perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV SAJIAN DATA 4.1 Responden dan Informan Responden dan informan adalah semua pihak yang memberikan informasi secara langsung tentang semua hal yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Perbedaan antara responden dan informan dijelaskan oleh Earl Babbie (2008:206) dengan menyampaikan debagai berikut: When field research involves the researcher’s attempt to understand some social setting – a juvenile gang or local neigborhood, for example- much of that understanding will come from a collaboration with some members of the group being studied. Whereas social researchers speak of respondents as people who provide information about them-selves, allowing the researcher to construct a composite picture of the group those respondents represent, an informant is a member of the group who can talk directly about the group per.se. Informant is someone well versed in the social phenomenon that you wish to study and who is willing to tell you what he or she knows about it. Not to be confused with a responden. [Terjemahan]: Ketika penelitian lapangan melibatkan upaya peneliti untuk memahami beberapa seting sosial - sebuah geng remaja atau lingkungan lokal, misalnya-banyak pemahaman yang akan datang dari kolaborasi dari beberapa anggota kelompok yang dipelajari. Sedangkan peneliti sosial berbicara tentang responden sebagai orang yang memberikan informasi tentang diri mereka sendiri, yang memungkinkan peneliti untuk membangun gambaran komposit dari kelompok responden yang mewakili, sebuah informan adalah anggota dari kelompok yang bisa berbicara langsung tentang setiap kelompok. Informan adalah seseorang yang fasih dalam fenomena sosial yang Anda ingin pelajari dan yang bersedia untuk memberitahu Anda apa yang dia tahu tentang hal itu. Jangan menjadi bingung dengan responden. Informasi yang diberikan oleh responden dan informan ini menjadi bukti otentik mengenai keadaan lapangan yang sebenarnya terjadi yang di dapat dengan menggunakan teknik wawancara.
commit to user
76
perpustakaan.uns.ac.id
4.1.1
77 digilib.uns.ac.id
Responden Karena pengertian responden adalah narasumber yang mengetahui dan
mengalami langsung tentang fenomena yang terjadi, maka responden yang di gunakan adalah perawat dan pasien. Dalam pendekatan komunikasi terapeutik ini, maka tugas responden disini adalah pihak yang menjadi komunikator dan komunikan. Dalam penelitian ini yang menjadi komunikator adalah perawat dan yang menjadi komunikan adalah pasien. Tugas perawat disini adalah yang merawat pasien secara langsung untuk memenuhi kebutuhan pasien, seperti kebutuhan ADL (Activity Dayly Live) dan pemberian komunikasi terapeutik. Sedangkan komunikan yaitu pasien adalah pihak yang memiliki kebutuhan tersebut dengan diberi ADL dan komunikasi terapeutik. Untuk mendapatkan data dari responden-responden tersebut, maka teknik yang dgunakan adalah teknik wawancara mendalam. Mereka adalah 7 orang perawat yang dipilih berasal dari 2 orang perawat laki-laki dan perempuan dari ruang IGD (Instalansi Gawat Darurat), 2 Orang perawat IPIP/Joyorejo yaitu lakilaki dan perempuan, 2 orang lagi perawat dari Bangsal Perkasa yaitu laki-laki dan perempuan, dan yang terakhir adalah seorang perawat wanita di Bangsal Punakawan. Pemilihan responden yang diwawancara yaitu perawat laki-laki dan perempuan ditujukan untuk mengetahui persepsi mereka tentang hubungan dan komunikasi terapeutik yang terjadi dengan pasien secara gender. Namun, berbeda bagi responden Bangsal Punakawan yang hanya mewawancarai seorang perawat yaitu perawat perempuan mengingat di bangsal tersebut semua perawat adalah perempuan. Hal ini dikarenakan kebijakan Rumah Sakit Jiwa tersebut untuk menghindari adanya tindak asusila atau kesalahpahaman tindak keperawatan mengingat pasiennya adalah pasien gangguan jiwa. Kemudian responden lain yang digunakan untuk mengobservasi pola komunikasi terapeutik adalah 2 orang pasien yaitu pasien laki-laki dan perempuan yang dirawat di RSJD tersebut. Pemilihan pasien tersebut akan digunakan untuk mengetahui pola komunikasi antara perawat dengan pasien dengan melihat pola to user yang terjadi berdasarkan gender commit keduanya. Selain itu, pasien sebagai responden
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang di ambil adalah pasien yang berkhusus pada penderita berjenis Skizofrenia, dimana jenis penyakit ini adalah yang terbanyak. Adapun responden lain yaitu 2 orang yang dinyatakan sebagai ekspasien, yang mana mereka pernah menjadi pasien RSJD Klaten ini. Satu responden berjenis kelamin laki-laki dan yang lainnya adalah perempuan. Responden ini ditujukan untuk memberi informasi lebih tentang pengalaman mereka ketika di rawat di RSJD Klaten. Responden 1 Nama: Purnomo S,Kep. Jenis Kelamin: Laki-laki. Status: Perawat NIP: 196912171989031001 Jabatan: Perawat Pelaksana/Wakil Kepala Ruang IGD Bapak Purnomo adalah seorang perawat pelaksana sekaligus wakil kepala ruang di ruang Instalansi Gawat Darurat/IGD. Bapak Purnomo yang tinggal di daerah Klaten dan berdarah jawa ini telah bekerja sebagai perawat selama 22 tahun di usianya 44 tahun. Sejak awal menjadi perawat, Bapak Purnomo telah menjadi perawat psikiatri di Rumah Sakit Jiwa Soedjarwadi Klaten. Keahlian Pak Purnomo menjadi seorang perawat didukung oleh latar belakang pendidikannya lulusan dari SPK Klaten. Selain itu Pak Purnomo juga pernah mendapatkan pelatihan khusus keperawatan jiwa dari pihak Rumah Sakit di Magelang dengan gelar D1 jiwa. Oleh sebab itu Pak Purnomo telah cukup memiliki kematangan menjadi seorang perawat psikiatri.
commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Responden 2 Nama: Siti Purwaningsih AMK Jenis Kelamin: Perempuan Status: Perawat NIP: 196808151989032008 Jabatan: Perawat Pelaksana (Pelaksana Administratif Ruang IGD) Ibu Siti adalah seorang perawat bedarah jawa dan yang tinggal di daerah Klaten ini telah mengabdikan dirinya selama 24 tahun. Di usianya yang menginjak 45 tahun, Ibu Siti telah memiliki pengalaman yang cukup mumpuni dibidang keperawatan. Selain berpengalaman dibidang keperawatan psikiatri, Ibu Siti juga pernah menjadi perawat umum di RSI Klaten. Selain pengalaman yang menjadi kematangan Ibu Siti menjadi seorang perawat, latar belakang pendidikannya juga banyak memberikan bekal ilmu yang mendukung keahliannya dalam menjadi seorang perawat yang profesional. Hal ini dibuktikan bahwa Ibu Siti telah mendapatkan pendidikan di SPK di Tegalyoso, D1 di Magelang (sekolah perawat spesialis jiwa) yang dikirim oleh pihak RSJD Klaten, dan di Stikes Muhammadiyah. Dari data tersebut semakin menunjukkan bahwa Ibu Siti telah cukup berpengalaman dibidangnya.
commit to user
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Responden 3 Nama: Sena, S.Kep Jenis Kelamin: Laki-laki Status: Perawat NIP: 196409101991031004 Jabatan: Perawat Pelaksana / Kepala Ruang IPIP Menjadi kepala ruang di ruang IPIP/Joyorejo dalam kurun yang cukup lama membuat pengalaman Bapak Sena cukup memumpuni. Di usianya yang menginjak 49 tahun, dia merasa bahwa untuk menjadi seorang perawat psikiatri tidak akan pernah merasa ahli ataupun puas meskipun sudah memiliki cukup pengalaman. Pak Sena, yang mana dia adalah seseorang yang berdarah jawa dan bertempat tinggal di daerah Klaten ini memiliki latar belakang pendidikan di Stikes Muhammadiyah, Pengalamannya menjadi perawat selama 24 tahun menunjukkan bahwa Bapak Sena telah banyak belajar tentang keperawatan psikiatri baik secara pengetahuan maupun praktik.
commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Responden 4 Nama: Nindya Ningsih AMK. Jenis Kelamin: Perempuan Status: Perawat NIP: 197711191220032004 Jabatan: Perawat Pelaksana Di usianya yang menginjak 36 tahun dan telah menjadi perawat selama 10 tahun tidak membuat seorang Nindya puas untuk selalu belajar secara terusmenerus untuk menjadi perawat psikiatri yang baik sesuai dengan standar asuhan keperawatan. Berlatar belakang pedidikan di Akper Muhammadiya Klaten, menjadi bekal dasar bagi ibu Nindya untuk menjadi seorang perawat. Ibu Nindya yang memiliki latar belakang budaya jawa dan menetap di daerah Klaten ini menerangkan tugasnya diruang IPIP yaitu menjaga dan memenuhi kebutuhan para pasien, khususnya pasien perempuan, mengingat pasien di ruang IPIP gedungnya menjadi satu walau kamar antara pasien laki-laki dan perempuan memeberikan pengalaman tersendiri dimana melihat pasien dikedua jenis kelamin ini sangat berbeda dalam menanganainya. Meskipun fokus utama perawat perempuan adalah pasien perempuan, namun saat terapi bersama secara langsung ia pun secara natural ikut serta dalam menangani pasien laki-laki.
commit to user
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Responden 5 Nama: Suwanto S.Kep Ns. Jenis Kelamin: Laki-laki Status: Perawat NIP: 197704211999031004 Jabatan: Perawat Pelaksana / Kepala Ruang Perkasa 15 tahun menjadi seorang perawat membuat Pak Suwanto memiliki pengalaman yang cukup dalam bidang keperawatan. Dari 15 tahun tersebut, 13 tahun adalah lamanya Pak Suwanto menjadi perawat psikiatri. Pak Suwanto adalah seorang yang berdarah jawa asli dan bertempat tinggal di Klaten. Pengalamnnya menjadi perawat juga didukung dari latar belakang pendidikannya di S1 UGM dan Ners di UGM pula. Dari latar belakang pendidikannya, tidak diragukan lagi jika keahliannya dalam bidang keperawatan telah professional. Pak Suwanto kini telah berusia 36 tahun dan ia masih membutuhkan banyak belajar untuk mendukung dan menambah pengetahuannya dibidang keperawatan psikiatri. Dan di usianya yang terbilang muda, dia telah menjadi kepala ruang Perkasa, bangsal para pasien laki-laki.
commit to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Responden 6 Nama: Sri Winarti AMK Jenis Kelamin: Perempuan Status: Perawat NIP: 197607092000032002 Jabatan: Perawat Pelakasana (Bangsal Perkasa) Ibu Sri Winarti adalah seorang wanita yang berusia 37 tahun. Ia telah mengabdikan dirinya sebagai perawat selama 13 tahun. Dari awal meniti karir, Ibu Sri Winarti telah menjadi perawat psikiatri. Kemampuannya dalam bidang keperawatan di dukung oleh latar belakang pendidikannya dari D3 di Akper Patria Husada Solo. Bagi Ibu Sri Winarti berdarah jawa dan bertempat tinggal di Klaten ini telah menjadi perawat jiwa di Rumah Sakit Jiwa ini sejak 2001. Ia bertugas di bangsal laki-laki yaitu bangsal Perkasa. Ia mengatakan bahwa ada kekhawatiran tersendiri dalam menjalani tugasnya dibangsal laki-laki mengingat pasiennya adalah pasien jiwa.
commit to user
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Responden 7 Nama: Sri Windarti, S.Kep. Ns. Jenis Kelamin: Perempuan Status: Perawat NIP: 197008141989032001 Jabatan: Perawat pelaksana dan Kepala Ruang Punakawan Sri Windarti adalah seorang wanita yang mengabdikan dirinya menjadi seorang perawat selama 24 tahun tepatnya menjadi perawat psikiatri di Rumah Sakit Jiwa Daerah Soedjarwadi Klaten. Selain menjabat sebagai perawat pelaksana, Ibu Sri juga menjabat sebagai Kepala Ruang Punakawan yaitu di bangsal perempuan. Beberapa pendidikan yang telah didapatkan oleh Ibu Sri yaitu: pendidikan SPK di Tegalyoso Klaten, Di Magelang D1 SPKSJ (Sekolah Perawat Spesialis Sakit Jiwa), D3 di Bogor (Akper Bogor Depkes Bogor), S1 di Mudiwaluyo Ungaran dan melanjutkan Ners. Wanita yang berusia 43 tahun, berdarah jawa dan bertempat tinggal di Klaten.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
85 digilib.uns.ac.id
Responden 8 Nama: Bambang Sugeng Status: Pasien Usia: 43 tahun Jenis Kelamin: Laki-laki Pendidikan: Diploma Suku: Jawa Tempat Tinggal: Candirejo, Tonggalan, Klaten Tanggal masuk: 17/10/2013 Dx medis: Skizofrenia residual Alasan Masuk: Tidak bisa tenang, halusianasi tinggi. Awal pertama bapak Bambang Sugeng masuk, karena adanya tetangga rumah beliau yang melaporkan kondisi bapak Bambang. Kemudian bapak Bambang dijemput oleh pihak rumah sakit. Pak bambang tiba di rumah sakit pada tanggal 17 Oktober 2013 pukul 10:26 WIB. Karena bapak Bambang adalah pasien yang sering keluar masuk rumah sakit, maka penanganan awal bapak Bambang langsung dicek atau diperiksa di Klinik IGD. Beberapa Perawat yang ada di ruang IGD mengambil tugas mereka masing-masing. Bapak Purnomo sebagai kepala ruangan sekaligus perawat memeriksa kondisi pasien. Sambil mengecek kondisi dan mencari tahu mengenai riwayat Pak Bambang, Pak Purnomo melakukan beberapa kali komunikasi dengan Pak Bambang. Selain berguna untuk mengeksplor keadaan pasien, Pak Purnomo juga menunjukkan sikap kepedulian dan bentuk empatinya kepada Pak Bambang. Selain itu, Pak Purnomo juga mencoba untuk menenangkan halusinasi pasien yang sangat berlebihan untuk meredakan ketegangan Pak Bambang. Setelah diteliti dan kemudian setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter, maka Pak Bambang di diagnosa positif Skizofrenia residual. Setelah itu, Pak Bambang dinyatakan harus dirawat inap. Kemudian Pak Bambang dipindahkan ke ruangan IPIP/ruangan Joyorejo. Rungan tersebut adalah tempat pasien yang baru masuk yang butuh di rawat inap dan dinyatakan dengan keadaan tegang atau commit to user 2013 Pak Bambang di Pindah di cemas atau belum terkendali. Sabtu, 19 Oktober
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bangsal Perkasa. Pak Bambang di pindah karena kondisinya yang sudah tenang dan kondusif. Tanggal 31 Desember 2013 pak Bambang telah pulang dari rumah sakit.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
87 digilib.uns.ac.id
Responden 9 Nama: Larmini Status: Pasien Usia: 40 tahun Jenis Kelamin: Perempuan Pendidikan: SD Suku: Jawa Tempat Tinggal: Palur, Mojosongo Boyolali Tanggal masuk: 31/10/2013 Dx medis: Skizofrenia tak terinci Alasan Masuk: Marah-marah, halusinasi melihat makhluk menggunakan baju hitam dan putih. Awal pertama bu Larmini masuk karena dia marah-marah. Pihak keluarga dan tetangga mengatakan karena dia seorang janda dia tidak kebagian BLT (Bantuan Langsung Tunai) dari pemerintah. Yang kemudian bu Larmini marahmarah dengan orang sekitar, bahkan anaknya sendiri diusir dari rumah hingga ketakutan. Bu Larmini adalah mantan pasien RSJD Klaten juga. Bu Larmini telah masuk rumah sakit jiwa tersebut sebanyak 2 kali dan sekarang adalah yang ke tiga kali. Karena kondisi bu Larmini yang tak terkontrol maka ia dibawa kerumah sakit jiwa oleh tetangga dan menantunya. Setelah Masuk Ruang IGD, petugas mengambil tugas mereka masing-masing. Karena, kondisi emosinya yang belum terkontrol maka bu Larmini diviksasi (di ikat.). Pak Purnomo selaku kepala ruangan melakukan pemeriksaan verbal yang bertujuan untuk mencari tahu keadaan kelemahan dan kekuatan pasien. Komunikasi tersebut juga bertujuan untuk menunjukkan kepedulian perawat akan keberlangungan hubungan perawat dengan pasien. Setelah keluarga datang, dan megurus administrasi, diagnosa pun dilakukan. Akhirnya, Diagnosa bu Larmini dinyatakan terkena Skizofrenia jenis tak terinci. Setelah itu bu Larmini di bawa ke ruang Joyorejo. Rabu, 6 November 2013, bu Larmini pindah keruang Punakawan. Ruangan commit totelah user maintenan atau kondisinya telah khusus wanita bagi pasien yang dianggap
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terkontrol. Ruangan ini serupa fungsinya dengan ruang Perkasa tempat pasien pria. Pada tanggal 27 November 2013 bu Larmini dinyatakan pulang.
commit to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Responden 10 Nama: Kardono Jenis Kelamin: Laki-laki Usia: 32 tahun Pendidikan: SMP Agama: Islam Status: Mantan pasien Mantan pasien ini adalah salah satu mantan pasien yang lumayan sering keluar masuk. Ia mengatakan bahwa dia menerima kondisinya yang gangguan jiwa namun yang sering membuat dia sering keluar masuk adalah hinaan dan cacian para lingkungan sekitar yang membuat dia kecewa dan marah. Mantan pasien yang memiliki seorang istri, yang kini ditinggal istrinya ke Jakarta ini mengaku bahwa dia kini rajin kontrol. Awal bertemu dia dengan istrinya adalah karena mereka sama-sama pasien RSJD Klaten ini.
commit to user
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Responden 11 Nama: Dyah Ayu Jenis Kelamin: Perempuan Usia: 24 tahun Pendidikan: SMK Agama: Islam Alamat: Jurang Kojon Klaten Status: Mantan pasien Dyah Ayu adalah salah satu mantan pasien yang baru saja keluar dari RSJD Klaten ini. Berlatar belakang asuhan ayahnya yang keras dan sering di bully oleh teman-temannya ini, membuat dia sedikit menarik diri. Sedikit takut melihat laki-laki terutama adalah hal sangat terlihat dari Dyah Ayu. Sekarang ini Dyah Ayu telah terhitung sebanyak 16 kali keluar masuk RSJD Klaten ini.
commit to user
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.1.2
Informan Dalam penelitian ini, informan juga memiliki peran penting dalam
memberikan informasi. Baik secara langsung atau tidak informan ini memberikan informasi dari sisi-sisi lain yang masih berkaitan dengan peneilitan ini, baik informasi tentang kondisi rumah sakit jiwa ini, latar belakang pasien, maupun kondisi pasien. Pemilihan informan yang diwawancarai adalah salah satu wali atau keluarga dari responden 9, seorang pelatih atau pendamping terapi aktifitas di ruang Instalansi Rehabilitasi Psikiatri dan salah seorang dari ruang Rekam Medik tempat semua data pasien RSJD Klaten ini baik jiwa maupun fisik. Berikut datanya:
Informan 1 Nama: Muhani Jenis Kelamin: Laki-laki Usia: 35 tahun. Alamat: Sendeng Danguran Klaten Selatan Status: Pembimbing Terapi Pasien Laki-laki berusia 35 tahun ini adalah seorang pegawai Rumah Sakit Jiwa Klaten sebagai pembimbing terapi pasien di ruang Instalansi Rehabilitasi Psikiatri. Pak Hani yang lahir di Temanggung, 7 Maret 1979 ini membimbingan para pasien dalam melakukan terapi aktifitas dari hari Senin hingga Sabtu. Ia merasa bahwa para pasien jiwa pada dasarnya sama dengan orang normal pada umumnya, hanya saja mereka perlu dibimbing agar mereka memiliki semangat hidup dan melakukan hal-hal yang positif demi kesehatan mereka. Duda beranak dua ini merasa bahwa mereka, para pasien, seharusnya tidak boleh dikucilkan karena mereka memiliki hak yang sama sebagai seorang manusia.
commit to user
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Informan 2 Nama: Novi Asih Jenis Kelamin: Perempuan Usia: 22tahun Alamat: Jurug 5/8 Mojosongo Boyolali Status: Anak perempuan ibu Larmini (Responden 9) Anak perempuan bu Larmini ini adalah salah satu keluarga yang paling dekat dengan ibu Larmini karena ibu Larmini tinggal bersamanya. Memiliki anak satu dan di tinggal suami di luar kota untuk bekerja adalah kesulitan tersendiri bagi Novi Asih yang harus mengurus ibunya. Dia adalah seorang ibu rumah tangga. Tindakan ibunya yang mudah marah dan selalu mengusirnya ini membuat dia takut dan melarikan ibunya ke Rumah Sakit Jiwa Klaten.
commit to user
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Informan 3 Nama: Astri Ayu Prasetiyani Jenis Kelamin: Perempuan Usia: 32 tahun Alamat: Griya Prunoh Indah D.8 Klaten Jabatan: Kepala Instalansi Reka Medik Menjadi pegawai sekaligus kepala instalansi yang bekerja dibidang Rekam Medik, menuntut ibu Astri harus mengetahui dan membuat laporan data tentang pasien baik pasien fisik maupun jiwa. Selain data tersebut, data tentang pasien yang rawat inap maupun rawat jalan harus terdata semua di dalam Rekam Medik. Perempuan kelahiran Blora 10 Maret 1982 ini memiliki latar belakang pendidikan D3 Rekam Medik yang menjadi faktor pendukung untuk kemampuannya dalam mendata, mengingat pasien yang berkunjung ke rumah sakit tersebut sangatlah banyak dan beragam jenis penyakit. Ibu beranak dua ini telah mengabdikan dirinya di RSJD Klaten ini selama 9 tahun yang berawal dari tahun 2005.
commit to user
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.2 Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Klaten Penyajian data ini diawali dengan menunjukkan kondisi dan keterangan dari rumah sakit jiwa ini. Selain itu data ini juga menyajikan mengenai fasilitas dari rumah sakit jiwa tersebut secara umum. Informasi ini berguna untuk menunjukkan keterangan mengenai mengapa rumah sakit jiwa ini dipilih sebagai objek penelitian. 4.2.1
Lokasi Rumah Sakit Pengumpulan
data
dalam
penelitian
ini
diperoleh
dengan
cara
mengobservasi kegiatan yang berlangsung di RSJ tersebut dengan memfokuskan pada kegiatan antara perawat dengan pasien. Rumah Sakit Jiwa Daerah RM Soedjarwadi berlokasi di Jl. Pandanaran Km 2 Danguran Klaten.Observasi dilakukan dari hari Senin hingga Jumat khususnya dari pukul 07:00-14:30 WIB. Pemilihan waktu tersebut mengingat waktu terapi yang paling digunakan oleh Rumah Sakit Jiwa tersebut adalah dari pagi hingga siang. Dengan mengobservasi 5 hari berturut-turut dalam satu mingguselama 2 bulan membantu peneliti untuk lebih memahami fenomena yang terjadi dan mengetahui dengan baik bagaimana efek terapi, yang mana yang dimaksud adalah komunikasi terapeutik, yang diberikan oleh perawat untuk menuju kebutuhan pasien. Sajian data ini diawali dengan data keseluruhan secara umum mengenai gambaran keberadaan deskriptif penelitian di rumah sakit, data tentang rumah sakit dan data penelitian yang terjadi di rumah sakit jiwa tersebut dari umum ke khusus. Profil data rumah sakit juga diperoleh dari link internet rumah sakit jiwa tersebut yang telah dilampirkan.
commit to user
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 4.1: Tampak depan Rumah Sakit Jiwa Dr. RM Soedjarwadi Klaten 4.2.2 Visi dan Misi Adapun visi dan misi dari rumah sakit jiwa tersebut adalah: Visi: "Rumah Sakit Jiwa yang berdaya saing tinggi melalui pelayanan yang profesional" Misi: Meningkatkan pelayanan kesehatan jiwa terpadu dan komprehensif dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat 1. Mengembangkan kualitas SDM secara berkesinambungan SDM RS. 2. Mengembangkan pelayanan unggulan 3. Mewujudkan kesejahteraan semua pihak yang terkait 4. Mewujudkan rumah sakit terakreditasi tingkat lanjut Visi dan misi tersebut menjadi landasan dan tujuan pada pelayanan yang akan diberikan dan dan dilakukan oleh Rumah Sakit Jiwa Daerah RM Soedjarwadi Klaten. Kemudian di bawah ini di terangkan mengenai pelayanan, klinik rawat jalan dan fasilitas di RSJD Klaten ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
96 digilib.uns.ac.id
4.2.3 Pelayanan terakreditasi oleh KARS (Komite Akreditasi Rumah Sakit)
Pelayanan Administrasi dan Manajemen Pelayanan Gawat Darurat Pelayanan Medik Pelayanan Keperawatan Pelayanan Rekam Medik Pelayanan Laboratorium Klinik Pelayanan Radiologi Pelayanan Gizi Pelayanan Penanggulangan Infeksi Nosokomial Pelayanan Rehabilitasi Medik Pelayanan Farmasi Pelayanan K3
4.2.4 Klinik Rawat Jalan
Klinik Tumbuh Kembang Anak dan Remaja Klinik Jiwa Dewasa Klinik Jiwa Lansia (Psikigeriatri) Klinik Ketergantungan Obat/NAPZA Klinik Gangguan Mental Organik Klinik Psikoterapi (Konseling) Klinik Penyakit Syaraf Klinik Umum Klinik Kesehatan Gigi dan Mulut Klinik Psikologi Klinik Rehabilitasi Medik
4.2.5 Fasilitas-fasilitas RSJD RM Soedjarwadi
Instalasi Instalasi Gawat Darurat Instalasi Rawat Jalan Instalasi Rawat Inap Instalasi Laboratorium Instalasi Rekam Medik Instalasi Laboratorium Instalasi Farmasi Instalasi Gizi Instalasi Laundry Instalasi Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Instalasi Kesehatan Jiwa Masyarakat Instalasi Rehabilitasi Mental dan Sosial Instalasi Rehabilitasi Medik Instalasi Diklat commit to user
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
-
Pelayanan Penunjang
ECT (Electro Convulsion Therapy) EKG (Electro Kardio Graphy) Brain Mapping Epilepsi Monitor Stress Analyzer EEG (Electro Encephalo Graphy) EMG (Electro Myo Graphy) Laboratorium Radiologi Fisiotherapi Gizi Laundry
4.2.6 Ruangan Bagi Pasien Jiwa Berikut adalah ruangan yang digunakan untuk merawat pasien dengan kasus jiwa. Ruang Juwita: Ruang pasien jiwa VVIP Ruang Joyorejo: Ruang pasien jiwa umum Ruang Perkasa: Ruang pasien jiwa umum Ruang Punakawan: Ruang pasien jiwa umum Ruang Instalansi Psikiatri: Ruang rehabilitasi psikiatri (ruang terapi pasien) umum Berikut ini adalah gambar-gambar mengenai kondisi fisik Rumah Sakit Jiwa Daerah RM Soedjarwadi Klaten.
Gambar 4.2: Tampak depan samping RSJD DR RM Soedjarwadi Klaten commit to user
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 4.3: RSJD DR RM Soedjarwadi Klaten
Gambar 4.4: RSJD DR RM Soedjarwadi Klaten
Gambar 4.5: Ruangan konsultasi dokter RSJD DR RM Soedjarwadi Klaten commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
99 digilib.uns.ac.id
Dilihat dari perlengkapan yang dimiliki oleh RSJD Klaten tersebut memberikan penjelasan bahwa RSJD ini cukup mumpuni dari kelengkapan yang ada meskipun RSJD ini belum sebesar beberapa rumah sakit yang ada didaerah Klaten. 4.2.7 Alur Masuknya Pasien Jiwa Rawat Inap Pertama, pasien yang baru datang diperiksa ke ruang IGD (Instalansi Gawat Darurat). Ruang IGD atau Instalansi Gawat Darurat adalah instalansi yang melayani pasien dalam keadaan kegawat daruratan. Di RSJ Soedjarwadi ini, IGD melayani keseluruhan pasien baik pasien jiwa maupun umum (fisik). Setelah diperiksa dan dianalisa jenis penyakitnya dan melakukan kesepakatan kerja asuhan keperawatan, pasien dibawa kebangsal Joyorejo/IPIP untuk diberi penanganan awal bagi pasien jiwa. Di ruangan IPIP tersebut juga terdapat beberapa perawat yang membantu para pasien. Ruang tengah yang digunakan sebagai terapi disebut dengan ruang TAK (Terapi Aktifitas Kelompok). Ruang Joyorejo/IPIP adalah tempat bagi pasien yang masih cemas atau belum terkontrol. Di ruangan ini pasien mendapatkan perawatan pertama kali dalam status pasien jiwa rawat inap dengan kelas umum (non VIP). Dalam ruangan tersebut, kamar antara laki-laki dan perempuan dibedakan namun masih dalam satu gedung. Kegiatan diruangan ini lebih sedikit, hal itu disebabkan karena kondisi pasien yang belum stabil. Sehingga, diruangan ini pemberian obat masih lebih diandalkan, namun tidak meninggalkan terapi-terapi yang disediakan khususnya untuk menunjuang komunikasi terapeutik yang berguna untuk meningkatkan kemampuan pasien dalam mempergunakan kehidupan sehari-hari dengan baik. Komunikasi yang terjadi di dalam ruang ini masih banyak bersifat instruktif karena pasien masih sangat susah diatur. Untuk melakukan semua asuhan keperawatan, pasien harus lebih didampingi dengan baik. Setelah pasien dinyatakan telah memiliki perkembangan yang terkontrol dan kondusif pasien dipindah ke bangsal Perkasa / Matahari bagi pasien laki-laki dan ke bangsal Punakawan / Permaisuri bagi pasien perempuan. Bagi pasien laki-laki, mereka dipindah ke ruangan Perkasa atautoMatahari. Awalnya, yang membedakan commit user
perpustakaan.uns.ac.id
100 digilib.uns.ac.id
ruangan tersebut adalah bahwa ruangan Perkasa untuk pasien yang bayar dengan menggunakan Jaminan Kesehatan Masyarakat dan Jaminan Kesehatan Daerah, sedangakan ruang Matahari adalah untuk pasien dengan biaya sendiri. Namun, karena banyaknya pasien yang tidak mencukupi ruangan, maka antara bangsal Perkasa dan Matahari tidak dibedakan lagi. Serupa dengan alasan bangsal lakilaki, Punakawan dan Permaisuri dibedakan dari biaya yang mereka tanggung. Namun, kini bangsal tersebut telah menjadi satu dan lebih disebut sebagai bangsal Punakawan. Komunikasi di dalam ruangan ini suasananya sudah lebih kondusif karena pasien sudah mulai beradaptasi dengan lingkungan. Dari instruksi yang ada di ruang Joyorejo telah merubah perilaku pasien menjadi lebih menerima, memahami dan sudah mulai merubah perilaku mereka. Bagi pasien yang berada di bangsal Perkasa dan Punakawan, mereka juga memiliki ruang TAK. Ruang TAK ini digunakan setiap hari Senin- Sabtu. Aktivitas di ruang tersebut di mulai pukul 07.00-08.00 WIB. Terapi yang diberikan juga beragam sesuai dengan jadwal. Berbeda dengan pasien di bangsal Joyorejo, bagi pasien yang telah di pindah di bangsal Matahari/Perkasa dan Permaisuri/Punakawan juga diberikan TAK di ruang Instalansi Rehabilitasi Psikiatri. Seluruh pasien baik pasien lakilaki maupun perempuan dikumpulkan menjadi satu di ruangan ini. Ruangan ini digunakan untuk memfasilitasi kegiatan terapi aktifitas kelompok bagi pasien dari hari Senin hingga Sabtu dengan terapi yang berbeda-beda setiap harinya. Setiap pagi para pasien melakukan olahraga pagi dengan melakukan senam pagi dan melakukan kerja bakti untuk membantu menambahkan hubungan yang sosial yang akan membantu proses penerimanan mereka terhadap lingkungan sekitar. Kemudian setelah itu mereka diberi terapi yang menjadi rutinitas yang setiap harinya berbeda-beda. Terapi di ruangan ini dilakukan dari pukul 08:00-10:30. Setelah pasien mengikuti asuhan keperawatan yaitu dengan mematuhi perintah-perintah dan terapi-terapi yang dianjurkan oleh tenaga medis, perawat khususnya, pasien menunjukkan perkembangan dan perubahannya dari perilaku mereka yang telah menerima, memahami dan pengambilan keputusan yang telah to user bahwa pasien telah sembuh dan terarah. Dengan demikian dapat commit dikategorikan
101 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kemungkinan diijinkan pulang. Dari rute atau alur keperawatan tersebut menunjukkan adanya tahapan, teknik dan pola-pola komunikasi yang berbedabeda sesuai dengan kondisi dan perkembangan pasien.
commit to user
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.3 Fase Komunikasi Terapeutik dan Perkembangan Pasien Pada Setiap Fasenya Perkembangan pasien akan ditunjukkan dari peningkatan pasien melalui tahap-tahap yang telah ditentukan sebagai fase asuhan keperawatan. Fase-fase tersebut adalah fase perinteraksi, fase orientasi, fase kerja dan fase terminasi. Setiap fase memiliki pola dan teknik komunikasi terapeutik antara perawat dengan pasien yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi dan perkembangan pasien. Setiap fase-fase tersebut, seluruh peran komunikasi berjalan selayaknya proses komunikasi pada umumnya, dimana disana terdapat komunikator, media, pesan, komunikan dan efek dari terjalinnya proses komunikasi. Sena: Menjalin hubungan terapeutik itu ada prosedur dan tahap-tahapnya mbak. Dari awal sampai akhir itu berbeda-beda teknik. Ketentuannya awal sama akhir itu dibatasi dari pertama pasien masuk sampai dia pulang. Terus, tahapnya itu umumnya dibagi menjadi tiga fase, yang pertama ada fase preinteraksi. Fase ini isinya ya prosedural awal, misalnya mengadakan kotrak waktu, tempat dan topik; menentukan tujuan. Habis itu ada fase kerja yang isinya itu bisa jadi inti dari semua kerja keperawatan karena fokusnya untuk membahas topik permasalahan si pasien. Dan yang terakhir fase terminasi yang isinya mengevaluasi subjektif dan obektif. Setelah semua fase itu sudah dilalui, biasanya ada rencana tindak lanjut untuk mengevaluasi keadaan pasien pasca terminasi.(31 Oktober 2013) Data tersebut menerangkan bahwa setiap fase memiliki tugas masingmasing yang mana tugas tersebut menjadi tolak ukur mengenai seberapa besar pengaruh
asuhan
terapi-terapi
yang
diberikan
kepada
pasien
terhadap
perkembangan pasien dari segi perubahan perilaku yang akan membantu pasien menuju kesembuhan pasien. 4.3.1
Fase Preinteraksi Pasien yang akan dirawat inap berawal dari ruang IGD (Instalansi Gawat
Darurat). Diruangan inilah pasen pertama kali diperiksa. Selain itu disinilah awal fase keperawatan dimulai. Fase awal dalam asuhan keperawatan tersebut adalah fase preinteraksi. Seperti yang telah dijelaskan dalam bab sajian data, bahwa commit to user dalam fase ini tugas seorang perawat sebagai komunikator adalah
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“mengumpulkan informasi tentang klien (alasan masuk, riwayat kesehatan, Dx medis dan lain sebagainya), mencari referensi yang berkaitan dengan masalah klien serta mengeksplorasi perasaan, ketakutan dan fantasi, dan juga menganalisa kekuatan dan kelemahan diri perawat sendiri. Mengingat pasien ini adalah pasien gangguan jiwa yang kondisinya tidak stabil maka pihak yang dimintai keterangan riwayat atau latar belakang pasien adalah pihak keluarga atau wali yang memiliki tanggung jawab atas pasien. Keluarga dimintai keterangan mengenai latar belakang masalah yang dialami oleh pasien sehingga pasien dibawa ke rumah sakit jiwa ini. Salah satu anggota keluarga pasien yang telah dimimtai keterangan, yaitu Novi Asih, keluarga dari pasien yang bernama Larmini menyampaikan keterangannya mengenai keluhan-keluhan yang terjadi pada pasien hingga dibawa kerumah sakit jiwa dengan mengatakan demikian: Ibu saya marah-marah terus. Saya di usir, saya takut. Saya tinggal Cuma sama ibu sama anak saya. Suami saya kerja di Semarang. Kemarin itu awalnya ibu marah-marah karena nggak dapet BLT (Bantuan Langsung Tunai). Ibu merasa dia janda miskin tapi kog nggak dapet BLT. Abis itu, katanya ibu sebel sama suara kerbau tetangga. Semakin hari semakin marahmarah. Saya takut nanti anak saya trauma. Jadi saya suruh suami dan tetangga saya dibawa kesini. Setiap ibu lihat saya marahnya semakin kumat. Tentunya Siti Asih, yang tidak lain adalah putri kandung dari pasien yang bernama Larmini memiliki alasan tersendiri yang pada akhirmya memutuskan bahwa ia akan membawa ibunya ke rumah sakit jiwa untuk mendapatkan perawatan. Kelengkapan informasi tersebut disampaikan Siti Asih dengan mengatakan: Ya itu mbak, saya takut ibu marah-marah dan ngusir saya terus. Kalau dideketin malah ngamuk mau mukul-mukul gitu. Saya sudah numpang di tempat tetangga 2 hari mbak, tapi saya nggak bisa gini terus. Kasihan ibu juga. Dengan alasan tersebutlah mengapa Siti Asih membawa ibunya ke rumah sakit jiwa untuk dirawat. Seperti saat Siti Asih dimintai keterangan mengenai pertimbangan dan alasan apa yang membuat ia memutuskan untuk membawa pasien ke RSJ. Ia mengatakan: commit to user
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ya mungkin ibu disini kan lebih di jaga sama di atur. Mana tau ibu sembuh. Saya juga bingung sebenernya mbak, tapi saya juga nggak bisa jagain ibu kalau sendirian. Saya juga khawatir sama anak saya mbak, kan masih kecil. Kondisi pasien diruang IGD ini adalah kondisi awal yang menggambarkan dengan jelas bagaimana keadaan pasien diawal masuk sehingga pihak keluarga memutuskan untuk membawanya dirawat di rumah sakit ini. Gambaran mengenai kondisi pasien diawal masuk tersebut disampaikan oleh Purnomo, seorang perawat yang bertugas di ruang IGD. Ia mengatakan bahwa pasien “Gelisah, bingung, bicaranya nglantur, agresif, ngamuk-ngamuk” (13 November 2013). Serupa juga dengan yang disampaikan oleh perawat lain yaitu Siti Purwaningsih yang mendeskripsikan kondisi awal pasien yang pertama kali masuk dengan mengatakan bahwa pasien “marah, ngamuk-ngamuk, bingung, melakukan kekerasan” (13 November 2013). Untuk mengekplorasi dan mencari tahu langsung tentang bagaimana kondisi pasien dan apa yang dirasakan oleh pasien, maka perawat tetap melakukan komunikasi dengan pasien. Meskipun informasi yang didapat tetap sulit dan terkadang berbahwa ketika pasien memiliki riwayat kekerasan. Di awal fase keperawatan ini, perawat melakukan interaksi yang singkat dan halus serta dengan sangat
berhati-hati.
Seperti
yang
disamapaikan
oleh
Purnomo
ketika
menyampaikan kesulitannya saat berinteraksi dengan pasien yang baru saja masuk rumah sakit ini. Purnomo: Bisa dibilang hampir semua pasien gangguan jiwa awalnya susah untuk diajak berkomunikasi. Itu karena mereka lagi tegang dan cemas. Misalnya saja pasien autisme sangat susah diajak berkomunikasi, saat di tanya apa dia malah nglantur kesana kemari. Kalau pasien menarik diri juga susah untuk didekati, mereka cenderung tertutup.(31 Oktober 2013) Sebelum memberikan data komunikasi langsung yang terjadi di lapangan, penjelasan mengenai penulisan diperlukan. Maka kolom pertama akan berisi tugas-tugas yang dilakukan dalam setiap fasenya. Kolom kedua berisi teknikteknik komunikasi terapeutik yang dilakukan, hal tersebut berlaku pada semua fase. Untuk menghemat penulisan maka tugas pada setiap fase dan teknik-teknik commit to user komunikasi terapeutik ini hanya menggunakan nomor urutnya saja. Kolom ketiga
105 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
akan berisi tindakan atau interaksi yang dilakukan oleh perawat. Pada kolom perawat terdapat huruf L dan P yang menunukkan L adalah perawat laki-laki dan P adalah perawat perempuan. Sedangkan kolom terakhir berisi interaksi atau timbale balik yang dilakukan oleh pasien. Keterangan ini berlaku pada semua fase dari awal fase hingga fase akhir. Tugas Fase Preinteraksi: 1. Mengumpulkan informasi tentang klien (alasan masuk, riwayat kesehatan, Dx medis dan lain sebagainya). 2. Mencari referensi yang berkaitan dengan masalah klien. 3. Mengeksplorasi perasaan, ketakutan dan fantasi. 4. Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri. Teknik-teknik komunikasi terapeutik: 1. Mendengarkan aktif (active listening) 2. Pertanyaan terbuka 3. Restarting 4. Reflecting/Refleksi 5. Klarifikasi/Validasi 6. Focusing 7. Sharing perseption 8. Diam 9. Identifikasi tema 10. Humor Hasil data wawancara tersebut didukung dengan hasil observasi saat pasien yang bernama Larmini pertama kali masuk ruang IGD. Perawat mencoba melakukan komunikasi dengan pasien yang bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang pasien sekaligus meneliti kondisi dan keadaan pasien. 31 Oktober 2013 pukul 15:30 WIB. Tugas Fase 1,2,3
Teknik 1,2,9
1,2,3
1,2,9
2
1,2,9
2
3,6
Tindakan Perawat L: Lha ibu ki tau krungu suoro-suoro opo mboten? (Menyentuh pasien ) L: Lha ndelok sesuatu sing aneh pernah ora? (Tatapan fokus dengan nada lugas) L: Terus? Ngomong opo?(Lebih fokus dan nada lugas) L: Lungo ning ndi bu jarene?(Sambil commit tersenyum) to user
Reaksi Pasien Suoro opo? Yo mboten.
Tau aku, ono wong 2 nganggo klambi ireng karo putih. Ora ngomong, mung ngajak lungo aku terus. Ora ngerti, ning aku emoh. Lha mbiyen bojo ku mati kan goro-goro
106 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2
7
L: Yo bener, ojo dirungokke ya bu.(Menepuk lengan pasien.)
diajak wong loro kui. Jahat og kae. Dadine aku emoh neg di jak. Iyo Pak.
Diawal fase ini perawat lebih memberikan banyak pertanyaan kepada pasien untuk mencari tahu tentang kondisi dan latar belakang kondisi pasien. Untuk mendapatkannya, perawat menggunakan teknik mendengarkan secara aktif serta memberikan pertanyaan terbuka. Hal ini juga menunjukkan rasa empati, keterbukaan, kehangatan, perhatian yang tulus dan penerimaan kepada pasien. Dengan kondisi tersebut akan mempengaruhi kepercayaan pasien terhadap perawat. Teknik dan prinsip komunikasi terapeutik disini berjalan dengan baik sehingga pasien bersedia untuk dirawat. Meskipun arah bicara pasien masih bingung, ngelantur dan tidak terarah, perawat tetap harus melaksanakan tindakan keperawatan. Ini semua dilakukan untuk membantu pasien agar pasien mendapatkan kebutuhannya yaitu kesembuhan. Agar kebutuhan tersebut dapat terpenuhi, maka perawat harus tahu langsung tetang perasaan pasien. Dengan mengetahui masalah yang sedang dihadapi atau dikeluhkan hingga mengakibatkan pasien mengalami kondisi seperti tersebut.Hal serupa juga terjadi pada pasien yang bernama Bambang. Kondisinya yang sangat cemas dan sedikit emosi membuat bicaranya tidak terarah bahkan memiliki sifat curiga. 17 Oktober 2013 pukul 10:26 WIB Tugas Fase 3
3
Teknik 2,8,9
1,2,3
Tindakan Perawat L: “Hallo Pak Bambang.?” Ngopo mrene meneh? (Sambil tersenyum dan menyentuh pundak pasien saat berbaring di tempat tidur) L: Sapa yang merusakrusak? (Dengan nada ingin tahu untuk menciptakan suasanacommit hubungan saling to user percaya)
Reaksi Pasien Mbuh Pak, ono sing eh ngrusak-ngrusak aku koyone. (tidak tahu Pak, sepertinya ada yang mau merusak-rusak saya.) Tidak tahu Pak. Saya diem saja kog.
107 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3,4
1,2,9
3,4
1,2,9
1,2,10
L: Oh ngono? Denger suara-suara nggak? (Tatapan santai naum fokus) L: Merasa takut nggak?
L: oh iyo? Gila? Mosok? To wes istirahat sik yo.
Nggak ada suara Pak. Saya sehat kog.
Nggak Pak. Saya tu kemaren heran, saya dari klaten, mau ke semarang. Sampek disemarang kog saya tiba-tiba bangun dari tidur aku wes ning jogja. Aku mabur. Kali ini aku benar-benar gila Pak.gila bener. Iya pak.
Hampir serupa dengan penjelasan dari pasien sebelumnya bahwa disini para perawat memerankan dirinya secara terapeutik dengan menggunakan teknik komunikasi yang bertujuan untuk menggali informasi. Perawat sangat perlu mendengarkan dengan aktif, memberikan
pertanyaan yang terbuka dan
mengidentifikasi tema. Dengan menunjukkan bahasa verbal dan nonverbal tepatpun pasien akan percaya karena prinsip yang digunakan para perawat tersebut sangat mempengaruhi kepercayaan itu. Diruang IGD, untuk mendapatkan kepercayaan dari pasien agar mau dirawat inap, maka perawat harus dapat menunjukkan rasa kepedulian dengan membangun hubungan yang terapeutik. Purnomo: Hubungan terapeutik itu, khususnya saya sebagai perawat selalu mencoba menganggap pasien itu seperti keluarga sendiri untuk menciptakan lingkungan yang terapeutik karena hal itu berguna untuk membuat pasien percaya kepada kita. Kepercayaan ini berguna untuk mengkaji permasalahan pasien. Kalau komponen yang bisa membantu itu ya yang pasti hubungan saling percaya, empati (bisa merasakan perasaan pasien), menganggap pasien seperti partner atau keluarga. (31 Oktober 2013)
commit to user
108 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam menjalin hubungan yang terapeutik, wajib bagi seorang perawat untuk menciptakan rasa percaya agar pasien mau untuk mengikuti arahan keperawatan yang akhirnya tujuannya untuk membantu pasien itu sendiri dalam mencapai kesembuhannya. Hal yang hampir serupa juga disampaikan oleh Siti Purwaningsih dengan mengatakan demikian: Siti Purwaningsih: Di sini kebanyakan dan seringnya pasien jiwanya itu pasien yang sudah sering keluar masuk, jadi kita sudah kenal. Karena sudah kenal, kita tinggal menjaga dan memperbaiki hubungan yang lebih baik lagi baik dengan pasien. Dengan cara yang seperti itu, kita juga makin paham dan tahu alasan dia sering keluar masuk sini. Komponennya ya kunci utamanya, menjalani hubungan saling percaya dengan pasien, memahami kondisi dan perasaan pasien, terus sering mengajak ngobrol pasien biar lebih akrab dengan pasien jadi bisa semakin membantu kesembuhan pasien.(31 Oktober 2013) Dari data-data tersebut bahwa dari awal sangatlah penting untuk membina hubungan yang terapeutik yang baik agar pasien mau sedikit terbuka tentang permasalahannya sehingga para tenaga medis dapat mengetahui kondisi pasien. Dengan begitu perawat dapat melakukan tugas mereka dengan baik. Jalinan pembangunan hubungan terapeutik tersebut terjadi seperti diawal bu Larmini masuk rumah sakit tersebut. 31 Oktober 2013 pukul 15:30 WIB Tugas Fase 3
Teknik 2
3
1,2
3
1,2
3 3
1,2 1,2
1,2
1,2,6,9
Tindakan Perawat L: Sugeng sonten bu? (Mendekati pasien sambil tersenyum.) L: Ouh, saget bahasa Indonesia nggih. (Tertawa kecil.) L: Namanya siapa bu? (Menyentuh pundak pasien.) L: Usianya? L: Daleme pundi bu? (bertanya dengan nada lembut.) L: Kenapa kesini? (Tatapan fokus tapi santai.) commit to user
Reaksi Pasien Selamat Sore Pak.
Ya bisa Pak.
Larmini
40 tahun Jurug, Mojosongo Boyolali. Tadi saya di bawa tetangga saya, Mbak Ariti.jarene kula meh di ajak jalan-jalan. Lha kog
109 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1,2
1,2,3
2
1,2,6,8, 9
L: Wes tau mrene sak durunge bu? (Bertanya dengan nada lebih lugas.) L: Lha nopo? (Mengkerutkan kening untuk menunjukkan rasa ingin tahu yang lebih.) Nggih.
jebule tekan kene. Mboten. Dhereng, yo jangan Pak. Iki rak rumah sakit to Pak?
Lha iyo, kula sehat og, ya jangan kesini terus.
Dari data diatas tampak bahwa perawat beberapa kali melakukan pemeriksaan agar mengetahui kondisi dan riwayat pasien. Tampak beberapa kali perawat melakukan teknik pemfokusan, hal tersebut menjelaskan dengan bentuk bahwa
perawatingin tahu
dengan
baik
tentang
riwayatpasien.
Dengan
demikian,perawat akan lebih mudah untuk membuat perencanaan keperawatan dengan pasien. Adapun tugas perawat IGD serupa dengan tugas fase preinteraksi. Purnomo menjelaskan tentang bagaimana tugas yang ia lakukan sebagai perawat di ruang IGD dalam membangun hubungan yang terapeutik sehingga pasien mau untuk dirawat inap atau mengikuti alur tindak keperawatan. Purnomo: Ya di sini perawat itu memberikan TAK (Terapi Aktivitas kelompok) kepada pasien, pengkajian riwayat penyakit pasien dari awal sampai proses pengobatannya, mengkaji riwayat penyakit setelah tahu jenisnya, mencari tahu faktor pencetus penyakit pasien. Ya intinya perawat itu mengidentifikasi semua masalah yang dihadapi pasien lalu membantu mentuntaskan. Makannya beda pasien pasti penanganannya juga beda karena karakter masing-masing pasien beda-beda.(31 Oktober 2013) Kemudian ditambahkan oleh Siti Purwaningsih, yang juga perawat di ruang IGD menyampaikan tentang gambaran tugas-tugas perawat selama pasien akan dirawat. Siti Purwaningsih: Ya mendasar saja ya mbak, tugas perawat, mau perawat umum maupun jiwa tugasnya pasti mengawasi keseluruhan kebutuhan pasien, seperti makan, minum obat, aktifitas sehari-hari. Kalau tidak bisa kita bantu. Apalagi di sini pasiennya pasien jiwa, ngurusnya itu lebih sedikit sulit jadi membantunya commit to user
110 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pelan-pelan. Di sini karakternya beda-beda, jadi penangannya juga bedabeda.(31 Oktober 2013) Tugas-tugas
yang
di
deskripsikan
oleh
perawat-perawat
tersebut
menggambarkan bahwa setelah hubungan terapeutik yang berdasar pada hubungan yang saling percaya akan mempermudah tugas para perawat. Meskipun setiap pasien memiliki karakter yang berbeda-beda namun tindakan keperawatan tetap dilakukan meski teknik dan pola yang dilakukan pun berbeda-beda. Di sinilah peran proses komunikasi dimainkan. Perawat sebagi komunikator harus bisa mempengaruhi pasien sebagai komunikan dengan menggunakan pesanpesannya secara persuasif. Sehingga pasien akan terajak dan tergerak untuk melakukan apa yang dimaksudkan oleh komunikator. Pada akhirnya perubahan perilaku pasien itu sendiri yang akan menjadi timbal baliknya. Tidak dipungkiri bahwa untuk mentransferkan pesan kepada pasien tidaklah mudah. Dan hali itu terjadi dari awal pasien masuk, bahkan bisa dibilang ini adalah tahap yang paling sulit untuk memberi tahukan kepada pasien tentang kondisi mereka dan bahwa mereka akan dirawat inap. Oleh sebab itu ada teknikteknik khusus yang digunakan oleh para perawat dalam menyampaikan pesan kepada pasien. Purnomo: Pertama harus tahu dulu dan pelajari dulu riwayat pasien. Kemudian dengan menunjukkan perilaku nonverbal, misalnya duduk disamping atau dirangkul. Kemudian baru pemberian komunikasi verbalnya secara pelanpelan sampai diterima. Kadang manusia normal saja susah untuk didekati apalagi kondisi sakit dan ini sakitnya sakit gangguan jiwa, jadi caranya itu agak sedikit unik dan sulit. Tapi sepanjang kita sebagai perawat mau memahami dan mempelajari karakter pasien dengan baik, pasti komunikasi yang terjalin bisa mengalir dengan baik.(31 Oktober 2013) Dengan menggunakan pendekatan secara verbal dan nonverbal yang tepat akan membuat pasien percaya dan merasa aman serta nyaman. Ditambahkan oleh Siti Purwaningsihtentang pendapatnya mengenai cara mentransferkan pesan kepada pasien yang dipandang sulit untuk diajak berinteraksi ini. commit to user
111 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Siti Purwaningsih: Ya dengan menggunakan pendekatan dengan pasien, menghargai dia, kita sanjung agar dia mau merubah perilaku. Terus, membuat kepercayaan yang membuat dia nyaman. Kalau komponen itu bisa dilakukan dengan baik, pasien walaupun pasien jiwa, pelan-pelan mereka akan paham dan bisa mengikuti kita.(31 Oktober 2013) 31 Oktober 2013 pukul 15:30 WIB: Tugas Fase 3
3,4
Teknik 7
10
Tindakan Perawat L: Oh, nggh-nggih. Ngihh sampun, mangke bu Larmini di rawat teng mriki sik nggih, istirahat teng mriki.(Kembali menepuk lengan pasien dengan nada membujuk.) L: Yo, sip manut. Apik nek ngono.(Dengan senyum dan mengacungkan jempol.)
Reaksi Pasien Oh, nggih. Aku manut og.
Mengingat pasien ini adalah pasien jiwa, saat perawat melakukan introgasi tentang riwayat pasien, maka perawat perlu menggunakan teknik humor agarpasien tidak tegang dan takut. Dengan menggunakan teknik humor tersebut pasien akan lebih tenang dan nyaman. Selain itu kehangatan dan penghargaan yang positif dari perawat kepada pasien akan tercipta dan menambah kepercayaan pasien. Data tersebut menunjukkan bahwa perawat berusaha membuat komunikasi yang senyaman mungkin sehingga pasien percaya kemudian mau menuruti atau mengikuti aturan asuhan keperawatan yang akan diberikan. Hal tersebut tentu saja perawat menunjukkan kepeduliannya dengan menunjukkan rasa empatinya kepada pasien yang membutuhkan pertolongan. Tentu saja komunikasi yang dilakukan diwujudkan dengan bahasa verbal dan nonverbal yang tepat yang menunjukkan kepeduliannya akan masalah yang sedang dihadapi oleh pasien. Dari data yang terjadi pada fase preinteraksi tersebut tampak bahwa perawat sangat berperan aktif sebagai komunikator yang memiliki tujuan untuk commit to user menyampaikan pesan kepada pasien sebagai komunikan. Perawat menggunakan
112 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
fungsi komunikator secara terapeutik dengan menggunakan prinsip empati, kehangatan dan ketulusannya dalam menyampaikan pesan. Media yang digunakan tampak ketikan perawat berinteraksi di ruang IGD. Perawat melakukan percakapan secara langsung dengan verbal dan nonverbalnya. Dalam berinteraksi, teknik yang digunakan juga menjadi media tersendiri seperti pertanyaan terbuka dan humor, sehingga interaksi interpersonal yang terjalin lebih kondusif dan dapat diterima paien. Dalam tahap preinteraksi ini, pesan yang disampaikan kepada pasien belum terlalu banyak. Inti pesannya masih seputar mengajak pasien untuk mau dirawat serta mencari informasi tentang latar belakang dan riwayat pasien. Dengan menggunakan pesan dan media yang tepat, maka pasien sebagai komunikan memberikan respon atau timbal balik kepada perawat. Respon yang sangat tampak jelas adalah kebersediaan pasien untuk mau di rawat inap. 4.3.2
Fase Orientasi Dalam tahap orientasi, tugas awal perawat sebagai komunikator adalah
menetapkan iklim saling percaya, pengertian, penerimaan dan komunikasi terbuka. Selain itu, perawat juga merumuskan kontrak dengan klien yang meliputi saling
memperkenalkan
diri,
penjelasan
peran,
tanggung
jawab,
topik
pembicaraan, harapan dan tujuan interaksi, kerahasiaan, waktu dan tempat interaksi. Tugas tahap ini meliputi: 1. Menetapkan iklim saling percaya, pengertian, penerimaan dan komunikasi terbuka. 2. Merumuskan kontrak dengan klien yang meliputi saling memperkenalkan diri, penjelasan peran, tanggung jawab, topik pembicaraan, harapan dan tujuan interaksi, kerahasiaan, waktu dan tempat interaksi.
commit to user
113 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Seperti yang terjadi pada pasien Bambang berikut ini saat di ruang IGD dan akan disepakati untuk dirawat inap. 17 Oktober 2013 pukul 10:26 WIB Tugas Fase 1
Teknik 2
1
1,2,5,7
1
2,10
2
3,6,7
2
4,7
2
10
Tindakan Perawat L: Ya nanti Pak Bambang istirahat disini dulu ya? (sambil tersenyum untuk menciptakan suasana yang dipercaya dan menghindari rasa takut) L: Lha mbiyen ning kene ngopo wae? (Bertanya dengan nada empati agar dipercaya.)
L: Lho penak to ning kene? Yo wes ning kenesik wae. Mengko Pak Bambang di terapi meneh. Ketemu Pak dokter meneh, ben di obati yo? Ben ndang cepet mari. L: Wes mboten sah wedi. Sih kenal aku to Pak? (Dengan menyentuh tangan pasien) L: Lha kui jeh kenal. Yo ning kene sik wae sampek mari. (Sambil tersenyum dan penuh perhatian)
Reaksi Pasien Lha kenapa saya harus disini Pak? Opo aku meh dirusak-rusak? (apa saya akan di rusak-rusak?)
Yo aku ning kene mung tura turu trus mangan karo konco-konco. Paling dike’I obat. Tapi bicara saya bagus to Pak? Rak masalah to Pak? Lha ngopo aku ning kene meneh? Yo wes lah. Yooohh.
Isih, karo Pak Purnomo mosok aku lali. Balik wae po rak oleh Pak? Lha kui ono jeneng og. Yo wes rak po po.
Serupa dengan kondisi pasien sebelumnya, teknik humor dibutuhkan kepada semua pasien. Saat perawat memberikan pertanyaan terbuka maka wajiblah perawat mendengarkan dengan aktif saat pasien berbicara. Kemudian untuk mengarahkan pasien kepada hal atau opini positif maka perawat juga menuntun pasien dengan memberikan sharing perception. Jika pasien menyangkal perawat juga perlu memberikan sebuah klarifikasi agar pasien tidak salah arah atau salah jalan. Dengan meyakinkan pasien dengan cara yang baik maka hubungannya akan commit to user menghasilkan iklim yang saling percaya kemudian komunikasi semakin terbuka.
114 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Data tersebut juga menunjukkan ajakan kepada pasien dan pembentukan hubungan yang saling percaya agar pasien merasakan kepedulian yang diberikan oleh perawat. Dalam komunikasi yang terjadi tersebut berisi ajakan kepada pasien untuk mengikuti aturan-aturan yang akan diberikan kepada pasien yang mana hal tersebut berguna bagi kesembuhan pasien. Salah satu ajakan yang di berikan yaitu meminum obat dan mengikuti anjuran yang akan diberikan oleh dokter. Dalam tahap ini komunikator lebih meyakinkan komunikan dengan cara penyampaian pesan yang bersifat persuasif. Dengan menggunakan teknik yang tepat dalam setiap pengiriman setiap pesannya, maka komunikator akan dapat mempengaruhi komunikan agar mau memahami kemudian menyetujui dan akhirnya melakukan perintah yang dimaksudkan oleh komunikator sebagi bentuk respon. Setelah pasien dan keluarga dimintai keterangan, barulah dokter melakukan diagnosa. Dan disitu diketahui bahwa Larmini divonis terkena Skizofrenia tak terinci dengan ciri-ciri: marah-marah, halusinasi melihat makhluk menggunakan baju hitam dan putih. Sedangkan Bambang divonis Skizofrenia residual dengan ciri-ciri: tidak bisa tenang, halusianasi tinggi. Dengan divonisnya pasien tersebut, maka pasien dinyatakan untuk dilakukan tindakan keperawatan untuk dirawat inap. Kemudian, awal mula pasien dirawat inap, pasien dibawa ke ruang Joyorejo. Dengan masuknya pasien ke ruang Joyorejo, maka pasien melanjutkan tahap berikutnya. Setiap perpindahan ruang juga mengalami fase preinteraksi. Serupa halnya di ruang Joyorejo, para perawat juga mencari tahu dan/atau memperlajari riwayat pasien. Data-data tentang pasien telah di dapat dari ruang IGD. Selebihnya perawat mempelajari pasien secara langsung untuk mengetahui kondisi dan perasaan mereka secara langsung agar perawat mengetahui permasalahan yang dihadapi dan apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
commit to user
115 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kemudian setelah mengetahui kondisi pasien, perawat menindak lanjuti langkah
berikutnya
yaitu
melakukan
perkenalan
dan
mencoba
mengkomunikasikan tentang perjanjian tindakan keperawatan. Hal tersebut sesuai dengan yang terjadi dilapangan pada saat pasien Larmini masuk ruang Joyorejo.31 Oktober 2013 pukul 15:30 WIB Tugas Fase 1
Teknik 2
2
2,9
2
2,7
1
5,7
2
2,10
2
2,10
2
5
1
7
1
10
Tindakan Perawat Diruang Joyorejo. P: Sinten Niki? (Dengan menyentuh pundak pasien dan tersenyum.) P: Sakit nopo bu? (Menatap pasien dengan nada tanya) P: Oh nggih. Kula Bu Eni. Mangkeh ibu dirawat teng mriki nggih? (Tatapan fokus pada pasien) P: Oh nggih. Mangkeh manut nggih teng mriki, ben ndang sehat.(Dengan tersenyum dan dengan nada semangat.) P: Oh nggih. Niki teng pundi bu?(Bertanya dengan nada halus, sedikit candaan namun serius.) P: Oh iyo, Rumah Sakit opo?(Dengan nada bertanya yang bercanda.) P: Oh, nggih. Manggkeh, teng mriki dirawat kaleh kula karo perawat-perawat liyane sing neng kene yo?(Sambil menyentuh lengan pasien.) P: Mpun saniki istirahat mawon. Ora sah wedi nggih?(Berkalikalimenyentuh pasien.) P: Oh sip.
commit to user
Reaksi Pasien Bu Larmini, bu.
Mbuh. Aku ora loro kog digowo ning kene. Nggih bu. Aku tak istirahat ning kene. Bosen ning omah. Nggih bu, kula sehat kog. Kula Cuma pengen jalanjalan.
Rumah Sakit.
Rumah Sakit Jiwa.
Iyo, iyo.
Yo, yoh. Aku rak wedi, aku manut kog wonge.
perpustakaan.uns.ac.id
116 digilib.uns.ac.id
Meskipun susah untuk membuat janji atau kontrak dengan pasien, hal tersebut harus tetap dilakukan agar pasien sebagai komunikan tahu kondisinya dan mempermudah kerja keperawatan selanjutnya tentang apa yang harus dan tidak harus dilakukan yang dapat hasilnya akan menunjang kesembuhan pasien. Dengan sedikit bercanda namuntidak berlebihan membuat intraksi yang berlangsung tidak berat. Selain menunjukkan empatinya, dalam tahap ini komunikator juga menyampaikan pesan mengenai kontrak kerja terapeutik. Kemunidian, kondisi pasien saat telah dimasukkan diruang Joyorejo masieh serupa saat mereka di ruang IGD karena waktu perpindahan masih singkat. Selain itu, pasien juga makin bingung saat mereka harus melihat keadaan barulagi dan harus beradaptasi lagi. Informasi tersebut disampaikan oleh Sena selaku kepala ruang Joyorejo. Ia mengatakan bahwa kondisi pasien di awal masuk ruang tersebut “Krisis akut, gaduh gelisah.” (31 Oktober 2013). Ditambah lagi dari pendapat Nindya Ningsih, seorang perawat wanita yang mengawasi para pasien wanita dengan mengatakan pendapatnya tentang kondisi pasien yang baru masuk diruang Joyorejo, khususnya pasien wanita. Ia mengatakan bahwa “dari raut muka sudah tampak. Mereka bingung, gaduh gelisah, dan emosinya labil. Itu terjadi hampir semua pasien di awal masuk walaupun banyak pasien yang sering keluar masuk” (31 Oktober 2013) 4.3.3
Fase Kerja Fase kerja ini berisi seluruh kajian asuhan keperawatan yang tujuannya
untuk membantu perubahan perilaku pasien dari maladaptif menuju adaptif. Sesuai dengan data bahwa banyak sekali tugas pada fase kerja ini, yaitu: Tugas khusus dalam fase kerja mencakup: 1. Mempertahankan hubungan 2. Mengumpulkan lebih banyak data 3. Mengeksplorasi persepsi realitas 4. Mengembangkan mekanisme koping positif 5. Meningkatkan konsep diri positif 6. Mendorong verbalisasi perasaan 7. Memfasilitasi perubahan perilaku 8. Mengatasi resistens 9. Mengevaluasi kemajuan dan mendefinisikan kembali tujuan jika tepat 10. Memberi klien kesempatan untuk mempraktikkan perilaku baru commit to user 11. Meningkatakan kemandirian
117 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Banyaknya tugas perawat dalam fase kerja ini menuntut perawat untuk dapat menjalankan tugasnya sebagai fasilitator kesehatan dengan baik dan tepat agar pasien bisa mendapatkan kebutuhannya dengan baik dan tepat pula. Langkah awal dalam merawat pasien umum dan pasien jiwa hampir serupa, yaitu menjalin hubungan terapeutik yang baik agar proses perawatan nantinya dapat berlangsung dengan baik. Menjalin hubungan terapeutik tersebut memerlukan dasar kepercayaan antara pasien dan perawat sebagai bekal awal. Nindya Ningsih: Hubungan terapeutik itu ya hubungan dimana perawat membina hubungan saling percaya kepada pasien dengan melakukan pendekatan untuk mengeksplorasi perasaan pasien agar dapat membantu perubahan perilaku pasien. Ya komponennya bisa disebutkan saat menjalin hubungan saling percaya berarti harus ada empati, kepercayaan itu sendiri, ketulusan, bisa juga sopan santun karena walaupun mereka pasien jiwa, sebagai manusia apalagi kalau bicara usia, itu tetep sadar nggak sadar sopan santun juga harus di jaga. Kemudian bisa jadi keterbukaan dari perawat itu sendiri, pendekatan yang halus dengan nada suara dan gerak gerik tubuh yang gemati (peduli) kalau orang sini bilang.(31 Oktober 2013) Ketulusan, sopan santun dan kepedulian yang dapat menghasilkan kepercayaan kepada pasien nampak pada saat perawat memberikan perhatiannya kepada pasien Larmini seperti berikut ini: Jumat, 1 November 2013 pukul 07:30 WIB Tugas Fase 1,4,5,7,10,1 1
Teknik 2,7
7,10,11
2,10
1
2
1 4,5,7,10,11
2
Tindakan Perawat L: Bu Larmini adhus rumiyen nggih?(Dengan nada memerintah namun halus.) L: Ya…, adhus dhewe saget to?(Bertanya dengan nada lugas dan halus.) L: Yo, bagus. Tak pundutke klambine ya…(Sambil mengacungkan dua jempol lalu mengambil baju ganti.) L: Yo, ndang adhus. commit anduk’ke to user L: Bu Larmini,
Reaksi Pasien Nggih Pak, kulo manut kog.
Yo saget Pak, lha po aku cah chilik? (sambil tertawa.) Wuoh, di pundutke? Oh nggih, matur numun Pak.
Oh nggih Pak. Teng pundi
118 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1,7,10,11
di jemur ning kono yo?(Menunjuk ke arah jemuran.) L: Kae, ning jobo kono. Sambil menunjuk ruangan untuk menjemur. (Sambil menunjuk ruangan untuk menjemur.)
2
Pak di peme ne?
Nggih.
Dalam fase kerja, komunikatorbanyak menggunakan teknik pertanyaan terbuka seperti yang terjadi pada di atas. Hal tersebut diperlukan agar pasien mau menceritakan masalahnya dan perawat tahu untuk mengatasinya.hal tersebut akan sesuai
dengan
prinsip
komunikasi
terapeutik
yaitu
tanggungjawab,dan
penggunaan diri secara terapeutik. Para perawat di ruang Joyorejo ini mengatakan bahwa kerja mereka dalam menyampaikan pesan yang akan dilakukan kepada perawat sangat lah sulit. Oleh sebab itu ada teknik dan pola khusus dalam menyampaikan pesan yang dimaksud. Sena: Dengan cara komunikasi terapeutik yang bertahap, tidak bisa secara langsung. Dengan pemberian terapi yang dilakukan secara terus menerus, jadi pasien memahami bagaimana mengendalikan halusianasi mereka. Pastinya itu bisa didapat kalau kita bisa menjalin hubungan yang baik dengan pasien.(31 Oktober 2013) Sedangkan pendapat Nindya Ningsih, perawat wanita di ruang Joyorejo tersebut memiliki metode lain dalam mendekati pasien yang masih belum stabil tersebut. Nindya Nngsih: Pendekatan dengan hati-hati, kalau kita langsung melakukan tidak keperawatan yang terlalu kaku, pasien bisa marah dan makin menutup diri. Memahami latar belakang pasien, misal penggunaaan bahasa yang digunakan pasien itu bahasa jawa atau Indonesia, dia laki-laki atau perempuan, lihat usia dan latar belakang keluarga dan penyakitnya juga. Sadar atau nggak, kita pasti punya perbedaan cara-cara berkomunikasi dengan pasien yang beragam itu. Contohnya, ada pasien perempuan yang masih muda itu, dia punya trauma dengan laki-laki, jadi kalau bisa di awal yang menangani harus perawat perempuan dulu, kalau tidak dia bisa histeris.(31 Oktober 2013) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
119 digilib.uns.ac.id
Hal tersebut terjadi saat Larmini mengamuk. Perawat harus hati-hati dalam menangani pasien. Hal tersebut diperlukan agar pasien tetap percaya kepada perawat. Meskipun agak sedikit memerlukan ketegasan, namun perawat tetap harus waspada. Jumat, 1 November 2013 pukul 12:30 WIB Tugas Fase Teknik Tindakan Perawat Reaksi Pasien Beberapa pasien yang membuat keributan membuat emosi bu Larmini timbul lagi. Kondisi Bu Larmini sebenarnya baik-baik saja, namun karena ruangan Joyorejo adalah tempat pasien yang belum terkontrol maka keributan yang terjadi memancing emosi Bu Larmini menjadi membabi buta. “Bu, iku bu nakal banget bu.”(Menunjuk beberapa temannya yang membuat ulah, ada yang berteriak, ada yang menangis, ada yang membuang-buang air kamar mandi dan marahmarah termasuk bu Larmini.) 8 5 P: Wes ben wae bu. Iki lho bu nakal banget. (Sambil mengontrol (Menginjak temannya keadaan yang terjadi yang bertariak-teriak pada pasien satu persatu). sambil bergeletak di lantai.) 8 3,5 P: Bu Larmini, wes ben Kui bu. Ribut terus, jotos bu, tok’ke wae. (Perawat wae bu, nakal og kui, masuk sambil taleni wae bu. Ribut terus membereskan suasana og bu. Marai emosi ket yang ada.) mau. 8 3,4,5 P: Wes bu, koe meneng wae. (Dengan nada agak keras, karena bu Larmini tak henti-hentinya berbicara yang membuat suasana menjadi gaduh. Kemudian Bu Larmini dipisahkan dengan pasien yang membuat gaduh.) Kondisi pasien yang labil diatas terkadang membuat kerja terapeutik ini kacau. Oleh sebab itu saat pasien marah maka perawat harus melakukan klarifikasi agar pasien tidak semakin emosi. Kondisi tersebut akanmembentuk commit to user keasadaran diri pasien.
120 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dengan menggunakan teknik yang tepat kepada setiap pasien, maka perawat akan lebih mudah membantu pasien untuk melakukan aktifitas yang baik sesuai dengan asuhan keperawatan dan perawat pun dapat menjalakan tugasnya dengan baik. Kemudian, Nindya menerangkan tugasnya sebagai perawat secara umum. Iya menjelaskan tugasnya sebagai fasilitator dalam membantu kebutuhan pasien sehari-hari selain memberikan terapi. Nindya Ningsih: Ya mendasar mbak, seperti tugas perawat pada umumnya. Ya misalnya melaksanakan asuhan keperawatan untuk pasien psikiatri. Juga, tugas lainnya itu pemenuhan kebutuhan pasien sehari-hari(ADL).(31 Oktober 2013) Kegiatan ADL yang diberikan tampak saat keperluan tersebut di berikan kepada pasien Larmini. Disitu terjadi interaksi dimana perawat mengajak pasien untuk makan, bersih-bersih kemudian beristirahat. Senin, 4 November 2013 pukul 11:00 WIB Tugas Fase 1,6
Teknik 2
Tindakan Perawat P: Bu Larmini makan bubur lagi ya?(Menyerahkan bubur yang dimaksud.)
1,8 1,11
2
1,7,10,11
2
1
2
1
7
Reaksi Pasien Iya mbak.
Mbak, buahnya bisa minta lagi? P: Iya, bu ambil aja.(Mempersilahkan buahnya dengan tersenyum lembut.) P: Bu Larmini bisa cuci piring nggak? (Mendeati pasien dengan nada mengajak.) P: Bu Larmini wes bar rung?(Menuju tempat cuci piring dan mendekati pasien dan menyentuh pundaknya.) P: Oh yo. Nek wes rampung ndang masuk kamar meneh ya, istirahat.(Dengan commit to user menepuk pundak pasien.)
Bisa bu, kene tak isah’e.
Nopo bu? Iki rung bar kog. Jek di isah’i.
Iyo bu, tk kiro ngopo di undang.
perpustakaan.uns.ac.id
121 digilib.uns.ac.id
Pendekatan diwaktu santaipun sangat berguna untuk menciptakan hubungan interpersonal yang terapeutik semakin baik. Hal tersebut dapat tercipta dengan cara memberikan pertanyaan terbuka dan saat menjelaskan perawat harus mendengarkan secara aktif. Hubungan ringan ini membentuk sebuah kehangatan, dan perhatian yang tulus. Selain melakukan aktifiats keseharian secara teratur, pasien juga di berikan terapi-terapi yang dapat membatu pasien untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang positif. Tentunya pasien akan lebih berkembang setelah diberi terapi-terapi yang diberikan. Baik terapi menggunakan obat maupun dengan terapi aktifitas yang membuat para pasien lebih melakukan kegiatan yang lebih positif. Diruang Joyorejo, ada ruangan khusus yang digunakan untuk pemberian terapi kepada seluruh pasien.Terapi ini dilakukan setiap hari Senin-Sabtu.
Terapi-terapi di ruang TAK adalah sebagai berikut: Senin & Kamis: Orientasi Realita Selasa & Jumat: Stimulasi Umum Rabu & Kamis: Stimulasi Persepsi Dari data mengenai jadwal terapi tersebut menggambarkan bahwa tugas dari
perawat di ruangan Joyorejo ini adalah menuntun para pasien agar pasien mau untuk melakukan semua kegiatan-kegiatan yang ada. Tidaklah mudah mengajak pasien jiwa untuk mengikuti semua aturan apalagi jika hal tersebut tidak di sukai pasien atau pasien malu, takut, dan malas untuk beraktifitas. Maka, menjadi tugas perawatlah untuk membina hubungan yang baik dengan pasien di awal interaksi agar pasien percaya kepada perawat dan kemudian mau untuk di ajak berkegiatan. Agar hubungan yang dijalin dapat berjalan dengan baik, maka perawat harus teliti dalam memahami dan mengenal latar belakang pasien. Hal ini berguna agar perawat dapat menggunakan teknik yang tepat sesuai dengan karakteristik pasien yang sangat beragam jenis kepribadian dan karakteristiknya. Informasi tersebut di lengkapi oleh pendapat Sena: Tugas perawat itu dasarnya menuntut perawat untuk menjaga hubungan perawat yang memandang pasien secara komprehensif secara psikososial, cultural, spriritual, sosial, dan segi agama. Kan kita tahu kalau setiap pasien itu berbeda-beda apalagi ini pasien jiwa. belum lagi jenis gangguan jiwa commit to user dari pasien punya beda penanganan, jadi perawat psikiatri harus bisa
122 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memahami setiap pasiennya sesuai dengan latar belakang pasien. Jadi memandang pasien sebagai manusia secara utuh karena mereka pada akhirnya adalah manusia.(31 Oktober 2013) Berikut ini adalah contoh aktifitas terapi kelompok yang dilangsungkan di ruang JoyorejoJumat, 18 Oktober 2013 pukul 08:00 WIB: Tugas Fase Teknik Tindakan Perawat 5, 7, 8, 10, 10 P: Hore… kelompok Pak 11 Bambang menang. Tepuk tangan… (Tersenyum lebar dan memberikan tepuk tangan untuk menyemangati pasien) 1, 5, 11 4,5 P: Ayo Pak Bambang, kerja sama dengan temannya. Ini sedotannya di sambung jangan sampek putus ya Pak” (Mendekati pasien dan memberikan contoh nonverbal). Game kedua, menyambungkan sedotan sepanjang mungkin. 9 2,4,5 P: Coba sekarang sebutkan nama binatang yang awalannya huruf K. Hayo Pak Bambang bisa ndak?
Reaksi Pasien Iyo, iki gampang og (Dengan ekpresi malu, senang, dan bangga)
Iya mbak.
Apa ya? Ya kodok, kelinci, sama kerbau.
Saat memberikan terapi-terapi maka perawat dibentuk untuk menciptakan hubungan yang baik. Perawat perlu memberikan semangat kepada pasien agar pasien senang dan nyaman.Namun tidak melupakan isi dan inti dari terapi itu sendiri. Saat menjelaskan, perawat juga perlu menjelaskan atau mengklarifikasi dengan baik. Di ruang Joyorejo ini tampak perubahan pasien dari yang masih tegang dan gaduh gelisah menjadi lebih sedikit tenang. Deskripsi tentang kondisi pasien tersebut di sampaikan oleh Sena: Sena: Perilaku yang sudah diberi terapi bisa kelihatan membaik dari sebelum di terapi, misalnya perilaku kekerasan sudah tidak berbuat kekerasan lagi, sudah bisa mengendalikan emosi.(31 commit toOktober user 2013)
123 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ditambahkan oleh pendapat Nindya Ningsing mengenai kondisi pasien setelah mengikuti asuhan keperawatan dengan baik di ruang Joyorejo tersebut. Nindya Ningsh: Sangat berbeda. Bagi pasien baru, mereka belum kooperatif, labil, susah diatur dan diarahkan. Kalau pasien lama sudah kooperatif sudah maintenance. Dari raut muka pun bisa kelihatan, sudah tidak bingung, tidak tegang, diajak komunikasi bisa nyambung.(31 Oktober 2013) Perkembangan pasien terlihat ketika pasien sudah mau untuk beraktifitas, melakukan kegiatan ADL dengan baik dan mau mengikuti aturan asuhan keperawatan dengan baik pula. Seperti yang terjadi padapasien Larmini berikut ini Rabu, 6 November 2013 pukul 08:15: Tugas Fase 1,5,710
Teknik 2,7
4,5,7,10,11
6
1
10
1
10
Tindakan Perawat P: Sekarang kita TAKnya menggambar ya? Terserah mau menggambar apa. Nantidiceritakan kenapa menggambar itu. (Sambil menatap kearah pasien satu persatu.) P: Ayo sekarang Bu Larmini berdiri ditujukkan gambarnya terus diceritakan.(Nada mengajak dan mengadahkan tangan ke pasien untuk mempersilakan pasien berdiri.) P: Ouh iya. Bagus ya gambarnya? Nilainya berapa?(Nada senang sambil memperlihatkan kepada pasien yang lain.) P: Oh iya. Ayo tepuk tangan buat bu Larmini. (Bertepuk tangantangan dengan semangat dan gembira.) commit to user
Reaksi Pasien Iya mbak, saya suka menggambar.
Iya. (sambil berdiri) Ini saya menggambar orang nganten. Nggak ada alasannya, saya suka aja.
100
Iya terima kasih.
124 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Serupa pula dengan terjadi pada pasien perempuan ini. Humor dan pembicaraan yang ringan sangat dibutuhkan untuk menciptakan kenyamanan, namun pemberian dan tujuan terapi juga harus tetap dicapai. Dengan kondisi yang seperti itu, menjadikan pasien lebih berkembang dan siap untuk dibawa keruang berikutnya. Bagi pasien pria mereka dipindah keruang Perkasa sedangkan bagi pasien wanita dipindah keruang Punakawan. Ruang Perkasa: Kondisi pasien yang telah dipindah keruangan ini lebih sedikit kondusif dibanding saat pasien masih berada di ruang Joyorejo. Setelah mendapatkan perawatan disana dan mendapatkan obat, pasien kini telah dinyatakan sedikit terkontrol dan dapat dipindah ke ruangan ini bagi pasien laki-laki. Kondisi pasien di ruang ini digambarkan oleh yang menyampaikan demikian: Suwanto: Kondisi pasien di perkasa sudah mulai tenang. Namun ada yang masih mengingkari atau menyangkal penyakitnya. Namun secara umum sudah kooperatif.(31 Oktober 2013) Tampak kondisi tersebut dari pasien Bambang ketika hari pertama ia mengikuti aktifitas di ruangnya yang baru yaitu ruang Perkasa. Senin, 21 Oktober 2013 pukul 08:02 WIB. Tugas Fase 7, 4, 10, 11
Teknik 2
1 1, 2
1,2
1, 2 1, 2
2 1,2
1, 2, 4, 5, 11
1,3,4,7, 8
Tindakan Perawat L: Oh monggo Pak Bambang, sampun selesai resik-resik’e? L: Oh nggih, sak niki pinarak. L: Selamat pagi? Apa kabar? (Tatapan menyeluruh kepada semuapasien) L: Sudah mandi? L: Namanya siapa Pak? (Mendekati dan menatap pasien yang dituju.) L: Hayo kenalan dulu sama teman-teman yang lain. Disini ditengah. Pak commit to user Bambang baru kan disini?
Reaksi Pasien Sudah Pak.
Iya Pak Selamat pagi. Baik Pak. Sudah Bambang Pak. Bambang Sugeng. Iya Pak. Nama saya Bambang Sugeng
125 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(Menggandeng pasien untuk maju kedepan.) 1,2 2 L: Umurnya berapa? Saya 43 tahun (Sambil menyentuh pundak.) 1,2 2 L: Rumahnya dimana? Rumah saya di CandiRejo, Tonggalan, Klaten. 1 10 L: Ya, tepuk tangan buat Pak Bambang. (Tertawa sambil bertepuk tangan.) Dari interkasi diatas menunjukkan bahwa pasien sudah sedikit berkembang. Tampak perawat lebih serius karena pasien sudah mulai kondusif, sehingga dalam tahap ini penggunaan teknik pertanyaan terbuka semakin diperbanyak agar pasien lebih aktif dan mendorong verbalisasi perasaan, mengembangkan mekanisme positif, dan meningkatkan konsep dari positif sesuaidengan tugas pada fase kerja. Dengan demikian pasien akan mengingat hal-hal yang positif dan adaptif. Meskipun diruangan Perkasa ini semua pasien adalah laki-laki, tetap ada perawat yang bertugas di ruang tersebut. Sri Winarti, sebagai salah satu perawat wanita yang bertugas di ruang Perkasa ini menyampaikan tugas-tugasnya dan kesulitan yang dihadapi diruang laki-laki ini dengan mengatakan demikian: Sri Winarti: Kesulitannya itu bisa terjadi karena intelektual pasien juga mempengaruhi. Kalau pendidikan pasien itu tinggi mereka bisa ngotot dan keras kepala, kalau pasiennya pendidikannya rendah, mereka tidak paham-paham apa yang dimaksudkan perawat. Pendekatannya juga harus hati-hati. Tidak boleh sendiri mendekati pasien. Terutama karena ini adalah bangsal lakilaki. Sebagai wanita ada ketakutan tersendiri kepada pasien, untuk antisipasi jika pasien marah atau jahil. Sebenarnya di bangsal ini perawat wanita hanya sebagai administrasi, bikin teh atau perlengkapan umum.(31 Oktober 2013) Selain itu, Sri Winarti juga mendeskripsikan kondisi pasien yang telah dipindah di ruang Perkasa dengan mengatakan bahwa para pasien “tatapan matanya yang tajam, bicaranya kacau, emosinya labil, tidak kooperatif dan perilakunya aneh.” Informasi tersebut menunjukkan bahwa pasien terkadang masih labil dan masih berubah-ubah. commit to user
126 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Di ruangan ini pun di butuhkan adanya pembentukan hubungan terapeutik yang baik antara perawat dengan pasien. Seperti yang disampaikan oleh Suwanto berikut ini: Hubungan terapeutik itu bisa dikatakan hubungan seorang perawat dengan pasien dan disitu ada tujuan terapeutik dan tujuan sosial. Yang mana tujuannya melakukan terapi dalam perencanaan-perencanaan yang sudah direncanakan. Misal, pasien halusianasi, yang pertama membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenali masalahnya tertutama tentang halusinasinya, dan membantu pasien mengontrol dan mengalihkan halusinasinya dengan cara-cara yang adaptif. Membantu merubah perilaku pasien dari maladaptif menjadi adaptif. Komponen yang dibutuhkan itu misalnya membina hubungan saling percaya dan sikap-sikap dimensi respon dengan empati.(31 Oktober 2013) Serupa dengan yang ditambahkan oleh Sri Winarti berikut ini mengenai penjalinan hubungan terapeutik. Ia juga mengatakan bahwa dalam menjalin hubungan yang terapeutik, selain membina hubungan saling percaya, ia juga mengatakan dibutuhkannya pendekatan yang baik. Sri Winarti: Hubungan terapeutik itu menciptakan hubungan saling percaya antara perawat dengan pasien yang berguna untuk mencapai tujuan. Ya tujuannya itu memecahkan masalah pasien sebagai jalan kesembuhan pasien. Komponennya yang jadi pendukung bisa jadi cara pendekatan itu sendiri dengan pasien. Karena gangguan jiwa susah dipahami, jadi harus didekati. Kalau tidak dekat pasien bisa marah.(31 Oktober 2013) Seperti pada data berikut ini Senin, 28 Oktober 2013 pukul 12:00 WIB: Tugas Fase 2,3,6
Teknik 1,2,6,8, 9
2,3,6
1,2,6,8
2,3,6
2
2,3,10,11
1,2,6,9
Tindakan Perawat L: Sering mendengerin suara-suara Pak? (Menatap serius dan nada tanya ingin tahu.) L: Hubungan dengan keluarga bagaimana Pak? Sering dijenguk? (Sambil mencatat dan mendengarkan aktif) L: Kalau disini sering berdoa nggak Pak? (Tersenyum) L: Cara mengatasinya gimana commit Pak kalao bapak pas to user mendengar suara-
Reaksi Pasien Dulu sering, sekarang sudah nggak terlalu.
Nggak, saya yang ke Semarang. Keluarga saya di Semarang.
Sering. Saya tarik nafas.
127 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4,5,7,9,10,1 1
4
4,5,7,9,10,1 1
1,2,3,4, 5,6,8,9
2,3
1,2,3,4, 5,6,8,9
1,3,6
10
1,2
1,2
1,2 2,3,6
1,2 1,2,6,8, 9
2
1,2,8
2
suara?(Tatapan kembali fokus.) L: Oh tarik nafas ya Pak. (Sambil mempraktikkan menarik nafas.) L: Oh perhatiannya dialihkan. Selain sering mendengar suara-suara trus keluhan lainnya apa Pak? (Nada tanya halus) L: Maksudnya gaib tu gimana? (Sambil mencatat tapi mendengar serius.)
L: Ada yang belokin gitu ya Pak? (mengayunkan lengan) L: Sama siapa Pak perginya? (Bertanya lugas.) L: Itu siang apa malam? L: Pernah melihat sesuatusesuatu gitu nggak Pak? (Memperhatikan pasien.)
L: Naik apa Pak?(Mendengarkan secara aktif dan nada tanya halus.) commit to user L: Trus yang jemput ke
Trus saya alihkan perhatian. Gaib mas.
Kemaren tu saya ke Semarang, dari klaten, mau keSemarang. Jalannya padahal sudah betul. Tapi kog pas sudah sampek di Kabupaten Ungaran saya kog bisa tiba-tiba saya di Jogja? Iya? Sendiri. Malam. Saya cuma pernah tabrakan. Saya tu kayak kebal. Ini tangan saya saya iris tu nggak berdarah. Trus mata saya pernah saya bakar tapi nggak kenapakenapa. Trus saya menggong tu minyaknya panas gitu saya nggak kepanasan. Saya langsung Pakek tangan. Saya ni kecelakan lukanya Cuma lecet-lecet sedikit. Padahal kecepatannya 90100km/jam Sepeda motor.
Tenaga. Tenaga disini
128 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jogja siapa Pak?
2,6
1,2
L: Pekerjaannya apa Pak?
2,6
1,2,3,5
2
1,2,3,4, 5, 6
L: Oh nggak punya ilmu kekebalan? (Menganggukkan kepala) L: Pernah melihat? (Mengerutkan mata) L: Pernah sekali apa berkalikali? (Nada mengulang)
2
2,3
1,2,3,4, 5,6,8,9
L: Bilang apa Pak Yesus? (Terkejut)
2,3,6
1,2
L: Dulunya sekolah Pak?
2,6 2
2 2
1
2
2,3,6
1,2,7
L: Mandinya berapa kali? L: Klo makannya berapa kali? L: Oh ikut peraturan disini ya? L: Kalocommit misalnya to dipesenin user orang gitu langsung lupa apa
ditelpon kakakku trus saya dibawa kesini.(sudah tidak curiga dengan kakaknya) Dulu di elektronika sekarang saya memelihara gurame. Ya itu tangan saya kalo lecet sedikit habis di pisau saya langsung Pakek tanah gitu langsung sembuh. Saya ya heran, padahal saya nggak pernah mempelajari hal kayak gitu. Nggak.Cuma saya pernah lihat Yesus Kristus. Pernah. Berkali-kali. Itu yang menaungi aku terus. Dulu aku kan pernah kecelakaan. Trus kepala saya dibedah, ya pas sadar itu saya melihat Yesus Kristus. Nggak bilang apa-apa. Saya Cuma kalo denger suara-suara gitu, saya lawan. Lha Yesus yang menaungi saya. Sekolah. Saya D2. Harusnya S1, tapi karna dengar suarasuara terus saya nggak bisa nerusin. Dua kali. Tiga kali mas. Iya. Ingat.saya ingat.
129 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masih ingat. (Sambil bertanya sambil menulis.) L: Oh iya.
1
8
1
2,8
L: Oh kalo nama lupa? (Nada tanya halus)
1
5,7
1
3,4,5
4,7,9 2,6
5 2
1 2,3,6
4 1,2,6,9
2
1,2
2
2
1
10
L: Ya nggak Pak. Saya juga gitu. L: Iya saya juga gitu Pak. Susah inget namaorang. Yapi mukanya ingat. (Mengklarisifikasi) L: Ya bukan. L: Bapak baru kali ini masuk sini apa sudah pernah? (Bertanya sambil senyum kecil) L: Oh sudah berkali-kali. L: Keluarganya ada yang pernah mendengar-dengar gitu nggak? (Nada mencarihtahu) L: Yang nanggung dan yang bertanggung jawab atas bapak disini sapa? (Fokus) L: Pekerjaannya apa kakaknya? (Sambil mencatat) L: Ya udah Pak. Makasih ya Pak atas waktunya. (Berjabat tangan)
Tapi kalo nama orang gitu saya gampang lupa. Iya. Tapi kalo udah sering ketemu gitu saya ingat. Dulu padahal nggak gitu. Itu apa pengaruh obat ya? Tapi mukanya inget. Oh gitu, jadi bukan karena obat.
Oh iya. Sudah berkali-kali.
Nggak. Cuma saya aja.
Kakak saya.
Swasta.
Iya sama-sama.
Terlihat dengan jelas bahwa interaksi yang terjadi diatas menunjukkan tentang teknik pertanyaan terbuka, mendengarkan aktif, focusing, sharing perception dan identifikasi tema. Semua teknik tersebut di lontarkan karena tampak pasien sudah semakin terbuka dan berkembang. Dengan demikian pasien akan melakukan dan mengingat hal-hal yang positif dan mengurangi kecemasan dan kecurigaan pasien, khususnya pada pasien Bambang ini. Dalam interaksi commit to user tersebut prinsip komunikasi terapeutik juga banyak terbentuk seperti empati,
130 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
keterbukan, tanggungjawab, keikhlasan, kehangatan, rasa percaya, perhatian yang tulus, penerimaan, penghargaan positif, kesadaran diri dan penggunaan diri secara terapeutik. Selain itu, hubungan saling percaya dalam pembentukan hubungan yang terapeutik juga tercipta dalam suasana interaksi tersebut, yang mana pasien mau untuk terbuka dari semua yang ditanyakan oleh perawat. Dengan begitu, perencanaan-perencanaan tujuan komunikasi terapeutik dapat terlaksana karena sudah mengetahui kondisi kelemahan dan kelebihan pasien. Adapun terapi-terapi yang diberikan di ruang perkasa ini adalah: Jadwal terapi aktivitas kelompok di ruang Perkasa Senin : TAK sosialisasi Selasa : Stimulasi persepsi umum Rabu : Stimulasi persepsi: perilaku kekerasan, halusinasi, harga diri rendah Kamis : Psikoreligius Jumat : Terapi okupasi (olahraga, kebersihan lingkungan, dsb) Sabtu : Pendidikan kesehatan Terapi-terapi tersebut secara rutin diberikan kepada pasien agar pasien selalu aktif dan mengingat kegiatan-kegiatan positif sehingga mereka mengurangi waktu untuk mengingat masalah yang mereka alami. Namun, terkadang meskipun pasien sudah sering diberi arahan, pasien masih saja tidak mau untuk mengikutinya. Hal itu juga bisa terjadi karena pasien malas, malu, atau kondisi emosionalnya turun lagi. Senin, 21 Oktober 2013 pukul 08:13 WIB Tugas Fase 1,2,6
2
Teknik 1,2,7,9
Tindakan Perawat L: Pak Bambang nopo to Pak mrene meleh? (Tatapan fokus) 1,2,3,4, L: Menguasai bagaimana? 5 (Fokus dan mengkerutkan kening. Nada tanya tegas.)
3
1,2,3,4, L: Oh menguasai warisan? 5 (Mengeraskan nada)
3
1,2,3,4, L: Lha tadi warisannya 5,6 gimana. (Bertanya dengan commit to user lebih halus)
Reaksi Pasien Nggak tau Pak, ya itu, ada yang mau menguasai saya. Ya itu saudara-saudara saya ada yang mau merebut semua warisan dari orang tua saya. Iya Pak. Tapi saya diam saja. Saya biarkan aja semau dan sesukanya mereka. Saya pasrah og Pak. Kakak saya memperlakukan saya
131 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2
2
2
2
L: Oh bagus itu. Lha Pak Bambang itu berapa bersaudara? (Sambil tersenyum dan menatap pasien.) L: Pak Bambang anak nomer berapa?
seperti buruh. Ya saya manut saja. Saya itu bias bernteraksi dengan sosial kog Pak. Gaji saya aja cukup untuk orang tiga. Saya masih mebagibagikannya kepada orang yang sekiranya membutuhkan. Saya 9 bersaudara Pak.
Saya nomer 7 Pak.
Kondisi yang labil seperti yang terjadi di atas bisa saja terjadi. Hal ini tidak asing bagi perawat dalam menangani pasien jiwa. Namun sebisa mungkin perawat harus tetap menjaga hubungan yang baik dan menjaga kondisi pasien yang sebelumnya sudah berkembang. Dari interkasitersebut tampak perawat setelah melakukan pertanyaan terbuka, perawat melakukan identifikasi temadan kemudian memberikan persepsinya agar pasien terarah. Meskipun pada akhirnya pasienlah yang menentukan hasil akhirnya. Kondisi Pak Bambang disana menggambarkan perasaannya yang cemas, curiga dan takut. Namun di awal perawatan perawat masih menggunakan bahasa yang halus yang memungkinkan membuat pasien nyaman. Namun, meskipun cara komunikasinya membuat pasien nyaman, perawat dan tenaga medis lainnya tidak diperkenankan untuk mengiyakan atau menyetujui sikap-sikap atau perasaan dan perilaku pasien yang maladaptive yang kemungkinan hal tersebut justru membuat keadaan pasien makin terpuruk. Kemudian tugas perawatlah yang memberikan penyampaian pesan-pesan yang dapat membantu pasien untuk merubah perilaku mereka agar hidup mereka lebih baik dan teratur, khususnya dalam menjalani keperawatan agar mereka lekas sembuh. Untuk menyampaikan pesan tersebut, maka cara-caranya pun harus tepat. commit to user
132 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keadaan tersebut tergambar saat terapi TAK dilakukan di ruang TAK Perkasa ini.Selasa 22 Oktober 2013 pukul 09:06 WIB Tugas Fase 1
1,3,6 1,3,6 1
3,4,5 1,4,5
4,5,7,11 4,5,6 1 1
4,5,7,9
Teknik Tindakan Perawat 2 L: Selamat pagi semuanya? (Memandang ke seluruh pasien.) 2 L: Sehat semuanya? 2,10 L: Alhamdulilah. Gimana enak disini apa dirumah? 2,5,7, L: Masak? Apa nggak enak 10 disini? Dikasih makan, trus cuma tidur, nggak ngapangapain. Ya nggak? (Sambil tersenyum kepada pasien.) 2,4,5 L: Oh gitu? Berarti ini semua pingin pulang? 2,7 L: Ya makannya cepat sembuh ya. (Nada tegas untuk menginstruksi.) 2,7 L: Nanti kalo sudah pulang jangan lupa kontrol ya? 2 L: Kalo kontrol dimana? 2,10 L: Ke RS apa RM? (Nada bercanda) 2 L: Oh ya, wes waras berarti. Kalo control dapet apa? 2,4,7 L: Iya, selain itu, dapet pengarahan juga dari dokter biar tambah dan makin sembuh. 6,7 L: Ya itu penting itu. Makannya nanti kalo sudah pulang jangan lupa control. Trus kalau dirumah ya makan bersama keluarga, ngobrol bersama keluarga, wisata bersama. Enak kan? Pokoknya lakukan hal-hal yang positif ya. (Perawat pendamping member arahan dengan mendekati pasien satu-persatu dan memberikan pertanyaan untuk membangkitkan koping commit to user positif.)
Reaksi Pasien Pagi Pak.
Sehat. Dirumah. Iya Pak bener juga. Tapi enak dirumah Pak.
Pingin banget Pak. Iya Pak.
Iya Pak. Di Rumah Sakit. Di Rumah Sakit (teriak dengan semangat). Dapet obat. Pak? Biar nggak sakit lagi caranya gimana?
Iya Pak.
133 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1,4,5
2
4,5,10
1,2,7
1
1,2,10
1
2,7
L: Siapa disini yang suka berkumpul dengan tetangga?
Saya Pak. Di daerah rumah saya ada banyak acara di kampung Pak. L: Oh iya Mbang? Ya, Iya Pak, tempat saya banyak acara dan kegiatan ya. ada kerja bakti kalo Saling tolong menolong, hari minggu” gotong royong dan berkomunikasi dengan tetangga ya. (Mendekati pasien dengan merangkul pundak pasien.) L: Ya, bagus itu Mbang. Iya Pak. Saya sering Yang lainnya ditiru ya. memberi makan juga (Menepuk pundak pasien.) sama orang yang nggak punya. Saya juga berkomunikasi dengan orang lain Pak. Saya sebenarnya sehat Pak. L: Oh ya. Dan kita harus Iya Pak. “Tanyakan ingat bahwa setiap orang pada dirimu, apa yang punya cita-cita ya. sudah kamu berikan kepada negaramu.”
Tidak lupa pada tugas pertama perawat adalah membantu para pasien untuk melakukan tindakan keperawatandiri agar pasien sembuh. Tampak dalam interkasi diatas bahwa perawat mengingatkan agar pasien minum obat dengan teratur, kontrol pasien pulang, melakukan hubungan sosial yang baik dan mengikuti aturan dokter. Hal tersebut dimaksudkan agar pasien mengingat kebutuhan mereka yang mana hal itu akan membawa pasien mendapatkan kesembuhan. Tampak teknik yang dilakukan adalah adanya refleksi, klarifikasi dan sharing perception. Agar tidak terkesan memaksa maka dalam penyampaian pun digunakan teknik humor agar pasien mau menerima dan suasana interaksi lebih hangat. Selain pemberian terapi di ruang masing-masing, bagi ruang Perkasa dan ruang Punakawan ada tambahan terapi lagi untuk membawa pasien lebih aktif. Jika terapi TAK di ruang Perkasa dan Punakawan berlangsung dari pukul 07.0009.00 maka diruang terapi IRP (Instalansi Rehabilitas Psikiatri) diberikan terapi to user mulai pukul 09.00-11.00. banyak commit sekali terapi yang diberikan diruang ini:
134 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. 2. 3. 4.
5. 6. 7. 8. 9.
Konsultasi Psikologi Terapi Okupasi Terapi ABC Terapi Produktivitas Terapi Pertukaran Terapi Penjahitan / Ketrampilan Terapi Pertamanan Terapi Memasak Terapi Kelompok / Problem Solving Terapi Kerohanian Terapi Gerak / Olahraga Terapi Leisure / Musik Terapi Rekreasi / Jalan-jalan
Banyaknya kegiatan di ruang Instlanasi Rehabilitasi Psikiatri ini menunjukkan bahwa banyak bentuk komunikasi persuasi yang dilakukan oleh perawat dan tenaga medis lainnya agar para pasien mau untuk mengikuti kegiatan atau terapi yang ada. Pasien yang bernama Bambang sangat aktif dalam mengikuti kegiatankegiatan yang ada di ruang IRP ini. Namun, ada kalanya Bambang emosinya naik dan turun. Ketika dia sedang tidak mengikuti kegiatan ia tidak mau dipaksa. Seperti yang terjadi berikut ini: Rabu, 6 November 2013 pukul 08:10 WIB: Tugas Fase Teknik 1,4,5,7,10,11 7
1,3
2
1
4,5,7
1
Tindakan Perawat P: Ayo Pak Bambang ikut lomba. (Menyentuh pundak pasien,) P: Kenapa? (Nada bertanya halus dan memandang pasien.) P: Lho nggak apa-apa. Temen-temennya aja pada ikut. (Sedikit menarik untuk mengajak.) P: Oh ya udah.
commit to user
Reaksi Pasien Nggak mbak.
Saya sudah tua mbak. Malu ikut kayak gitu. Nggak mbak. Saya nonton aja.
135 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tampak ajakan perawat diatas sudah dicoba untuk mengajak, namun karena pasien ini khusus, maka tidak bisa mengajaknya secara paksa. Paksaan akan membuat pasien marah bahkan bisa histeria. Oleh sebab itu, komunikasi yang baik dapat membantu kepercayaan pasien makin bertambah. Sedikit membiarkan pasien juga diperlukan agar pasien tidak merasa dikekang. Seperti keterangan yang diberikan oleh Muhani, yaitu seorang pendamping pasien diruang IRP saat menyampaikan tentang kesulitan yang terjadi saat memberikan terapi kepada pasien jiwa yang mana emosi mereka dapat selalu berubah-ubah. Muhani: Ya banyak sekali kesulitan-kesulitannya. Ya contohnya, ada banyak pasien yang sangat susah untuk dibimbing dan diarahkan. Orang-orang seperti mereka ini perlu pendekatan yang lebih supaya mau diajak berkegiatan. Kadang saat emosi mereka sudah sangat nggak bisa dikendalikan, kadang kita diamkan dulu, pertama biar nggak manja kedua menunggu sampai dia lupa dan emosinya menurun. Kita sebagai pembimbing juga tidak bisa memaksakan mbak, kasihan pasiennya juga. Dan kalau emosi mereka sampai mengganggu dan melukai yang lain, kita mengembalikan mereka ke ruangan mereka.(6 Januari 2014) Namun tugas pendamping tetaplah harus dilakukan untuk membantu kelancaran kesembuhan pasien. Seperti kata Muhani juga saat mendeskripsikan tugasnya sebagai pembimbing pasien: Kan saya pembimbing mbak, jadi tugas saya disini ya membimbing pasienpasien untuk melakukan kegiatan terapi-terapi sesuai prosedur atau jadwal kegiatan yang sudah dibuat. Ya misalnya, setiap pagi, sebelum memulai kegiatan, saya membimbing para pasien untuk melakukan senam pagi.(6 Januari 2014) Dengan bantuan banyak pihak di rumah sakit tersebut, pada akhirnya pasien juga mengalami perkembangan. Kriteria perkembangan pasien digambarkan oleh perawat Suwanto berikut ini: Berkembang dari perilaku atau afeksinya, mengakui dirinya sakit sehingga pasien tahu cara mengontrol.(31 Oktober 2013)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
136 digilib.uns.ac.id
Kondisi tersebut tampak pada saat pemberian TAK rohani di ruang Perkasa. Kamis, 31 Oktober 2013 pukul 08:00 WIB Tugas Fase Teknik Tindakan Perawat Reaksi Pasien Karena Pak Bambang adalah pasien nasrani, maka Pak Bambang dan rekannya di kumpulkan bersama dengan yang nasrani. 1 2 L: Selamat pagi. Pagi. 1,3 2 L: Apa kabar? (Memandang Puji Tuhan baik. keseluruh pasien.) 1,4,5,7,10,1 2,7 L: Ya sebelum kita mulai Pak Bambang 1 TAK nya silahkan Pak memimpin doa Bambang pimpin doa pembuka. pembuka. (Tangan mengadah, mempersilahkan pasien.) 1 10 L: Ya terima kasih Pak Ya Pak. Bambang. (memandang dan tersenyum kepada pasien.) 1,4,5 6,7 L: Ya kita yang beragama Bersyukur karena kita Kristen, kita adalah pilihan di pilih Kristus. yang spesial. Kita harus selalu besyukur karna kita adalah orang pilihan Allah. (Menjelaskan dengan nada lugas.) 1,2,3,6 1,2,7 L: Iya bener. Coba sekarang Ya yang pertama, saya ceritakan pengalaman anda selalu ke Gereja, tentang hidup beragama khususnya pada waktu sesuai dengan pengalaman hari besar. Trus saya anda. Monggo di mulai dari saya berkunjung ke Pak Bambang. tempat tetangga untuk (Mengadahkan tangan, mengucapkan selamat mempersilahkan pasien.) hari Natal. 1,2,6 10 L: Oh iya bagus. Ada cerita Itu Pak, dulu waktu yang lain? (Menatap dengan saya kecelakaan tahun seksama memperhatikan 1981, saya kan dengan aktif.) kepalanya dioperasi, sebelum sadar saya melihat Kristus. Disitu saya diberi kekuatan. 2 2,3,4,5, L: Oh gitu. Yaaa. Sekarang Nggak Pak. 9 masih pernah lihat? 1 2 L: Ya. Ada lagi? Ya itu saja. 1, 4,5,7 1,3,6,7 L: Dalam agama kita hidup Oh iya Pak. Benar itu adalah pilihan. Kita tidak itu.jadi kita yang commit to user mempercayai adanya takdir. menentukan kita yang
137 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1,4,5,9
1,2
1,4,5,7
3,5,7
Kenapa, karena manusia dilahirkan dan diciptakan sama semua.Bukan Tuhan yang memilih kita untuk menjadi orang baik atau orang jahat tapi diri kita sendiri. (Menjelaskan dengan nada mengajak.) L: Iya benar sekali Pak Bambang. Jadi bagaimana caranya kita biar jadi orang yang baik sesuai dengan ajaran Kristus? (Nada halus, tersenyum dan tatapan fokus.) L: Ya benar sekali. Jangan cuma baca lho ya, tapi dilakukan. (Nada lugas dan persuasif.)
1,8
4,5,7
1,7
L: Iya, didenger tu sarannya Pak Bambang. Kita tidak perlu melawannya. (Mengarah ke pada pasien.) L: Iya. Ya, sekarang berapa kali kita berdoa dalam sehari?
1,2,4,5,7,9,1 0
2
9,10,11
1,2
L: Kalau berdoa isinya apa?
4,5,7
4,6,7
commit to user L: Ya bagus. Kita sebagai
menjalankan sesuai dengan ajaran kitab suci kalau kita mau jadi orang baik.
Berdoa dan baca Kitab Suci.
Iya Pak. Pak Bambang sangan aktif dalam TAK ini. Adanya distorsi dari rekannya yang memiliki waham agama yang sangat berlebihan membuat Pak Bambang terkadang sedikit terganggu. Ya kalau kita dilecehkan orang lain yan diam saja Pak. Jika kita ditampar pipi kirimu berikanlah pipi kananmu. (menanggapi rekannya.) Biarkan saja ya Pak.
Bangun tidur, mau makan, trus mau tidur. Ya lebih dari 5 kali Pak. Mengucap syukur atas hidup dan kesehatan yang diberikan sama meminta perlindungan selalu. Cinta kasih.
138 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1
1,2,4,9
1,2,4,5,9, 10,11
1,2
1,4,5
1,2,7,9
umat Kristen, karena Yesus mengajarkan kita tentang cita kasih, maka kita juga harus menunjukkan? (Nada intruksi dan bertanya dengan halus.) L: Iya benar. Bapak-bapak Percaya pak. disini percaya nggak dengan adanya surga? L: Gimana kog bisa Ya karena Tuhan percaya? sendiri menjelaskan sama menawarkan adanya surge. Makanya kita disuruh berbuat baik supaya kita masuk surga. L: Oh begitu? Saya juga Oh iya pak. Saya juga setuju pak. Ya saya belum percaya. tahu pasti surga itu ada atau tidak. Tapi dalam Alkitab dikisahkan bahwa Yesus bangkit dari antara orang mati yang naik ke surge dan duduk di sebelah Allah Bapa yang Maha Kuasa. Jadi saya sampai saat ini mempercayai adanya surga.
Pada terapi rohani tersebut tampak bahwa perawat membantu pasien agar lebih percaya kepada Tuhan karena hal tersebut akan membawa pasien lebih mengingat dan melakukan hal yang positif sesuai dengan ajaran agama. Perawat melakukan teknik mendengarkan dengan aktif saat pasien memberikan pendapatnya. Perawat juga perlu melakukan teknik diam saat pasien berbicara agar lebih fokus. Persepsi-persepsi perawat sangat dibutuhkan oleh pasien agar pasien tidak salah paham atau salah arah. Dengan teknik-teknik tersebut, pasien merasa lebih nyaman dan efeknya, pasien semakin terbuka atau komunikatif. Dan akhirnya, pasien akan melakukan koping positif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
139 digilib.uns.ac.id
Dengan perkembangan pasien tersebut sesuailah tugas perawat seperti yang disampaikan oleh Suwanto berikut ini: Tugas perawat psikiatri ya hampir serupa dengan tugas perawat umum. Tugasnya itu melakukan pengkajian, analisa, dan mendiagnosis keperawatan. Jadi tugas perawat itu singkatnya mengkaji keseluruhan permasalahan pasien dari awal sampai pasien dinyatakan pulang. Bisa dibilang tugas perawat lebih banyak dibanding dokter.(31 Oktober 2013) Sedikit berbeda dengan tugas Sri Winarti yang menjelaskan tugasnya sebagai perawat yang bekerja di ruang laki-laki ini. Sri Winarti: Yang pasti kerja perawat disini adalah pemenuhan kebutuhan pasien (ADL). Dari memandikan, memberi makan, dan seluruh kebutuhan pasien seharihari sesuai dengan ketentuan keperawatan.(31 Oktober 2013) Beragam jenis tugas yang disampaikan dalam data menggambarkan bahwa tugas perawat sebagai tenaga medis yang membantu kebutuhan pasien tidaklah mudah. Oleh sebab itu perawat dituntut untuk bersabar dalam menjalankan tugasnya. Belum lagi, kasus yang ditangani oleh perawat-perawat ini adalah pasien gangguan jiwa yang memang penanganannya lebih sulit dalam hal berinteraksi atau penjalinan hubungan. Ruang Punakawan: Sri Windarti, selaku kepala ruang Punakawan menyampaikan deskripsinya mengenai keadaan pasien yang baru dipindah ke ruangan tersebut: Sri Windarti: Baru adaptasi kalau belum di orientasikan tempat dan kondisinya pasien bisa kencing disembarang tempat. Kalau secara komunikasi kalau kita yang tidak memulai mereka diam. Jadi perlu ada perkenalan agar ada rasa akrab. Kondisi psikologisnya: bingung, takut, marah, diam.(31 Oktober 2013) Perpindahan ruangan baru seringnya membuat pasien merasa asing lagi, oleh sebab itu terkadang pasien sulit lagi untuk di pandu karena mereka harus beradaptasi lagi. Pasien bernama Larmini ini pun juga demikian, belum lagi emosinya yang sangat tidak stabil. Mudah tersinggung dan mudah marah membuat perawat harus berhati-hati dalam melakukan tindak keperawatan bahkan commit to user dalam berkomunikasi.
140 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Seperti gambaran Sri Windarti berikut ini mengenai aggapannya tentang kesulitannya mentransferkan pesan yang di maksud kepada pasien. Sri Windarti: Beda pasien beda cara penanganan. Misal, pasien yang menarik diri komunikasinya nadanya harus halus, sedang tidak cepat atau tegang. Kadang-kadang diberi sentuhan tapi kalau paranoid harus hati-hati karena mereka terlalu sensitif terhadap dunia luarnya. Komunikasi yang dilakukan singkat saja namun sering. Perilaku kekerasan harus lebih lembut kalau nadanya kasar, emosinya malah kepancing. Kalau disinikan pasiennya banyaknya perempuan. Yang sedikit susah ditangani itu juga kalau pasien itu terlalu banyak bicara. Kalau diam, kita khawatir, takut salah ngomong. Kalau cerewet itu bicaranya malah tidak fokus dan nglantur kesana kemari. Tujuannya malah jadi kacau. Jadi kita kasih pertanyaan yang singkat aja dan kalaumulai melantur kita stop bicaranya pasien dengan cara yang halus.(31 Oktober 2013) Data tersebut tergambar seperti yang terjadi pada pasien Larmini berikut ini(Kamis, 7 November 2013 pukul 11:30 WIB): Tugas Fase
Teknik Tindakan Perawat 1,8
8
1,2
8
5
P: Lho, Bu Larmini, kog koe sing nesu? (Dengan nada sedikit keras.) P: Lha kog koe sing emosi. Yo wes tok ke wae, neg rak seneng ojo di rungokke. (Nada yang lebih keras lagi.)
Reaksi Pasien Shuuuuutt!!!!!! Meneng ngono lho. Rebut kabeh. (Bu Larmini mengamuk saat rekannya yang lain pada bercanda dan tertawa dengan suara keras) Lha iki rebut kabeh og bu. Judeg aku. Kemudian bu Larmini diam.
Jika keadaan tersebut terjadi maka perawat butuh untuk diam dan adanya klarifikasi agar pasien tidak semakin menjadi.Diawal-awal bu Larmini sangat sering marah-marah. Ia akan marah jika ada yang ribut, rasa isinya yang sangat tinggi dan curigaan terhadap orang lain adalah sikap Larmini yang menjadikan dia mengidap gangguan jiwa ini. Oleh sebab itu tugas perawatlah untuk membantunya mengurangi bahkan menghindari kejadian-kejadian tersebut. commit to user
141 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Memang sangat sulit untuk merawat pasien jiwa ini. Seperti ungkapan Sri Windarti berikut ini: Kesulitannya terjadi dengan pasien yang belum terjadi hubungan saling percaya. Kalau hubungannya belum terjalin, pasien tidak mau mengungkapkan masalahnya, jadi perawat susah memahami dan menangani pasien. Makannya banyak teknik yang harus dilakukan agar pasien mau mengungkapkan masalahnya. Kalau diawal belum mau bicara, ya kita dengan teknik pendekatan, memuji dia, memberi sentuhan yang ramah, mendengarkan dengan baik apapun yang mau pasien sampaikan.(31 Oktober 2013) Berikut adalah salah satu contoh pemberian komunikasi terapeutik yang diberikan oleh perawat kepada Larmini (Selasa, 12 November 2013 pukul 07:50 WIB): Tugas Fase 2
Teknik 1,2,9
Tindakan Perawat P: Ibu keluhannya apa? (Memandang pasien fokus dan menyentuh lengan pasien.) P: Klo mumet terus sukanya marah-marah? (Nada tanya dengan halus dan mengkerutkan kening?)
2,3,6
1,2,3,4, 9
2,3,6
1,2
P: Oh iya. (fokus) yang bawa kesini siapa bu? (Menyentuh lengan pasien lagi.)
1,2,3,6
1,2
2,3,6
1,2
P: Lha ibu seneng nggak disini? (Memandangi pasien.) P: Kenapa seneng? (Memandang terkejut.)
2,3,6
1,2,5,9
P: Tapi ibu nggak suka kalo temennya ribut ya bu? (Tersenyum dan commit to ke user pandangan fokus
Reaksi Pasien Mumet mbak.
Iya mbak marah-marah. Kalo ada yang rebut sayajengkel mbak. Lha tonggokuPak Marwoto ki wedhuse karo sapi ne rebut terus. Lha ngganggu aku. Lha aku meh turu kog mbak. Orang sini mbak, ada 4 orang. Katanya saya mau di ajak ke bonbin. Malah kesini. Aku nggak ngopongopo, aku sehat kog iso di gowo mrene to mbak. Seneng mbak. Seneng banget. Ya bisa nyanyi-nyanyi, joget-joget. Trus temennya banyak. Iya mbak. Kae lho senengane rebut wae. Ngganggu tidur kog mbak.
142 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pasien.) P: Ya biarin aja bu. Langsung tidur saja. (Nada menasehati.)
1,7,10,11
1,7
1
1,8
P: Ya iya.
1
10
1
1
P: Iya nggak apa-apa bu. Brarti masih muda berarti. (Tersenyum ke pasien.) P: Ya. Wes.
1
1,7
1,2
1,2,6
2
1,2
2,4,5,9
1,2,9
2,3,6,7,9
1,2,9
2,3,7,9
1,2,3,4, 5,9
P: Ya nanti tanya dokternya saja ya bu. (Nada menjelaskan.) P: Ibu dulu pernah minum obat dari sini? (Pandangan fokus dengan nada tanya yang ingin tahu.) P: Rutin nggak? (dengan nada dan pandangan yang lebih fokus.) P: Oh iya bagus. Eh, kalo ibu marah-marah biasanya apa yang di lakukan. (Bertanya dengan nada halus dan fokus.) P: Pernah mukul orang nggak? (Tatapan lebih fokus dan nada sedikit tegas.)
P: Iya. Ya tadi katanya Cuma gembar-gembor sekarang bilangnya nggak gembar-gembor. commit to user Yang manan yang bener?
Lha wong nggak iso turu kog rebut. Lha aku kan jengkel mbak. Marai nesu, marai emosi wae kae senenge. Eh mbak saya tu 40 tahun kog masih mens ya mbak. Pie kui? (Ketawa), muda pie. Wes nduwe putu kog.
Lha sebulan kadang 2 kali igh mbak. Iya mbak.
Pernah mbak.
Rutin mbak. Saya rajin minum obat kog. Gembar-gembor trus tak tinggal tidur mbak.
Nggak mbak. Saya nggak pernah gembar-gembor. Saya di rumah tu tinggal sendirian mbak. Bapak-ibu saya sudah meninggal. Trus kakak-kakak saya di luar kota semua. Ada yang di Padang, ada yang di Semarang. Ya saya marah mbak, tapi tak tinggal tidur aja.
143 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2,4,5,7
3,5
2,7
7
2,3
1,2,3,4
4,5,7,10
3,7
4,5,7,10
1,2,4
4,5,7,10
1,2,5,7
4,5,9
1,2,3
4,5
10
1,2,3
7
2,3,4,5,9
2,5
4,5,7,9
1,2,3
(Tersenyum menggoda.) P: Ya berarti ibu sudah tau ya, kenapa sukanya marah-marah? (Menepuk-nepuk lengan pasien.) P: Itu namanya faktor lingkungan. (Menjelaskan dengan sedikit tegas.) P: Lho tadi katanya nggak pernah mukul orang. (Nada lebih menggoda namun serius.) P: Ya sing sabar. Besok lagi jangan marah-marah ya. (Menyentuh lengan pasien.) Tau nggak biar nggak marah caranya gimana? (Menepuk pundak pasien.) P: Ya, selain itu istighfar ya bu, trus diem aja. Kalau bisa pas mau marah di Paksa langsung tidur aja. (Mengelus-elus lengan pasien.) P: Ya, gimana tadi kalo biar nggak marahmarah? (Menepuk tangan pasien.) P: Iya bener. Tos dulu. (Sambil tos semangat.) P: Ya ibu bisa cerita sama saya juga tentang apa yang ibu rasa. Rasanya gimana bu? (Tersenyum kepada pasien.) P: Ya, merasa plong to? (Nada tanya yang halus sambil memastikan.) P: Ya kalo marah-marah commit to user pie tadi carane?
Iya mbak.
Iya mbak, lingkungan. Pak Marwoto tak pukul waktu itu. Ya Cuma Pak Marwoto itu mbak, lha pie rak nesu, gentengku di pecahake trus lawangku di rusak. Iya mbak.
Diem aja mbak.
Iya mbak.
Istigfar trus tidur aja.
(tos) Seneng mbak aku ono sing gelem ngrungokke.
Ya mbak. Plong.
Istighfar, trus diem aja, trus tidur.
144 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4,5
10
1,4,5,7,10
7
1,4,5,7,9,10
1,5,7
4,5,7,9
5,7
1
10
1
4
1
10
(Menepuk lengan pasien.) P: Ya bener banget. Tos bu. (Sambil tos dengan semangat.) P: Ya pokoknya kalo ibu sudah pulang nanti ada perubahan ya. (Menyentuh pundak pasien dengan pandangan fokus.) P: Jangan marah-marah lagi. Jangan mulukin orang. (Nada tegas kepada pasien.)
P: (Memfokuskan). Oh iya. Wes sabar bu. Pokoknya mulai sekarang emosinya di tahan ya bu. (Menyentuh pundak dan lengan Bu Larmini.) P: Biar cepet pulang. (Mengacungkan jempol.) P: Iya makannya emosinya di tahan ya. (Menyentuh dada.) P: Pinter. Tos lagi bu. (Tos dengan penuh commit to user semngat.)
Tos… ye….
Iya.
Saya jengkel kog mbak. Terus saya emosi. Ya makannya sayajadi marah. Kalo nggak kenapa-kenapa yan saya nggak marah. Lha gimana, saya sering ditinggal-tinggal sendiri. Suami saya sudah meninggal. Orang tua saya juga meninggal, trus kakakkakak saya rumahnya jauhjauh. Kalo sendirian kan sedih to mbak. (menangis). (Bu Larmini sering sekali berbicara tidak fokus dan suka menceritakan hal lain yang tidak dalam lingkup komunikasi yang sedang di bicarakan. Seolah-olah mencari perhatian.) Iya mbak.
Iya mbak. Saya pengen pulang. Iya.
Iya.
145 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Teknik komunikasi terapeutik hampir sama semua berjalam dalam tugas dan fase kerja interaksi tersebut. Hasilnya pasien pun terbuka dengan masalahnya lalu menerima kondisi dan arahan dari perawat kemudian pasien semakin memahami tentang apa yang terjadi dan apa yangdibutuhkan pasien. Akhirnya pasien tahu tentang apa dan bagaimana pasien harus berbuat dengan kondisinya. Kondisi interaksi tersebut sangat ringan namun kehangatan pun terjadi. Adanya empati, perhatian yang tulus, penghargaan positif membuat pasien percaya dan mau mendengar dan melakukan arahan perawat. Dengan begitu syarat efektifnya hubungan terapeutik terpenuhi. Dari interaksi tersebut juga tampak bahwa komunikator dan komunikan berinteraksi seimbang. Selain itu, keadaan tersebut menggambarkan bahwa dengan penggunaan bahasa yang baik secara verbal dan nonverbal akan memberikan semangat tersendiri bagi pasien. Dengan begitu pasien akan lebih percaya sehingga pasien dapat menuruti atau memahami apa yang disampaikan oleh perawat. Serupa dengan penjelasan yang di ruang Perkasa sebelumnya, bahwa pasien di ruang Punakawan ini juga diberi terapi di Ruang Inslatansi Psikiatri. Meskipun diawal pasien Larmini ini sangta mudah marah. Ia cepat sekali berkembang. Perasaannya
yang
sangat
senang
menggambarkan
ia
telah
mengalami
perkembangan. Hal tersebut saat ia aktif dalam mengikuti semua kegiatan yang ada. Misalnya kegiatan yang terjadi di ruang IRP berikut ini (Rabu, 13 November 2013 pukul 09:00 WIB): Tugas Fase 1
Teknik 2
1
2
1,7
7
1,7,10,11
7
Tindakan Perawat P: Selamat pagi ibu-ibu? (Bertanya dengan semangat dan pandangan keliling satu persatu ke pasien.) P: Assalamualaikum wr.wb. P: Hari ini kita terapi rohani ya. (Nada mengajak pasien.) P: Ya sekarang kita baca surat alfateha bersamasama ya.commit to user
Reaksi Pasien Pagi.
Wa’alaikum salam wr.wb. Iya. Iya…
146 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1,4,5
1,7
1,4,5
7
P: Lha kog yang kedengaran cuma ini? Namanya siapa bu? (Bertanya dengan memnadang pasien yang di tuju.) P: Ya padahal sudah tua lho. Tapi suaranya kenceng. Yang lain meniru bu Larmini ya. Yang semangat (Menjelaskan kepada pasien lain dengan nada mengajak yang semangat.)
Larmini.
Iya.
Tampak disini pasien semakin berkembang. Keaktifannya tampak dengan adanya terapi rohani tersebut. Semangat yang diberikan oleh perawat menghasilkan kenyamanan dan kepercayaan dari pasien. Tampak pada interkasi ini perawat lebih banyak memberikan sharing percakapan karena perawat percaya bahwa pasien telah berkembang. Dari data tersebut menggambarkan bahwa pasien telah aktif dan mau berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang berikan oleh perawat. Seperti yang di jelaskan oleh Muhani mengenai perkembangan pasien dari hari ke hari dengan melihat perbandingan dari awal masuk samapai beberapa kali diberikan terapi. Muhani: Banyak mbak. Ada yang pasiennya yang tadinya malu-malu atau takut ya makin kesini makin berani, makin mau berkegiatan. Mungkin karena dia melihat banyak teman-temannya disini. Ada yang tadinya diam saja atau menarik diri, walaupun sudah agak lama dan belum mau berkegiatan, sekarang sudah mau ditanya atau diajak ngobrol. Ya macem-macem lah mbak, mereka punya cara dan jenis yang beda-beda.(6 Januari 2014) Bagaimana pun keadaan pasien, para tenaga medis dituntut untuk bersabar dalam melakukan tindak keperawatan agar pasien pasien yang tadinya sulit untuk mengatur pola hidup bahkan melakukan komunikasi agar bisa merubah perilaku mereka. Oleh sebab itu semua tenaga medis harus menggunakan gaya bahasa yang baik dan tepat agar pasien paham dan pada akhirnya mengikuti dan menuruti commit to user apa yang disampaikan oleh mereka. Seperti yang disampaikan oleh Muhani
147 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berikut ini mengenai, bagaimana ia mentransfer pesan yang akan di sampaikan sebagai bentuk terapi kepada pasien, mengingat pasien ini adalah pasien gangguan jiwa. Muhani: Ya itu tadi mbak, kita ajak berkegiatan, diawali senam bersama. Kita dekati dulu pasien, kenali dan teliti tentang latar belakang pasien, ajak bergabung dengan teman yang lain, dan yang paling penting bagi saya ya tidak memandang mereka seorang pasien jiwa yang menakutkan atau membehayakan atau seperti virus. Memberi semangat pasien itu juga sangat penting, misal ketika diberi terapi rohani, mereka kita suruh maju trus disuruh baca doa mau makan atau mau tidur, lalu setelah itu kita beri tepuk tangan terus kita bilang dia hebat atau pintar, secara tidak langsung tampak sekali dia memiliki semangat yang lebih. Ya seperti manusia normal pada umumnya mbak, kalau kita dihargai, diberi semangat, pasti kita juga semangat dan seneng, ya itu yang kita lakukan di ruangan ini.(6 Januari 2014) Dengan pengguaan bahasa yang baik dan tepat maka hal tersebut akan mempengaruhi rasa percaya pasien kepada petugas kesehatan. Seperti yang dialami oleh Larmini. Ia pun telah mengalami perkembangan yang sangat baik. Perkembangan pasien di ruang Punakawan ini di deskripsikan oleh Sri Windarti, kepala ruang tersebut yang mengatakan bahwa perkembangan pasien akan tampak “dari cara bicaranya sudah terarah tidak kacau lagi.” (Senin, 11 November 2013 pukul 07:10 WIB): Tugas Fase 1,4
Teknik 7
1,10,11
2
1,2,8
2
1,4,5
2,10
Tindakan Perawat P: Ayo bu Larmini di dandani kene. (Mengayunkan tangan memanggil pasien sambil mendekat.) P: Oh ngono? Iso bu. (Nada tanya yang halus dan memberikan bedaknya.) P: Oh gitu?
P: Wah pinter dandan berarti? (Sambil memperhatikan pasien commit to user dan tersenyum.)
Reaksi Pasien Mbak aku wedhak’an dewe ya.
Bisa mbak. Dulu saya kan rias nganten di Boyolali.
Iya mbak. Kalo ada yang nganten, saya yang ndandani. Iya mbak.
148 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1,5,7,10,11
7
1,4,7
2
1,7,10
1,4,5
1
1,6,9
10
1
10
1,4
10
1,4,9
10
4,5
5,10
1,4,5,10
7
4,5,7,9,1 0,11
7
P: Bu Larmini, barise di toto bu. (Nada memerintah yang halus.) P: Ayo siapa yang mau maju, nyanyi di depan? (Berdiri di depan para pasien seperti biasanya.) P: Yo, Ayo kene Bu Larmini maju ke depan. (Mengayunkan tangan mengajak pasien maju.) P: Perkenalan dulu. (Merangkul pasien.)
P: Lha kog kui terus sing lainnya. (Menepuk halus pundak pasien.) P: Yo wes monggo. P: Ya tepuk tangan semuanya buat bu Larmini. (Tepuk tangan dengan gembira.) P: Bu Larmini ki aktif banget kog. (Dengan nada tegas dan memuji.) P: Lha seneng orang joget-joget terus. (Menjelaskan dengan tersenyum.) P: Lha iyo to, rak keselkesel. Apik ngono kui. Ben ndang sehat. (Menerangkan dengan senang dan menunjukkan gaya badan yang sehat.) P: Ya wes koncone sing commit to user meneng-meneng kae di
Iya bu. Ayo baris’e sing nggenah. (mengatur temannya.) Saya bu. (tanpa di suruh bu Larmini selalu mengajukan diri.)
Iya bu.
Assalamualaikum wrb. Selamat pagi teman-teman. Perkenalkan nama saya Larmini. Alamat saya Mojosongo Boyolali. Saya mau nyanyi bebek adhus kali. Ya nyanyi burung kakak tua aja. Menyanyi dan menari dengan senang. Ya terima kasih.
Aktif pie bu?
Iya bu seneng.
Iya bu.
Iya bu.
149 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
jak. (Nada memerintah dan menunjuk kepasien yang dimaksud.) Kondisi interaksi tersebut menunjukkan perkembangan pasien dengan baik. Pasien sudah terkontrol dan mau beraktifitas dengan baik. Perawat hanya membantu hal-hal ringanyang menciptakan kegiatan-kegiatan positif yang menyehatkan. Tampak pasien semakin percaya diri, semangat dan sangat aktif karena hubungan sudah baik, komunikasinyapun sudah mudah dan teknik yang digunakan sudah lebih banyak humor. Maka dengan melihat pekembangan pasien tersebut sesuai lah tugas perawat sebagai fasilitator dalam membantu kesembuhan pasien dalam bentuk perbahan perilaku-perilaku pasien yang dari tidak teratur menjadi teratur. Tugas perawat tersebut di sampaikan oleh Sri Windarti yang menyampaikan demikian: Yang jelas dan standarnya tugas perawat itu untuk memenuhi ADL pasien. Pendekatan dengan pasien jiwa itu punya seni tersendiri karena pasien jiwa itu kita tidak bisa menebak langsung bagaimana karakter dia, apalagi kondisi yang berbeda bisa membuat keadaan pasien itu juga berubah. Jadi perawat harus bisa membina hubungan saling percaya karena hal itu sangat penting dan syarat agar pasien mau terbuka dan bercerita tentang masalahnya. Caranya biar bisa menjalin hubungan saling percaya itu dengan empati terhadap permasalahan pasien, menyapa mereka dalam semua keadaan jadi mereka merasa punya teman atau merasa dianggap, penuh perhatian saat mendengarkan pasien bercerita jadi kita kelihatan serius dan tampak bersedia untuk mendengarkan sehingga pasien nyaman dan makin terbuka. Setelah komponen itu sudah ada pasien mau terbuka jadi perawat mudah untuk memberikan pengarahan.(31 Oktober 2013) Seperti data lapangan berikut ini (Jumat, 08 November 2013 pukul 11:10 WIB): Tugas Fase 1,5,7,10
Teknik 7
1
2
1,5,7,10,11
7
Tindakan Perawat P: Sego ne di entek ke bu. (Melihat kepasien dan kemakanan yang dimaksud.) P: Lha wes wareg tenan? (Nada tanya memastikan.) P: Ya wes, piringe di commit to user resik’i. sendok karo
Reaksi Pasien Sudah kog bu, sudah kenyang. Perutnya nggak cukup. Sudah.
Iya bu.
150 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
gelase di kumbah. (Menunjuk ke arah alat yang dimaksud.) 1,7 7 P: Ayo bu. Mlebu kamar. Iya bu. (Tangan megajakpasien masuk.) 1,7,10 2 P: Istirahat ya. Iya. Bahkan kondisi diatas menunjukkan bahwa perawat semakin percaya bahwa pasien telah berkembsng sehingga perawat menyuruh pasien untuk membantu kegiatan-kegiatan yang lebih positif. Hal tersebut menunjukkan kepercayaan yang telah terpilih sangat baik. 4.3.4
Fase Terminasi Sesuai dengan tugas pada setiap fase dimana setiap tahapnya memiliki tugas
khusus dari awal hingga akhir. Serupa dengan yang disampaikan oleh Sri Windarti yang mengatakan demikian: Sri Windarti: Komunikasi terapeutik adalah komunikasi tanpa obat yang mana dengan komunikasi di harapkan pasien bisa sembuh. Dari mulai fase awal hingga akhir yaitu dari fase preinteraksi, orientasi, kerja dan terminasi. Lalu hubungan terapeutik itu bisa dikatakan, penjalinan hubuangan selama fasefase itu berlangsung. Untuk menjaga hubungan terapeutik yang baik, maka harus dengan teknik-teknik khusus, apalagi di sini pasiennya pasien jiwa. jadi membina hubungannya unik, misalnya pendekatannya bisa dibilang dua kali lebih sulit dari pada pasien umum jadi cara mendekatinya bisa dengan dua kali lebih halus, dua kali lebih sabar atau dua kali lebih dari sifat empatinya. Komponennya ya peran itu masing-masing. Dari komunikator, perawat itu sendiri dan komunikan, si pasien. Sebagai komunikator, perawat itu dituntut untuk memiliki modal (ilmu dan praktik) sesuai dengan jenis penyakit pasien sehingga dalam proses membantu pasien bisa berjalan sesuai yang di maksud. Karena bisa dibilang di sini peran yang sangat mempengaruhi hubungan terapeutik itu bertitik pada komunikator. Kalau komunikatornya penggunaan cara dia bekerja itu tepat dan efisien, maka tujuan yang akan di capai kepada pasien itu bisa mengikuti.(31 Oktober 2013) Tugas perawat dalam fase ini sebelum pasien pulang adalah mengevaluasi keadaan mereka apakah mereka benar-benar telah pulih dan paham tentang kodisinya. Mau mengikuti saran-saran yang berikan seperti minum obat, kontrol commit to user
151 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ke rumah sakit dan cara-cara pengendalian diri ketika kondisi mereka akan drop lagi. Selasa: 31 Desember 2013 pukul 15:15 WIB Tugas Fase Pemutus Hubungan
Teknik 7
2 2,7
2,10 2,5
3,4,5,7
Tindakan Perawat L: Pak Bambang, selamat ya. Sudah sembuh, sudah boleh pulang. (Menepuk pundak pasien.) L: Seneng nggak? (Merangkul pasien.) L: Ya nanti kalosudah pulang jangan lupa obatnya di minum, trus kontrol yang rutin. (Dengan nada lugas.) L: Opo meh mlebu kene meneh? (Nada bergurau.) L: Enak dirumah to? (Bertanya dengan nada menggoda.) L: Ya, diinget pesan-pesan yang sudah di dapat dari sini, jangan lupa berdoa, bersosialisasi dengan lingkungan, komunikasi dengan keluarga yang baik, harus berpikiran positif. Jangan lupa juga kalau ada suara-suara atau enamPakan yang orang lain nggak bisa lihat. Diabaikan ya. (Menjelaskan dengan rinci dan dengan nada lugas.) L: Ya, bener. Ya sudah sekali lagi selamat ya. (Menjabat tangan)
Reaksi Pasien Iya Pak. Puji Tuhan.
Seneng Pak. Iya Pak.
Nggak Pak. Di rumah saja. Iya.
Iya Pak. Sekarang sudah saya abaikan semua,
Iya Pak terima kasih.
Isi dari tahap komunikasi terakhir ini lebih tentang evakuasi tentang perkembangan pasien. Sehingga untuk memastikannya perawat perlu untuk melakukan pertanyaan terbuka lagi untuk memastikan. Jika ada yang masih perlu ditambahkan maka perlu adanya klarifikasi commit to dan usersharing perception. Biasanya fase
152 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terakhir ini lebih banyak
bercandaanya sehingga teknik humorpun banyak
dilakukan. Hal yang serupa juga terjadi pasien Larmini saat perawat akan melakukan pemutus hubungan dengan pasien (Rabu 27 November 2013 pukul 14:30 WIB): Tugas Fase Pemutus Hubungan
Teknik Tindakan Perawat P: Bu Larmini.Ayo rene sik. (Mengayunkan tangan memanggil pasien.) 2 P: Delok kae sopo sing teko? (Menunjuk ke luar ruangan.)
7
7
2,5 2,5,7
2,7,10
7
P: Bu Larmini, kene sik. (Mengajak ke ruang kantor.) P: Iya. Bu Larmini sekarang sudah boleh pulang, nanti kalo sudah pulang obatnya jangan lupa diminum ya? (Memandang fokus ke pasien.) P: Iya. Inget ya bu, jangan mudah marah lagi, dikontrol emosinya. (Menyentuh lengan pasien.) P: Iya bagus, sudah tau caranya mengatasi atau mengendalikan diri to? (Menepuk tangan pasien.) P: Gimana coba, diulangi. P: Iya bener banget. Nanti kalau sudah pulang jangan lupa kontrol ya? (Pandangan fokus ke pasien.) P: Pengen disini lagi apa pengen pulang? (Nada bergurau.) commit to user P: Yo wes nurut klo gitu,
Reaksi Pasien Iya bu.
(sambil keluar menuju ruang tamu). Alhamdulillah, kog gek ditemoni saiki? (bercengkramah dengan anak bu Larmini yang menjenguk sekalian menjemput bu Larmini.) Iya bu. Ini saya mau diajak pulang bu. Iya bu, saya rajin minum obat kog. Nggak susah.
Iya bu. Saya udah nggak nesunan kok.
Iya bu.
Tidur, diam atau istighfar. Iya bu.
Pengen pulang bu.
Iya bu.
153 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7,10
10
minum obat, kontrol, sama jangn mudah marah lagi. (Menepuk-nepuk lengan pasien.) P: Yo wes, klo gitu selamat ya sudah pulang. Hati-hati dijalan. (Berjabat tangan.) P: Iya. Jangan balik sini lagi ya. (Berdiri sambil merangkul pasien.) P: Iya. Iya.
Iya bu terimakasih ya.
Iya bu. Emoh aku.
Dari keadaan pasien diatas telah menunjukkan bahwa pasien memang telah mengalami perubahan. Perubahan-perubahan tersebut yang menghasilkan kesembuhan kepada pasien karena mengikuti dan menuruti aturan asuhan keperawatan. Dengan pemahaman pasien akan kondisi mereka sendiri dan tahu untuk bagaimana ada apa yang harus dilakukan setelah pulang, maka pasien dapat dipercayakan untuk pulang dan diharapkan untuk rutin minum obat, kontrol dan tetap melakukan kegiatan-kegatan yang positif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
154 digilib.uns.ac.id
4.4 Hambatan dan Kesulitan Komunikasi Terapeutik Dalam berkomunikasi, apapun bentuknya apapun tujuannya, sering sekali terjadi error atau gangguan yang mengakibatkan prosesnya terhambat. Selain itu, hambatan dan kesulitan yang terjadi pada proses komunikasi mengakibatkan apa yang dimaksud oleh komunikator tidak sampai kepada komunikan. Hal tersebut juga terjadi padaa proses komunikasi terapeutik antara perawat dengan pasien. Belum lagi pasien yang mengidap gangguan jiwa ini memunculkan banyak sekali hambatan dan kesulitan dalam melakukan transaksi penukaran pesan. 4.4.1
Hambatan Hambatan yang terjadi pada saat komunikasi berlangsung antar pasien dan
perawat sangatlah beragam. Berikut adalah pendapat-pendapat yang didapatkan saat interview dengan para responden. Responden Purnomo:
Hambatan Tidak, hanya dari pasien saja, keluarga yang tidak terbuka dengan penyakit pasien, kemudian hambatan pasien yang curiga atau paranoid sehingga dia membatasi diri untuk berkomunikasi. Siti Kegelisahan pasien yang tidak bisa terkontrol saat sedang Purwaningsih: kumat. Atau kadang tidak konek kalau di ajak ngobrol. Bisa juga karena gangguan fisik dari luar juga mengganggu jalannya komunikasi, akibatnya pasien tidak mendapat pesan yang disampaikan. Sena: Kesulitan secara umum sih tidak terlalu menghambat, karena kita sudah banyak pengalaman. Tapi ada pasien yang tuna wicara, tuna rungu, gaduh gelisah, perilaku kekerasan. Karena jenis mereka ini penangannya agak sulit. Sulit untuk masuk, mengendalikan, dan menangani mereka. Nindya Hambatannya ya kalau pasien itu belum kooperatif, kita sebagai Ningsih: perawat belum tahu cara menangani pasien. Apalagi kalau yang susah didekati. Suwanto: Pasien yang tidak mau bicara dalam artian membisu dan adanya sifat curiga yang sulit untuk didekati. Hal tersebut sangat menghambat asuhan keperawatan. Sri Winarti: Pasien tidak mau bicara dan pasien melakukan kekerasan fisik membuat komunikasi jadi tidak terarah atau tidak sesuai dengan tujuan. Sri Windarti: Dari kondisi pasien itu sendiri, karena mereka memiliki gangguan proses pikir jadi ilmu tentang gangguan proses pikir harus digunakan.commit Jadi penanganannya bisa tepat. to user
perpustakaan.uns.ac.id
155 digilib.uns.ac.id
Banyaknya gambaran mengenai hambatan-hambatan yang terjadi pada hubungan antara perawat dengan pasien menunjukkan bahwa menangani pasien gangguan jiwa ini memang sulit. Butuh kesabaran untuk mencapai tujuan yang diharapkan tercapai. Data lapangan juga membuktikan adanya hambatanhambatan yang terjadi saat interaksi berlangsung. Yang pertama hambatan yang terjadi dalam interaksi perawat dengan pasien Bambang. Gangguan fisik Gangguan semantik Gangguan psikologis Gangguan fisik
Selasa, 22 Oktober 2013 pukul 80.01 WIB Suara guntingan rambut pasien Melihat prosesi pengguntingan lain. Sala satu pasien berbicara Konsentrasi pecah. dengan suara yang sangat kencang. Adanya sangkalan terhadap “Ya, namanya saja orang tua.” terapi dari teman lain. “saya (tertawa) marah sama orang tua” Di waktu makan siang, saat Pasien bebrapa kali salah satu perawat berinteraksi menanyakan petanyaan atau dengan pasien, pasien lain asik pertanyaan yang di beri bernyanyi dengan suara keras perawat. Dan terkadang dan mengganggu jalannya konsentrasinya buyar. interaksi.
Sedangkan berikut adalah gangguan yang terjadi saat perawat berinteraksi dengan pasien Larmini. Gangguan psikologis
Gangguan semantik Gangguan fisik
Jumat, 8 November pukul 11.12 WIB Saat makan siang, Bu Larmini Bu Larmini marah. mengembalikan nanas yang diberikan perawat, karena dia tidak bisa menggigit. Bu Larmini tersinggung saat rekannya mengejek Bu Larmini ompong. Selasa, 19 November 2013 pukul 08.48 Saat diberi terapi Bu Larmini Menanyakan apa itu viksasi. ditanya aPakah pernah di viksasi. Adanya peneliti lain saat terapi Komunikasi tidak terarah dan membuat Bu Larmini tidak fokus. menanyakan pendapat kepada peneliti tersebut dan idak fokus pada interaksi yang diberikan commit to user oleh perawat.
156 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sebagai perawat dituntut untuk bisa mengatasi gangguan-gangguan yang ada agar pasien lebih konsentrasi dan paham dengan baik tentang apa yang sedang disampaikan. 4.4.2
Kesulitan Selain hambatan, ada juga kesulitan-kesulitan yang didapatkan dalam
melakukan tindak keperawatan. Hal tersebut bisa juga disebabkan karena kondisi pasien yang gangguan jiwa memiliki tingkat kesulitan yang lebih dalam berinteraksi. Kondisi pasien yang tidak stabil atau tidak mementu menjadi pemicu yang mengakibatkan proses komunikasi yang terjadi antara perawat dengan pasien sangatlah sulit. Kesulitan tersebut bisa terjadi karena kondisi pasien yang gaduh gelisah, cemas, curiga membuat pasien menutup diri dan terkadang juga tidak dapat menangkap apa yang disampaikan oleh para perawat. Seperti yang disampasikan oleh Purnomo berikut ini: Bisa dibilang hampir semua pasien gangguan jiwa awalnya susah untuk diajak berkomunikasi. Itu karena mereka lagi tegang dan cemas. Misalnya saja pasien autisme sangat susah diajak berkomunikasi, saat di tanya apa dia malah nglantur kesana kemari. Kalau pasien menarik diri juga susah untuk didekati, mereka cenderung tertutup.(31 Oktober 2013) Dari sisi lain, Sri Winarti juga menyampaikan adanya kesulitan dalam menangai pasien karena latar belakang pendidikan pasien. Sri Windarti menyampaikan pendapatnya mengenai kesulitan dalam menjalin hubungan dengan pasien dengan mengatakan demikian: Intelektual dari pasien juga bisa menjadi kesulitan tersendiri dalam berkomunikasi karena pendidikannya para pasien mayoritasnya dibawah. Karena latar belakang pendidikan juga mempengaruhi gaya dan proses komunikasi. Yang terlalu dibawah tidak paham maksudnya yang terlalu tinggi tidak mau mendengarkan dan keras kepala.(31 Oktober 2013) Merawat pasien jiwa memang tidak mudah, apalagi perbedaan gender terkadang juga memiliki kesulitan tersendiri. Seperti yang disampaikan oleh Sri Winarti berikut ini: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
157 digilib.uns.ac.id
Kesulitannya itu bisa terjadi karena intelektual pasien juga mempengaruhi. Kalau pendidikan pasien itu tinggi mereka bisa ngotot dan keras kepala, kalau pasiennya pendidikannya rendah, mereka tidak paham-paham apa yang dimaksudkan perawat. Pendekatannya juga harus hati-hati. Tidak boleh sendiri mendekati pasien. Terutama karena ini adalah bangsal lakilaki. Sebagai wanita ada ketakutan tersendiri kepada pasien, untuk antisipasi jika pasien marah atau jahil. Sebenarnya di bangsal ini perawat wanita hanya sebagai administrasi, bikin teh atau perlengkapan umum.(31 Oktober 2013) Kondisi-kondisi tersebutlah yang mengakibatkan proses komunikasi terapeutik terhambat. Dengan terhambatnya proses komunikasi antara perawat dengan pasien, pencapaian tujuannya pun juga ikut terhambat. Karakteristik pasien itu sendiri pun juga menjadi kesulitan yang sering terjadi antara perawat dengan pasien. Informasi tersebut dilengkapi oleh pendapat Suwanto berikut ini: Komunikasi pasien masih loncat-loncat. Pasien yang asosiasinya sangat longgar atau ngelantur itu sangat susah diajak komunikasi, malah tidak nyambung. Pasien yang marah-marah dan pasien yang curiga komunikasinya tidak terlalu banyak karena sulit untuk berkomunikasi dengan mereka. Itu bisa membuat komunikasi terapeutik yang diharapkan terhambat.(31 Oktober 2013) Oleh sebab itu, meskipun berkomunikasi dengan pasien sangat sulit, perawat harus sabar dan dituntut untuk memiliki bekal cukup agar mampu menghadapi keanekaragaman pasien jiwa ini. Seperti pengalaman yang terjadi pada Nindya Ningsih berikut ini: Nindya Ningsih: Pengalaman saya, saya pernah terkena perilaku kekerasan, namun karena dia adalah pasien maka kesabaran sangat dibutuhkan, ya karena dia kan pasien jiwa. Mungkin itu sisi lain yang tetap bisa menjaga hubungan terapeutik. Saya dari dulu selalu mencoba berempati dengan pasien, tapi terkadang salah diartikan. Ada pasien yang malah mencari saya sampai ke rumah saya. Jadi dari pengalaman tersebut saya pikir menjadi perawat, khususnya perawat jiwa harus punya empatinya tapi tetap harus ada jarak dan batasannya.(31 Oktober 2013) Dari informasi tersebut ditunjukkan bahwa perawat harus hati-hai dalam melakukan tindak keperawatan dengan pasien jiwa. Keanekaragaman para pasien dan emosi yang labih membuat perawat akan sering mengalami kebingungan commit to user
158 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam mengatasi para pasien. Kesabaran menjadi modal utama dan modal yang penting bagi seorang perawat psikiatri. Purnomo: Jadi perawat jiwa itu harus memiliki mental yang kuat dan kesabaran. Bekal itu saya rasa sangat mudah di dengar tapi melakukan di lapangan belum tentu mudah. Ya juga yang bisa mendukung itu pola dan gaya komunikasi terapeutik yang bagus sesuai dengan ilmu. Secara tidak sadar itu akan membantu efektifitas keperawatan.(31 Oktober 2013) Kesulitan-kesulitan tersebut menjadikan setiap tindak asuhan keperawatan menjadi unik. Namun, menjaga emosi pasien tetap harus di utamakan mengingat kondisi mereka yang labil. Jika perawat ikut emosi, pasien bisa jadi pasien justru akan terhambat proses kesembuhannya. Maka kesabaran perawat lagi-lagi menjadi hal yang sangat di perlukan. Seperti pengalaman yang dialami oleh Sri Winarti berikut ini. Sri Winarti: Jadi kita ini perawat diharuskan untuk bisa menjaga hubungan antara perawat dengan pasien harus berjalan dengan baik. Persiapan secara mental sangat dibutuhkan dilapangan, karena kalau mendekati pasien gangguan jiwa tidak dengan mental yang kuat nanti perawat malah takut sendiri. Misal, dengan pasien yang paranoid kita butuh mental yang kuat karena harus siap dikata-katain. Dari pengalaman itu, kita bisa belajar terus menerus supaya semakin paham, bagaimana kita harus bersikap agar hubungan perawat dengan pasien ini tetap baik.(31 Oktober 2013) Persiapan perawat sebelum melakukan kerja mereka sangatlah penting, apalagi kasus ini adalah pasien dengan gangguan jiwa. Maka, agar emosi mereka tidak kepancing saat berinteraksi dengan pasien yang emosinya labil dan tingkah laku mereka yang tidak karuan, perawat harus berbekal kesabaran dan mental yang tangguh agar kerja keperawatan yang akan dilakukan dapat bekerja dengan tepat dan baik. Nindya Ningsih: Sebagai perawat jiwa, kita harus menyiapkan tenaga, mengontrol emosi, dan pengendalian diri. Jika tidak, kita bisa tidak sabar dan hasilnya sangat buruk terhadap tindak keperawatan kepada pasien. Apalagi di sini pasiennya gangguan jiwa. Jadi persiapan itu harus bisa dua kali lipat.(31 Oktober 2013) commit to user
159 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dengan teknik keperawatan yang tepat kepada setiap pasiennya, maka pasien akan lebih mudah memperoleh kesembuhan yang mereka butuhkan. Dengan kesadaran diri perawat dan kesabaran yang diberikan oleh perawat maka proses keperawatan dapat berjalan dengan baik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
160 digilib.uns.ac.id
4.5 Efek atau Perubahan atau Pengaruh Komunikasi Terapeutik Pada Perilaku Pasien Komunikasi yang efektif akan terjadi apabila semua pihak atau peran dapat menyalurkan atau menggunakan karakteristik mereka dengan baik dan tepat. Komunikasi terapeutik pun sama halnya demikian. Penggunaan diri dari seorang perawat dalam memerankan diri sebagai komunikator, pengguaan dan pemilihan media yang tepat, penyampaian pesan yang cukup jelas dan tepat sasaran serta komunikan yang mau bekerja sama dan turut memberikan umpan balik yang sesuai dengan tujuan akan mendeskripsikan bahwa proses komunikasi tersebut berjalan dengan baik dan lancar. Seperti yang dikatakan sebelumnya oleh Purnomo bahwa dengan memahami kondisi dan karakter pasien dengan baik, maka perawat akan tahu tentang teknik yang tepat untuk berkomunikasi agar komunikasi yang diharapkan dapat mengalir dengan baik. Meskipun tidak dipungkiri bahwa banyak sekali hambatan-hambatan yang dapat mengahalangi keefektifan proses komunikasi. Yang menjadi inti dan tujuan akhir dari komunikasi terapeutik ini, sesuai dengan data sebelumnya, adalah membantu para pasien mengalami perubahan perilaku. Seperti penjelasan dari responden berikut mengenai kondisi awal pasien. Dengan secara tampak fisik terlihat ekspresi wajah yang bingung, gaduh gelisah, dan takut. Belum lagi kontrol emosi pasien yang masih terbilang rendah, menjadi alasan dasar mengapa hubungan terapeutik ini dibutuhkan. Tujuan dari pada komunikasi terapeutik tersebut diharapkan dapat membawa pasien kepada perubahan seperti yang di sampaikan oleh Nindya Ningsih yang mengatakan demikian: Nindya Ningsih: Pasien akan tampak sudah berkembang kalau mereka sudah bisa diarahkan, komunikasinya sudah terjalin dengan baik atau nyambung, dan pasien bisa mengendalikan diri dan mengendalikan emosi. (13 November 2013) Proses untuk mendapatkan perubahan tersebut tidaklah singkat dan tidaklah mudah, Sri Winarti juga telah menyampaikan pengalamannya saat dimintai keterangan tentang kesulitan yangcommit di dapati to ketika user berinteraksi dengan pasien jiwa
161 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tentang
kerjanya
yang
harus
berhadapan
dengan
pasien
laki-laki.
Kekhawatirannya tentang perbedaan gender ini juga membuat adanya kekhawatiran dalam merawat pasien. Ketakutan dan kekhwatiran tersebut menjadikan sebuah kesulitan tersendiri dalam melengkapi asuhan keperawatan. Dari sisi lain Suwanto juga menambahkan keterangannya mengenai pengalamannya dalam menangani pasien jiwa yang terbilang sulit ini. Ia berkata: Suwanto: Ya nggak di pungkiri mbak, teknik pelaksanaannya berbeda dari akademis dengan realita lapangan. Dari ilmu secara akademis prosesnya kaku dan statis, tapi dari lapangan dilihat secara situasi dan kondisi pasien, berbeda pasien berbeda pula penangannya. Belum lagi pasien itu satu sama lain banyak perbedaannya, dari jenis kelamin, jenis penyakit, tingkah laku dan kepribadian pasien. Jadi pengalaman setiap menghadapi pasien itu selalu memberikan pengalaman yang memberikan pelajaran tentang mengembangkan hubungan yang terapeutik. (13 November 2013) Salah satu yang mengahambat komunikasi perawat dengan pasien jiwa ini menjadi sulit adalah kontrol emosi dari pasien itu sendiri. Kemudian, selain itu gangguan fisik dari lingkungan sekitar juga bisa memacu konsentrasi pasien buyar saat diajak berinteraksi. Sehingga pesan yang disampaikan oleh perawat tidak sampai dengan baik. Siti Purwaningsih: Kegelisahan pasien yang tidak bisa terkontrol saat sedang kumat. Atau kadang tidak konek kalau di ajak ngobrol. Bisa juga karena gangguan fisik dari luar juga mengganggu jalannya komunikasi, akibatnya pasien tidak mendapat pesan yang disampaikan. (13 November 2013) Meskipun demikian, tujuan utamannya tetap menjadi patokan penting dan final dari kesepakatan kerja. Oleh sebab itu komunikasi terapeutik akan berhasil jika hubungan antara komunikator dengan komunikan dapat berjalan dengan baik. Sebagai tolak ukur, perubahan pasien itu sendiri yang akan menjadi pengukurannya, dimana akan tampak akhirnya pasien yang tidak dapat menggunakan fungsi diri dengan baik akan menjadi baik. Hal tersebut juga di sampaikan oleh Suwanto sebagai berikut: Hubungan terapeutik itu bisa dikatakan hubungan seorang perawat dengan pasien dan disitu ada tujuan terapeutik dan tujuan sosial. Yang mana user tujuannya melakukan terapicommit dalamtoperencanaan-perencanaan yang sudah
162 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
direncanakan. Misal, pasien halusianasi, yang pertama membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenali masalahnya terutama tentang halusinasinya, dan membantu pasien mengontrol dan mengalihkan halusinasinya dengan cara-cara yang adaptif. Membantu merubah perilaku pasien dari maladaptif menjadi adaptif. Komponen yang dibutuhkan itu misalnya membina hubungan saling percaya dan sikap-sikap dimensi respon dengan empati. (13 November 2013) Dari data tersebut dapat diketahui bahwa dalam menjalin hubungan yang terapeutik dengan pasien harus didasari oleh hubungan saling percaya. Setelah dasar tersebut terpenuhi, maka proses komunikasi selanjutnya dapat di lakukan. Kemudian, tujuan dari komunikasi ini, yaitu perubahan perilaku dapat dilakukan dengan berbagai teknik yang harus menyesuaikan dengan kondisi dan keadaan pasien yang di dukung dari pengetahuan tentang latar belakang riwayat pasien. Jika bekal-bekal tersebut telah dipahami dan dipenuhi oleh pihak perawat sebagai komunikator, maka akan mudah untuk mendapatkan tujuan komunikasi terapeutik itu didapatkan. Dari data sebelumnya tertulis bahwa perubahan pasien dalam proses komunikasi terapeutik ini terdapat tiga karakter yaitu perubahan kognitif, afektif dan perubahan perilaku. Perubahan kognitif akan tampak saat pasien mulai berpikiran positif terhadap situasi. Sena: Perilaku yang sudah diberi terapi bisa kelihatan membaik dari sebelum di terapi, misalnya perilaku kekerasan sudah tidak berbuat kekerasan lagi, sudah bisa mengendalikan emosi. (13 November 2013) Perubahan tersebut ditunjukkan oleh pasien Bambang dengan mengatakan hasil observasi demikian. Kamis, 24 Oktober 2013 pukul 07:05 WIB Tugas Fase 1,3,6 5,11
Teknik Waktu
Tindakan Perawat
Reaksi Pasien
2 7
Pagi Pak Iya Pak
6
2
L: Pagi semuanya. L: Kalau Pakai baju yang rapi ya. Kerahnya yang bener. L: Kalau rapi kelihatan? (Bertanya dengan commit to user menatap ke seluruh
07:55
Bersih
163 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1
7
1,3
2
1,4,5
1,7
10 4,9
7 1,7
1,7,9
7
1,2,3,6
2
1
10
07:58
pasien.) L: Iya, betul. Misalnya tadi Pak Bambang menyapu, tapi kog kerahnya nggak rapi, nanti ada orang yang melihat dikiranya belum mandi. (Sambil menyentuh kerah dan pundak Pak Bambang) L: Iya, padahal sudah mandi to? (Menepuk pundak Pak Bambang.) L: Iya, kalo kita bersih dan rapi kita juga bisa terliat sehat. L: Iya otomatis itu. L: Kalau kita sehat, kita berarti siap untuk melakukan kegiatan yang pada umumnya dialkukan oleh orang sehat, ya berinteraksi dengan orang lain sampai melakukan aktivitas seperti bekerja. (menjelaskan dengan nada lugas namun santai.) L: Iya, betul itu Pak Bambang. Di dengerin ya yang lain, (Sambil mengarahkan pandangan kepada pasien lainnya.) kita itu harus bias menjadi bermanfaat bagi orang lain. L: Sapa yang punya istri?
L: Lha iya to? Kalo sakit, kita tidak bisa menikmati istri kitatoto? (Nada commit user beratanya sambil
Tertawa.
Sudah Pak. Jawabnya halus. Itu sudah otomatis ya Pak.
Membantu orang lain ya Pak. Bias menjadi berguna bagi orang lain.
Iya Pak, saya setuju.
Saya Pak (sambil mengangkat tangan penuh percaya diri, di ikuti beberapa temannya yang memiliki istri) Semua tertawa. “nggak Pak.”
164 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4,5
7
4,5
7
4,5,9,11
7
1,3
7
bergurau.) L: Iya, makannya, orang sehat itu bukan segalagalanya, tetapi orang sakit tidak bisa melakukan segalagalanya. L: Orang yang sehat harus bisa memaksimalkan kemampuan diri, minimal untuk diri kita sendiri. L: Iya, biar nanti kalo sudah pulang, kita sudah sehat, sudah nggak sakit lagi. Terus kita tidak di cap orang yang nggak sehat. L: Iya, bukan gangguan jiwa. (Mengayunkan tangan bermakna tidak.)
Iya, Pak setuju. Betul itu.
Tidak merepotkan orang lain Pak.
Tidak dianggap gangguan jiwa Pak.
Kemudian, perubahan selanjutnya adalah perubahan secara afektif. Perubahan afektif ini menunjukkan kenyamanan pasien dimana pasien mulai dapat mengontrol perasaan atau emosinya. Data tersebut juga dikomentari oleh Suwanto dengan pendapatnya mengenai kondisi pasien yang telah mengalami perubahan atau perkembangan dengan mengatakan bahwa “berkembang dari perilaku atau afeksinya, mengakui dirinya sakit sehingga pasien tahu cara mengontrol”. (13 November 2013) Perubahan afektif tersebut sangat membantu pasien itu sendiri dalam mengontrol perasan dan emosinya. Kontrol perasaan ini pun sangat besar pengaruhnya akan kesehatan jiwa. Selain itu, Muhani, selaku pembimbing para pasien pun menerangkan tentang pendapatnya mengenai perkembangan pasien saat setelah pasien menerima terapi-terapi yang menjadi rutinitas pasien. Ya perubahanya kelihatan ketika pasien mulai mau berkegiatan, mulai mau berbaur dengan rekan yang lain, ada perasaan yang gembira, dan itu semua menunjukkan kalau mereka sudah mulai bisa mengontrol diri mereka sendiri secara sadar.(6 Januari 2014) commit to user
165 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kondisi perasaan ini tampak pada pasien Larmini. Yang mana ia sangat aktif
dan
merasa
senang
untuk
melakukan
kegiatan-kegiatan
yang
diberikan.Selasa, 12 November 2013pukul 07:20 WIB Tugas Fase Teknik Waktu 1,2 2 07:20
1,4,5
2,7
07:25
1,7,10,11
7
07:28
Tindakan Perawat Tensi sik yo bu. (Mempersilahkan pasien duduk dan menyiapkan alat tensi.) Koyo bu Larmini ki lho joget terus, sing aktif, ben sehat. (Menunjuk bu Larmini agar pasien yang lain mengikuti) Yo terus ke bu. Di jak kae koncone sing meneng-meneng. (Mempraktekkan gaya tubuh yang semangat.)
Reaksi Pasien Iya mbak.
Seneng og bu.
Iya bu.
Yang terakhir adalah perubahan perilaku. Dari semua perubahan yang disebutkan, perubahan perilaku ini adalah hal yang paling tampak dari fisik pasien. Pasien yang tadinya menutup diri, malas berkegiatan, acuh tak acuh atau malu untuk bergerak mengikuti terapi-terapi yang ada, makin hari makin aktif dan mau berkegiatan. Keikut sertaan dan keaktifan pasien menunjukkan perubahan yang signifikan. Seperti perubahan pasien yang digambarkan oleh Purwanto berikut: Purnomo: Dari observasi, komunikasi sudah lancar, sudah tenang, terbuka dengan masalahnya, mau beraktifitas dengan baik, berkegiatan direhabilitas dengan baik dan hubungan sosial yang sudah baik. (13 November 2013) Mau berkegiatan adalah suatu pencapaian yang menunjukkan bahwa pasien tersebut telah mengalami perubahan. Dari perubahan tersebut ada pergeseran atau kemajuan yang dialami oleh pasien yang mana tergambarkan bahwa pasien kini telah memahami apa yang diperintahkan oleh perawat melalui pesan persuainya. Setelah paham, pasien pun mengaplikasikan perintah tersebut dalam bentuk commit to user
166 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perlakuan yang akhirnya menunjukkan bahwa pasien telah berubah perilaku dari maladptif menjadi adaptif. Melakukan
aktifitas
terapi-terapi
yang
diberikan
dengan
baik
menggambarkan bahwa pasien tersebut sudah dapat menggunakan fungsi dirinya secara positif atau baik. Perilaku pasien yang menunujukkan hubungannya yang baik terhadap perawat atau temannya (pasien lainnya) juga membuktikan bahwa pasien tersebut telah dapat mengontrol diri dengan baik dan dapat berperilaku dengan baik. Selain itu, data lain datang dari Sri Winarti yang mengatakan perubahan perilaku pasien dengan demikian: Dari pasien sudah terlihat emosinya berkurang, komunkatif dan kooperatif, sudah melakukan ADL (Activity Daily Live) dengan mandiri, ngomongnya sudah terarah. (13 November 2013) Dari hasil data lapangan tersebut terbukti bahwa teori yang disampaikan oleh Ahmad Kholid benar. Terlihat bahwa dalam proses perubahan perilaku, pasien mengalami adanya sebuah pembelajaran. Yang mana seorang perawat memberikan stimulus sebagai ilmu pengetahuan kepada para pasien dan kemudian pasien pun menerima respon. Respon-respon yang di hasilkan berwujud perilaku psikomotorik, afeksi dan perilaku itu sendiri. Perubahan-perubahan tersebutlah yang menjadi tolak ukur dari keaktifan komunikasi terapeutik. Meskipun setiap pasien memiliki perbedaan jangka waktu atau tingkat perubahan yang berbeda-beda, perubahan tersebut tetaplah menjadi tujuan penting dari tindak keperawatan ini. Dengan terjadinya perubahanperubahan tersebut pada pasien, maka hal tersebut telah menunjukkan bahwa pasien paham tentang apa yang diperintahkan atau apa yang disampaikan oleh para perawat. Selain itu, perubahan-perubahan tersebutlah yang menentukan bahwa pasien ditetapkan sembuh dan boleh pulang.
commit to user