potensial generator sehingga timbul impuls yang menyebabkan perasaan dingin. Sebaliknya, bila suhu reseptor lebih tinggi dari dendrit, akan timbul perasaan panas. Serabut saraf yang membawa informasi dari reseptor somatosensori berkumpul di kumpulan saraf perifer yang selanjutnya masuk ke sumsum tulang belakang melalui serabutserabut saraf di bagian dorsal (dorsal root). Bagian tubuh yang dipengaruhi dorsal root pada tiap segmen tulang belakang disebut dermatome. Gambar 6.17 di bawah ini menunjukkan peta dermatomal bagian tubuh. Antara dermatome yang satu dengan yang lain ada tugastugas yang overlap atau saling mendukung, sehingga kerusakan pada dorsal root yang tunggal hanya akan menimbulkan efek somatosensoris yang minimal. 110
1: Ruas Sacral
C7
SISI LATERAL
:Lsi
~. :~ L' :" ,
,U i
I~)~
iT..~
81
Gambar 6.17. Pola Dermatomal Tubuh Manusia (Pinel, 1993)
Informasi somatosensoris dikirim ke sistem saraf pusat melalui dua jalur utama, yaitu: sistem dorsal-column medial-lemniscus dansistem anterolateral. Umumnya sistem dorsalcolumn medial-lemniscus membawa informasi sentuhan dan proprioception ke cortex (diilustrasikan melalui gambar 6.18 di bawah ini). Neuron-neuron sensorispada sistem dorsal-column medial-lemniscus bentuknya sangat panjang. Dimulai dari reseptor di kulit, melewati saraf-saraf perifer, kemudian menuju sumsum tulangbelakang melalui dorsal root. Neuron-neuron tersebut naik menuju cortex secara ipsilateral di dorsal columns. Akhirnya bersinapsis dengan neuron-neuron dorsal column di medulla (batangotak bagian bawah).Neuron-neuron pelanjut inidecussate (silang bertumpuk ke bagian otak yang lain) dan naik di bagian medial lemniscus ke ventralposterior nucleus secara kontralateral di thalamus. 111
--
Korteks Somatosensoris
Nukleus Posterior Ventral (di thalamus)
TELENCEPHALON
Medial Lemniscus
Nukleus Trigeminal Tiga Cabang SarafTrigeminal
MEDULLA
Nukleus di bagian kolom dorsal Kolom Dorsal
SUMSUM TULANG BELAKANG
Akar bagian dorsal
\ Neuron Sensoris dari kulit
Gambar
6.18. Sistem Dorsal-Column Medial-Lemniscus
(Pinel, 1993)
Ventral posterior nuclei juga menerima input melalui cabang-cabang saraf trigeminal yang membawa informasi somatosensoris dari bagian wajah yang kontralateral. Jadi neuron-neuron di ventral posterior akan melakukan proyeksi ke primary somatosensory cortex, secondary somatosensory cortex, danposterior parietal cortex. Ahli-ahli neurologi memperkirakan bahwa bagian tubuh yang memiliki neuron terpanjang adalah bagian ibu jari kaki. Sistem anterolateral yang diilustrasikan melalui gambar 6.19. di bawah ini, membawa informasi tentang sentuhan, tetapi fungsi utamanya adalah membawa informasi tentang rasa sakit dan temperatur. Sebagian besar neuron dorsal root pada sistem anterolateral langsung bersinapsis di substansi grissea (bagian dorsal horns pada sumsum tulang belakang). Axonpenerima kemudian naik dan decussateke otak, yaituke bagian anterolateral dari sumsum tulang belakang secara contralateral (meskipun ada beberapa yang diteruskan secara ipsilateral). 112
Sistem anterolateral terdiri dari tiga traktus Ualur), yaitu: (1) Traktus Spinothalamic, yang mengirim impuls ke ventral posterior nuclei (seperti pada sistem dorsal-columnmedial-lemniscus), (2) Traktus Spinoreticular, yang mengirim impuls ke reticular formation (kemudian diteruskan ke parafascicular dan nukleus intralaminar di thalamus), (3) Tractus Spinotectal, yang membawa impuls ke tectum (ke collicul/i di midbrain). Cabangcabang saraf tigeminal membawa informasi rasa sakit dan temperatur dari kulit wajah ke bagian thalamus seperti di atas. Informasi rasa sakitdan temperatur yang mencapai thalamus, kemudian akan disampaikan ke bagian otak yang lain, termasuk ke primary somatosensory cortex dan secondary somatosensory cortex, serta posterior parietal cortex. Dari penelitian Mark, Evin, dan Yakolev (1962, dalam Pinel, 1993). Tiap jalur sistem anterolateral menerima rangsang sakit yang berbeda-beda. Percobaan operasi terhadap objek penelitian menunjukkan bahwa pemotongan nucleus ventral-posterior, yang menerima input baik dari traktus spinothalamic dan sistem dorsal-column medial-lemniscus, mengakibatkan berkurangnya sensitivitas kulit terhadap sentuhan,perubahan temperatur, dan rasa sakit yang ditimbulkan dari benda tajam (tetapi tidak mengurangi rasa sakit terhadap sentuhan yang dalam dan bersifat terus menerus/kronis). Sebaliknya, pemotongan parafascicular dan intralaminar (yang menerima input dari spinoreticular tract) menyebabkan berkurangnya sensitifiitas terhadap rasa sakit yang kronis tetapi tidak mengurangi sensitifitas yang lain. 3. Lokalisasi Kortikal dari Sensasi Somatis Wilder Penfield (1937; dalamPinel, 1993)membuat suatupeta tentang cortex somatosensory pada manusia. Lihat gambar 6.19 di bawah ini: Gyrus Postcentral
Korteks Somatosensoris Primer(SI) Fissure Lateral "
Fissure Somatosensoris Sekunder (SII) SISI LATERAL HEMISFER KIRI
Gambar
HAGIAN CORONAL HEMISFER KIRI PADA POTONGAN LANDASAN YANG DIMAKSUD
6.19. Peta Primary Somatosensory di Cortex (Pinel, 1993) 113
Pada cortex terdapat dua bagian sensori somatis, yaitu primary somatosensory cortex (SI) di bagian postcentral gyrus dan secondary somatosensory cortex (SII) di bagian lateral fissure. Kerusakan pada primary somatosensory cortex menyebabkan hilangnya kemampuan untuk mendeteksi sentuhan yang ringan, mendeteksi posisi sambungan (contohnya ujungjari telunjuk kanan ditemukan dengan ujung jari telunjuk kiri), dan mendeteksi dengan tepat tempat-tempat dimana seseorang disentuh (disentuh jari kelingking, tetapi menurutnya yang disentuh adalah jari tengah), dan muncul hambatanstereognosis (tidak dapat mengidentifikasi objek melalui sentuhan, misalnya diminta mengindentifikasi bentuk kubus (dengan mata ditutup), tetapi dikatakannya itu bentuk bola). Kerusakan-kerusakan pada SI bersifat unilateral dan akibatnya bersifat kontralateral (bila cortex bagian kanan yang rusak, maka yang akan terpengaruh adalah bagian tubuh sebelah kiri, demikian sebaliknya) dan sifatnya hanya ringan, kecuali apabila yang mengalami kerusakan itu berkaitan dengan saraf-saraf di bagian tangan. Bila kerusakan pada sebelah bagian otak menyebabkan disfungsi pada kedua bagian tubuh (bilateral, baik kiri maupun kanan), maka hal tersebut adalah tanda-tanda kerusakan pada bagian SII (secondary somatosensory cortex). Seseorang yang mengalami hambatan dalam mengenali suatu objek melalui sentuhan (seperti stereognosis di atas), tetapi tidak ada kelainan dalam intelektual, maupun dalam saraf-saraf sensorisnya, maka ia menderita asterognosia. Kelainan ini berkaitan dengan asomatognosia, yaitu kegagalan untuk mengenali bagian tubuhnya sendiri. Asomatognosia umumnya berkaitan dengan kerusakan hemisphere sebelah kanan. Asomatognosia umumnya diikuti oleh anosognosia (mengingkari symptom neurologisnya) dan contralateral neglect (tendensi untuk tidak merespon stimuli yang kontralateral terhadap kerusakan hemisphere sebelah kanan). 4. Paradoks
tentang
Rasa Sakit
Rasa sakit adalah pengalaman sensori yang unik sifatnya. Berdasarkan hasil penelitian, belum dapat ditentukan dengan pasti bagian cortex yang bila distimulasi akan meningkatkan rasa sakit atau bila dihilangkan akan mengurangi rasa sakit. Prefrontal Lobotomy adalah bagian otak yang mampu mengontrol sebab-sebab emosional yang ditimbulkan oleh rasa sakit, tetapi nilai dari rasa sakit itu berbeda-beda antara orang yang satu dengan yang lain karena ambang rasa sakit setiap manusia sangat bervariasi. Meskipun tiap manusia memiliki ambang rasa sakit yang berbeda-beda, namun pada dasarnya rasa sakit adalah salah satu alat untuk mempertahankan diri (survival). Bayangkan bila seseorang yang tidak mampu untuk merasakan rasa sakit bila teriris pisau, atau bahkan tertusuk pedang, dapat saja orang tersebut mati sia-sia apabila pedang tersebut menusuk jantungnya. Ambang rasa sakit ternyata juga sangat tergantung pada faktor kognisi dan emosional seseorang, contohnya karena faktor kepercayaan, seseorang tidak merasakan sakit meskipun
114
tubuhnya ditusuk-tusuk dengan pisau tajam, atau tidur di atas paku, juga para tentara yang sedang berjuang mempertahankankemerdekaannyaumumnya hanyaakan merasakan sedikit sakit pada kakinya yang hancur lebur saat menginjak ranjau darat. Melzack dan Wall (1965, dalam Pinel, 1993),mengajukan teorigate-control, yaitu teori yang menyatakan bahwa faktor kognisi dan emosi dapat mempengaruhi sinyal dari otak yang akan disampaikan ke sumsum tulang belakang. Sinyal tersebut akan menimbulkan jaringan neural penjaga (gating circuit) yang memblokir reseptor rasa sakit. 5. Mekanisme
Pengontrol
Rasa Sakit
Disekitar cerebral aquaduct, terdapat bagian berwarna abu-abu (gray matter) yang memiliki efek analgesic (pengurang rasa sakit), tepatnya bagianperiaqueductal gray matter (PAG). Stimulasi terhadap PAG dapat mengurangi sensitivitas terhadap rasa sakit tanpa mengurangi sensitivitas sensasi somatis yang lain. Dalam PAG juga terdapat neuron-neuron yang peka terhadap substansi yang menurunkan aktivitas (menenangkan), yaitu neuron-neuron serotonergik di bagian batang medulla yang disebut raphe nuclei. Dari model Basbaum dan Field (gambar 6. 20), dapat digambarkan mekanisme pengontrol rasa sakit sebagai berikut.
Periaqueductal
. -.......
Gray Matter (pAG)
Nuklei Raphe
___
1
Opium menghambat aktivitas neuron penghambat di PAG. Hal tersebut akan meningkatkan aktivitas neuron yang aksonnya menuju ke nukIeus Raphe.
2
Aktivitas akson dari PAG akan menstimulasi neuron Raphe yang aksonnya menuju ke kolom dorsal di sumsum tulang belakang
3
Akti vitas akson dari Raphe akan mengaktifkan interneuron di sumsum tulang belakang yang akan memblokir sinyal-sinyal rasa sakit
Kolom Dorsal
Sinyal rasa sakit yang datang
Gambar
6.20. Mekanisme Pengurang Rasa Sakit (Pinel, 1993)
115
E. SENSASIKIMIAWI:PEMBAUDANPERASA Sistem olfaction (pembau) dangustation (perasa) disebut sensasi kimiawi karena fungsinya memonitor substansi-substansi kimiawi dari lingkungan diluar tubuh. Tanggungjawab sistem pembau adalah mengindikasikan molekul-molekul kimia yang dilepaskan di udara yang mengakibatkan bau. Molekul kimia diudara dapat dideteksi bila ia masuk ke reseptor olfactory epithelia melalui proses penghirupan. Tanggungjawab sistem gustation adalah merespon molekul-molekul kimia yang ada di dalam mulut yang meningkatkan reseptor rasa tertentu di lidah dan di rongga mulut. Saat individu makan, organ pembau dan perasa bereaksi secara selaras. Molekul makanan menstimulasi reseptor perasa dan pembau dan memproduksi impresi terintegrasi yang disebut dengan aromaljlavor. Bayangkan bila seseorang mengalami hambatan dalam organ pembaunya, maka akan sukar baginya untuk membedakan aroma apel dan bawang bombay. Penelitian terhadap organ pembau dan perasa masih jarang dilakukan karena stimulus kimiawi lebih sulit untuk dikontrol (tidak seperti cahaya atau bunyi yang dapat dihindari, stimulus kimiawi seperti bau yang menyengat akan sulituntuk dihindarkan meskipun dengan menutup hidung). Selain itu, manusia yang mengalami hambatan dalam organ pembau dan perasanya relatif tidak terlalu menemukan kesulitan dalam aktivitas hidupnya sehari-hari. Bila manusia tidak terlalu mengalami hambatan dalam aktivitas hidupnya apabila ia mengalami kelainan pada organ pembau dan perasanya, maka pada hewan akan berbeda. Perilaku manusia tidak terlalu dipengaruhi oleh kemampuan perasa atau pembaunya, tetapi pada hewan, beberapa perilakunya ditentukan oleh pheromones. Substansi kimia tersebut terutama mempengaruhi perilaku agresi dan perilaku seksual pada hewan. Contohnya pada marmut betina yang sedang ovulasi, maka marmutjantan akan mengatahuinya dan berusaha melakukan kopulasi dengannya. Juga pada marmut jantan asing yang dimasukkan dalam suatu populasi marmut lain, akan diserang oleh marmut-marmut jantan pada populasi yang dimasukinya. 1. Sistem Olfactory Manusia dapat membedakan berbagai macam bau bukan karena memiliki banyak reseptor pembau namun kemampuan tersebut ditentukan oleh prinsip-prinsip komposisi (component principle). Seperti pada penglihatan wama (hanya memiliki tiga reseptor wama dasar, namun dari komposisi yang berbeda-beda dapat dilihat wama yang bermacam-macam), organ pembau hanya memiliki tujuh reseptor. namun dapat membedakan lebih dari 600 aroma yang berbeda. Alat pembau atau sistem olfaction biasajuga disebut dengan Organon Olfaktus, dapat menerima stimulus benda-benda kimia sehingga reseptomya disebut pula chemoreceptor. Organon olfaktus terdapat pada hidung bagian atas, yaitu pada concha superior dan membran ini hanya menerimarangsang benda-benda yang dapat menguap dan berwujud gas. Bagian-bagiannya adalah sebagai berikut: 116
a. b. c. d.
Concha Superior Concha Medialis Concha Inferior Septum nasi (sekat hidung)
Concha-concha tersebut adalahdari tulang,ditutupioleh selaputlendir yang mengandung penuh pembuluh,..pembuluhdarah dan dapat membesar. Gunanya untuk memanasi hawa yang akan masuk ke paru-paru. Reseptor organon olfactory terdapat di bagian atas hidung, menempel pada lapisan jaringan yang diselaputi lendir dan disebut olfactory muscosa. Selaput lendir tersebut berfungsi untuk melembabkan udara. Pada bagian tersebut juga terdapat bulu-bulu hidung yang berfungsi untuk menyaring debu dan kotoran. Benda kimia yang dapat menstimulasi sel saraf dalam hidung adalah substansi yang dapat larut dalam zat cair (lendir) yang terdapat pada cilia yang menutupi sel tersebut. Makin berbau suatu substansi, maka hal tersebut menunjukkan bahwa makin banyak molekul yang dapat larut dalam air dan lemak (konsentrasi penguapannya tinggi). Olfactory muscosamemilikiaxonyang mampumelaluibagian tengkorak yang permiable (cribriform plate) dan masuk ke olfactory bulbs (saraf cranial yang pertama). Pada olfactory bulbs, terjadi sinapsis dengan neuron yang menyampaikan pesan secara menyebar ke olfactory paleocortex di lobus temporal bagian medial melalui lateral olfactory tract. Dari olfactory paleocortex, ada jejak saraf yang menuju medial dorsal nucleus di thalamus dan kemudian menujuolfactory neocortex dibagiandepanfrontallobes,tepatnya pada permukaan inferior. Neuron-neuron olfactory paleocortex yang lain akan menuju ke sistem lymbic. Bila proyeksi neuron ke thalamic-neocortical bertugas sebagai perantara kesadaran persepsi terhadap aroma, maka proyeksi neuron ke sistem lymbic bertugas sebagai perantara respon emosional terhadap aroma. Gambar 6.21. menggambarkan skema sistem olfaktori. Reseptor olfaktori hanya mampu berfungsi selama 35 hari. Bila mati, baik karena sebab yang alami, maupun karena kerusakan fisik, maka reseptor tersebut akan digantikan oleh reseptor-reseptor baru yang axonnya akan berkembang ke lapisan olfactory bulbs yang akan dituju, dan bila telah sampai pada lapisan yang dimaksud, mereka akan memulihkan koneksi synapsis yang terputus. Kemampuan membau makhluk hidup tergantung pada: a. Susunan Rongga Hidung. Bentuk Concha dan Septumnasi tempat reseptor pembau pada masing-masing orang tidak sarna bentuknya. Contohnya pada orang yang berhidung mancung akan lebih luas daripada yang berhidung pesek. b. Variasijisiologis, contohnya pada wanita, saat sebelum menstruasi atau pada saat hamil muda akan menjadi sangat peka. c. Spesies, pada spesies tertentu yang kemampuan survivalnya tergantung pada pembauan, akan memiliki indera pembau yang lebih peka, contohnyapada anjing. d. Besarnya konsentrasi dari substansi yang berbau. Misalnya skatol (bau busuk yang terdapat pada kotoran atau faeces) memiliki konsentrasi yang kuat karena memiliki 117 -
--
Sel.-sel Reseptor Sistem Olfactory
Sel-sel Reseptor Sistem Olfactory Posterior Anterior Olfactory Neocortex
'Diteruskan secara difusi ke sistem lymbic
Sel-sel Reseptor Sistem Olfactory
Gambar
6.21. Skema sistem Olfactory (Pinel, 1993)
kemampuan menguap yang tinggi. Bila konsentrasinya kuat maka baunya busuk, sebaliknya bila konsentrsinya rendah akan menimbulkan bau yang berbeda (contohnya pada bunga yang mengandung skatol dalam konsentrasi yang rendah malah akan menimbulkan bau harum). 2.
Sistem Gustatory
Reseptor sistem gustatory atau perasa berada di lidah dan bagian-bagian rongga mulut. Reseptor perasa disebut taste buds yang umumnya terletak disekitar kuncup pengecap yang disebutpapillae. Hubungan antara reseptor perasa, taste buds, dan papilae dapat dilihat pada gambar 6.22. di bawah ini. Sistem gustatory atau organon gustus adalah indera pengecap yang terdapat pada lidah dan memiliki 4 modalitet (Iihat gambar 6.23), yaitu a. Manis, pada puncak lidah, dapat diselidiki dengan meletakkan gula di lidah. b. Asin,pada puncak dan tepi lidah, dapat diselidiki dengan meletakkan garam di lidah c. Asam, pada tepi lidah, dapat dibuktikan dengan meletakkan asam sitrun di lidah. d. Pahit, pada pangkallidah, dapat dibuktikan dengan meletakkan kina di lidah.
118
PEMBESARAN TASTE BUDS
\
\
Permukaan Lidah
\
\. Taste bud Taste Buds
\ \ \
Reseptor Rasa
/.
/
/~~,~
Gambar 6.22. Hubungan Reseptor Perasa, Taste Buds, dan Papillae (Pinel,1993)
Beberapa ahli menambahkan modalitet yang kelima, yaitu rasa alkali. Di luar ke lima macam rasa tersebut, ada kombinasi antara keempat atau kelima macam rasa itu yang akan menimbulkan rasa yang berbeda-beda. Berbagaimacam rasa tersebut masih dikombinasikan I. Pori-pori perasa 2. Epithel Lidah
Sensasi pengecaplTIcnyebabkan permllkaan lidah yang berbcda-beda menjadi sensitif. Sebllah kllncllp pengecap diperlihatkan pada gambar
kiri atas. 3. SelPenyokong 4. Sel Reseptor 5. Serabllt Saraf
Gambar 6.23. Letak modalitet utama pada lidah
119
dengan tipe-tipe rangsangan yang lain, seperti rangsang panas, dingin, lembut, dan nyeri. Reseptor pada lidah akan digantikan oleh reseptor yang bam setiap 10 hari sekali. Reseptor perasa tidak memiliki axon sendiri. Tiap neuron yang membawa impuls dari taste buds, akan menerima input dari beberapa reseptor sekaligus. Sinyal yang timbul pada reseptor perasa akan meluas ke sistem second-order neuron yang akan disampaikan ke cortex. Lihat gambar 6.24 untuk keterangan lebih lanjut. Sisi terpotong diambil pada bagian ini Bagian frontal dari cerebral hemisfer
f
Nukleus Ventral Posterior (thalamus)
Korteks Gustatory Sekunder
Lidah
B_.O.,.
[ Sumber input di organon gustatory
Nukleus Gustatory
Saraf Vagus
Gambar 6.24. Jejak sara! sistem gustatory (Pinel, 1993)
Saraf afferen pada sistem gustatory meninggalkan rongga mulut yang merupakan bagian dari saraf cranial bagian facial (VII), glossopharyngeal (IX), dan vagus (X). Infonnasi bennula dari bagian depan lidah, ke bagian belakang lidah, akhimya menuju ke bagian belakang rongga mulut. Saraf-saraf tersebut akan berakhir di solitary nucleus di medulla dan bersinapsis dengan neuron yang akan menyampaikan pesan ke ventral posterior nucleus di thalamus (letaknya berbeda dengan bagian penerima impuls dari stimulasi oral yang motorik
120
sifatnya). Axon-axon pada nucleus ventral posterior akan membawa berita ke primary gustatory cortex dan ke secondary gustatory cortex. Sistem gustatory juga akan menuju sistem lymbic. Proyeksi impuls ke hypothalamus diperkirakan memiliki peranan penting dalam mengatur rasa lapar. Satu hallagi yang perlu diingat dalam sistem gustatory, yaitu berbeda dengan sistem sensoris yang lain, sistem gustatory diproyeksikan secara ipsilateral. Kemampuan mengecap seseorang tergantung pada: a.
Faktor Individual, contohnyaseseorangyang sedangsakit,maka kepekaanmengecapnya jadi berkurang. b. Nilai Ambang, nilai ambang ini tergantung dari kebiasaan seseorang. Contohnya seseorang yang sudah biasanya makan makanan yang asam, akan lebih tinggi daripada orang yang tidak terbiasa makan asam. c. Konsentrasi, contohnya seseorang yang makan garam satu mangkok garam, lama kelamaan tidak merasakan asin lagi seperti pertama kali ia memakannya. 3. Kerusakan Otak dan Sensasi Kimia Ketidakmampuan dalam membau disebut anosmia, sedangkan ketidak-mampuan dalam perasa disebut ageusia. Penyebab neurologis yang paling umum adalah benturan pada kepala yang menyebabkan bergesemya otak di dalam tengkorak dan mengoyak saraf-saraf olfactory karena masuk ke dalam lubang-Iubang permiabel di cribriform plate. Lihat gambar 6.25. di bawah ini.
Benturan ke belakang
.~ ~ '"I.
Olfact<;>ry Bulb
Landasan Cribriform
Gambar
6.25. Gambaran Bergesarnya Letak Saraf-saraf Olfactory (Pinel,1993) 121
Kurang lebih 6% pasien yang mengalami benturan kepala, akan mengalami hambatan olfactory. Ageusia sangat jarang terjadi karena dapat melalui beberapa jejak saraf (saraf facial, saraf glossopharyngeal, dan saraf vagus), tetapi ageusia pada sebelah sisi dari 2/3 bagian anterior lidah dapat terjadi bila adakerusakan organ pendengaran pada sisi yang sarna. Hal tersebut terjadi karena chorda tympani, cabang dari saraf cranial facial (VII) yang membawa informasi gustatory dari 2/3 bagian anterior, membawa informasi melalui bagian tengah telinga, sehingga kerusakan pada telinga akan menyebabkan ageusia pad a 2/3 bagian anterior lidah di sisi yang sarna. Ada tendensi bahwa ageusia akan muncul bersama-sama dengan anosmia. Hal ini membuktikan bahwa ada bagian di otak yang memiliki fungsi interaksi antara saraf-saraf olfactory dan saraf-saraf gustatory. namun penelitian lebih lanjut tentang hal ini belum banyak dilakukan karena kasus-kasus anosmia dan ageusia sangat jarang terjadi. F. A TENSI SELEKTIF Psikolog sudah banyak yang membahas tentang fenomena atensi selektif. Mula-mula fenomena tersebut muncul dari perilaku hewan yang mampu untuk memfokuskan pada satu bagian stimulus dari berbagai macam stimulus yang diterima oleh organ sensorisnya pada waktu yang bersamaan. Pada manusia ternyata hal ini pun dapat terjadi, contohnya dalam suatu keramaian kita tidak akan mampu mendengar satu suara saja apabila kita tidak memfokuskan perhatian pada suara tersebut, atau kita tidak dapat merasakan tekanan karet kaos kaki pada kaki kita bila kita tidak memfokuskan perhatian pada bagian tersebut. Atensi selektif pada hewan terutama disebabkan oleh tujuan yang hendak dicapai saat itu, sedangkan pada manusia cenderung disebabkan oleh pemusatan perhatian yang mampu dilakukan seseorang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa atensi selektif berkaitan dengan peningkatan reaktivitas neuron di bagian secondary sensory cortex yang berkaitan dengan stimulus yang datang (bila yang datang stimulus suara, maka yang aktif adalah secondary sensory cortex yang berkaitan dengan pendengaran). Pemusatan perhatian tampaknya tidak akan mempengaruhi aktivitas neuron di primary sensory cortex. Primary sensory cortex akan menerima stimulus sensasi yang sesuai, tetapi pemusatan atensi hanya akan berpengaruh pada secondary sensory cortex.
G. KESIMPULAN:PRINSIP UMUMORGANISASISISTEMSENSORIS Tiap sistem sensoris khusus menerima, mengkodekan, dan mengintepretasikan informasi sensoris yang tertentu. Tetapi secara umum, sistem sensoris memiliki prinsip kerja yang sarna. Prinsip-prinsip umum dari sistem sensoris yang mampu disimpulkan adalah sebagai berikut: 1.
122
Sistem sensoris merupakan sistem yang sifatnya hierarkis. Pada setiap jenis sistem sensoris ada kecenderungan umum bahwa informasi akan mengalir dari sistem yang lebih rendah ke sistem yang lebih kompleks (lebih persepsual daripada sensoris).
2.
Sistem sensoris merupakan sistem yang paralel. Pada mulanya sistem sensoris digambarkan sebagai suatu sistem yang serial (hanya ada satu jalur aliran informasi), tetapiternyatasistemsensoriscenderungbersifatparalel,yaitu bahwainformasi dapat mengalir pada komponen-komponen yang sesuai melalui berbagai jalur. Sebagai contohnya lihat gambar 6.26. MODEL HIERARKIS SERIAL DARI SISTEM SENSORIS
MODEL HIERARKIS PARALEL
DARI SISTEM SENSORIS Korteks Asosiasi
Nukleus Relay di Thalamus
Nukleus Relay di Thalamus
Korteks Sensoris
Korteks
Sensoris Korteks Sensoris uotuk Sistem Tunggal
I
I
I
Sekunder
I
I
I
I
I
I
L
Nukleus Relay di Thalamus
Gambar
3.
4.
5.
Beberapa Nukleus Relaydi Thalamus uotuk Sistem Tunggal
{I
Nukleus Relay di Thalamus
Sekunder
I
Nukleus Relay di Thalamus
Korteks Sensoris Primer
&
I
I
& Nuklells
I
I
Relay di Thalamus
I
6.26. Perbedaan Model Serial dan Model Paralel-Multiple-Hierarkis Organisasi Sistem Sensoris (Pinel, 1993)
dari
Semua sistem sensoris yang eksteroseptif akan diproyeksikan ke neocortex melalui thalamus. Meskipun ada perbedaan yang nyata an tara jejak -jejak saraf ke lima macam sistem sensoris eksteroseptif, tetapi adajejak sarafutama dari thalamus yang menuju ke neocortex. Tiap sistem sensoris umumnya memiliki lebih dari satu pasang jalur yang menuju thalamus (misalnya sinyal-sinyal visual yang disampaikan melalui nucleus pulvinar dan nucleus lateral geniculate). Korteks sensoris umumnya diorganisasikan dalam satu colum ljalurlsaluran). Setiap sistem sensoris eksteroseptifyang neuronnya terletak padajaringan cortical yang sarna (pada satu column) memiliki kecenderungan untuk responsif terhadap input sensoris pada column yang sarna. Permukaan cortex sensoris terbagi-bagi secara sistematis. Cortex terbagi-bagi secara jelas an tara cortex visual (retinotopically), cortex auditory (tonotopically), dan cortex somatosensory (somatotopically). Sedangkan bagian cortex yang berhubungan dengan sistem organisasi gustatory dan olfactory belum diketahui dengan jelas. Keuntungan 123
mengetahui pembagian cortex tersebut adalahuntuk memahami interaksi antara chanels atau column sistem organisasi yang satu dengan yang lain. 6. Terdapat Representasi Multiple pada Setiap Sistem Sensoris di Cortex. Mula-mula diperkirakan bahwa tiap pola daerah di cortex hanya berkaitan dengan satu sistem sensoris tertentu, tetapi pada hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa satu daerah di cortex mempresentasikan lebih dari satu macam sistem sensoris. 7. Reaktivitas dan Kemampuan Seleksi Neuron-neuron di Secondary Sensory Cortex terjadi karena atensi selektif Pada secondary sensory cortex terdapat mekanisme pada tiap sistem sensoris untuk meningkatkan sensitivitas neuron terhadap stimulus tertentu yang difokuskan oleh subjek yang bersangkutan. TES KERJA OTAK (6) 1. Fase sensasi adalah 2. 3. a. b. c. d. e. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
..........
Fase persepsi adalah ...................................................................................................... Sebutkan reseptor-reseptor di: Organ Penglihatan ......................................................................................................... Organ Pendengaran ... ......... Organ Peraba ................................................................................................................. Organ Pembau ............................................................................................................... Organ Perasa ... ......... Apa yang dimaksud dengan diakromatisme ? ............................................................... Apa yangdimaksud dengan presbyacosis? .............. Apa yang dimaksud dengan asterognosia? .................................................................... Apa yang dimaksud dengan anosmia? .......................................................................... Apa yang dimaksud dengan ageusia? ............................................................................ Mengapa sistem sensoris dikatakan sebagai sistem yang sifatnya hierarkis? ............................................................................................................................
10. Pada manusia, dimanakah terjadinya peningkatan aktivitas neuron pada peristiwa atensi selektif? .........................................................................................................................
124