39
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN
A.
Penurunan Struktur Global dan Struktur Makro Pengajaran Guru pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Pengambilan data pertama kali adalah merekam guru yang sedang mengajar materi kelarutan dan hasil kali kelarutan di kelas XI. Materi kelarutan dan hasil kali kelarutan diajarkan dalam satu kelas yang berisi 42 siswa dengan jumlah pertemuan sebanyak empat kali. Data utama yang diperoleh berupa rekaman audio selama kegiatan belajar mengajar di kelas. Selain itu diperoleh juga rekaman video kegiatan belajar mengajar di dalam kelas untuk melihat interaksi yang terjadi di dalam kelas serta sebagai penunjang bagi rekaman audio yang dirasa belum jelas. Berikut ini disajikan penurunan struktur global dan struktur mako pengajaran guru pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. 1. Penghalusan Transkripsi Menjadi Teks Dasar Contoh penghalusan transkripsi menjadi teks dasar dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.1 Contoh Penghalusan Transkripsi Menjadi Teks Dasar Transkripsi
Teks Dasar
Demikian juga jika konsentrasi atau Demikian juga jika konsentrasi jika Cl- nya ditambah ya, kalau ion Cl- nya ditambah, maka reaksi misalkan ditambah ion Cl-, maka akan bergeser kemana? reaksi akan bagaimana? Bergeser ke?
40
Pada contoh penghalusan transkripsi menjadi teks dasar tersebut penghapusan dilakukan pada kata-kata yang diulang dan penyisipan kata dilakukan untuk memperjelas kalimat. Semua hal tersebut dilakukan tanpa mengubah makna dari maksud kalimat aslinya. Teks dasar keseluruhan hasil penghalusan dari transkripsi terdapat pada lampiran 2 yang berisi tindakan pedagogi guru, teks dasar, dan penurunan proposisi. 2. Penurunan Proposisi dari Teks Dasar Contoh penurunan proposisi dari teks dasar dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.2 Contoh Penurunan Proposisi dari Teks Dasar Tindakan Pedagogi Menanyakan proses pelarutan gula dalam air sampai keadaan jenuhnya
Teks Dasar
Proposisi Mikro
3. Kalian dirumah tentu sering melarutkan nutrisari. 4. Kemudian melarutkan gula ke dalam air 5. Apa yang terjadi ketika gula dilarutkan ke dalam segelas air? 6. Gulanya akan melarut 7. Berarti kalau kita perhatikan ketika melarutkan gula satu sendok, gula akan larut tidak? 8. Larut 9. Dua sendok? 10. Larut 11. Tiga sendok? 12. Larut 13. Empat sendok? 14. Larut 15. Lima sendok?
Gula akan melarut ketika dimasukkan ke dalam segelas air
Proposisi Makro-1 Proses pelarutan zat dalam pelarut tertentu
Proposisi Makro-2 Deskripsi kelarutan
41
Tindakan Pedagogi
Menanyakan definisi kelarutan
Menanyakan lambang kelarutan
Teks Dasar 16. Larut 17. Suatu saat gula tersebut tidak dapat larut lagi, keadaan tersebut disebut keadaan apa? 18. Gula tidak bisa larut lagi, mencapai konsentrasi maksimum 19. Larutan yang terbentuk disebut larutan yang bagaimana? 20. Tepat jenuh 21. Nah, kalau demikian apa yang dimaksud dengan kelarutan? 22. Konsentrasi maksimum zat di dalam air saat tercapai keadaan tepat jenuh 23. Itu adalah larutan jenuh 24. Yang ibu maksudkan kelarutan itu apa? 25. Tadi sudah dibahas, ketika melarutkan gula, apa yang dimasukkan? 26. Gula, zat padat 27. Kelarutan adalah jumlah maksimum zat yang dapat larut dalam sejumlah pelarut tertentu, kalau pelarutnya air berarti di dalam air 28. Apa lambang dari kelarutan berdasarkan bahasa Inggrisnya? 29. Solubility 30. Iya Solubility, berarti kelarutan itu lambangnya s
Proposisi Mikro Saat mencapai konsentrasi maksimum gula tidak akan larut lagi dan larutan disebut sebagai tepat jenuh
Proposisi Makro-1 Jumlah zat terlarut yang dapat larut ada batas maksimum nya
Kelarutan adalah jumlah maksimum zat yang dapat larut dalam sejumlah pelarut tertentu
Definisi kelarutan
Lambang kelarutan berdasarkan bahasa Inggrisnya adalah s (solubility)
Lambang kelarutan
Proposisi Makro-2
42
Dari contoh tersebut ditampilkan proposisi mikro yang diturunkan dari teks dasar, proposisi makro-1 diturunkan dari proposisi mikro, proposisi makro-2 diturunkan dari proposisi makro-1 serta tindakan pedagogi guru yang mendukung penurunan proposisi tersebut. Penurunan proposisi dan penetapan tindakan pedagogi selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2 berupa tabel yang berisi tindakan pedagogi guru, teks dasar, dan penurunan proposisi. 3. Struktur Makro dan Struktur Global Pengajaran Guru Struktur global pengajaran guru kimia pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan tersusun pada Gambar 4.1.
Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Deskripsi Kelarutan Proses Pelarutan Definisi Kelarutan Lambang kelarutan Satuan kelarutan Deskripsi Hasil Kali Kelarutan Reaksi kesetimbangan dalam larutan jenuh Tetapan hasil kali kelarutan Langkah menuliskan ungkapan tetapan hasil kali kelarutan Hubungan kelarutan dan tetapan hasil kali kelarutan
ab
cd
43
ab
cd Latihan soal menurunkan ungkapan kelarutan dari Ksp nya
Perhitungan hubungan kelarutan dan tetapan hasil kali kelarutan
Deskripsi Efek Ion Senama terhadap Kelarutan Penjelasan efek dari adanya ion senama terhadap kelarutan dengan menggunakan azas Le Chatelier Perhitungan Efek Ion Senama Terhadap Kelarutan Penentuan kelarutan senyawa ionik yang sukar larut dengan adanya ion senama
Deskripsi Reaksi Pengendapan
Ciri-ciri perubahan kimia Reaksi pengendapan Memprediksi reaksi pengendapan melalui perhitungan
Gambar 4.1 Struktur Global Pengajaran Guru pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan
Pada Gambar 4.1 terlihat struktur global pengajaran guru kimia pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan terdiri dari empat makro utama yaitu deskripsi kelarutan, deskripsi hasil kali kelarutan, deskripsi efek ion senama terhadap kelarutan, dan deskripsi reaksi pengendapan. Tiap makro utama tersebut dapat dijabarkan kembali menjadi struktur makro pengajaran. Struktur makro ini digunakan untuk mempermudah proses
44
pemilihan representasi ilmu kimia pada level makroskopis, mikroskopis, dan simbol.
B. Analisis Pengajaran Guru pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Berdasarkan Intertekstualitas Ilmu Kimia Analisis pengajaran guru berdasarkan intertekstualitas ilmu kimia merupakan analisis terhadap aspek representasi ilmu kimia pada level yang berbeda-beda (makroskopis, mikroskopis, dan simbol), pengalaman seharihari dan interaksi sosial yang muncul selama pengajaran di kelas. Pemilihan representasi ilmu kimia pada level makroskopis, mikroskopis, dan simbol didapat dari teks dasar dan dipermudah dengan adanya struktur makro pengajaran guru tiap makro utama. Pengalaman sehari-hari dan interaksi sosial yang muncul selama pengajaran didapat dari rekaman proses belajar mengajar yang diubah ke dalam transkripsi pengajaran serta dari hasil observasi selama kegiatan belajar mengajar berlangsung di kelas. Berikut ini akan dibahas analisis pengajaran guru pada setiap makro utama berdasarkan intertekstualitas ilmu kimia. 1. Analisis Pengajaran Guru pada Makro Utama I Tentang Deskripsi Kelarutan Pengajaran guru pada makro utama I berdasarkan intertekstualitas ilmu kimia disajikan dalam tabel 4.3 berikut.
45
Tabel 4.3 Struktur Makro dan Intertekstualitas Ilmu Kimia pada Makro Utama I Tentang Deskripsi Kelarutan Makro-2 Deskripsi Kelarutan
Makro-1 Proses pelarutan
Representasi Ilmu Kimia pada Level Makroskopis Mikroskopis Simbol Pelarutan gula
Gula akan melarut ketika dimasukkan ke Keadaan dalam tepatsegelas jenuh air
Suatu saat gula tidak akan larut lagi karena mencapai konsentrasi maksimum Definisi kelarutan Kelarutan
ab
Pengalaman Sehari-hari Proses pelarutan gula ke dalam segelas air
Interaksi Sosial Tanya jawab antar guru dan siswa terjadi pada saat menjelaskan proses pelarutan gula ke dalam segelas air, menanyakan definisi kelarutan, menanyakan lambang kelarutan dan menanyakan satuan dari kelarutan.
46
Makro-2
Makro-1
ab Lambang kelarutan
Representasi Ilmu Kimia pada Level Makroskopis Mikroskopis Simbol Jumlah maksimum zat yang dapat larut dalam sejumlah pelarut tertentu Lambang kelarutan adalah s, berasal dari kata solubility
Satuan kelarutan mol L-1 atau molar
Pengalaman Sehari-hari
Interaksi Sosial
47
Pada
makro
utama
I
yaitu
deskripsi
kelarutan,
sebelum
mendefinisikan kelarutan, guru menjelaskan terlebih dahulu mengenai proses pelarutan gula di dalam segelas air hingga mencapai keadaan jenuh. Setelah menjelaskan proses pelarutan, guru langsung membimbing siswa untuk mendefinisikan kelarutan dan mengetahui lambang dari kelarutan. Adapun mengenai satuan kelarutan, guru menjelaskannya setelah memasuki pembahasan hasil kali kelarutan. Representasi ilmu kimia yang muncul pada makro utama I adalah level makroskopis dan simbol. Level makroskopis muncul ketika guru menjelaskan proses pelarutan gula, namun guru tidak menyajikannya secara langsung lewat praktikum atau demonstrasi karena menganggap contoh yang diberikan (pelarutan gula) sering dilakukan siswa pada kehidupan sehari-hari. Untuk level simbol muncul pada saat guru menanyakan lambang dari kelarutan berdasarkan bahasa inggrisnya dan menanyakan satuan dari kelarutan. Namun, untuk satuan dari kelarutan guru menyebutkannya ketika sudah masuk ke pembahasan hasil kali kelarutan. Pada saat guru menjelaskan mengenai tetapan hasil kali kelarutan, ketika akan menjelaskan bahwa Ksp merupakan hasil kali konsentrasi ion-ion yang dipangkatkan koefisiennya masing-masing, guru baru ingat mengenai satuan dari kelarutan. Aspek pengalaman sehari-hari muncul seiring dengan penjelasan aspek makroskopis yang telah diungkapkan di atas yaitu pada saat proses
48
pelarutan gula. Guru memberikan contoh pelarutan gula yang diawali satu sendok, dua sendok, dan seterusnya hingga suatu saat gula tersebut tidak bisa larut lagi dalam air yang disebut dengan keadaan jenuh. Interaksi sosial yang muncul di dalam kelas terjadi lewat tanya jawab saja karena selama pengajaran pada makro utama I, guru menggunakan teknik bertanya untuk menjelaskan konsep yang dibahas. Interaksi sosial yang dilakukan guru dalam rangka mengecek pemahaman siswa tidak dilakukan pada makro utama ini. Padahal sebaiknya pengecekan pemahaman siswa dilakukan pada saat proses pembelajaran konsep tersebut berlangsung, sehingga jika ada siswa yang belum memahami konsep yang telah dibahas, guru dapat menjelaskan kembali sebelum memasuki konsep berikutnya. Adanya contoh proses pelarutan yang diberikan oleh guru tersebut dapat membantu siswa dalam memahami proses pelarutan suatu zat. Hal itu dapat dilihat dari jawaban siswa pada pokok uji esai yang diberikan yaitu mengenai pelarutan kalsium kromat sedikit-demi sedikit ke dalam air, kemudian siswa diminta untuk menjelaskan apa yang dapat teramati, mengingat kecilnya harga Ksp dari kalsium kromat. Sebanyak 75% siswa bisa menjawab secara makroskopis bagaimana proses pelarutan kalsium kromat dalam air hingga mencapai keadaan jenuhnya. Namun, para siswa tidak bisa memberi makna dari nilai kelarutan suatu zat. Di dalam soal diketahui harga kelarutan Ca(OH)2 sebesar 1,0×10-4 mol L-1, siswa diminta untuk memberi makna dari harga
49
kelarutan Ca(OH)2 tersebut. Hanya 45% siswa yang dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan benar. Hal tersebut menandakan sebagian siswa yang lain belum bisa menerjemahkan atau memahami maksud dari nilai kelarutan suatu zat. 2. Analisis Pengajaran Guru pada Makro Utama II Tentang Deskripsi Hasil Kali Kelarutan
50
Tabel 4.4 Struktur Makro dan Intertekstualitas Ilmu Kimia pada Makro Utama II Tentang Deskripsi Hasil Kali Kelarutan Makro-2
Makro-1
Deskripsi Hasil Kali Kelarutan
Representasi Ilmu Kimia pada Level Makroskopis Mikroskopis Simbol
Reaksi kesetimbangan dalam larutan jenuh
Kesetimbangan AgCl dalam larutannya Penulisan reaksi kesetimbangannya
AgCl dilarutkan ke dalam air
Ag2CrO4 dilarutkan ke dalam air
abc
AgCl terurai menjadi Ag+ ditambah Cl-, selanjutnya Ag+ ditambah Cl- tersebut akan kembali membentuk AgCl
AgCl(s) + Cl-(aq)
Ag+(aq)
Kesetimbangan Ag2CrO4 dalam larutannya
Ag2CrO4(s) 2Ag+ 2(aq)+ CrO4 (aq)
Pengalaman Sehari-hari
Interaksi Sosial Tanya jawab antara guru dan siswa terjadi pada saat menjelaskan deskripsi hasil kali kelarutan. Ketika siswa mengerjakan latihan soal untuk menuliskan Ksp dari beberapa garam, guru melihat pekerjaan siswa sambil keliling bangku serta sambil terjalin tanya jawab. Dalam proses pembelajarannya guru pun melakukan pengecekkan terhadap pemahaman siswa
51
Makro-2
Makro-1
Representasi Ilmu Kimia pada Level Makroskopis Mikroskopis Simbol
ab c Tetapan hasil kali kelarutan
Langkah menuliskan ungkapan tetapan hasil kali kelarutan
Tetapan kesetimbangan yang berlaku untuk larutan elektrolit yang sukar larut Merupakan hasil kali konsentrasi dalam satuan molar dilambangkan denganKsp Persamaan reaksi kesetimbangannya AgCl(s) Cl-(aq) Ag2CrO4(s)
Ag+(aq) +
2Ag+(aq) + CrO42(aq) PbSO4(s) SO42-(aq)
a
de
Pb2+(aq)+
PbCl2(s) Pb2+(aq)+ 2Cl-(aq) Ag3PO4(s) 3Ag+ 3 (aq)+ PO4 (aq) Al2(CO3)3(s) 2Al3+ 2(aq)+3CO3 (aq)
Pengalaman Sehari-hari
Interaksi Sosial
52
Makro-2 a
Makro-1
Representasi Ilmu Kimia pada Level Makroskopis Mikroskopis Simbol
de Penyetaraan reaksi ionisasi Penggunaan koefisien sebagai pangkat konsentrasi pada ungkapan Ksp
Ksp AgCl = [Ag+] [Cl-] Ksp Ag2CrO4 = [Ag+]2 [CrO42-] Ksp PbSO4=[Pb2+] [SO42-] Ksp PbCl2 = [Pb2+] [Cl-]2 Ksp Ag3PO4 = [Ag+]3 [PO43-] Ksp Al2(CO3)3 = [Al3+]2 [CO32-]3
a
Pengalaman Sehari-hari
Interaksi Sosial
53
Makro-2
Makro-1
Representasi Ilmu Kimia pada Level Makroskopis Mikroskopis Simbol
Pengalaman Sehari-hari
a Hubungan kelarutan dan tetapan hasil kali kelarutan
Reaksi ionisasi Ag2CrO4 Ag2CrO4(s) 2Ag+ 2+ CrO4 Jika kelarutan Ag2CrO4 s mol per liter, konsentrasi ion-ion dalam larutan dari kelarutannya yaitu: Ag2CrO4(s)
2Ag++CrO42-
s
2s
s
Hubungan kelarutan dengan tetapan hasil kali kelarutan KspAg2CrO4 =[Ag+]2 [CrO42-] = (2s)2 (s) = (4s2) (s) = 4s3 s = 3
fg
1 Ksp 4
Interaksi Sosial
54
Makro-2
Makro-1
Representasi Ilmu Kimia pada Level Makroskopis Mikroskopis Simbol
fg Latihan soal hubungan kelarutan dan tetapan hasil kali kelarutan 3
KspAg2CrO4 = 4s
s =
3
1 Ksp 4
Perhitungan hubungan kelarutan dan tetapan hasil kali kelarutan - Penentuan Ksp dari kelarutan atau sebaliknya. - Penentuan kelarutan Ag2CrO4 pada suhu tertentu dari Ksp nya serta penentuan konsentrasi Ag+ dalam keadaan jenuh - Penentuan Ksp dari massa zat terlarut dalam larutan jenuhnya
Pengalaman Sehari-hari
Interaksi Sosial
55
Pada makro utama II, representasi ilmu kimia muncul pada level ketiga-tiganya yaitu makroskopis, mikroskopis, dan simbol. Pada pembelajaran makro utama II, pertama-tama guru menjelaskan tentang reaksi kesetimbangan dalam larutan jenuh. Contoh kesetimbangan yang dibahas adalah AgCl yang dilarutkan ke dalam air. Guru menerangkan bagaimana kesetimbangan yang terjadi di dalam larutannya, ion-ion apa saja yang terdapat di dalam larutannya dan penjelasan guru dipermudah dengan menuliskan reaksinya. Dari uraian tersebut, maka dapat dianalisis bahwa ketika guru menyebutkan AgCl yang dilarutkan ke dalam air dapat dikatakan sebagai level makroskopis karena dapat dilihat. Penjelasan guru mengenai bagaimana proses kesetimbangan yang terjadi di dalam larutan dapat dikatakan sebagai level mikroskopis, dan penjelasan guru tersebut didukung oleh penulisan reaksi kesetimbangannya yang berupa simbolsimbol. Namun, pada saat penjelasan secara mikroskopisnya, guru tidak menggunakan alat bantu atau media untuk memvisualisasikannya sehingga mempermudah pemahaman siswa. Tanpa media mungkin para siswa hanya membayangkannya saja. Sebagaimana yang dikemukakan Gabel dalam Chittleborough, D. F. Treagust, M. Mocerino (2002), ilmu kimia merupakan ilmu yang abstrak dan mata pelajaran yang sulit untuk dipelajari. Para guru sebaiknya membuat alat bantu misalnya media animasi untuk membantu dalam menyampaikan aspek mikroskopis. Dengan adanya alat bantu tersebut diharapkan dapat mengkonkritkan proses kesetimbangan pada tingkat molekuler yang terjadi dalam larutan
56
tersebut. Dari hasil pokok uji esai hanya sebanyak 7,5% yang bisa menjawab ketika ditanyakan tentang bagaimana proses kesetimbangan yang terjadi dalam larutan jenuh CaCrO4. Pada umumnya siswa hanya bisa menuliskan reaksi kesetimbangannya saja tanpa bisa menjelaskan proses kesetimbangan yang terjadi dalam larutan jenuh CaCrO4. Pada saat menjelaskan langkah-langkah cara menuliskan ungkapan tetapan hasil kali kelarutan, guru menjelaskannya melalui simbol yaitu menuliskan reaksi ionisasinya, penyetaraan reaksi ionisasinya, dan penggunaan koefisien sebagai pangkat konsentrasi pada ungkapan Ksp. Ketika membahas hubungan kelarutan dan tetapan hasil kali kelarutan, guru menguraikan bagaimana cara penurunan rumusan kelarutan dari Ksp nya dan siswa diberi latihan soal mengenai hal tersebut. Selanjutnya guru memberikan soal hitungan mengenai hubungan kelarutan dan tetapan hasil kali kelarutan. Pengajaran pada konsep ini lebih bersifat informatif, karena guru langsung mendeskripsikannya secara abstrak lewat simbol-simbol saja, sehingga pada proses pembelajarannya banyak siswa yang diam ketika guru bertanya dan banyak siswa yang meminta guru untuk mengulang kembali mengenai materi yang telah dibahas tersebut. Pada level simbol para siswa bisa memahami materi yang telah disampaikan oleh guru tersebut. Dari hasil soal yang diberikan kepada siswa mengenai penulisan tetapan hasil kali kelarutan serta perhitungan harga Ksp dari harga kelarutan yang diketahui, banyak siswa yang bisa menjawab yaitu sebanyak 87,5% dan begitu pun ketika ditanya harga
57
kelarutan dari harga Ksp nya, sebanyak 72,5% siswa bisa menjawabnya. Padahal dari soal sebelumnya yang diungkapkan pada pembahasan makro utama I, hanya sebagian kecil dari siswa yang bisa memberi makna dari harga kelarutan yang diketahui. Berarti hal tersebut dapat memperkuat dugaan selama ini bahwa siswa secara simbol bisa mengungkapkannya tetapi tidak bisa memahami makna dari simbol tersebut. Pada awal pembelajaran materi kelarutan dan hasil kali kelarutan ini tidak dilibatkan aspek pengalaman sehari-hari, padahal untuk membuat representasi ilmu kimia itu lebih mudah dipahami siswa, perlu dikaitkan dengan pengalaman sehari-hari (Wu, J. S. Krajcik, E. Soloway, 2000). Hasil studi Osborne dan Freyberg (1985) dalam Wu (2002) menyatakan bahwa hubungan intertekstual dapat dibuat diantara pengalaman hidup para siswa dan aspek makroskopis dari ilmu kimia. Dalam hal ini, pengalaman hidup menunjukkan aktifitas siswa di luar sekolah. Hasil studi tersebut mengindikasikan bahwa mengisolir/menutup pembelajaran sains (termasuk kimia) dari kehidupan nyata para siswa dapat membuat para siswa mengembangkan dua sistem pengetahuan yaitu hal pertama digunakan untuk menyelesaikan masalah sains di sekolah sedangkan yang lainnya digunakan untuk kehidupan sehari-hari mereka. Dengan demikian pada makro ini, proses pembelajaran kimia tidak sesuai yang diharapkan intertekstualitas ilmu kimia. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa selama ini pelajaran kimia terisolasi dari kehidupan sehari-hari siswa.
58
Interaksi sosial yang muncul pada makro utama II yaitu melalui tanya jawab ketika guru menerangkan materi dan mendatangi bangku siswa ketika siswa menyelesaikan soal latihan sehingga terjadi tanya jawab. Interaksi sosial dalam rangka mengecek pemahaman siswa sudah dilakukan cukup optimal pada makro II ini, karena pada penyampaian materinya guru secara berulang-ulang menanyakan kepada para siswa apakah sudah memahami materi yang telah disampaikan atau belum serta adanya respon dari siswa dengan meminta guru untuk mengulang penjelasan dari materi yang belum dipahami. 3.
Analisis Pengajaran Guru pada Makro Utama III Tentang Efek Ion Senama Terhadap Kelarutan
59
Tabel 4.5 Struktur Makro dan Intertekstualitas Ilmu Kimia pada Makro Utama III Tentang Deskripsi Efek Ion Senama Terhadap Kelarutan Makro-2 Makro-1 Representasi Ilmu Kimia pada Level Pengalaman Interaksi Sosial Deskripsi efek Sehari-hari Makroskopis Mikroskopis Simbol ion senama terhadap kelarutan
Analogi efek dari ion senama
Penjelasan efek dari adanya ion senama (kation atau anionnya) terhadap kelarutan dengan menggunakan azas Le Chatelier Reaksi ionisasi AgCl
a
bc
Berdasarkan azas Le Chatelier AgCl akan
Persamaan reaksi kesetimbangan nya
Menganalogikan efek ion senama dengan sebuah kelas yang kebanyakan berisi siswa perempuan kemudian datang siswa baru seorang perempuan yang pintar dan cantik maka siswa perempuan tidak akan membaur. Beda halnya dengan kelas yang di dalamnya berisi laki-laki semua kemudian datang siswa baru seorang perempuan yang pintar dan cantik, maka siswa lakilaki akan membaur
Tanya jawab antara guru dan siswa terjadi pada saat menjelaskan efek ion senama. Ketika proses pengerjaan latihan soal guru melihat pekerjaan siswa sambil keliling bangku serta terjalin tanya jawab Dalam proses pembelajarannya guru pun melakukan pengecekkan terhadap pemahaman siswa
60
Makro-2
Makro-1
a
bc
Representasi Ilmu Kimia pada Level Makroskopis Mikroskopis Simbol terurai menjadi ion Ag+ ditambah ion Cl-, maka ion Ag+ ditambah ion Cl- juga akan membentuk kembali AgCl sehingga reaksinya berkesetimbangan Jika ke dalam AgCl ditambah Ag+ Akan memperkecil harga kelarutan dengan ditandai adanya endapan AgCl Jika ke dalam AgCl ditambah Cl-
a
Akan memperkecil harga kelarutan dengan ditandai adanya endapan AgCl
AgCl(s) + Cl-(aq)
Ag+(aq)
Ag+, Cl-, AgCl Reaksi akan bergeser ke kiri, ke arah pembentukan AgCl
Reaksi akan bergeser ke kiri, ke arah pembentukan AgCl Apabila suatu zat pereaksi
Pengalaman Sehari-hari
Interaksi Sosial
61
Makro-2
Makro-1
Representasi Ilmu Kimia pada Level Makroskopis Mikroskopis Simbol ditambahkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah hasil reaksi. Apabila hasil reaksi ditambahkan, maka kesetimbangan akan bergeser kearah pereaksi
a
Perhitungan efek ion senama terhadap kelarutan Ag2CrO4 dilarutkan dalam AgNO3 0,1 M
Ag2CrO4 mengalami ionisasi menjadi 2Ag+ + CrO42 AgNO3 mengalami ionisasi menjadi Ag+ + NO3-
defg hi j
k
Pengalaman Sehari-hari
Interaksi Sosial
62
Makro-2
Makro-1 defg hi j
Representasi Ilmu Kimia pada Level Makroskopis Mikroskopis Simbol Dengan penambahan k + Ag hasil ionisasi dari AgNO3 akan mempengaruhi kelarutan Ag2CrO4
AgNO3 0,1 M berarti konsentrasi Ag+ nya menjadi 0,1 M
KspAg2CrO4=[Ag+]2[CrO42-]
2,4 × 10-12 = (0,1)2 (s) 2,4 × 10-12 = 0,01 . s
Kelarutan Ag2CrO4 dalam AgNO3 0,1 M lebih kecil daripada kelarutannya dalam air Dengan penambahan ion senama kelarutannya akan semakin kecil karena Ag2CrO4 menjadi semakin sukar larut
def ghi
s = 2,4 × 10-10 M
Pengalaman Sehari-hari
Interaksi Sosial
63
Makro-2
Makro-1
Representasi Ilmu Kimia pada Level Makroskopis Mikroskopis Simbol
de fghi Ag2CrO4 dilarutkan ke dalam AgNO3 0,2 M
Ag2CrO4, AgNO3 0,2 M Pada larutan Ag2CrO4, reaksi kesetimbangannya terjadi antara 2Ag+ + CrO42Ag2CrO4 CrO42-
2Ag+ +
AgNO3 terurai menjadi Ag+ + NO3AgNO3 NO3-
Ag+ +
Terhadap kelarutan Ag2CrO4 ion yang senamanya adalah Ag+
def gh
l
Pengalaman Sehari-hari
Interaksi Sosial
64
Makro-2
Makro-1 defgh
Representasi Ilmu Kimia pada Level Makroskopis Mikroskopis Simbol l
Kelarutan Ag2CrO4 di dalam AgNO3 0,2 M lebih kecil daripada kelarutan di dalam air Ag2CrO4 dilarutkan dalam K2CrO4 0,1 molar
Kelarutan Ag2CrO4 di dalam K2CrO4 0,1 M lebih kecil daripada kelarutan di dalam air
defg
Karena harga kelarutan dari Ksp 2,4 × 10-12 itu adalah sedikit dibandingkan dengan 0,2 maka dianggap tiada sehingga konsentrasi Ag+ nya sebesar 0,2 molar
Ksp Ag2CrO4 = (0,2)2 . s Kelarutan Ag2CrO4 di dalam AgNO3 0,2 M adalah 6 × 10-11 M
Kelarutan Ag2CrO4 di dalam K2CrO4 0,1 molar hasilnya adalah 2,45 × 10-6 molar Ksp Ag2CrO4= [Ag+]2 [CrO42-] Konsentrasi Ag+ yaitu (2s)
Pengalaman Sehari-hari
Interaksi Sosial
65
Makro-2
Makro-1
Representasi Ilmu Kimia pada Level Makroskopis Mikroskopis Simbol
defg
Penentuan kelarutan AgCl dalam NaCl 0,1 M Reaksi ionisasi NaCl: NaCl Na+ + ClKelarutan AgCl dalam NaCl 0,1 Molar: Ksp AgCl = [Ag+] [Cl-] 1 × 10 -10 = s . 0,1 s=
10 10 10 1
= 10-9 M
Kelarutan Mg(OH)2 dalam larutan pH 12 < kelarutan dalam aquades (pH 7)
d
Perhitungan kelarutan Mg(OH)2 dalam: a. aquades b. larutan dengan
pH 12
Perhitungan kelarutan PbCl2 dalam larutan HCl 0,1 M
Pengalaman Sehari-hari
Interaksi Sosial
66
Makro-2
Makro-1
Representasi Ilmu Kimia pada Level Makroskopis Mikroskopis Simbol
d Perhitungan kelarutan (dalam satuan massa/100 mL larutan) dalam larutan CaCl2 0,1 M
Pengalaman Sehari-hari
Interaksi Sosial
67
Makro utama III ini menjelaskan efek ion senama terhadap kelarutan suatu garam. Dalam menjelaskan efek dari ion senama, pertamatama guru memberikan suatu analogi. Analogi pertama yang diberikan oleh guru berkaitan dengan efek ion senama yaitu mengenai sebuah kelas yang berisi siswa laki-laki semua kemudian datang siswa baru seorang perempuan yang cantik dan pintar maka siswa laki-lakinya akan membaur dan langsung dekat. Analogi yang kedua sebuah kelas yang kebanyakan berisi siswa perempuan kemudian datang seorang siswa baru perempuan yang cantik dan pintar, maka siswa perempuan akan sukar membaur karena persaingan. Namun, ketika memberikan analogi guru tidak menjelaskan maksud dari analogi tersebut yaitu yang mana yang berfungsi sebagai ion senamanya dan yang mana yang tidak ada pengaruh ion senamanya.
Padahal
dari
analogi
tersebut,
guru
bermaksud
menganalogikan bahwa pada kelas yang kebanyakan siswa perempuan kemudian datang siswa baru perempuan maka akan sukar membaur karena sama-sama perempuan (analogi adanya ion senama), apalagi siswa perempuan yang baru tersebut lebih pintar dan cantik, maka akan bersaing sehingga sukar membaur. Beda halnya dengan kelas yang di dalamnya siswa laki-laki semua, kemudian datang siswa baru seorang perempuan, maka siswa laki-laki akan membaur (analogi tidak adanya ion senama). Namun, analogi tersebut tidak tepat digunakan terhadap konsep yang dibahas, karena fenomena penganalogian yang terjadi di kelas dengan adanya siswa baru tersebut tidak dapat menjelaskan secara keseluruhan
68
mengenai fenomena efek ion senama terhadap kelarutan, salah satunya seperti proses pergeseran kesetimbangnnya. Setelah memberikan analogi tersebut, guru langsung memberikan contoh bagaimana efek dari ion senama terhadap kelarutan dengan menggunakan azas Le Chatelier. Contoh yang dibahas adalah kelarutan AgCl yang diberi ion senama, masing-masing berupa kation dan anionnya yaitu Ag+ dan Cl-. Penjelasan dari efek ion senama dengan menggunakan azas Le Chatelier tersebut melibatkan ketiga level dari representasi ilmu kimia. Pada saat penambahan ion senama dan terbentuknya endapan atau tidak terbentuknya endapan merupakan hal yang dapat diamati sehingga dimasukkan pada level makroskopis, sedangkan pada proses keadaan kesetimbangannya dijelaskan secara mikroskopis. Cara lain yang dikemukakan guru untuk menggambarkan proses kesetimbangan tersebut yaitu dengan menggunakan persamaan reaksi kimia atau disebut level simbol. Namun, yang masih dirasa kurang yaitu pada saat menjelaskan proses terbentuknya endapan akibat adanya ion senama tersebut tidak dilakukan melalui praktikum atau demonstrasi sehingga peristiwa terbentuknya endapan akibat adanya ion senama hanya bersifat informatif semata sebab para siswa tidak langsung mengamati proses tersebut, sehingga dikhawatirkan siswa tidak akan mampu mengembangkannya secara level mikroskopis. Hoffman dan Laszlo (1991) dalam Wu (2002) mengatakan bahwa representasi mikroskopis yang sekarang digunakan
69
dalam ilmu kimia dikembangkan berdasarkan fenomena dan pengalaman panca indera pada level makroskopis. Seperti halnya pada penjelasan efek ion senama melalui azas Le Chatelier, penjelasan efek ion senama melalui perhitungan pun melibatkan ketiga level representasi dalam ilmu kimia. Namun pada penjelasan efek ion senama melalui perhitungan lebih didominasi oleh simbol-simbol. Pada makro III ini tidak muncul aspek pengalaman sehari-hari secara langsung berkenaan dengan materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Pengalaman sehari-hari yang muncul hanya pada saat penganalogian efek dari ion senama sperti yang telah dijelaskan di awal pembahasan makro utama III ini. Tanya jawab yang dilakukan guru dalam menjelaskan materi serta terjalinnya tanya jawab ketika guru mendatangi bangku siswa yang sedang mengerjakan soal latihan merupakan upaya guru untuk membangun interaksi sosial. Rex (1999) dalam Wu (2002) mengungkapkan bahwa meninjau proses belajar dan interaksi sosial di dalam kelas merupakan sebuah cara untuk memahami sebuah kelas sebagai sebuah komunitas. Pengecekan pemahaman ketika penyampaian materi telah dilakukan oleh guru. Pada penjelasan secara mikroskopis mengenai efek ion senama, guru tidak menjelaskan adanya konsentrasi salah satu ion yang diabaikan ketika dalam perhitungan. Sebaiknya guru menjelaskan secara mikroskopis dari persamaan reaksinya mengapa salah satu konsentrasi dari ion senama
70
tersebut harganya kecil sehingga dalam perhitungan diabaikan. Dengan tidak adanya penjelasan tersebut, maka ketika siswa diberikan soal perhitungan mengenai kelarutan AgCl dalam larutan NaCl 0,1 M, semua jawaban siswa tidak ada yang mengungkapkan mengapa konsentrasi Cldari AgCl diabaikan. Namun, secara perhitungan sebanyak 82,5% siswa bisa menjawabnya, tetapi siswa langsung memasukkan konsentrasi Cl- dari NaCl sebesar 0,1 M pada persamaan Ksp AgCl tanpa ada penjelasan mengapa konsentrasi Cl- dari AgCl diabaikan. Meskipun pada pembelajaran makro utama ini melibatkan ketiga representasi dalam ilmu kimia, namun tidak adanya alat bantu berupa media, praktikum atau demonstrasi dapat mengakibatkan pemahaman siswa kurang. Secara mikroskopis siswa tidak bisa menjelaskan adanya efek ion senama tersebut, hal itu diperkuat ketika siswa diberi pertanyaan mengenai alasan mengapa harga kelarutan AgCl dalam air tidak sama dengan
harga
kelarutan
AgCl
dalam
NaCl.
Padahal
dalam
pembelajarannya guru telah menjelaskan adanya efek ion senama terhadap kelarutan dengan menggunakan azas Le Chatelier. Dari pertanyaan tersebut hanya 30% siswa yang bisa menjawabnya. Soal berikutnya diberikan kepada siswa untuk menggali level makroskopisnya yaitu dengan pertanyaan mengenai apa yang akan teramati jika pada larutan AgCl dalam keadaan jenuhnya ditambahkan larutan NaCl 0,1 M. Sebanyak 15% dari siswa yang bisa menjawabnya, yaitu bahwa secara
71
makroskopis dengan adanya penambahan NaCl 0,1 M terhadap larutan jenuh AgCl akan berpengaruh dengan bertambahnya endapan.
4. Analisis Pengajaran Guru pada Makro Utama IV Tentang Deskripsi Reaksi Pengendapan
72
Tabel 4.6 Struktur Makro dan Intertekstualitas Ilmu Kimia pada Makro Utama IV Tentang Deskripsi Reaksi Pengendapan Makro-2
Deskripsi Reaksi Pengendapan
Makro-1
Representasi Ilmu Kimia pada Level Makroskopis Mikroskopis Simbol
Proses pengapuran dinding
Ciri-ciri perubahan kimia Perubahan suhu
Terjadinya endapan Terbentuknya gas Perubahan warna
ab
Pengalaman Sehari-hari
Mg, HCl, MgCl2, H2
Interaksi Sosial Tanya jawab antara guru dan siswa terjadi pada saat menjelaskan reaksi pengendapan. Ketika proses pengerjaan latihan soal guru melihat pekerjaan siswa sambil keliling bangku serta terjalin tanya jawab. Dalam proses pembelajarannya guru pun melakukan pengecekkan terhadap pemahaman siswa
73
Makro-2
Makro-1
Representasi Ilmu Kimia pada Level Makroskopis Mikroskopis Simbol
ab Reaksi Pengendapan AgNO3, NaCl
AgNO3 dan NaCl larut dengan baik di dalam air
AgNO3(aq) + NaCl(aq) NaNO3(aq) + AgCl(s)
Pencampuran AgNO3 dan NaCl
a
c
AgCl akan mengendap, sedangkan NaNO3 akan larut di dalam air AgCl bisa mengendap, tidak mengendap (masih terlarut) atau tepat jenuh
Ksp AgCl = [Ag+] [Cl-]
Gambar proses pencampuran AgNO3 dan NaCl
Jika: Qip [Ag+] [Cl-] < Ksp maka larutan belum menghasilkan endapan (masih terlarut) Qip [Ag+] [Cl-] = Ksp maka larutan tepat jenuh. Qip [Ag+] [Cl-] > Ksp maka akan menghasilkan endapan.
Pengalaman Sehari-hari
Interaksi Sosial
74
Makro-2 a
Makro-1
Representasi Ilmu Kimia pada Level Makroskopis Mikroskopis Simbol
c Na2CrO4 warnanya kuning , AgNO3 warnanya bening, endapannya menjadi merah Reaksi terbentuknya endapan Ag2CrO4 Memprediksi reaksi pengendapan melalui perhitungan
AgNO3(aq)+Na2CrO4(aq) Ag2CrO4(s)+NaNO3(aq)
Prediksi terbentuk tidaknya endapan Ag2CrO4 dari 25 mL larutan AgNO3 10-3 M dengan 75 mL larutan Na2CrO4 10-3 M
de fgh i j
Pengalaman Sehari-hari
Interaksi Sosial
75
Makro-2
Makro-1
d e fg h i j
Representasi Ilmu Kimia pada Level Makroskopis Mikroskopis Simbol Penentuan konsentrasi AgNO3 dalam campuran setelah bereaksi Penentuan [Ag+] dari larutan AgNO3
Penentuan konsentrasi Na2CrO4 dalam campuran setelah bereaksi
Penentuan [CrO42-] dari larutan Na2CrO4
def
Pengalaman Sehari-hari
Interaksi Sosial
76
Makro-2
Makro-1
Representasi Ilmu Kimia pada Level Makroskopis Mikroskopis Simbol
def
Perhitungan [Ag+] [CrO42-] Membandingkan [Ag+] [CrO42-] dengan Ksp Ag2CrO4 Perhitungan konsentrasi dalam keadaan campuran harus dibagi volume total dari campurannya
Pengalaman Sehari-hari
Interaksi Sosial
77
Setelah selesai membahas makro utama III, guru melanjutkan pembahasannya
pada
makro
utama
IV
yaitu
mengenai
reaksi
pengendapan. Sebelum menjelaskan reaksi pengendapan, guru terlebih dahulu mengingatkan kembali tentang ciri-ciri reaksi kimia, karena salah satu dari ciri reaksi kimia adalah terjadinya endapan. Dengan menjelaskan tentang ciri reaksi kimia tersebut, guru bermaksud mengarahkan pada siswa bahwa reaksi pengendapan yang akan dibahas termasuk salah satu ciri terjadinya reaksi kimia. Ciri-ciri perubahan kimia dimasukkan pada level makroskopis karena ciri-ciri perubahan kimia yang dibahas oleh guru yaitu perubahan suhu, terjadinya endapan, terbentuknya gas, dan terjadi perubahan warna merupakan hal-hal yang dapat diindera. Setelah menjelaskan ciri-ciri perubahan kimia, guru langsung menjelaskan mengenai reaksi pengendapan dengan memberikan contoh AgNO3 dan NaCl yang dilarutkan dalam air. Ketika AgNO3 dan NaCl dilarutkan merupakan suatu hal yang dapat terlihat sehingga dimasukkan pada level makroskopis, begitu pun dengan hasil reaksinya yang menghasilkan NaNO3 yang larut dan endapan AgCl, merupakan hal yang dapat diindera. Selain itu yang temasuk pada level makroskopis pada makro utama IV adalah pada saat guru menjelaskan terbentuknya endapan Ag2CrO4 dari pencampuran larutan Na2CrO4 dengan larutan AgNO3. Level mikroskopisnya muncul pada saat guru menjelaskan proses pencampuran AgNO3 dan NaCl lewat gambar yang berada di buku pegangan. Pada gambar tersebut dijelaskan proses pencampuran larutan
78
AgNO3 dan NaCl sehingga terbentuk endapan AgCl yang secara mikroskopis diperlihatkan sebagai berikut.
Gambar 4.2 Reaksi Pencampuran AgNO3 dengan NaCl Level simbol yang muncul pada makro ini merupakan hasil terjemahan dari level mikroskopis. Ketika guru menjelaskan reaksi pengendapan yang terjadi, guru menggunakan persamaan reaksi dengan simbol. Selain itu, level simbol muncul pada saat perumusan suatu larutan belum terbentuk endapan, tepat jenuh, dan terbentuk endapan yaitu dengan cara membandingkan hasil kali konsentrasi ion-ion dengan harga Ksp nya. Level simbol juga muncul pada saat memprediksi reaksi pengendapan lewat perhitungan. Ketika sedang mengerjakan latihan soal, saat guru berkeliling ada salah seorang siswa yang bertanya mengenai terbentuknya stalaktit dan stalakmit dan guru pun menjawab perbedaan antara stalaktit dan stalakmit tersebut. Namun sangat disayangkan pembahasan mengenai stalaktit dan stalakmit tersebut hanya berlangsung antara beberapa siswa, sehingga sebagian besar siswa yang lainnya tidak mendengarkan. Padahal untuk membuat representasi ilmu kimia agar lebih dipahami oleh siswa, perlu pengaitan dengan pengalaman sehari-hari siswa (Wu, J. S. Krajcik, E.
79
Soloway, 2000). Dengan demikian pada makro ini tidak muncul pengalaman sehari-hari yang berkaitan dengan materi yang sedang dibahas secara langsung. Interaksi sosial yang diciptakan oleh guru untuk membantu siswa dalam mengkonstruk pemahamannya adalah lewat tanya jawab pada saat guru menyampaikan materi dan pada saat mengerjakan latihan soal. Saat mengerjakan latihan soal guru mendatangi bangku siswa sehingga terjalin tanya jawab ketika ada soal yang belum dipahami. Dari hasil analisis pembelajaran pada makro utama IV, dapat dikatakan pada makro ini belum melibatkan intertekstualitas ilmu kimia secara optimal, sehingga dampaknya ketika diberikan soal, hanya sebagian siswa yang bisa menjawab ketika diberikan soal perhitungan mengenai reaksi pengendapan. Hanya 17,5% siswa yang bisa menjawab, padahal guru telah menjelaskan mengenai reaksi pengendapan tersebut. Keadaan tersebut dapat didukung juga oleh tidak adanya alat bantu berupa media atau praktikum, sehingga menyebabkan para siswa kurang dalam memahami materi yang disampaikan. Secara makroskopis mengenai reaksi pengendapan, siswa secara keseluruhan tidak bisa menjawab bagaimana cara mengidentifikasi larutan belum jenuh, jenuh dan lewat jenuh. Pada pembelajaran materi kelarutan dan hasil kali kelarutan yang telah disampaikan oleh guru, sebenarnya masih ada yang belum terbahas, yaitu mengenai pengaruh pH terhadap kelarutan suatu garam, sehingga
80
ketika para siswa diberikan soal mengenai pengaruh pH terhadap kelarutan suatu garam tidak ada yang bisa menjawabnya. Setelah menganalisis pengajaran guru pada makro utama I sampai IV diperoleh bahwa pembelajaran pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan pada umumnya belum melibatkan intertekstualitas ilmu kimia, padahal dari hasil wawancara terhadap guru yang mengajarkan materi tersebut diperoleh data bahwa guru tersebut telah mengetahui adanya level
makroskopis,
mikroskopis,
dan
simbol
serta
pentingnya
mempertautkan pengalaman sehari-hari dalam proses pembelajaran di kelas dan perlunya interaksi sosial untuk
membangun pemahaman
tersebut. Tetapi guru tidak melaksanakannya dalam pembelajaran materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Ketika dikonfirmasi mengapa guru tersebut tidak memberikan aplikasi mengenai materi kelarutan dan hasil kali kelarutan, guru tersebut mengatakan bahwa materi kelarutan dan hasil kali kelarutan merupakan lanjutan dari kesetimbangan dalam larutan, yang sebagian materi tersebut sudah disampaikan yaitu larutan penyangga dan hidrolisis sehingga guru beranggapan siswa sudah tahu dan guru juga lebih menekankan pada siswa untuk aktif mencari tahu sendiri. Dan mengenai alat bantu media berupa animasi dan praktikum atau demonstrasi tidak dilakukan karena keterbatasan sarana. Sebenarnya mengenai alat bantu media, selain menggunakan animasi bisa juga menggunakan gambar atau pemodelan.
81
C. Rekomendasi Pengajaran Guru pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Berdasarkan Intertekstualitas Ilmu Kimia Menurut Gabel dalam Chittleborough, D. F. Treagust, M. Mocerino (2002), ilmu kimia merupakan ilmu yang abstrak dan mata pelajaran yang sulit untuk dipelajari. Untuk itu para guru harus membuat alat pembelajaran nyata dan visual seperti diagram gambar, mendeskripsikannya secara lisan, representasi secara simbol dan model untuk membantu menyampaikan persamaan dari istilah dan konsep. Akan tetapi itu saja belum cukup karena ketika siswa membangun pemahamannya mengenai konsep-konsep kimia, mereka mungkin mengkoordinasikan representasi yang berbeda-beda dalam pengalaman sehari-hari. Maka menurut intertekstualitas ilmu kimia perlu adanya pengajaran dengan cara mempertautkan antara representasi ilmu kimia, pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, dan interaksi sosial yang dibangun untuk mengembangkan pemahaman siswa. Sebelum mengajar, sebaiknya seorang guru merencanakan strategi pengajaran yang akan dilakukannya. Ketika guru ingin menggunakan intertekstualitas ilmu kimia dalam pengajarannya, maka langkah pertama yang harus dilakukan oleh guru adalah mengkaji materi ilmu kimia yang akan diajarkannya dengan mengklasifikasikannya dalam level makroskopis, mikroskopis, dan simbol. Selain itu, dalam penyampaian materi hendaknya guru mampu mengaitkan konsep baru yang akan diajarkan dengan pengetahuan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu perlu dilakukan agar materi yang disampaikan lebih bermakna dan dapat menjadi pemahaman yang
82
utuh bagi siswa. Guru hendaknya merencanakan metode yang akan digunakan, alat bantu atau media yang harus disiapkan dan bagaimana interaksi yang akan dibangun
agar
guru
dapat
membantu
siswa
dalam
mengkonstruk
pemahamannya. Sebelum memasuki pembahasan materi kelarutan dan hasil kali kelarutan, siswa sebaiknya diberitahu terlebih dahulu mengenai beberapa aplikasi dari kelarutan dan hasil kali kelarutan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya pengetahuan mengenai aplikasi dari materi yang akan diajarkan diharapkan dapat memotivasi siswa dalam mendalami materi dan menunjukkan bahwa kimia dekat dengan kehidupan sehari-hari. Untuk menjelaskan fenomena dari aplikasi tersebut, maka terlebih dahulu perlu dipelajari materi kelarutan dan hasil kali kelarutan, sehingga dalam proses penyampaian materi kelarutan dan hasil kali kelarutan tersebut akan dikaitkan dengan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Tidak terlepas dari hal tersebut, untuk mempermudah siswa dalam memahami materi kelarutan dan hasil kali kelarutan perlu adanya representasi ilmu kimia pada level makroskopis, mikroskopis, dan simbol. Untuk mempresentasikan materi kelarutan dan hasil kali kelarutan pada level makroskopis dapat digunakan metode praktikum atau demonstrasi. Selain itu, level makroskopis pun dapat dikaitkan dengan level pengalaman sehari-hari. Pada penyampaian konsep definisi kelarutan, dapat dilakukan lewat praktikum. Namun, sebelum melakukan praktikum guru terlebih dahulu
83
memberikan contoh aplikasi
dalam
kehidupan
sehari-hari,
misalnya
penggunaan sidik jari. Guru menjelaskan bahwa salah satu cara untuk mendapatkan sidik jari adalah dengan menggunakan prinsip kelarutan zat. Ketika tangan memegang suatu benda, salah satu zat yang ditinggalkan pada benda tersebut adalah NaCl yang berasal dari keringat. Benda yang dipegang tersebut selanjutnya disapu dengan larutan AgNO3. AgNO3 akan bereaksi dengan NaCl membentuk endapan AgCl berwarna putih. Di bawah sinar, endapan AgCl putih ini akan berubah menjadi endapan Ag yang berwarna hitam. Endapan inilah yang akan menampilkan sidik jari. Dari aplikasi tersebut guru menjelaskan bahwa terbentuknya endapan AgCl terkait dengan kelarutan AgCl dalam pelarut air. Selain itu, aplikasi lainnya adalah terbentuknya batu karang di dasar laut. Terbentuknya batu karang tersebut terjadi karena secara alami di lautan mengandung CaCO3, karena CaCO3 memiliki harga kelarutan yang rendah di dalam air, maka lama-kelamaan akan membentuk gugusan batu karang. Setelah guru menjelaskan mengenai aplikasinya, untuk lebih memahamkan konsep pada siswa maka guru memberikan praktikum. Pada praktikum tersebut siswa diberi beberapa zat elektrolit yang memiliki harga kelarutan yang berbeda. Dari hasil praktikumnya nanti akan diperoleh massa zat yang berbeda dari setiap sampel yang berbeda yang dapat larut dalam jumlah dan jenis pelarut yang sama. Berdasarkan hasil itulah guru dapat membimbing siswa untuk mendefinisikan kelarutan dan siswa dapat menyimpulkan bahwa harga kelarutan dari setiap zat berbeda-beda.
84
Selanjutnya siswa harus mengetahui apa yang terjadi ketika zat elektrolit tersebut ada dalam larutannya. Proses pelarutan zat tersebut hingga mencapai keadaan jenuh merupakan keadaan yang tidak bisa dilihat secara langsung atau dikatakan sebagai level mikroskopis sehingga memerlukan alat bantu media berupa animasi untuk menjelaskannya. Animasi yang digunakan harus bisa menggambarkan terdapat spesi apa saja yang ada dalam larutannya ketika suatu zat dilarutkan hingga keadaan jenuhnya dan menggambarkan bagaimana proses kesetimbangan yang terjadi. Dari proses tersebut selanjutnya guru dapat membimbing siswa pada pengertian hasil kali kelarutan. Representasi pada level mikroskopis tersebut kemudian dikaitkan dengan level simbol, sehingga setelah melihat penayangan animasi tersebut siswa dapat memahami dan menuliskan persamaan reaksi yang terjadi pada proses kesetimbangan dalam larutan. Setelah itu pada akhirnya siswa diharapkan dapat menuliskan ungkapan tetapan hasil kali kelarutan dan memahami bagaimana hubungan kelarutan dan tetapan hasil kali kelarutan serta dapat menghitung harga kelarutan dari harga Ksp yang diketahui atau sebaliknya. Selanjutnya materi yang harus dipahami oleh siswa adalah mengenai efek ion senama terhadap kelarutan. Untuk lebih memahami materi efek ion senama terhadap kelarutan, lebih baik dilakukan praktikum terlebih dahulu. Pada praktikum siswa akan mengetahui efek dari adanya ion senama dengan bertambahnya endapan ketika pada larutan dalam keadaan jenuhnya ditambahkan ion senama baik dari kation atau anionnya. Endapan yang
85
terbentuk tersebut dapat teramati oleh alat indera sehingga dikatakan termasuk pada level makroskopis. Sebelum percobaan terhadap larutan yang ada ion senamanya, sebagai bahan pembanding dilakukan terlebih dahulu percobaan kelarutan suatu senyawa dalam air (tidak ada ion senama) sehingga siswa dapat membandingkannya dengan larutan yang mengandung ion senama. Selanjutnya untuk menjelaskan level makroskopis tersebut ke dalam level mikroskopis digunakan media berupa animasi. Animasi yang digunakan harus bisa menggambarkan pergeseran kesetimbangan yang terjadi pada saat penambahan ion senama sesuai dengan azas Le Chatelier. Pada animasi tersebut digambarkan bagaimana pengaruh ion senama dapat menggeser kesetimbangan dalam reaksi sehingga dapat mengurangi harga kelarutan dengan terjadinya atau bertambahnya endapan. Representasi mikroskopis tersebut akan dikaitkan dengan level simbol, sehingga setelah melihat penayangan animasi tersebut siswa dapat memahami dan menuliskan kesetimbangan yang terjadi dan pergeserannya ketika ada ion senama melalui simbol-simbol. Dengan adanya penjelasan tersebut, diharapkan siswa akan memahami kelarutan suatu senyawa dengan adanya efek ion senama baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Praktikum selanjutnya yang dilakukan dalam pembelajaran adalah mengenai pengaruh pH terhadap kelarutan. Jika ke dalam larutan suatu senyawa yang mengandung anion dari asam lemah, ditambahkan ion H3O+ dari asam kuat, maka akan memperbesar harga kelarutan dari senyawa tersebut. Pada praktikum pengaruh pH ini digunakan larutan dari senyawa
86
yang mengandung anion dari asam lemah seperti CaCO3 dan larutan yang satunya lagi sebagai bahan pembanding yaitu larutan yang berasal dari senyawa yang tidak mengandung anion dari asam lemah seperti AgCl. Selanjutnya pada kedua larutan tersebut dalam keadaan jenuhnya ditambahkan asam kuat. Secara makroskopis larutan yang dipengaruhi oleh penambahan asam tersebut dapat terlihat dengan berkurangnya endapan. Dari percobaan tersebut siswa dapat menyimpulkan bagaimana pengaruh asam tersebut terhadap kelarutan. Selanjutnya untuk menjelaskan keadaan tersebut pada level mikroskopisnya digunakan media berupa animasi. Animasi tersebut harus dapat menggambarkan bagaimana proses terjadinya pergeseran kesetimbangan ketika ditambahkan asam kuat sehingga dapat mempengaruhi harga kelarutan. Dari penjelasan representasi mikroskopis, maka akan muncul simbol-simbol kimia untuk memudahkan dalam menjelaskannya, sehingga dengan adanya penjelasan lewat animasi, siswa dapat memahami maksud dari simbol yang digunakan. Praktikum terakhir yang dilakukan pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan ini adalah tentang reaksi pengendapan. Pada praktikum reaksi pengendapan, digunakan dua larutan elektrolit yang berbeda yang ketika dicampurkan bisa sampai membentuk endapan dan ada yang belum membentuk endapan. Oleh karena itu pada percobaan ini harus digunakan larutan dengan konsentrasi yang berbeda-beda sehingga nantinya diperoleh keadaan belum jenuh, keadaan jenuh dan terjadinya pengendapan. Agar lebih mudah dalam memahami materi, percobaan yang dilakukan sebaiknya
87
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa, misalnya penghilangan kesadahan air. Air sadah adalah air yang mengandung ion Mg2+ dan Ca2+ yang cukup tinggi. Untuk mengatasi kesadahan biasanya ditambahkan garam yang mengandung ion karbonat (CO32-). Penambahan ion-ion tersebut akan mengakibatkan Mg2+ dan Ca2+ akan mengendap, sehingga kesadahan air akan hilang. Pada percobaan tersebut dapat diamati adanya reaksi pengendapan, sehingga dapat dikategorikan sebagai level makroskopis. Untuk menjelaskan proses terjadinya pengendapan tersebut perlu digunakan media animasi. Dalam animasi yang digunakan tersebut harus tergambarkan proses terjadinya pengendapan secara mikroskopis agar siswa lebih paham. Seperti pada konsep-konsep yang lainnya, dari animasi yang menggambarkan level mikroskopis tersebut akan dikaitkan dengan level simbol, sehingga setelah melihat penayangan animasi tersebut siswa dapat memahami dan menuliskan persamaan reaksi yang terjadi dan menuliskan perumusan reaksi pengendapan dengan menghubungkan hasil kali konsentrasi ion-ion dengan harga Ksp nya. Dengan pemahaman yang telah diperoleh tersebut, diharapkan siswa akan mampu memprediksi apakah pada pencampuran dua larutan elektrolit akan menyebabkan terjadinya pengendapan atau tidak dengan melalui perhitungan. Aplikasi dari kelarutan dan hasil kali kelarutan lainnya yang dapat dijelaskan pada siswa dalam proses pembelajaran agar lebih memantapkan konsep yang telah diperoleh yaitu mengenai terbentuknya gua batu kapur, dan penambahan senyawa fluorida dalam pasta gigi. Aplikasi ini sebaiknya
88
dijelaskan setelah siswa memperoleh semua konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan karena penjelasannya cukup rumit. Berbeda dengan aplikasi yang disebutkan sebelumnya yaitu mengenai terbentuknya sidik jari, pembentukan batu karang dan proses menghilangkan kesadahan air, bisa diberikan di awal pembelajaran
atau
ketika
pembelajaran
sedang
berlangsung
karena
penjelasannya tidak terlalu rumit. Dengan adanya aplikasi yang diberikan tersebut, diharapkan pembelajaran kimia khususnya pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan dapat lebih dipahami oleh siswa serta menghilangkan kesan bahwa pelajaran kimia di sekolah tidak ada hubungannya dengan kehidupan sehari-hari. Hal lainnya yang perlu diperhatikan yaitu pada proses pembelajarannya guru harus mengaktifkan siswa, misalnya lewat tanya jawab atau diskusi agar siswa lebih banyak berpikir mengenai konsep yang sedang dipelajari. Selain itu, yang perlu diperhatikan pada saat proses pembelajaran berlangsung adalah mengecek pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang disampaikan. Saat proses
pembelajaran
berlangsung
sebaiknya
guru
sering
melakukan
pengecekan terhadap pemahaman siswa. Pengecekan tidak selalu harus dilakukan dengan memberikan soal-soal atau ulangan. Mengecek pemahaman siswa dapat dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan selama pembelajaran atau bisa lewat permainan berupa kuis. Jika pada proses pengecekan tersebut masih ada siswa yang masih salah dalam memahami konsep, maka guru harus meluruskan pemahaman siswa dengan cara mengulang kembali materi yang belum dipahami tersebut, sebab kalau tidak
89
langsung diluruskan dikhawatirkan akan berdampak pada pemahaman konsep selanjutnya. Upaya guru untuk melakukan tanya jawab atau diskusi serta pengecekan terhadap pemahaman siswa tersebut termasuk contoh dalam membangun interaksi sosial di dalam kelas yang dapat membantu siswa dalam mengkonstruk pemahamannya. Berdasarkan pandangan intertekstualitas, upaya guru tersebut merupakan salah satu komponen dalam strategi pembelajaran berbasis intertekstualitas. Dengan demikian, pengajaran berdasarkan intertekstualitas ilmu kimia merupakan pengajaran yang mempertautkan antara representasi kimia pada level makroskopis, mikroskopis, dan simbol, pengalaman kehidupan seharihari, serta interaksi sosial yang diciptakan untuk mengkonstruk pemahaman siswa.